Upload
asteria
View
55
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kesling Kawasan Pesisir
Citation preview
Makalah Tugas KelompokMata Kuliah Kesling Kawasan PesisirDosen : dr. Hasanuddin Ishak, MSc. Ph.D
MASALAH PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DI PESISIR
OLEH :
KELOMPOK 2
ABDUL ANAS (K11112033) ASTERIA R. DAMA ALIK (K11112036) NUR RESKY HAJAR (K11112 MUHAMMAD FADLY (K11112 RATNASARI (K11112301) SYAMSUHUDA (K11112311) RAMDAN (K11113
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 FAKTA MASALAH
Masalah sampah khususnya diIndonesia merupakan masalah yang rumit, hal ini
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana cara penanganan
sampah yang baik, sikap masyarakat yang terkadang acuh-tak acuh terhadap keberadaan
sampah dan proses penanganannya, serta tindakan masyarakat yang seenaknya membuang
sampah sembarangan karena kurangnya kesadaran. Selain itu dari pihak pemerintah belum
dapat menyediakan tempat pembuangan sampah yang baik dan memenuhi syarat bagi
masyarakat.
Faktor lain yang menyebabkan permasalahan sampah di Indonesia semakin rumit
adalah meningkatnya taraf hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan
pengetahuan tentang persampahan dan juga partisipasi masyarakat yang kurang untuk
memelihara kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya
Daerah pesisir merupakan salah satu dari lingkungan perairan laut yang
mudahterpengaruh dengan adanya buangan limbah dari darat. Wilayah pesisir yang meliputi
daratan dan perairan pesisir sangat penting artinya bagi bangsa dan ekonomi Indonesia.
Wilayah ini bukan hanya merupakan sumber pangan yang diusahakan melalui kegiatan
perikanan dan pertanian, tetapi juga merupakan lokasi bermacam sumber daya alam, seperti
mineral, gas dan minyak bumi serta pemandangan alam yang indah, yang dapat dimanfaatkan
untuk kesejahteraan manusia, perairan pesisir juga penting artinya sebagai alur pelayaran.
Sebagian besar permasalahan lingkungan yang menyebabkan kerusakan kawasan
pesisir dan laut merupakan akibat dari kegiatan-kegiatan di darat. Kerusakan lingkungan di
kawasan pesisir tersebut disebabkan oleh akumulasi limbah yang dialirkan dari daerah hulu
melalui Daerah Aliran Sungai (DAS). Penurunan kualitas lingkungan kawasan pesisir terjadi
apabila jumlah limbah telah melebihi kapasitas daya dukungnya.
Bahan pencemaran atau polutan di perairan pantai dapat berasal dari kegiatan rumah
tangga, industri dan pertanian. Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala
macam limbah yang dibawa melalui aliran air, baik limbah cair maupun padat. Menurut
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1999, pengertian pencemaran laut adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya.
Pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung
oleh kegiatan manusia kedalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga
dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumber daya alam hayati,
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan
lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan
kualitas tempat tinggal dan rekreasi.
Berdasarkan UU RI no 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah. Pengelolaan sampah merupakan rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan sampah
pada wadah di sumber hingga ke pembuangan akhir sampah.
Sampah adalah masalah yang harus dihadapi oleh masyarakat karena sampah
merupakan buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia yang tidak terpakai.
Jumlah sampah ini setiap tahun terus meningkat sejalan dan seiring meningkatnya jumlah
penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat atau manusianya dan disertai juga kemajuan
ilmu pengetahuan teknologi yang menghasilkan pula pergeseran pola hidup masyarakat yang
cenderung konsumtif.
Berdasarkan data yang didapatkan di Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota
Makassar, Pada tahun 2010 jumlah timbulan sampah Kota Makassar mencapai 3.781,23
m³/hari, sedangkan yang tertangani adalah sebesar: 3.373,42 m³/hari, yakni hanya 89,21
persen terhadap timbulan. Pada tahun 2011 jumlah timbulan sampah mencapai 3.923,52
m³/hari, sedangkan jumlah sampah tertangani mencapai 3.520,07 m³/hari, yakni hanya 89,72
persen terhadap timbulan. Jumlah timbulan sampah per hari dari tahun 1997/1998 hingga
tahun 2009 bertambah lebih dari 37%.
