45
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Gagasan bunuh diri mungkin juga muncul pada orang yang tidak mengalami gangguan mental saat mereka berada dalam keadaan depresi atau mengalami penyakit fisik. Secara global, sekitar satu juta kematian akibat bunuh diri dicatat setiap tahun, dan jumlah usaha bunuh diri diperkirakan akan 10-20 kali lebih tinggi dari ini. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa salah satu upaya bunuh diri terjadi kira-kira setiap tiga detik, dan terdapat satu orang setiap menit yang meninggal karena bunuh diri. Penyebab bunuh diri merupakan hal yang kompleks. Beberapa orang tampak sangat rentan untuk bunuh diri ketika menghadapi peristiwa kehidupan yang sulit atau kombinasi stressor. Faktor-faktor ini termasuk adanya gangguan mental sebelumnya atau penyalahgunaan zat, riwayat bunuh diri dalam keluarga dekat, kekerasan keluarga jenis apa pun dan adanya perpisahan atau perceraian. Pada sebuah studi epidemiologi di Amerika Serikat yang dilakukan Kessler (dkk), memperkirakan tingkat keinginan bunuh diri sebesar 2,8% - 3,3% dari populasi umum dan Weissman (dkk), melaporkan antara 2 % dan 18% pada sembilan negara. Pasien dengan gangguan depresif mayor memiliki risiko yang besar terjadinya bunuh diri. Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 1

Makalah Jiwa Konsep Bunuh Diri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

keperawatan jiwa

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGBunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Gagasan bunuh diri mungkin juga muncul pada orang yang tidak mengalami gangguan mental saat mereka berada dalam keadaan depresi atau mengalami penyakit fisik. Secara global, sekitar satu juta kematian akibat bunuh diri dicatat setiap tahun, dan jumlah usaha bunuh diri diperkirakan akan 10-20 kali lebih tinggi dari ini.Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa salah satu upaya bunuh diri terjadi kira-kira setiap tiga detik, dan terdapat satu orang setiap menit yang meninggal karena bunuh diri. Penyebab bunuh diri merupakan hal yang kompleks. Beberapa orang tampak sangat rentan untuk bunuh diri ketika menghadapi peristiwa kehidupan yang sulit atau kombinasi stressor. Faktor-faktor ini termasuk adanya gangguan mental sebelumnya atau penyalahgunaan zat, riwayat bunuh diri dalam keluarga dekat, kekerasan keluarga jenis apa pun dan adanya perpisahan atau perceraian. Pada sebuah studi epidemiologi di Amerika Serikat yang dilakukan Kessler (dkk), memperkirakan tingkat keinginan bunuh diri sebesar 2,8% - 3,3% dari populasi umum dan Weissman (dkk), melaporkan antara 2 % dan 18% pada sembilan negara. Pasien dengan gangguan depresif mayor memiliki risiko yang besar terjadinya bunuh diri.Pada sejumlah studi psikologis otopsi dari sampel bunuh diri menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil terjadi bunuh diri tanpa bersamaan dengan diagnosis psikiatri yaitu sekitar 5% hingga 7%. Dari laporan studi klinis menunjukkan sebesar 78 89 % pasien gangguan depresif mayor berat memiliki keinginan dan percobaan bunuh diri. Dan adanya data yang menunjukkan bahwa kebanyakan orang yang melakukan bunuh diri sebelumnya tidak melakukan percobaan bunuh diri dan setidaknya ada satu studi tentang percobaan bunuh diri yang menemukan sekitar 10% akhirnya mati dengan bunuh diri. Dengan demikian gagasan dan perencanaan bunuh diri merupakan hal yang serius dibandingkan dengan percobaan bunuh diri. Risiko untuk terjadinya bunuh diri bagi seorang individu yang dirawat di rumah sakit pada episode gangguan depresif mayor berat diperkirakan 15%. Pada penelitian yang dilakukan Beck, dan kawan - kawan terhadap 207 pasien rawat inap yang memiliki gagasan bunuh diri 7 % selama periode 5 - 10 tahun, terdapat 14 pasien yang melakukan bunuh diri. Beck mengamati secara klinis bahwa ketika pasien depresi yakin tidak ada solusi untuk masalah kehidupan yang serius, mereka memandang bunuh diri sebagai jalan keluar dari situasi yang tak tertahankan. Menurut formulasi Beck's, putus asa merupakan karakteristik inti dari depresi dan berfungsi sebagai penghubung antara depresi dan bunuh diri.

B. TUJUAN1. Untuk mengetahui Pengertian Bunuh Diri2. Untuk mengetahui Tren Bunuh Diri pada Anak dan Remaja3. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi bunuh diri4. Asuhan Keperawatan pada klien dengan resiko bunuh diri5. Terapi yang diterapkan pada klien dengan Resiko Bunuh diri

C. MANFAATMemberikan mahasiswa atau mahasiswi pengetahuan lebih dalam tentang konsep bunuh diri. Selain itu, memberikan informasi yang baik untuk menambah ilmu mahasiswa atau mahasiswi dalam ilmu keperawatan jiwa 2.

