MAKALAH ETIKA POLITIK

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH ETIKA POLITIKETIKA POLITIK DAN AKTOR POLITIK

OLEH :KUSMA MAYANG SARIADELIA PRADITASITI MARIAM ARNEVIS

PROGRAM STUDI ILMU POLITIKFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS BRAWIJAYA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt saya panjatkan karena atas berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Etika Politik dan actor politik guna melengkapi tugas mata kuliah etika politik. Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi langkah penulis lebih lanjut. Tak lupa kata maaf terucap dari kami apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan kata dalam makalah ini.Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam proses belajar mengajar ini. Akhir kata kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak. Sekian dan terima kasih.

Malang, 30 Mei 2014

Penulis

BAB IPENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANGFilosof Immanuel Kant pernah menyindir, ada dua watak binatang terselip di setiap insan politik: merpati dan ular. Politisi memiliki watak merpati yang lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme. Tetapi, ia juga punya watak ular yang licik dan jahat, serta selalu berupaya untuk memangsa merpati. Celakanya, yang sering menonjol adalah sisi ular ketimbang watak merpati-nya. Metafora sang filosof yang normatif dan simbolik itu sudah menjadi pengetahuan umum, ketika berbicara soal etika politik. Bahkan ekstimitas watak poltisi pun diasosiasikan dengan watak binatang. Etika, atau filsafat moral (Telchman, 1998) mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika politik dengan demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya.Ketidakjelasan secara etis berbagai tindakan politik di negeri ini membuat keadaban publik saat ini mengalami kehancuran. Fungsi pelindung rakyat tidak berjalan sesuai komitmen. Keadaban publik yang hancur inilah yang seringkali merusak wajah hukum, budaya, pendidikan, dan agama. Rusaknya sendi-sendi ini membuat wajah masa depan bangsa ini kabur. Sebuah kekaburan yang disebabkan kerena etika tidak dijadikan acuan dalam kehidupan politik.Publik hanya disuguhi hal yang menyenangkan dan bersifat indrawi belaka. Artinya hanya diberi harapan tanpa realisasi. Inilah yang membuat publik terajari agar menerapkan orientasi hidup untuk mencari gampangnya saja. Keadaban kita sungguh-sungguh kehilangan daya untuk memperbarui dirinya. Etika politik yang berpijak pada Pancasila hancur karena politik identik dengan uang. Uang menjadi penentu segala-galanya dalam ruang publik.Di masa reformasi yang serba boleh ini, kemunduran etika politik para elite dalam setiap jejak perjalanannya membuat kita menjadi miris. Kemunduran etika politik para elite ini salah satunya ditandai dengan menonjolnya sikap pragmatisme dalam perilaku politik yang hanya mementingkan kelompoknya saja. Kepentingan bangsa, menurut mereka bisa dibangun hanya melalui kelompoknya.Karena itulah, di samping aturan legal formal berupa konstitusi, politik berikut praktiknya perlu pula dibatasi dengan etika. Etika politik digunakan membatasi, meregulasi, melarang dan memerintahkan tindakan mana yang diperlukan dan mana yang dijauhi. Sebagai masyarakat yang modern, untuk mengetahui pentingnya etika dalam pelaksanaan sistem politik di Indonesia adalah perlu.

2. RUMUSAN MASALAH Apa yang dimaksud dengan pengertian Etika? Apa yang dimaksud Etika Politik? Apa yang dimaksud dengan pengertian Sistem Politik? Apa saja manfaat Etika Politik bagi pejabat dalam pelaksanaan Sistem Politik Indonesia? Apa saja dampak dari terjadinya kemerosotan Etika Politik dalam pelaksanaan Sistem Politik Indonesia? Hubungan etika politik dan aktor politik

3. TUJUAN Untuk mengetahui pengertian dari Etika Untuk mengetahui pengertian dari Sistem Politik Untuk mengetahui pengertian dari Etika Politik Untuk mengetahui manfaat Etika Politik bagi pejabat dalam pelaksanaan Sistem Politik Indonesia Untuk mengetahui dampak dari terjadinya kemerosotan Etika Politik dalam pelaksanaan Sistem Politik Indonesia Mengetahui hubungan etika politik dan actor politik