Timbulan sampah rata-rata yang dihasilkan oleh di Permukiman Pesisir Kenjeran
Surabaya sebesar 0,230 kg/orang/hari. Dengan komposisi yang terdiri atas 76,21% sampah
organik (sisa dapur/makanan), 2,27% kain, 5,33% kertas, 10,83% plastik, 0,44%
logam/kaleng, 0,82% kaca, 0,23% karet, 1,21% kayu, 0,08% foam, dan 2,58% lain-lain
(tanah, pasir, dan kerikil).
1.2 Pertanyaan Masalah
Bagaimana Pengelolaan limbah padat di kawasan pesisir?
Apa dampak yang ditimbulkan dari adanya timbulan sampah di pesisir?
Bagaimana solusi yang diberikan terhadap pengelolaan sampah di kawasan pesisir?
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui pengelolaan limbah padat di kawasan pesisir
Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari adanya timbuan sampah di pesisir
Mengetahui solusi yang diberikan terhadap pengelolaan sampah di kawasan pesisir
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tabel Rekapitulasi Hasil penelitian
No.Nama
Mahasiswa
Jenis Limbah
PadatMasalah Pengelolaan Dampak
1. Abdul Anas
(K11112033)
1. Sampah rumah tangga dengan jenis sampah organik.
2. Dan sampah yang tergolong anorganik yaitu sambah yang berupa kantong plastik.
1. masyarakat langsung membuang kotoran khususnya sampah di selokan,halaman rumah dan dibiarkan mengendap serta dibuang langsung ke sungai dan pantai.
2. sejumlah permukiman mengalami permasalahan kebersihan lingkungan dengan kondisi yang kotor
3. masyarakat kurang berpartisipasi dalam kegiatan pengolahan sampah.
4. Di pemukiman belum ada sarana pengolahan dan pengumpulan sampah, hanya pengangkutan samapah yang di sediakan oleh pemerintah kota Manado.
Membakar, tanpa melakukan pemilahn terlebih dahulu.
Lingkungan di sekitar pesisir pantai, pegunungan dan pemukiman penduduk tercemar.
2. Asteria Resy
Dama Alik
(K11112036)
Sampah organik berupa sisa makanan, sampah plastik
1. Karena tingkat pendidikan rendah, masyarakat pada umumnya menggunakan pewadahan yang bersifat semi permanen, hal ini disebabkan karena mereka tidak mempertimbangkan dari segi kekuatannya.
2. Jenis pekerjaan mempengaruhi pola pembuangan, masyarakat yang bekerja pada sektor informal membuang sampahnya pada lahan kosong.
- pewadahan sampah menggunakan wadah yang bersifat permanen berupa: pasangan bata tertutup (bak sampah), dan semi permanen berupa: wadah plastik, ban bekas, drum/tong.
- Pola pengumpulan dilakukan secara individual dan komunal langsung.
- Proses pemindahan dilakukan dengan menggunakan wadah/kantong plastik dan dump truck.
- Sistem pembuangan pada umumnya dibuang pada lahan kosong, TPA, dan sempadan jalan
-pembuangan sampah disembarang tempat yang dapat menimbulkan pengalihan fungsi penggunaan lahan.
-Mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan sehingga menimbulkan penurunan kualitas dan kuantitas permukiman khususnya di kawasan pesisir
3. Nur Rezky hajar
(K11112
sampah organik (sisa dapur/ makanan), kain, kertas, plastik, logam/kaleng, kaca, karet, kayu,
Warga jarang sekali melakukanpemilahan antara organik maupun anorganik. Hal ini diakibatkan warga setempat masih banyak yang tidak terlalu perduli dengan perbedaan sampah organik dan
Masyarakat di daerah tersebut belum melakukan pemilahan dan membuang sampah ke tempat yang seharusnya, dan membuang sampah langsung ke laut.
- Saat para nelayan melaut selalu terganggu oleh keberadaan sampah yang telah mencemari laut
foam, dan lain-lain.
anorganik sehingga banyak warga setempat yang langsung membuang sampahnya menggunakan kantong plastik di laut. Warga setempat sudah mengetahui bahayanya bila membuang sampah ke laut serta pengolahan sampah secara umum, tetapi warga setempat masih tetap membuang sampah ke laut.
sehingga bukan ikan yang terjaring oleh jala melainkan sampah.
- Produktivitas ikan yang berkurang
4. Muhammad Fadly
(K11112
5. Ratnasari
( K11112301)
Sampah organik, plastik, kertas, logam/ besi, kaca/gelas/botol, tekstil/karet, dan lain-lain.
