24
BAB I SPEKTROFOTOMETER UV-VIS 1.1 Spektrofotometer UV-Vis Pengukuran absorbansi atau transmitansi dalam spektrofotometer UV-Vis kimia kualitatif dan kuantitatif. Absorbansi ini berlangsung dalam dua tahap, antara lain : M + hϑ M* Merupakan eksitasi spesies akibat absorbsi foton hϑ dengan waktu hidup terbatas. Tahap kedua adalah relaksasi dengan berubahnya M* menjadi jenis baru dengan reaksi foto kimia. Absorbsi dalam daerah UV-Vis menyebabkan eksitasi elektron ikatan. Puncak absorbsi (λ max) dapat dihubungkan dengan jenis ikatan yang ada dalam senyawa. Spektrum absorbsi dalam daerah UV-Vis umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorpsi yang lebar seperti pada gambar dibawah ini: Gambar 1.1 Spektrum Absorbsi UV-Vis yang Khas 1

Makalah Uv Vis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

polsri

Citation preview

BAB ISPEKTROFOTOMETER UV-VIS

1.1 Spektrofotometer UV-VisPengukuran absorbansi atau transmitansi dalam spektrofotometer UV-Vis kimia kualitatif dan kuantitatif. Absorbansi ini berlangsung dalam dua tahap, antara lain :M + h M* Merupakan eksitasi spesies akibat absorbsi foton h dengan waktu hidup terbatas. Tahap kedua adalah relaksasi dengan berubahnya M* menjadi jenis baru dengan reaksi foto kimia. Absorbsi dalam daerah UV-Vis menyebabkan eksitasi elektron ikatan. Puncak absorbsi ( max) dapat dihubungkan dengan jenis ikatan yang ada dalam senyawa. Spektrum absorbsi dalam daerah UV-Vis umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorpsi yang lebar seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 1.1 Spektrum Absorbsi UV-Vis yang Khas

Elektron dalam ikatan kovalen tunggal terikat erat, untuk eksitasinya memerlukan energi tinggi sedangkan panjang gelombangnya pendek (Skoog, 1997). Adapun daerah penyerapan spektrofotometer UV-Vis, yaitu:

Gambar 1.2 Daerah Penyerapan Spektrofotometer UV-Vis

Berdasarkan pada gambar diatas Spektrofotometer UV mampu menyerap pada panjang gelombang antara 200 400 nm sedangkan untuk spektrofotometer UV-Vis mampu menyerap pada panjang gelombang antara 200 800 nm. Syarat apabila suatu senyawa dapat di identifikasi melalui spektrofotometer UV-Vis yaitu harus ada dua ikatan rangkap yang terkonjugasi atau resonansi (Willard, 1974).

1.2 Transisi ElektronPada saat sinar melewati suatu senyawa, energi dari sinar digunakan untuk mendorong perpindahan elektron dari orbital ikatan atau orbital non-ikatan ke salah satu orbital anti-ikatan yang kosong. Perpindahan elektron yang mungkin terjadi akibat adanya sinar adalah:

Gambar 1.3 Tingkat Energi Transisi Elektron

Sedangkan kemungkinan eksitasi pada spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 1.4 Transisi Elektron pada Spektrofotometer UV-Vis (Skoog, 1997)

Kemungkinan eksitasi elektron yang terjadi pada spektrofotometer UV-Vis, antara lain orbital *, n *, dan n * (chem-is-try.org, 2000). Kromofor merupakan suatu gugus fungsi yang mampu atau mempunyai transisi elektronik khas (gugus yng membawa warna). Kromofor dapat menyebabkan terjadinya transisi elektron. Efek yang terjadi akibat adanya kromofor antara lain bathokromik, bathokromik merupakan pergeseran merah dimana bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang, sedangkan energi transisinya lebih rendah. Hipsokromik merupakan pergeseran biru dimana akan bergeser kepanjang gelombang lebih pendek, sedangkan energi transisinya lebih tinggi. Hiperkromik akan bergeser ke intensitas yang lebih besar. Hipokromik akan bergeser ke intensitas yang lebih kecil (Pavia, 2001). Pelarut juga dapat mempengaruhi ketiga eksitasi elektron tersebut, yaitu:a. Transisi *Adanya pelarut polar mengakibatkan kecenderungan bergeser ke arah bathokromik (Red Shift). Tingkat energi * akan turun oleh gaya tarik pelarut polar. Selain itu pelarut tidak berpengaruh terhadap senyawa diena dan molekul poliena hidrokarbon.b. Transisi n * (forbidden)Transisi ini menunjukkan pergeseran ke arah hipsokromik (blue shift) dalam pelarut yang lebih polar dengan meningkatnya kepolaran pelarut (bahkan dalam pelarut tanpa ikatan hidrogen).

