24

Click here to load reader

Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

MAKALAH TEORI PERENCANAAN

KONFLIK LAHAN TAMAN NASIONAL BATANG GADIS (TNBG) DI KAWASAN PUNCAK SORIKMARAPI MANDAILING NATAL SUMATERA

UTARAEdi (127003006)

Saifullah Hanif (127003019)Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Makalah ini memaparkan tentang penguasaan dan pengalihan hak tanah ulayat menjadi kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Puncak Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara dengan pendekatan tipe perencanaan Policy Analysis (Rational Comprehensive) dan Social Mobilization (Advocacy Planning dan Anti Planning) diatas karena dengan kondisi yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan hutan lindung dan TNBG di Puncak Sorik Marapi Mandailing Natal, baik dari sisi Masyarakat (korban), pemerintah (inisiator dan eksekutor), perusahaan asing (Geothermal) dan lembaga asing (Conservation International – CI). Disamping itu, eksistensi hutan lindung dan TNBG telah menimbulkan permasalahan sosial dengan adanya saling tidak percaya (mistrust) antara masyarakat di kawasan dengan pemerintah, ada indikasi manipulasi persetujuan pembentukan TNBG, adanya ketentuan hukum yang dilanggar serta telah menimbulkan bibit-bibit konflik di kawasan.

Kata kunci: geothermal, hutan lindung, konservasi, policy analysis (rational comprehensive), social mobilization (advocacy planning dan anti planning), register 4 batang gadis, tanah adat (ulayat), taman nasional batang gadis (TNBG)

1. Pendahuluan

Konflik pertanahan ini disebabkan oleh perubahan penetapan kawasan lindung

Bewijzen (BW) hutan lindung Register 4 Batang Gadis I, hutan Register 5 Batang Gadis II

komp I dan II menjadi Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) ditambah dengan tanah adat

(ulayat) dan bahkan ladang, sawah dan pemukiman masyarakat di Kecamatan Puncak

Sorikmarapi sebagai kawasan lindung (zona penyangga TNBG) dengan mengorbankan

masyarakat di kawasan ini. Masyarakat adat desa Hutanamale yang merupakan desa tertua

berdiri tahun 1430 M merupakan desa yang paling besar tanah adatnya yang diambil alih dan

dijadikan menjadi hutan lindung. Berdasarkan SK 44 Tahun 2005 sebagian besar wilayah

Kecamatan Puncak Sorikmarapi masuk dalam kawasan lindung, termasuk diantaranya ibu kota

kecamatan (Sibanggor Tonga) diantaranya desa Hutanamale, Hutabaringin, Hutatinggi, Handel,

Hutabaru, Sibanggor Tonga, Sibanggor Julu dan Hutajulu.

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

1

Page 2: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

Luas tanah ulayat/adat Desa Hutanamale Puncak Sorikmarapi yang diakui oleh

Pemerintah Hindia Belanda seluas 3.500 ha, yaitu: Banggua yang berbatasan dengan Desa

Hutatinggi, Angin Barat dan Pastap Julu, Palangka Gading berbatasan dengan Angin Barat dan

Haranapan sebelah barat berbatasan dengan Hutan Lindung atau hutan lindung Register 4

Batang Gadis I atau dibatasi oleh hulu aek roburan/mais dan sebelah selatan berbatasan dengan

Aek Botung. Pada awalnya dokumen pengakuan Tanah Ulayat oleh Pemerintah Hindia Belanda

dipegang oleh tokoh masyarakat dan juga dokumen tambahan penyerahan Banggua melalui

pembelian oleh masyarakat yang dilakukan pada tahun 1912 yang berbahasa Belanda.

Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) diresmikan di Panyabungan, Ibukota

Kabupaten Mandailing Natal pada tanggal 31 Desember 2003 yang ditandai dengan

penandatangan Naskah Pencanangan Budaya Kerja Keras di Kabupaten Mandailing Natal dan

Deklarasi TNBG. Naskah selanjutnya dibuat dalam sebuah prasasti yang dibubuhi tanda-tangan

dari perwakilan Pemerintah Daerah Kabupaten, DPRD, Unsur Muspika, Tokoh LSM, Tokoh

Pemuda, Lembaga Adat dan Pelajar yang menunjukkan kesepakatan masing-masing pihak

untuk membentuk Taman Nasional dan menyetujui deklarasi budaya kerja keras. Berdasarkan

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan

Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas ± 3.742.120 (tiga juta tujuh ratus empat

puluh dua ribu seratus dua puluh) hektar dimana 403.451,78 ha diantaranya berada di

Kabupaten Mandailing Natal atau 60,94 persen dari total wilayah ini.

Prakarsa ideal dan niat luhur tersebut, setelah berjalan hampir satu dekade, ternyata

menimbulkan berbagai masalah khususnya di Kawasan Puncak Sorik Marapi. Konsep ideal

untuk memberdayakan ekonomi lokal sebagai kompensasi atas penetapan kawasan sebagai

wilayah konservasi ternyata sama sekali belum berjalan. Pemberdayaan masyarakat lokal juga

menjadi pertanyaan besar karena nihilnya program yang dilakukan oleh pemerintah daerah

maupun lembaga swadaya masyarakat yang ada di kawasan.