Penggunan barang kemasan mendominasi kebutuhan sehari-hari sehingga akhirnya mempengaruhi produksi sampahyang merupakan kualitas maupun kuantitas termasuk jenis dan karakteristiknya yang makin beragam.
- sistem pembuangan sampah di Kecamatan Mengwi adalah dengan system Open Dumping (terbuka) dimana sampah yang dibuang ke TPA dihamparkan secara terbuka lalu dipadatkan dengan alat Loader.
- Pemilahan sampah- Pemanfaatan sampah
organik- Daur Ulang (Program3R:
Reuse, Recycle, Reduce)
perkembangan vektor
penyakit
6. Syamsuhuda
(K11112311)
Sampah organic dari tumbuhan bakau berupah dedaunan bakau
1. Banyaknya sampah dedaunan bakau yang berserakan disekitar lahan hutan bakau.2. Kurangnya kepedulian warga Surabaya terhadap tanaman bakau dengan kerapkali dilakukan pengurangan lahan bakau dengan penebangan pohon untuk kepentingan tertentu.3. Lahan bakau sering dijadikan sebagai lahan untuk membuang sampah
Penerapan sistem daur ulang
1. Lingkungan di sekitar pesisir pantai dan lahan penanaman bakau terlihat kumuh.
2. Berkurangnya jumlah bakau akibat penebangan sehingga dapat meningkatkan potensi abrasi
7. Ramdan Sampah Rumah Tangga (pemukiman)
Substansi dan limbah penyebab pencemaran di kawasan pesisir sangat beragam, dan hampir semua materi polutan membahayakan bagi kehidupan biota laut maupun lingkungannya. Sebagian besar materi bahan pencemar tersebut adalah berasal dari daratan.
Masyarakat membuang sampah langsung ke laut.
mencemari kehidupan biota laut maupun lingkungannya
2.2 Faktor Penyebab Masalah
Pengelolaan sampah masih menjadi masalah yang seakan tidak akan terselesaikan di
Indonesia. Bermacam-macam sampah telah diproduksi oleh rumah tangga setiap harinya
mulai dari golongan sampah organik dan nonorganik, namun pengolahannya masih bersifat
pasif yaitu sampah yang tertimbun hanya dibuang begitu saja ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) tanpa melalui proses pengolahan lebih lanjut. Pertumbuhan penduduk di Indonesia
yang semakin banyak berbanding lurus dengan jumlah timbunan produksi sampah.
Permasalahan semakin rumit ketika masyarakat tidak mempunyai kepedulian untuk
memisahkan sampah organik dan non-organik yang makin menggunung, bahkan kebanyakan
orang tidak mau tahu akan volume timbunan sampah yang diproduksi dan bahaya yang
diakibatkannya.
Semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatannya maka semakin bertambah
pula sampah yang dihasilkan. Volume sampah yang setiap harinya meningkat tidak seimbang
dengan keberadaan sarana dan prasana untuk menanggulanginya, selain itu keberadaan
tenaga kerja dalam hal penanganan sampah ini juga tidak seimbang dengan peningkatan
volume sampah ini.
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuannya. Pendidikan dapat
membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Pengetahuan disini meliputi pengertian
sampah, jenis sampah dan dan lain – lain. Dari segi aspek pendidikan masyarakat di pesisir
yang rendah sangat berpengaruh terhadap pengelolaan sampah yang kurang baik.
Semakin banyaknya volume sampah dan tidak efektifnya manajemen pengelolaannya,
maka semakin mahal anggaran pengelolaan sampah. Mahalnya anggaran dituding sebagai
salah satu faktor terhambatnya penanganan penyelesaian masalah sampah. Jika tidak segera
ditangani maka akan timbul masalah-masalah baru. Seperti semakin banyaknya lahan yang
dipakai untuk pembuangan sampah, selain itu juga menyangkut masalah kesehatan, sosial,
dan semakin membengkaknya anggaran.
Selain itu, penyebab masyarakat kurang melakukan pengelolaan sampahnya dan
membuangnya di sembarang tempat dikarenakan masyarakat menganggap bahwa membuang
sampah sembarangan ini bukan merupakan suatu hal yang salah dan wajar untuk dilakukan.
Pengaruh lingkungan merupakan suatu faktor besar didalam munculnya suatu perilaku.