BAB IIPEMBAHASAN

1. PENGERTIAN ETIKASeperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah etika pun berasal dari bahasa Yunani kuno yakni ethos dalam bentuk tunggal memiliki arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah etika yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka etika bererti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam bahasa Yunani, etika berarti ethikos mengandung arti penggunaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan dan sikap yang mengandung analisis konsep-konsep seperti harus, mesti, benar-salah, mengandung pencarian ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral, serta mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral.Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, 1953) etika dijelaskan sebagai ilmua pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Jika kita melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan Kebudayaan, 1988) etika dijelaskan dengan membedakan tiga arti : 1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dalam bahasa Inggris, etika disebut ethic (singular) yang berarti a system of moral principles or rules of behaviour , atau suatu sistem, prinsip moral, aturan atau cara berperilaku. Jika Ethics yang dimaksud singular berarti suatu cabang filsafat yang memberikan batasan prinsip-prinsip moral. Jika ethics yang dimaksud plural (jamak) berarti prinsip-prinsip moral yang dipengaruhi oleh perilaku pribadi.

Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lain karena tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana ia harus bertindak. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma dari luar dan dari dalam, supaya mannusia mencapai kesadaran moral.1. PENGERTIAN ETIKA POLITIKEtika Politik terdiri dari dua kata yaitu Etika dan Politik. Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Sedangkan Politik adalah proses pembagian kekuasaan yang melibatkan interaksi antara pemerintah dan/atau masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat untuk kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Jadi etika politik adalah nilai-nilai azas moral yang disepakati bersama baik pemerintah dan/atau masyarakat untuk dijalankan dalam proses pembagian kekuasaan dan pelaksanaan keputusan yamg mengikat untuk kebaikan bersama. Pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.Jadi etika adalah bagian dari moral. Namun, perbedaan etika dan moral dilihat dari sisi pertanggung jawaban yaitu, moral jika dilanggar tampak (pertanggungjawaban riil) etika sendiri yaitu jika dilanggar tidak tampak (pertanggungjawaban tidak rill). Jadi etika politik adalah kualitas sifat untuk bertanggung jawab atas legitimasi yang telah diberikan masyarakat.