Pemerintah dengan jargon perlindungan hutan dan konservasi alam sepertinya hanya

mengikuti trend sehubungan dengan penetapan program global seperti Millenium Development

Goals (MDGs). Pemerintah bisa saja mendapatkan keuntungan finansial maupun non finansial

dari regulasi tersebut seiring dengan tingginya intensitas lembaga-lembaga internasional

membantu dan menggelontorkan dana yang cukup besar untuk program konservasi. Namun,

masyarakat lokal secara ekonomi tetap tidak berdaya dan tidak diberdayakan, Alhasil masyarat

lokal tidak bisa melakukan ekspansi usaha pertanian di wilayah serta sangat minim peluangnya

untuk berinvestasi atau memperoleh modal usaha melalui kredit mikro ke lembaga keuangan

bank dan non bank. Potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan, demikian halnya dengan status

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

2

Page 3: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

kepemilikan lahan yang secara administratif tidak bisa ditingkatkan menjadi lahan sertifikat

kepemilikan.

1.1. Realitas Terkini

Secara ekonomi masyarakat setempat banyak dirugikan paska penetapan wilayah

tersebut sebagai kawasan hutan konservasi karena minimnya akses masyarakat untuk

melakukan kegiatan-kegiatan ekstraktif (pengumpulan hasil hutan) serta lemahnya posisi

masyarakat terhadap kepemilikan lahan. Minimnya akses masyarakat lokal memasuki wilayah

hutan mengakibatkan nihilnya pilihan okupasi jika terjadi perubahan musim yang ekstrim.

Sebelum regulasi TNBG ini, perubahan musim yang ekstrim, masyarakat lokal mencari hasil

hutan seperti rotan, damar, jamur hutan atau bahkan mengumpulkan kulit kayu tertentu yang

dapat dijual di pasar desa. Kegiatan ekstraktif tersebut tidak dapat dibenarkan di wilayah hutan

konservasi. Namun, harus disadari bersama bahwa, hutan tidak akan rusak dengan kegiatan

temporer seperti itu, serta masyarakat lokal hanya melakukannya untuk kebutuhan ekonomi

keluarga dan jauh dari niat untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya seperti perusak

hutan (illegal logging).

Belum genap satu dekade pembentukan TNBG, telah muncul aktifitas perusahaan

multinasional yakni perusahaan geothermal di kawasan ini dengan wilayah spatial yang sama

(tumpang tindih). Perusahaan ini akan memulai aktifitasnya dengan memanfaatkan potensi

panas bumi yang ada di kawasan untuk pengadaan listrik yang dapat menutupi kebutuhan listrik

di Mandailing Natal. Minimnya informasi, minimnya pengetahuan serta rendahnya pengalaman

warga tentang kegiatan perusahaan sejauh ini telah menimbulkan gejolak sosial di kawasan.

Gejolak sosial tersebut diantaranya menyebabkan timbulnya phobia masyarakat tentang dampak

langsung dan tidak langsung yang ditimbulkan oleh kegiatan perusahaan jika benar-benar telah

beroperasi. Sejauh ini sudah ada sosialisasi resmi dari perusahaan dan instansi terkait tentang

rencana pengembangan potensi panas bumi dimaksud. Namun sosialisasi yang dilakukan oleh

perusahaan tersebut dinilai belum dilakukan secara maksimal dan masyarakat merasa bahwa

sosialisasi dimaksud belum dapat memberikan jawaban atas pertanyaan dan kekhawatiran

warga tentang aktifitas perusaaan tersebut nantinya.

Pembentukan TNBG dan perusahaan geothermal adalah hal yang lain. Namun, dua isu

yang berbeda terjadi dalam satu kawasan spatial yang sama, Puncak Sorik Marapi. Undang-

Undang tentang Panas Bumi dan Undang-Undang Kehutanan secara tegas menyatakan bahwa

kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung tidak diperbolehkan. Realitas ini menjadi

pertanyaan besar bagi banyak pihak khususnya masyarakat perantau yang berasal dari kawasan.

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

3

Page 4: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

Ambiguitas terhadap kebijakan pemerintah tersebut sesuatu yang sulit diterima dengan akal

sehat dan nurani yang tulus.

1.2. Potensi Konflik

Konflik agraria struktural merupakan konflik antara kelompok masyarakat sipil

melawan kaum kapitalis (pemodal) dan/atau instrument negara. Pihak-pihak yang berkonflik

bukan antara rakyat dan rakyat, tetapi rakyat melawan pengusaha atau rakyat melawan

pemerintah, termasuk TNI dan badan usaha milik Negara (BUMN). Ciri lain dari konflik agraria

struktural adalah penggunaan cara-cara penindasan dan penaklukan kepada rakyat. Penindasan

ini bersifat fisik, seperti intimidasi, teror, kekerasan fisik, pembuldoseran tanah dan tanaman,

penangkapan, isolasi, dan sebagainya. Sedang pola penaklukannya bersifat ideologis, seperti

dilegitimasi bukti- bukti hak rakyat, penetapan ganti rugi sepihak, manipulasi tanda-tangan

rakyat, dicap anti-pembangunan, dan sebagainya. Akar dari berbagai persoalan dan konflik di

dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah ketidakadilan dalam alokasi sumberdaya alam itu

sendiri. Di sisi lain pengelolaan yang sentralistik telah mematikan potensi Pemerintah Daerah

termasuk peluangnya untuk mengembangkan daerah sesuai kebutuhan dan keinginan sendiri,

dan tidak adanya hak dasar masyarakat untuk mengelola sumberdaya yang terdapat di sekitar

mereka.

