Makalah Kelompok 6 Ptgjwbn Bend Daerah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ok

Citation preview

PERTANGGUNGJAWABAN

SISTEM PERBENDAHARAAN NEGARAPERTANGGUNGJAWABAN

BENDAHARA PENGELUARAN DAERAH

Disusun oleh Kelompok 6 :

YESSY SISLYA1420531027

YULISA FEBRIANA1420531028

YURIKA AMALIA1420531029

ZULKARNAINI1420531030

MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2015

I. GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN APBD

Sejak diterbitkannya Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terjadi reformasi dalam pengelolaan keuangan Negara. Hal ini ditindaklanjuti dengan adanya reformasi dalam pengelolaan keuangan daerah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Di dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ditegaskan bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Implikasi ketentuan ini gubernur/bupati/walikota bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah.

Dalam melaksanakan kekuasaannya, sesuai pasal 156 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggung-jawaban, serta pengawasan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan tersebut didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima /mengeluarkan uang.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah di atas sesuai pasal 155 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah. Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.

A. Landasan Hukum Pelaksanaan APBD

Pelaksanaan APBD didasarkan pada peraturan perundang-undangan antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

2. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

3. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

4. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008.

5. Peraturan pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007.

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya.

B. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang dimaksud dengan Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.

Dalam pelaksanaan tugas pengelolaan keuangan daerah, Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada :

a. sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah;

b. kepala SKPKD selaku PPKD; dan

c. kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang

C. Struktur Pengelola Keuangan SKPD

Pada pengelolaan keuangan SKPD, pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang. Pelimpahan sebagian kewenangan didasarkan pada pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.

Dalam rangka proses pencairan anggaran belanja daerah, Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD. Bendahara pengeluaran adalah pejabat fungsional. Bendahara pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD. Bendahara pengeluaran baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi.

D. Bendahara Pengeluaran

Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.

Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, dimana disebutkan :

Pasal 220 ayat (1) Bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang persediaan / ganti uang persediaan/ tambah uang persediaan kepada kepala SKPD melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Pasal 220 ayat (10) Bendahara pengeluaran pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

II. PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA PENGELUARAN SKPD

Pada setiap awal tahun anggaran, setiap SKPD yang sudah mengajukan anggaran yang dibutuhkan, yang tertuang dalam Dokumen Pagu Anggaran (DPA), mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada dalam DPA SKPD-nya masing-masing. Setelah dana tersebut cair, kemudian digunakan untuk keperluan kantor, maka Kepala Badan selaku Pengguna Anggaran (PA) sebagai pejabat mengelola keuangan, harus mempertanggungjawabkan kepada Kepala Daerah selaku Pemegang Kekuasaan Pengelola Keuangan Daerah. Dimana pertanggungjawaban tersebut dibuat oleh bendahara pengeluaran yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran.

Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh setiap bendahara berupa laporan keuangan yang dilakukan secara periodik. Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005, laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.

Tugas dan Wewenang Bendahara Pengeluaran

Sesuai dengan Permendagri 55 Tahun 2008 pasal 4 ayat (1) disebutkan : Bendahara pengeluran SKPD bertugas untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan pengeluaran uang dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. Adapun wewenang dari bendahara pengeluaran SKPD seperti yang disebutkan pada ayat (2) adalah :

Mengajukan permintaan pembayaran menggunakan SPP UP/GU/TU dan SPP LS

Menerima dan menyimpan uang persediaan

Melaksanakan pembayaran dari UP yang dikelolanya

Menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan

Meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPP-LS yang diberikan oleh PPTK

Mengembalikan dokumen pendukung SPP-LS yang diberikan oleh PPTK, apabila dokumen tersebut tidak memenuhi syarat dan/atau tidak lengkap

