Upload
euis-fitriana-dewi-wijaya
View
23
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
task
Citation preview
Bab 1Bacaan alif lam syamsiyah dan alif lam qamariyah
PENGERTIAN AL SYAMSIAH DAN AL QAMARIYAH
1. Al SyamsiyahAl Syamsiyah disebut juga Idgham Syamsiyah. Dikatakan Idgham Syamsiyahkarena suara Alif lam di idghamkan ke dalam huruf Syamsiyah yang ada dihadapannya, sehingga suara alif lam menjadi lebur karena dimasukkan dengan huruf Syamsiyah tersebut. Adapun huruf syamsiyah jumlahnya ada empat belas, yaitu :
ن ل ظ ط ض ص ش س ز ر ذ د ث تContoh :
�ر� �اث �ك �ل�ث� �الت لث � �لد! ه�ر� ا �ر ا �لذ% ك اح�من� �لر� م�اء* ا �لس� * ا �م �ع*ي �لن �طن� ا ي �لش� ا
2. Al QamariyahAl qamariyah disebut juga Izhar Qomariyah. Al Qamariyah harus dibaca jelas dan terang. Alif Lam yang dirangkaikan dengan salah satu huruf Qamariyah maka Alif Lam harus dibaca jelas. Adapun huruf Qamariyah jumlahnya ada empat belas, yaitu :
غ ع خ ح ج ي ب ء ه غ و م ك ق ا فContoh :
د� �ح� ��ال �ح�م�د� ا �ل *ر� ا �لم�ق�اب �ن* ا �ق*ي �ي �ل �له�د�ى ا ا
* �م ي �لج�ح* �لق�ار*ع�ة� ا ق�ان� ا ��ف�ر �ل �غ�ف�و�ر� ا �ل �ف�ر� ا �ك �ل ا
B. Perbedaan Al – Syamsiyah dan Al Qamariyah1. Al Syamsiyah
Penulisan Al Syamsiyah menggunakan tanda tasydid (ـ) pada huruf Syamsiyahyang berada di depan Alif Lam.Contoh : �ر� �لذ%ك �ر� ا �اث �ك �لت �ل�ث� ا �لث ا
2. Al QamariyahPenulisan Al Qamariyah memakai tanda sukun ( ) pada huruf lamContoh :
�ح�د ��ال �ح�م�د� ا �ل �لق�ار*ع�ة� ا ا
Bab 2
Iman Kepada Allah (Tauhid dan Tanzih)
1. Dalil-Dalil Tentang Iman Kepada Allah
Firman Allah SWT:
Wahai orang yang beriman; berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad
SAW), kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan kitab yang telah diturunkan
sebelumnya. Barangsiapa kafir (tidak beriman) kepada Allah, malaikat-Nya. kitab-
kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat, maka sesungguhnya orang itu sangat
jauh tersesat. QS. an-Nisaa' (4): 136.
Dan Tuhan itu, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha
Pemurah dan Maha Penyayang. QS. al-Baqarah (2): 163.
Allah itu tunggal, tidak ada Tuhan selain Dia, yang hidup tidak berkehendak kepada
selain-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya lah segala sesuatu
yang ada di langit dan di bumi. Bukankah tidak ada orang yang memberikan syafaat
di hadapan-Nya jika tidak dengan seizin-Nya? Ia mengetahui apa yang di hadapan
manusia dan apa yang di belakang mereka, sedang mereka tidak mengetahui sedikit
jua pun tentang ilmu-Nya, kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Pengetahuannya
meliputi langit dan bumi. Memelihara kedua makhluk itu tidak berat bagi-Nya. Dialah
Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. QS. al-Baqarah (2): 255.
Dialah Allah, Tuhan Yang Tunggal, yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui
perkara yang tersembunyi (gaib) dan yang terang Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Dialah Allah, tidak tidak ada Tuhan selain Dia, Raja Yang Maha Suci,
yang sejahtera yang memelihara, yang Maha Kuasa. Yang Maha Mulia, Yang
Jabbar,lagi yang Maha besar, maha Suci Allah dari segala sesuatu yang mereka
perserikatkan dengannya. Dialah Allah yang menjadikan, yang menciptakan, yang
memberi rupa, yang mempunyai nama-nama yang indah dan baik. Semua isi langit
mengaku kesucian-Nya. Dialah Allah Yang Maha keras tuntutan-Nya, lagi Maha
Bijaksana. QS. al-Hasyr (59): 22-24
Dalam Surat Al-Ikhlash, yang mempunyai arti:
"Katakanlah olehmu (hai Muhammad): Allah itu Maha Esa. Dialah tempat
bergantung segala makhluk dan tempat memohon segala hajat. Dialah Allah, yang
tiada beranak dan tidak diperanakkan dan tidak seorang pun atau sesuatu yang
sebanding dengan Dia." QS. al-Ikhlash (112): 1-4.
Sabda RasululIah SAW:
Katakanlah olehmu (wahai Sufyan, jika kamu benar-benar hendak memeluk Islam):
Saya telah beriman akan Allah; kemudian berlaku luruslah kamu. (HR. Taisirul
Wushul, 1: 18).
Manusia yang paling bahagia memperoleh syafaat-Ku di hari kiamat, ialah: orang
yang mengucapkan kalimat La ilaha illallah. (HR. Muslim, Taisirul Wushul, 1: 12).
Barangsiapa mati tidak memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk surga.
Dan barangsiapa mati tengah memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk
neraka. (HR. Muslim, Taisirul Wushul, 1: 12.
2. Pengertian Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah ialah:
1. Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah;
2. Membenarkan dengan yakin akan keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya
menciptakan alam makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap
makhluk-Nya;
3. Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna,
suci dari segala sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala yang baharu
(makhluk).
Demikianlah pengertian iman akan Allah, yang masing-masing diuraikan dalam
pasal-pasal yang akan datang.
Makrifat
Perlu dijelaskan lebih dahulu, bahwa membenarkan dalam pengertian iman seperti
yang tersebut di atas, ialah suatu pengakuan yang didasarkan kepada makrifat.
Karena itu perlulah kiranya diketahui dahulu akan arti dan kedudukan makrifat itu.
Makrifat ialah: "Mengenal Allah Tuhan seru sekalian alam" untuk mengenal Allah,
ialah dengan memperhatikan segala makhluk-Nya dan memperhatikan segala jenis
kejadian dalam alam ini. Sesungguhnya segala yang diciptakan Allah, semuanya
menunjukkan akan "adanya Allah". memakrifati Allah, maka Dia telah
menganugerahkan akal dan pikiran. Akal dan pikiran itu adalah alat yang penting
untuk memakrifati Allah, Zat yang Maha Suci, Zat yang tiada bersekutu dan tiada
yang serupa. Dengan memakrifati-Nya tumbuhlah keimanan dan keislaman. Makrifat
itulah menumbuhkan cinta, takut dan harap. Menumbuhkan khudu' dan khusyuk
didalam jiwa manusia. Karena itulah makrifat dijadikan sebagai pangkal kewajiban
seperti yang ditetapkan oleh para ahli ilmu Agama. Semuanya
menetapkan: "Awwaluddini, ma'rifatullah permulaan agama, ialah mengenal Allah".
Dari kesimpulan inilah pengarang az-Zubad merangkumkan syairnya yang berbunyi:
Permulaan kewajiban manusia, ialah mengenal akan Allah dengan keyakinan yang
teguh.
Dalam pada itu, harus pula diketahui, bahwa makrifat yang diwajibkan itu, ialah
mengenali sifat-sifat-Nya dan nama-nama-Nya yang dikenal dengan al-Asmaul
Husna (nama-nama yang indah lagi baik). Adapun mengetahui hakikat Zat-Nya,
tidak dibenarkan, sebab akal pikiran tidak mampu mengetahui Zat Tuhan. Abul Baqa
al-'Ukbary dalam Kulliyiat-nya menulis: "ada dua martabat Islam: (l) di bawah iman,
yaitu mengaku (mengikrarkan) dengan lisan, walaupun hati tidak mengakuinya; dan
(2) di atas iman, yaitu mengaku dengan lidah mempercayai dengan hati, dan
mengerjakan dengan anggota".
Sebagian besar ulama Hanafiyah dan ahli hadits menetapkan bahwa iman dan Islam
hanya satu. Akan tetapi Abul Hasan al-Asy'ari mengatakan: Iman dan Islam itu
berlainan".
Abu Manshur al-Maturidi berpendapat, bahwa: "Islam itu mengetahui dengan yakin
akan adanya Allah, dengan tidak meng-kaifiyat-kan-Nya dengan sesuatu kaifiyat,
dengan tidak menyerupakan-Nya dengan sesuatu pun dari makhluk-Nya.
Tempatnya yang tersebut ini, ialah dalam hati. Iman ialah mempercayai
(mengetahui) akan ketuhanan-Nya dan tempatnya ialah di dalam dada (hati).
Makrifat ialah mengetahui Allah dan akan segala sifat-Nya. Tempatnya ialah di
dalam lubuk hati (fuad). Tauhid ialah mengetahui (meyakini) Allah dengan keesaan-
Nya. Tempatnya ialah di dalam lubuk hati dan itulah yang dinamakan rahasia (sir).