Pada awalnya penetapan kawasan lindung dan TNBG mendapat sambutan yang hangat

dari sebagian masyarakat yang diuntungkan secara materi, meskipun sebenarnya mereka tidak

tahu bahwa kawasan lindung/konservasi yang akan ditetapkan adalah hutan lindung yang

ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan batas DAS Batang Gadis ditambah dengan

tanah adat/ulayat plus kebun, sawah dan pemukiman, inilah akar permasalahan yang tidak bisa

dituntaskan oleh masyarakat dan pemerintah daerah. Penetapan ini sebenarnya tidak menjadi

masalah serius bagi masyarakat seandainya hak-hak dasar sebagai penghuni wilayah ini sejak

tahun 1430 dipenuhi dengan mengakui adanya hak atas tanah adat/ulayat.

Masyarakat Puncak Sorik Marapi pada dasarnya menyepakati adanya konsensus

bersama tentang perlindungan hutan di kawasan, demikian juga masyarakat lokal setuju bahwa

listrik merupakan kebutuhan yang mendesak untuk segera dipenuhi di wilayah ini. Namun,

masyarakat tetap pada prinsip bahwa kebijakan tersebut tidak boleh mengesampingkan hak-hak

perdata warga dan juga hak warga di kawasan untuk menentukan arah dan masa depannya.

Bedasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil judul makalah “Konflik Lahan Taman

Nasional Batang Gadis (TNBG) di Puncak Sorikmarapi Kabupaten Mandailing Natal Sumatera

Utara”.

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

4

Page 5: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

1.3. Tujuan

Sebagai tugas mata kuliah teori perencanaan dan untuk memahami bagaimana

pendekatan berbagai teori perencanaan dan berbagai era pemerintahan dalam

memandang konflik agraria di Indonesia umumnya dan khususnya Puncak Sorikmarapi.

Menginventaris masalah, tantangan dan peluang masyarakat lokal pasca pembentukan

TNBG di Kawasan Puncak Sorik Marapi.

2. Pembahasan dalam makalah ini dilakukan dengan pendekatan tipe perencanaan

Policy Analysis (Rational Comprehensive, Rational Incremental Planning, Fuzzy and

Complexity Planning) dan Social Mobilization (Advocacy Planning dan Anti Planning).

Ketidakpuasan terhadap pendekatan positivisme dan rasional melahirkan pendekatan-

pendekatan baru yang lebih komprehensif. John Friedman (1987) sebagai salah satu ahli

perencanaan memberikan definisi yang lebih luas mengenai planning sebagai upaya

menjembatani pengetahuan ilmiah dan teknik (scientific and technical knowledge) kepada

tindakan-tindakan dalam domain publik, menyangkut proses pengarahan sosial dan proses

transformasi sosial. Dikaitkan dengan kelembagaan, sistem perencanaan diklasifikasikan

sebagai berikut :

a. Perencanaan sebagai Policy Analysis (Rational Comprehensive, Rational Incremental

Planning, Fuzzy and Complexity Planning). Dalam system perencanaan ini, pemerintah

bersama stakeholders memutuskan persoalan dan menyusun alternatif kebijakan. Sifat

perencanaan ini decentralized, with people, scientific, dan dengan politik terbuka.

b. Perencanaan sebagai social learning. Dalam system perencanaan ini Pemerintah bertindak

sebagai fasilitator. Sifat perencanaan learning by doing, decentralized, by people, bottom-

up, dan dengan politik terbuka.

c. Perencanaan sebagai social reform. Dalam sistem perencanaan ini, peran pemerintah sangat

dominan, sifat perencanaan : centralized, for people, top-down, berjenjang dan dengan

politik terbatas.

d. Perencanaan sebagai Social Mobilization (Advocacy Planning dan Anti Planning).

Perencanaan ini merupakan kristalisasi politik yang didasarkan pada ideology

“kolektivisme komunitarian”.

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

5

Page 6: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

2.1. Perencanaan sebagai Policy Analysis (Rational Comprehensive, Rational Incremental

Planning, Fuzzy and Complexity Planning).

Dalam sistem perencanaan ini, pemerintah bersama stakeholders memutuskan persoalan

dan menyusun alternatif kebijakan. Sifat perencanaan ini decentralized, with people, scientific,

dan dengan politik terbuka. Perencanaan sebagai analisis kebijakan: a). Berdasarkan logika

berpikir ilmu manajemen, administrasi publik, ekonomi neoklasik dan teknologi informasi. b).