c. Transisi n * Pengaruh pelarut yang semakin polar menyebabkan pergeseran ke arah hipsokromik (blue shift) (Silverstein, 1991).Pengaruh berbagai macam pelarut terhadap panjang gelombang () dapat dilihat pada tabel di bawah ini, yaitu: Tabel 1.1 Efek Pelarut Terhadap Panjang Gelombang ()*PelarutPembetulan (nm)

Etanol 0

Metanol 0

Dioksana + 5

Khloroform + 1

Eter + 7

Air 8

Heksana + 11

Siklokeksana + 11

*Aturan serapan pelarut pada dienon dan enon

Gambar 1.5 Diagram Pergeseran Absorbsi dengan Perubahan Polaritas Pelarut (Silverstein, 1991)

Tabel 1.2 Serapan Khas untuk Senyawa Turunan Senyawa Benzen TersubstitusiOrientasi etanol terhitung (nm)

Kromofor induk

Z = alkil atau sisa lingkar 246

Z = H250

Z = OH atau O-alkil 230

R = alkil atau sisa lingkar o-,m-3

p-10

R = OH, Me, O-alkil o-,m-7

p-25

R = Oo-11

m-20

p-78

R = Cl o-,m-0

p-10

R = Bro-,m-2

p-5

R = NH2 o-,m-13

p-58

R = NHAc o-,m-20

p-45

R = NHMe p-73

R = NMe2 o-,m-20

p- 85

(Silverstein, 1991)

1.3 Susunan Alat Spektrofotometer UV-VisSpektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitansi atau absobansi.a. Spektrofotometer Sinar Tunggal

Gambar 1.6 Spektrofotometer Sinar Tunggal (Willard, 1974)

Unsur-unsur terpenting suatu spektrofotometer meliputi:1. SumberSumber energi radiasi yang kontinyu meliputi daerah spektrum. Sumber energi radiasi yang biasa bagi daerah tampak, ultraviolet dan inframerah dekat adalah lampu pijar dengan filamen wolfram. Energi yang dipancarkan oleh filament yang dipanaskan sangat berubah-ubah dengan panjang gelombang seperti gambar berikut:

Gambar 1.7 Hasil Relatif Energi Suatu Lampu Wolfram sebagai Fungsi Panjang Gelombang

Di bawah sekitar 325 hingga 350 nm,hasil lampu wolfram tidak memadai bagi spektrofotometer dan suatu sumber yang berbeda harus digunakan. Yang paling umum digunakan adalah tabung lucutan hidrogen (deuterium) yang digunakan dari sekitar 175 - 375 nm atau 400 nm. 2. Monokromator Ini merupakan peralatan optik untuk mengisolasi dai sumber kontnyu suatu berkas radiasi dengan kemurnian spektra yang tinggi dan panjang gelombang apapun yang dikehendaki. Radiasi dari sumber difokuskan ke celah masuk, kemudian dikumpulkan oleh sebuah lensa atau cermin, sehingga sinar paralel jatuh pada unsur dispersi yang merupakan suatu prisma atau suatu kisi difraksi. Apabila seberkas cahaya melewati antar muka dua medium yang berbeda,seperti udara dan gelas, pembelokan berlangsung yang disebut refraksi. Besarnya pembelokan tergantung pada indeks bias gelas. Indeks bias ini berubah-ubah dengan panjang gelombang cahaya, yang biru lebih dibelokkan dari yang merah sepeti gambar di bawah ini:

Gambar 1.8 Diagram Skematik Sistem Optik Spektrofotometer dengan Prisma KuarsaSebagai akibat berubah-ubahnya indeks bias dengan panjang gelombang, prisma dapat mendispersikan atau menyebarkan suatu berkas cahaya putih menjadi spektrum. Kemurnian spektra dari radiasi yang keluar dari monokromator tergantung pada daya dispersive prisma dan lebar slit keluar.3. Wadah/Kuvet Pada pengukuran di daerah UV-Vis, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuasa, karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Tebal kuvetnya umumnya 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan . Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragan keseluruhannya.4. Detektor Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Pada spektrofotometer, tabung pengganda elektron yangdigunakan prinsip kerjanya diuraikan pada gambar dibawah ini:

Gambar 1.9 Diagram Spektrofotometer UV dan UV-Vis (Willard, 1974)

b. Spektrofotometer Sinar Rangkap Spektrofotometer pencatat yang secara otomatis menggambarkan absorbansi larutan sebagai fungsi panjang gelombang.

Gambar 1.10 Diagram Skematik Spektrofotometer dengan Sinar Rangkap (Willard, 1974)

1.4 Hukum Lambert -Beer Hubungan antara absorbsi dengan panjang gelombang melalui medium penyerap, pertama kali dirumuskan oleh Boguer (1729) dan Lambert. Penemuan Boguer dapat dirumuskan secara matematik sebagai berikut, dengan ketentuan Po adalah tenaga radiasi yang jatuh ke permukaan medium dan P adalah tenaga yang keluar dai suatu lapisan medium setebal b.

Berkurangnya tenaga radiasi tiap satuan ketebalan medium penyerap sebanding dengan tenaga radiasi

Integrasi antara batas-batas Po dan P serta O dan b

Hubungan antara konsentrasi zat penyerap serta besarnya absorpsi dirumuskan oleh Beer (1859). Hukum Beer analog dengan hukum lambert dalam menguraikan pengurangan eksponensial dalam tenaga transmisi dengan suatu peningkatan konsentrasi, maka

Setelah diintegrasi

Hukum-hukum Boguer (Lambert) dan Beer dengan mudah digabung menjadi penyataan yang sesuai. Dalam mempelajari akibat perubahan konsentrasi terhadap absorpsi, jarak tempuh larutan harus dilihat, tetapi hasil-hasil yang diukur akan tegantung pada besarnya harga tetapan. Dalam hukum Beer, K4=f(b) dan menurut hukum Boguer (Lambert), k2=f(C). Apabila hubungan-hubungan dasar ini disubstitusikan ke dalam hukum Boguer dan Beer menghasilkan

Kedua hukum harus diberlakukan pada setiap titik, sehingga

Jika variable dipisahkan

Atau f (C) = k.C dan f (b) = k.b, sehingga Boguer (Lambert) dan Beer berpendapat sama

k = a, atau

Po = intensitas sinar datang P = intensitas sinar yang masuka = koefisien ekstensi molarb = jarak tempuh optikC = konsentrasi (mol/L)

(Khopkar, 1985)

1.5 Aplikasi Spektrofotometer UV-Vis pada Analisis Kimia Spektrofotometer UV-Vis pada umumnya digunakan untuk menganalisis spektrum senyawa organik. Bila diinginkan pengukuran secara serentak terhadap dua komponen, maka pengukuran dapat dilakukan pada dua panjang gelombang, dimana masing-masing komponen tidak saling mengganggu (analisis multi komponen). Dua macam kromofor yang berada pada satu daerah panjang gelombang, sehingga diperoleh dua persaman hubungan antara absorbsi dan konsentrasi masing-masing komponen dapat dihitung. Contohnya larutan K2Cr2O7 1x10-3M menunjukkan absorbansi 0,200 pada 450 nm dan 0,05 pada 530 nm. Larutan KMnO4 1x10-4 M pada 30 nm absorbansinya 0,420 (Willard, 1974).

1.6 Studi Kasus Karakterisasi Senyawa dengan Spektra UV-Visa. Cholesta- 2,4- diena

Gambar 1.11 Struktur Senyawa Cholesta- 2,4- dienaPerhitungan maks:Diena homoanular = 253 nm3 subs.alkil (3x5) = 15 nm1 eksosiklik C=C = 5 nm = 273 nmNilai maks secara eksperimen: 275 nm (Anis dkk, 2009).b. Diosfenol

Gambar 1.12 Struktur Senyawa DiosfenolPerhitungan maks:Base keton siklik cincin 6 tak jenuh= 215 nm2 gugus subs. ( 2 x 12 )= 24 nm1 subs. OH = 35 nm= 274 nmNilai maks secara eksperimen: 270 nm (Ninik dkk, 2009).c. 3- Karboetoksi- 4- metil- 5- khloro- 8- hidroksitetralon

Gambar 1.13 Struktur Senyawa 3- Karboetoksi- 4- metil- 5- khloro- 8- hidroksitetralonPerhitungan maks:Base ArCOR= 246 nmsubs.alkil orto= 3 nmsubs.orto-OH= 7 nmsubs.orto-Cl= 0 nm= 256 nmNilai maks eksperimen: 257 nm dan adanya pelarut etanol memberikan pergeseran 0 nm.(Ninik dkk, 2009)

1.7 Ligan Ligan merupakan suatu senyawa yang terikat langsung dengan logam (atom pusat) dimana ikatannya berupa ikatan kovalen koordinasi dan membentuk senyawa kompleks. Senyawa kompleks merupakan senyawa yang terbentuk dari ion logam sebagai atom pusat dengan suatu atom atau molekul baik anion maupun netral. Akibat adanya pendekatan ligan terhadap atom pusat (umumnya logam transisi yang memiliki orbital d) maka akan terjadi pembelahan pada orbital d. Besarnya pembelahan ini dipengaruhi oleh perbedaan ligan yang masuk. Apabila yang masuk adalah ligan kuat maka akan menyebabkan pembelahan yang semakin besar. Besarnya pembelahan ini dapat disusun dalam deret spektrokimia, akibatnya pada orbital d terjadi transisi elektron antar orbital d tersebut. Energi transisi elektronik yang terjadi sesuai dengan nilai panjang gelombang pada daerah UV sehingga bisa diamati Ligan biasanya berupa asam lewis sedangkan logamnya basa lewis. Ligan yang dapat membentuk ikatan yaitu ligan donor dan ligan akseptor . Misalnya ligan karbonil, ligan ini dapat memberikan nilai besar. Hal ini dikarenakan adanya orbital kosong pada ligan yang berinteraksi dengan orbital t2g pada logam dan meningkatkan nilai . Ion logam dapat mempengaruhi besarnya splitting, yaitu:

CN- > NO2- > En > NH3 > H2O > C2O42- > OH- > F- > Cl- > Br- > I- strongest bond weakest bond largest smallest ligan lemah ligan kuat Gambar 1.14 Besarnya Splitting Pengaruh Ion Logam bertambah dengan bertambahnya muatan formal dari ion logamnya (Effendy, 2007)

1.8 Teori Medan KristalPembelahan medan ligan (spiltiting) dapat menerangkan warna dan sifat magnetiknya. Splitting orbital d dalam medan oktahedral dapat dilihat pada gambar di bawah ini, antara lain: Eg 3/5 o

o 2/5 o t2g

Gambar 1.15 Splitting Orbital d dalam Medan Oktahedral o adalah splitting medan kristal sedangkan eg dan t2g merupakan orbital d yang terdegenerasi. Adanya pendekatan OM untuk ikatan kompleks, splitting medan ligan adalah gap energi antara orbital non bonding t2g dengan orbital anti bonding terendah eg. Interaksi antara orbital ligan dan orbital logam menjadi lebih kuat, perbedaan energi antara orbital eg bonding dan orbital eg anti bonding dalam kompleks menjadi semakin besar sehingga nilai juga semakin besar (Effendy, 2007).

1.9 Kompleks KarbonilStabilitas dari kompleks karbonil (CO) hanya dibentuk dari ion logam yang kaya elektron. Logam tersebut harus mempunyai elektron pada orbital t2g yang dapat didonasikan ke CO untuk membentuk ikatan yang kuat. Di bawah ini merupakan gambar interaksi terhadap kompleks karbonil.