Dalam hal pengguna anggaran melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kuasa pengguna anggaran, ditunjuk bendahara pengeluaran pembantu SKPD untuk melaksanakan sebagian tugas dan wewenang bendahara pengeluaran SKPD (ayat 3). Untuk melaksanakan sebagian tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bendahara pengeluaran pembantu SKPD berwewenang (ayat 4) :

Mengajukan permintaan pembayaran menggunakan SPP-TU dan SPP-LS

Menerima dan menyimpan uang persediaan yang berasal dari Tambahan Uang dan/atau pelimpahan UP dari bendahara pengeluaran

Melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya

Menolak perintah bayar dari Kuasa Pengguna Anggaran yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan

Meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPP-LS yang diberikan oleh PPTK

Mengembalikan dokumen pendukung SPP-LS yang diberikan oleh PPTK, apabila dokumen tersebut tidak memenuhi syarat dan/atau tidak lengkap.

Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)

Bendahara pengeluaran mengajukan SPP dalam rangka melaksanakan belanja. Dalam hal ini bendahara pengeluaran menyusun dokumen SPP yang dapat berupa :

Uang Persediaan (UP)

Diajukan setiap awal tahun

Berdasarkan SK Kepala Daerah tentang besaran UP

Dilakukan sekali dalam setahun

Tidak membebani kode rekening tertentu

Dapat dilimpahkan kepada bendahara pengeluaran pembantu

Ganti Uang (GU)

Diajukan sebesar UP yang telah digunakan pada kurun waktu tertentu, untuk membiayai satu atau lebih kegiatan di SKPD

Didukung oleh SPJ atas penggunaan UP yang diajukan penggantiannya disertai bukti-bukti yang sah dan lengkap

Tambah Uang (TU)

Adanya kebutuhan belanja atas kegiatan tertentu yang jumlahnya tidak dapat dipenuhi oleh UP atau adanya kebutuhan belanja yang bersifat mendesak dan insidensial.

Dipertanggungjawabkan sendiri, terpisah dari pertanggungjawaban UP/GU

Bila kegiatan telah dilaksanakan dan masih ada sisa uang, maka harus disetorkan kembali

Langsung (LS)

Dipergunakan untuk pembayaran langsung kepada pihak ketiga

Dikelompokan menjadi :

- LS untuk pembayaran Gaji dan Tunjangan

- LS untuk Pengadaan Barang dan Jasa

Disamping membuat SPP bendahara pengeluaran juga membuat register untuk SPP yang diajukan, SPM dan SP2D yang sudah diterima oleh bendahara.

Pembukuan

Pembukuan Belanja oleh bendahara pengeluaran menggunakan :

1. Buku Kas Umum (BKU)

2. Buku Pembantu BKU sesuai dengan kebutuhan seperti:

a. Buku Pembantu Kas Tunai;

a. Buku Pembantu Simpanan/Bank;

c. Buku Pembantu Panjar;

d. Buku Pembantu Pajak;

e. Buku Pembantu Rincian Obyek Belanja

Dalam pelaksanaannya, tidak semua dokumen pembukuan digunakan secara bersamaan untuk membukukan satu transaksi keuangan yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran. Dokumen-dokumen yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembukuan adalah:

1. SP2D UP/GU/TU/LS

2. Bukti transaksi yang sah dan lengkap

3. Dokumen-dokumen pendukung lainnya sebagaimana yang diatur dalam peraturan yang berlaku

Pertanggungjawaban

Laporan pertanggungjawaban (SPJ) yang dilakukan terdiri dari SPJ Administratif yaitu pertanggungjawaban bendahara pengeluaran kepada pengguna anggaran, dan SPJ Fungsional yang disampaikan kepada PPKD/BUD yang disampaikan selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulannya. Selain itu terdapat laporan pertanggungjawaban yang dibuat bendahara pengeluaran guna sebagai persyaratan pengajuan SPP Ganti Uang (GU). Laporan dimaksud adalah Laporan pertanggungjawaban Uang Persediaan, dan Laporan pertanggungjawaban Tambahan Uang. Kedua laporan ini disusun sebesar SPJ yang telah disahkan dari penggunaan dana Uang persediaan dan Tambahan Uang yang tercantum dalam SPJ.

Dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan uang daerah, sesuai dengan Permendagri No. 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya, dokumen laporan pertanggung-jawaban yang disampaikan mencakup :

a. Buku kas umum pengeluaran.

b. Ringkasan pengeluaran per rincian obyek yang disertai dengan bukti-bukti pengeluaran yang sah atas pengeluaran dari setiap rincian obyek yang tercantum dalam ringkasan pengeluaran per rincian obyek dimaksud.

c. Bukti atas penyetoran PPN/PPh ke kas negara.

d. Laporan penutupan kas.

e. SPJ bendahara pengeluaran pembantu

Dalam membuat sebuah pertanggungjawaban yang dilakukan pertama adalah membuat pertanggungjawaban administratif. Pertanggungjawaban administratif dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu yang berada di setiap bidang. Kemudian setelah membuat pertanggungjawaban administratif baru Bendahara Pengeluaran membuat pertanggungjawaban fungsional. Pertanggungjawaban fungsional merupakan rekapan dari pertanggungjawaban administratif dan LRA (Laporan Realisasi Anggaran) yang kemudian diserahkan kepada PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah).

Bendahara Pengeluaran dalam membuat sebuah pertanggungjawaban bulanan, menghasilkan output yang kemudian dijadikan sebagai bukti dari pertanggungjawaban, yang tersebut terdiri dari:

a. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan realisasi anggaran ini berupa surat pertanggungjawaban (SPJ 1), dimana disetiap SPJ tersebut meliputi, BKU, rincian objek belanja, dan gabungan antara belanja keseluruhan.

b. Surat Pertanggungjawaban Fungsional;

Surat Pertanggungjawaban Fungsional adalah pertanggungjawaban yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran atas perintah Pengguna Anggaran untuk dilaporkan ke PPKD selaku BUD sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan daerah. Surat Pertanggungjawaban Fungsional terdiri dari Buku Kas Umum (BKU) dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA).

6.1. Pencairan SP2D

Sebelum SP2D cair, yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran terlebih dahulu yaitu pengajuan SPP UP/GU/TU/LS. Di dalam SPP tersebut terdapat rincian belanja. Pengajuan yang diajukan, sesuai dengan kebutuhan belanja SKPD. Setelah SPP UP/GU/TU/LS diajukan, Bendahara Pengeluaran membuat SPM dan disahkan oleh PA untuk mencairkan SP2D UP/GU/TU/LS. Setelah divalidasi oleh bagian Kasda dan disetujui oleh PPKD selaku Bendahara Umum Daerah (BUD), maka SP2D tersebut dapat dicairkan. SP2D UP/GU/TU dimasukan ke dalam buku pembantu simpanan bank Bendahara Pengeluaran terlebih dahulu. Setelah itu baru dimasukan ke dalam Buku Kas Umum (BKU) Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu. Setelah SP2D cair dan dibagikan ke Bendahara Pengeluaran Pembantu, maka SP2D tersebut dibelanjakan dan bukti dari belanja tersebut dikumpulkan sebagai bahan pembuatan pertanggungjawaban administratif.

6.2. Buku Kas Umum (BKU) Bendahara Pengeluaran Pembantu

Bendahara Pengeluaran Pembantu membuat BKU yang di dalamnya mencatat bukti belanja/BPK (Bukti Pengeluaran Kas), pungutan pajak yang dilakukan dalam belanja, kemudian pungutan pajak tersebut disetorkan kembali ke kas negara melalui Bendahara Pengeluaran. Setiap transaksi belanja yang dilakukan, maka Bendahara Pengeluaran Pembantu wajib mencatatnya ke dalam BKU BPP. Setiap pembelian yang memungut pajak dan kemudian disetorkan ke kas negara, Bendahara Pengeluaran juga mencatat ke dalam BKU di kolom penerimaan dan pengeluaran. Buku Kas Umum diatas dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu yang disetujui oleh Kabid di setiap bidang selaku KPA. BKU tersebut yang nantinya dilaporkan kepada PA melalui Bendahara Pengeluaran.