Tujuannya adalah untuk membantu pengambil keputusan untuk memahami konsekuensi dari

alternatif-alternatif keputusannya. c). Perencana sebagai analis/teknokrat. d). Masyarakat

sebagai obyek dari rekayasa pemerintahan.

Konsep model rasional mewakili pendekatan berdasarkan pada proses, tanpa

memperhatikan konflik politik atau karakter spesifik daerah. Sebagaimana yang dikatakan

Beauregard (1987, hal. 367), "dalam perkembangannya, model rasional tidak memiliki subjek

atau objek. Hal ini mengabaikan sifat pembawa perubahan yang melakukan perencanaan dan

tidak peduli terhadap obyek misalnya: perubahan lingkungan”.

Perencanaan lebih rasional dan ilmiah, penekanannya adalah pada analisis dan

perbandingan dari semua solusi alternatif menggunakan aplikasi ilmu sosial. Sambil memegang

satu asumsi, model rasional komprehensif meminta rasionalitas melalui pendekatan yang

komprehensif. Termasuk urutan sistematis perspektif jangka panjang, serta dari segi hirarkis

geografis, dan banyak istilah spasial lainnya. Analisis sistematis, kriteria evaluasi yang jelas,

yang berurusan dengan masalah-masalah yang kompleks, banyak tujuan, semua alternatif yang

memungkinkan dan memilih alternatif terbaik untuk tindakan masa depan menjadi bagian dari

model yang berorientasi pada proses perencanaan secara keseluruhan.

2.2. Perencanaan sebagai Social Mobilization (Advocacy Planning dan Anti Planning).

Perencanaan sebagai Social Mobilization (Advocacy Planning dan Anti Planning).

Perencanaan ini merupakan kristalisasi politik yang didasarkan pada ideology “kolektivisme

komunitarian”. a). Merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan, b). Penekanan

kepada emansipasi kemanusiaan terhadap penindasan sosial, c). Tipe perencanaan ini akan

selalu berhadapan dengan segala kekuatan penindas, baik yang terstruktur (birokrat) maupun

yang kecil (preman), d). Prinsip tipe ini adalah kebebasan merupakan hak individu yang dibatasi

oleh kebebasan individu lainnya, e). Perencanaan ini disebut juga sebagai perencanaan yang

radikal, f). Peran perencana sebagai fasilitator atau penasehat masyarakat dan tidak membuat

jarak dengan masyarakat.

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

6

Page 7: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

Pendekatan baru terdiri dari perencanaan tambahan, perencanaan advokasi, perencanaan

ekuitas, perencanaan partisipatif, perencanaan lingkungan, perencanaan sosial, perencanaan

yang fleksibel, perencanaan pembaruan perkotaan, perencanaan masyarakat, perencanaan

lingkungan, perencanaan strategis, dan lainnya. Perencanaan Ekuitas dan advokasi adalah jenis

perencanaan yang mempertimbangkan kepentingan masyarakat umum (Fainstein dan Fainstein,

1996). Perencanaan advokasi, seperti yang diprakarsai oleh Davidoff, merupakan upaya untuk

menggabungkan suara atau nilai-nilai yang tidak terwakili. Melalui perencanaan advokasi,

perencana dapat mendukung kepentingan mereka yang diluar jangkauan dan tidak berdaya

untuk mewakili kepentingan mereka sendiri. Dengan demikian, perencanaan advokasi

merupakan representasi dari kelompok sosial tertentu oleh perencana advokasi, dengan

menggunakan teknik yang diterapkan secara hukum. Mirip dengan perencanaan advokasi,

perencanaan ekuitas menawarkan ekuitas dan distribusi sumberdaya dan kekuasaan.

Menggunakan pendekatan redistribusi, perencana ekuitas "meminta partisipasi masyarakat atau

kelompok dalam menentukan tujuan substantif dan secara eksplisit menerima perencanaan

sebagai politik ketimbang suatu usaha secara ilmiah." (Fainstein dan Fainstein, 1996).

2.3. Alasan Memilih Tipe Perecanaan Diatas

a. Pendekatan dengan kedua tipe perencanaan analisis kebijakan (Rasional Komprehensif)

dan mobilisasi sosial (Advokasi) relevan dengan kondisi yang dihadapi oleh masyarakat

di kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), baik dari sisi

masyarakat (korban), pemerintah (inisiator dan eksekutor), perusahaan asing

(Geothermal) dan lembaga asing (Conservation International – CI).

b. Pendekan perencanaan ini diambil karena eksistensi Taman Nasional Batang Gadis

(TNBG) telah menimbulkan permasalahan sosial seperti adanya saling tidak percaya

antara warga dengan pemerintah, adanya indikasi manipulasi persetujuan pembentukan

TNBG, adanya ketentuan hukum yang dilanggar serta telah menimbulkan bibit-bibit

konflik di kawasan. Atau dengan kata lain, terjadi penindasan ideologis dimana hak satu

individu dibatasi oleh individu lainnya dan bersifat radikal sebagaimana dalam teori

perencanaan mobilisasi sosial

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

7

Page 8: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

3. Penjelasan tentang masing-masing Sistem A, B dan C secara umum

No Jika anda berperan Sistem A (Soeharto) Sistem B (SBY) Sistem C (TDI - Bung Hatta)

1 Sebagai Perencana Pemerintah

Perencanaan telah ditetapkan yaitu Dewan Perencanaan Nasional (DEPEMAS). Lembaga ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Semesta Berencana (Comprehensive National Development Plan) untuk jangka waktu 1961-1969. Melalui Penetapan Presiden No 12 tahun 1963 (Penpres 12/1963), Depernas dirubah menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Perencanaan pembangunan ditetapkan melalu Musrembang Desa/Kelurahan, dibawa ke tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat (Musrembangnas) selanjutnya disampaikan kepada DPR untuk dibahas dan disahkan. Hingga menghasilkan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Masih memungkinkan terjadi lobi-lobi terhadap legislative dan eksekutif.

