Upload
widhawiduri
View
128
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
LABA (INCOME)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Akuntansi
Dosen
Asrori
Disusun Oleh:
1. Inggil Budi Pekerti (7101411208)
2. Heny Triwahyuni (7101411198)
3. Dewi Wusatul Alfiah (7101411200)
4. Widha Widuri W.P. (7101411201)
5. Aditya Yulianto (7101411215)
6. Bayu Supriyanto (7101411216)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2014
LABA (INCOME)
1. KONSEP LABA
1.1 Pengertian Laba
Makna Income dalam perpajakan adalah sebagai jumlah kotor
sehingga diterjemahkan sebagai penghasilan sebagaimana digunakan dalam
Standart Akuntansi Keuangan. Sedangkan dalam Akuntansi istilah income
dimaknai sebagai jumlah bersih sehingga istilah laba lebih menggambarkan
apa yang dimaksud dengan income. Laba dalam teori akuntansi lebih
menunjuk pada konsep yang oleh FASB disebut sebagai laba komprehensif
yang dimaknai sebagai kenaikan aset bersih selain yang berasal dari
transaksi dengan pemilik (Suwardjono, 2008: 455).
Laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang adalah laba
akuntansi yang merupakan selisih antara pendapatan dan biaya. Besar
kecilnya laba sebagai pengukur tingkat kenaikan aktiva bergantung pada
ketepatan pengukuran pendapatan dan biaya. Namun demikian, IAI justru
menggunakan istilah income untuk menggambarkan selisih antara
pendapatan dan biaya. Dalam Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan (IAI, 1994) dalam Soewardjono (2008), income adalah
“kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk
pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanam modal” (paragraf 70). Selanjutnya dalam paragraf 74, disebutkan
bahwa “definisi penghasilan meliputi baik pendapatan (revenue) maupun
keuntungan (gains)”. Selanjutnya menurut PSAK No 21 tahun 1994,
menyatakan bahwa saldo laba menunjukkan akumulasi hasil usaha periodik
setelah memperhitungkan pembagian deviden dan koreksi laba rugi periode
lalu
Jadi menurut kelompok kami, laba merupakan selisih lebih antara
pendapatan dan biaya yang menyebabkan kenaikan aset bersih perusahaan
selama periode waktu berjalan dimana kenaikan aktiva bersih tersebut
bukan berasal dari transaksi yang dilakukan oleh pemilik untuk menambah
modal perusahaan
1.2 Karakteristik Laba
Dari berbagai definisi laba di atas, dapat disimpulkan bahwa laba
secara konseptual memiliki karakteristik umum sebagai berikut:
a. Kenaikan kemakmuran yang dimiliki atau dikuasai suatu entitas
b. Perubahan terjadi dalam suatu periode sehingga harus diidentifikasi
kondisi kemakmuran awal dan kemakmuran akhir
c. Perubahan dapat dinikmati, didistribusi, atau ditarik oleh entitas yang
menguasai kemakmuran, asalkan kemakmuran awal dipertahankan.
Kemakmuran dapat berupa aset bersih perusahaan, modal pemegang
saham, kekayaan, investasi, sumber daya ekonomik, atau apapun yang dapat
dinilai dengan uang.
1.3 Tujuan Pelaporan Laba
Kandungan informasi dalam laba akuntansi mempunyai keunggulan
dan manfaat, seperti yang dikemukakan dalam SFAC Nomor 1 dalam
Soewardjono (2008: 456) yaitu:
“informasi tentang earnings perusahaan dan komponen-komponen yang
diukur dengan dasar accrual accounting, umumnya menyediakan indikasi
yang terbaik tentang kinerja perusahaan daripada informasi tentang
penerimaan dan pembayaran cash sekarang (current cash receipts and
payments)”.
Menurut Soewardjono (2008:456), laba akuntansi dengan berbagai
interpretasinya diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai:
a. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan
yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of retun
on inuested capital).
b. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemcn.
c. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak.
d. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara.
e. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan
public.
f. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang.
g. Dasar kompensasi dan pembagian bonus.
h. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.
i. Dasar pembagian dividen.
Laba yang menjadi dasar pengukuran laporan keuangan dibedakan
menurut kelompok penerima, yaitu tergantung fungsi dan tujuan
pemakaiannya. Secara ringkas, laba berdasarkan penyajiannya untuk
masing-masing kelompok penerima dibagi menjadi lima jenis.
Tabel 1. Penyajian Laba Untuk Masing – Masing Kelompok
No. Jenis IncomePenerima Informasi
IncomePerhitungan Income
1. Value AddedKaryawan, Pemilik,
Kreditur, dan Pemerintah
Harga jual produk – Cost yang dikeluarkan
2.Enterrprise Net
Income
Pemegang saham, Pemegang obligasi, dan
Pemerintah
(Revenue – Expenses) +(Gains – Loses) tidak
termasuk Biaya bunga, Pajak penghasilan, dan Pembagian
deviden
3.Net Income to
InvestorsPemegang saham dan
Pemegang obligasiSeperti butir dua, namun
termasuk Pajak penghasilan
4.Net Income to Shareholders
Pemegang saham (Preffered
stock danCommon stock)
Seperti butir tiga, namun setelah dikurangi bunga
obligasi
5.Net Income to
Residual Shareholders
Pemegang sahamCommon stock
Seperti butir empat, namun setelah dikurangi
devidenPreferred Stock
1.4 Konsep Laba Konvensional
Teori tentang laba masih harus dikembangkan dan dimantapkan agar
dicapai interpretasi yang tepat secara intuitif maupun ekonomik sehingga
angka laba akuntansi mempunyai manfaat yang tinggi khusunya bagi
investor dan kreditor. Hendriksen dan van Breda dalam Soewardjono
(2008:457) mengemukakan bahwa laba akuntansi yang sekarang berjalan
(konvensional) masih problematik secara teoritis. Laba akuntansi
mempunyai beberapa kelemahan berikut :
a. Laba akuntansi belum didefinisi secara semantik dan jelas sehingga laba
tersebut secara intuitif dan ekonomik bermakna
b. Panyajian dan pengukuran laba masih difokuskan pada pemegang saham
biasa atau residual
c. PABU sebagai pedoman pengukuran laba masih memberi peluang untuk
terjadinya ketidaktaatasasan (inkonsistensi) antar perusahaan
d. Karena didasarkan pada konsep historis, laba akuntansi secara umum
belum memperhitungkan pengaruh perubahan daya beli dan harga
e. Ketepatan laba akuntansi belum menjadi tuntutan yang mendesak karena
investor dan kreditor memandang bahwa laba kuntansi bukan satu –
satunya informasi yang paling material.
Atas dasar tujuan dan kelemahan laba akuntansi dia tas, bab ini
membahas dua aspek pokok teori laba yaitu (1) interpretasi laba dan
implikasinya dalam tataran teori dan (2) lingkup laba atas dasar kegiatan
operasi dan teori entitas.