Contohnya, pengaruh lingkungan seperti membuang sampah sembarangan, akan menjadi
faktor besar dalam munculnya perilaku membuang sampah sembarangan. Seseorang akan
melakukan suatu tindakan yang dirasa mudah untuk dilakukan. Jadi, orang tidak akan
membuang sampah sembarangan jika tersedianya banyak tempat sampah. Tempat yang asal
mulanya terdapat banyak sampah, bisa membuat orang yakin bahwa membuang sampah
sembarangan diperbolehkan ditempat itu. Jadi, warga sekitar tanpa ragu untuk membuang
sampahnya di tempat itu. Selain itu, kurangnya tempat sampah membuat orang sulit untuk
membuang sampahnya.
2.3 Aspek Kesehatan dari Permasalahan Sampah di Pesisir
Sampah-sampah yang berserakan, terutama ditumpukan sampah yang berlebihan dapat
mengundang lalat, pertumbuhan organisme-organisme yang membahayakan, mencemari
udara, tanah dan air. Sehingga dampak negatif yang ditimbulkan cukup banyak. Dampak
yang dapat ditimbulkan sampah, antara lain :
1. Diare, kolera, dan tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah
dengan pengelolaan tidak tepat dapat mencemari air tanah yang biasa di minum
masyarakat. Penyakit DBD (Demam Berdarah) dapat juga meningkat dengan cepat di
daerah dengan pengelolaan sampahnya yang tidak memadai.
2. Berbagai penyakit kulit yang biasanya datang bersamaan dengan genangan air yang
membawa limbah.
3. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat
perkembangbiakan vector penyakit seperti lalat atau tikus.
4. Plastik, yang menjadi masalah terbesar dan paling berbahaya. Plastik sering kali
terbawa sampaike pesisir oleh saluran pembuangan dan akhirnya ke perairan laut.
Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengkonsumsi plastik karena
kesalahan,karena tak jarang plastik yang terdapat di laut akan tampak seperti makanan
bagi hewan laut. Plastik tidak dapat dicerna dan akan terus berada pada organ
pencernaan hewan ini, sehingga menyumbat saluran pencernaan dan menyebabkan
kematian melalui kelaparan atau infeksi. Plastik terakumulasi karena mereka tidak
mudah terurai, mereka akan photodegrade (terurai oleh cahaya matahari) pada
paparan sinar matahari, tetapi hanya dapat terjadi dalam kondisi kering. Sedangkan
dalam air plastik hanya akan terpecah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil,
namun tetap polimer, bahkan sampai ke tingkat molekuler. Ketika partikel-partikel
plastik mengambang hingga seukuran zooplankton dan dikonsumsi oleh hewan lain
yang lebih besar, dengan cara inilah plastik masuk ke dalam rantai makanan. Banyak
dari potongan plastik ini berakhir di perut burung-burung laut dan hewan laut lain
termasuk penyu. Bahan beracun yang digunakan dalam pembuatan bahan plastik
dapat terurai dan masuk ke lingkungan ketika terkena air. Racun ini
bersifat hidrofobik (berikatan dengan air) dan menyebar di permukaan laut. Dengan
demikian plastik jauh lebih mematikan di laut daripada di darat.
Kontaminan hidrofobik juga dapat terakumulasi pada jaringan lemak, sehingga racun
plastik diketahui mengganggu sistem endokrin ketika dikonsumsi, serta dapat
menekan sistem kekebalan tubuh atau menurunkan tingkat reproduksi.
5. Timbulnya gas beracun, seperti asam sulfida (H2S), amoniak (NH3), methan (CH4),
C02 dan sebagainya. Gas ini akan timbul jika limbah padat ditimbun dan membusuk
dikarena adanya mikroorganisme. Adanya musim hujan dan kemarau, terjadi proses
pemecahan bahan organik oleh bakteri penghancur dalam suasana aerob/anaerob.
6. Dapat menimbulkan penurunan kualitas udara udara, dalam sampah yang ditumpuk,
akan terjadi reaksi kimia seperti gas H2S, NH3 dan methane yang jika melebihi NAB
(Nilai Ambang Batas) akan merugikan manusia. Gas H2S 5 ppm dapat
mengakibatkan mabuk dan pusing.
7. Penurunan kualitas air, karena limbah padat biasanya langsung dibuang dalam
perairan atau bersama-sama air limbah. Maka akan dapat menyebabkan air menjadi
keruh dan rasa dari air pun berubah.