2. MANFAAT ETIKA POLITIK BAGI PEJABAT PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN SISTEM POLITIK INDONESIAEtika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika profesi, dan etika pendidikan.dalam hal ini termasuk setika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia. Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betulsalahnya tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya. Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hokum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial.Ada beberapa manfaat etika politik bagi para pejabat pemerintah . Pertama, etika diperlukan dalam hubungannya dengan relasi antara politik dan kekuasaan. Karena kekuasaan cenderung disalahgunakan maka etika sebagai prinsip normatif/etika normatif (bukan metaetika) sangat diperlukan. Etika di sini ada sebagai sebuah keharusan ontologis. Dengan memahami etika politik, para pejabat tidak akan menyalahgunakan kekuasaannya. pemerintah adalah representan rayat, karenanya mereka mesti melayani dan memperhatikan kesejahteraan rakyat, bukan membunuh rakyat dengan mencaplok dan mengambil lapangan pekerjaan utama sebagai sumber hidup mereka.Kedua, etika politik bertujuan untuk memberdayakan mekanisme kontrol masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar tidak menyalahi etika. Masyarakat sebagai yang memiliki negara tidak bisa melepaskan diri dalam mengurus negara. Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan para pejabat, namun dalam tataran tertentu keduanya berbeda.Dalam negara dengan alam demokrasi peranan masyarakat sangat besar yang nyata dalam sikap mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Para pejabat sebagai representan rakyat tentu akan mendengar kritikan tersebut sebelum sebuah kebijakan diambil. Warga negara yang demokratis mesti berusaha untuk menghentikan pengambilan keputusan yang dapat merugikan warga walaupun keputusan tersebut dianggap benar oleh para pejabat. Mekanisme kontrol tersebut sangat penting agar para pejabat tidak mengambil kebijakan yang merugikan masyarakat. Masih hangat dalam ingatan kita tentang rencana tambang emas di Lembata. Masyarakat yang terancam akan teralienasi dari berbagai aspek kehidupannya memrotes dan menolak rencana tersebut. Tindakan masyarakat tersebut dilihat sebagai cara masyarakat mengontrol kebijakan yang diambil pemerintah.Ketiga, para pejabat dapat bertanggung jawab atas berbagai keputusan yang dibuatnya baik selama ia menduduki posisi tertentu maupun setelah meninggalkan jabatannya. Para pejabat bekerja dalam lingkup organisasional, oleh karena itu segala kebijakan yang diambil mesti berdasarkan kesepakatan bersama. Namun, mereka tidak dapat melarikan diri dari tanggung jawabnya sebagai seorang pribadi atas sebuah keputusan. Tanggung jawab pribadi tidak hanya berlaku saat ia memegang jabatan publik tertentu, tetapi juga terus berlanjut ketika ia berada pada free position.Tanggung jawab pribadi juga dapat mendukung akuntabilitas bagi keputusan yang kurang dapat dianggap berasal dari pejabat-pejabat yang baru. Karena tanggung jawab pribadi melekat pada pribadi dan bukan pada kolektivitas, maka tanggung jawab tersebut selalu melekat dan mengikuti pejabat ke mana pun ia pergi. Kita dapat menelusurinya setiap waktu juga pada saat ia tidak sedang memegang suatu jabatan publik tertentu.Etika politik menolak segala kecenderungan yang terus berkembang terutama yang menyangkal tanggung jawab pribadi dan kecenderungan komplementer yang mempertalikannya dengan berbagai jenis kolektivitas.HUBUNGAN AKTOR POLITIK DENGAN ETIKA POLITIKAktor politik yang memilih politik sebagai medan perjuangan dan pengabdiannya harus senantiasa menegakkan etika politik demi terwujudnya kehidupan berbangsa-negara yang bermartabat dengan memelihara dan mengembangkan perilaku politik yang cerdas, bersih, toleran, santun, menghargai kemanusiaan demi kesejahteraan bangsa. Oleh karena itu dalam berperilaku politik perlu bimbingan atau acuan nilai-nilai moral yang bersumber dari idiologi bangsa, Pancasila, agar kehidupan politik lebih cerdas dan bermartabat.Karut marutnya perpolitikan di negeri ini karena politik dimaknai oleh para aktor politik (pemimpin politik, aktivis politik, individu warganegara biasa) hanya sekedar berburu kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, termasuk menggunakanmoney politictanpa mengindahkan etika dan moral sehingga menimbulkan kekacauan politik, bentrokan horizontal dan vertikal, anarkisme, ramai dengan politik transaksional, penyalahgunaan wewenang, korupsi menjalar ke berbagai cabang kekuasaan negara, seperti, Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, Mahkamah Konstitusi, dan Pemerintah Daerah. Para elit politik (pejabat negara dan pemerintah dalam arti luas ) yang seharusnya menjadi tauladan dalam mewujudkangood governance,namun diantara mereka tidak sedikit yang terbelit dengan persoalan korupsi. Beberapa contoh korupsi yang melibatkan elit politik dapat dikemukakan diantaranya kasus cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur BI, kasus Nazarudin, mafia badan anggaran DPR, kasus di Kemenakertrans, kasus wisma atlet Sesmenpora, Surat palsu Mahkamah Konstitusi, 17 Gubernur dan 140 Bupati dan Walikota tersangkut pidana korupsi, dan masih banyak lagi yang belum terungkap. Demikian juga Partai politik yang seharusnya menjadi pilar bagi tegaknya demokrasi, ternyata tidak sedikit yang menjadi penghambat jalannya demokrasi.Reformasi yang diharapkan membawa keadilan, kebenaran, damai, sejahtera, ternyata melenceng dan amburadul. Pelanggaran etika dan kepatutan sering kali dipertontonkan oleh para elit politik dalam perilaku politiknya, yang seharusnya mereka memperjuangkan kepentingan rakyat, namun dalam realitanya lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dilain pihak peran serta rakyat dalam proses pengambilan keputusan sering kali diabaikan sehingga dapat menimbulkan sikap apatisme publik dan rendahnya derajat legitimasi dari setiap keputusan yang