1.5 Konsep Laba dalam Tataran Semantik
Konsep laba dalam tataran semantik berkaitan dengan masalah makna
apa yang harus dilekatkan oleh perekayasa pelaporan pada simbol atau
elemen laba sehingga laba bermanfaat (useful) dan bermakna (meaningful)
sebagai informasi. Terdapat beberapa konsep atau fungsi laba dalam tataran
semantik, yaitu: pengukur kinerja, konfirmasi harapan investor, dan sebagai
estimator laba ekonomik.
a. Pengukur Kinerja
Karena investor dan kreditor merupakan pihak yang dituju dalam
pelaporan keuangan, dianggap bahwa mereka berkepentingan dengan
informasi masa lalu untuk mengevaluasi prospek perusahaan di masa
datang. FASB misalnya, menetapkan salah satu tujuan pelaporan keuangan
sebagai berikut:
“Financial reportings hould provide information about an enterprise's
financial performance during a period. The primary focus of financial
reporting is information about an enterpise's performance prouid.ed by
measures of earnings and. its eomponenta. Financial reportings should
provide information about how management of an enterprise has
discharged its stewardship responsibility to owners (stockholders) for the
use of enterprise resources entrusted to it.”
Mengisyaratkan bahwa laba perioda (earning) dimaknai sebagai
informasi tentang kinerja masa lalu yang meliputi daya melaba (earning
power), akuntabilitas, dan efisiensi. Daya melaba dan efisiensi merupakan
konsep yang saling berkaitan. Hal ini di kemukakan oleh Paton dan Littleton
dalam Suwardjono (2008) sebagai berikut:
“Accounting exists primarily as a means of computing a residuum, a
balance, the difference between cost (as efforts) and revenue (as
acco,plishment) for virdual enterprises. The difference reflects
menegerial effectiveness and is of particulas significance to those who
furnish the capital and the take ultimate responsibility.”
Daya melaba merupakan informasi sematik yang diharapkan dibawa
oleh informasi akuntansi melalui statemen keuangan yaitu objek (element),
ukuran (size), dan hubungan (relantionship). Daya melaba akan mempunyai
makna kalau laba dikaitkan dengan perioda dan sumber daya yang
digunakan. Jadi, untuk menentukan daya melaba, tiga komponen harus
diakui yaitu laba, perioda, dan tingkat sumber daya (investasi).
Secara umum, efisiensi adalah kemampuan menciptakan keluaran
(output) tertinggi dengan sumber daya tertentu sebagai masukan (input). Bila
keluaran atau sasaran tertentu telah ditentukan, efisiensi adalah kemampuan
mencapai keluaran tersebut dengan sumber daya terendah (minimum) yang
dimungkinkan.
Laba dapat menginterpretasikan kinerja efisiensi karena laba
menetukan ROI, ROA, dan ROL sebagai pengukur interpretasi. Validitas
pengukur efisiensi tersebut bergantung pada bagaimana laba dari tingkat
investasi diukur serta dari sudut pandang siapa informasi efisiensi ditujukan.
b. Konfirmasi Harapan Investor
Perekayasa pelaporan berusaha menyediakan informasi mengenai
harapan investor atau pemakai lainnya di masa lalu tentang kinerja
perusahaan. Dengan demikian, Iaba dapat diinterpretasi sebagai sarana
untuk mengkonfirmasi harapan-harapan tersebut. Bila diasumsi bahwa pasar
cukup efisien, laba yang diprediksi investor harus mendekati atau sama
dengan laba yang dilaporkan. Bila hal ini terjadi, laba merupakan sarana
untuk mengkonfirmasi harapan investor dan investor diharapkan tidak
berreaksi terhadap pengumuman laba.
Bila laba tidak cukup efisien, bagi investor anhka laba sebagai basis
mengambil keputusan dan mengubah keputusan. Dengan kata lain laba
diinterpretasi sebagai basis untuk mengambil atau mengubah keputusan.
c. Estimator Laba Ekonomik
Akuntansi menganut asas akrual untuk mendapatkan suatu angka yang
lebih bermakna secara ekonomik daripada sekadar kenaikan atau penurunan
kas dalam suatu periode. Angka laba akan bermakna apabila tiap
merepresentasi perubahan kemakmuran (wealth) atau penciptaan nilai
(value creation) sebagai hasil kinerja ekonomik suatu kesatuan usaha.
Secara teknis, perubahan kemakmuran atau nilai diwujudkan dalam kegiatan
produktif (menghasilkan barang dan jasa).
Laba akuntansi adalah laba dari kaca mata perekayasa akuntansi atau
kesatuan usaha karena keperluan untuk menyajikan informasi secara
objektif dan terandalkan. Oleh karena itu, laba akuntansi didasarkan pada
data yang telah terjadi bukanya data hipotetis yang dapat berupa biaya
kesempatan (opportunity cost). Penegertian ekonomik dari segi akuntansi
adalah kelayakan ekonomik jangka panjang dan bukan penilaian ekonomik
jangka pendek.
Laba ekonomik adalah laba dari kaca investor karena jeperluan untuk
menilai investasi dalam saham yang dalam banyak hal bersifat subjektif
bergantung pada karakteristik investor. Laba ekonomik berbeda dengan laba
akuntansi karena pada umumnya laba ekonomik memperhitungkan
perubahan daya beli uang dan spesifik asset.
Schoroeder dan Clark dalam Suwadjono (2008) menunjukan
perbedaan laba atas dasar sifatnya menjadi laba psikis, real dan, uang. Laba
psikis adalah laba yang berupa kenaikan dalam pemuasan keinginan
manusia. Laba real yang berupa kenaikan kemakmuran ekonomik dan
menjadi fokus pengukuran laba ekonomik. Laba uang adalah laba yang
merupakan kenaikan satuan uang dalam satu periode tanpa memperhatikan
pengaruh perbedaan daya beli dan mnejadi fokus pengukuran laba
akuntansi.
Laba akuntansi dilandasi oleh konsep kontinuitas usaha yang
memandang asset sebagai sisa potensi jasa sehingga kos histioris menjadi
basis pengukurannya. Sementara itu, laba ekonomik ditandai oleh konsep
likuiditas yang melihat asset sebagai simpanan atau sediaan nilai (store of
value) setiap saat sehingga nilai sekarang menjadi basis pengukurannya.
Jadi, dari beberapa aspek laba akuntansi memang dan harus berbeda dengan
laba ekonomik. Namun, laba akuntansi diharapkan dapat menjadi estimator
atau indikator laba ekonomik.
Tabel 2. Perbandingan antara laba akuntansi dan ekonomik
Aspek Perbeda Laba Akuntansi Laba Ekonomik
Sudut pandang pemaknaan
Perekayasaan akuntasi, penyusunan standar, atau penyusunan statemen keuangan
Pemegang saham
Dasar pengukuran Kos histories Kos kesempatan, nilai pasar, nilai likuiditas
Pengertian “ekonomik”
Kelayakan ekonomik jangka panjang
Penilaian ekonomik jangka pendek
Makna depresiasi Alokasi kos Penurunan nilai ekonomik
Unit pengukuran Rupiah nominal Daya beliSasaran pengukuran atau sifat laba
Laba uang/nominal Laba real
Konsep dasar yang melandasi
Kontinuitas usaha, asas akrual
Likuiditas, nilai tuai
Fungsi asset Sisa potensi jasa Simpanan/sediaan nilai
Akuntansi cukup menyediakan informasi laba dan aliran kas yag layak
dan menyerahkan semua analisadan perhitugan laba ekonomik kepada
investor atau pemakai lainnya. Hal ini sesuai dengan gagasan FASB dalam
merekayasa pelaporan keuangan sebagai berikut (SFAC No. 1, prg. 41):
…indirect measure of cast flow potential are widely considered ecessary
or desirable, both for particular resources and for enterprise as a whole.