Perencanaan pembangunan ditetapkan mulai dari tingkat desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa/Kelurahan, dibawa ke tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat selanjutnya disampaikan kepada DPR untuk dibahas dan disahkan.

2 Sebagai Developer/Swasta

Swasta tertentu ditunjuk langsung untuk menangani pembangunan/proyek tertentu tanpa melalui proses tender/pengadaan terbuka sehingga terjadi kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Hanya ada 3 partai dan, partai berkuasa menentukan arah pembangunan.

Swasta ditunjuk untuk menangani suatu pembangunan/proyek tertentu melalui proses tender/pengadaan barang dan jasa terbuka Sesuai Perpres 54 Tahun 2010 dan PP 70 Tahun 2012 untuk mengurangi terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), namum demikian peranan partai koalisi, pejabat Negara (lingkungan istana) dan DPR sangat besar. Meskipun dalam prakteknya sering terjadi pengaturan pemenang tender oleh panitia pengadaan akibat adanya intervensi oknum pejabat, oknum partai atau kelompok kepentingan tertentu, misalnya kasus Century dan Hambalang

Kelompok developer/swasta masih dimungkinkan untuk melakukan lobi-lobi, tetapi kesempatan untuk pengaturan tender proyek semakin kecil karena apabila ada penyimpangan masyarakat/rakyat bisa bertanya kepada wakilnya di legislative dan juga menegur eksekutif apabila terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang dalam penentuan pelaksanaan proyek

3 Sebagai Konsultan Perencana

Sama halnya dengan developer, konsultan

Konsultan perencana proyek melalui proses

Konsultan perencana proyek melalui proses

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

8

Page 9: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

perencana sudah ditetapkan oleh tim yang dibentuk pemerintah. Lingkungan Cendana mengendalikan perencana secara langsung dan tidak langsung.

tender/pengadaan barang dan jasa terbuka Sesuai Perpres 54 Tahun 2010 dan PP 70 Tahun 2012 untuk mengurangi terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Meskipun demikian peluang terjadinya KKN masih terbuka lebar. Secara semu terbentuk konsultan semu, baik di lingkungan istana maupun di Kementerian (Staf Khusus).

tender/pengadaan barang dan jasa terbuka. Konsultan perencana memperhatikan aspek teknis (kesesuaian lahan dan tempat), aspek lingkungan, aspek social dan ekonomi masyarakat

4 Sebagai Warga Masyarakat Sekitar (yang terkena dampak)

Masyarakat (korban) tidak berdaya dan tidak mempunyai saluran untuk menyampaikan aspirasinya dan anggota masyarakat yang melawan/tidak setuju seringkali mendapat intimidasi dan hanya pasrah mengikuti kebijakan pemerintah.

- Warga masyarakat berpartisipasi dalam musyawarah desa dalam menentukan pembangunan, tetapi tidak mempunyai hak untuk mengeksekusi karena hak eksekusi terkait anggaran ada di Pemda (APBD) dan Pemerintah Pusat (APBN).

- Partisipasi masyarakat ikut serta dalam proyek pembangunan fisik dalam skala kecil, misalnya PNPM Mandiri

- Warga masyarakat berpartisipasi dalam musyawarah desa dalam menentukan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai dengan pemeliharaan

- Partisipasi masyarakat ikut serta dalam proyek pembangunan fisik dalam skala kecil, misalnya PNPM Mandiri

4. Jika berperan sebagai pemerintah, bagaimana tipe perencanaan dan kasus tersebut

berjalan…………

a. Di dalam Sistem A (Soeharto) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di

Mandailing Natal tidak perlu melibatkan pemilik tanah, hanya memanggil pemerintah

daerah (kabupaten dan provinsi). Pemerintah pusat (Centralization) cukup

menyampaikan program dan rencana kepada pemda provinsi dan kabupaten untuk

menyediakan lahan/hutan untuk dijadikan taman nasional atau hutan lindung.