diambil sehingga dapat memicu munculnya konflik di masyarakat.Etika dan moral senantiasa melekat pada manusia yang berkeluhuran berkaitan dengan profesi yang disandangnya. Oleh karena itu aktor politik yang memilih politik sebagai lapangan perjuangannya harus menegakkan etika politik demi terwujudnya kehidupan berbangsa-negara yang bermartabat dengan memelihara dan mengembangkan perilaku politik yang cerdas, bersih, toleran, santun, menghargai kemanusiaan demi kesejahteraan umat.Dalam FGD Kemdagri, Yudi Latif (1/10/10) mengemukakan landasan moral bagi kehidupan politik yang bermoralitas ketuhanan, Ketuhanan dalam kerangka Pancasila mencerminkan komitmen etis bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kehidupan publik-politik berlandaskan nilai-nilai moralitas dan budi pekerti yang luhur... Jadi sebagai acuan etika dalam berpolitik adalah nilai-nilai Pancasila sebagai sumber etika politik.Lebih lanjut makna etika dalam politik Indonesia disampaikan oleh Noor Syam (Media Indonesia 1/10/10) mengatakan ajaran dan nilai filsafat amat mempengaruhi pikiran, budaya, dan peradaban serta moral manusia. Semua sistim kenegaraan ditegakkan berdasarkan ajaran atau sistim filsafat yang mereka anut (sebagai dasar negara, ideologi negara)... berbagai negara modern mempromosikan keunggulan masing masing dan terus memperjuangkan supremasi ideologi dan dominasi sistim kenegaraanya : theokratisme, liberalisme, kapitalisme, marxisme, komunisme, atheisme...bangsa Indonesia menegakkan sistim kenegaraan Pancasila, UUD Proklamsi 1945, sebagai aktualisasi filsafat hidup yang diamanatkan oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai pendiri negara. Sepanjang sejarah bangsa ini kita dijiwai nilai nilai dan moral Pancasila.Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia merupakan suatu dasar nilai dan norma untuk mengatur pemerintahan negara, memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan bersifat praksis dalam masyarakat, bangsa dan negara maka nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga menjadi pedoman. Norma-norma tersebut meliputi (1) norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila. (2) norma hukum yaitu suatu sistim peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia.Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik, menurut Suseno (dalam kaelan 2008) menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan :1. Asas legalitas (legitimasi hukum) yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku.2. Diasahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi).3. Dilaksanakan berdasarkan prinsip prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral)Demi terwujudnya etika dalam berpolitik diperlukan kesadaran semua warganegara terutama para elit untuk senantiasa menghadirkan moral dalam perilaku politiknya sehingga segala tindakannya diorientasikan kepada kepentingan publik dan menghormati kemanusiaan untuk kesejahteraan umat. Etika politik yang telah terinternalisasi dalam diri para politisi dapat mencegah terjadinya distorsi dalam praktek penyelenggaraan negara sehingga kebijakan-kebijakan yang dirumuskan dan diimplementasikan mendapat dukungan dari rakyat atau legitimate. Nilai-nilai moralitas itu terkristal luhur dalam Pancasila yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pola pikir dan bertindak. Komitmen yang serius oleh semua elemen masyarakat untuk menegakkan moralitas memberikan harapan, bahwa masyarakat yang beradab, adil, demokratis menghormati kemanusiaan dan sejahtera akan tercapai sesuai dengan amanat konstitusi.Kesimpulannya adalah aktor politik atau politisi sejati adalah orang yang terpanggil untuk berpolitik. Berpolitik merupakan sebuah aktifitas pengadian politik yang berpijak pada kehendak umum demi kesejahteraan bangsa dan mendegradasi kepentingan kelompok dan individu. Hanya dengan berpolitik yang demikian kedewasaan demokrasi akan terjadi yang pada gilirannya dapat menumbuhkan kematangan demokrasi. Dalam menjalankan aktivitas politiknya politisi sejati senantiasa mendasarkan pada etika dan moral, sebuah bangsa itu tegak karena moral. Sebaliknya jika rusak moral suatu bangsa maka rusaklah bangsa itu. Maka politik yang tidak didasarkan etika dan moral adalah awal dari bencana dan kehancuran. Ditengah euforia kebebasan transisi demokrasi, para politisi yang seharusnya mengemukakan gagasan atau ide yang cemerlang sebagai solusi permasalahan bangsa yang strategis, malahan sering kali mempertontonkan perilaku yang kurang patut atau kurang pantas. Misalnya perburuan rente yang banyak menyeret mereka dalam tindak pidana korupsi, menyusun program kerja atau membuat kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat (rencana pembangunan gedung parlemen yang sangat mewah, misalnya). Fenomena tersebut sekilas tidak melanggar ketentuan apapun, tergantung dari perspektif mana melihatnya. Bangsa yang memiliki peradaban tinggi melihat hal tersebut diatas tak etis, tetapi bagi bangsa peradabannya belum maju, melihat tak ada pelanggaran etik karena mereka kurangnya empati atas penderitaan rakyat dan hilangnya akal budi. Oleh karena itu etika politik sangat penting dalam berpolitik demi terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang bermartabat.Kesemuanya merupakan tantangan bagi semua warganegara dan elit politik pada khususnya secara bersama menghadirkan etika dan moral dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam berpolitik.Etika politik yang tertanam kuat dalam setiap warga negara dan menjadi panduan, membuat warga tidak sekedar hidup, melainkan hidup dengan bijak, menghormati kemanusian. Dengan hadirnya nilai-nilai Pancasila dalam politik maka politik menjadi lebih bermoral dan nilai-nilai Pancasila adalah kekuatan moral, etika dalam berbangsa dan bernegara demi terwujudnya kesejahteraan bangsa Indonesia.[footnoteRef:1] [1: -.Menjaga Etika dalam Berpolitik.Jurnal Karya Ilmiah IKIP PGRI Madiun.Diakses pada http://ikippgrimadiun.ac.id/ejournal/id/node/358 pada 02/06/2014 14:01 AM]