That information may help those who desire to estimate the value of the
business enterprise, but financial accounting is not designed to measure
directly the value of an enterprise.
Investor, melalui analisa sekuritas, pada umumnya lebih mendasarkan
diri pada laba ekonomik untuk memprediksi aliran kas atau return saham
perusahaan di masa dating. Analis memandang bahwa laba akuntansi
mengalami gangguan (noise) akibat perubahan PABU yang dalam banyak
hal tidak merefleksi realitas ekonomik (misalnya pengguan kos historis)
atau akibat manajemen laba (earning management). Oleh karena itu, karena
laba akuntansi bebas dari gangguaan dan mendekati laba ekonomik, laba
akuntansi menjadi predictor yang andal juga.
1.6 Makna Laba
Pembahasan dalam seksi ini masih merupakan bagian dari konsep laba
pada tataran semantik. Pemaknaan laba sebagai pengukur efisiensi,
konfirmasi harapan investor, dan estimator laba ekonomik merupakan
gagasan-gagasan untuk menemukan definisi (konsep atau makna) laba yang
tepat untuk tujuan akuntansi. Secara semantik, belum terdapat kesepakatan
tentang makna laba yang mantap yang menjadi basis akuntansi dalam
jangka panjang. Hendriksen dan van Breda dalam Suwardjono (2008)
mengemukakan kritik terhadap laba akuntansi sebagai berikut:
“There is no long-run theoretical basis for the computation and
presentatian of accounting income”.
Kritik di atas didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat banyak
definisi atau makna yang dilekatkan pada simbol laba oleh berbagai sumber.
Akan tetapi, masih belum dapat diidentifikasi secara mantap makna
manakah yang sebenarnya dianut atau harus dianut akuntansi. Sebagai basis
pembahasan dan pencarian konsep laba, beberapa gagasan atau sumber
dibahas berikut ini. FASB menetapkan laba (disebut laba komprehensif
sebagai elemen statemen keuangan dan mendefinisinya sebagai berikut
(SEAC No.6, prg. 70):
“Comprehensif income is the change in equity of abusiness enterprised
uring a period. from transoction ond other events and. circumstances
from nonowner sources. It inttudes all changes in equity during a pcriod
except thase resulting from investrnent by owners and d.istributions to
owners.”
Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan
barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan pendapatan di atas
biaya (kos total yang melekat pada kegiatan produksi dan penyerahan
barang / jasa).
Laba adalah kenaikan aset dalam suatu perioda akibat kegiatan
produktif yang dapat dibagi atau didistribusi kepada kreditor, pemerintah,
pemegang saham dalam bentuk bunga, pajak, dan dividen tanpa
mempengaruhi keutuhan ekuitas pemegang saham semula. Sejalan dengan
pengertian tersebut, ini berarti bahwa pengaruh perubahan ekuitas akibat
transaksi modal (the effects of any additional capital contributions or
withdrawals by owners) harus dikeluarkan dari perhitungan laba.
Dari berbagai pengertian laba di atas, dapat disimpulkan bahwa laba
secara konseptual mempunyai makna sebagai kenaikan kemakmuran
(wealth atau well-offness) yang dimiliki atau dikuasai suatu entitas. Entitas
dapat berupa perorangan / individual, kelompok individual, institusi, badan,
lembaga, atau perusahaan. Perubahan tersebut terjadi dalam kurun waktu
satu periode.
Kemakmuran dapat berupa aset bersih, aset, modal pemegang.saham
kekayaan, investasi, sumber daya ekonomik, uang, atau apapun yang
bernilai uang atau yang dapat dinilai dengan uang. Kemakmuran tersebut
secara umum disebut (kapital). Kapital di sini berbeda dengan modal karena
modal mempunyai pengertian khusus dalam akuntansi yaitu ekuitas
pemegang saham. Bila istilah capital digunakan, harus selalu dibayangkan
siapa yang menguasai atau memiliki.
1.7 Laba dan Kapital
Pembahasan laba tidak dapat dipisahkan dengan pembahasan kapital
tetapi makna keduanya harus dibedakan. Dalam hal ini, kapital berbeda
dengan modal yang dimaknai sebagai ekuitas pemegang saham. Kapital
merupakan sumber ekonomi apabila dilihat dari sudut pandang aset. Lalu
dari sudut pandang kewajiban dan ekuitas, kapital dimaknai sebagai
penguasa klaim yang ditandai dengan sertifikat utang untuk kewajiban dan
sertifikat kepemilikan saham bagi ekuitas.
Dengan mendasarkan diri pada pengertian kapltal yang dikemukakan
oleh Irving Fisher, Hendriksen dan van Breda dalam Suwardjono (2008)
membedakan laba dan kapital sebagai berikut:
“Capital is a stock of weatth at an instant time. Income is a flow of services
through time. Copital is the embodiment of future sevices, and, income is the
enjoyment of these services over a specific period of time. “
Jadi, kapital dapat diasosiasi dengan sediaan atau potensi jasa (stock
concept). Jadi, kapital dapat dipandang sebagai sediaan kemakmuran pada
saat tertentu. Sementara itu, laba dapat diasosiasi dengan aliran
kemakmuran (flow concept). Jadi, laba adalah aliran potensi jasa yang dapat
dinikmati dalam kurun waktu tertentu dengan tetap mempertahankan tingkat
potensi jasa mula-mula.
Laba tidak harus selalu dinikmati tetapi dapat terus tertanam di
perusahaan sehingga menambah tingkat investasi. Kalau laba harus
dinikmati maka hal tersebut hanya dapat dilakukan sejauh tidak melampaui
tingkat kapital semula. Pengertian laba semacam ini disebut laba atau dasar
konsep pemertahanan kapital atau kemakmuran.
1.8 Konsep Pemertahanan Kapital
Konsep ini dilandasi oleh gagasan bahwa entitas (perusahaan atau
investor) berhak mendapatkan return dan menikmatinya setelah capital
(investasi) dipertahankan keutuhannya, atau pulih seperti sedia kala
(recovered). Harapan umum dalam kegiatan bisnis adalah kapital atau
investasi yang tertanam selalu berkembang. Konsep ini mempunyai arti
penting atau konsekuensi dalam beberapa hal yang saling berkaitan sebagai
berikut:
a. Membedakan antara kembalian atas investasi (return on inueshnent) dan
pengembalian investasi (return of investment).
b. Memisahkan dan membedakan transaksi operasi (produktif) dalam arti
luas dengan transaksi pendanaan dari pemilik (owner transactions).
c. Menjamin agar laba yang dapat didistribusi tidak mengandung
pengembalian investasi.
d. Memungkinkan penentuan jumlah penyesuaian kapital (capital
adjustment) untuk mempertahankan kemampuan ekonomi (kapital) awal
perioda akibat perubahan harga dan daya beli sehingga laba ekonomik
akan terukur pula.
e. Memungkinkan penggunaan berbagai dasar penilaian untuk menentukan
tingkat kapital pada saat tertentu (awal dan akhir).
f. Memungkinkan penerapan pendekatan aset-kewajiban (asset-Iiabitity
apprcach) secara penuh dalam pemaknaan laba sehingga angka laba
akuntansi akan mendekati angka laba ekonomik.