2.4 Solusi Permasalahan Limbah Padat di pesisir
Solusi dari permasalahan terhadap pengelolaan sampah atau limbah padat di pesisir
antara lain ;
menyediakan tempat pembuangan sampah (TPS) yang permanen, sehingga
masyarakat dapat melakukan pembuangan sampah dengan mudah dari tempat tinggal
mereka.
perlunya dibangun suatu penegakan hukum secara mandiri (law enforcement) terkait
dengan sistim penanganan sampah di kawasan pesisir sehingga masyarakat tidak
melakukan pembuangan sampah disembarang tempat yang dapat menimbulkan
pengalihan fungsi penggunaan lahan
menerapkan sistim penanganan sampah secara terpadu, berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan sehingga semua sub sistim dapat terorganisir secara tepat, baik, dan
benar
Realisasi pengelolaan sampah dalam rangka reduksi volume sampah dengan tujuan
meringankan beban tampung TPA dan sebagai kegiatan yang bernilai tambah berupa
pemanfaatan sampah organik hasil pemisahan/pemilahan untuk dijadikan bahan
kompos.
memberikan informasi dan pelatihan kepada masyarakat tentang pengolahan sampah
yang dapat bernilai ekonomis
melakukan pengelolaan sampah dengan menerapkan prinsip reduce, reuse, dan
recycle (3R).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat pesisir umumnya adalah sampah organik
berupa sisa makanan dan sampah plastik atau kemasan. Pengelolaan sampah atau limbah
padat oleh masyarakat di kawasan pesisir masih cukup rendah. Masih banyak masyarakat
yang tidak mengetahui pengelolaan sampah dengan benar seperti tidak melakukan pemilahan
sampah organik dan anorganik, membuang sampah langsung ke laut karena merasa lebih
mudah dan praktis. Hal ini dikarenakan kurangnya penyediaan sarana dan prasarana dalam
pengelolaan sampah seperti tempat sampah yang permanen. Selain itu kurangnya kesadaran
dari masyarakat pesisir dalam berpartisipasi mengelola sampah mereka, karena tingkat
pendidikan dan ekonomi yang rendah sehingga mereka terbiasa membuang sampah
sembarangan terutama ke laut. Peran serta dari pemerintah juga kurang menyentuh langsung
pada masyarakat pesisir seperti pelaksanaan program pembinaan, penyuluhan, dan pelatihan
pengolahan sampah.
3.2 Saran
Diharapkan kepada pemerintah agar lebih memperhatikan lagi masalah persampahan
khususnya di kawasan pesisir, karena selama ini masalah sampah masih menjadi masalah
yang cukup serius, karena selama ini masyarakat pesisir masih menganggap remeh tentang
sampah, misalnya menjadikan laut sebagai tempat pembuangan sampah. Dengan menyadari
bahaya yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah yang kurang tepat hendaknya kita
menjaga kebersihan lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Anas : Novany, Loisa,dkk., 2014. Analisis Pengelolaan Persampahan di Kelurahan
Sindulang Satu Kecamatan Tuminting Kota Manado. Jurnal Sabua Vol.6 No.3 November
2014.
Asteria Resy Dama Alik : Arif, Fitriyani, dkk., 2013. Penanganan Sampah Permukiman
di Kawasan Pesisir Kota Makassar. Jurnal Teknik Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.
Muhammad Fadly : Supryanto, Bobby. 2012. Hubungan Perilaku Masyarakat dengan
Pengelolaan Sampah pada Masyarakat Pesisir. Jurnal Kesehatan Masyarakat Univ. Negeri
Gorontalo.
Nur Rezki Hajar : Citrasari, Nita, dkk., 2012. Analisis Laju Timbunan dan Komposisi
Sampah di Permukiman Pesisir Kenjeran Surabaya. Jurnal Penelitian Hayati
Ramdan : Pramudji. 2002. Pengelolaan Kawasan Pesisir Dalam Upaya Pengembangan
Wisata Bahari. Jurnal Oseana Volume XXVII Nomor 1.
Ratnasari : Yansen, I Wayan dan I Made Arnatha. 2012. Analisis Finansial Sistem
Pengelolaan Sampah di Wilayah Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Jurnal Ilmiah
Teknik Sipil Vol.16 No.1 Januari 2012.
Syamsuhuda : Virrayani, Alifia. 2013. Mangrove Leaves Craft : Pemanfaatan Sampah Daun
Kering Mangrove Sebagai Kerajinan Masyarakat pesisir Pantai Timur Wonorejo Surabaya.
Jurnal Arsitektur ITS Surabaya