6.3. Perincian Per Obyek

Setelah BKU selesai dibuat, maka BPP membuat rincian per obyek. Dimana rincian per obyek tersebut terdiri dari rincian per belanja. Rincian per obyek memudahkan Bendahara Pengeluaran Pembantu dalam meyusun Surat Pertanggungjawaban yang dikutip dari Buku Kas Umum (BKU). Buku pembantu ini hanya menggambarkan obyek belanja saja, sehingga untuk pencatatan obyek belanja per program dan kegiatan diperlukan catatan tersendiri untuk masing-masing program/kegiatan. Rincian per obyek ini ditandatangani oleh KPA, Bendahara Pengeluaran Pembantu, dan Bendahara Pengeluaran.

6.4. Pertanggungjawaban Administratif dan Penyampaiannya

Pertanggungjawaban secara administratif dibuat oleh bendahara pengeluaran dan disampaikan kepada pejabat pengguna anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berikutnya. Pertanggungjawaban administratif tersebut berupa surat pertanggungjawaban (SPJ) yang menggambarkan jumlah anggaran, realisasi dan sisa pagu anggaran baik secara kumulatif maupun per kegiatan. SPJ ini dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu yang diketahui oleh Kuasa Pengguna anggaran (KPA) dan Bendahara Pengeluaran.

Dalam proses pelaksanaan belanja, dibutuhkan dokumen-dokumen yang diberikan oleh PPTK yang dicatat oleh bendahara dalam buku-buku sebagai berikut:

a. Buku Kas Umum Pengeluaran

b. Buku Pembantu Pengeluaran per rrincian obyek

c. Buku Pembantu kas tunai

d. Buku pembantu simpanan/bank

e. Buku pembantu panjar

f. Buku pembantu pajak

Berdasarkan 6 (enam) dokumen tersebut, ditambah dengan SPJ pengeluaran pembantu yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu, Bendahara pengeluaran membuat SPJ pengeluaran. SPJ Pengeluaran tersebut dibuat rangkap empat, satu untuk arsip, satu untuk BUD dan dua untuk diverifikasi PPK-SKPD. Apabila disetujui, maka PPK-SKPD menyampaikan satu copy SPJ pengeluaran kepada Kepala SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, dan satu copy SPJ lainnya dicatat pada register Penerimaan SPJ Pengeluaran. Apabila ditolak, maka PPK-SKPD mengembalikan satu copy SPJ Pengeluaran kepada bendahara pengeluaran untuk diperiksa ulang, sementara satu copy lainnya dan dicatat pada Register Penolakan SPJ Pengeluaran. Kepala SKPD mengesahkan SPJ Pengeluaran. Surat Pengesahan SPJ dibuat dua rangkap, satu diregister dalam arsip, sementara yang satu lagi diserahkan kepada Bendahara Pengeluaran untuk dijadikan dasar atas pengajuan SPP bulan berikutnya.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu dalam membuat pertanggungjawaban administratif adalah sebagai berikut :

1. Bendahara Pengeluaran Pembantu mengumpulkan kwitansi-kwitansi sebagai bukti yang sah atas transaksi pengeluaran yang dilakukan dalam suatu kegiatan.

2. Bendahara Pengeluaran Pembantu membuat Buku Kas Umum (BKU) berdasarkan kwitansi-kwitansi tersebut.

3. Setelah membuat BKU, Bendahara Pengeluaran Pembantu membuat Rincian Per Obyek yang di dalamnya hanya dikelompokkan berdasarkan nama rekening.

4. Kemudian Bendahara Pengeluaran Pembantu membuat SPJ administratif, yang berisikan kode rekening, uraian, jumlah anggaran, SPJ LS barang dan jasa, SPJ UP/GU/TU, jumlah SPJ, dan sisa pagu anggaran.

5. Setelah membuat SPJ administratif, Bendahara Pengeluaran Pembantu meminta persetujuan dari KPA untuk disetujui dan kemudian SPJ administratif tersebut diserahkan kepada Bendahara Pengeluaran untuk diketahui kemudian diverifikasi oleh PPK-SKPD.

6. Setelah mendapat verifikasi, maka SPJ adminstratif dilaporkan kepada Pengguna Anggaran sebagai bentuk pengesahan.

SPJ Administratif hanya merinci transaksi perkegiatan. Jadi di dalam SPJ Adminisratif transaksi yang dilakukan, diuraikan lebih rinci. Karena SPJ Administratif merupakan rekapan dari Buku Kas Umum dan rincian per obyek. SPJ Administratif ditandatangani oleh KPA, Bendahara Pengeluaran Pembantu, dan Bendahara Pengeluaran. Karena SPJ Administratif hanya dilaporkan kepada Pengguna Anggaran (PA) sebagai bukti pertanggungjawaban KPA yang diberi kuasa oleh PA.

6.5. Buku Kas Umum (BKU) Bendahara Pengeluaran

Bendahara pengeluaran melakukan pencatatan SPJ yang telah disetujui/ditolak oleh PA dan memasukkan data tersebut ke dalam dokumen berikut sesuai peruntukannya. Dokumen yang digunakan dalam menatausahakan pertanggungjawaban pengeluaran mencakup:

a. Register laporan pertanggungjawaban pengeluaran (SPJ)

b. Register pengesahan laporan pertanggungjawaban pengeluaran

c. Surat penolakan laporan pertanggungjawaban pengeluaran

d. Register penolakan laporan pertanggungjawaban pengeluaran

e. Register penutupan kas

Pertanggungjawaban yang dikatakan sah, apabila telah melalui beberapa tahap persetujuan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tahapan tersebut dimulai dari pembuatan BKU, rincian objek, dan keseluruhan pengeluaran/SPJ administratif oleh bendahara pengeluaran pembantu dan SPJ-SPJ tersebut akan diketahui oleh bendahara pengeluaran dan kemudian dilaporkan oleh PA.

Perbedaan antara BKU Bendahara Pengeluaran dengan Bendahara Pengeluaran Pembantu adalah, jika di BKU Bendahara Pengeluaran terdapat kolom nomor dokumen dan saldo. Sedangkan di BKU Bendahara Pengeluaran Pembantu tidak ada. Di BKU Bendahara Pengeluaran harus lebih rinci dalam merekap SPJ-SPJ yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu, karena hanya BKU Bendahara Pengeluaran saja yang dilaporkan kepada PPKD sebagai pertanggungjawaban Pengguna Anggaran terhadap penggunaan APBN. Di BKU Bendahara Pengeluaran, yang menandatangani adalah kepala Badan selaku Pengguna Anggaran dan Bendahara Pengeluaran yang mengelola keuangan.

6.6. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan Realisasi Anggaran dibuat oleh Bendahara Pengeluaran untuk dilaporkan ke PPKD selaku BUD. Laporan Realisasi Anggaran merupakan laporan tentang anggaran yang digunakan oleh SKPD yang di dalam nya terdiri dari kode rekening, uraian, anggaran, realisasi pada tahun berjalan, sisa anggaran pada tahun sampai dengan tahun berjalan, prognosis, dan keterangan. Keterangan tersebut menjelaskan tentang jumlah uang yang digunakan sesuai dengan jenis pencairannya. Laporan Realisasi Anggaran tersebut dibuat oleh Bendahara Pengeluaran yang disahkan oleh PPK-SKPD selaku verifikator dan disetujui oleh Pengguna Anggaran. Bendahara Pengeluaran membuat Laporan Realisasi Anggaran (LRA) berdasarkan penggunaan jenis belanja.