Inilah empat ikatan, yakni: lslam, iman, makrifat, dan tauhid yang bukan satu dan
bukan pula berlainan. Apabila keempat-empatnya bersatu, maka tegaklah Agama.
3. Cara Mengakui Ada-Nya Allah
Mengakui ada-Nya Allah, ialah: "Mengakui bahwa alam ini mempunyai Tuhan yang
wajib wujud (ada-Nya), yang qadim azali, yang baqi (kekal), yang tidak serupa
dengan segala yang baharu. Dialah yang menjadikan alam semesta dan tidaklah
sekali-kali alam ini terjadi dengan sendirinya tanpa diciptakan oleh yang wajib wujud-
Nya itu".
Demikianlah ringkasan cara mengetahui akan ada-Nya Allah, Sang Maha Pencipta
dan Maha Pengendali alam yang sangat luas dan beraneka ragam ini.
4. Cara Menetapkan Ada-Nya Allah
Agama Islam menetapkan ada-Nya Tuhan (Wujudullah) dengan alasan yang jitu dan
tepat, yang tidak dapat dibantah dan disanggah; karena alasan yang dikemukakan
oleh Agama Islam (al-Qur'an) adalah nyata, logis (manthiqy) dan ilmiah.
Dalailul Wujud atau Dalailut Tauhid ini dibahas dalam kitab-kitab ilmu kalam,
karenanya baiklah kita tinjau lebih dahulu keadaan perkembangan ilmu kalam itu.
4.1. Aliran Kitab Tauhid
Untuk menjelaskan dalil-dalil yang diperlukan dalam menetapkan dasar-dasar
aqidah, para ulama tauhid (ulama kalam), dari abad ke abad terus-menerus
menyusun berbagai rupa kitab tauhid dan kitab kalam.
Dalam garis besarnya kitab-kitab tersebut terbagi atas tiga aliran:
(1) Aliran Salafi atau Ahlun Nash. Di antara pemukanya ialah Imam Ahmad Ibn
Hanbal.
(2) Aliran Ahlul I'tizal (Mu'tazilah) yang dipelopori oleh Washil ibn 'Atha'.
(3) Aliran Asy'ari, yang dipelopori oleh Abul Hasan al-Asy'ari. jejaknya berturut-turut
diikuti oleh Abu Bakar al-Baqillani, al-Juani, al-Ghazali, Ibnul Kathib, al-Baidawi dan
ulama-ulama lain seperti ath- Thusi, at-Taftazani dan al-Ijzi.
Di samping itu ada pula aliran Maturidi, yang dipelopori oleh Abu Manshur al-
Maturidi.
Cuma yang disayangkan ialah kebanyakan kitab-kitab yang disusun belakangan,
tidak berdasarkan Salafi dan tidak pula berdasarkan nadhar yang benar.
Setengahnya ada yang mendasarkan kepercayaan kepada dalil-dalil yang dapat
dibantah oleh para filosof dan tidak dapat dipertahankan.2
1. Dari 1 sampai 10, baik dilewati, jika ingin langsung mempelajari dalil-dalil ada-Nya
Allah ataudalailul wujud atau dalailut tauhid.
2. Lihat. 'Abdurrahman al-Jazairi Taudihul 'Aqa'id.
4.2. Pengertian Ilmu Tauhid
Ada beberapa ta'rif ilmu tauhid yang diberikan oleh para ulama. Di bawah ini
disebutkan beberapa diantaranya yang dipandang tepat dengan yang dimaksud.
Pertama: Ilmu tauhid, ialah "ilmu yang membahas dan melengkapkan segala hujjah,
terhadap keimanan, berdasarkan dalil-dalil akal serta menolak dan menangkis
segala paham ahli bid'ah yang keliru, yang menyimpang dari jalan yang lurus".
Kedua: Ilmu tauhid, ialah ilmu yang di dalamnya dibahas:
[1] Tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya yang wajib di-itsbat-kan bagi-Nya, sifat-sifat
yang harus(mumkin) bagi-Nya dan sifat-sifat yang wajib ditolak daripada-Nya.
[2] Tentang kerasulan rasul-rasul untuk membuktikan dan menetapkan
kerasulannya; tentang sifat-sifat yang wajib baginya; sifat-sifat yang mumkin dan
tentang sifat-sifat yang mustahil baginya.
Ta'rif pertama, memasukkan segala soal keimanan, baik mengenai ketuhanan,
kerasulan, maupun mengenai soal-soal gaib yang lain, seperti soal malaikat dan
akhirat. Tegasnya, melengkapi Ilahiyat, (soal-soal ketuhanan), nubuwwat (kenabian,
kitab, malaikat) dan Sam'iyat (soal-soal keakhiratan, alam gaib). Ta'rif yang kedua
mengkhususkan ilmu tauhid dengan soal yang mengenai ketuhanan dan kerasulan
saja.
Dengan berpegang pada ta'rif yang pertama, maka sebahagian ulama tauhid
membahas soal-soal malaikat, soal-soal kitab, soal-soal kadar, soal-soal akhirat, dan
lain-lain yang berhubungan dengan soal beriman di bagian akhir dari kitab-kitab
mereka.
Ulama yang berpegang pada ta'rif yang kedua, hanya membahas soal-soal yang
mengenai ketuhanan dan kerasulan saja. Risalah Tauhid Muhammad Abduh yang
sangat terkenal dalam dunia ilmu pengetahuan adalah salah satu dari kitab yang
berpegang pada takrif kedua.3
3. Risalah Tauhid.
4.3. Perkembangan Ilmu Tauhid Dalam Sejarah Dan Cara Al-Qur'an
Membicarakannya
Ilmu yang membahas dasar-dasar iman kepada Allah dan Rasul, telah sangat tua
umumnya. Di setiap umat sejak zaman purba, ada ulamanya yang membahas ilmu
ini. Cuma, mereka dahulu tidak mendasarkan penerangan-penerangan yang mereka
ajarkan, kepada alasan-alasan akal; bahkan mereka kurang sekali mendasarkan
kepercayaan kepada hukum dan karakter alam.
Al-Qur'an yang didatangkan untuk menyempurnakan segala yang masih kurang,
segala yang belum sempurna, memakai cara dan sistem berpadanan dengan
perkembangan akal dan kemajuan ilmu. Al-Qur'an menerangkan iman dengan
mengemukakan dalil serta membantah kepercayaan yang salah dengan
memberikan alasan-alasan yang membuktikan kesalahannya. Al-Qur'an
menghadapkan pembicaraannya kepada akal serta membangkitkan dari tidurnya
dan membangunkan pikiran dengan meminta pula supaya ahli-ahli akal itu
memperhatikan keadaan alam. Maka al-Qur'an-lah akal bersaudara kembar dengan
iman.
Memang diakui oleh ulama-ulama Islam, bahwa diantara "ketetapan agama", ada
yang tidak dapat diitikadkan (diterima kebenarannya) kalau bukan karena akal
menetapkannya, seperti: mengetahui (meyakini) ada-Nya Allah, qudrat-Nya, ilmu-
Nya dan seperti membenarkan kerasulan seseorang rasul. Demikian juga mereka
bermufakat menetapkan, bahwa mungkin agama mendatangkan sesuatu yang
belum dapat dipahami akal. Akan tetapi, mungkin agama mendatangkan yang
mustahil pada akal.
Al-Qur'an mensifatkan Tuhan dengan berbagai sifat yang terdapat namanya pada
manusia, seperti:qudrat, ikhtiyar, sama', dan bashar. karena al-Qur'an menghargai
akal dan membenarkan hukum akal, maka terbukalah pintu nadhar (penyelidikan)
yang lebar bagi ahli-ahli akal (ahli-ahli nadhar) itu dalam menetapkan apa yang
dimaksud oleh al-Qur'an dengan sifat-sifat itu. Pintu nadhar ini membawa kepada
berwujud berbagai rupa paham diantara para ahli akal atau nadhar. Perselisihan
yang terjadi karena berlainan nadhar ini, dibenarkan al-Qur'an asal saja tidak sampai
kepada meniadakan sifat-sifat Tuhan, seperti yang diperbuat oleh
golongan Mu'aththilah dan tidak sampai kepada menserupakan sifat-sifat Tuhan
dengan sifat-sifat makhluk, sebagai yang dilakukan oleh golongan Musyabbihah.
Para ulama salah mensifatkan tuhan dengan sifat-sifat yang tuhan sifatkan diri-Nya
dengan tidak meniadakan-Nya, tidak menyerupakan-Nya dengan makhluk dan tidak
menakwilkannya. Para mutakalimin khalaf mensifatkan Tuhan dengan cara
menakwilkan beberapa sifat yang menurut pendapat mereka perlu ditakwilkan.
Golongan mutakalimin khalaf membantah ta'thil (meniadakan sifat Tuhan) dan
membantah tamsil (menyerupakan sifat Tuhan dengan sifat rnakhluk).
Ringkasnya, para salaf beritikad sepanjang yang dikehendaki oleh lafadh. tetapi
dengan mensucikan Allah dari serupa dengan makhluk. 4
4. Perhatikan uraian Dr. Muhammad al-Bahy dalam al-Janibul llahi.
4.4. Kedudukan Nadhar Dalam Islam
Dalam kitab Hawasyil Isyarat disebutkan, bahwa nadhar itu ialah menggunakan akal
di sekitar masalah yang dapat dijangkau oleh akal (ma'qulat).