3. DAMPAK TERJADINYA KEMEROSOTAN ETIKA POLITIK TERHADAP AKTOR POLITIK DALAM PELAKSANAAN SISTEM POLITIK INDONESIADalam pembahasan etika, persoalan yang diperbincangkan mengenai konteks baik atau buruk suatu perbuatan manusia. Khususnya mengenai nilai-nilai perbuatan yang dilakukan oleh setiap individu. Pengelompokkan perbuatan baik dan buruk tentunya mengacu pada aturan yang berlaku sebagai landasan etika. Setiap manusia memiliki hati nurani yang menjadi penyaring sebelum melakukan tindakan. Naluri inilah yang menjadi pengontrol untuk melakukan perbuatan yang baik. Tindakan pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yakni baik atau buruk. Dalam pengelompokkan tersebut memberikan batasan bagi setiap manusia agar tidak melakukan apa yang ingin dilakukan melainkan tindakan itu harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku.Keterkaitan etika dan politik sangat erat karena politik tanpa etika tentunya akan melahirkan dampak negative yang tersistematis. Perlu kita cermati fakta yang terjadi dilapangan bahwa beberapa kasus politik disebabkan oleh hilangnya ruh etika pada diri seorang politisi. Keterpurukan etika inilah menyebabkan maraknya kercurangan seperti politik uang, kampanye negatif, pembohongan masyarakat, janji kepalsuan dan perang kata-kata. Merosotnya etika para aktor politik membuat masyarakat Indonesia gelisah dalam menggapai kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh para pendiri republik. Pelaku politik cenderung hanya berbicara kepentingan praktis. Padahal dalam setiap ruang dan waktu terdapat batasan perilaku manusia yang dirumuskan dalam sebuah tata nilai berkehidupan. Penanaman etikalah yang perlu diindahkan oleh semua pelaku politik tanpa terkecuali. Biar bagaimanapun juga, praktek politik tidak akan pernah mencapai posisi ideal jika melupakan prinsip-prinsip etika. Etikalah yang akan mengarahkan kearah yang lebih baik karena etika akan berperan sebagai pengendali setiap gerak langkah.Sebenarnya etika dalam politik tidak susah untuk diaplikasikan. Penulispun meyakini bahwa sebenarnya para pelaku politik sadar bahwa praktek kecurangan yang dilakukan itu tidak dibenarkan. Hanya saja karena hal ideal ini diperhadapkan dengan kesenangan pragmatis yang justru menghancurkan rumusan nilai yang sudah dibangun puluhan tahun yang lalu. Akibat dari keterpurukan etika yang sudah menyatu dengan pentas perpolitikan, sehingga masyarakat terkadang menilai politik itu kotor, politik itu memanipulasi kekuasaan, politik itu rekayasa kebaikan, politik itu praktek pembodohan. Anggapan seperti ini sering keluar dari mulut masyarakat yang sudah muak melihat atmosfir politik.Penafsiran politik itu baik atau buruk sangat tergantung pada aktor (pelaku) politik itu sendiri. Akan mengarah ke hal yang positif jika pelakunya memiliki kesadaran akan sebuah prinsip moral dan mengarah ke hal negative jika mengabaikan prinsip tersebut. Pada dasarnya politisilah yang memiliki peran penting dalam mengendalikan praktek politik itu sendiri.Penilaian bahwa politik itu suatu perjuangan, politik itu suatu ibadah, politik itu suatu kebajikan yang perlu dicapai bersama-sama. Hal ini hanyalah sekedar hayalan apabila elemen masyarakat menjadi penonton sejati atas rekayasa yang dilakukan oleh politisi. Dengan demkian, perlu ada kontrol sosial agar keterpurukan tidak semakin merajalela.

Contoh Kasus Etika Politik dan Aktor PolitikAdnan Buyung: Jadi Ketum Demokrat, SBY Langgar Etika Politik

JAKARTA, KOMPAS.com Pengacara senior yang juga mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution menilai, rangkap jabatan yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melanggar etika politik. Seperti diketahui, hasil Kongres Luar Biasa Demokrat, pekan lalu, memilih SBY secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP Demokrat menggantikan Anas Urbaningrum. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, menurut Adnan, seharusnya SBY mendahulukan kepentingan negara daripada kepentingan partai."Meski tidak ada undang-undang yang melarang Presiden untuk rangkap jabatan, andai kata benar, masih ada etika politik yang harus dipegang oleh Presiden, tetapi dilanggar SBY," kata Adnan, dalam konferensi pers "Rangkap Jabatan SBY dan Fatsun Demokrasi" di Jakarta, Rabu (3/4/2013). Menurutnya, pilihan SBY menerima mandat menjadi Ketua Umum partai merupakan kemunduran dalam berpolitik. Selain itu, kata Adnan, SBY telah menodai pidatonya sendiri yang pernah melarang menterinya menjabat ketua umum partai untuk tidak mementingkan kepentingan partai. Namun, ia sendiri justru melakukan rangkap jabatan."Tidak hanya menjadi Ketua Umum, tetapi juga menjadi Ketua Dewan Pembina, Ketua Dewan Kehormatan, dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat," katanya.Seperti diberitakan, dalam Kongres Luar Biasa Demokrat yang berlangsung di Bali pada 30-31 Maret lalu, SBY menerima permintaan para peserta kongres yang memilihnya sebagai Ketua Umum. Pasca-terpilih, SBY menunjuk tiga orang pimpinan harian yang akan membantu tugas-tugasnya di partai, yaitu Ketua Harian DPP Demokrat Syarief Hasan, Wakil Ketua Majelis Tinggi Marzuki Alie, dan Ketua Harian Dewan Pembina EE Mangindaan. Selain itu, SBY juga akan menunjuk dua orang lagi sebagai wakil ketua umum. Namun, siapa yang ditunjuk, masih dirahasiakan.

Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2013/04/03/12520733/Adnan.Buyung.Jadi.Ketum.Demokrat.SBY.Langgar.Etika.Politik Mengusung Mantan Narapidana Jadi Caleg Menabrak Etika Politik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai politik yang mencalonkan mantan narapidana sebagai anggota legislatif di Pemilu 2014, dinnilai pengamat politik Universitas Indonesia, Bonni Hargens, menabrak etika berdemokrasi. Ini menunjukan partai tidak selektif memilah calon legislatif yang akan mereka usung. "Meski dibolehkan namun menabrak etika berdemokrasi," kata Bonni kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/4).Bonni mengatakan, kebanyakan partai hanya mengedepankan sisi finansial dan elektabilitas caleg. Parpol tidak mempedulikan rekam jejak dan moralitas para caleg. Jika begitu, ia khawatir kualitas anggota DPR mendatang tidak lebih baik dari yang sekarang.Karenanya, Bonni mengingatkan agar parpol tidak sembarangan merekrut caleg. Ketika kita terbiasa dengan kesalahan kita tidak akan pernah menjadi orang yang membela kenaran, dan terus menerus memproduksi kesalahan, ujarnya.Bonni mengusulkan peraturan menjadi caleg lebih diperketat. Menurutnya, caleg yang terbukti secara hukum pernah melakukan tindak pidana mesti dicabut haknya untuk mencalonkan diri. "Ada delik hukum dia terlibat, maka tidak berhak, katanya mengakhiri.Sumber : http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/04/25/mls9o9-mengusung-mantan-narapidana-jadi-caleg-menabrak-etika-politik

BAB IIIPENUTUP1. KESIMPULANAda beberapa manfaat etika politik bagi para pejabat. Pertama, etika diperlukan dalam hubungannya dengan relasi antara politik dan kekuasaan. Kedua, etika politik bertujuan untuk memberdayakan mekanisme kontrol masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar tidak menyalahi etika.Ketiga, para pejabat dapat bertanggung jawab atas berbagai keputusan yang dibuatnya baik selama ia menduduki posisi tertentu maupun setelah meninggalkan jabatannya. Akibat dari keterpurukan etika yang sudah menyatu dengan pentas perpolitikan, sehingga masyarakat terkadang menilai politik itu kotor, politik itu memanipulasi kekuasaan, politik itu rekayasa kebaikan, politik itu praktek pembodohan. Anggapan seperti ini sering keluar dari mulut masyarakat yang sudah muak melihat atmosfir politik.Etika politik bagi para pejabat mesti menghasilkan makna moral dari tugasnya dalam memegang jabatan publik tertentu, dan mesti dapat merubah cara berpikir dan bertindak para pejabat. Dengan demikian esensi etika politik bagi para pejabat dapat benar-benar eviden, evidensi ini muncul dalam tataran praktik bukan dalam tataran konsep.

2. SARANPara politisi perlu diingatkan bahwa peran meraka tersisipi suatu tanggung jawab sosial. Bukan sekedar tanggung jawab pribadi, partai atau golongan. Hal yang pertama dan utama dibutuhkan pada konteks ini adalah kesadaran. Apabila kesadaran itu dimiliki maka politisi pasti akan selalu berperilaku yang baik. Tentunya akan menghasilkan tanggung jawab sosial yang bertabat.

DAFTAR PUSTAKA Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: PT GramediaPustakaUtama. Subakti, Ramlan. 1992. MemahamiIlmuPolitik. Jakarta: PT Grasindo. http://estuputri.wordpress.com/2010/05/26/pengertian-sistem-politik/ diakses tanggal 30 mei http://catat-kan.blogspot.com/2012/10/manfaat-etika-politik.html diakses tanggal 30 mei http://politik.kompasiana.com/2012/07/23/etika-politik-473407.html diakses tanggal 30 mei http://nasional.kompas.com/read/2013/04/03/12520733/Adnan.Buyung.Jadi.Ketum.Demokrat.SBY.Langgar.Etika.Politik diakses tanggal 30 mei http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-etika-menurut-para-ahli.html .Menjaga Etika dalam Berpolitik.Jurnal Karya Ilmiah IKIP PGRI Madiun.Diakses pada http://ikippgrimadiun.ac.id/ejournal/id/node/358 pada 02/06/2014 14:01 AM

17