Pemerintah bersama stakeholders memutuskan persoalan dan menyusun alternatif

kebijakan sendiri tanpa melibatkan masyarakat sebagai korban. Tipe perencanaan pada

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

9

Page 10: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

era ini adalah Policy Analysis (Rasional Komprehensif) dimana pemerintah pusat

menetapkan hutan adat, ladang dan sawah masyarakat di kawasan Puncak Sorikmarapi

menjadi kawasan konservasi dan hutan lindung/Taman Nasional Batang Gadis (TNBG)

secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat.

b. Didalam Sistem B (SBY) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di

Mandailing Natal tidak perlu melibatkan pemilik tanah, pemerintah daerah

(kabupaten/provinsi) mengatasnamakan masyarakat bahwa masyarakat yang meminta

ditetapkan hutan adat mereka jadi kawasan konservasi (lindung), padahal

penetapan/permintaan tersebut hanya diketahui oleh segelintir orang yang mempunyai

kepentingan ekonomi sesaat. Disamping itu, penetapan kawasan lindung tidak

melibatkan masyarakat sama sekali, bahkan mereka tidak tahu bahwa hutan adat,

ladang dan sawah produktif mereka dijadikan kawasan hutan lindung dan Taman

Nasional Batang Gadis (TNBG). Sifat perencanaan pada era ini adalah Social

Mobilization (Advocacy Planning): decentralized, with people, scientific, dan dengan

politik terbuka. Perencanaan didasarkan pada logika berpikir ilmu manajemen,

administrasi publik, ekonomi neoklasik dan teknologi informasi, pengambilan

keputusan berdasarkan konsekuensi dari alternatif-alternatif resiko yang dihadapi, dan

masyarakat sebagai obyek dari rekayasa pemerintahan.

c. Di dalam Sistem C (TDI - Bung Hatta) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis

(TNBG) di Mandailing Natal melibatkan pemilik tanah, pemerintah daerah

(kabupaten/provinsi) meminta pendapat masyarakat/rakyat bagaimana tanah adat agar

ditetapkan menjadi kawasan konservasi (lindung) untuk menjaga kelestarian alam dan

lingkungan. Penetapan kawasan lindung dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi

masyarakat, apakah penetapan tersebut tidak menyebabkan timbul masalah sosial baru,

misalnya hilangnya mata pencaharian masyarakat yang mempunyai pendidikan rendah.

Sifat perencanaan pada era ini adalah Social Mobilization (Advocacy Planning),

perencanaan dalam kasus ini merupakan kristalisasi politik berdasarkan pada ideologi

“kolektivisme komunitarian”. a). Partisipasi masyarakat dalam perencanaan TNBG,

perencanaan advokasi, perencanaan ekuitas, perencanaan partisipatif, dan perencanaan

lingkungan.

5. Jika berperan sebagai Developer ataupun Swasta, bagaiamana tipe perencanaan dan

kasus tersebut berjalan…….

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

10

Page 11: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

a. Di dalam Sistem A (Soeharto) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di

Mandailing Natal, pihak pemerintah dan pihak swasta/LSM asing (Conservation

International) melakukan kerjasama dalam pengelolaan kawasan hutan lindung

(TNBG) untuk menjaga kelestarian alam, dalam kerjasama ini pemerintah Indonesia

menjadapatkan keuntungan/konpensasi dalam bentuk pengurangan/keringanan hutang

luar negeri atau yang dikenal dengan “DEBT SWAP”. Pihak swasta/LSM asing

(Konsorsium Conservation International) mendapatkan kesempatan dalam mengelola

TNBG melalui mitra lokal. Pemerintah bersama stakeholders memutuskan persoalan

dan menyusun alternatif kebijakan sendiri tanpa melibatkan masyarakat sebagai korban.

Tipe perencanaan pada era ini adalah Policy Analysis (Rasional Komprehensif), yaitu

pemerintah bersama dengan swasta/LSM asing (Conservation International) tanpa

memperhatikan kerugian yang dialami oleh masyarakat secara langsung, keluhan

masyarakat juga tidak ditanggapi karena dianggap masyarakat pinjam pakai dan mereka

juga tidak mau menerima alasan historis.

b. Didalam Sistem B (SBY) : Hampir sama dengan Sistem A (Soeharto), yaitu pihak

swasta/LSM asing (Conservation International) melakukan kerjasama dalam

pengelolaan kawasan hutan lindung (TNBG) untuk menjaga kelestarian alam, dalam

kerjasama ini pemerintah Indonesia menjadapatkan keuntungan/konpensasi dalam

bentuk pengurangan/keringanan hutang luar negeri atau yang dikenal dengan “DEBT

SWAP”. Pihak swasta/LSM asing (Konsorsium Conservation International)

mendapatkan kesempatan dalam mengelola TNBG melalui mitra lokal. Pemerintah

bersama stakeholders memutuskan persoalan dan menyusun alternatif kebijakan sendiri

dengan melibatkan sebagian anggota masyarakat yang mendapatkan keuntungan

financial, tetapi tidak memperhatikan masyarakat yang dirugikan langsung. Tipe

perencanaan pada era ini adalah Social Mobilization (Advocacy Planning), yaitu

pemerintah bersama dengan swasta/LSM asing (Conservation International) merupakan

tim advokasi bagi mitra local dalam pengelolaan TNBG, tidak memperhatikan kerugian

yang dialami oleh masyarakat secara langsung meskipun dalam janjinya akan

memberdayakan masyakarat sekitar, disamping itu keluhan masyarakat juga tidak

ditanggapi karena dianggap masyarakat pinjam pakai atas tanah tersebut dan pihak

swasta/LSM asing (Konsorsium Conservation International) juga tidak mau menerima

alasan historis.