Para filosof bermufakat, bahwa nadhar itu hukum yang digunakan dalam
mengetahui dalil. Alasan yang menegaskan bahwa nadhar ini sah dan menghasilkan
keyakinan, ialah bahwa dalam alam ini terdapat kebenaran dan kebatalan. Manusia
juga terbagi atas dua macam: Ahli hak dan ahli batal. Tidak dapat diketahui mana
yang hak dan mana yang batal. kalau bukan dengan nadhar. Dengan demikian
maka fungsi nadhar (penelitian) ialah untuk menjelaskan hal-hal yang gaib agar
dapat dicerna oleh akal disamping menentukan mana yang benar diantara dua
pendapat yang berbeda. Melalui nadhar, manusia bisa sampai pada pengetahuan
yang meyakinkan. Untuk mengetahui mana yang hak dan mana yang batal. mana
yang kufur dan mana yang iman, demikian pula untuk mengenal Allah dan Rasul-
Nya lebih jelas haruslah melalui nadhar. Karena itu, bertaklid buta. Tidak mau lagi
melakukan nadhar adalah keliru sesat dan menyesatkan. Dalam al-Qur'an cukup
banyak dijumpai ayat-ayat yang memerintahkan untuk melakukan nadhar. Diantara-
nya ialah:
Katakanlah ya Muhammad: "Lihatlah apa yang di langit dan di bumi; dan tidak
berguna tanda-tanda dan peringatan-peringatan kepada kaum yang tidak
beriman". (QS. Yunus (l0): 10l).
Mengapakah mereka tidak melihat kepada alam (malakut) langit dan bumi dan
kepada apa yang Allah jadikan?. (QS. al-A'raf (7): 185).
Maka ambil ibaratlah wahai ahli akal. (QS. al-Hasyr (59): 2).
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim bumi malakut (langit) dan
bumi. (QS. al-An'am (6): 75).
Ayat-ayat tersebut diatas adalah nash yang tegas yang mendorong untuk melakukan
nadhar terhadap segala maujud, dan menjadi nash yang tegas pula yang
mewajibkan kita memakai qiyas 'aqli atau qiyas manthiqi dan sya'i. Ayat yang
terakhir menerangkan, bahwa Allah telah nadhar kepada Ibrahim as.
4.5. Kedudukan Akal Dalam Pandangan Islam
Dalam kitab Hawasyil-Isyarat diterangkan bahwa akal itu, ialah tenaga jiwa untuk
memahamimujarradat (sesuatu yang tidak dapat diraba atau dirasa dengan
pancaindera). Kekuatan jiwa yang mempersiapkan untuk memikir (berusaha),
dinamai dzihin. Gerakan jiwa untuk memikir sesuatu agar diperoleh apa yang
dimaksudkan, dinamai fikir.
Tersebut dalam suatu kitab falsafah: "Akal itu suatu kekuatan untuk mengetahui
makna mujarradat, makna yang diperoleh dari menyelidiki dan rupa-rupa benda".
memperhatikan rupa-rupa benda". Al-Mawardi dalam A'lamun-Nubuwwah menulis:
"Akal itu suatu tenaga yang memberi faedah bagi kita mengetahui segala yang
menjadi kepastiannya". Ada pula yang mengatakan: "Akal itu kekuatan yang
membedakan yang hak dengan yang batal".
Al-Mawardi membagi akal kepada: gharizi dan kasbi. Gharizi adalah pokok akal,
sedang kasbi adalah cabang yang tumbuh daripadanya: itulah akal yang dengannya
berpaut dan bergantung taklif dan beribadat. Adapun akal kasbi (akal muktasab),
ialah akal yang digunakan untuk berijtihad dan menjalankan nadhar. Akal ini tidak
dapat terlepas dari akal gharizi, sedang akal gharizi mungkin terlepas dari akal ini.
4.6. Martabat Akal Dalam Memahami Hakikat
Para hukama berpendapat bahwa manusia memahami hakikat dengan jalan: [1]
dengan pancaindera, dalam hal ini manusia sama dengan hewan; dan [2] dengan
akal (rasio).
Mengetahui sesuatu dengan akal hanya tertentu bagi manusia. Dengan akallah
manusia berbeda dari binatang.
Orang yang telah biasa memperhatikan soal-soal yang ma'qulat (yang diperoleh
melalui akal) nyata kepadanya kemuliaan dan keutamaan yang diketahuinya itu.
Baginya terang pula bahwa yang diketahui melalui indera pemandangan akal sama
dengan sesuatu yang masib kabur, dibanding sesuatu yang telah dapat dipastikan
baiknya melalui akal. Inilah sebabnya Al-Qur'an dalam seruannya kepada mengakui
ada-Nya Allah dari keesaan-Nya, membangkitkan akal dari tidurnya. Seruan yang
begini, tidak dilakukan oleh umat-umat yang dahulu. sebagai yang sudah
dibayangkan sebelum ini.
4.7. Bukti Kelebihan Dan Keutamaan Akal Atas Pancaindera
Para hukama telah membuktikan, bahwa akal lebih mulia dari pancaindera. Apa
yang diperoleh akal lebih kuat dari yang didapati pancaindera.
Alasannya:
[1] Pancaindera hanya dapat merasa, melihat dan membaui.
[2] Akal dapat menjelaskan tentang adanya Zat Tuhan. sifat-sifat-Nya dan berbagai
soal yang hanya bisa diperoleh melalui akal, dan berbagai macam pengetahuan
hasil nadhar.
[3] Akal dapat sampai pada hakikat, sedang pancaindera hanya memperoleh yang
lahir saja, yaitu yang terasa saja.
[4] Akal tidak berkesudahan, sedang pancaindera adalah berkesudaban (hiss).
4.8. Akal Pokok Pengetahuan
Al-Mawardi berpendapat, bahwa dalil itu, ialah sesuatu yang menyampaikan kepada
meyakini mad-lul-nya. Dalil-dalil diyakini dengan jalan akal dan mad-lul-nya diyakini
dengan jalan dalil. Tegasnya, akal itu menyampaikan kepada dalil; dia sendiri bukan
dalil. Karena akal itu pokok segala yang diyakini, baik dalil maupun madlul.
Mengingat hal ini dapatlah dikatakan, akal adalah pokok pengetahuan (al-'aqlu
ummul 'ulum). Ilmu yang diperoleh daripadanya ialah pembeda kebenaran dari
kebatalan; yang shahih yang fasid; yang mumkin dari yang mustahil.
Ilmu-ilmu yang diperoleh melalui akal, ada dua macam: Idthirari dan Iktisabi.
1. Ilmu Idthirari, ialah ilmu yang diperoleh dengan mudah, tidak perlu melakukan
nadhar yang mendalam. Ilmu ini terbagi dua: [1] yang terang dirasakan; dan [2]
berita-berita mutawatir.
Ilmu yang dirasakan atau yang diperoleh dengan hiss, datang sesudah akal, dan
ilmu khabar mendahului akal.
Ilmu Idthirari ini, tidak memerlukan nadhar dan istidal; karena mudah diketahui.
Khawwash dan 'awwam dapat mengetahuinya, ilmu yang diperoleh dengan jalan ini,
tidak ada yang mengingkarinya.
2. Ilmu Iktisabi, ialah ilmu yang diperoleh dengan jalan nadhar dan istidal. Dia tidak
mudah diperoleh. Ilmu inilah yang memerlukan dalil atau dimintakan dalilnya.
Ilmu Iktisabi ini terbagi dua juga:
- yang ditetapkan oleh akal (berdasarkan ketetapan-ketetapan akal).
- yang ditetapkan oleh hukum-hukum pendengaran (yang diterima dari syara').
Hukum-hukum yang ditetapkan berdasarkan akal terbagi dua pertama, yang
diketahui karena mengambil dalil dengan tidak berhajat kepada dalil akal (nadhar);
kedua, yang diketahui karena mengambil dalil dengan dalil-dalil akal.
Yang diketahui dengan tidak perlu kepada dalil akal (nadhar) ialah yang tidak boleh
ada lawannya, seperti keesaan Allah. Dengan sendirinya akal dengan mudah
mengetahui keesaan Tuhan itu. Yang diketahui dengan memerlukan dalil akal, ialah:
yang boleh ada lawannya, seperti seseorang nabi mendakwakan kenabiannya.
Ringkasnya mengetahui atau meyakini keesaan Allah tidak memerlukan akan akal;
sebab dengan mudah akal dapat mengetahuinya. Adapun meyakini kerasulan
seseorang rasul, memerlukan dalil akal.
Ketetapan-ketetapan yang berdasarkan hukum pendengaran, diterima
dari Shahibisy Syari'ah,sedang akal disyaratkan dalam melazimi ketetapan-
ketetapan itu, walaupun pendengaran tidak disyaratkan dalam soal-soal yang
ditetapkan akal semata-mata.
Hukum-hukum yang ditetapkan oleh pendengaran ada dua macam:
yakni: Ta'abbud dan Indzar.Ta'abbud mencakup larangan dan suruhan. Indzar,
mencakup wa'ad dan wa'id.
4.9. Jalan Mengetahui ada-Nya Allah
Abu Haiyan mengatakan: Mengetahui ada-Nya Allah adalah daruri, jika ditinjau dari
sudut akal, dannadari dari sudut hiss pancaindera.
