90
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun dan China yang mencapai 250.000 per tahun. Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per 100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah 1

Askep Resiko Bunuh Diri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bfd

Citation preview

Page 1: Askep Resiko Bunuh Diri

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti

Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun

dan China yang mencapai 250.000 per tahun.

Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup

tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005,

sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap

tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan

bunuh diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per

100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah

Gunung Kidul, Yogyakarta mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.

Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia

remaja dan dewasa muda (15 – 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan

melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak

dari laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalangan

perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki

lebih letal atau mematikan seperti menggantung diri.

Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh

diri adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-

1

Page 2: Askep Resiko Bunuh Diri

orang yang berpisah atau becerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang

yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumu dan

miskin, kelompok professional tetentu, seperti dokter, pengacara, dan

psikolog.

B. Rumusan Masalah

Bagaiman Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan resiko binuh diri ?

C. Tujuan Masalah

1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa dan tenaga kerja kesehatan dapat menangani

pasien dengan resiko bunuh diri dengan benar dan tepat.

2. Tujuan Khusus

a. Bagi Mahasiswa Keperawatan

Agar mahasiswa keperawatan dapat menangani pasien dengan

resiko bunuh diri secara tepat dan mudah apabilah menemuinya

disekitarnya atau pada saat prektek.

b. Bagi Tenaga Kesehatan

Agar mempermudah kinerja perawat apabilah menemui pasien

dengan resiko bnuh diri

2

Page 3: Askep Resiko Bunuh Diri

c. Bagi Masyarakat

Agar masyarakat umum bisa menegetahui bahaya dan dapat

mencegah bunuh diri dikalangan masyarakat

3

Page 4: Askep Resiko Bunuh Diri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Bunuh Diri

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan

dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari

individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).

Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan

dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan

terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,

2008).

Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat

mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup

aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini

sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk

tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada

kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada

kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal apabila dikonfrontasi

(Stuart & Sundeen, 2006). Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang

harapan putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif

4

Page 5: Askep Resiko Bunuh Diri

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh

normanorma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan

respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam

menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial

dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :

1. Ketidak berdayaan, keputusasaan, apatis.

Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan

meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan

koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu

mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.

2. Kehilangan, ragu-ragu

Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis

akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :

kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan

merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir

dengan bunuh diri.

5

Page 6: Askep Resiko Bunuh Diri

a. Depresi

Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang

ditandaidengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi

padasaat individu ke luar dari keadaan depresi berat.

b. Bunuh diri

Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri

untukmengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping

terakhirindividu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia,

2005).

B. Etiologi Bunuh Diri

Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :

1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.

2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan

3. Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.

4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman

pada diri sendiri.

5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah

sebagai berikut :

6

Page 7: Askep Resiko Bunuh Diri

a. Genetic dan teori biologi

Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada

keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat

menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri

b. Teori sosiologi

Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik

(orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik

(Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide

karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi

dengan stressor).

c. Teori psikologi

Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri

merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.

C. Faktor Terjadinya Masalah

1. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri

antaralain : Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya

dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga

gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri

yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.

7

Page 8: Askep Resiko Bunuh Diri

a. Sifat kepribadian

Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko

bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.

b. Lingkungan psikososial

Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/

perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial

merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

c. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan

faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.

d. Faktor biokimia

Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan

depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku

destrukif diri.

2. Faktor Presipitasi

Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri

adalah:

a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan

hubunganinterpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.

b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.

c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan

hukumanpada diri sendiri.

8

Page 9: Askep Resiko Bunuh Diri

d. Cara untuk mengakhiri keputusan.

D. Jenis-Jenis Bunuh Diri

Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)

Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh

kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu

seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga

dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk

melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.

2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)

Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk

bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia

merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.

3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)

Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara

individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-

norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.

Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya

karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-

kebutuhannya.

9

Page 10: Askep Resiko Bunuh Diri

E. Sumber dan Mekanisme Koping

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme

koping pada perilaku bunuh diri yaitu:

1. Sumber Koping

Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam

kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini

secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang

mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi

perawat yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri.

Tidak ada jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik

ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya

sendiri.

2. Mekanisme Koping

Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku

destruktif-diri tak langsung adalah :

a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol

b. Rasionalisme

c. Intelektualisasi

d. Regresi

Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa

memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin

berada diantara individu dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan

10

Page 11: Askep Resiko Bunuh Diri

mendesaknya kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin

menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat

mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping

dan mekanisme adaptif.

F. Patopsikologi

Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang

yang siapmembunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan

tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk

melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:

1. Ancaman bunuh diri

Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang

tersebutmempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan

ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat

ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh

diri.

2. Upaya bunuh diri

Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu

yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.

3. Bunuh diri

Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.

Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung

11

Page 12: Askep Resiko Bunuh Diri

ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui

tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu

tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang

menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).

Peningkatan verbal/ non verbal

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif

12

Ancaman bunuh diri

Upaya Bunuh Diri

Bunuh Diri

Page 13: Askep Resiko Bunuh Diri

G. Tanda dan Gejala

Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang

tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk

melakukan rencana bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap

diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi

dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan BB, berbicara lamban,

keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. Adapunpetunjuk psikiatrik

anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainanafektif, alkoholisme dan

penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja,

dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia. Sedangkan riwayat

psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/ kehilangan, hidup sendiri, tidak

bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor

kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif,

keputusasaan, harga diri rendah, batasan/ gangguan kepribadian antisosial.

H. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen

suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk

bunuh diri, namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide

adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika

gagal akan meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi perbuatan

tentamen suicide.

13

Page 14: Askep Resiko Bunuh Diri

Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat

kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare,

pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema

paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung akhirnya

meninggal.

Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan

menyebabkan syok yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan

terutama jaringan otak.

Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik

yang jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada

penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi

kegagalan multiple organ.

I. Pemeriksaan Diagnostik

Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan

terapi resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan

tentamen suicide.Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan

menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan

CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan

perdarahan cerebral.

14

Page 15: Askep Resiko Bunuh Diri

J. Penatalaksanaan

Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar

pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.

Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran

penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan

perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan

kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan

keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi

psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan

gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani

juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan

terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.

K. Penatalaksanaan Medis

Pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah

orang mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak ditemukan

atau melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri

membutuhkan obat penenang saat mereka bertindak kekerasan pada diri

mereka atau orang lain, dan pasien juga lebih membutuhkan terapi kejiwaan

melalui komunikasi terapeutik.

15

Page 16: Askep Resiko Bunuh Diri

L. Penatalaksanaan Keperawatan

Tindakan keperawatan

1. Tindakan keperawatan untuk pasien

a. Tujuan :

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya

2) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

3) Klien dapat mengekspresikan perasaannya

4) Klien dapat meningkatkan harga diri

5) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

b. Tindakan keperawatan

1) Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien

a) Perkenalkan diri dengan klien

b) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak

menyangkal.

c) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.

d) Bersifat hangat dan bersahabat.

e) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

2) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri

a) Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan

(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).

16

Page 17: Askep Resiko Bunuh Diri

b) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat

oleh perawat.

c) Awasi klien secara ketat setiap saat.

3) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya

a) Dengarkan keluhan yang dirasakan.

b) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan

,ketakutan dan keputusasaan.

c) Beridorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana

harapannya.

d) Beriwaktu dan kesempatan untuk menceritakan arti

penderitaan, kematian, dan lain lain.

4) Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya

a) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi

keputusasaannya.

b) Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

c) Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal:

hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk

diselesaikan).

5) Membantu pasien untuk menggunakan koping individu yang

adaptif

17

Page 18: Askep Resiko Bunuh Diri

a) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang

menyenangkan setiap hari (misal :berjalan-jalan, membaca

buku favorit, menulis surat dll.)

b) Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia

sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,

mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.

c) Beridorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang

mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan

telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah

tersebut dengan koping yang efektif

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga

a. Tujuan :

Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami

masalah rasa ingin bunuh diri

b. Tindakan keperawatan

Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh

diri adalah :

1) Membina hubungan saling percaya

a) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

b) Bicara dengansikaptenang, rileks dan tidakmenantang.

2) Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan aspek

positif yang dimiliki

18

Page 19: Askep Resiko Bunuh Diri

a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

b) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien

c) Utamakan pemberian pujian yang realitas

2) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat

digunakan untuk diri sendiri dan keluarga

a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah

pulang ke rumah

3) Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan

a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan

setiap hari sesuai kemampuan.

b) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.

c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

4) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada

a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat

klien

b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat

c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

19

Page 20: Askep Resiko Bunuh Diri

M. Pencegahan

Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan

peringatan pada keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat medis.

Sehingga ada kemungkinan untuk dicegah dengan diagnosis dan terapi yang

lebih baik. Pencegahan berskala besar harus diarahkan untuk mengatasi

isolasi sosial, rendahnya harga diri, dan pengurangan kosumsi dan

penyalahgunaan alkohol dan obat.

N. Mitos Resiko Gangguan Jiwa

1. Gangguan Jiwa: Gila

Masyarakat banyak menganggap bahwa orang yang mengidap

gangguan jiwa atau gangguan mental emosional hanyalah orang gila.

Faktanya, tidak semua orang yang mengalami gangguan jiwa dapat

disebut “gila” secara medis. Secara medis mungkin yang disebut “gila”

oleh masyarakat adalah orang-orang yang mengalami gangguan

psikotik. Gangguan psikotik adalah keadaan dimana seseorang tidak

dapat membedakan dunia nyata dan dunia khayalnya, contoh

gejalanya : ada yang merasa dirinya adalah nabi atau  artis terkenal,

atau merasa bahwa keluarga terdekatnya ingin mencelakakannya selain

itu tidak jarang yang dapat mendengar atau melihat hal-hal yang tidak

dapat didengar atau dilihat oleh orang lain.

20

Page 21: Askep Resiko Bunuh Diri

2. Gangguan Jiwa Disebabkan oleh Kutukan dan Guna-Guna

Saat ini, orang yang mengalami gangguan jiwa seringkali dianggap

karena kemasukan roh atau gara-gara menuntut ilmu khusus sehingga

pengobatan cenderung mencari pengobatan supranatural dibandingkan

medis. Penjelasan dari Prof. dr. Sasanto Wibisono, SpKJ(K), salah satu

psikiater yang menjadi pengajar di Universitas Indonesia ini : Masih

ada beberapa kerancuan pada makna istilah, yang dapat menghambat

usaha memasyarakatkan psikiatri. Istilah psikiatri (inggris: psychiatry)

diangkat dari bahasa Yunani, yaitu psyche (soul, mind kehidupan

mental, baik yang sadar maupun bawah sadar dalam bahasa Indonesia:

roh, jiwa, mental) dan iatreia (healing-penyembuhan). Sesuai dengan

kedudukannya sebagai bidang ilmu, maka di dalam bidang psikiatri,

psyche berarti mind atau mental dan bukan berarti soul atau roh.

3. Pengidap Gangguan Jiwa Cuman Sedikit di Indonesia

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan

angka nasional gangguan jiwa dan mental emosional (kecemasan dan

depresi) pada penduduk usia sekitar 15 tahun, adalah 11,6%, atau

sekitar 19 juta penduduk. Sedangkan dengan gangguan jiwa berat rata-

rata sebesar 0,64% (1 juta) penduduk. Dengan provinsi pemegang

angka gangguan mental dan emosional tertinggi di Indonesia adalah

Jawa Barat yang mencapai angka 20%. 20% mah masih dikit gaaaan,

cuman 1 dari 5

21

Page 22: Askep Resiko Bunuh Diri

4. Gangguan Jiwa Berobatnya di Dukun atau Paranormal

Banyak sebagian orang masih saja pegi ke dukun untuk berobat,

kurangnya pengetahuan serta kepercayaan terhadap tenaga kesehatan

membuat mereka.

5. Semua Obat dari Dokter Ketergantungan pergi ke dokter

Obat yang dapat menyebabkan ketergantungan hanyalah obat-

obatan yang berasal dari golongan benzodiazepine, contohnya

alprazolam (xanax). Dan ketergantungan tidak terjadi begitu saja, kalau

penggunaannya asal-asalan dan tidak mematuhi aturan dari dokter yang

terlatih, baru akan menyebabkan ketergantungan. Obat-obatan dari

golongan lain tidak menyebabkan ketergantungan.

O. Tingkatan Bunuh Diri

Berdasarkan besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka

bunuh diri di bagi 3 yaitu :

1. Ancaman bunuh diri (suicide threats)

Merupakan peringatan verbal atau non verbal bahwa seseorang

tersebut mempertimbangkan bunuh diri. Individu akan mengatakan

bahwa hidupnya tidak akan lama lagi atau mungkin menunjukkan respon

non verbal dengan memberikan barang-barang yang dimilikinya.

Misalkan dengan mengatakan “tolong jaga anakku karena saya akan

pergi jauh” atau “segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”. Perilaku ini

22

Page 23: Askep Resiko Bunuh Diri

harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini.

Ancaman menunjukkan ambivalensi tentang kematian.

2. Percobaan bunuh diri (suicide attempts)

Klien sudah melakukan percobaan bunuh diri. Semua tindakan

yang dilakukan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu dan

dapat menyebabkan kematian, jika tidak dilakukan pertolongan segera.

Pada kondisi ini klien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai cara

seperti gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan

diri dari tempat yang tinggi.

3. Completed suicide

Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang

yang melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar mati mungkin

akan mati, jika tidak ditemukan pada waktunya.

23

Page 24: Askep Resiko Bunuh Diri

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien:

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian,

No Rumah Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan Utama:

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan

keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk

mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi :

a. Diagnosa Medis Gangguan Jiwa: Diagnosa medis gangguan jiwa

yang beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif,

penyalahgunaan zat dan schizophrenia. Lebih dari 90% orang dewasa

mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa.

24

Page 25: Askep Resiko Bunuh Diri

b. Sifat Kepribadian: Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko

bunuh diri yaitu suka bermusuhan, impulsif, kepribadian anti sosial

dan depresif.

c. Lingkungan Psikososial: Individu yang mengalami kehilangan

dengan proses berduka yang berkepanjangan akibat perpisahan dan

bercerai, kehilangan barang dan kehilangan dukungan sosial

merupakan faktor penting yang mempengaruhi individu untuk

melakukan tindakan bunuh diri.

d. Riwayat Keluarga: Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan

konflik yang terjadi dalam keluarga merupakan faktor penting untuk

melakukan bunuh diri. Menurunnya neurotransmitter serotonin, opiate

dan dopamine dapt menimbulkan perilaku destruktif-diri.

4. Faktor Predispitasi

Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja

Masalah Keperawatan:

a. Resiko bunuh diri

b. Risiko perilaku kekerasan

c. Harga diri rendah

5. Aspek Fisik/Biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)

dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

25

Page 26: Askep Resiko Bunuh Diri

6. Konsep Diri

a. Gambaran Diri: Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai lagi

dari dirinya.

b. Identitas: Tanyakan pada klien apakah dia sudah, menikah atau

belom, kalau sudah menikah apakah sudah memiliki anakn

c. Peran Diri: Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala

keluarga, ibu/ ibu rumah tangga atau sebagai anak dari berapa

bersaudara

d. Ideal Diri: Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah

pulang/sembuh klien akan melakukan apa untuk hidupnya selanjutnya,

apakah lebih bersemangat atau membuat lembaran baru.

e. Harga Diri: Tanyakan apakah Klien Agresif, bermusuhan, implisif,

depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.

7. Hubungan Sosial

Tanyakan Menurut klien orang yang paling dekat dengannya

siapa ,ataukah teman sekamar yg satu agama. Apakah Klien adalah orang

yang kurang perduli dengan lingkungannya atau sangat peduli dengan

lingkugannya, apakah klien sering diam, menyendiri, murung dan tak

bergairah ,apakah klien merupakan orang yg jarang berkomunikasi dan

slalu bermusuhan dengan teman yang lain, ataukah sangat sensitive.

26

Page 27: Askep Resiko Bunuh Diri

8. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien percayaakan adanya

Tuhan atau dia sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang

menimpanya.

b. Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien sering,selalu atau jarang

beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

9. Status Mental

a. Penampilan:

Pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di

suruh, rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan

kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang

mendengarkan.

b. Pembicaraan:

Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang

diberikan pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa

kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi

blocking.

c. Aktivitas Motorik:

Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan

aktivitas

d. Interaksi selama wawancara:

27

Page 28: Askep Resiko Bunuh Diri

Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan

bicara saat berkomunikasi.

e. Memori

Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.

10. Kebutuhan Persiapan Pulang

a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan

kembali.

b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta

membersihkan dan merapikan pakaian.

c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum

11. Stressor Pencetus

Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan yang dialami

individu. Faktor pencetus seringkali berupa peristiwa kehidupan yang

memalukan seperti masalah hubungan interpersonal, dipermalukan di

depan umum, kehilangan pekerjaan, ancaman penahanan dan dapat juga

pengaruh media yang menampilkan peristiwa bunuh diri.

28

Page 29: Askep Resiko Bunuh Diri

12. Penilaian Stressor

Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap

tindakan. Oleh karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh

diri pada pasien

13. Sumber Koping

Perlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam

mengatasi masalah individu dalam memecahkan masalah seringkali

membutuhkan bantuan orang lain.

14. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak

diri tak langsung adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.

Seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri adalah indiviidu telah

gagal menggunakan mekanisme pertahanan diri sehingga bunuh diri

sebagai jalan keluar menyelesaikan masalah hidupnya.

29

Page 30: Askep Resiko Bunuh Diri

15. Rentang Respon

16. Intensitas Bunuh diri

Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer

(1997, dikutip oleh shivers, 1998,hal 475). Mengkaji intensitas bunuh diri

yang disebut SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale). , intensitas bunuh

diri dengan skor 0-4 dijelaskan pada tabel

(Suicidal Intertion Rating Scale).

Skor Intensitas

0

1

2

3

Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekarang

Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak

mengancam bunuh diri

Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh

30

Respon adaptif Respon maladaptif

peningkatan

diri

pengambilan

resiko yang

meningkatkan

pertumbuhan

perilaku

destruktif-

diri tidak

langsung

pencederaan

diri

bunuh diri

Page 31: Askep Resiko Bunuh Diri

4 diri

Mengancam bunuh diri, misalnya :’ Tinggalkan saya sendiri atau

saya bunuh diri”.

Aktif mencoba bunuh diri

Pengkajian tingkat resiko Bunuh Diri

N

O

Perilaku

atau Gejala

Intensitas Resiko

Rendah Sedang Tinggi

1 Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panic

2 Depresi Ringan Sedang Berat

3 Isolasi-

Menarik diri

Perasaan

depresi yang

samar, tidak

menarik diri

Perasaan tidak

berdaya, putus asa,

menarik diri

Tidak

berdaya,putus asa,

menarik diri,

protes pada diri

sendiri

4 Fungsi

sehari-hari

Umumnya baik

pada semua

aktivitas

Baik pada beberapa

aktivitas

Tidak baik pda

semua aktivitas

5 Sumber Beberapa Sedikit Kurang

6 Strategi

koping

Umumnya

konstruktif

Sebagian

konstruktif

Sebagian besar

destruktif

7 Orang dekat Beberapa Sedikit atau hanya

satu

Tidak ada

31

Page 32: Askep Resiko Bunuh Diri

8 Pelayanan

psikiatri

yang lalu

Tidak, sikap

positif

Ya, umumnya

memuaskan

Bersikap negative

terhadap

pertolongan

9 Pola Hidup Stabil Sedang Tidak stabil

10 Pemakai

alcohol/obat

Tidak sering Sering Terus menerus

11 Percobaan

bunuh diri

sebelumnya

Tidak atau

yang tidak fatal

Dari tidak sampai

dengan cara yang

agak fatal

Dari tidak sampai

berbagai cara yag

fatal

12 Disorientasi

dan

disorganisas

i

Tidak ada Sedikit Jelas atau ada

13 Bermusuhan Tidak atau

sedikit

Beberapa Jelas atau ada

14 Rencana

Bunuh diri

Samar, kadang-

kadang ada

pikiran, tidak

ada rencana

Sering dipikirkan,

kadang-kadang ad

aide untuk

merencanakan

17. Pohon Masalah

Resiko bunuh diri

32

Page 33: Askep Resiko Bunuh Diri

Isolasi sosial

Harga diri rendah

Koping keluarga tidak efektif kegagalan perpisahan

B. Analisis Data

Subjektif Objektif

memiliki riwayat penyakit

mental

mengalami depresi, cemas, dan

perasaan putus asa

menyatakan pikiran, harapan,

dan perencanaan bunuh diri

respon kurang dan gelisah

menyatakan bahwa sering

mengalami kehilangan secara

bertubi-tubi dan bersamaan

menunjukkan sikap agresif

menderita penyakit yang

prognosisnya kurang baik

tidak koperatif dalam menjalani

pengobatan

menyalahkan diri sendiri,

perasaan gagal dan tidak

berharga

berbicara lamban, keletihan,

menarik diri dari lingkungan sosial

menyatakan perasaan tertekan penurunan berat badan

33

Page 34: Askep Resiko Bunuh Diri

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa perilaku destruktif diri memerlukan pengkajian yang

cermat. Penyangkalan dari pasien terhadap sikap merusak diri tidak boleh

mempengaruhi perawat dala melakukan intervensi keperawatan. Diagnosa

keperawatan didasarkan pada hasil pengamatan perawat, data-data yang

dikumpulkan oleh pemberi pelayanan kesehatan lain dan informasi yang

diberikan oleh pasien dan keluarga.

Diagnosa NANDA yang berhubungan dengan Respon Proteksi Diri

Maladaptif adalah Risiko Bunuh diri

34

Page 35: Askep Resiko Bunuh Diri

D. Intervensi Keperawatan

N

O

Diagnosa Keperawatan Tujuan Umum Tujuan Khusus Intervensi

1 Resiko Bunuh Diri Klien tidak mencederai diri.

Kriteria Hasil:

1. Pasien dapat menunjukan

pengendalian implus dengan

indikator sebagai berikut:

Mengeluarkan

perasaaan negatif

secara tepat

Mengidentifikasi

Klien:

1. Klien dapat membina

hubungan saling

percaya dengan

komunikasi terapeutik

o Perkenalkan diri dengan klien

o Tanggapi pembicaraan klien

dengan sabar dan tidak

menyangkal.

o Bicara dengan tegas, jelas, dan

jujur.

o Bersifat hangat dan bersahabat.

o Temani klien saat keinginan

mencederai diri meningkat.

35

Page 36: Askep Resiko Bunuh Diri

perasaan atau

perilaku yg

mengarah pada

tindakan implusif

Mengungkapkan

secara verbal

tentang

pengendalian secar

implus

Menghindari

lingkungan dan

situasi beresiko

tinggi

2. Klien dapat terlindung

dari perilaku bunuh

diri

3. Klien dapat

mengekspresikan

o Jauhkan klien dari benda-benda

yang dapat membahayakan

(pisau, silet, gunting, tali, kaca,

dan lain-lain).

o Tempatkan klien di ruangan

yang tenang dan selalu terlihat

oleh perawat.

o Awasi klien secara ketat setiap

saat.

o Dengarkan keluhan yang

dirasakan.

36

Page 37: Askep Resiko Bunuh Diri

perasaanya o Bersikap empati untuk

meningkatkan ungkapan

keraguan, ketakutan dan

keputusasaan.

o Beri dorongan untuk

mengungkapkan mengapa dan

bagaimana harapannya.

o Beri waktu dan kesempatan

untuk menceritakan arti

penderitaan, kematian, dan

lain-lain.

o Beri dukungan pada tindakan

atau ucapan klien yang

menunjukkan keinginan untuk

37

Page 38: Askep Resiko Bunuh Diri

4. Klien dapat

meningkatkan harga

diri

hidup.

o Bantu untuk memahami bahwa

klien dapat mengatasi

keputusasaannya.

o Kaji dan kerahkan

sumber-sumber internal

individu.

o Bantu mengidentifikasi

sumber-sumber harapan (misal:

hubungan antar sesama,

keyakinan, hal-hal untuk

diselesaikan).

38

Page 39: Askep Resiko Bunuh Diri

5. Klien dapat

menggunakan koping

yang adaptif

o Ajarkan untuk

mengidentifikasi

pengalaman-pengalaman yang

menyenangkan setiap hari

(misal : berjalan-jalan,

membaca buku favorit,

menulis surat dll.).

o Bantu untuk mengenali hal-hal

yang ia cintai dan yang ia

sayang, dan

o pentingnya terhadap

39

Page 40: Askep Resiko Bunuh Diri

kehidupan orang lain,

mengesampingkan tentang

kegagalan dalam kesehatan.

o Beri dorongan untuk berbagi

keprihatinan pada orang lain

yang mempunyai suatu

masalah dan atau penyakit

yang sama dan telah

mempunyai pengalaman

positif dalam mengatasi

masalah tersebut dengan

koping yang efektif.

40

Page 41: Askep Resiko Bunuh Diri

6. Klien dapat

menggunakan

dukungan sosial

o Kaji dan manfaatkan

sumber-sumber ekstemal

individu (orang-orang

terdekat, tim pelayanan

kesehatan, kelompok

pendukung, agama yang

dianut).

o Kaji sistem pendukung

keyakinan (nilai, pengalaman

masa lalu, aktivitas

keagamaan, kepercayaan

agama).

o Lakukan rujukan sesuai

41

Page 42: Askep Resiko Bunuh Diri

7. klien dapat

menggunakan obat

dengan benar dan tepat

indikasi (misal : konseling

pemuka agama).

o Diskusikan tentang obat

(nama, dosis, frekuensi, efek

dan efek samping minum

obat).

o Bantu menggunakan obat

dengan prinsip 5 benar (benar

pasien, obat, dosis, cara,

waktu).

o Anjurkan membicarakan efek

dan efek samping yang

42

Page 43: Askep Resiko Bunuh Diri

Keluarga:

1. Keluarga berperan

serta melindungi

anggota keluarga

yang mengancam

atau mencoba

bunuh diri

dirasakan.

o Beri reinforcement positif bila

menggunakan obat dengan

benar.

o Menganjurkan keluarga untuk

ikut mengawasi pasien serta

jangan pernah meninggalkan

pasien sendirian

o Menganjurkan keluarga untuk

membantu perawat menjauhi

barang-barang berbahaya

disekita pasien

43

Page 44: Askep Resiko Bunuh Diri

2. Keluarga pasien

mampu merawat

pasien dengan

resiko bunuh diri

o Mendiskusikan dengan

keluarga untuk tidak sering

melamun sendiri

o Menjelaskan kepada keluarga

pentingnya passion minum

obat secara teratur.

o Menanyakan keluarga tentang

tanda dan gejala bunuh diri

a. Menanyakan keluarga

tentang tanda dan gejala

bunuh diri yang pernah

44

Page 45: Askep Resiko Bunuh Diri

muncul pada pasien

b. Mendiskusikan tentang

tanda dan gejala yang

umumnya muncul pada

pasien beresiko bunuh diri

o Mengajarkan keluarga tentang

cara melindungi pasien dari

perilaku bunuh diri.

a. Mengajarkan keluarga

tentang cara yang dapat

dilakukan keluarga bila

pasien memperlihatkan

tanda dan gejala bunuh

45

Page 46: Askep Resiko Bunuh Diri

diri.

b. Menjelaskan tentang cara-

cara melindungi pasien,

antara lain:

-         Memberikan

tempat yang aman.

Menempatkan pasien

ditempat yang mudah

di awasi, jangan

biarkan pasien

mengunci diri

dikamarnya atau

jangan meninggalkan

46

Page 47: Askep Resiko Bunuh Diri

pasien sendirian

dirumah

-          Menjauhkan

barang-barang yang

bias digunakan untuk

bunuh diri. Jauhkan

pasien dari barang-

barang yang bias

digunakan untuk

bunuh diri, seperti

tali, bahan bakar

minyak/bensin, api,

pisau atau benda

47

Page 48: Askep Resiko Bunuh Diri

tajam lainnya, zat

yang berbahaya

seperti racun nyamuk

atau racun serangga.

-          Selalu

mengadakan

pengawasan dan

meningkatkan

pengawasan apa bila

ada tanda dan gejala

bunuh diri meningkat.

Jangan pernah

melonggarkan

48

Page 49: Askep Resiko Bunuh Diri

pengawasan,

walaupun pasien

tidak menunjukkan

tanda dan gejala

untuk bunuh diri.

c. Menganjurkan keluarga

untuk malaksanakan cara

tersebut diatas.

o Mengajarkan keluarga tentang

hal-hal yang dapat dilakukan apa

bila pasien melakukan percobaan

bunuh diri, antara lain:

49

Page 50: Askep Resiko Bunuh Diri

a.      Mencari bantuan pada

tetangga sekitar atau

pemuka masyarakat untuk

menghentikan upaya

bunuh diri tersebut

b.     Segera membawa pasien

kerumah sakit atau

puskesmas untuk

mendapatkan bantuan

medis.

o Mencari keluarga mencari rujukan

fasilitas kesehatan yang tersedia

bagi pasien

50

Page 51: Askep Resiko Bunuh Diri

a.       Memberikan informasi

tentang nomor telpon darurat

tenaga kesehatan

b.      Menganjurkan keluarga

untuk mengantarkan pasien

berobat/control secara teratur

untuk mengatasi masalah

bunuh dirinya

c.       Menganjurkan keluarga

uuntuk membantu pasien

minum obat sesuai prinsip

lima benar pemberian obat.

51

Page 52: Askep Resiko Bunuh Diri

E. Implementasi dan Evaluasi

NO TGL/JAM DIAGNOSA

KEP

TINDAKAN EVALUASI

1. 10/4/2010

PK.10.00

WIB

Resiko Bunuh

Diri

Sp I Pasien

1. Membina hubungan saling

percaya dengan klien

2. Mengidentifikasi benda-

benda yang dapat

membahayakan pasien

3. Mengamankan benda-benda

yang dapat membahayakan

pasien.

4. Melakukan kontrak treatment

S :Klien mengatakan sudah mencoba

belajar berkenalan namun masih enggan

untuk dilakukan

O: Klien aktif dan memperhatikan selama

latihan berkenalan dengan perawat

A: Klien sudah tahu cara berkenalan

dengan menyebutkan nama,asal,hobi

52

Page 53: Askep Resiko Bunuh Diri

5. Mengajarkan cara

mengendalikan dorongan

bunuh diri

Sp II Pasien

1. Mengidentisifikasi aspek

positif pasien

2. Mendorong pasien untuk

berfikir positif terhadap diri

sendiri

3. Mendorong pasien untuk

menghargai diri sebagai

individu yang berharga

P: Lanjutkan berkenalan dengan orang

lain.

53

Page 54: Askep Resiko Bunuh Diri

Sp III Pasien

1. Mengidentisifikasi pola

koping yang biasa diterapkan

pasien

2. Menilai pola koping yng

biasa dilakukan

3. Mengidentifikasi pola koping

yang konstruktif

4. Mendorong pasien memilih

pola koping yang konstruktif

5. Menganjurkan pasien

menerapkan pola koping

konstruktif dalam kegiatan

54

Page 55: Askep Resiko Bunuh Diri

harian

Sp IV Pasien

1 Membuat rencana masa

depan yang realistis bersama

pasien

2 Mengidentifikasi cara

mencapai rencana masa

depan yang realistis

3 Memberi dorongan pasien

melakukan kehiatan dalam

rangka meraih masa depan

yang realistis

55

Page 56: Askep Resiko Bunuh Diri

SP I Keluarga

1. Mediskusikan masalah yang

dirasakan keluarga dalam

merawat klien

2. Menjelaskan pengertian,

tanda dan gejala, resiko

bunuh diri dan jenis perilaku

yang dialami pasien beserta

proses terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara

merawat pasien resiko bunuh

diri yang dialami pasien

beserta proses terjadinya

56

Page 57: Askep Resiko Bunuh Diri

SP II Keluarga

1. Melatih keluarga untuk

mempraktekan cara

merawat pasien resiko

bunuh diri

2. Melatih keluarga melakukan

cara merawat langsung

pasien resiko bunuh diri

SP III Keluarga

1. Membantu keluarga

membuat jadwal aktivitas

dan dirumah termasuk

57

Page 58: Askep Resiko Bunuh Diri

minum obat

2. Mendiskusikan sumber

rujukan yang dapat

dijangkau oleh keluarga

58

Page 59: Askep Resiko Bunuh Diri

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan

dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan

terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991

: 4). Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam

keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif.

B. Saran

Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat

mengerti dan dapat memahami mengenai resiko bunuh diri beserta dengan

asuhan keperawatannya. Dengan tujuan agar dapat bermanfaat untuk

menjalankan tugas sebagai perawat kejiwaan kedepannya.

59

Page 60: Askep Resiko Bunuh Diri

DAFTAR PUSTAKA

1. Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta:

EGC

2. Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan

Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan

pasien, EGC, Jakarta

3. Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram

4. M. Wilkson Judith.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan

Intervensi (NIC) dan Kriteria Hasil (NOC). Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

5. Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung:

PT Refrika Aditama

60