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

11

Page 12: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

c. Di dalam Sistem C (TDI - Bung Hatta) : Pihak swasta/LSM asing (Conservation

International) melakukan kerjasama dalam pengelolaan kawasan hutan lindung

(TNBG) untuk menjaga kelestarian alam, melibatkan partisipasi masyarakat, melakukan

advokasi terhadap masyarakat agar memberikan dukungan bagi kelestarian alam,

memberdayakan masyarakat yang terpinggirkan dan miskin (not have) dalam rangka

meningkatkan pendapatan melalui kemitraan dalam mengembangkan usaha tani,

perkebunan berwawasan lingkungan dan partisipatif. Masyarakat tidak dianggap

sebagai korban kebijakan pemerintah tetapi dianggap sebagai mitra strategis dalam

pengelolaan hutan dan lingkungan. Tipe perencanaan pada era ini adalah Social

Mobilization (Advocacy Planning), yaitu pemerintah bersama dengan swasta/LSM

asing (Conservation International) merupakan tim advokasi bagi mitra lokal dalam

pengelolaan TNBG. Perencanaan pengelolaan kawasan TNBG melibatkan masyarakat,

memperhatikan historis kawasan pemukiman, mengakui tanah adat/ulayat dan

mengakui hak adat masyarakat sekitar.

6. Jika berperan sebagai konsultan teknokrat, bagaiamana tipe perencanaan dan kasus

tersebut berjalan:

a. Di dalam Sistem A (Soeharto) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di

Mandailing Natal, Teknokrat/perencana merencanakan TNBG sesuai dengan garis besar

kesepakatan yang dicapai antara pemerintah dengan swasta/LSM asing (Conservation

International). Masyarakat tidak dilibatkan langsung dalam proses perencanaan

kegiatan dan penetapan kawasan TNBG. Tipe perencanaan pada era ini adalah Policy

Analysis (Rasional Komprehensif), yaitu pemerintah bersama dengan swasta/LSM

asing (Conservation International) tanpa memperhatikan kerugian yang dialami oleh

masyarakat secara langsung, keluhan masyarakat juga tidak ditanggapi karena dianggap

masyarakat pinjam pakai dan mereka juga tidak mau menerima alasan historis.

b. Didalam Sistem B (SBY) : Teknokrat/Perencana melakukan perencanaan dalam dalam

pembentukan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) dengan memperhitungkan

dampak social ekonomi dan budaya masyarakat sekitar, masyarakat tertentu diajak

berdiskusi dan dilakukan sosialisasi secara sepihak. Masyarakat yang menolak dianggap

anti pembangunan dan pada saat sosialisasi berikutnya tidak dilibatkan lagi. Tipe

perencanaan pada era ini adalah Social Mobilization (Advocacy Planning), dimana

perencanaan telah tersebar di masyarakat dan pemerintah.

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

12

Page 13: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

c. Di dalam Sistem C (TDI - Bung Hatta) : Teknokrat/Perencana melakukan

perencanaan dalam dalam pembentukan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) dengan

memperhitungkan dampak social ekonomi dan budaya masyarakat sekitar, masyarakat

tertentu diajak berdiskusi dan dilakukan sosialisasi atau melalui kajian lingkungan

hidup strategis (KLHS). Partisipasi masyarakat akan dilibatkan sejak perencanaan

pembentukan TNBG, sosialisasi dilakukan dengan memperhatikan aspirasi dan

pendapat masyarakat, luas kawasan ditetapkan sesuai dengan kesepakatan dengan

masyarakat dan tanah ulayat diakui, tidak ada pemaksaan kepada masyarakat dan secara

jelas ditetapkan hak-hak dan kewajiban masyarakat dalam kawasan TNBG.

7. Jika berperan sebagai warga yang terkena dampak, bagaiamana tipe perencanaan

dan kasus tersebut berjalan

a. Di dalam Sistem A (Soeharto) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di

Mandailing Natal, masyarakat tidak dilibatkan langsung dalam proses perencanaan,

penetapan TNBG, dalam kondisi ini hak masyarakat diabaikan. Secara ekonomi

masyarakat setempat banyak dirugikan paska penetapan wilayah tersebut sebagai

kawasan hutan konservasi.. Tipe perencanaan pada era ini adalah Policy Analysis

(Rasional Komprehensif) dimana Masyarakat (korban) tidak berdaya dan tidak

mempunyai saluran untuk menyampaikan aspirasinya terkait keberadaan hutan lindung

dan TNBG, masyarakat tertindas dan tidak memiliki posisi tawar.

b. Didalam Sistem B (SBY) : Minimnya akses masyarakat lokal memasuki wilayah hutan

mengakibatkan nihilnya pilihan okupasi jika terjadi perubahan musim yang ekstrim.