Ilmu adakala dituntut melalui akal, dalam soal-soal yang dapat dipikirkan (ma'qulat),
adakala dituntut dengan hiss (pancaindera) dalam soal-soal yang dirasakan.
Seseorang manusia bisa memikir, bahwa mengetahui ada-Nya Allah adalah
suatu iktisab (hal yang diperoleh dengan jalan istidlal): karena hiss itu mencari-cari
dan membolak-balikkan masalah dengan pertolongan akal. Dia dapat pula memikiri,
bahwa mengetahui ada-Nya Allah, daruri; karena akal yang sejahtera menggerakkan
manusia kepada mengakui ada-Nya Allah dan menyalahkan akal mengingkari-Nya.
Al-Farabi dalam al-Fushush (fash yang empat belas, menulis: "Anda dapat
memperhatikan alam makhluk, kalau anda lihat tanda-tanda pembuatan. Tetapi juga
anda dapat meninjau alam mahad(alam yang terlepas dari kebendaan), lalu anda
yakini, bahwa tidak boleh tidak ada-Nya Zat. Dan dapat pula anda mengetahui
betapa seharusnya sifat-sifat yang ada pada Zat itu. Kalau anda memandang
alam maddah, berarti anda naik dan kalau anda memperhatikan alam mahad, berarti
anda turun"
Bab 3
Asma'ul husna
Dalam agama Islam, Asmaa'ul husna (bahasa Arab: الحسنى الله asmāʾ allāh ,أسماء
al-ḥusnā) adalah nama-nama Allahyang indah dan baik. Asma berarti nama dan
husna berarti yang baik atau yang indah, jadi asma'ul husna adalah nama nama
milik Allah yang baik lagi indah.
Sejak dulu para ulama telah banyak membahas dan menafsirkan nama-nama ini,
karena nama-nama Allah adalah alamat kepada Dzat yang mesti kita ibadahi
dengan sebenarnya. Meskipun timbul perbedaan pendapat tentang arti, makna, dan
penafsirannya akan tetapi yang jelas adalah kita tidak boleh musyrik dalam
mempergunakan atau menyebut nama-nama Allah ta'ala. Selain perbedaaan dalam
mengartikan dan menafsirkan suatu nama terdapat pula perbedaan jumlah nama,
ada yang menyebut 99, 100, 200, bahkan 1.000 bahkan 4.000 nama, namun
menurut mereka, yang terpenting adalah hakikat Dzat Allah SWT yang harus
dipahami dan dimengerti oleh orang-orang yang beriman seperti Nabi Muhammad.
Asma'ul husna secara harfiah adalah nama-nama, sebutan, gelar Allah yang baik
dan agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang agung dan mulia
itu merupakan suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan kehebatan
milik Allah.
Para ulama berpendapat bahwa kebenaran adalah konsistensi dengan kebenaran
yang lain. Dengan cara ini, umatMuslim tidak akan mudah menulis "Allah adalah ...",
karena tidak ada satu hal pun yang dapat disetarakan dengan Allah, akan tetapi
harus dapat mengerti dengan hati dan keterangan Al-Qur'an tentang Allah ta'ala.
Pembahasan berikut hanyalah pendekatan yang disesuaikan dengan
konsep akal kita yang sangat terbatas ini. Semua kata yang ditujukan
padaAllah harus dipahami keberbedaannya dengan penggunaan wajar kata-kata
itu. Allah itu tidak dapat dimisalkan atau dimiripkan dengan segala sesuatu, seperti
tercantum dalam surat Al-Ikhlas.
“ "Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". (Al-
Ikhlas 112:1-4) ”
Para ulama menekankan bahwa Allah adalah sebuah nama kepada Dzat yang pasti
ada namanya. Semua nilai kebenaran mutlak hanya ada (dan bergantung) pada-
Nya. Dengan demikian, Allah Yang Memiliki Maha Tinggi. Tapi juga Allah Yang
Memiliki Maha Dekat. Allah Memiliki Maha Kuasa dan juga Allah Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Sifat-sifat Allahdijelaskan dengan istilah Asmaaul
Husna, yaitu nama-nama, sebutan atau gelar yang baik.
Berikut adalah beberapa terjemahan dalil yang terkandung di dalam Al-
Qur'an dan Hadits tentang asmaa'ul husna:
"Dialah Allah, tidak ada Tuhan/Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia
mempunyai asmaa'ul husna (nama-nama yang baik)." (Thaa-Haa 20:8)[1]
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana
saja kamu seru, Dia mempunyai alasmaa'ul husna (nama-nama yang terbaik)
dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" (Al-Israa' 17:110)[1]
"Allah memiliki Asmaa' ulHusna, maka memohonlah kepada-Nya dengan
menyebut nama-nama yang baik itu..." (Al-A'raaf :180)[1]
Asma Al-Husna[sunting | sunting sumber]
No. Nama Arab Indonesia
Allah الله Allah
1 Ar Rahman الرحمن Yang Maha Pengasih
2 Ar Rahiim الرحيم Yang Maha Penyayang
3 Al Malik الملكYang Maha Merajai (bisa di artikan Raja dari
semua Raja)
4 Al Quddus القدوس Yang Maha Suci
5 As Salaam السالم Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6 Al Mu`min المؤمن Yang Maha Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin المهيمن Yang Maha Mengatur
8 Al `Aziiz العزيز Yang Maha Perkasa
9 Al Jabbar الجبار Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
10 Al Mutakabbir المتكبرYang Maha Megah, Yang Memiliki
Kebesaran
11 Al Khaliq الخالق Yang Maha Pencipta
12 Al Baari` البارئYang Maha Melepaskan (Membuat,
Membentuk, Menyeimbangkan)
13 Al Mushawwir المصور Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14 Al Ghaffaar الغفار Yang Maha Pengampun
15 Al Qahhaar القهار Yang Maha Memaksa
16 Al Wahhaab الوهاب Yang Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq الرزاق Yang Maha Pemberi Rezeki
18 Al Fattaah الفتاح Yang Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim العليم Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20 Al Qaabidh القابض Yang Maha Menyempitkan (makhluknya)
21 Al Baasith الباسط Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22 Al Khaafidh الخافض Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23 Ar Raafi` الرافع Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
24 Al Mu`izz المعز Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25 Al Mudzil المذل Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26 Al Samii` السميع Yang Maha Mendengar
27 Al Bashiir البصير Yang Maha Melihat
28 Al Hakam الحكم Yang Maha Menetapkan
29 Al `Adl العدل Yang Maha Adil
30 Al Lathiif اللطيف Yang Maha Lembut
31 Al Khabiir الخبير Yang Maha Mengenal
32 Al Haliim الحليم Yang Maha Penyantun
33 Al `Azhiim العظيم Yang Maha Agung
34 Al Ghafuur الغفور Yang Maha Memberi Pengampunan
35 As Syakuur الشكور Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36 Al `Aliy العلى Yang Maha Tinggi
37 Al Kabiir الكبير Yang Maha Besar
38 Al Hafizh الحفيظ Yang Maha Memelihara
39 Al Muqiit المقيت Yang Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib الحسيب Yang Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil الجليل Yang Maha Luhur
42 Al Kariim الكريم Yang Maha Pemurah
43 Ar Raqiib الرقيب Yang Maha Mengawasi
44 Al Mujiib المجيب Yang Maha Mengabulkan
45 Al Waasi` الواسع Yang Maha Luas
46 Al Hakiim الحكيم Yang Maha Maka Bijaksana
47 Al Waduud الودود Yang Maha Mengasihi
48 Al Majiid المجيد Yang Maha Mulia
49 Al Baa`its الباعث Yang Maha Membangkitkan
50 As Syahiid الشهيد Yang Maha Menyaksikan
51 Al Haqq الحق Yang Maha Benar
52 Al Wakiil الوكيل Yang Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu القوى Yang Maha Kuat
54 Al Matiin المتين Yang Maha Kokoh
55 Al Waliyy الولى Yang Maha Melindungi
56 Al Hamiid الحميد Yang Maha Terpuji
57 Al Muhshii المحصىYang Maha Mengalkulasi (Menghitung
Segala Sesuatu)
58 Al Mubdi` المبدئ Yang Maha Memulai
59 Al Mu`iid المعيد Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60 Al Muhyii المحيى Yang Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu المميت Yang Maha Mematikan
62 Al Hayyu الحي Yang Maha Hidup
63 Al Qayyuum القيوم Yang Maha Mandiri
64 Al Waajid الواجد Yang Maha Penemu
65 Al Maajid الماجد Yang Maha Mulia
66 Al Wahid الواحد Yang Maha Tunggal
67 Al Ahad االحد Yang Maha Esa
68 As Shamad الصمد Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69 Al Qaadir القادرYang Maha Menentukan, Maha
Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir المقتدر Yang Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim المقدم Yang Maha Mendahulukan
72 Al Mu`akkhir المؤخر Yang Maha Mengakhirkan
73 Al Awwal األول Yang Maha Awal
74 Al Aakhir األخر Yang Maha Akhir
75 Az Zhaahir الظاهر Yang Maha Nyata
76 Al Baathin الباطن Yang Maha Ghaib
77 Al Waali الوالي Yang Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii المتعالي Yang Maha Tinggi
79 Al Barru البرYang Maha Penderma (Maha Pemberi
Kebajikan)
80 At Tawwaab التواب Yang Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim المنتقم Yang Maha Pemberi Balasan