Gambar 1. Makna Laba Atas Dasar Konsep Pemertahanan Kapital
2. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
Menurut SFAC (Statement of Financial Accounting Concepts) No 5
dalam Mulia (2007), pengakuan diartikan sebagai pencatatan suatu item
dalam perkiraan – perkiraan tertentu dan laporan keuangan seperti aset,
kewajiban, ekuitas, pendapatan, beban, kerugian dan, keuntungan. Selain
itu, menurut Concept Statement No 5 dari FASB (Financial Accounting
Standard Board), pengakuan adalah proses pencatatan atau pencantuman
secara formal suatu hal ke dalam laporan keuangan dari entitas seperti
aktiva, kewajiban, pendapatan, pengeluaran atau sejenisnya. Pengakuan
tersebut menggambarkan suatu item dalam bentuk kata – kata maupun
dalam jumlahnya mencakup angka – angka ringkas yang dilaporkan dalam
laporan keuangan. Jadi dari dua definisi di atas, dapat diambil suatu
pernyataan bahwa pengakuan merupakan penggambaran perkiraan –
perkiraan akuntansi yang akan ditampilkan dalam laporan keuangan dalam
bentuk kata – kata dan angka – angka ringkas.
Selanjutnya mengenai pengukuran. Menurut Belkaouni dalam (Mulia:
2011), pengukuran merupakan pemberian angka – angka kepada objek atau
kejadian – kejadian menurut aturan tertentu. Tanpa melihat batasan –
batasan tersebut, secara tradisional pengukuran dalam akuntansi melibatkan
pemberian nilai – nilai angka kepada objek kejadian atau atributnya dengan
suatu cara tertentu sehingga dapat memastikan pelaksanaan atau disagresasi
data dengan mudah.
Pengakuan dan pengukuran merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Secara teknis, pengakuan berarti pencatatan secara resmi suatu kuantitas
hasil pengukuran ke dalam suatu pos dan terefleksi ke dalam laporan
keuangan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa laba merupakan
selisih penandingan antara pendapatan dan biaya. Konsep laba harus
dioperasionalisasikan dalam bentuk standar dan prosedur akuntansi
sehingga angka laba dapat diukur dan disajikan dalam statement keuangan.
Penjabaran makna laba secara sintaktik adalah selisih pengukuran dan
penandingan antara pendapatan dan biaya. Apabila laba diakui sebagai
selisih antara pendapatan dan biaya, maka yang menjadi masalah adalah
kapan laba itu timbul sehingga harus diakui dan diukur? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, terdapat tiga pendekatan yang digunakan yaitu
pendekatan transaksi, pendekatan kegiatan dan, pendekatan pemertahanan
kapital (Soewardjono, 2008) .
2.1 Pendekatan Transaksi
Menurut pendekatan transaksi, laba telah timbul pada saat terjadinya
transaksi khususnya transaksi eksternal. Transaksi eksternal merupakan
transaksi yang terjadi dan melibatkan pihak luar. Pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan biaya dalam suatu periode sebenarnya juga
telah termasuk pengukuran dan pengakuan laba. Oleh karena itu, laba dapat
timbul pada saat terjadinya transaksi pertukaran / penjualan dan terjadinya
pengakuan beban. Berikut ini adalah contoh pencatatan transaksi eksternal
yang dapat menimbulkan laba:
Kas 100.000
Penjualan 100.000
Kos Barang Terjual 60.000
Sediaan Barang Dagangan 60.000
Biaya Gaji Administrator 10.000
Biaya Gaji Pemasaran 11.500
Biaya Bunga 2.500
Kas 24.000
Kas 2.000
Depresiasi Akumulasi 24.000
Mesin 25.000
Untung Penjualan Mesin 1.000
Pendekatan ini memiliki beberapa kebaikan yaitu:
1. Komponen laba dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Misalnya:
atas dasar produk / konsumen
2. Laba operasi dapat dipisahkan dari laba non operasi
3. Dapat dijadikan dasar dalam penentuan tipe dan kuantitas aktiva dan
hutang yang ada pada akhir periode
4. Efisiensi usaha memerlukan pencatatan transaksi eksternal untuk
berbagai tujuan
5. Berbagai laporan dapat dibuat dan dikaitkan antara laporan yang satu
dengan yang lainnya.
2.2 Pendekatan Kegiatan
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa laba timbul bersamaan dengan
berlangsungnya kegiatan operasi perusahaan dalam arti luas yang meliputi
kegiatan produksi, penjualan, dan pengumpulan kas. Pendekatan ini
mempunyai keunggulan dalam membantu manajemen melakukan analisis
internal. Kebaikan pendekatan ini adalah:
1. Laba yang berasal dari produksi dan penjualan barang memerlukan
jenis evaluasi dan prediksi yang berbeda dibandingkan laba yang
berasal dari pembelian dan penjualan surat berharga yang ditujukan
pada usaha memperoleh capital gain.
2. Efisiensi manajemen dapat diukur dengan lebih baik bila laba
diklasifikasikan menurut jenis kegiatan yang menjadi tanggung jawab
manajemen.
3. Memungkinkan prediksi yang lebih baik karena adanya perbedaan pola
perilaku dari jenis kegiatan yang berbeda.
2.3 Pendekatan Pemertahanan Kapital
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa perbedaan pendekatan
transaksi dengan pendekatan kegiatan terletak pada dasar pengukurannya.
Untuk pendekatan transaksi, pengukuran laba dilakukan ketika terjadi
transaksi dengan pihak eksternal atau terjadi transaksi eksternal. Sedangkan
untuk pendekatan kegiatan, laba diukur atas dasar kegiatan secara luas dan
tidak hanya dibatasi oleh kegiatan dengan pihak luar saja. Meskupun
demikian, namun keduanya gagal untuk menunjukkan pengukuran laba
dalam dunia nyata. Hal ini disebabkan oleh dasar pengukurannya yang
mendasarkan pada hubungan struktural yang sama yang tidak ada dalam
dunia nyata.
Dalam pendekatan pemertahanan kapital, laba merupakan
konsekuensi dari pengukuran kapital pada dua titik waktu yang berbeda.
Oleh karena itu sebelum membahas pengukuran laba dalam konsep
pemertahanan kapital, perlu dibahas terlebih dahulu konsep laba dan kapital.
Menurut Soewardjono (2008:466), kapital dapat diasosiasikan dengan
sediaan atau potensi laba atau sediaan kemakmuran pada saat tertentu dan
laba diasosiasikan sebagai aliran potensi jasa yang dapat dinikmati dalam
kurun waktu tertentu dengan tetap mempertahankan potensi jasa mula –
mula.