BAB IIPEMBAHASANA. PENGERTIAN BUNUH DIRISetiap aktivitas yang jika tidak dicegah akan menimbulkan kematian (Stuart & Sundeen, 1995). Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas keinginannya. Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan psikiatri. Meskipun bunuh diri adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian (paranoid, borderline, antisosial), bunuh diri tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah : A. Bunuh diri merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam setting rawat inap di rumah sakit jiwa B. Faktor faktor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien.C. Pengkajian bunuh diri seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. D. Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien

B. KLASIFIKASI BUNUH DIRI Menurut Emile Durkheim dan Ilmu Sosiologi.Dalam studinya Le Suicide durkheim bermaksud untuk menyelidiki sampai sejauh mana dan bagaimana individu-individu dalam masyarakat modern masih tergantung dan berada di bawah pengaruh masyarakat. Dalam studi ini Durkheim merumuskan beberapa tipe bunuh diri, antara lain : EgoistikEgoisme merupakan sikap seseorang yang tidak berintegrasi dengan kelompoknya dan memilih untuk menyendiri dari kehidupan sekitar yang berinteraksi dengan dirinya, kelompok disini merupakan tempat untuk berhubungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya, terdiri dari keluarga, teman-teman yang dekat, dan masyarakat luas. Biasanya tipe bunuh diri semacam ini didasari oleh sikap yang tidak terbuka kepada orang lain, sehingga akan menyebabkan perasaan terasing dari masyarakat dan akan menyebabkan orang tersebut untuk memikirkan dan mengusahakan kebutuhannya sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan maupun bantuan dari orang lain ataupun masyarakat. Dalam kehidupannya pasti ia tidak memiliki tujuan bersama dalam kehidupan kelompoknya selain kepentingannya sendiri, sehingga ia akan merasa tersudut yang disebabkan oleh egoisme yang berlebihan dan akan mengakibatkan terjadinya bunuh diri. Dari beberapa hal tersebut dapat di analisis bahwa kondisi integrasi antara pelaku bunuh diri tersebut dengan kelompoknya dapat dikatakan rendah. Misalnya : siswa yang bunuh diri karena tidak lulus sekolah. AltruistikApabila bunuh diri egoistik disebabkan oleh kurangnya integrasi dengan kelompoknya, sementara bunuh diri altruistik adalah kebalikan dari tipe bunuh diri egoistik. Pengintegrasian antara individu yang satu dan lainnya berjalan secara lancar sehingga menimbulkan masyarakat yang memiliki integrasi yang kuat. Apabila kelompoknya menuntut bahwa mereka harus mengorbankan diri mereka, maka mereka tidak mempunyai jalan lain selain melakukannya karena mereka telah menjadi satu dengan kelompok mereka. Sehingga integrasi yang kuat tersebut akan menekan individualisme anggota kelompoknya ke titik dimana individu dipandang tidak pantas atau tidak penting dalam kedudukannya sendiri. Misalnya : perjuangan pahlawan Indonesia dalam meraih kemerdekaan Indonesia. AnomikAnomi adalah keadaan moral dimana orang yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan, dan norma dalam hidupnya. Nilai-nilai yang semula memberi motivasi dan arah kepada perilakunya tidak berpengaruh lagi. Keadaan moral dimana orang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan, dan norma dalam hidupnya sehingga akan menimbulkan kebimbangan pada diri seseorang. Keadaan anomi ini bisa melanda seluruh masyarakat ketika terjadi perubahan pada masyarakat tersebut secara cepat, tetapi di lain pihak masyarakat tersebut belum bisa mererima perubahan tersebut dikarenakan nilai-nilai lama pada masyarakat tersebut belum begitu mereka pahami sementara nilai-nilai yang baru belum jelas. FatalistikTipe bunuh diri ini tidak terlalu banyak dibahas oleh Dukheim. Kalau bunuh diri anomik terjadi dalam situasi di mana nilai dan norma yang berlaku di masyarakat melemah, namun sebaliknya bunuh diri fatalistik ini terjadi ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat meningkat, sehingga menyebabkan individu ataupun kelompok tertekan oleh nilai dan norma tersebut. Dukheim menggambarkan seseorang yang melakukan bunuh diri fatalistik seperti seseorang yang masa depanya telah tertutup dan nafsu yang tertahan oleh nilai dan norma yang menindas.

3. PERILAKU BUNUH DIRI Isyarat bunuh diri : Aksi bunuh diri yang tidak berakibat fatal Usaha bunuh diri : Aksi bunuh diri yang bisa berakibat fatal tetapi tidak berhasil dilakukan Bunuh diri : Suatu tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa pelaku.

C. TANDA TANDA BUNUH DIRI Tanda dan Gejala Umum: Tanda yang paling menonjol bahwa klien telah menunjukkan tanda bunuh diri secara fisik. Misalnya sayatan pada tangan ataupun luka pada leher. Di samping itu juga menunjukkan gejala putus harapan, tidak berdaya, malu, rasa bersalah, marah, kekerasan dan impulsif.Tanda-tanda risiko berat: Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-ulang bahwa ia ingin mati, yang bisa disertai dengan persiapan terinci. Adanya depresi dengan gejala rasa salah dan dosa, rasa putus asa, ingin dihukum berat, rasa cemas yang hebat, rasa tidak berharga lagi, sangat berkurangnya nafsu makan, seks, dan kegiatan lain, serta adanya gangguan tidur yang berat. Adanya psikosis, terutama yang impulsif, serta adanya perasaan curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya bila pasien mendengar suara (halusinasi) yang memerintahkan agar ia membunuh dirinya.Tanda-tanda bahaya: Pernah melakukan percobaan bunuh diri Penyakit yang menahun. Ketergantungan obat dan / atau alkohol. Hipokondriasis. Bertambahnya usia disertai bertambahnya masalah hidup. Persaingan diri. Kebangkrutan. Catatan bunuh diri. Kesukaran penyesuaian diri yang kronis. Tak jelas adanya keuntungan sekunder.