82 Al Afuww العفو Yang Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf الرؤوف Yang Maha Pengasuh
84 Malikul Mulk الملك مالك Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85Dzul Jalaali Wal
Ikraam
و الجالل ذو
اإلكرام
Yang Maha Pemilik Kebesaran dan
Kemuliaan
86 Al Muqsith المقسط Yang Maha Pemberi Keadilan
87 Al Jamii` الجامع Yang Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy الغنى Yang Maha Kaya
89 Al Mughnii المغنى Yang Maha Pemberi Kekayaan
90 Al Maani المانع Yang Maha Mencegah
91 Ad Dhaar الضار Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92 An Nafii` النافع Yang Maha Memberi Manfaat
93 An Nuur النورYang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi
Cahaya)
94 Al Haadii الهادئ Yang Maha Pemberi Petunjuk
95 Al Badii' البديعYang Maha Pencipta Yang Tiada
Bandingannya
96 Al Baaqii الباقي Yang Maha Kekal
97 Al Waarits الوارث Yang Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid الرشيد Yang Maha Pandai
99 As Shabuur الصبور Yang Maha Sabar
Bab 4Tawadhuk, Taat, Qanaah Dan SabarA. TawadhuTawadhu artinya merendahkan diri untuk tidak diketahui kemampuan yang dimilikinya oleh orang lain. Orang beriman dilarang memiliki sifat takabur dan dianjurkan memiliki sifat tawadhu, karena dengan mampu bersikap tawadhu (merendahkan diri) Allah akan meninggikan derajatnya. Firman Allah SWT yang menganjurkan tawadhu dalam Qur’an S. Al A’raf ayat 205:
�ä.øŒ$#ur š�/§‘ ’Îû š�Å¡øÿtR %Yæ•Ž|Øn@ Zpxÿ‹Åzur tbrߊur Ì�ôgyfø9$# z`ÏB ÉAöqs)ø9$# Íir߉äóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur Ÿwur `ä3s? z`ÏiB tû,Î#Ïÿ»tóø9$# ÇËÉÎÈ
Artinya: “Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai” (QS. Al A’raf:205)Keutamaan tawadhu diantaranya adalah :a. Akan ditinggikan derajatnyab. Mendapatkan cinta dari Allahc. Mendapatkan kasih saying AllahB. TaatTaat sering disamakan artinya dengan patuh dan tunduk. Dengan demikian taat artinya patuh dan tunduk terhadap perintah atau larangan seseorang atau peraturan yang berlaku.Taat lebih berkaitan dengan sikap dan tindakan seseorang dalam mentaati peraturan secara suka rela tanpa ada perasaan terpaksa sehingga dalam mentaati dan melakukan peraturan tersebut didasarkan pada rasa patuh dan tunduk terhadap peraturan yang berlaku. Mentaati peraturan merupakan akhlak terpuji dan hukumnya wajib. Allah SWT berfirman:
$pkš‰r’¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãè‹ÏÛr& ©!$# (#qãè‹ÏÛr&ur tAqß™§�9$# ’Í<‘ré&ur Í�öDF{$# óOä3ZÏB. . . )
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.C. Qanaah
Qanaah adalah suatu sikap yang menerima dengan cukup dan senang hati atas apa yang telah dianugrahkan Allah SWT kepadanya, karena merasa bahwa itulah telah menjadi bagiannya.Imam ibnu Taimiah mengatakan bahwa qanaah itu identik dengan zuhud, yaitu meninggalkan keinginan terhadap sesuatu yang tidak bermanfaat bagi akhirat.Manfaat qanaah:a. Hatinya penuh dengan keimanan dan keyakinan yang kuat kepada Allah SWT.b. Mampu mewujudkan syukur kepada Allah SWTc. Mensapatkan kehidupan yang membahagiakan dan menyenangkand. Menjadikannya mulia.D. SabarSabar artinya teguh hati tanpa mengeluh dalam menghadapi cobaan dan ujian. Orang yang sabar tidak pernah mengeluh, tidak putus asa, tidak mudah marah, baik dalam keadaan senang maupun susah.Sabar diperintahkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNYA:
$yg•ƒr’¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãY‹ÏètGó™$# ÎŽö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# yìtB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÌÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Albaqarah :153)Macam-macam sabar di antaranya:a. Sabar dalam berbuat, artinya dalam melakukan pekerjaan tidak tergesa-gesab. Sabar dalam menderita, artinya bila sedang tertimpa musibah kita menerima dengan lapang dadac. Sabar dalam menahan marahII. Materi PAI kelas VIII1. Zuhud dan TawakkalØ Standar Kompetensi : membiasakan perilaku terpujiØ Kompetensi Dasar :· Menjelaskan pengertian zuhud dan tawakal· Membiasakan perilaku zuhud dan tawakal dalam kehidupan sehari-hariA. ZuhudSecara bahasa zuhud berarti perihal meninggalkan keduniawian. Menurut istilah, zuhud berarti berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi bersifat material atau kemewahan duniawi dengan mengharap dan menginginkan sesuatu yang lebih baik dan bersifat spiritual berupa kebahagiaan akhirat.
Menurut imam Al Qusyairi, zuhud adalah tidak merasa bangga terhadap kemewahan dunia yang dimiliki dan tidak merasa sedih ketika kehilangan harta. Sedangkan menurut imam Gazali. Zuhud adalah mengurangi keinginan untuk menguasai kemewahan dunia atau harta kekayaan.Zuhud bukan berarti semata-mata tidak mau memiliki harta dan tidak sukamengenyam nikmat duniawi, tetapi zuhud sebenarnya adalah kondisi mental seseorang yang tidak terpengaruh oleh harta benda dalam dalam mengabdikan diri kepada Allah, Allah berfirman:
ŸxøŠs3Ïj9 (#öqy™ù’s? 4’n?tã $tB öNä3s?$sù Ÿwur (#qãmt�øÿs? !$yJÎ/ öNà69s?#uä 3 ª!$#ur Ÿw �=Ïtä† ¨@ä. 5A$tFøƒèC A‘qã‚sù ÇËÌÈ
Artinya: (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira[1459] terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid: 23)B. TawakalTawakal artinya berserah diri. Tawakal kepada Allah artinya berserah diri kepada qada dan qadar Allah SWT. Setelah berusaha sekuat tenaga sesuai kewajiban sebagai manusia.Keutamaan tawakal:a. Tawakal kepada Allah SWT merupakan pengamalan sebagian agama
t $tBur þ’Å+ŠÏùöqs? žwÎ) «!$$Î/ 4 Ïmø‹n=tã àMù=©.uqs? Ïmø‹s9Î)ur Ü=ŠÏRé& ÇÑÑÈ
Artinya: “dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali”(QS.Hud:88)b. Tawakal merupakan sebagian cabang dari imanc. Allah SWT akan mencukupkan penjagaan-Nya dari segala kejelekand. Allah SWT akan selalu mencintai orang-orang yang bertawakale. Allah SWT akan menjamin rezekif. Allah SWT akan member selalu petunjuk, kecukupan dan penjagaan2. Perilaku Tercela: Ananiah, Gadab, Hasad, Gibah dan NamimahØ Standar Kompetensi : Menghindari perilaku tercelaØ Kompetensi Dasar :· Menjelaskan pengertian ananiah, gadab, hasad, gibah dan namimah· Menghindari perilaku ananiah, gadab, hasad, gibah dan namimahA. Ananiah
Ananiah menurut bahasa artinya mengutamakan diri sendiri. Sikap ananiah disebut juga sikap egois. Orang yang bersikap ananiah lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri dari pada orang lain. Sikap ini berbahaya bagi diri sendiri karena akan membawa pelakunya menjadi rakus bahkan berupaya menyingkirkan keberadaan orang lain yang akan mengganggu tujuannya.B. GadabMenurut bahasa gadab artinya marah. Marah adalah kondisi jiwa yang sangat tidak senang karena bertentangan dengan keinginan hatinya.Marah adalah sikap yang berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain. Pemarah dapat menyebabkan kerugian yang besar, karena dapat melakukan apa saja yang tak dapatyang dikendalikan oleh akalnya.C. HasadHasad menurut bahasa artinya dengkit, sedangkan menurut istilah ialah berusaha menghilangkan nikmat yang diperoleh seseorang, dan berharap nikmat tersebut berpindah kepadanya.Sabda Rasulullah SAW:Artinya: “Janganlah sekali-kali bersifat hasad, sesungguhnya hasad dapat membakar amal kebaikan seperti api yang dengan cepat membakar kayu kering”D. GibahGibah menurut bahasa artinya mengumpat, menggunjing. Sedangkan menurut istilah gibah adalah memberitakan tentang kejelekan seseorang kepada orang lain, tetapi sebenarnya orang tersebut belum tentu melakukannya. Gibah merupakan perbuatan dosa yang sangat dibenci Allah SWT, firman Allah SWTŸwur (#qÝ¡¡¡pgrB Ÿwur =tGøótƒ Nä3àÒ÷è/ $³Ò÷èt/ 4 �=Ïtä†r& óOà2߉tnr& br& Ÿ@à2ù’tƒ zNóss9 ÏmŠÅzr& $\GøŠtB çnqßJçF÷dÌ�s3sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# 4
¨bÎ) ©!$# Ò>#§qs? ×LìÏm§‘ ÇÊËÈArtinya: “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (Al Hujarat :12)E. NamimahNamimah artinya menceritakan sesuatu dengan maksud memfitnah. Secara istilah namimah adalah memberitakan kejelekan-kejelekan orang lain, tetapi sebenarnya orang tersebuttidak pernah melakukannya dengan maksud untuk menjatuhkan nama baiknya.Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT,
$pkš‰r’¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å™$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨�t6tGsù br& (#qç7ŠÅÁè? $JBöqs% 7’s#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4’n?tã