Laba merupakan perubahan atau kenaikan kapital dalam suatu
periode atau perbedaan nilai kapital pada saat yang berbeda. Dengan
demikian, laba dapat diukur dari selisih antara tingkat kemakmuran pada
awal periode dengan tingkat kemakmuran di akhir periode dengan rumus
“Laba = total aktiva neto (akhir periode) – kapital diinvestasikan
(awal periode)”
(Ghazali &Chariri, 2007:353)
Kapital yang digunakan dalam konsep ini adalah kapital neto. Masalah yang
terjadi dalam pendekatan pemertahanan kapital adalah bagaimana kapital
diukur dan dinilai serta bagaimana laba ditentukan? Oleh karena itu, hal
yang perlu dipertimbangkan untuk menilai kapital adalah jenis kapital, skala
pengukuran dan, dasar penilaian.
1. Jenis Kapital
Hal ini berkaitan dengan karakteristik dan wujud kapital dari kaca mata
yang menguasai serta apa yang harus dipertahankan untuk menentukan
laba.
a. Kapital finansial
Klaim dipandang dari jumlah rupiah atau nilai yang melekat padanya
tanpa memperhatikan wujud fisis klaim tersebut. Wujud capital
adalah instrument atau asset financial. Kapital financial adalah
capital yang dikuasai pemegang saham atau pemegang obligasi.
Kapital saham dari sudut badan usaha adalah jumlah rupiah yang
melekat pada asset total badan usaha tanpa memandang jenis atau
komponen asset. Dalam analisa statement keuangan tradisional,
tingkat kembalian atas capital financial ini dinyatakan sebagai
tingkat kembalian atas asset total atau rate of return on assets (ROA)
yang dirumuskan sbb:
ROA = Laba bersih + Biaya Bunga
Asset total rata-rata
b. Kapital fisis adalah sumber ekonomi
Merupakan sumber ekonomi yang dikuasai oleh entitas yang
dimaknai sebagai kapasitas produksi fisik untuk memproduksi
barang dan jasa. Menurut konsep ini, laba fisis akan timbul apabila
kapasitas produksi fisis pada akhir suatu periode melebihi kapasitas
produksi fisis pada awal periode. Oleh karena itu, kapasitas produksi
fisis harus dinyatakan dalam satuan rupiah.
Dengan konsep ini, kapital dapat dipertahankan apabila aser
nonmoneter diukur atas dasar biaya sekarang atau biaya pengganti
pada saat pengukuran atau penilaian. Selisih antara biaya sekarang
awal dengan biaya akhir merupakan jumlah rupiah penyesuaian
untuk mempertahankan kapital sehingga tidak masuk sebagai bagian
dari laba.
2. Skala pengukuran
Merupakan unit pengukur yang dapat dilekatkan pada suatu obyek
sehingga obyek tersebut dapat dibedakan besar kecilnya dari obyek yang
lain atas dasar unit pengukur tersebut. Dalam skala pengukuran dikenal
empat macam skala sebagai berikut:
a. Skala nominal merupakan satuan rupiah sebagaimana telah terjadi
tanpa memperhatian perubahan daya beli dengan berjalannya waktu
akibat perubahan kondisi ekonomik. Karena nilai rupiah dianggap
konstan sepanjang masa, akuntansi atas dasar pengukuran ini sering
disebut akuntansi dengan nilai rupiah konstan dan lebih
menitikberatkan pada jumlah unit rupiah daripada jumlah unit daya
beli.
Skala Rp thn 1995 Rp 1 Rp 2 Rp 3 Rp 4
Skala Rp thn 2000 Rp 1 Rp 2 Rp 3 Rp 4
b. Skala daya beli merupakan skala untuk mengatasi kelemahan skala
rupiah nominal. Dengan skala ini, rupiah nominal dinyatakan
kembali dalam bentuk rupiah daya beli atas indeks harga tertentu.
Karena unit pengukuran dinyatakan dalam rupiah daya beli yang
sama, penambahan hasil pengukuran akan memberi hasil yang
bermakna.
3. Dasar atau atribut pengukuran
a. Kos historis
Merupakan jumlah rupiah sepakatan atau harga pertukaran yang
telah tercatat dalam sistem pembukuan. Kos historis berbeda dengan
skala rupiah nominal. Kos historis berkaitan dengan masalah pilihan
jumlah rupiah mana yang akan dilekatkan pada element laporan
keuangan sedangkan skala nominal berkaitan dengan pilihan unit
pengukur yang akan digunakan (Soewardjono, 2008:475).
b. Biaya sekarang
Menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran atau kesepakatan yang
diperlukan sekarang oleh unit usaha untuk memperoleh aset yang
sama jenis dan kondisinya atau penggantinya yang setara
(ekuivalennya). Harga pertukaran harus ditentukan dari pasar barang
yang sekarang digunakan oleh kesatuan usaha (input market)
sehingga harga pertukaran akan menggambarkan dengan tepat nilai
aset yang bersangkutan.
4. Pengukuran laba dengan mempertahankan kapital.
Adanya tiga faktor penentu nilai kapital (jenis, skala, dan dasar
penilaian) yang saling berinteraksi menimbulkan berbagai macam
pendekatan atau basis penilaian kapital. Tiap pendekatan sebenarnya
merefleksi kombinasi antara ketiga faktor yang dipertimbangkan.
Pendekatan yang dimaksud di sini adalah cara atau prosedur untuk
mendapatkan jumlah rupiah kapital dan laba. Berbagai pendekatan
penilaian kapital dan implikasinya terhadap penentuan laba antara lain
adalah:
a. Kapitalisasi aliran kas harapan (capitalization of expected cash
flows).
Kapital disini merupakan kapital finansial yang berupa nilai
investasi yang tertanam di perusahaan dan menjadi klaim bagi
pemegang saham sehingga pengukuran labanya dilihat dari kaca
mata pemegang saham atau investor sebagai entitas. Dalam konsep
ini, ditentukan nilai kapitalisasian atau nilai sekarang semua aliran
kas masa datang dari investasi selama periode yang diharapkan
oleh investor. Laba dihitung dari selisih nilai kapitalisasian awal
dan akhir periode. Untuk mengetahui nilai kapitalisasian maka
harus diketahui terlebih dahulu aliran kas harapan tiap periode,
jangka investasi dan, faktor kapitalisasi yang didasarkan pada
tingkat kembalian harapan. Biasanya merupakan biaya kesempatan
investasi.