D. ETIOLOGI Menurut Emile Durkheima. Karena alasan agamaDalam penelitiannya, Durkheim mengungkapkan perbedaaan angka bunuh diri dalam penganut ajaran Katolik dan Protestan. Penganut agama Protestan cenderung lebih besar angka bunuh dirinya dibandingkan dengan penganut agama Katolik. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan kebebasan yang diberikan oleh kedua agama tersebut kepada penganutnya. Penganut agama Protestan memperoleh kebebasan yang jauh lebih besar untuk mencari sendiri hakekat ajaran-ajaran kitab suci, sedangkan pada agama Katolik tafsir agama ditentukan oleh pemuka Gereja. Akibatnya kepercayaan bersama dari penganut Protestan berkurang sehingga menimbulkan keadaan dimana penganut agama Protestan tidak lagi menganut ajaran/tafsir yang sama. Integrasi yang rendah inilah yang menjadi penyebab laju bunuh diri dari penganut ajaran ini lebih besar daripada penganut ajaran agama Katolik.b. Karena alasan keluargaSemakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk terus hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, semakin besar mengikat orang-orang kepada kegiatan sosial di antara anggota-anggota kesatuan tersebut. Kesatuan keluarga yang lebih besar biasanya lebih akan terintegrasi.c. Karena alasan politikDurkheim disini mengungkapkan perbedaan angka bunuh diri antara masyarakat militer dengan masyarakat sipil. Dalam keadaan dimana angka bunuh diri pada masyarakat militer cenderung lebih besar daripada masyarakat sipil. Dan sebaliknya, dalam situasi perang masyarakat militer angka bunuh dirinya rendah. Didalam situasi perang masyarakat militer lebih terintegrasi dengan baik dengan disipilin yang keras dibandingkan saat keadaan damai di dalam situasi ini golongan militer cenderung disiplinnya menurun sehingga integrasinya menjadi lemah.d. Karena alasan kekacauan hidup (anomie)Bunuh diri dengan alasan ini dikarenakan bahwa orang tidak lagi mempunyai pegangan dalam hidupnya. Norma atau aturan yang ada sudah tidak lagi sesuai dengan tuntutan jaman yang ada.e. Faktor genetik dan teori biologi Faktor genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Di samping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko bunuh diri. Faktor genetik (berdasarkan penelitian):a. 1,53 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.b. Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot. Faktor Biologis lain:1. Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnyaa. Strokeb. Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)c. Diabetes, Penyakit arteri koronariad. Kankere. HIV / AIDSStressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem pendukung sosialPenyebab lain :a. Adanya harapan yang tidak dapat di capaib. Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaanc. Cara untuk meminta bantuand. Sebuah tindakan untuk menyelesaikan masalah

F. PREDISPOSISIPenyakit jiwa merupakan faktor predisposisi terpenting terjadinya bunuh diri. WHO memperkirakan sebanyak 90% orang yang melakukan tindakan bunuh diri terjadi akibat penyakit jiwa yang tidak di diagnosa dan diobati, di samping penggunaan obat-obatan terlarang dan konsumsi alkohol. Kondisi ini merupakan masalah kesehatan utama di dunia yang mempresentasikan 1,4% dari beban masalah kesehatan dunia.Di samping itu, masyarakat dalam hal ini tokoh agama dan pemerintah juga mempunyai peran penting dalam mencegah dan meminimalkan kasus bunuh diri dengan menanamkan nilai-nilai kesehatan jiwa sejak dini.Preveler dkk dalam jurnal yang berjudul ABC of Psychological Medicine: Depression in Medical Patients (2002) mengatakan, risiko bunuh diri seumur hidup akan dialami orang yang mengalami mood disorder, terutama depresi yaitu sebesar 6-15%, sedangkan schizophrenia sebesar 4-10%. Data tahun 2005 menyebutkan, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, kejadian bunuh diri akibat depresi menempati ranking ke-11 penyebab kematian penduduk.Depresi merupakan kondisi medis yang disebabkan karena adanya disregulasi neurotransmitter (zat penghantar dalam sistem syaraf) terutama serotonin (neurotransmitter yang mengatur perasaan) dan norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi dan minat). Spektrum depresi sangat luas dengan keluhan penyakit dan manifestasi klinik yang bermacam-macam sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara holistik.