$tB óOçFù=yèsù tûüÏBω»tR ÇÏÈArtinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS. Al HUjarat: 6)III. Materi PAI kelas XI1. Membiasakan perilaku terpujiØ Standar Kompetensi : Membiasakan perilaku terpujiØ Kompetensi Dasar :· Menjelaskan pengertian Qanaah dan Tasamuh· Membiasakan perilaku qanaah dan tasamuh dalam kehidupan sehari-hari.A. Qanaah Qanaah adalah suatu sikap yang menerima dengan cukup dan senang hati atas apa yang telahdianugrahkan Allah SWT kepadanya, karena merasa bahwa itulah telah menjadi bagiannya.Imam ibnu Taimiah mengatakan bahwa qanaah itu identik dengan zuhud, yaitu meninggalkan keinginan terhadap sesuatu yang tidak bermanfaat bagi akhirat.Hikmah qanaah dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain:a. Menghilangkan kesenjangan social antara kelompok kaya dan kelompok miskinb. Mengurangi tindakan criminalc. Mewujudkan kesatuan dan persatuand. Mendorong masyarakat untuk majue. Menyebabkan mendapat ridho dan rahmat Allah SWTManfaat qanaah:a. Hatinya penuh dengan keimanan dan keyakinan yang kuat kepada Allah SWT.b. Menumbuhkan kehidupan yang baik
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @�Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨Zt�Í‹ósãZn=sù Zo4qu‹ym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌ“ôfuZs9ur Nèdt�ô_r& Ç`|
¡ômr’Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈArtiny: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An Nahl: 97)
c. Mampu mewujudkan syukur kepada Allah SWTd. Mendapatkan kehidupan yang membahagiakan dan menyenangkane. Dijadikan kecukupan oleh Allah SWT
x8y‰y`urur Wxͬ!%tæ 4Óo_øîr’sù ÇÑÈArtinya: “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan” (QS. Ad Duha:8)f. Menjadikannya mulia.B. TasamuhTasamuh berarti kelapangan dada, keluasan pikiran dan toleransi terhadap sesama muslim maupun non muslim. Pembahasan tasamuh meliputi cara-cara menjaga kerukunan dan persatuan.1. Menjaga persatuana. Kerukunan Intern umat IslamSaat ini dalam agama Islam berkembang berbagai macam paham dan aliran. Walaupun demikian antara muslim yang satu dengan yang lain tetap merupakan saudara. Rasulullah SAW menggabarkan persaudaraan umat islam tersebut dalam hadits berikut:Artinya:“Perumpamaan orang Islam di dalam saying menyayangi dan kasih mengasihi adalah bagaikan satu tubuh yang apabila ada salah satu anggota yang sakit, anggota tubuh yang lain akan ikut merasakannya,tidak bisa tidur dan merasa demam”(H.R muslim)b. Kerukunan umat islam degan umat beragama lainIslam merupakan agama yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap golongan agama lain. Dakwah Islam tidak boleh dilaksanakan dengan cara kekerasan dan paksaan, tetapi harus dengan cara yang damai dan bijaksana. Hal itu terdapat Al Qur’an,
Iw on#t�ø.Î) ’Îû ÈûïÏe$!$# ( ‰s% tû¨üt6¨? ߉ô©”�9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 `yJsù ö�àÿõ3tƒ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãƒur «!$$Î/ ωs)sù y7|¡ôJtGó™$# Íouró�ãèø9$
$Î/ 4’s+øOâqø9$# Ÿw tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ìì‹Ïÿxœ îLìÎ=tæ ÇËÎÏÈArtinya:“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”(QS.al Baqarah:156)c. Kerukunan umat Islam dengan pemerintahMenurut tafsir ulil amri adalah orang-orang yang memegang kekuasaan diantara umat manusia yaitu pemerintah, penguasa dan pemimpin lainnya. Kita wajib mentaatinya selama peraturan itu tidak bertentangan dengan prinsif syariat Islam. Hal itu terdapat dalam QS. An Nisa ayat 59
2. Menjaga persatuanSalah satu cara untuk menjaga persatuan dan kesatuan adalah kebersamaan, seperti firman Allah dalam QS. Ali Imran : 102. Oleh karena itu tidak layak apabila diantara sesame muslim terjadi perselisihan, perpecahan dan permusuhan. Seyogyanya umat islam lebih memperhatiakan persatuan dan kesatuan, saling menolong dan saling menghormati.3. Fungsi tasamuh diantaranya:a. Menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakatb. Menimbulkan rasa saling menghormati antar sesamec. Menciptakan rasa aman, tenang, damai dan keserasian dalam masyarakatd. Menghilangkan permusuhan, kebencian dan dendame. Menjalin rasa persatuan dan kesatuan dalam bermasyarakat
Bab 5Taharah (Bersuci)
Menurut bahasa, taharah artinya bersuci.
Menurut istilah, pengertian taharah adalah menyucikan diri dari hadas
dan najis.
Adapun ketentuan taharah dalam Islam dapat berupa wudu, mandi,
tayamum, istinjak dan sebagainya.
Berwudu merupakan cara untuk menyucikan diri dari hadas kecil.
Sebelum kita mengerjakan salat harus membersihkan terlebih dahulu
anggota wudu kita mulai dari tangan, muka rambut, hingga kaki.
Rukun wudu sebagai berikut.
1) niat,
2) membasuh muka,
3) membasuh kedua tangan hingga siku-siku,
4) mengusap rambut kepala,
5) membasuh kaki hingga mata kaki, dan
6) tertib.
Adapun perintah wudu sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Maidah
ayat 6 sebagai berikut.
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan
salat, maka basuhlah wajahmu dan ta-nganmu sampai ke siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimusampai ke kedua mata
kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan
(debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempur-nakan nikmat-Nya bagimu, agar
kamu bersyukur.(Al-Maidah : 6)
Tayamum
Bertayamum jika dalam keadaan sakit, atau sedang dalam perjalanan dan
tidak mendapat air. Cara bertayamum dengan mengusapkan debu ke
wajah dan kedua tangan.
Mandi Wajib
Mandi wajib adalah meratakan air ke seluruh tubuh dengan niat
menghilangkan hadas dan najis.
Mandi wajib harus dilaksanakan karena sebab bercampurnya suami istri,
selesai haid bagi wanita, selesai nifas, mengeluarkan air mani,
sebagaimana diperintahkan di dalam ayat 6 QS. Surah Al-Maidah sebagai
berikut:
“… Dan Jika Kamu (dalam keadaan) junub maka mandilah …”
(Q.S. Al-Ma’idah : 6)
Tatacara mandi wajib menurut rasulullah saw berdasarkan hadis dari
Aisyah ra. Sebagai berikut.
Dari ‘Aisyah ra. Ia berkata : “Apabila Rasulullah SAW. Mandi janabah maka
beliau mencuci kedua tangan beliau dan wudlu seperti untuk sholat,
kemudian mandi dan menyela-nyelai rambut dengan kedua tangannya
sehingga apabila beliau menduga bahwasanya telah meratakan (pada
kulit kepala beliau) lalu beliau tuangkan air tiga kali, kemudian beliau
mencuci seluruh badan beliau selanjutnya ‘Aisyah berkata : “Aku dan
Rasulullah saw. pernah mandi dari satu bejana secara bersamaan
menciduk air dari bejana itu. (H.R. Bukhari)
Bab 6
Salat
Salat (bahasa Arab: صالة; transliterasi: Sholat) merujuk kepada ritual ibadah pemeluk agama Islam. Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Nabi Muhammad sebagai figur pengejawantah perintah Allah.[1]Umat muslim diperintahkan untuk mendirikan salat karena menurut Surah Al-'Ankabut dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar."...dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain)."
— Al-'Ankabut 29:45
Secara bahasa salat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti, doa. Sedangkan, menurut istilah, salat bermakna serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.
Hukum salat[sunting | sunting sumber]
Muslim di Indonesia sedang salat.
Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad telah memberikan peringatan keras kepada
orang yang suka meninggalkan salat wajib, mereka akan dihukumi
menjadi kafir[2] dan mereka yang meninggalkan salat maka pada hari kiamat akan
disandingkan bersama dengan orang-orang,
seperti Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf.[3]
Hukum salat dapat dikategorisasikan sebagai berikut:
Fardu, Salat fardhu ialah salat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Salat
fardhu terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
Fardu ain adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf langsung
berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan
oleh orang lain, seperti salat lima waktu, dan salat Jumat(fardhu 'ain untuk
pria).
Fardu kifayah adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak
langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah
ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang
yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi
berdosa bila tidak dikerjakan, seperti salat jenazah.