Contoh:
Aliran masuk kas masuk dari investor per periode:
Tahun 1.............................. Rp 6.000.000,00
Tahun 2.............................. Rp 9.000.000,00
Tahun 3.............................. Rp 12.000.000,00
Tahun 4.............................. Rp 18.000.000,00
Investor mengharapkan tingkat kembalian sebesar 20% atas
investasi yang dilakukannya. Maka nilai kapitalisasian awal tahun
1 adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Nilai Kapitalisasian Awal Tahun 1
Aliran Kas Masuk Tingkat Kembalian 20%
Nilai Kapitalisasian
(i) (ii) (iii) = (i) x (ii)Rp 6.000.000,00 0,8333 Rp 5.000.000,00Rp 9.000.000,00 0,6944 Rp 6.250.000,00Rp 12.000.000,00 0,5787 Rp 6.944.400,00Rp 18.000.000,00 0,4832 Rp 8.680.000,00
Nilai kapitalisasian awal tahun 1 Rp 26.875.000,00
Tabel 4. Nilai Kapitalisasian Akhir Tahun 1
Aliran Kas Masuk Tingkat Kembalian 20%
Nilai Kapitalisasian
(i) (ii) (iii) = (i) x (ii)Rp 9.000.000,00 0,8333 Rp 7.500.000,00Rp 12.000.000,00 0,6944 Rp 8.333.300,00Rp 18.000.000,00 0,5787 Rp 10.416.700,00
Nilai kapitalisasian awal tahun 1 Rp 26.250.000,00
Penghitungan laba :
Nilai kapitalisasi akhir tahun 1 Rp 26.250.000
Kas diterima pada akhir tahun 1 Rp 6.000.000 +
Nilai kapital akhir tahun 1 Rp 32.250.000
Nilai kapitalisasian awal tahun 1 Rp 26.875.000 –
Laba tahun 1 Rp 5.375.000
b. Penilaian pasar atas aset bersih perusahaan (market valuation of the
firm).
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital finansial.
Penilaian ini merupakan alternatif kapitalisasi aliran kas. Kapital
diukur atas dasar berapa jumlah rupiah yang investor bersedia
membayar untuk seluruh kekayaan perusahaan dikurangi seluruh
kewajiban. Penilaian ini dimaksudkan untuk menghilangkan
subjektifitas penyaji laporan. Penilaian diserahkan ke pihak lain
dengan harapan penilaian tersebut objektif. Walaupun demikian,
subjektifitas investor tetap berperan sehingga hasil penilaian dapat
berbias.
c. Setara kas sekarang (current cash equivalent).
Penilaian ini memandang capital sebagai capital fisis. Dasar
pengukuran adalah gunggungan (sum) semua jumlah rupiah setara
tunai pos asset dikurangi jumlah rupiah setara tunai semua utang.
Jumlah rupiah setara tunai ini didasarkan atas harga pasar
penjualan pos asset secara individual yang dimiliki/dikuasai
perusahaan. Untuk dapat mengukur laba, tentu saja perubahan asset
atau utang akibat transaksi pendanaan harus dikeluarkan.
d. Harga masukan historis (historical input prices).
Penilaian ini merupakan salah satu pendekatan penilaian dengan
nilai masukan. Penilaian atas dasar harga masukan dilandasi oleh
gagasan bahwa kapital dapat dikatakan telah dipertahankan apabila
asset pada akhir perioda (dinilai dengan harga masukan) sama
dengan asset pada awal perioda (juga dinilai dengan harga
masukan). Laba merupakan kenaikan asset (tentu saja setelah
pengaruh transaksi ekuitas dikeluarkan).
e. Harga masukan sekarang (current input prices).
Penilaian ini pada dasarnya sama dengan harga masukan historis
kecuali bahwa dalam pendekatan ini menilai komponen-komponen
kapital awal dan akhir dengan kos masukan sekarang atau kos
pengganti pada saat itu. Kos pengganti suatu asset adalah jumlah
rupiah yang harus dikorbankan seandainya suatu entitas tidak
menguasai/memiliki asset bersangkutan. Kapital dapat
dipertahankan apabila kos pengganti akhir perioda sama dengan
kos pengganti awal perioda. Hal ini dapat diinterpretasi bahwa
perusahaan mampu mempertahankan kemampuan produktif sedia
kala (awal perioda) sebelum kenaikan kapital dapat didistribusi
dalam bentuk dividen.
f. Pemertahanan daya beli konstan (maintenance of constant
purchasing power).
Pengukuran dengan unit daya beli konstan ini basisnya adalah
biaya historis. Kapital awal dan akhir dinyatakan dalam unit daya
beli konstan pada indeks dasar tertentu (dapat indeks awal tahun,
rata-rata, atau akhir tahun). Laba yang diukur berdasarkan selisih
capital awal dan akhir akan menggambarkan tambahan daya beli
kapital yang dimiliki / dikuasai perusahaan tanpa harus mengurangi
daya beli kapital yang mula-mula.
3. PENGUNGKAPAN DAN PENYAJIAN LABA
Setelah kriteria - kriteria pengakuan dan pengukuran pendapatan
ditetapkan, cara pelaporan atau penyajian laba harus ditentukan juga.
Penyajian laba perusahaan sangat diperlukan bagi pihak yang
berkepentingan untuk mengambil keputusan di masa yang akan datang.
Mengingat penyajian laba harus dapat dipahami oleh pihak yang
berkepentingan, maka harus disajikan sesuai dengan prinsip yang berlaku
secara umum. Namun sebelum kita membahas bagaimana pengungkapan
dan penyajian laba, maka harus dipahami terlebih dahulu apa konsep
pengungkapan dan penyajian.
Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari
pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir
dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat
penuh dalam statement keuangan. Evans (2003) dalam Soewardjono (2008)
mengartikan pengungkapan sebagai berikut:
“Disclosure means supplying information in the financial statements themselves, the notes to the statements, and the supplementary disclosure associated with the statements. It does not extend to public or private statements by made management or information provided outside the financial statement”.
Pengungkapan berarti menyampaikan informasi dalam laporan keuangan itu
sendiri, catatan atas laporan, dan pengungkapan tambahan yang terkait
dengan laporan. Hal ini tidak mencakup pernyataan publik atau swasta yang
dinyatakan oleh manajemen karena informasi tersebut dibuat di luar laporan
keuangan.
Masalah konseptual yang erat kaitannya dengan penyajian adalah
pemisahan pelaporan pos – pos transaksi operasi dan pos – pos transaksi
dengan pemilik atau transaksi modal (Soewardjono, 2008:509). Jadi,
berdasarkan dua definisi yang telah disebutkan sebelumnya bahwa
pengungkapan dan penyajian ini memiliki keterkaitan. Suatu perkiraan,
dalam hal ini adalah laba, harus diakui terlebih dahulu karena di dalam
pengakuan terdapat segala macam informasi yang nantinya informasi –
informasi tersebut akan disajikan dalam laporan keuangan.
Menurut IAI, 2009 PSAK No. 1 menyebutkan bahwa kelayakan
penyajian meliputi:
a. Penyajian yang Jujur
Penyajian yang jujur dapat dijelaskan sebagai berikut :“Penyajian yang
harus memberikan informasi yang menggambarkan dengan jujur
transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang
secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan”.
b. Penyajian yang Wajar
Penerapan karakteristik kualitatif pokok dan standar akuntansi
keuangan yang sesuai biasanya menghasilkan laporan keuangan yang
menggambarkan apa yang pada umumnya dipahami sebagai suatu
pandangan yang wajar dari, atau menyajikan dengan wajar, informasi
semacam itu.
c. Tepat Waktu Penyajian
Tepat waktu penyajian dapat dijelaskan sebagai berikut : “Jika terdapat
penundaan yang tidak semestinya dalam laporan, maka informasi yang
dihasilkan akan kehilangan relevansinya”.