G. TREND BUNUH DIRI PADA ANAK DAN REMAJADiperkirakan 150 orang di Indonesia melakukan bunuh diri setiap harinya. Angka ini didasarkan pada data organisasi kesehatan dunia (WHO) pada 2005, yang mengungkapkan bahwa sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Indonesia beranjak mendekati posisi jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun dan cina yang mencapai 250.000 per tahun.Versi catatan WHO,saat ini terdapat 121 juta orang mengalami depresi. Menurut catatan badan kesehatan dunia ini pula, sebanyak 5,8 persen pria dan 9,5 persen wanita di dunia pernah mengalami depresi dalam hidup mereka. Pada 2020 mendatang, depresi diperkirakan akan menempati peringkat kedua sebagai masalah kesehatan dunia paling banyak diderita di dunia, setelah penyakit jantung.Kasus bunuh diri pada anak dan remaja semakin banyak terjadi dibandingkan sebelumnya. Dari hasil statistik di Amerika diperoleh data bahwa pada anak-anak di bawah umur 15 tahun sekitar 1-2 dari 100.000 anak memiliki keinginan bunuh diri, sedangkan pada umur 15-19 tahun, sekitar 11 dari 100.000 remaja yang ingin melakukan bunuh diri.Bunuh diri memiliki urutan keempat pada anak-anak berumur 10-14 tahun dan urutan ketiga penyebab kematian pada remaja berumur 15-19 tahun. Percobaan bunuh diri yang tidak sampai menyebabkan kematian sangat sering terjadi. Setiap tahunnya 2-6% anak-anak yang mencoba bunuh diri tersebut langsung mati pada usaha bunuh diri yang utama. Dapat disimpulkan bahwa dari setiap 300 kasus percobaan bunuh diri, ada satu kasus yang membawa kematian.Faktor resikoa. Faktor biologisFaktor-faktor biologis yang memiliki peranan yang bermakna dalam perkembangan masalah-masalah kesakitan termasuk penyalahgunaan zat. Riwayat bunuh diri, adiksi dan gangguan mental seperti depresi dalam keluarga, meningkatkan resiko kejadian bunuh diri.b. Gangguan mentalAnak yang terdiagnosis dengan gangguan mental seperti ADHD, depresi, kesulitan tidur atau gangguan bipolar, lebih beresiko melakukan bunuh diri dibandingkan populasi umum. Perasaan terisolasi atau tanpa penghargaan akan masa depan dapat membawa seseorang pada ide bunuh diri.c. Penyalahgunaan zatPenyalahgunaan obat-obatan dan alkohol pada remaja memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap kejadian bunuh diri karena pengaruhnya terhadap pola pikir yang diakibatkan oleh zat-zat tersebut. Jelasnya, banyak orang muda dengan konflik emosi mulai menggunakan obat-obatand. Kaum minoritasKaum minoritas termasuk gay, lesbian dan remaja biseksual memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya bunuh diri yaitu sekitar 300% lebih tinggi dari angka-angka nasional. Anak-anak sering mengalami stigma sosial dan prasangka dalam kehidupan kesehariannya dan kadang terlalu sering menjadi sasaran para penguasa yang tidak berbelas kasihan yang menyebabkan penderitaan secara emosional.e. Masalah keluargaAnak-anak dan remaja yang lari dari rumahnya juga berisiko terhadap kasus bunuh diri dan masalah serius lainnya dalam fisik dan mental. Keputusan untuk lari dari rumah secara umum dipacu oleh konflik keluarga dan pemberontakan. Seorang pemuda dapat merasa sangat disalah-mengerti atau tidak dihargai lalu mulai membayangkan bahwa segala sesuatu akan lebih baik bila mereka keluar dari rumah. Beberapa anak memilih kabur dari rumah karena ingin berpetualang dan mengalami kesendirian.f. Masalah sosialMasalah sosial dapat mendorong anak-anak pada ide bunuh diri, anak-anak yang mengalami kekerasan, kecanduan, kemiskinan, dan penyalahgunaan secara seksual, fisik dan emosinal memiliki resiko yang lebih besar untuk terjadinya bunuh diri pada anak dan remaja.g. Masalah sekolahBanyak ahli sepakat bahwa alasan lain penyebab meningkatnya insiden bunuh diri adalah tekanan pelajaran. Anak-anak berada di bawah tekanan orang tua, teman-teman dan tekanan dari dirinya sendiri untuk melakukan yang terbaik. Tantangan-tantangan akademis dan kegiatan ekstrakurikuler dapat menyebabkan stress yang sangat besar. Tekanan untuk mendapat tujuan yang tidak realistik dapat mendorong kaum muda untuk mempertimbnagkan melakukan bunuh diri. Anak-anak dan remaja sebaiknya didorong untuk bertujuan bagi tujuan yang realistik.h. Masalah cintaSebagai pelampiasan dari kehidupan keluarganya yang buruk, banyak remaja memilih untuk menjalin hubungan dengan lawan jenisnya. Bunuh diri sering terjadi saat orang tua menentang anaknya untuk menikah.Faktor pendorongBila anak-anak merasa tertekan kemungkinan mereka mencoba bunuh diri akan meningkat sampai 7 kali yaitu sekitar 22% dari anak yang mengalami depresi. Anak-anak dan remaja yang mencoba bunuh diri mempunyai kemungkinan 8 kali lebih besar untuk mengalami gangguan mood, 3 kali lebih mungkin untuk mengalami gangguan cemas, serta lebih mungkin terlibat dalam penyalahgunaan obat.Adanya riwayat yang melakukan bunuh diri dan ketersediaan senjata api juga meningkatkan resiko bunuh diri. Penyebab utama (hampir 90%) dari anak-anak den remaja yang mencoba untuk bunuh diri adalah adanya gangguan kejiwaan yaitu lebih dari 75% mempunyai riwayat gangguan jiwa.Terdapatnya faktor-faktor resiko di atas memerlukan suatu penanganan yang serius, sebab bila anak-anak terus berfikir tentang kematian dan bahwa mati adalah jalan yang terbaik, mereka kemungkinan besar akan mencoba untuk bunuh diri.

H. PENCEGAHAN BUNUH DIRIUpaya mencegah bunuh diri sungguh sangat sulit. Salah satu penyebabnya, orang yang mengalaminya biasanya terjerat oleh cara berpikir sempit dan irasional, serta tidak menyadari bahwa dirinya membutuhkan pertolongan, salah satu bentuk upaya mencegah bunuh diri adalah yang disebut krisis intervensi. Tujuannya adalah menolong orang yang mengatasi krisis hidup yang berat. Selain upaya pencegahan diatas, ada upaya lain untuk mencegah terjadinya bunuh diri yaitu fokus terapi diarahkan pada modifikasi lingkungan agar hubungan antar manusia lebih baik, juga di usahakan agar fungsi kejiwaan lebih dekat.Macam-macam terapi berupa: Psikoterapi individual atau terapi kelompok. Terapi keluarga. Terapi obat-obatan sesuai dengan keadaan; misalnya untuk pasien dewasa: amitriptilin (25-30 mg 3x/hari), diazepam (2-5 mg 3x/hari), klorpromazin (50-10 mg 3x/hari). Strategi terapi Memotong lingkaran pikiran bunuh diri. Menguatkan kembali ego pasien dan memperbaiki mekanisme pembelaan yang salah. Membantu pasien agar dapat hidup wajar kembali.Umumnya kita memandang bunuh diri sebagai tindakan yang tidak hanya tragis tetapi juga keliru. Satu-satunya alasan yang bisa membenarkan tindakan kita adalah fakta bahwa orang yang mencoba bunuh diri sering tidak sungguh-sungguh ingin, masih ragu-ragu, atau kalau pun bulat niat itu biasanya bersifat sesaat. Maka, upaya pencegahan tersebut secara etis bisa dibenarkan.

I. TERAPI LINGKUNGAN UNTUK RESIKO BUNUH DIRIMenurut John Gundersons menyatakan bahwa ada 5 proses yang mendasari penerapan terapi lingkungan, yaitu perlindungan (contaiment), dukungan (support), struktur, keterlibatan (involvement) dan validasi.1. Perlindungan (contaiment)Perlindungan merupakan sebuah perencanaan dan tindakan yang dilakukan untuk menjamin fisik pasien tetap dalam keadaan baik dan sehat terhadap suatu keadaan dimana pasien karena masalah kejiwaan yang dialami mereka menyebabkan kehilangan kontrol diri dan kelemahan perasaan.Perlindungan yang diberikan oleh perawat atau profesi lain dalam terapi lingkungan akan dapat mencegah pasien dari mencederai diri sendiri dan orang lain, menurunkan risiko gangguan kesehatan fisik dan menstabilkan kontrol diri pasien.Untuk melakukan perlindungan kepada pasien, maka seorang perawat harus mampu memenuhi kebutuhan pasien melalui tindakan keperawatan sesuai kondisi pasien. Beberapa tindakan yang mungkin dilakukan adalah pengasingan pasien dalam suatu ruangan yang nyaman untuk menghindari pasien dari pikiran akibat perubahan status emosi mereka. Pengasingan ini juga harus memberi jaminan bahwa pasien akan merasa aman dan nyaman. Perawat harus menemani serta memberitahu pasien bahwa keberadaannya adalah untuk mencegah hal-hal yang membahayakan pasien.

Tindakan lain yang perlu dilakukan untuk memberi keamanan pada pasien adalah dengan tersedianya lingkungan yang memberi perasaan aman dan nyaman, sehingga pasien tidak memiliki perasaan cemas yang akan memperparah situasi pasien. Bila pasien merasa aman dan nyaman dalam lingkungan perawatan, maka rasa percaya pasien akan tumbuh sehingga memberi motivasi untuk mengikuti program terapi yang diberikan.Selain itu pemenuhan kebutuhan fisik seperti makan, pakaian, istirahat, obat-obatan dll, juga penting diperhatikan. Menanyakan makanan apa yang disukai pasien akan membuat mereka merasa diperhatikan, sehingga rasa aman akan terbentuk dalam diri pasien. Begitu juga menjaga penampilan dengan pakaian yang rapi akan meningkatkan rasa percaya diri pasien. Upaya menghindari penampilan yang memberi ciri khusus pada pasien dengan masalah kesehatan jiwa penting untuk mencegah adanya stigma yang dapat mengganggu alam perasaan pasien.Bantuan perlindungan juga diperlukan pasien dengan kelemahan fungsi yang dapat menyebabkan mereka tidak mampu mempertahankan kebutuhan dasar mereka. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan pikiran yang tidak terkontrol, agresif, rencana bunuh diri, melukai diri dan orang lain serta pasien dengan manik.

2. Dukungan (support)Dukungan merupakan upaya untuk merencanakan suatu tindakan pelayanan sehingga pasien memiliki perasaan yang lebih baik, lebih senang dan merasa diri adekuat. Dukungan yang diberikan harus bersifat membangun, dimana perawat mampu menciptakan perasaan aman bagi pasien, sehingga pasien merasakan bahwa lingkungan perawatan memberi mereka kepercayaan diri dan orang lain serta dapat terhindar dari perasaan cemas, takut atau putus asa.Dukungan juga harus mampu memberdayakan pasien dalam menformulasi tujuan yang ingin dicapai untuk mengatasi masalahnya secara mandiri. Terapi lingkungan juga harus mampu mendukung pasien agar secara perlahan-lahan mereka mampu menghadapi setiap tantangan dalam hidupnya.Dukungan dapat meliputi pelayanan yang aktual (makan, pakaian, rekreasi), tersedianya waktu yang cukup bersama pasien, perhatian terhadap pasien, mampu memberikan keamanan serta mampu mendorong pasien untuk hidup yang lebih baik.Dukungan paling penting diberikan kepada pasien dengan ketakutan, depresi dan psikotis. Tujuan jangka panjang bahwa dukungan yang diberikan akan mampu memperkuat pasien terhadap perasaan ketidakmampuan dan ketergantungan. Dalam hal ini perawat harus mampu menyakinkan pasien bahwa mereka punya kekuatan, kemampuan dan sumber daya untuk hidup lebih baik dan lebih berharga.

3. StrukturSuatu perencanaan untuk menghadirkan sebuah rutinitas yang terstruktur dalam pemenuhan kebutuhan pasien baik menyangkut waktu (harian, mingguan), tempat dan orang. Rencana ini harus ditulis dalam sebuah jadwal sehingga pasien tahu apa yang akan dilakukan, dimana tempatnya dan siapa yang akan memberikannya. Hal ini akan memberikan perasaan aman bagi pasien. Rencana harus dibuat dengan melibatkan pasien, sehingga mereka merasa bahwa mereka punya tanggung jawab atas dirinya dan masalah yang dihadapinya.Perencanaan tindakan yang terstruktur akan mampu meminimalkan pengalihan atau penggantian tindakan secara tiba-tiba, baik disengaja atau tidak disengaja sehingga dapat menimbulkan perasaan tidak ketidakpastian bagi pasien.Selain itu melalui jadwal kegiatan yang terstruktur akan memberikan perasaan aman bagi pasien terhadap lingkungan perawatan, mampu meminimalkan gejala yang tidak mendukung, membantu pasien untuk melihat konsekuensi dari setiap tindakan, mengurangi kemungkinan pasien bereaksi terhadap perasaan yang menyakitkan, serta dapat memberi keamanan sehingga pasien tidak memiliki keinginan untuk mecelakai diri sendiri dan orang lain.Tindakan yang terstruktur dapa dilakukan melalui :a. Adanya rencana harian, rencana mingguan serta adanya batas waktub. Adanya pertemuan dengan pasien untuk memberikan informasi, pengajaran dan komunikasi terapeutikc. Membuat perjanjian dan kontrak kerjad. Mengatur penggunaan keuangan pasiene. Adanya jadwal kegiatan

4. Keterlibatan (involvement)Suatu rencana tindakan yang memungkinkan pasien terlibat langsung dalam kegiatan sehingga mereka mampu membentuk hubungan lingkungan sosial mereka (baik di lingkungan perawatan maupun lingkungan luar). Adanya keterlibatan pasien secara langsung dalam setiap kegiatan perawatan dan kegiatan sosial akan memotivasi pasien menjadi lebih aktif dan mandiri, memberi kemudahan pasien membentuk keterampilan dalam hubungan sosial, membangun perasaan untuk mengatasi masalah serta menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap diri dan lingkungannya.Meningkatkan keterlibatan pasien dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas seperti terapi aktivitas kelompok, perorganisasian kelompok, keikutsertaan dalam aktivitas di luar (rekreasi, musik, teater, keagamaan dll) serta adanya berbagai kegiatan yang memungkinkan pasien memilih sesuai keinginannya.

5. Validasi (validation)Tindakan validasi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh pasien. Tindakan ini bertujuan untuk menyadarkan pasien bahwa mereka memiliki sebuah permasalahan kejiwaan yang mengharuskan mereka mengambil langkah-langkah pencegahan. Umumnya pasien sering menolak dengan mengatakan saya tidak sakit, karena memang mereka tidak memiliki kemampuan evaluasi diri, sehingga sulit termotivasi terhadap rencana tindakan perawatan.Perawat melalui terapi lingkungan harus mampu membentuk kesadaran pada pasien bahwa mereka memiliki masalah yang harus dicari jalan keluarnya. Dengan memberikan informasi yang adekuat dengan cara-cara yang mudah dipahami pasien, akan mampu memberdayakan mereka dalam menghadapi masalahnya. Pasien dapat mengerti penyakit yang dihadapi mereka, tahu gejala yang sering dialami, tahu kapan mucul gejala tersebut, tahu apa yang harus dilakukan, tahu kemana dia harus mencari bantuan. Pengetahuan ini akan memberikan kemandirian pasien dalam menghadapi masalah mereka.Adapun langkah-langkah dalam proses validasi tersebut adalah memotivasi pasien untuk mengungkapkan penyakit mereka, memberikan pemahaman kepada pasien sehinga mengetahui masalah yang dihadapi mereka, serta memberi kesempatan pada pasien untuk menerima kekurangan, kehilangan dan kesepian. Semua kegiatan ini akan memberi keterampilan kepada pasien untuk mengenal, melakukan pencegahan serta memilih bantuan yang tepat dan sesuai tujuan perawatan mereka.Selain itu proses validasi juga akan membantu pasien untuk membangun toleransi terhadap penyakitnya, menguatkan perasaan diri, membentuk kemandirian, membentuk kepercayaan diri sehingga mampu menerima identitas diri sebagai orang yang memiliki masalah dengan kesehatan jiwa.Untuk mendukung proses validasi, perawat dapat melakukan tindakan-tindakan seperti membuat program perawatan individu, meningkatkan komunikasi terapeutik, memberdayakan pasien terhadap permasalahan yang dihadapi, menjelaskan gejala yang dihadapi pasien, menunjukkan respon terhadap kebutuhan pasien untuk menyendiri serta memberi kesempatan pasien untuk tidak percaya.Pasien yang sangat membutuhkan proses validasi adalah mereka dengan masalah skizofrenia, psikotis, gangguan kepribadian dan gangguan saraf.

J. Penatalaksanaan1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara : Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah. Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle / gaya hidup, dukungan sosial yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.2. Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan resiko, managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi ialah Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat. Mengidentifikasi dan mengamankan benda benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastik, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya. 3. Membantu meningkatkan harga diri klien Tidak menghakimi dan empati Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya Mendorong berpikir positif dan berinteraksi dengan orang lain Berikan jadwal aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan kontrol impuls yang rendah Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.4. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan sosial Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan sosial yang adekuat Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sosial. 5. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif. Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif Lakukan pembatasan pada ruminasi tentang percobaan bunuh diri. Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping Explorasi perilaku alternatif Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai Pemeriksaan dan penatalaksanaana. Klinik harus menilai resiko bunuh diri pada pasien individual berdasarkan pemeriksaan klinis. Hal yang paling prediktif yang berhubungan dengan resiko bunuh diri b. Memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangan meninggalkan mereka sendirian dan keluarkan benda yang berbahaya dari ruangan c. Pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh dirid. Penatalaksaannya adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pada pasien dengan gangguan depresi berat mungkin diobati sebaga pasien rawat jalan jika keluarganya dapat mengawasi mereka secara ketat dan pengobatannya dapat dimulai secara cepat.e. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan abstinensia dalam beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda psikologis dari putusnya alkohol yang menghilang dengan adanya kecurigaan yang tinggi pada ganguan depresi berat f. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius, karena mereka cendrung menggunakan kekerasan atau metode yang kacau dengan letalitas yang tinggig. Pasien dengan gangguan keperibadian mendapat manfaat dari konfrontasi empatik dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan yang rasional dan bertanggung jawab.h. Hospitalisasi jangka panjang, diindikasi pada keadaan yang menyebabkan mutilasi diri.

Psikoterapi dengan pedoman wawancaraMulailah dengan bertanya apakah pasien pernah merasa menyerah atau merasa mereka lebih baik meninggal. Pendekatan tersebut menyebabkan stigma yang kecil dan dapat dilakukan sebagian besar orang . Berbicaralah mengenai apa yang sebenarnya yang dipikirkan pasien dan catatlah pikirannya.Lontarkan pertanyaan pada pasien, Pertimbangkan usia dan kecanggihan pasien dan apakah maksud pertanyaan pasien sesuai dengan caranya. Apakah cara yang dipilih untuk bunuh diri tersedia pada pasien. Pertanyaan yang terakhir menentukan penilaian dan pengobatan karena pasien dapat menunjukkan cara untuk keluar dari dilemanya.

K. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian resiko bunuh diri Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :1. Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri2. Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.3. Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.4. Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.5. Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental6. Mengalami penyalahgunaan NAPZA terutama alkohol7. Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik8. Menunjukkan impulsivitas dan agresif9. Sedang mengalami kehilangan yang cukup signifikant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan10. Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.11. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan12. Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.13. Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan Sad PersonsNOSAD PERSONSKeterangan

1Sex (jenis kelamin)Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri

2Age ( umur)Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.

3Depression35 79% orang yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.

4Previous attempts (Percobaan sebelumnya)65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya

5ETOH ( alkohol)65 % orang yang suicide adalah orang menyalah gunakan alkohol

6Rational thinking Loss (Kehilangan berpikir rasional)Orang skizofrenia dan demensia lebih sering melakukan bunuh diri dibanding general populasi

7Sosial support lacking (Kurang dukungan sosial)Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurangnya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan

8Organized plan (perencanaan yang teroranisasi)Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi

9No spouse (Tidak memiliki pasangan)Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah

10SicknessOrang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.

Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :1. Tentukan tujuan secara jelas.Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal.Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topik dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.3. Kenali diri sendiri.Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.4. Jangan terlalu tergesa gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dan klien.5. Jangan membuat asumsiJangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.

Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :1. Riwayat masa lalu : Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri Riwayat keluarga terhadap bunuh diri Riwayat gangguan perasaan, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka2. Symptom yang menyertainyaa. Apakah klien mengalami : Ide bunuh diri Ancaman bunh diri Percobaan bunuh diri Sindrom mencederai diri sendiri yang disengajab. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam lagi diantaranya : Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya. Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide Menentukan bagaimana metode yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.Hal hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri : Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik Memilih tempat yang tenang dan menjaga privasi klien Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka. Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata kata yang dimengerti klien Mendiskusikan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya Mendapatkan data tentang demografi dan sosial ekonomi Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan Peroleh riwayat penyakit fisik klien

Diagnosa Keperawatan : Resiko Bunuh diriPengertian : Resiko untuk mencederai diri yang mengancam kehidupanNOCImpulse Control, Suicide Self-RestraintTujuanKlien tidak melakukan percobaan bunuh diriIndikator Menyatakan harapannya untuk hidup Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif. Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul. Mengidentifikasi alternatif mekanisme kopingNICActive Listening, Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse Control Training, Behavior Management: Self-Harm, Hope Instillation, Contracting, Surveillance: SafetyAktivitas keperawatan secara umum :1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara : Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah. Kaji level Long-Term Risk yang meliputi :Lifestyle/ gaya hidup, dukungan sosial yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.2. Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi; Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya di tempatkan di dekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat. Mengidentifikasi dan mengamankan benda benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastik, kabel listrik, sabuk, ikat pinggang dan barang berbahaya lainnya. Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya: Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat. Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan : Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat. Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan. Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya. Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum. Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu. Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli. Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastik). Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit. Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan. Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya.Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya. Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.3. Membantu meningkatkan harga diri klien Tidak menghakimi dan empati. Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya. Mendorong berpikir positif dan berinteraksi dengan orang lain. Berikan jadwal aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan kontrol impuls yang rendah. Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.4. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan sosial Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan sosial yang adekuat. Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sosial5. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif. Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif. Lakukan pembatasan pada ruminasi tentang percobaan bunuh diri. Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri. Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping. Explorasi perilaku alternatif. Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai. Bantu klien untuk mengidentifikasi pola pikir yang negatif dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya secara rasional.6. Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan Memberikan pembelajaran yang menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills). Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif. Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.