Salat sunah (salat nafilah) adalah salat-salat yang dianjurkan atau disunnahkan
akan tetapi tidak diwajibkan. Salat nafilah terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
Nafil muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang
kuat (hampir mendekati wajib), seperti salat dua hari raya, salat
sunah witir dan salat sunah thawaf.
Nafil ghairu muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan
yang kuat, seperti salat sunah Rawatib dan salat sunah yang sifatnya
insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya
dikerjakan ketika terjadi gerhana).
Rukun salat[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rukun salat
Salat berjamaah
1. Berdiri bagi yang mampu.[4]
2. Takbiratul ihram.[5]
3. Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat.[6]
4. Rukuk dan tuma’ninah.[7][8]
5. Iktidal setelah rukuk dan tuma'ninah.[8][9]
6. Sujud dua kali dengan tuma'ninah.[8][10]
7. Duduk antara dua sujud dengan tuma'ninah.[8][11]
8. Duduk dan membaca tasyahud akhir.[12]
9. Membaca salawat nabi pada tasyahud akhir.[13]
10.Membaca salam yang pertama.[14]
11.Tertib melakukan rukun secara berurutan.[15]
Salat berjamaah[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Salat berjamaah
Sebuah infografik mengenai posisi salat berjamaah
sesuaisunnah dari Nabi Muhammad .
Salat tertentu dianjurkan untuk dilakukan secara bersama-sama (berjamaah). Dalam
pelaksanaannya setiap Muslim diharuskan mengikuti apa yang telah Nabi
Muhammad ajarkan, yaitu dengan meluruskan dan merapatkan barisan, antara
bahu, lutut dan tumit saling bertemu.[16][17][18][19]
Pada salat berjamaah seseorang yang dianggap paling kompeten akan ditunjuk
sebagai imam salat, dan yang lain akan berlaku sebagai makmum.
Salat yang dapat dilakukan secara berjamaah maupun sendiri antara lain:
Salat fardu
Salat tarawih
Salat yang mesti dilakukan berjamaah antara lain:
Salat Jumat
Salat Hari Raya (Ied)
Salat Istisqa'
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Salat Fardu
Yaitu salat yang tidak wajib berjamaah tetapi sebaiknya berjamaah.
Salat dalam kondisi khusus[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Safar (perjalanan), Salat Qashar,
dan Salat Jamak
Dalam situasi dan kondisi tertentu kewajiban melakukan salat diberi keringanan
tertentu. Misalkan saat seseorang sakit dan saat berada dalam perjalanan (safar).
Bila seseorang dalam kondisi sakit hingga tidak bisa berdiri maka ia dibolehkan
melakukan salat dengan posisi duduk, sedangkan bila ia tidak mampu untuk duduk
maka ia diperbolehkan salat dengan berbaring, bila dengan berbaring ia tidak
mampu melakukan gerakan tertentu ia dapat melakukannya dengan isyarat.
Sedangkan bila seseorang sedang dalam perjalanan, ia diperkenankan
menggabungkan (jama’) atau meringkas (qashar) salatnya. Menjamak salat berarti
menggabungkan dua salat pada satu waktu
yakni zuhur dengan asar atau maghrib dengan isya. Mengqasar salat berarti
meringkas salat yang tadinya 4 rakaat (zuhur, asar, isya) menjadi 2 rakaat.
Salat dalam Alquran[sunting | sunting sumber]
Berikut ini adalah ayat-ayat yang membahas tentang salat di dalam Alquran, kitab
suci agama Islam.
Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: Hendaklah mereka
mendirikan salat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada
mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat)
yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan (Ibrahim 14:31).
Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji (zina) dan
mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan (al-‘Ankabut 29:45).
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan
salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui
kesesatan (Maryam 19:59).
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia
ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia
amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, yang mereka itu tetap
mengerjakan salatnya (al-Ma’arij 70:19-23).
Sejarah salat fardu[sunting | sunting sumber]
Salat yang mula-mula diwajibkan bagi Nabi Muhammad dan para pengikutnya
adalah salat malam, yaitu sejak diturunkannya Surat al-Muzzammil (73) ayat 1-19.
Setelah beberapa lama kemudian, turunlah ayat berikutnya, yaitu ayat 20:
"Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu, dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Alquran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik, dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya, dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
— Al-Muzzammil 73:20
Dengan turunnya ayat ini, hukum salat malam hukumnya menjadi sunnah. Ibnu
Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata
mengenai ayat 20 ini, "Sesungguhnya ayat ini menghapus kewajiban salat malam
yang mula-mula Allah wajibkan bagi umat Islam.
Ibadah salat sebelum Islam[sunting | sunting sumber]
Dalam Alquran disebutkan adanya perintah Allah untuk melaksanakan salat bagi
umat-umat sebelum Nabi Muhammad. Salat dalam Islam pun telah dilakukan sejak
awal diutusnya Nabi Muhammad, dan baru diwajibkan Salat lima waktu setelah
terjadinya peristiwa Isra dan mikraj. Dalam Isra' mi'raj tersebut disebutkan bahwa
Nabi Muhammad salat terlebih dahulu di Al-Aqsha sebelum naik ke langit dan
berjumpa para nabi. Nabi Muhammad juga bertemu Nabi Musa dan dia
menceritakan bahwa umat-nya (bani Israil) tidak mampu melakukan salat lima puluh
waktu dalam sehari.
Di dalam Alquran juga disiratkan akan salat yang dilakukan nabi-nabi sebelum Islam,
misalnya Ishaq dan Ya'kub:
"...dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshaq dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami), dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah."
— Al-Anbiya' 21:72-73 [20]
Juga disebutkan pula di dalam Alquran perintah salat kepada umat lainnya sebelum
Nabi Muhammad, pada Nabi Ismail,[20] pada Nabi Isa,[20] pada Bani Israil,[20] dan
seluruh Ahlul Kitab.[20]
Pada awal mulanya salat umat muslim berkiblat ke Al-Aqsha di Yerusalem sebelum
akhirnya diperintah Allah untuk berpindah kiblat ke bangunan yang
didirikan Nabi Ibrahim dan Ismail yaitu Masjid Al-Haram Kakbah.[20]
Lihat pula[sunting | sunting sumber]
Wudu
Azan
Zikir
Ma'rifat
Referensi[sunting | sunting sumber]
1. Rasulullah bersabda, Salatlah kalian sesuai dengan apa yang kalian lihat aku mempraktikkannya. Hadits riwayat Imam Bukhari no. 628, 7246 dan Imam Muslim no. 1533.
2. Muhammad bersabda: "Perjanjian yang memisahkan kita dengan mereka adalah salat. Barangsiapa yang meninggalkan salat, maka berarti dia telah kafir." Hadis riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi.
3. Muhammad bersabda: "Barangsiapa yang menjaga salat maka ia menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat dan
barangsiapa yang tidak menjaganya maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti dan keselamatan dan pada hari kiamat ia akan bersama Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf." Hadis shahih riwayat Imam Ahmad, At-Thabrani dan Ibnu Hibban.
4. “Shalatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk. Jika tidak mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping.” HR Bukhari no. 1117, dari ‘Imron bin Hushain.
5. “Pembuka shalat adalah thoharoh (bersuci). Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam.” HR Abu Daud no. 618, Tirmidzi no. 3, Ibnu Majah no. 275. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 301.
6. “Tidak ada shalat (artinya tidak sah) orang yang tidak membaca Al Fatihah.” HR Bukhari no. 756 dan Muslim no. 394, dari ‘Ubadah bin Ash Shomit.
7. “Kemudian ruku’lah dan thuma’ninahlah ketika ruku’.” HR Bukhari no. 793 dan Muslim no. 397.
8. ^ a b c d “Shalat tidaklah sempurna sampai salah seorang di antara kalian menyempurnakan wudhu, … kemudian bertakbir, lalu melakukan ruku’ dengan meletakkan telapak tangan di lutut sampai persendian yang ada dalam keadaan thuma’ninah dan tenang.” HR Ad-Darimi no. 1329. Syaikh Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
9. “Kemudian tegakkanlah badan (i’tidal) dan thuma’ninalah.”10. “Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud.”11. “Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud. Lalu bangkitlah dari
sujud dan thuma’ninalah ketika duduk. Kemudian sujudlah kembali dan thuma’ninalah ketika sujud.”
12. “Jika salah seorang antara kalian duduk (tasyahud) dalam shalat, maka ucapkanlah “at tahiyatu lillah …”.” HR Bukhari no. 831 dan Muslim no. 402, dari Ibnu Mas’ud.
13. “Jika salah seorang di antara kalian hendak shalat, maka mulailah dengan
menyanjung dan memuji Allah, lalu bershalawatlah kepada Nabi , lalu berdo’a setelah itu semau kalian.” Riwayat ini disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Fadh-lu Shalat ‘alan Nabi, hal. 86, Al Maktabah Al Islamiy, Beirut, cetakan ketiga 1977.
14. “Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam.” HR Abu Daud no. 618, Tirmidzi no. 3, Ibnu Majah no. 275. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 301.
15. Pembahasan rukun shalat ini banyak disarikan dari penjelasan Syaikh Abu Malik dalam kitab Shahih Fiqh Sunnah terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.