Gambar 1.16 Interaksi Donor (a) dan Interaksi Akseptor (b) (Effendy, 2007)

Sedangkan orbital molekul dari karbonil itu sendiri yaitu:

Gambar 1.17 Orbital Molekul Karbonil

Logam yang terikat pada kompleks karbonil (CO) dapat mempengaruhi pergeseran panjang gelombang. Dimana gap energi yang makin lebar akan berpengaruh pada pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih panjang (pergeseran merah/ bathokromik) sedangkan adanya kenaikan intensitas (hiperkromik) disebabkan adanya muatan dari logam yang semakin besar. Untuk pengaruh kompleks CO terhadap panjang gelombang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 1.3 Pengaruh Kompleks CO terhadap Panjang Gelombang

Contoh kompleks logam Fe dengan ligan CO, yaitu:

Gambar 1.18 Struktur Kompleks Logam Fe dengan Ligan CO (Effendy, 2007)

1.10 Porfirin

Gambar 1.19 Struktur PorfirinStruktur porfirin baik dasar maupun yang telah berikatan dengan logam Cu dan Ag memiliki energi orbital HOMO-LUMO yang berbeda. Energi orbital HOMO-LUMO untuk struktur pprfirin dasar maupun porfirin yang berikatan dengan logam Ag lebih rendah daripada struktur porfirin yang telah berikatan dengan logam Cu. Selisih energi orbital HOMO-LUMO yang lebih rendah ini akan mencerminkan kemudahan dalam proses terjadinya eksitasi elektron sehingga sifat kepekaannya terhadap cahaya (fotosensitivitas) akan cenderung lebih kuat. Oleh karena itu, dapat dikategorikan bahwa Ag- Porfirin memiliki sifat fotosensitivitas yang lebih kuat dibanding Cu-porfirin. Perbedaan energi orbital HOMO-LUMO dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 1.4 Energi Orbital HOMO-LUMO

Sedangkan untuk spektra elektronik porfirin terkonjugasi terlihat bahwa Ag-porfirin memiliki energi yang paling besar, tetapi berdasarkan panjang gelombang sebesar 191.42 nm yang didapat, Ag-porfirin tidak dapat dikategorikan sebagai senyawa penyerap sinar UV-Vis. Untuk perbedaan spektra elektroniknya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.5 Spektra Elektronik Porfirin Terkonjugasi

(Effendy, 2007)

BAB IIKESIMPULAN

1. Pengaruh pelarut dapat diketahui dengan cara membandingkan antara energi level elektron sebelum ditambah pelarut dengan yang sudah ditambah pelarut.2. Pelarut merupakan ikatan heterogen yang mana dapat membentuk ikatan hidrogen yang dapat menyebabkan nilai E dari orbital n menjadi turun. 3. Suatu senyawa dapat diidentifikasi melalui spektrofotometer UV-Vis apabila mempunyai dua ikatan rangkap yang terkonjugasi (Resonansi).4. Kromofor dapat menyebabkan terjadinya transisi elektron antara lain orbital *, n*, dan n*.5. Adanya pendekatan ligan terhadap atom pusat (umumnya logam transisi yang memiliki orbital d) maka akan terjadi pembelahan pada orbital d.6. Logam yang kaya elektron dapat membentuk stabilitas kompleks karbonil.7. Selisih energi orbital HOMO-LUMO yang lebih rendah ini akan mencerminkan kemudahan dalam proses terjadinya eksitasi elektron sehingga sifat kepekaannya terhadap cahaya (fotosensitivitas) akan cenderung lebih kuat.

DAFTAR PUSTAKA

Anis dkk, (2009), Ppt Spektrofotometer UV-Vis , Kimia FMIPA ITS , SurabayaEffendy, (2007), Kimia Koordinasi ,Bayumedia Publishing, MalangKhopkar S.M., (1985), Basic Concept of Analytical Chemistry, Willey Eastern LimitedNinik dkk, (2009), Ppt Spektrofotometer UV-Vis , Kimia FMIPA ITS , SurabayaPavia, Donald, (2001), Introduction to Spectroscopy, Thomson Learning, USASilverstein R.M., (1991), Spectrometric Identification of Organic Compound, fifth edition, John Wiley and Sons, Inc, New YorkSkoog A. Douglas, (1997), Principles of Instrumental Analysis, fifth edition, Harcourt Brace & Company, USAWillard, (1974), Instrumental Methods of Analysis , fifth edition, Litton Educational Publishing, Inc, New York

18