Ringkasan tindakan keperawatan untuk pasien berisiko bunuh diriberdasarkan perilaku bunuh diri yang ditampilkanTiga macam perilaku bunuh diriTindakan keperawatan untuk pasienTindakan keperawatan untuk keluarga

1. Isyarat bunuh diri Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri Meningkatkan harga diripasien Meningkatkan kemampuan pasien dalam menyelesaikan masalahMelakukan pendidikan kesehatan tentang cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri

2.Ancaman bunuh diri3. Percobaan bunuh diriMelindungi pasienMelibatkan keluarga untuk mengawasi pasien secara ketat

EVALUASII. EVALUASI KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGAPenilaian kemampuan pasien dan keluarga dengan resiko bunuh diriNama Pasien :Nama Ruangan :Petunjuk Pengisian1. berilah tanda (v) jika pasien dan keluarga mampu melakukan dibawah ini2. tuliskan tanggal setiap dilakukan penilaianNoKemampuanTanggal

APasien

1Menyebutkan cara mengamankanbenda-benda berbahaya

2Menyebutkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

3Menyebutkan aspek positif diri

4Menyebutkan koping konstruktif untuk mengatasi masalah

5Menyebutkan rencana masa depan

6Membuat rencana masa depan

BKeluarga

1Menyebutkan pengertian bunuh diri dan proses terjadinya bunuh diri

2Menyebutkan tanda dan gejala resiko bunuh diri

3Menyebutkan cara merawat pasien dengan bunuh diri

4Membuat jadual aktivitas dan minum obat klien di rumah (discharge planning)

5Memberikan pujian atas kemampuan pasien

II. EVALUASI KEMAMPUAN PERAWATPenilaian kemampuan perawat dalam merawat pasien resiko bunuh diriNama Pasien:Nama Ruangan:Nama Perawat:Petunjuk Pengisian Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap sp dengan menggunakan intrumen penilaian kinerja Nilai tiap penilaian kinerja masukkan ke tabel pada baris nilai spNoKemampuanTanggal

APasien

SP I p

1Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien

2Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien

3Melakukan kontraktreatment

4Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

5Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri

Nilai SP I p

SP II p

1Mengidentifikasi aspek positif pasien

2Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri

3Mendorong pasien untuk menhargai diri sebagai individu yang berharga

Nilai SP II p

SP III p

1Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien

2Menilai pola koping yang biasa dilakukan

3Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif

4Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif

5Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian

NilaiSP III p

SP IV p

1Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien

2Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis

3Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistis

Nilai SP Ivp

BKeluarga

SP I k

1Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien

2Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala risiko bunuh diri, dan jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya

3Menjelaskan cara-cara merawat pasien risiko bunuh diri

Nilai SP I k

SP II k

1Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan risiko bunuh diri

2Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien risiko bunuh diri

Nilai SP II k

SP III k

1Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat(discharge planning)

2Menjelaskan pasien setelah pulang

Nilai SP III k

Total Nilai: SP p + SP k

Rata-rata

BAB IIIPENUTUP1. KESIMPULANBerdasarkan data yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwapersepsi bunuh diri sebagai jalan keluar bukanlah suatu tindakan yang patut dilakukan, karena justru akan menambah masalah yang telah ada. Bunuh diri merupakan hasil dari ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi cobaan hidup. Penyebab utama terjadinya bunuh diri di masyarakat adalah karena kurang iman dan kepercayaan pada diri sendiri. Oleh karena itu, perlu ditanamkan sikap percaya diri yang mengarah ke arah positif dan untuk menangkalnya juga harus diintensifkan pendidikan agama sejak masa kanak-kanak.

2. SARAN Perlunya kewaspadaan dan penanganan secara intensif pada klien perilaku mencederai diri: bunuh diri, yaitu perlindungan bagi klien (menjauhkan dari hal-hal/benda-benda yang memudahkan klien untuk bunuh diri) Perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat (apabila dalam rumah sakit) dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien bunuh diri. Perlunya pendekatan khusus pada klien bunuh diri, misalnya dengan membina hubungan saling percaya sehingga klien mau menceritakan permasalahannya dan konsultan dapat mencarikan jalan keluarnya. Perlunya meningkatkan dukungan sosial seperti keluarga, teman dekat dan lain-lainnyanya. Perlunya penyediaan hotline servis, home care atau pelayanan 24 jam. Perlunya penelitian lanjutan berupa penelitian kualitatif untuk mempertajam hasil penelitian yang telah dilakukan

DAFTAR PUSTAKA1. Keliat, B.A. (1993). Seri keperawatan: tingkah laku bunuh diri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2. LAB/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan RSUD.Dr. Soetomo.3. Panggabean, L. (2003). Pengembangan kesehatan perkotaan ditinjau dari aspek psikossosial. (makalah). Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat DepKes. Rs. Tidak dipublikasikan.4. Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed. Elsevier Mosby, Philadelphia5. Supratinya,A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal.Yogyakarta: Kanisius.6. Varcarolis, E M (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company, Philadelphia.

Keperawatan Kesehatan Jiwa IIPage 30