16. Rasulallah bersabda, “Luruskan shaf-shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk kesempurnaan shalat.” (Hadits riwayat Bukhari, dalam Fath al-Bari’ No.723)
17. Rasulallah bersabda, “Benar-benarlah kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan membuat berselisih di antara wajah-wajah kalian.”
(Hadits riwayat Bukhari 717, Imam Muslim 127, Lafadz ini dari Imam Muslim). Berkata Al-Imam An-Nawawi, “Makna hadits ini adalah akan terjadi di antara kalian permusuhan, kebencian dan perselisihan di hati.”
18. Rasulallah bersabda, “Luruskan shaf kalian, jadikan setentang di antara bahu-bahu, dan tutuplah celah-celah yang kosong, lunaklah terhadap tangan saudara kalian dan jangan kalian meninggalkan celah-celah bagi setan. Barangsiapa menyambung shaf maka Allah menyambungkannya dan barangsiapa yang memutuskannya maka Allah akan memutuskannya.” (Hadits riwayat Bukhari, Abu Dawud 666. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Shahih Sunan Abu Dawud)
19. Dari Abu Qosim Al-Jadali berkata, “Saya mendengar Nu’man bin Basyir
berkata, ‘Rasulallah menghadapkan wajahnya kepada manusia dan bersabda, ‘Luruskan shaf-shaf kalian! Luruskan shaf-shaf kalian! Luruskan shaf-shaf kalian! Demi Allah benar-benar kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan menjadikan hati kalian berselisih.’ Nu’man berkata, ‘Maka saya melihat seseorang melekatkan bahunya dengan bahu kawannya, lututnya dengan lutut kawannya, mata kaki dengan mata kaki kawannya.’’” (Hadits riwayat Abu Dawud 662, Ibnu Hibban 396, Ahmad 4272. Dishahihkan Syaikh Al-Albany dalam As-Shahihah no.32)
Bab 7
Shalat Berjamaah dan Munfarid
Shalat berjamaah sangat besar pahalanya dan manfaatnya bagi kita. Rasulullah
sangat
menekankan umatnya untuk menjaga shalat berjamaah.
Khususnya shalat wajib yang lima waktu. Bila semangat kita sedang turun, hidup kita
sedang lesu, kondisi kejiwaan kita tidak tenang, maka cobalah shalat lima waktu secara
berjamaah. InsyaAllah, semua itu akan terobati. Selain itu, shalat lima waktu yang
dilakukan secara berjamaah jauh lebih banyak pahalanya. Sebagaimana hadits Rasulullah:“Diriwayatkan dari Ibnu Umar Rasulullah saw. Bersabda : keutamaan salat jamaah itu melebihi salat sendirian sebanyak 27 derajat”
A. Pengertian Shalat Jamaah dan Munfarid
1. Pengertian Salat Jamaah
Secara bahasa, jamaah artinya berkumpul. Jadi, salat jamaah ialah salat
yang dikerjakan atau dilakukan secara bersama-sama oleh dua orang
atau lebih dan terdiri dari imam dan makmum dengan persyaratan
tertentu. Orang yang mimimpin salat jamaah disebut imam, sedangkan
orang yang mengikuti imam disebut makmum. Hukum salat jamaah
adalah sunah muakkad, artinya salat jamaah sangat dianjurkan untuk
selalu dilakukan.
2. Pengertian Salat Munfarid
Secara bahasa, munfarid berarti sendiri. Jadi, salat munfarid adalah salat
yang dilakukan sendirian baik salat wajib maupun salat sunah.
B. Ketentuan Shalat Jamaah
1. Syarat-Syarat Imam
Syarat-syarat imam meliputi:
a. mempunyai pengetahuan yang lebih dalam hal salat,
b. dapat membaca Al Quran dengan fasih dan benar.
c. mumayyiz, artinya balig, berakal sehat, dan dapat membedakan
antara yang hak dan yang batil,d. lebih utama jika imamnya lebih tua,
e. berniat menjadi imam,
f. imam laki-laki, makmumnya kaum laki-laki dan perempuan. Imam
perempuan hanya boleh mengimami kaum perempuan.
Hal-hal yang makruh menjadi imam yaitu:• dibenci oleh masyarakat,
• bacaannya buruk,
• imamnya belum balig, dan
• imam yang belum khitan.
2. Syarat-Syarat Makmum
Syarat-syarat makmum meliputi:
a. berniat mengikuti imam,
b. mengikuti imam dalam setiap gerakannya,
c. imam dan makmum harus berada dalam satu tempat,
d. tempat berdiri makmum tidak diperbolehkan melebihi tempat
berdirinya imam, dane. makmum hendaknya mengetahui gerak-gerik imamnya.
Makmum yang mengikuti imam sejak awal disebut makmum
muwafik. Sedangkan makmum yang tertinggal disebut makmum
masbuk.
Ketentuan bagi makmum masbuk:• apabila makmum sempat takbiratul ihram sebelum iman rukuk,
maka hendaklah makmum membaca Surah Al Fätihah,• jika imam telah rukuk, sedang makmum belum selesai membaca selesai Surah Al Fätihah, maka makmum hendaknya rukuk mengikuti imam tanpa harus menyelesaikan bacaan Surah Al Fätihah,• apabila makmum mendapati iman sedang rukuk, makmum segera
takbiratul ihram dan langsung rukuk mengikuti imam.Makmum yang mengikuti imam dari rukuk, ia mendapatkan rakaat itu dengan sempurna. Apabila mengikuti imam lewat dari rukuk, seperti imam sedang iktidal atau sujud dan lainnya, maka sama saja makmum tidak ikut rakaat tersebut. Sehingga setelah imam memberi salam, makmum berdiri lagi menambah kekurangan rakaat yang ketinggalan.3. Hal-Hal yang Menyebabkan Seseorang Boleh Meninggalkan Salat
Jamaah
Hal-hal yang menyebabkan seseorang boleh meninggalkan salat
jamaah, antara lain:a. takut adanya bahaya,
b. lapar dan haus sedangkan makanan dan minuman telah tersedia,
c. sakit yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke tempat salat
jamaah,d. hujan yang menyusahkan perjalanan ke tempat jamaah, dan
e. adanya angin yang sangat kencang.
C. Praktik Shalat Berjamaah
1. Tata Cara sebagai Imam
Sebelum salat berjamaah dimulai, hendaknya imam melakukan hal-hal
berikut.a. imam menghadap ke makmum, apabila ada saf yang kurang rapi,
imam menyuruh supaya dirapikan dan diluruskan.b. imam menyuruh para jamaah supaya meluruskan safnya,
c. imam menyuruh para jamaah supaya memenuhi saf yang masih
longgar sehingga rapat antara satu dan yang lainnya,d. apabila saf sudah rapi dan teratur, imam memulai salat berjamaah
dengan khusyuk, tumakninah, tidak terlalu cepat, dan tidak terlalu
lama.
Saf yang paling baik dalam salat jamaah adalah saf yang paling depan
dan pahalanya lebih besar dibanding dengan saf lainnya.
2. Tata Cara Pengaturan Saf
Tata cara pengaturan saf dalam salat jamaah yaitu:
a. jika makmumnya hanya seorang laki-laki, maka makmum tersebut
hendaknya berdiri di belakang imam agak ke samping kanan,b. apabila makmumnya terdiri dari dua orang laki-laki, maka safnya
satu orang di sebelah kiri dan yang satu di sebelah kanan imam,c. jika makmum terdiri dari dua orang perempuan atau lebih, maka
makmumnya berada di belakang imam dan berjajar rapat,d. jika makmum terdiri atas beberapa orang laki-laki, maka
makmumnya berjajar di belakang imam dengan rapat,e. jika makmumnya terdiri dari dua orang perempuan, maka
makmum itu berada di belakang imam,f. jika makmumnya terdiri dari laki-laki, wanita dewasa, dan anak-
anak (wanita dan laki-laki), maka saf laki-laki berada paling depan, di
belakangnya adalah saf anak laki-laki, kemudian saf anak
perempuan, dan saf paling akhir untuk wanita dewasa.3. Tata Cara sebagai Makmum
Hal-hal yang harus dilakukan oleh makmum, antara lain:a. memenuhi saf yang masih kosong,
b. merapatkan, meluruskan, dan merapikan saf,
c. apabila imam mengucapkan, “Sawwü Sufüfakum fainna
taswiyyatassufüfi min tamämis-sholäh” maka makmum menyahut
dengan ucapan, “Sami‘nä wa atha‘nä.”d. mengikuti gerak gerik imam sejak takbiratulihram hingga salam,
e. membaca ämïn,
f. Apabila imam lupa tidak melakukan salah satu rukun salat,
makmum mengingatkanya dengan mengucapkan “Subhänalläh” bagi
makmum laki-laki. Sedangkan bagi makmum perempuan dengan
tepuk tangan.
D. Hikmah Shalat Jamaah
Hikmah salat jamaah antara lain:
1. memupuk silaturahmi sesama jamaah,
2. membina rasa persamaan derajat di hadapan Allah,
3. memperoleh pahala 27 derajat,
4. terjalin komunikasi yang baik antara jamaah yang satu dengan yang
lainnya,5. memupuk kerukunan sesama jamaah,
6. memperkuat ukhuwah islamiyah,
7. meningkatkan syiar Islam, dan8. mendidik kedisiplinan diri.