Maka dari itu, agar informasi yang disajikan oleh perusahaan dapat
bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan dan dapat diandalkan, maka
informasi itu harus menggambarkan dengan jujur dan wajar semua transaksi
serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan. Laporan keuangan juga
harus disajikan tepat waktu
Penyajian dan klasifikasi pos – pos laporan keuangan antar periode
harus konsisten kecuali terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat
operasi entitas atau review atas laporan keuangan. Terlihat jelas bahwa
penyajian atau pengklasifikasian yang lain akan lebih tepat digunakan
dengan mempertimbangkan kriteria untuk penentuan dan penerapan
kebijakan akuntansi dalam PSAK 25 (PSAK No 1 paragraf 43: 2009).
Di samping itu, menurut PSAK No 60 paragraf 20 (2010) menyatakan
bahwa entitas mengungkapkan pos penghasilan, beban, keuntungan atau
kerugian pada laporan laba rugi komprehensif dan catatan atas laporan
keuangan. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa laba
merupakan selisih lebih antara pendapatan dan beban yang menyebabkan
kenaikan aktiva bersih perusahaan namun bukan berasal dari transaksi yang
dilakukan oleh pemilik (setoran tambahan modal). Jadi, konsep laba ini
senada dengan keuntungan yang dimaksud dalam PSAK No 60 Tahun 2010.
Dalam PSAK No 21, saldo laba dianggap bebas untuk dibagikan
sebagai deviden, kecuali jika diberikan indikasi mengenai pembatasan
terhadap saldo laba misalnya dicadangkan untuk perluasan produk atau
untuk memenuhi kebutuhan ketentuan undang – undang maupun ikatan
tertentu. Saldo laba yang tidak tersedia untuk dibagikan sebagai deviden
karena pembatasan – pembatasan tersebut, dilaporkan dalam akun tersendiri
yang menggambarkan tujuan pencadangan yang dimaksudkan. Saldo laba
tidak boleh dibebani atau dikredit dengan pos – pos yang seharusnya
diperhitungkan pada laporan laba rugi. Pengungkapan saldo laba harus
meliputi:
a. Pengungkapan penjatahan dan pemisahan saldo laba menjelaskan jenis
penjatahan dan pemisahan, tujuan penjatahan dan pemisahan saldo laba
serta jumlah perubahan akun – akun penjatahan atau pemisahan saldo
laba.
b. Peraturan, perikatan, batasan dan jumlah batasan di sekitar saldo laba
harus diungkapkan. Misalnya selama perjanjian kredit berlangsung,
perusahaan tidak diijinkan membagi saldo laba tanpa seijin kreditor.
c. Perubahan saldo laba karena penggabungan usaha dengan metode
penyatuan kepentingan (pooling of interest).
d. Koreksi masa lalu baik bruto maupun neto setelah pajak. Pengungkapan
harus dilakukan dengan penjelasan bentuk kesalahan laporan keuangan
terdahulu, dampak koreksi terhadap laba usaha, laba bersih dan, nilai
saham perlembar.
e. Pengungkapan jumlah deviden dan deviden per lembar saham,
pengungkapan keterbatasan saldo laba tersedia bagi deviden.
f. Tunggakan deviden, baik jumlah maupun tunggakan per lembar saham.
g. Pengungkapan deklarasi deviden setelah tangal neraca, sebelum tanggal
penerbitan laporan keuangan.
h. Pengungkapan deviden saham dan pecah – pecah, pengungkapan jumlah
yang dikapitalisasi dan saji ulang laba per saham (EPS) agar laporan
keuangan berdaya banding.
Dalam PSAK No 1 Tahun 2009, laporan laba rugi komprehensif
dalam satu periode sekurang – kurangnya meliputi:
a. Pendapatan
b. Biaya keuangan
c. Bagian laba rugi dari entitas asosiasi dan joint ventura yang dicatat
dengan menggunakan metode ekuitas.
d. Beban pajak
e. Satuan jumlah tunggal yang mencakup total dari:
- laba rugi setelah pajak dari operasi yang dihentikan
- keuntungan atau kerugian setelah pajak yang diakui dengan
pengukuran nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual atau dari
pelepasan aset atau kelompok yang dilepaskan dalam rangka operasi
yang dihentikan;
f. Laba rugi
g. Setiap komponen dari pendapatan komprehensif lain yang
diklasifikasikan sesuai dengan sifat (selain
jumlah dalam huruf (h)
h. Bagian pendapatan komprehensif lain dari entitas asosiasi dan joint
ventures yang dicatat dengan menggunakan metode ekuitas; dan
i. Total laba rugi komprehensif.
Harahap (2012) dalam bukunya yang berjudul “Teori Akuntansi”
mengungkapkan bahwa cara penyajian laporan keuangan untuk laporan laba
rugi dapat ditempuh dalam dua cara yaitu:
a. Single step form (bentuk langkah-tunggal)
Dalam meyajikan suatu laporan laba/rugi menggunakan single step
from, yaitu dengan menggabungkan semua penghasilan menjadi satu
kelompok dan semua biaya dalam satu kelompok, sehingga untuk
menghitung laba/rugi bersih hanya memerlukan satu langkah yaitu
mengurangkan total biaya terhadap total pengahasilan. Atau ada kata
lain semua pendapatan dan keuntungan dalam operasi perusahaan
ditempatkan pada bagian pertama diikuti dengan semua beban dan
kerugian dari hasil operasi perusahaan.
b. Multiple step form (bentuk langkah bertahap).
Sedangkan menggunakan multiple step form, penyajian angka
laba/rugi dilakukan dengan beberapa tahap. Mulai dari penjualan
bersih (selisih antara penjualan kotor dengan retur serta diskon
penjulan) dikurangi dengan harga pokok penjualan sama dengan laba
kotor, kemudian dikurangi dengan biaya operasi dinamakan laba
operasi. Dari laba operasi ditambahkan pendapatan/keuntungan lain,
kurangi beban/kerugian lain, kemudian akan diperoleh laba sebelum
pajak, kurangi pajak, baru dihasilkan laba/rugi bersih.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa laba tidak hanya
disajikan dalam laporan laba rugi saja namun juga disajikan dalam laporan
perubahan ekuitas. Dalam PSAK No 1 (2009), entitas menyajikan laporan
perubahan ekuitas menunjuk pada:
a. Total laba rugi komprehensif selama satu periode, yang menunjukkan
secara terpisah total jumlah yang dapat didistribusikan kepada pemilik
entitas induk dan kepada kepentingan non-pengendali.
b. Untuk tiap komponen ekuitas, pengaruh penerapan retrospektif atau
penyajian kembali secara retrospektif yang diakui sesuai dengan
PSAK 25.
c. Untuk tiap komponen ekuitas, rekonsiliasi antara jumlah tercatat pada
awal periode dan akhir periode, secara terpisah mengungkapkan
masing – masing perubahan yang timbul dari:
- Laba rugi
- Masing – masing pos pendapatan komprehensif lain dan,
- Transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik,
yang menunjukkan secara terpisah kontribusi dari pemilik dan
distribusi kepada pemilik dan perubahan hak kepemilikan pada
entitas anak yang tidak menyebabkan hilang pengendalian.