Sebelum regulasi TNBG ini, perubahan musim yang ekstrim, masyarakat lokal mencari

hasil hutan seperti rotan, damar, jamur hutan atau bahkan mengumpulkan kulit kayu

tertentu yang dapat dijual di pasar desa. Tipe perencanaan pada era ini adalah Social

Mobilization (Advocacy dan Anti Planning) dimana masyarakat mengajukan

keberatan atas penetapan hutan lindung karena adanya perubahan atas hutan lindung

yang ditetapkan pemerintah Hindia Belanda ditambah dengan tanah adat/ulayat plus

kebun, sawah dan pemukiman masyarakat kepada DPRD, pemda/bupati, bahkan kepada

tokoh masyarakat Mandailing di Jakarta, tetapi sampai saat ini belum mendapat

tanggapan yang memuaskan dan bahkan cenderung diabaikan.

c. Di dalam Sistem C (TDI - Bung Hatta) : Partisipasi masyarakat akan dilibatkan sejak

perencanaan pembentukan TNBG, sosialisasi dilakukan dengan memperhatikan aspirasi

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

13

Page 14: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

dan pendapat masyarakat, luas kawasan ditetapkan sesuai dengan kesepakatan dengan

masyarakat dan tanah ulayat diakui, tidak ada pemaksaan kepada masyarakat dan secara

jelas ditetapkan hak-hak dan kewajiban masyarakat dalam kawasan TNBG, karena

adanya kesepakatan dan melibatkan masyarakat secara ekonomi masyarakat setempat

tidak dirugikan karena akses masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekstraktif

(pengumpulan hasil hutan) diatur sedemikian rupa dengan persetujuan masyarakat

(kearifan local) serta posisi masyarakat terhadap kepemilikan lahan terjamin. Tipe

perencanaan pada era ini adalah Social Mobilization (Advocacy, dimana masyarakat

keberatan atas hutan lindung dan TNBG dapat melakukan class action melalui saluran

yang jelas, yaitu memperjuangkan aspirasi melalui perwakilan masyarakat di tingkat

Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional serta Bupati/Walikota,

Gubernur dan Presiden merupakan pilihan langsung rakyat.

8. Kesimpulan

1. Prakarsa dan niat luhur pembentukan hutan lindung dan Taman Nasional Batang Gadis

(TNBG) setelah berjalan hampir satu dekade, ternyata menimbulkan berbagai masalah

khususnya di Kawasan Puncak Sorik Marapi. Konsep ideal untuk memberdayakan

ekonomi lokal sebagai kompensasi atas penetapan kawasan sebagai wilayah konservasi

sama sekali belum berjalan.

2. Pendekatan dengan tipe perencanaan Policy Analysis (Rational Comprehensive) dan

Social Mobilization (Advocacy Planning and Anti Planning) relevan dengan kondisi

yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Batang

Gadis (TNBG), baik dari sisi masyarakat (korban), pemerintah (inisiator dan eksekutor),

perusahaan asing (Geothermal) dan lembaga asing (Conservation International – CI).

Disamping itu, eksistensi hutan lindung dan TNBG telah menimbulkan permasalahan

sosial dengan adanya saling tidak percaya (mistrust) antara masyarakat di kawasan

dengan pemerintah, ada indikasi manipulasi persetujuan pembentukan TNBG, adanya

ketentuan hukum yang dilanggar serta telah menimbulkan bibit-bibit konflik di

kawasan.

3. Penerapan teori perencanaan dalam berbagai peran (pemerintah, swasta, konsultan

teknokrat, dan warga) dalam kasus konflik lahan taman nasional batang gadis (TNBG)

pada berbagai era (Suharto, SBY dan Masa Depan (Teori Bung Hatta) dapat dilakukan.

Disini terlihat bahwa teori policy analysis (rasional komprehensif) cocok diterapkan

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

14

Page 15: Makalah Teori Perencanaan_edit.doc

pada era Soeharto dan Social Mobilization (Advocacy Plannting dan Anti Planning)

cocok diterapkan pada era SBY dan Masa Depan (TDI-Bung Hatta).

Daftar Pustaka

Anonymous, 2012. Investigasi Pembentukan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) Di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. Jaringan Masyarakat Puncak Sorikmarapi.

Anonymous, 2012. Peluang dan Tantangan Keberadaan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) Di Puncak Sorikmarapi (Studi Kasus Pembentukan Taman Nasional di Kecamatan Puncak Sorik Marapi), Presentasi Jaringan Masyarakat Puncak Sorikmarapi.

Anonymous, 2010. Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Pemerintah Daerah Sumatera Utara.

Fainstein, Susan S. and Norman Fainstein, 1996. “City Planning and Political Values: An Updated View.” Chapter 12 in Campbell, Scott and Susan Fainstein, eds. Readings in Planning Theory. Cambridge, Massachusetts: Blackwell Publishers. Didalam Johnny Patta, “A Search for New Directions of Planning in Indonesia, The Theory Development, the Indonesian Context, and Future Directions”.

Friedmann, John. 1998. Planning Theory Revisited. European Planning Studies 6 (3): 245- 253. Didalam Flyvbjerg, Bent. 2002. “Bringing Power to Planning Research: One Researcher’s Praxis Story”.

Website Pemerintah Daerah Mandailing Natal, 2011. www.madina.go.id.

________________________Makalah Teori Perencanaan “Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara”

15