6.7. Pertanggungjawaban Fungsional dan Penyampaiannya

Pertanggunjawaban fungsional dibuat oleh bendahara pengeluaran yang disampaikan kepada pejabat pengguna anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Pertanggungjawaban fungsional tersebut berupa rekapitulasi dari SPJ administratif dan laporan penutupan kas. SPJ tersebut dilampiri dengan Buku Kas Umum dan Laporan Penutupan Kas. Pertanggungjawaban fungsional pada bulan terakhir tahun anggaran disampaikan paling lambat hari kerja terakhir bulan tersebut. Pertanggungjawaban tersebut harus dilampiri bukti setoran sisa uang persediaan.

Dalam membuat Pertanggungjawaban Fungsional, langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran adalah :

1. Bendahara Pengeluaran menyiapkan laporan penutupan kas.

2. Bendahara Pengeluaran melakukan rekapitulasi jumlah-jumlah belanja dan item terkait lainnya yang ada dalam pertanggungjawaban administratif berdasarkan BKU dan buku pembantu BKU lainnya (Buku Pembantu Panjar, Buku Pembantu Kas Tunai, Buku Pembantu Simpanan/Bank, dan Buku Pembantu Pajak) serta khususnya buku pembantu rincian per obyek untuk mendapatkan nilai belanja per rincian obyek.

3. Kemudian rekapitulasi tersebut dimasukan ke dalam BKU bendahara pengeluaran yang kemudian menjadi SPJ Fungsional.

4. Kemudian SPJ Fungsional dan LRA tersebut dilaporkan kepada PPKD selaku BUD sebagai wujud pertanggungjawaban Pengguna Anggaran dalam mengelola keuangan daerah.

Pada dasarnya SPJ Fungsional adalah wujud pertanggungjawaban Pengguna Anggaran kepada BUD atas pengelolaan keuangan daerah. Sedangkan SPJ Administratif adalah wujud pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran yang diberi wewenang dalam mengelola keuangan yang kemudian dilaporkan kepada Pengguna Anggaran.

SPJ Fungsional dibuat oleh Bendahara Pengeluaran, untuk dilaporkan ke PPKD selaku BUD. SPJ Fungsional terdiri dari kode rekening, uraian nama kode rekening, jumlah anggaran yang ditetapkan dalam APBD atas masing-masing kode rekening, jumlah SP2D atas pembayaran LS-gaji dan tunjangan yang telah diterbitkan/SPJ sampai dengan bulan lalu, SPJ bulan ini, jumlah SP2D atas pembayaran LS-gaji dan tunjangan yang telah diterbitkan/SPJ sampai dengan bulan ini, jumlah SP2D atas pembayaran LS-Pihak Ketiga yang telah diterbitkan/SPJ sampai dengan bulan lalu, SPJ bulan ini, SPJ sampai dengan bulan ini, jumlah SPJ atas penggunaan dana UP/GU/TU sampai dengan bulan lalu, bulan ini, sampai dengan bulan ini, jumlah SPJ atas penggunaan dana LS+UP/GU/TU sampai dengan bulan ini, jumlah SPJ atas penggunaan dana LS=UP/GU/TU sampai dengan bulan ini.

Didalam SPJ Fungsional tidak secara rinci dijelaskan per kegiatan, namun diuraikan sesuai jenis belanjanya. SPJ Fungsional juga merupakan rekapan dari SPJ Administratif dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA), karena SPJ Fungsional untuk dilaporkan ke PPKD.

SPJ Fungsional juga dapat dikatakan sebagai pertanggungjawaban yang utama. Karena pertanggungjawaban ini adalah bentuk pertanggungjawaban Kepala Badan selaku PA kepada Kepala Daerah selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (PKPKD) dalam mengelola keuangan daerah. Pertanggungjawaban yang dilaporkan tidak hanya pertanggungjawaban fungsional saja, namun harus disertakana dengan Laporan Realisasi Anggaran (LRA).