Dari berbagai penjelasan di atas, maka laba disajikan dalam dua
laporan yaitu laporan laba rugi dan laporan perubahan ekuitas. Pos – pos
operasi dalam arti luas atau non pemilik pada umumnya dilaporkan melalui
statement laba rugi sedangkan pos – pos yang sudah jelas termasuk transaksi
modal dilaporkan melalui statement laba ditahan atau perubahan ekuitas.
4.PERMASALAHAN MENGENAI LABA
Polemik tentang laba pernah terjadi pada tahun 1989. Menurut Kwik
Kian Gie, seorang pengusaha keturunan Cina, menganggap bahwa agio
saham merupakan laba. Anggapan tersebut pernah dimuat dalam harian
Tempo edisi 1989 pada rubrik ekonomi. Terdapat empat alasan yang
mendasari Kwik berpendapat bawa agio saham merupakan laba:
1. Perusahaan biasanya minta agio dengan alasan akan membagikan
keuntungan di kemudian hari, sama seperti konsep laba pada umumnya.
Padahal, alasan ini tidak mudah menopang pendapat agio sebagai laba.
Penulis berpendapat agio bukan diminta, agio muncul dari perbedaan
harga jual saham dengan harga nominal yang telah dibayar investor.
Alasan membagikan keuntungan dikemudian hari juga tidak dapat
menguatkan bahwa agio adalah laba. Pembagian keuntungan sebenarnya
bukan didasarkan pada agio atau pos lain diluar laba, baik laba ditahan
maupun laba tahun berjalan. “membagikan keuntungan” mempunyai arti
bahwa yang dibagi adalah untung (laba) bukan yang lain. Dan bagian
tersebut diberikan berupa kas, saham, atau aktiva jenis lainnya.
2. Prinsip akuntansi secara ketat menetapkan agio harus dicantumkan
secara terpisah karena agio bukan modal saham. Menurut Kwik, setiap
pos yang dicantumkan terpisah dari perkiraan modal secara otomatis
dianggap sebagai laba. Padahal, pemisahan tersebut ditujukan untuk
melaksanakan prinsip full disclosure. Agio saham merupakan unsur
modal setor (paid in capital) yang terdiri dari modal saham nominal
ditambah dengan agio saham tadi. Hal yang benar adalah standar
akuntansi yang ketat menganggap agio bukan laba.
3. Agio juga merupakan laba. Perusahaan boleh membagi deviden dari
agio saham. Dividen adalah bagian laba yang diterima oleh pemilik
perusahaan. Pembagian dividen ini didasarkan pada laba, baik laba
ditahan maupun laba tahun berjalan. Secara teoritis tanpa laba tidak akan
ada dividen. Namun yang sering terjadi di Indonesia, deviden sudah
terjamin walaupun penghitungan labanya belum final. Mungkin
didasarkan pada laporan interim karena dalam struktur modal suatu
entitas belum sepenuhnya diatur oleh pasar.
4. Agio boleh langsung dikantongi emiten. Agio bisa langsung dikantongi
oleh emiten adalah benar, namun jika karena dikantongi lalu dianggap
laba, ini alasan yang sangat absurd. Laba tidak sama dengan
“penerimaan kas”. Menurut akuntansi, laba berasal dari kelebihan antara
penghasilan dan biaya. Penghasilan adalah kenaikan aktiva atau
penurunan kewajiban akibat penjualan barang atau jasa perusahaan.
Sementara itu, biaya adalah penurunan aktiva atau kenaikan kewajiban
akibat aktivitas produksi. Laba rugi adalah penghasilan dikurangi biaya,
dimana definisi penghasilan dan biaya diatur oleh standar akuntansi.
Laba sangat erat kaitannya dengan perpajakan. Semakin besar laba
yang dihasilkan, maka semakin besar pula pajak yang harus dibayar oleh
entitas tertentu. Keadaan semacam ini lalu mendorong munculnya konsep
manajemen laba (earning management). Manajemen laba merupakan upaya
memanfaatkan perubahan ketentuan perundang – undangan perpajakan,
standar atau metode akuntansi untuk memperoleh penghematan atau
meminimalisasi beban pajak.
Salah satu masalah yang berkaitan dengan laba yaitu dalam proses
penyusunan laporan keuangan terutama yang berkaitan pengaruhnya laba
yang dilakukan manajemen adalah manajemen laba (earnings management)
yang diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan pada saat tertentu.
Manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan oleh manajemen dengan
cara memilih kebijakan akuntansi dari standar akuntansi yang ada dan
secara alamiah diharapkan dapat memaksimumkan kepentingannya dan atau
nilai pasar perusahaan Dengan kata lain, manajemen laba adalah tindakan
seorang manajer dalam menyajikan laporan yang menaikkan dan
menurunkan laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi
tanggungannya, tanpa diimbangi kenaikkan atau penurunan profitabilitas
ekonomis unit tersebut dalam jangka panjang.
Manajemen laba yang dilakukan oleh manajer tersebut timbul karena
adanya masalah keagenan yaitu konflik kepentingan antara pemilik /
pemegang saham (principal) dengan pengelola /manajemen (agent) akibat
tidak bertemunya utilitas maksimal di antara mereka karena manajemen
memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak daripada pemegang
saham sehingga terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen
melakukan praktik akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai
suatu kinerja tertentu. Konflik keagenan yang mengakibatkan adanya
tindakan oportunistik manajemen sehingga laba yang dilaporkan bersifat
semu, akan menyebabkan nilai perusahaan berkurang di masa yang akan
datang.
Dalam beberapa hal manajemen dapat menggunakan kebijakannya
untuk mengatur waktu pengakuan biaya atau pendapatan meskipun tidak
ada kecurangan, pemalsuan catatan, atau penghindaran sistem pengendalian
intern. Berbagai pola yang sering dilakukan manajemen dalam manajemen
laba adalah:
a. Taking a Bath.
Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada periode mendatang dan
kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang tidak
menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan.
Konsekuensinya, manajemen menghapuskan beberapa aktiva dan
membebankan perkiraan-perkiraan biaya ke periode mendatang
sehingga laba periode berikutnya akan lebih tinggi dari yang
seharusnya.
b. Income maximination.
Maksiminasi laba dimaksudkan untuk memperoleh bonus yang lebih
besar dan laba yang dilaporkan tetap di bawah cap serta untuk
menghindar dari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang.
c. Income minimization.
Cara ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi
dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan
yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva
tidak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, riset dan
pengembangan yang cepat, dan sebagainya. Manajer melakukan
penyesuaian laba ke bawah ketika perusahaan sedang dalam investigasi
pelanggaran anti trust.
d. Income smoothing.
Tujuan income smoothing adalah memperoleh bonus, tidak melanggar
perjanjian hutang, dan pelaporan eksternal dengan maksud sebagai
penyampaian informasi manajemen kepada pasar dalam meramalkan
pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan sehingga dapat
menurunkan cost of capital perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, Imam dan Anis Chariri. 2007. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegor0
Harahap, Sofyan Safri. 2011. Teori Akuntansi. Depok: PT Rajagrafindo Persada
PSAK No 1. 2009
PSAK No 21. 1994
PSAK No 25. 2009
PSAK No 60. 2010
Soewardjono. 2008. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE.