Upload
hepi-nuriyawan
View
139
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
agama
Citation preview
Materi AAI
MATERI ASISTENSI AGAMA ISLAM
MENGENAL HAKIKAT PENCIPTAAN MANUSIA
( MA’RIFATUL INSAN )
“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari saripati
yang (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami balut dengan daging. Lalu Kami jadikan ia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang
paling baik.”
(Al-Mu’minun : 12-14)
Pernahkah kita bertanya pada diri tentang ‘siapa saya?’ Pertanyaan
mendasar yang kadang kita belum mengetahui persis jawabannya.
Terkadang kita hanya mengetahui diri kita sebatas nama diri, ortu kita, plus
alamat tinggal dan sedikit karakter yang melekat. Tapi benarkah kita hanya
sebatas itu? Nah, pada bagian pertama buku ini akan dijelaskan siapa kita,
yang insya Allah setelah membaca dan memahaminya, kita akan menjadi
mahasiswa cerdas yang paham who am i ?
MANUSIA ADALAH CIPTAAN ALLAH
Bukan hal yang aneh jika kita pernah mendapati kucing kita mati,
tanaman kita kering, dan tetangga kita meninggal dunia. Semua yang hidup
Materi AAI
pasti mati. Ini adalah sebuah keniscayaan. Sejak Nabi Adam as hingga
kiamat nanti, ketentuan ini tetap berlaku.
Hal ini tentunya akan membuat kita berpikir, bagaimana kematian bisa
terjadi dan kemana kehidupan yang sebelumnya? Dan pasti, ada suatu
kekuatan besar yang menggerakan itu semua. Allahu Akbar! Inilah yang
membuat Harun Yahya—ilmuwan muslim dari Turki—berhasil meruntuhkan
teori Darwin yang dikenal dengan The Origin of Species yang dikemukakan
tahun 1859. Teori ini mengatakan bahwa manusia sebenarnya termasuk
jenis hewan yang telah mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi
dari jenis-jenis hewan lainnya. Proses perkembangan manusia ini memakan
waktu ribuan tahun, dari amoeba sampai menjadi kera. Kemudian dari kera
ada yang berevolusi menjadi manusia sempurna, meskipun sebagian masih
ada yang tetap menjadi kera. Doktrin ini sudah ditanamkan kepada kita
sejak kecil dan menjadi bagian ilmu yang kita kaji di bangku pendidikan.
Begitu kuatnya doktrin ini mempengaruhi kerangka berpikir kita, sehingga
tidak mengherankan jika kita menganggap semua itu adalah benar. Padahal
ada sisi yang meragukan kebenaran teori ini. Jika manusia merupakan hasil
evolusi dari kera, tentunya selama masa evolusi tersebut adalah masa
transisi, sehingga memungkinkan ada kera setengah manusia, ataupun ada
kera hampir jadi manusia, sebagai bentuk peralihan menuju manusia
sempurna sampai sekarang. Namun kita tidak pernah menjumpai bentuk
tersebut bukan? Inilah mata rantai yang hilang, salah satu kelemahan teori
ini yang tidak dapat terjawab sampai sekarang.
Kemudian jika manusia berasal dari kera, bagaimanakah kisah Adam
dan Hawa sebagai manusia pertama yang diciptakan Allah? Mungkinkah
mereka dalam wujud kera juga sebagai hasil dari evolusi? Tentu saja hal
tersebut tidak mungkin. Nah, apakah masih mau bersikeras, kalau manusia
awalnya dari kera?
Sebagai insan yang beriman, tentunya tidak diragukan lagi keyakinan
dalam diri kita, bahwa manusia adalah ciptaan Allah, dilahirkan ke dunia
Materi AAI
pertama kali dalam bentuk manusia, kemudian menjalani masa kehidupan
di dunia, sampai akhirnya saat yang ditentukan tiba, yaitu kembali kepada
pencipta, Allah Maha Kuasa.
Allah swt sebagai pencipta manusia, tentu saja mempunyai kekuatan
besar untuk mematikan (mengambil kembali) makhluk ciptaan-Nya. Jadi
kematian adalah hukum Allah yang pasti. Ruh yang tiada itu tentu saja akan
kembali pada Allah dengan proses yang tak terjangkau akal kita. Kita harus
ingat bahwa manusia sebagai makhluk tentu tidak akan sama dengan
penciptanya (Allah), karena itu akal kita tidak bisa menjangkau ke wilayah
yang disana hanya ada kekuasaan Allah. Sepakat bukan?
PROSES PENCIPTAAN MANUSIA
Tentu kita ingin mengetahui bagaimana proses penciptaan manusia.
Dalam Al-Quran, Allah swt. menjelaskan kronologis kejadian penciptaan
manusia. Mulai dari bahan baku penciptaannya, proses perkembangannya,
dan pertumbuhannya dalam rahim ibu, hingga ia kemudian dimatikan dan
dibangkitkan kembali dari kematian itu. Kronologis penciptaan manusia itu
ketika dikomparasikan dengan ilmu pengetahuan modern dengan analisis
ilmiahnya saat ini, sedikitpun tidak ditemukan pertentangan. Perhatikanlah
ayat Al-Quran di bawah ini :
“Hai manusia jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari
kubur), maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari
tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam
rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan,
kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu sampai pada kedewasaan, dan diantara kamu ada
yang diwafatkan dan ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dulu diketahuinya. Dan
kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di
Materi AAI
atasnya, hidup dan suburlah bumi itu dan menumbuhkan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Al-Hajj : 5)
Subhanallah! Segala sesuatu sudah diperhitungkan Allah sedemikian
rupa. Cermati sekali lagi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang luar
biasa dari ayat ini. Masih ada lagi ayat yang berbicara tentang proses
penciptaan manusia. Ini khusus berkaitan dengan janin di dalam rahim yang
mengalami 3 kegelapan. Kita perhatikan ayatnya yuk!
“…Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian
dalam tiga kegelapan. Yang berbuat demikian itu adalah Allah…” (Az-
Zumar: 6)
Tiga kegelapan yang dimaksud ayat tersebut adalah kegelapan dalam
perut, kegelapan dalam rahim dan kegelapan dalam selaput yang menutup
janin dalam rahim. Seperti yang telah dijelaskan dalam QS. Az-Zumar ayat
6. Hal ini juga tidak terbantahkan secara ilmiah.
Lebih jelas lagi, ayat Al-Quran yang menggambarkan proses penciptaan
manusia adalah pada QS. Al-Mukminun ayat 12-14, yang artinya :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati yang
(berasal ) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami balut dengan daging. Lalu Kami jadikan ia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Al-
Mukminun: 12-14)
Dari ayat diatas ada 2 kesimpulan isi kandungan ayat tersebut, yaitu :
a. Penegasan Allah swt. bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan-Nya
yang asal kejadiannya berasal dari saripati tanah. Bagaimana menurut
ilmu pengetahuan mengenai asal kejadian manusia? Menurut ilmu
Biologi, manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan asal kejadiannya adalah
Materi AAI
dari tanah. Hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan metode abu
bekas bakaran dari makhluk hidup tersebut. Hasil penelitian abu bekas
bakaran tersebut diketahui bahwa unsur-unsur asli yang terdapat dalam
diri manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan sama dengan unsur-unsur
yang terdapat dalam tanah, yaitu, oksigen, hidrogen, zat belerang, zat
arang, kalium, natrium, iodium, asam arang, air, dan zat-zat lainnya yang
berfungsi sebagai pelengkap.
b. Informasi dari Allah swt. tentang proses kejadian manusia ketika masih
berada dalam kandungan.
Sesuai ayat tersebut, proses kejadian manusia dalam kandungan yaitu :
Allah swt menjadikan saripati tanah yang terdapat
dalam tubuh manusia sebagai nutfah (air yang berisi spermatozoa),
yang kemudian ditumpahkan ke dalam qarar (rahim)
Allah swt. menjadikan nutfah sebagai alaqah yang
berbentuk gumpalan darah menyerupai buah lecis atau lintah.
Dari alaqah, Allah swt. menjadikannya sebagai
mudghoh, yaitu segumpal daging yang menyerupai daging hancur
yang telah dikunyah.
Dari mudghoh, Allah swt. menjadikannya sebagai idzam,
yaitu tulang atau rangka.
Kemudian tulang atau rangka itu dibalut oleh daging.
Setelah itu Allah swt. menjadikannya sebagai makhluk
dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk manusia yang telah berkepala,
berbadan, bertangan dan berkaki.
Bagaimana menurut pandangan ilmu pengetahuan tentang proses
kejadian manusia?
Menurut ilmu biologi, spermatozoa yang berasal dari laki-laki (suami)
melalui proses senggama masuk ke dalam qarar (rahim) wanita (istri). Di
Materi AAI
dalam rahim, spermatozoa ini bertemu dengan sel telur atau ovum istri
sehingga terjadi pembuahan. Sel telur yang telah dibuahi disebut zigot,
kemudian mengalami nidasi atau menempal pada salah satu dinding rahim.
Pada titik itulah ia membesar dengan sistem perkembangan sel, yaitu
membelah diri dari satu menjadi 2, 4, 8, 16, 32, dan seterusnya menurut
deret ukur, menjadi berkas sel-sel yang berbentuk seperti buah murbei.
Kemudian tumbuh memanjang, gepeng seperti lintah, kedua ujungnya
melekat pada dua titik pada dinding rahim, lalu salah satu ujungnya lepas
dan terbentuklah segumpal daging yang dihubungkan dengan seutas tali ke
dinding rahim ibunya. Dalam proses selanjutnya, daging itu tumbuh menjadi
tulang yang beruas-ruas panjang, kemudian berkembang menjadi kerangka
badan yang lengkap serta otot menutupi tulang-tulang itu. Sesudah 120 hari
atau 4 bulan masa kandungan, maka jabang bayi sudah lengkap dengan
segala organ-organ tubuh sebagai manusia dan setelah sembilan bulan
sepluh hari bayi tersebut siap dilahirkan.
Unsur Manusia
Manusia hidup dari rangkaian unsur-unsur tertentu yang menyusun
struktur kepribadiannya. Allah menciptakan manusia melalui dua tahap.
Allah pertama kali menciptakan jasadnya, kemudian meniupkan ruh ke
dalam jasad itu, sebagaimana pernyataan Allah swt. dalam ayat di bawah ini
:
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan (penciptaan jasadnya), lalu
Kutiupkan dari ruh-Ku ke dalamnya, maka bersujudlah kamu sekalian
kepadanya.” (Shaad: 72)
Jadi, dua unsur utama dalam kepribadian manusia adalah unsur materi
yaitu fisik manusia dan unsur ruh yaitu hati dan jiwa manusia. Selain dua
unsur tersebut ada satu unsur yang membuat manusia menjadi makhluk
Allah yang sempurna dibandingkan hewan dan tumbuhan, unsur tersebut
adalah akal.
Materi AAI
Ruh merupakan zat yang tak terlihat, tetapi hakekat ruh itu terasa
eksistensinya dalam jiwa manusia. Fungsi utama ruh untuk merasakan,
meyakini, menghendaki, dan memutuskan. Rasulullah saw mengatakan
bahwa di dalam jasad ada segumpal daging. Bila daging itu baik, maka
baiklah seluruh jasad. Namun bila daging itu rusak, maka rusaklah seluruh
jasad. Segumpal daging itu adalah hati manusia, dalam hal ini konteks
pembahasan hati bukanlah hati secara fisik, walaupun hepar juga sangat
menentukan kesehatan tubuh.
Akal adalah unsur dalam diri manusia yang berfungsi untuk
menampung dan memahami informasi yang disimpan dalam otak,
kemudian diproses dalam hati. Karena itulah Al-Quran sering menyatakan
bahwa kerja akal itu dalam hati, sebab memang tidak ada jeda waktu dari
proses-proses itu. Selanjutnya hasil keputusan hati itu akan menjadi tekad.
Dari tekad akan turun ke wilayah fisik menjadi sikap dan tindakan.
Fisik atau jasad memiliki tugas utama yaitu mengekspresikan
kehendak dalam bentuk sikap dan tindakan yang diarahkan oleh akal dan
keputusan jiwa. Oleh karena itu fisik adalah kendaraan bagi akal dan jiwa
kita. Para ulama Islam mengatakan, “Jika engkau mempunyai jiwa besar,
niscaya ragamu akan lelah mengikuti kehendaknya.” Jadi kendaraan ini
harus di up-grade kemampuannya dan dipelihara terus menerus, agar
sanggup membawa beban akal dan jiwa kita. Sebab setiap masalah yang
menimpa kendaraan ini akan mempengaruhi kondisi akal dan jiwa kita.
Ketiga unsur manusia tersebut, adalah kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan dan pemenuhan kebutuhannya pun harus seimbang. Bayangkan
jika kita hanya memenuhi kebutuhan ruh dan fisik, maka kita akan menjadi
manusia bodoh yang tidak mengetahui perkembangan zaman. Atau kita
hanya memenuhi kebutuhan akal dan fisik saja, maka bisa dipastikan kita
menjadi manusia yang tidak mengenal Allah bahkan mengingkari-Nya.
Karena itu, jika kuliah/belajar kita rajin, makan dan tidur kita teratur, maka
Materi AAI
ibadah dan shalat kita juga harus teratur. Itulah yang dimaksud
keseimbangan (tawazun).
POTENSI MANUSIA
Manusia menyimpan potensi dalam dirinya. Potensi tersebut mengarah
pada dua kecenderungan yang berlawanan. Dua kecenderungan tersebut
mengarahkan manusia untuk berbuat takwa atau berbuat fujur.
“Maka Dia (Allah) mengilhamkan kepada manusia (jalan) fujur dan taqwa.”
(Asy-Syams: 8)
Fujur adalah representasi semua kebatilan, kejahatan dan keburukan
yang semua itu akan menghasilkan dosa dan kesengsaraan dan muaranya
adalah neraka. Sementara takwa adalah representasi kebenaran, kebaikan
dan keindahan yang semua itu menghasilkan pahala dan kebahagiaan yang
muaranya adalah surga. Nah, kita jadi tahu bukan apa yang menyebabkan
seseorang bisa masuk surga atau neraka?
Sesungguhnya potensi fujur dan potensi takwa tidak akan pernah
bertemu pada satu waktu dalam diri manusia. Tidaklah seseorang berbuat
maksiat ketika ia dalam keadaan beriman. Sebaliknya, orang-orang yang
sedang kafir tidak sekali-kali melakukan ketaatan kepada Allah. Demikian
hadits Nabi menuturkan. Maka, Allah swt. menjanjikan kepada orang-orang
yang bertakwa, balasan sesuatu yang tidak diberikan kepada orang-orang
kafir yang berbuat fujur.
Sebagaimana Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya orang kafir, ahli kitab, dan orang musyrik masuk ke
dalam neraka jahanam dan mereka kekal di dalamnya, mereka itulah
sejelek-jelek makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh mereka itulah sebaik-baik makhluk. Balasan
mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga Adn yang mengalir di bawahnya
Materi AAI
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya….” (Al-
Bayyinah: 6-8)
Maka keputusan untuk memilih yang baik (surga) atau yang buruk
(neraka) ada pada diri kita. Dan tentu saja, kita ingin berada dalam
kebaikan yang selalu kekal di sisi Allah swt.
KEISTIMEWAAN MANUSIA
Seperti dijelaskan di awal, manusia mempunyai keistimewaan yang
tidak dimiliki makhluk lain. Keistimewaan tersebut antara lain :
a. Segi Penciptaan
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dinyatakan Allah sebagai
sebaik-baik penciptaan, sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.” (At-Tin: 4)
Coba bandingkan organ tubuh kita dengan organ tubuh makhluk Allah
yang lain, pastilah kita akan melihat manusia lebih sempurna
penciptaannya. Manusia memiliki organ tubuh yang lebih sempurna
fungsinya dibandingkan organ tubuh pada makhluk ciptaan Allah lainnya.
Coba perhatikan telapak tangan manusia, dengan lima jari dan sistem ruas
tulang yang ada di dalamnya, manusia dapat mengerjakan perbuatan dari
yang sangat berat hingga yang sangat rumit sekalipun. Dari yang sangat
kasar hingga yang sangat lembut sekalipun. Bandingkan dengan telapak
tangan kera dengan lima jari yang sama, seberapa banyak dia bisa berbuat?
Bandingkan pula keelokan wajah, keluwesan postur tubuh, hingga sistem
biologis yang ada pada manusia, semua lebih sempurna. Penciptaan otak
manusia dengan segenap potensi yang terkandung di dalamnya juga wujud
kesempurnaan ciptaan Allah. Walaupun ada hewan yang dilengkapi otak,
namun otak tersebut tidak berfungsi sebagaimana otak manusia. Ada yang
Materi AAI
agak “cerdas” seperti kera, namun binatang tersebut sangat rendah fungsi
otaknya.
b. Segi Ilmu
Penciptaan otak manusia dengan segenap potensi yang terkandung di
dalamnya, adalah wujud kesempurnaan ciptaan Allah. Dengan otak tersebut
manusia bisa menyerap ilmu dan sekaligus mengembangkannya. Semua itu
terjadi karena manusia diberi kelebihan yang tidak dimiliki oleh hewan dan
tumbuhan, yaitu berupa akal. Dengan analisis ilmu, manusia bisa
melakukan seleksi informasi, bisa menyimpulkannya, sekaligus
mengembangkannya. Maka budaya dan selera manusia dari waktu ke waktu
terus berkembang seiring ilmu yang dimiliki. Ini tidak dimiliki oleh
binatang, mereka memiliki perilaku, selera, dan perasaan yang tidak pernah
berubah apalagi berkembang. Dari dulu, misalnya binatang tidak punya
rasa malu tidak pakai baju. Maka jika sekarang ada sebagian orang makin
suka buka-buka baju tandanya ilmunya makin jongkok (seperti binatang?).
Hewan hanya memiliki insting, sehingga segala gerak dan perbuatannya
hanya sekedar instinktif. Bisa jadi hewan mampu dilatih untuk suatu hal
tertentu, namun itupun hanya sekedar insting bukan ilmu, sehingga ia tak
akan mampu mengembangkannya. Apalagi dibandingkan dengan tumbuhan
yang tak diberi indera, maka terbukti manusia adalah satu-satunya makhluk
yang bisa mencerna ilmu dan teknologi secara baik.
c. Segi Kehendak Untuk Memilih
Kita sebagai manusia pastilah punya kehendak. Kita bisa memilih mana
jalan yang baik dan mana yang sesat. Sekadar ilmu belum tentu bisa
mengarahkan kepada kebaikan, yang bisa mengarahkan orang pada
kebaikan adalah kemauan dan kehendak yang kuat untuk mengamalkan
ilmu itu dan menjadikan dirinya baik. Misalnya, seseorang yang telah
mengetahui bahwa mencuri itu perbuatan yang buruk, tapi ia tetap
Materi AAI
melakukannya karena dia tidak memiliki kemauan dan kehendak yang kuat
untuk menghindari mencuri.
Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya (manusia) jalan yang lurus,
ada yang syukur ada pula yang kufur.” (Al-Insan: 3)
Dalam menentukan jalan hidup, manusia mempunyai banyak pilihan
karena ia memiliki kehendak, sehingga ada yang memilih jalan Islam dan
ada pula yang memilih jalan kufur. Lain halnya dengan para malaikat,
mereka hanya memiliki satu kemungkinan yaitu taat pada Allah swt.
d. Segi Kedudukan/kemuliaan
Allah memberikan kedudukan yang tinggi kepada manusia diantara
makhluk lainnya di bumi, yakni ia sebagai pemimpin atau khalifah di bumi
ini, sehingga manusia bisa memanfaatkan alam semesta ini untuk keperluan
hidupnya. Sebagaimana firman Allah:
“Dialah (Allah) yang menjadikan segala hal yang ada di bumi ini untuk
kamu.” (Al-Baqarah: 29)
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang lebih sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Bani Isra’il: 70)
Dengan ilmu yang dimilikinya, manusia bisa memanfaatkan segala
sesuatu di alam ini sehingga bermanfaat untuk kemakmuran bersama.
e. Segi Kemampuan Bicara
Jika kita perhatikan semua makhluk hidup yang diberi mulut, semuanya
dapat berbicara dengan bahasa masing-masing. Binatang-binatang
berbicara dengan bahasa mereka masing-masing seperti yang disebut
manusia sebagai mengembik, mengaum, berkicau, dan lain-lain. Adapun
manusia, ia bisa berbicara dengan sempurna. Dengan simbol-simbol huruf
Materi AAI
yang terbatas jumlahnya, manusia dapat mengungkapkan pikirannya yang
rumit sekalipun sehingga bisa mentransfer ilmu kepada orang lain. Dengan
kata-kata itulah gagasan-gagasan terkomunikasikan dan diwujudkan dalam
realitas sehingga menjadi karya-karya besar peradaban manusia. Inilah
yang membedakannya dengan binatang. Allah swt berfirman:
“Ar-Rahman yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan
manusia, mengajarnya pandai berbicara.” (Ar-Rahman: 1-4)
f. Segi Kesiapan Moral
Manusia dapat dibentuk menjadi baik atau buruk, bahkan bisa juga
berperan ganda sebagaimana orang munafik. Ia bisa jahat melebihi syaitan,
sekaligus bisa menjadi makhluk baik melebihi malaikat. Dalam segi ini
sangat tampak perbedaan manusia dengan binatang. Binatang sulit atau
malah tidak bisa dibentuk dengan sifat dan karakter mereka yang
bermacam-macam. Karenanya tidak ada ya binatang munafik? Sedangkan
manusia bisa saja melakukannya dan bisa membentuk moralnya menjadi
apapun yang diinginkan.
MISI MANUSIA DI MUKA BUMI
Subhanallah, kita telah belajar banyak tentang manusia. Sekarang kita
akan membicarakan tentang misi mengapa manusia diciptakan Allah di
muka bumi ini. Karena manusia memiliki keutamaan dan keistimewaan
dibanding manusia yang lainnya, maka sangat wajar jika konsekuensinya
adalah manusia mengemban amanah dan tugas yang berat dalam
kehidupan ini.
Setidaknya, ada tiga misi diciptakannya manusia di bumi ini, yaitu :
1. Beribadah Kepada Allah SWT
Materi AAI
Allah memerintahkan manusia untuk beribadah sebagai bentuk rasa
syukur atas karunia dan nikmat yang diberikan-Nya seperti disampaikan
dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56 berikut.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.”
Jadi tugas utama kita adalah menyembah (beribadah) kepada Allah,
bukan untuk yang lainnya. Kita harus ingat, ibadah disini dalam arti luas
yang tidak melulu shalat, zakat, puasa, naik haji dan sebagainya, namun
bermakna luas. Segala sesuatu yang diperbuat seseorang karena ketaatan
dan ketundukannya kepada Allah adalah ibadah. Saat kita kuliah dengan
niat bismillah mencari ilmu Allah, maka itu bisa dihitung ibadah. Ketika kita
tersenyum ikhlas pada saudara seiman itu juga ibadah. Bahkan sekedar
menyingkirkan duri/rintangan di jalan pun dikatakan Rasulullah sebagai
ibadah. Ibnu Taimiyah mengartikan ibadah adalah segala sesuatu yang
dicintai Allah dan diridhoi-Nya. Prinsip “hidup hanya untuk beribadah”
jangan dimaknai meninggalkan berbagai aktivitas untuk melaksanakan
ritual ibadah tapi dimaknai dengan menjadikan seluruh aktivitas kehidupan
bernilai ibadah.
2. Sebagai Pemimpin di Muka Bumi (khalifah fil ardhi)
Allah swt. memilih manusia untuk memimpin dan mengelola bumi
dengan seluruh isinya. Hal ini karena kelebihan manusia atas kehendak
Allah swt. yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, yakni kecerdasan yang
dimilikinya. Perhatikan firman Allah swt berikut:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “sesungguhnya
Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi. ”Mereka berkata,
“Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi ini orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”
Materi AAI
Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang engkau tidak
ketahui.” (Al-Baqarah: 30)
Nah, ternyata manusialah yang dipilih Allah untuk memimpin di bumi,
bukan malaikat atau yang lainnya. Pemberian hak kepemimpinan oleh Allah
swt. kepada manusia dapat diilustrasikan dengan pemberian hak
kepemimpinan seorang presiden kepada seorang gubernur untuk memimpin
sebuah wilayah provinsi tertentu. Meskipun seorang gubernur memiliki
kekuasaan, namun dia tetap terikat kepada kebijakan yang ditetapkan
seorang presiden. Demikian kekhilafahan yang diamanahkan kepada
manusia oleh Allah swt, tetap dengan beberapa batasan, yaitu : Pertama,
orang yang diangkat sebagai pemimpin (khalifah) bukan berfungsi sebagai
penguasa mutlak, karena jelas, penguasa mutlak itu hanya Allah swt.
Kedua, ia harus berbuat berdasarkan perintah yang mengangkatnya, bukan
atas kemauannya sendiri. Ketiga, ia tidak boleh bertindak melampaui batas
yang telah ditentukan. Keempat, ia harus berbuat menurut kehendak yang
mengangkat. Jadi, tetap ada ketundukan dan kepatuhan kepada Allah swt.
Disinilah fungsi amar ma’ruf nahi munkar itu. Manusia diberi pilihan
untuk bisa memimpin dengan baik atau sebaliknya, menjadikan kerusakan.
Dan kembali kepada konsekuensi di awal, segala perbuatan kita akan
bermuara pada surga atau neraka di akhirat nanti.
“Setiap kalian (manusia) adalah pemimpin yang kelak pastilah akan
dimintai pertanggungjawabannya.” (HR. Bukhari & Muslim dari Ibnu
Umar)
3. Misi Peradaban (Al ‘Imarah)
Manusia dengan berbagai potensi yang dianugerahkan Allah, adalah
makhluk berperadaban. Dengan otaknya, manusia mampu menciptakan
karya-karya besar dalam kehidupan ini untuk meramaikan dan
memakmurkan kehidupan agar lebih nyaman ditinggali. Allah swt berfirman
dalam QS. Hud ayat 61, yaitu “Dan kepada Samud (Kami utus) saudara
Materi AAI
mereka, Salih. Salih berkata, ”Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali
tidak ada bagimu tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi
(tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah
ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhan-ku
amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (Hud :
61)
Bersamaan dengan itu, Islam hadir dengan tuntunan syariatnya yang
komprehensif dan integral, yang memungkinkan manusia memberdayakan
seluruh potensinya untuk mengemban misi agung sebagai makhluk yang
berperadaban, untuk membangun kehidupan dengan bimbingan nilai-nilai
luhur Islam.
Kita tentu ingat bagaimana Rasulullah dan para sahabat membentuk
peradaban yang luar biasa indah. Kisah teladan itulah yang kita contoh
untuk membangun peradaban manusia agar kembali kepada Al-Quran dan
sunnah Rasul.
Nah, semua tentang manusia sudah kita bahas. Tentunya kini kita
mengetahui jawaban pertanyaan di awal bab ini. Bahwa kita sebagai
manusia adalah hamba Allah yang tidak boleh hidup semaunya sendiri,
karena yang menciptakan kita telah membuat aturannya. Jika tidak tinggal
di bumi Allah, maka di mana lagi kita hidup? Dan sungguh murka pemilik
bumi ini yang telah memberikan kepercayaannya kepada kita, jika kita
selalu menentang dan bermaksiat pada-Nya. Na’udzubillah!
Pencerahan tentang hakikat diri telah kita dapatkan, maka sekaranglah
saatnya untuk mereformasi diri kita menjadi manusia yang cerdas. Manusia
yang tidak hanya memikirkan kepentingan dunia (yang hanya sesaat),
namun juga berpikir jauh ke depan tentang kematian dan kehidupan
akhirat. Selamat berproses!
Materi AAI
Ma’rifatullah (Mengenal Allah)
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama
yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama
meskipun orang musyrik membenci
(Ash-Shaff : 9)
”Tiga perkara bagi siapa yang mendapatkan hal itu pada dirinya maka ia
akan dapat menikmati manisnya iman. Pertama, Allah dan Rasulnya lebih ia
cintai dari pada yang lainnya; Kedua, tidak mencintai seseorang kecuali
karena Allah; Ketiga, ia benci kembali kepada kekufuran setelah Allah
selamatkan ia dari kekufuran itu, sebagaimana ia benci apabila
dicampakkan ke dalam api neraka”.
(HR Muttafaqun’alaih dari Anas bin Malik)
1. Mengenal Allah lebih dalam
Pernahkah terlintas di pikiran kita, siapa yang mengecat cabai
menjadi berwarna merah, yang menjadikan ulat berubah menjadi makhluk
indah bernama kupu-kupu, memberikan air di bumi (padahal di Mars tidak
ada), menumbuhkan rambut di kepala sedangkan alis dan bulu mata tidak
memanjang, dan mendetakkan jantung kita hingga saat ini dengan irama
yang teratur. Masuk akal kah jika ada yang menjawab bahwa semua itu
adalah gejala alam? Rasanya tidak.
Kita akan membuktikan hal tersebut dengan cara yang sederhana.
Coba hamburkan buku-bukumu di lantai dan biarkan tetep berserakan.
Mungkinkah buku itu lantas bergerak dengan sendirinya tersusun rapi di
rak? Tidak mungkin. Kemungkinan yang paling masuk akal adalah ada yang
menyusun buku-buku tersebut hingga rapi. Nah, jika benda mati yang
Materi AAI
demikian saja membutuhkan sesuatu di luar dirinya untuk mengurusnya,
apatah lagi makhluk hidup yang membutuhkan makan minum, reproduksi
(berkembang biak), bersosialisasi (berkumpul dengan jenisnya) seperti kita,
hewan-hewan dan juga tumbuhan, juga seluruh alam dan isinya.
Allah swt berfirman,
“Ataukah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan
langit dan bumi itu?“ (Ath Thur: 35-36)
Jadi, Allah swt sangat penting untuk dibicarakan sebab membicarakan
Allah berarti membicarakan keberadaan kita sendiri dan seluruh alam
semesta ciptaan-Nya.
“Allah, tidak ada tuhan melainkan Dia yang hidu kekal lagi terus-
menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di belakang mereka, dan mereka
tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat
memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.“ (Al
Baqarah:255)
2. Allah Kebutuhan Fitrah Manusia
Manusia sadar bahwa dirinya dan apapun yang ada dialam pasti ada yang
menciptakannya. Keserasian dan keharmonisan roda kehidupan dialam ini
merupakan bukti bahwa diatas semua itu, ada zat yang luar biasa. Tak
heran jika muncul beberapa aliran animisme, dinamisme, hindhu, budha
dan lain sebagainya. Itulah sebenarnya nurani kemanusiaan manusia dan
fitrah manusia yang telah ditetapkan ketentuannya. Setiap manusia
dilahirkan dalam keadaan fitrah
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus dengan agama (islam); (ssesuai)
fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu.
Tidah ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar-Rum : 30)
3. Bagaimana Bisa Mengenal Allah
Materi AAI
Keberadaan Allah didukung oleh dalil-dalil yang kuat, yaitu
A. Bukti yang didasarkan dan dibenarkan oleh akal (dalil aqli)
Akal kita (asal kita tidak sombong dan ingkar) sebenarnya bisa
merasakan keberadaan Allah. Orang bisa mengatakan bahwa alam ini
tercipta dengan sendirinya, tapi pernyataan ini bisa langsung dipatahkan
dengan argumentasi yang sangat sederhana.
Ustadz Hasan Al-Banna rahimahullah, pernah mendapat sanggahan
bahwa alam ini tercipta dengan sendirinya. Sedangkan Allah atau
apapun yang menciptakan alam, itu tidak ada. Beliau dengan tenang
menjawab: ’’Jika Anda meletakkan sebuah buku di atas meja kemudian
Anda keluar dari kamar dan tak lama kemudian mendapati buku tersebut
berada di dalam laci, maka secara logis Anda akan berpendapat bahwa
pasti ada orang yang memindahkannya karena Anda tahu sifat-sifat buku
yang tidak mungkin berpindah dengan sendirinya. Lalu jika suatu ketika
Anda melihat seseorang duduk di kursi kemudian Anda
meninggalkannya. Ketika Anda kembali orang tersebut tak ada lagi di
kursinya melainkan duduk di karpet, secara logis pula Anda tidak akan
bertanya siapa yang memindahkannya dari kursi ke karpet karena Anda
tahu sifat-sifatnya, bahwa ia bisa berpindah dengan sendirinya. Jadi,
sifat-sifat alam semesta ini sebagaimana sifat buku yang tadi saya
umpamakan, tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Sedangkan sifat-
sifat Allah sejalan dengan perumpamaan kedua. Ia pasti ada dengan
sendirinya karena demikianlah sifatnya, Ia tidak membutuhkan sesuatu
yang lain di luar dirinya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal, (Ali Imran: 190)
Akal pikiran merupakan anugerah terdahsyat yang dimiliki manusia,
dan Allah tidak menganugerahkannya kepada makhluk selainnya.
Dengan akal pikiran ini manusia dapat belajar, mengamati, dan akhirnya
Materi AAI
menyimpulkan. Penjelajahan inderawi manusia hanya akan menjadi data-
data empiris yang tidak memberi arti apa-apa jika tidak dibaca dengan
akal pikiran manusia. Akal pikiran (logika)-lah yang memberi arti data-
data alam itu, menghubung-hubungkan, lalu menyimpulkannya. Maka
dengan mengamati fenomena alam yang terbentang ini (ayat kauniyah),
manusia dengan logikanya sesungguhnya mampu mendapatkan
pengetahuan yang sangat luas.
Para ahli filsafat abad-abad silam melakukan penjelajahan
filosofinya untuk mendapatkan sebuah hakikat maha penting, yaitu
hakikat sumber dari segala alam wujud ini. Ada beragam kesimpulan,
namun banyak diantara mereka akhirnya menyimpulkan bahwa dibalik
fenomena alam ini ada sebuah ”kekuatan” yang Maha Dahsyat, yang
menciptakan alam yang maha luas ini. Jika mereka telah mendapatkan
kesimpulan adanya tuhan (what), namun mereka tidak mampu lagi
memperoleh informasi lebih lanjut tentang siapakah tuhan itu (who)?
Meskipun demikian, kesimpulan awal dari penjelajahan logika ini sudah
sangat memberi arti bagi kegelisahan jiwa manusia tatkala mereka
belum mendapatkan tuntunan wahyu dari langit yang memberi
penjelajahan lebih terperinci. Mungkin, jika para filosof ini berjumpa
Nabi dengan wahyu yang dibawanya, merekalah yang akan memberi
respon positif pertama kali untuk menerimanya. Ini persis seperti kisah
petualangan Ibrahim mencari tuhan, atau kisah beberapa sahabat yang
mencari agama yang benar dan akhirnya dipertemukan dengan baginda
Rasulullah saw.
B. Bukti yang berasal dari Al-Qur’an (dalil naqli)
Ada seorang profesor dari Jerman yang juga seorang dokter ahli
bedah. Ia seorang yang masih kafir, tapi suka mempelajari ilmu agama
(orientalis: belajar untuk diilmui saja, bukan untuk diimani), diantara
Materi AAI
yang dipelajarinya adalah Islam. Pada suatu hari ia menemukan ayat 92
dari surat Yunus(10) yang berbunyi;
’’Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda
kekuasaan Kami.“
Profesor itu kemudian mencari tahu badan siapa yang diselamatkan
Allah seperti yang dimaksudkan dalam ayat itu? Akhirnya dia
menemukan jawabannya pada surat Al Baqarah ayat 50,
’’Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami
selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir’aun) dan pengikut-
pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.“
Dari ayat itu, sang Profesor berkesimpulan bahwa yang
dimaksudkan Allah itu adalah Fir’aun yang pernah tenggelam di Laut
Merah. Setelah mati tenggelam, Allah menyelamatkan jasadnya dengan
tidak membuatnya remuk membusuk. Menurut sejarah Mesir, mayat
yang tenggelam itu ditemukan di tepi pantai dan oleh rakyatnya, mayat
Fir’aun itu dibalsem dan dimusiumkan di Mesir. Pada tradisi Mesir
kuno, mayat-mayat para raja memang biasanya diawetkan dengan cara
dibalsem menjadi mummi dan disemayamkan di Piramida, sebuah
bangunan yang tersusun dari batu berbentuk limas.
Setelah tahu hal itu, sang profesor ingin membuktikan kebenaran
ayat tersebut dengan keahlian yang ia miliki, yaitu ilmu bedah. Ia lalu
pergi ke Mesir, tempat tersimpannya mummi Fir’aun. Ternyata, disana
ia tidak hanya menemukan satu Fir’aun atau yang sering dikenal dengan
sebutan raja Ramses. Ia menemukan tiga mummi raja Ramses, yakni
Ramses I, II dan III. Lalu manakah yang dimaksud dalam surat Yunus
ayat 92 itu? Untuk menemukannya, sang Profesor menggunakan ilmu
yang dimilikinya untuk membedah ketiga mummi tersebut. Ternyata,
mayat Ramses II-lah yang memiliki tanda-tanda pernah tenggelam. Itu
terlihat dari otot-otot tubuhnya yang menegang seperti orang yang mati
Materi AAI
tenggelam. Bukti lain yang menguatkan adalah adanya salah satu
spesies ganggang laut yang ada di Laut Merah terdapat dalam tubuh
mummi tersebut.
Setelah kejadian itu, sang Profesor yang semula kafir itu mendapat
hidayah. Ia tidak lagi sekadar mempelajari agama, namun sekaligus
mengimaninya dan mengamalkan Islam. Ini salah satu contoh yang
menunjukkan bahwa dalil naqli (ayat-ayat Al-Qur’an) membuktikan
keberadaan Allah swt.
C. Bukti Fitrah (dalil fitri)
Fitrah artinya hati nurani, nurani adalah bisikan hati yang paling
dalam. Mungkin kita sering merasakan hal-hal yang berkaitan dengan
ini, nurani tidak bisa berbohong kecuali kita mengingkarinya atau
menolaknya. Nah, keberadaan Allah itu sesuatu yang sulit disangkal
oleh nurani. Sebab, kita sejak awal sudah dibekali kesaksian tentang
Allah seperti dalam ayat berikut ini,
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang
belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini
Tuhanmu? “Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
bersaksi,“(Kami lakukan yang demikian itu) agar dihari Kiamat kamu
tidak mengatakan, “ Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap
ini,“. (Al-A’raaf:172)
Jadi, nurani kita sebenarnya telah terisi kesaksian bahwa ternyata
ada Dzat yang Maha Lebih Segalanya dibandingkan kita. Ada kekuatan
yang luar biasa kuat menguasai hidup kita. Ada hal-hal yang tidak
terjangkau indera kita tetapi nurani kita mengakui adanya.
Coba kita perhatikan orang-orang Barat sekalipun yang sebagian
besarnya tidak memperhatikan masalah keimanan kepada Tuhan, pada
saat-saat terjepit mereka selalu menyebut: Oh My God, atau Please God,
help me! Nah, itu hanya salah satu contoh sederhana betapa nurani kita
—jika mau jujur—ternyata mengakui bahwa Allah itu ada.
Materi AAI
Al-Quran juga menyebutkan bahwa keimanan kepada Allah swt
merupakan pokok atau dasar, dimana setiap rukun akidah bersandar
kepadanya atau mengikutinya.
”Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya
serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya.” (An-Nisa’: 136)
Adapun keimanan kita kepada Rasulullah merupakan konsekuensi
dari keyakinan kepada Allah. Tidak mungkin seseorang meyakini adanya
Rasulullah, apabila mereka tidak beriman kepada Allah. Demikian juga,
keimanan kepada kitab-kitab dan adanya hari akhir, berdiri di atas
pondasi keimanan kepada Allah. Tidak dibenarkan secara logika bahwa
seseorang mengingkari Allah tetapi meyakini kitab-kitab Allah.
Keseluruhan rukun keimanan berdiri di atas landasan iman kepada
Allah. Begitu banyak kehancuran melanda masyarakat paganis yang
mengagung-agungkan berhala. Karena kehidupan manusia hanya akan
bisa berjalan lurus dan benar apabila berada dalam bimbingan iman
kepada Allah swt.
4.Tauhidullah
Pengenalan kepada Allah menuntut pengetahuan tentang tauhid.
Apakah tauhid itu? Kata at-tauhiid berasal dari kata kerja wahhada-
yuwahhidu yang berarti sikap mengesakan. Allah adalah Dzat Yang Maha
Esa (Al-Ahad dan Al Waahid).
Namun pengakuan tentang keesaan Allah sesungguhnya belum cukup,
seharusnya ditindaklanjuti dengan sikap mengesakan-Nya. Dua hal ini harus
dibedakan, karena kalau hanya pengakuan tentang bahwa Allah Maha Esa
Materi AAI
telah diyakini oleh iblis sekalipun. Namun keyakinan ini tidak menjadikan
iblis mendapatkan ridha dari Allah swt ketika ternyata ia mengingkari
perintah-Nya.
Bahkan orang-orang musyrik jahiliyah, ketika ditanya mengapa mereka
menyembah patung, mereka juga menjawab bahwa itu hanya perantara
mereka menuju Allah. Mereka tetap mengakui keesaan Allah, namun tidak
mengesakan-Nya dalam sikap (karena mereka menganggap perlunya
perantara). Padahal itulah sikap yang paling dibenci Allah, sehingga Dia
berfirman,
”Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan
(sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu)
dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (An-
Nisaa’: 116)
Sikap tauhid kepada Allah harus bertitik tolak dari identitas Allah
sendiri, sesuai dengan pembahasan di atas. Tauhidullah dibagi menjadi 3
macam tauhid pokok, yaitu Tauhid Rububiyah (Allah sebagai Rabb), Tauhid
Mulukiyah (Allah sebagai Malik), dan Tauhid Uluhiyah (Allah sebagai Ilaah).
Selain itu, para ulama akidah juga menambahkan pembahasan yang
dianggap sebagai bagian dari tauhid yang sangat penting, yaitu Tauhid
Asma wa Sifat (Tauhid dalam Nama dan Sifat Allah).
Hal ini dapat disimak dalam firman Allah :
”Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan
menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia.” (An-Naas: 1-3)
Sekarang mari kita ulas satu persatu mengenai empat tauhidullah.
A.Pertama, Tauhid Rububiyah.
Kata rububiyah berasal dari akar kata Rabb, yaitu zat yang
menghidupkan, mematikan, menciptakan, memberi rizki, mengelola,
Materi AAI
mengatur dan menguasai alam semesta. Tauhid rububiyah menunjukkan
sebuah keyakinan terhadap keesaan Allah, bahwa Allah adalah satu-satunya
dzat yang melakukan perbuatan (af’al) tersebut. Allah berfirman:
”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa.” (Al A’raf: 54)
Malam dan siang adalah fenomena dan realitas yang sengaja diciptakan
oleh Allah, sebagaimana Allah pula yang menciptakan matahari serta
rembulan.
”Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan
bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.”
(Al-Anbiyaa: 33)
Dialah Allah yang telah menciptakan manusia, dan memberikan
kepadanya kemampuan bicara:
”(Tuhan) Yang Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia
menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.” (Ar-Rahman: 1-4)
Allah swt. mengerjakan af’al-Nya dengan sangat teratur dan rapi tanpa
cela, termasuk dalam menciptakan segala sesuatu.
”Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya),
dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-
ukurannya dengan serapi-rapinya” (Al-Furqan: 2)
Sebagai kreator tunggal alam semesta ini, Allah tidak membiarkan
makhluk-Nya begitu saja, melainkan Dia pula yang memberikan rezeki
kepada seluruh manusia.
”Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki,
kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di
antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu
Materi AAI
dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang
mereka persekutukan.” (Ar-Rum: 40)
Bukan hanya manusia, binatang melata pun tidak ada yang terlewatkan
dari perhatian Allah swt. dalam memberikan rezeki-Nya.
”Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah
yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu
dan tempat penyimpanannya.” (Hud: 6)
Fenomena pemberian rezeki ini sesungguhnya telah cukup memberikan
bukti bahwa Allah satu-satunya Sang Pemberi rezeki. Lihatlah semut yang
bertahan hidup, tanpa kita memberikan sedikitpun makanan. Mereka juga
bisa beranak pinak dalam jumlah banyak, tanpa pernah takut akan rezeki
anak-anaknya.
Karena itu seseorang yang memiliki sikap tauhid yang matang tidak
akan terjerumus dalam perbuatan syirik. Misalnya menganggap suatu
benda memiliki kekuatan ghaib, atau meyakini ramalan-ramalan dukun,
atau meyakini hari-hari tertentu sebagai hari bertuah, atau isyarat-isyarat
tertentu (dari binatang, atau cuaca) sebagai pertanda akan terjadinya
sesuatu. Na’udzubillah. Seorang muslim tidak boleh meyakini sesuatu yang
tidak ada korelasinya dengan konsep ilmu pengetahuan dan bisa dipahami
secara ilmiah, kecuali berdasarkan teks dalil yang terdapat dalam Al-Quran
atau Hadits Rasulullah saw.
Inilah yang dimaksud tauhid rububiyah, yakni keyakinan manusia
bahwa Allah itu Esa dalam penciptaan, pemberian rezeki dan penguasaan
atas makhluk-makhluk-Nya. Fenomena mekarnya bunga, tanaman hidup,
tumbuh, membesar, berbunga dan berbuah serta fenomena memancarnya
air dari dalam tanah, mengalir melalui sungai-sungai, menyatu di lautan,
menjadi awan dan turun lagi ke tanah setelah ditiup angin, kesemuanya itu
tidak lain adalah fenomena Allah swt.
Materi AAI
Apa yang harus kita lakukan? Apa sekedar meyakini? Sekedar yakin
saja, tidak cukup. Sebab pada hakekatnya orang-orang musyrik jahiliyah
juga meyakini rububiyatullah ini, sebagai sebuah keyakinan turun temurun
sejak dulu, sejak Nabi Ibrahim as.
Orang-orang musyrik secara terang-terangan menyatakan
keyakinannya akan prinsip tauhid rububiyah. Bahkan, dalam kehidupan
sehari-hari dalam bersumpah, mereka menggunakan kata-kata wallahi,
billahi dan tallah (yang berarti demi Allah). Bahkan berdo’a pun mereka
menyebut nama Allah. Simak kisah mereka yang diabadikan dalam Al-Quran
berikut: ”Dan, ingatlah, ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, Ya
Allah jika betul (Al-Quran) ini, dialah yang benar disisi Engkau, maka
hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kami azab yang
pedih.” (Al-Anfal: 32)
Tidak rasional dan tidak masuk akal, bukan? Mereka malah meminta
laknat dan siksa bukan meminta hidayah. Namun demikian kebiasan
mereka dalam berdo’a dan mengungkapkan keinginan, diawali dengan
ungkapan Allahumma. Ini adalah kesadaran ”bertuhan” yang secara fitrah
dan alamiah telah ada pada diri setiap manusia.
Kita yang mengaku beriman dan mengaku ber-Islam, tidak sama seperti
orang-orang musyrik, kita meyakini hakekat rububiyatullah, dan kita
melaksanakan konsekuensinya, dengan bertakwa kepada-Nya. Salah
satunya dengan mensyukuri segala nikmat yang Dia berikan, dan tidak
sekali-sekali berani kufur akan nikmat-nikmat-Nya. Hal ini bisa kita lakukan
diantaranya dengan memanfaatkan potensi yang kita miliki sebagai
manusia, untuk ketaatan kepada Allah swt, bukan untuk perbuatan yang
sia-sia atau bahkan kefujuran.
B.Kedua, Tauhid Mulukiyah
Sudah disebutkan, bahwa bagi yang mengaku muslim, tauhid rububiyah
saja tidak cukup. Karenanya, perlu dilanjutkan dengan tauhid berikutnya.
Materi AAI
Yaitu Tauhid Mulukiyah. Kata Mulukiyah berasal dari akar kata mulk, yang
dengannya terbentuk pula kata malik. Tauhid mulukiyah berarti sebuah
keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya dzat yang menguasai alam
semesta ini , dengan hak penuh penetapan peraturan atas kehidupan. Tidak
ada sekutu dalam kekuasaan Allah dalam alam semesta ini.
Kalau dengan sifat rububiyah-Nya, Allah berhak menentukan apa saja
untuk makhluk-Nya. Sebagai malik (yang memiliki) maka Allah adalah raja
atau penguasa. Raja menjadi berfungsi sebagai penguasa manakala ia
adalah pemimpin yang dipatuhi.
Mari kita simak, ayat demi ayat yang menjelaskan sifat-sifat Allah
sebagai pemimpin (Al-Wali) absolut dalam alam semesta, sebagai berikut:
”Dan katakanlah: ”Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak, dan
tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya.” (Al-Isra: 111)
Allah mengabarkan dirinya sebagai wali, yaitu pemimpin, pelindung,
dan penolong orang yang beriman: ”Sesungguhnya penolong kamu
hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yaitu orang-
orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk
(kepada Allah).” (Al-Maidah: 55)
Karena kekuasaan alam berada dalam diri-Nya, maka Allah pula yang
sesungguhnya berhak memberikan atau mencabut kekuasaan pada
manusia: ”Katakanlah: Ya Allah yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan
dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-
Mu-lah segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan
siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan
Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau beri rezeki
kepada siapa pun yang Engkau kehendaki tanpa hisab.” (Ali-Imran: 26-
27)
Materi AAI
Hanya orang-orang yang berhak atas kekuasan-Nya saja yang
semestinya memegang kendali kepemimpinan atas dunia ini: ”Allah
memberi pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah
maha luas pemberian-Nya lagi maha mengetahui.” (Al-Baqarah: 247)
Pemimpin dikatakan baru bertindak sebagai pemimpin jika aturan yang
dibuatnya dipatuhi dan diamalkan. Allah adalah Al-Hakim (yang
menentukan aturan hidup manusia), sebagaimana firman-Nya:
”Menetapkan hukum itu adalah hak Allah, Dia menerangkan yang
sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik.” (Al-An’am: 57)
Hak penetapan hukum, peraturan hidup, ketetapan adalah di tangan
Sang Pencipta alam. Jika alam diciptakan oleh suatu Dzat, kemudian
pembuat peraturan yang diberlakukan di alam tersebut adalah zat lain yang
berbeda, akan terjadi disharmoni, bahkan bisa berujung pada kerusakan
yang cepat. Karena yang menciptakan alam adalah Allah, maka Allah lah
yang paling mengetahui tentang kapasitas alam ciptaan-Nya, maka ia
menetapkan hukum dan aturan yang paling sesuai dengan kapasitas itu:
”Ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya dan Dialah
pembuat penghitungan yang paling cepat.” (Al-An’am: 62)
Dan Allah menegaskan lagi: ”Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah.
Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.” (Yusuf:
40)
Paparan surat cinta (baca: Ayat Al-Quran) dari Allah di atas, merupakan
penguat keyakinan kita, bahwa Allah sajalah sebagai sumber hukum, bagi
peraturan di seluruh alam.
Coba kita renungi komentar Sayyid Qutb mengenai hal ini, dalam
kitabnya Fii Zhilalil Qur’an. Beliau mengatakan, ”Tak seorang pun di antara
makhluk Allah yang berhak mensyari’atkan selain apa yang telah di
syari’atkan Allah dan mengizinkan bagi sesuatu makhluk apapun. Hanya
Allah sajalah yang berhak menetapkan syari’at untuk hamba-Nya. Sebab
Materi AAI
Allah swt. itulah yang mencipta alam dan mengaturnya dengan hukum-
hukum universal yang maha besar, yang Allah pilihkan untuknya.”
”Sedang kehidupan manusia hanyalah sebuah perisai kecil yang ada
dalam roda alam, karenanya harus diatur dengan suatu tasyri’ yang sejalan
dengan hukum-hukum itu. Sedangkan segala sesuatu selain Allah tidak
berkuasa atas peliputan itu. Ini tidak dapat diubah lagi.”
Apakah konsekuensi pengakuan Tauhid Mulukiyah ini?
Kalau kita sudah paham dan beriman tentang sifat Allah sebagai al-Wali
(pemimpin) dan Al-Hakim (pembuat peraturan), maka setiap apapun yang
kita lakukan harus diselesaikan dengan kehendak dan aturan-Nya.
Bagaimana kita tahu aturan-Nya? Mudah saja, kembalikan setiap urusan
kita mengenai benar salah dan baik buruknya sesuai Al-Quran dan hadits-
hadits Rasulullah. Jikalau apa yang kita tekuni selama ini bertentangan
dengan kedua sumber hukum itu, maka harus segera diluruskan. Oleh
karenanya, Allah harus menjadi tujuan kehidupan.
Keyakinan Mulukiyatullah ini yang membedakan antara pribadi muslim
dan bukan muslim. Orang-orang kafir menolak kepemimpinan Allah,
menolak hukum Allah, dan kehidupan mereka hanya berorientasi dunia
belaka, pemimpin mereka adalah thaghut (selain Allah), sebagaimana
penjelasan Allah: ”Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya
adalah thaghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan
(kekafiran). Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
(Al-Baqarah: 257)
Sekarang pertanyaan bagi diri kita, yang harus segera dijawab; yang
mana kepribadian kita, muslim atau bukan? Karena bagi muslim yang telah
mengenal Allah sebagai Malik, sebagai penguasa tunggal di dunia ini, yang
tidak pernah menyerahkan kekuasaan-Nya kepada seorang makhluk pun
(termasuk nabi dan rasul), wajib menunjukkan sikap tauhid dalam hal ini.
Wujudnya adalah tidak mau meyakini keabsahan sebuah kepemimpinan,
Materi AAI
jika kepemimpinan itu tidak memberlakukan hukum dan aturan yang
seiring dengan syari’at Allah swt. Bersamaan dengan itu, ia tidak
menganggap sah sebuah undang-undang atau konstitusi, kecuali bila
undang-undang dan konstitusi tersebut sejalan dengan tuntunan syari’at
Allah.
Tauhidullah dalam mulukiyah menegaskan bahwa loyalitas, afiliasi,
kerelaan, pembelaan, dan semisalnya tidak boleh diberikan kecuali kepada
kepemimpinan atau undang-undang yang bersumber dari syari’at Allah swt,
atau undang-undang yang tidak bertentangan dengan syari’at Allah.
C.Ketiga, Tauhid Uluhiyah
Kalau pada topik sebelumnya kita bahas tauhid rubbubiyah dan tauhid
mulukiyah, maka sekarang kita bahas tentang Tauhid Uluhiyah. Mau tahu
lebih lengkap? Simak terus untaian hikmah berikut ini.
Uluhiyah atau ilahiyah berasal dari kata ilah. Dalam bahasa Arab kata
illah memiliki akar kata a-la-ha yang memiliki arti antara lain: tentram,
tenang, lindungan, cinta, dan sembah. Semua makna ini sesuai dengan
sifat-sifat kekhususan Allah, diantaranya :
1. Perasaan akan tenang dan tentram dengan melihat Allah
”Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah, ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati akn
menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28)
2. Allah tempat meminta perlindungan
”Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari
orang-orang yang jahil.” (Al-Baqarah: 67)
”Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia
meminta perlindungan kapada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin-
jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Al-Jin: 6)
3. Kecintaan yang amat terhadap Allah
Materi AAI
4. Selain makna diatas maka makna lain yang utama adalah ’abada yang
mempunyai arti antara lain, hamba sahaya (abduna), patuh dan tunduk
(ibadah), yang mulia dan agung (al ma’bud), serta selalu mengikutinya
(abada bihi). Jika diurutkan, dapat ditarik sebuah pengertian yang logis
yaitu jika seseorang memperhambakan diri terhadap sesuatu maka ia
akan mengikuti memuliakan, mengagungkan, mematuhi, dan tunduk
padanya serta bersedia mengorbankan kemerdekaan yang dimilki.
Makna Tauhid Uluhiyah adalah sebuah keyakinan bahwa Allah adalah
satu-satunya dzat yang memilki dan menguasai langit, bumi, dan seisinya,
satu-satunya yang wajib ditaati, yang menentukan hukum dan segala
aturan, yang melindungi dan Dialah yang menjadi tumpuan harapan dan
kepada-Nya ditujukan semua amalan, dan pada puncaknya, Dialah satu-
satunya ilah yang maha berhak disembah.
Apa konsekuensi kita terhadap keyakinan Tauhid Uluhiyah?
Keyakinan itu perlu ditancapkan dalam hati, diucapkan dengan lisan,
dan diaplikasikan dalam perbuatan sehari-hari. Demikian pula dengan
keyakinan Tauhid Uluhiyah ini, juga punya konskuensi agar keyakinan
menjadi sempurna, diantaranya:
1. Hanya menyembah kepada Allah tidak kepada selain-Nya.
”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada ilah selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk menyembah Aku.” (Thaha:
14)
Ilah bagi manusia bermacam-macam bentuknya, bisa berupa berhala,
harta, pangkat, jabatan, kekuasaan, keterkenalan,bahkan hawan
nafsunya sendiri bisa menjadi ilah. Tapi bagi orang yang beriman maka
hanya Allah saja sebagai ilah. Setiap amal yang dilakukan bertujuan
untuk mengharap keridhoaan Allah.
Materi AAI
2. Mencintai Allah dengan sepenuh hati
Dari Anas ra., Rasulullah saw telah bersabda: ”Tiga perkara bagi siapa
yang mendapatkan hal itu pada dirinya maka ia akan dapat menikmati
manisnya iman. Pertama, Allah dan Rasulnya lebih ia cintai dari pada
yang lainnya; Kedua, tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah;
Ketiga, ia benci kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan ia
dari kekufuran itu, sebagaimana ia benci apabila dicampakkan ke
dalam api neraka.” (Muttafaq’alaih)
Sudah jelas, kan? Jadi, jangan sekali-kali menduakan cinta kita kepada
Allah. Jikalau kita mencintai seseorang dalam hidup kita, misalnya
keluarga, teman, atau siapapun, maka cinta kepada mereka harus
menjadi bukti kecintaan kita kepada Allah. Jangan terjebak dengan
cinta ”palsu”, seperti cinta sepasang insan tanpa keridhoan Allah
karena tidak dibingkai secara syar’i.
3. Memohon pertolongan hanya kepada Allah
Setiap hari dalam shalat, kita selalu mengikrarkan hal ini :
”Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan.” (Al-Fatihah: 5)
Jadi, hanya Allah sajalah tempat kita memohon pertolongan akan segala hal yang terjadi kepada kita, tidak pada batu kuburan, pada penguasa, pada jimat, pada jin, atau apapun selain-Nya.
Tauhid uluhiyah, menuntut totalitas dalam mengabdi kepada Allah swt
dalam segenap aktivitas kehidupan kita. Segala ibadah harus dilakukan
dalam rangka meraih keridhoan-Nya. Sehingga setiap amal yang akan
kita lakukan perlu dipertimbangkan dulu, Allah ridho atau tidak.
Demikian pula ketika mendapat musibah, maka Allah saja tempat
meminta jalan keluar.
D.Keempat, Tauhid Asma Wa Sifat
Materi AAI
Asma adalah jamak dari kata ismun, yaitu nama-nama. Dengan
demikian Tauhid asma wa shifat berarti bahwa Allah adalah Esa dalam
nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Kita diperintahkan untuk menerima dan mengimani nama serta sifat
Allah sebagaimana yang disampaikan sendiri oleh Allah di dalam Al-Quran
dan Rasulullah saw dalam sunah, sebagaimana adanya, tanpa menambah,
mengurangi, mengingkari, mentakwilkan, ataupun menyerupakan dengan
makhluk-Nya.
Diantara nama-nama Allah adalah sembilan puluh sembilan nama,
sebagaimana riwayat berikut: Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw
bersabda, ”Allah memiliki sembilan puluh sembilan (99) nama, seratus
kurang satu. Tidaklah seseorang menghafalnya kecuali bahwa ia akan
masuk syurga. Dia itu ganjil dan mencintai yang ganjil.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Hadits di atas tidak membatasi nama Allah hanya (99) nama tersebut.
Nama Allah adalah sebanyak yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan dalam Al-
Quran dan Al-Hadits shahih.
Tirmidzi meriwayatkan ke-99 nama itu sebagai berikut :
Dia-lah Allah yang tiadaTuhan selain Dia
Maha Pengasih
Maha Penyayang
Sang Raja Diraja
Maha Suci
Maha Memberi
Rasa aman
Maha Membenarkan janji
Maha Menguasai
Maha Mulia
Maha Perkasa
Maha Sombong
Maha Mencipta
Maha Membuat
Maha Pembentuk
Maha Pengampun
Maha Pemaksa
Maha Pemberi
Maha Menganugrahi rezeki
Maha Pembuka)penakluk)
Maha Mengetahui
Maha Pencabut
Maha Meluaskan
Maha Menjatuhkan
Maha Mengang
Maha Memuliak
Maha Menghin
Maha Mendeng
Maha Melihat
Materi AAI
kat an akan arMaha Menetapkan Hukum
Maha Adil
Maha Halus(Lembut)
Maha Waspada
Maha Penyantun
Maha Agung
Maha Pengampun
Maha Pembalas (rasa syukur)
Maha Tinggi
Maha Besar
Maha Memelihara
Maha Memberi Kecukupan
Maha Menjamin
Maha Luhur
Maha Pemurah
Maha Meneliti
Maha Mengabulkan (do'a)
Maha Luas
Maha Bijaksana
Maha Mencinta
Maha Mulia
Maha Membangkitkan
Maha Menyaksikan
Maha Benar
Maha Memelihara Perwakilan
Maha Kuat
Maha Kokoh
Maha Melindungi
Maha Terpuji
Maha Menghitung
Maha Memulai
Maha Mengulangi
Maha Menghidupkan
Maha Mematikan
Maha Hidup
Maha Berdiri Sendiri
Maha Kaya
Maha Mulia Maha Esa
Maha Tempat Bergantung
Maha Kuasa
Maha Menentukan
Maha Mendahului
Maha Mengakhirkan
Maha Awal
Maha Akhir
Maha Nyata
Maha Tersembunyi
Maha Menguasai
Maha Suci
Maha Dermawan
Maha Menerima Taubat
Maha Penyiksa
Maha Pemaaf
Maha Pengasih
Maha Menguasai Kerajaan
Maha Memilki Kebesaran
Maha memiliki kebesaran dan Kemuliaan
Maha Mengadili
Maha Mengumpulkan
Maha Bercahaya
Materi AAI
Maha Pemberi Kekayaan
Maha Mencegah
Maha Memberi Kenuddharatan
Maha Pemberi Manfaat
Maha Lurus
Maha Pemberi Petunjuk
Maha Pencipta yang Baru
Maha Kekal
Maha Pewaris
Maha Penyabar
Catatan: Apabila dijumpai sifat-sifat Allah yang seakan-akan sama
dengan makhluk, maka itu hanyalah kesamaan istilah; bukan kesamaan
hakikat. Sebab, pada dasarnya tidak ada yang menyamai Allah dalam zat,
sifat, af’al dan nama-Nya. Misalnya, Allah memiliki sifat maha mendengar
(As-sama’i) dan maha melihat (Al-Bashir), sedangkan manusia juga melihat
dan mendengar. Hal seperti ini tidak bermakna secara hakikat pendengaran
dan penglihatan, tetapi hanya kesamaan istilah belaka. Demikian sifat-sifat
Allah lainnya, harus tersucikan dari persekutuan dengan sifat makhluk.
”Orang-orang yang tidak percaya adanya hari Kiamat meminta agar
hari itu segera terjadi, dan orang-orang yang beriman merasa takut
kepadanya dan mereka yakin bahwa Kiamat itu adalah benar(akan terjadi).
Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah tentang
terjadinya Kiamat itu benar-banar telah tersesat jauh”. (Asy-Syuro 18)
” Dan tidak ada yang setara dengan Dia” (Al-Ikhlas 4)
Apa Hikmah Mengenal Asma dan Sifat Allah?
Memahami dan mendalami asma dan sifat Allah sangat penting bagi
kita sebagai hamba-Nya yang beriman. Mengapa? Karena sikap kita pada
sesuatu akan ditentukan oleh sejauh mana kita mengenal sesuatu itu. Orang
yang tidak mengenal dengan baik orang lain, maka dia akan menunjukkan
sikap yang kurang tepat terhadap orang tersebut, bahkan bisa jadi salah
dalam bersikap. Semakin kenal dekat pada seseorang, maka sikap kita pada
orang tersebut tentunya akan semakin tepat ataupun tidak salah dalam
bersikap.
Materi AAI
Demikian pula hubungan kita dengan Allah, betapa pun seseorang telah
beriman, bisa jadi dia bisa salah bersikap kepada Allah, bila tidak
memahami sifat-sifat Allah. Maka, sekarang mari kita pahami dan
renungkan asma dan sifat Allah dalam Asmaul Husna. Jika kita semakin
mengenal Allah kita akan bisa lebih dekat dengan-Nya.
5.URGENSI MENGENAL ALLAH
Dalam bab ini kita dijelaskan banyak hal tentang Ma’rifatullah, berarti
sekarang kita telah benar-benar mengenal Allah. Jangan sampai kita
mengaku menyembah Allah, tetapi kita tidak begitu mengenal-Nya.
Sekarang, apa pentingnya kita mengenal Allah? Simak dan perhatikan
penjelasan berikut :
A. Istiqomah di Jalan Allah.
Ma’rifatullah dapat mendorong seorang muslim hidup istiqomah dalam
keimanan dan takwa, termasuk istiqomah untuk menerapkan Islam dalam
kehidupan kita sehari-hari. Hal ini bisa terjadi karena ia merasa selalu
diawasi Allah dalam situasi dan kondisi apapun. Ia meyakini bahwa Allah
selalu mengetahui apapun yang dia lakukan, walau sekecil apapun. Bahkan,
Allah pun tahu apa isi hati kita. Mau lari kemana pun, Allah senantiasa
melihat kita. Maka tinggal satu pilihan terbaik, istiqomah di jalan Nya.
B.Stabil dan Optimis
”Beginilah manusia deritanya tiada akhir”, hal ini kadang yang terucap
oleh orang-orang yang tidak optimis dalam hidupnya. Padahal perlu kita
ketahui, bahwa tiada satu pun kejadian di alam ini tanpa kuasa-Nya. Bagi
orang yang mengenal Allah, ia akan menghadapi segala kejadian dalam
hidup entah itu bahagia atau nestapa dengan ketenangan dan keoptimisan.
Karena ia yakin, bahwa Allah senantiasa ada di balik segala peristiwa dan
Allah tidak pernah mendzolimi hamba-Nya. Jika mendapat kegembiraan ia
segera bersyukur, karena ini semua adalah semata karunia dari Allah,
Materi AAI
sedangkan dikala musibah menyapa ia akan bersabar dan optimis untuk
menghadapinya, karena di setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. ”Maka
sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan, maka bersama
kesulitan pasti ada kemudahan.” (Al-Insyirah: 5-6)
C.Berani dan Tidak Pengecut
Keberanian adalah indikator keimanan. Berani untuk apa? Tentunya
berani untuk menghadapi hidup. Keberanian ini akan muncul ketika kita
mau menyadari bahwa hidup di dunia bukan segala-galanya. Jatah kita
bernapas di dunia ini terbatas. Masing-masing kita punya titik akhir
kehidupan di dunia yaitu kematian. Yakinilah pasti kita akan mati. Maka.
untuk apa kita menjadi seorang pengecut, yang bersembunyi dibalik
kefanaan dunia? Orang yang sudah mengenal Allah, tidak ada kata
”pengecut” baginya, dalam menyuarakan kebenaran dan melaksanakan
aturan Allah. Sayyid Qutb berkata, ”Keberanian tidak mengurangi umur,
sebagaimana kepengecutan tidak menambah umur.”
D.Hidup Penuh Berkah
Terkadang, manusia menilai sesuatu hanya dari dimensi materi.
Padahal selain nilai materi banyak nilai-nilai non materi yang dapat diambil,
nilai inilah yang disebut berkah. Sehingga berkah sering pula disebut
ziyadatul khair (bertambahnya kebajikan). Keimanan dan kedekatan dengan
Allah, akan semakin menguatkan keyakinan bahwa segala sesuatu yang
terjadi di alam tidak terlepas dari kehendak-Nya, maka dengan spontan
ketika melakukan perbuatan positif ia akan menyebut asma Allah. Hal inilah
yang membuat pekerjaan menjadi sarat dengan berkah Allah. Rasulullah
saw, bersabda: ”Setiap perbuatan yang bermanfaat jika tidak dimulai
dengan bismillah (dengan menyebut nama Allah) maka pebuatan itu
terputus (dari berkah).” (HR. Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dari Abu
Hurairah ra.)
E.Ikhlas dalam Beramal
Materi AAI
Dengan mengenal Allah, dan mau menyadari bahwa setiap amal
kebaikan akan mendapat pahala dari-Nya, dan amal buruk akan diganjar
dengan siksa-Nya, maka seorang yang mengaku beriman memiliki orientasi
amal yaitu ridha Allah, bukan yang lain. Dalam setiap amalnya ia tidak
mengharapkan balasan dari manusia, yang ia kejar hanya ridha Allah
semata. Kalaupun ia mendapatkan kebaikan dari manusia lain karena
kebaikannya, maka itu hanya ”uang muka” saja, pahala yang Allah janjikan
akan diterima di akherat kelak. Maka seiring dengan itu, ia akan berusaha
menerapkan prinsip beramal dengan benar sesuai syariat.
F. Tidak Mudah Putus Asa.
Kecewa, dongkol, bimbang, emosi, benci, sedih, adalah rentetan gejolak
perasaan yang membersamai hidup manusia saat nestapa datang menyapa.
Tapi, sebagai insan beriman dan mengenal Allah, ia akan memaknai semua
itu sebagai dinamika kehidupan, sehingga tidak larut dalam keputus-asaan.
Ia punya kesadaran yang kuat, bahwa apapun yang terjadi, Allah sudah
membuat skenarionya. Maka, untuk apa berputus asa? Lebih baik kita
bangkit, terus dan terus berusaha. Allah tidak akan pernah meninggalkan
hamba-Nya yang beriman.
Mengenal Rasululloh
(Ma’rifaturrosul)
“ Dan sesungguhnya engkau Muhammad berakhlak sangat mulia”
(Al Qalam : 4)
Materi AAI
“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu rasul diantara kamu yang
membacakan ayat – ayat Kami kepadamu dan mensucikanmu dan
mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan hikmah, juga mengajarkan kepadamu
apa-apa yang belum kamu ketahui.”
(Al Baqarah : 151)
MENGENAL RASUL
Secara etimologi (bahasa), kata ”rasul” memiliki akar kata arsala-
yursilu, yang berarti mengutus. Maka rasul juga disebut ”mursal” yang
berarti ”orang yang diutus”, yang jamaknya mursaluun. Sedangkan secara
terminologi (istilah) rasul didefinisikan sebagai ”Seorang laki-laki pilihan
yang diberi wahyu oleh Allah swt dengan kewajiban untuk mengamalkan
dan menyampaikannya kepada umat manusia.”
Definisi rasul ini menggambarkan kepada kita bahwa Rasul adalah
manusia terbaik diantara manusia lainnya. Apa yang dibawa, diajarkan dan
diperjuangkan adalah sesuatu yang terpilih dan mulia.
Namun, bagaimanapun istimewanya, rasul tidak pernah menjadi tuhan,
tidak pernah mengaku sebagai tuhan dan tidak mau dipertuhankan. Karena
tidak ada tuhan selain Allah. Ia adalah manusia biasa yang tidak lepas dari
sifat-sifat kemanusiaan.
”Dan Kami tidak peernah mengutus rasul-rasul sebelummu melainkan
mereka juga memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.” (Al Furqan:
20)
Rasulullah Muhammad saw. adalah rasul terakhir yang di utus Allah
swt. untuk manusia seluruhnya dan menjadi penutup para nabi. Beliau
sebagai penyempurna ajaran-ajaran yang dibawa rasul-rasul sebelumnya.
Dengan risalah Islam yang universal, beliau mengeluarkan manusia dari
gelapnya jahiliyah menuju terang benderangnya Islam. Hal ini telah
ditegaskan Allah dalam Al Qur’an:
”Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk
menjadi rahmat bagi semesta alam.” (Al Anbiya: 107)
KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP RASUL
Materi AAI
Setiap manusia diciptakan oleh Allah swt. dengan fitrah, dimana
manusia bersih, suci dan mempunyai kecenderungan yang baik dan ke arah
positif yaitu ke arah Islam.
”Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu.”
(Ar-Ruum: 30)
Fitrah manusia diantaranya adalah mengakui keberadaan Allah sebagai
pencipta, keinginan untuk beribadah dan menghendaki kehidupan yang
teratur. Fitrah demikian perlu diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari
melalui petunjuk Al-Qur’an (firman-firman dan panduan dari Allah swt.) dan
panduan sunnah (sabda Nabi dan perbuatannya). Semua panduan ini
memerlukan petunjuk dari Rasul khususnya dalam mengenal pencipta dan
sebagai panduan kehidupan manusia. Dengan cara mengikuti panduan
Rasul kita akan mendapati ibadah yang shohih.
Secara fitri manusia juga menginginkan kehidupan yang teratur,
selaras, dan harmonis. Manusia pasti tidak menginginkan kerusakan,
kesemrawutan dan kekacauan. Manusia ingin hidup tenang dan damai
dalam naungan kasih sayang dan cinta kasih. Manusia tidak ingin hidup
dengan kondisi jiwa yang terancam. Namun, setan selalu berusaha
menimbulkan kekacauan dan keributan di antara manusia sehingga mereka
pun bermusuhan dan saling bunuh.
Fitrah yang suci itu apabila terawat dengan baik dan mendapatkan
bimbingan yang benar akan melahirkan kebaikan bagi diri manusia dan
alam semesta. Untuk merawat fitrah, melawan nafsu, dan memerangi setan,
manusia membutuhkan petunjuk dan bimbingan Allah swt. Akan tetapi
Allah yang Maha Ghaib tidak dapat ditemui secara langsung bahkan
manusia tak kuasa untuk berhadapan langsung dengan-Nya. Oleh karena
itulah Allah swt mengutus para utusan berupa malaikat dan manusia pilihan
untuk memberi petunjuk dan membimbing manusia bagaimana mengenal
penciptanya dan bagaimana menjalani kehidupan ini dengan baik. Para
Materi AAI
Rasul diberi wahyu sebagai pedoman hidup yang terjamin kebenarannya,
sedangkan manusia dibimbing untuk melakukan ibadah yang benar.
FUNGSI RASUL
Rasulullah saw. yang diutus oleh Allah swt. kepada seluruh manusia
memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Membawa risalah dari Allah swt.
Rasulullah diberi amanah untuk menyampaikan apa saja yang Allah
kehendaki kepada umat manusia, tidak menambah ataupun mengurangi.
“Hai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu
tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari
(gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.” (Al Maidah: 67)
2. Teladan dalam menerapkan risalah
Dalam menjalankan dan mengamalkan Islam, tidak akan mungkin
seorang mnusia dapat memahami langsung apa-apa yang ada di dalam
Al-Qur’an kecuali apabila mendapat petunjuk dan contoh dari Nabi.
Muhammad dan para rasul lainnya mempunyai peranan dalam
menjembatani pesan-pesan Allah agar dapat diaplikasikan kepada
manusia.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab:
21)
TANDA-TANDA KERASULAN
Kita tentu pernah mendengar ada orang yang mengaku sebagai nabi
atau rasul. Kasus Lia Eden yang dibawa hingga ke pengadilan karena
Materi AAI
dianggap melecehkan agama Islam adalah salah satu contohnya. Sebelum
itu, banyak juga kasus-kasus seperti itu. Rasulullah sudah ‘mewanti-wanti’
kita bahwa nantinya akan ada segolongan orang yang mengaku sebagai
rasul, padahal tidak ada lagi rasul sesudah Muhammad saw.
Kenabian dan kerasulan adalah karunia Allah, diberikan kepada siapa
saja di antara hamba-hamba-Nya yang Allah kehendaki. Karena
kedudukannya yang mulia itu maka kemudian banyak manusia yang
mengklaim dirinya sebagai nabi dan rasul. Padahal yang telah diangkat
sebagai nabi dan rasul saja tidak pernah memimpikannya. Agar kita tidak
salah dan keliru, maka kita harus mengenali tanda-tanda kerasulan
tersebut. Adapun tanda-tanda kerasulan tersebut, yaitu:
a. Memiliki sifat-sifat dasar sebagai rasul. Sifat-sifat ini adalah sifat-sifat
standar yang harus melekat pada seorang Rasul Allah. Dengan sifat
inilah tugas-tugas kerasulan bisa tertunaikan dengan baik dan misi yang
diemban bisa diwujudkan dengan sebaik-baiknya. Secara umum, sifat-
sifat standar kerasulan ini adalah sifat-sifat mulia yang harus dimiliki
oleh umumnya orang beriman, ditambah dengan sifat khusus sebagai
tambahan yang dengannya risalah kenabian dan kerasulan bisa
tertunaikan.
Para ulama menyebutkan empat sifat yang harus dimiliki seorang rasul,
dengan asumsi bahwa sifat-sifat dasar lainnya telah terpenuhi, yaitu :
shidq (kejujuran), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan
seutuhnya), dan fathanah (cerdas).
b. Mendapat mukjizat. Mu’jizat secara bahasa berarti “sesuatu yang
menundukkan”. Secara terminologi, mu’jizat berarti suatu kemampuan
yang luar biasa yang dimiliki oleh nabi dan rasul, yang dianugerahkan
Allah untuk mendukung misinya sebagai utusan Allah.
Perlu digarisbawahi kata “luar biasa”. Sekarang ini dengan kemampuan
akal manusia, pengetahuan telah mampu pula menghasilkan karya
peradaban yang luar biasa, yang bahkan tidak pernah terbayangkan oleh
manusia sebelumnya. Namun seluruh produk yang luar biasa ini
Materi AAI
sesungguhnya masih tunduk kepada hukum alam. Keluarbiasaan
mukjizat adalah pada sifatnya yang tidak tunduk, bahkan bertentangan,
dengan hukum alam. Seperti Nabi Musa membelah air laut dengan
tongkatnya dan Nabi Isa bisa menghidupkan orang mati.
Karena mukjizat dianugerahkan Allah kepada Rasul sebagai pendukung
tugasnya sebagai Rasul, maka bentuknyapun disesuaikan dengan
kebutuhan di masa rasul diutus. Jika Nabi Musa dana Nabi Isa didukung
dengan mukjizat yang beraroma “keanehan”, seperti membelah lautan
atau mengubah tongkat jadi ular raksasa, ini karena pada masa-masanya
orang masih sangat mengagungkan yang aneh-aneh seperti ini. Pada
masa Nabi Muhammad saw. dimana beliau diutus untuk era peradaban
modern manusia, mukjizatnya adalah “kekuatan argumentasi” yang tidak
tertandingi oleh ilmu pengetahuan manusia. Maka mukjizat utama beliau
yang dijadikan alat untuk menundukkan kaumnya adalah Al-Qur’an itu
sendiri, yang berisi ajaran yang komprehensif sekaligus ilmiah dan
argumentatif.
Karena itu jika pun Rasulullah saw pernah menunjukkan beberapa
mukjizat yang “aneh-aneh” seperti air yang keluar dari jemari beliau,
menjadikan kurma sewadah tak habis-habis dimakan orang banyak,
mengusap dada langsung mengubah sifat seseorang, itu tidak
dijadikannya mukjizat andalan untuk menghadapi orang kafir, namun
sekadar untuk meneguhkan keimanan para sahabat dan sekaligus
menghibur mereka.
“Dan orang-orang kafir Makkah berkata, “Mengapa tidak diturunkan
kepadanya mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?” Katakanlah:
“Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan
sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata. Dan
apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan
kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an), sedang dia dibacakan kepada mereka?
Sesungguhnya dalam (Al-Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan
pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (Al Ankabut: 50-51)
Materi AAI
c. Bisyarah. Bisyarah berarti berita gembira, yaitu kabar gembira akan
kehadiran seorang rasul terakhir di Makkah. Ini telah dituliskan dalam
wahyu Allah sebelum Al-Qur’an, sebagaimana dalam surat Ash-Shaff: 6,
yaitu : “Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Hai Bani
Isra’il, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan
kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira
dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang
namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada
mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata,”Ini
adalah sihir yang nyata.” (Ash-Shaff: 6)
Selain itu, kisah Waraqah bin Naufal, salah satu paman Khadijah yang
beragama Nasrani ketika mendengar Muhammad menerima wahyu
sangatlah jelas menunjukkan bukti hal ini. Khadijah mendatangi Naufal
dan menceritakan apa yang pernah dilihat dan didengar Muhammad dan
menceritakan pula apa yang dikatakan Muhammad kepadanya, dengan
menyebutkan juga rasa kasih dan harapan yang ada dalam dirinya.
Waraqa menekur sebentar, kemudian katanya: "Maha Kudus Ia, Maha
Kudus. Demi Dia yang memegang hidup Waraqah. Khadijah, percayalah,
dia telah menerima Namus Besar seperti yang pernah diterima Musa.
Dan sungguh dia adalah Nabi umat ini. Katakan kepadanya supaya tetap
tabah."
Khadijah pulang. Dilihatnya Muhammad masih tidur. Dipandangnya
suaminya itu dengan rasa kasih dan penuh ikhlas, bercampur harap dan
cemas. Dalam tidur yang demikian itu, tiba-tiba ia menggigil, napasnya
terasa sesak dengan keringat yang sudah membasahi wajahnya. Ia
terbangun, manakala didengarnya malaikat datang membawakan wahyu
kepadanya:
“Wahai orang yang berselimut! Bangunlah dan sampaikan peringatan.
Dan agungkan Tuhanmu. Dan pakaianmu, maka hendaklah engkau
bersihkan. Dan hindarkan perbuatan dosa. Jangan kau memberi, kerana
Materi AAI
ingin menerima lebih banyak. Dan demi Tuhanmu, tabahkan hatimu.” (Al
Muddatstsir: 1 - 7)
d. Nubuaat. Nubuaat berarti berita atau kabar dari sesuatu kejadian yang
belum berlangsung. Yaitu bahwa salah satu ciri seorang Rasul Allah
adalah mampu menyampaikan berita tentang berbagai hal yang belum
terjadi. Dalam kisah perjuangan Rasulullah kita jumpai beberapa kisah
dimana Nabi saw menyampaikan berita kepada para sahabat hal-hal
yang sekian tahun kemudian baru terjadi, bahkan jauh setelah Rasulullah
sendiri wafat. Misalnya adalah ungkapan beliau ketika terjadinya perang
Khandaq, saat para sahabat menggali parit dan kesulitan untuk
memecahkan sebuah batu. Dalam sirah nabawiyah disebutkan ketika
umat Islam kesulitan dalam penggalian parit, seperti adanya potongan
benda keras yang berada di antara batu dan tanah, Rasulullah saw.
Meminta seember air. Beliau meludah di ember tersebut dan berdoa
sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian beliau memercikkan air
tersebut kepada benda keras, maka benda tersebut dapat digeser
dengan mudah seperti memindahkan pasir.
e. Tsamarat. Yaitu buah, produk, atau output dari perjuangan Rasulullah
saw. Betulkah bahwa setelah sekian lama Rasulullah berjuang
menghasilkan sesuatu uyang besar? Jika ternyata hasilnya minim, tentu
kita boleh meragukannya, apakah ia benar-benar seorang rasul. Namun
yang kita saksikan adalah bahwa Rasulullah saw. yang berjuang hanya
dalam waktu 22 tahun lebih sedikit, mampu menghasilkan sesuatu
produk yang luar biasa. Produk ini bukan produk peradaban materi atau
yang sejenisnya, yang tentu saja membutuhkan waku yang lama. Namun
produk istimewa ini adalah lahirnya manusia-manusia unggul secara
moral dan mental dalam waktu yang bersamaan. Inilah yang disebut oleh
Ustad Sayyid Qutb sebagai “jail al-farid” (generasi unik). Keunikannya
karena mereka lahir dengan keunggulan moral yang puncak, di waktu
dan tempat yang sama. “Sebuah generasi yang tidak pernah akan
terlahir kembali di dunia ini, “ demikian simpul akhir beliau Sayyid Qutb.
Materi AAI
Bagi kita tentu ini sebuah “pesimisme” yang menentang. Dan memang
harus dibuktikan bahwa statemen itu salah. Dengan apa? Tanyakan pada
dirimu sendiri.
SIFAT – SIFAT RASUL ALLAH
Rasulullah memiliki sifat-sifat syakhsiyah yang mendasar sebagai seorang
rasul. Sifat-sifat tersebut yaitu:
1) Shidiq yaitu benar atau jujur
Untuk menyelidiki sifat shidiq (kejujuran) ini, bisa kita lacak dari
kesaksian-kesaksian orang sezamannya, baik pengikut maupun musuh-
musuhnya, serta kesaksian realita. Berikut beberapa kesaksian mereka.
Kesaksia musuh
Kesaksian pengikut
Kesaksian realitas
2) Al-iltizamul kamil atau komitmen yang penuh
Sifat mendasar lain yang dimiliki Rosulullah adalah komitmen yang
penuh terhadap perintah-perintah Allah. Kita menyaksikan ketaaan
yang luar biasa dalam pelaksanaan perintah dan kedisiplinan yang
tinggi dalam menunaikan kewajiban. Sehingga tidak berlebihan
ungkapan bahwa Rosulullah adalah Al Qur’an yang berjalan (The living
Qur’an), sebagaimana yang Aisyah ra sifatkan pada beliau,
”Sesungguhnya akhlak beliau adalah Al Qur’an”.
3) Tabligh yaitu menyampaikan misi islam
Kita juga mendapatkan kualitas pribadi beliau sebagai penyampai
ajaran islam kepada manusia yang lurus jalannya. Rosulullah sejak di
mekkah melakukan tabligh dengan gigih. Belaiau menghubungi orang
per orang secara individu, juga kabilah-kabilah arab, mendatangi
Materi AAI
tempat-tempat yang biasa dijadikan pertemuan umum, demi
tersampaikannya islam.
4) Fathonah yaitu cemerlang akalnya
Sifat ini sangat diperlukan oleh seorang pembawa risalah. Dengan
kecerdasan yang kuat dalam menyerukan ajaran islam, diharapkan
dapat memberikan argumen yang kuat dan gamblang sehingga
Rosulullah mampu menguasai orang yang didakwahinya. QS. An-
Nisa:165
KEDUDUKAN RASUL
Syahadat Rasul yang kita ucapkan menuntut kita untuk mengakui bahwa
Muhammad bin Abdullah adalah nabi dan utusan Allah. Rasulullah SAW
melarang ketika ada sebagian sahabat yang memperlakukannya secara
berlebihan seraya menjelaskan kedudukan yang sebenarnya dengan
sabdanya : “Aku ini adalah hamba Allah dan RasulNya. Karenaitu panggillah
aku Abdullah wa Rasuluhu”.
1. Sebagai Hamba Allah
Rasulullah adalah manusia biasa, sebagaimana manusia pada
umumnya. Beliau lahir dari keluarga yang dikenal masyarakat. Beliau
tumbuh dan berkembang di masyarakat yang mengenal beliau dengan
baik, baik sosok maupun perilakunya. Mengalami berbagai dinamika
kehidupan sebagaimana orang lain mengalaminya. Ada suka, ada
duka, ada kesulitan, ada kemudahan, semua dialami beliau tanpa
kecuali.
Ini memberikan pesan kepada kita bahwa semua yang diperjuangkan
oleh beliau adalah misi yang manusiawi dan bisa dinapaktilasi oleh
umatnya. Jika beliau bisa meraih kemenangan demi kemenangan
dalam menghadapi penentangnya, maka umatnya pun pasti bisa
mengikuti jejaknya. Jika saja beliau adalah malaikat maka umat
manusia pasti akan mengatakan, “Oo, dia itu malaikat, mana mungkin
kita bisa menirukannya?” jika kita dan umat muslim memandang
Materi AAI
tindak tanduk beliau dengan persepsi seperti ini, maka inilah sumber
persoalannya. Maka prinsip yang harus dibangun adalah, “jika
Muhammad bisa, maka aku pasti juga bisa”
“Dan mereka berkata: "Mengapa rasul itu memakan makanan dan
berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya
seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-
sama dengan dia?,” (Al Furqon : 7)
2. Sebagai Utusan Allah
Sebagai hamba Allah dan sebagai manusia biasa, Muhammad adalah
utusan Allah. Beliau sebagai utusan Allah mengandung pengertian
bahwa apa yang dia perjuangkan sesungguhnya adalah “proyek” Allah
SWT, bukan rencana dirinya. Beliau hanyalah utusan untuk
menunaikan berbagai pesan yang diamanahkannya di pundak beliau.
Beliau hanyalaha pengemban tugas dari Sang Pencipta Alam Semesta.
Karena dakwah ini adalah proyek Ilahiyah, maka Allah pasti tidak
akan membiarkan sang utusan terseok-seok dalam kesulitan dan
kegagalan. Adalah selayaknya, orang yang memberi tugas kepada
orang lain, akan menyediakan semua sarana dan prasarana yang
memungkinkan tugas itu bisa diselesaikan dengan baik. Dan Allah
telah menjamin hal ini. Bahkan untuk mncapai keberhasilan harus
melalui kesulitan demi kesulitan, rintangan demi rintangan, namun
yakinlah di balik itu ada Allah yang hendak menganugrahi
kemenangan. Kini, sudahkah kita meyakininya…???
TUGAS-TUGAS RASUL
Untuk suatu hikmah yang dikehendaki-Nya, Allah mengutus para rasul
dengan tugas-tugas yang telah ditentukan. Secara umum tugas rasul
sebagaimana yang termaktub dalam Al Qur’an adalah mengemban risalah
dakwah dan menegakkan diinullah.
1. Mengemban risalah dakwah
Materi AAI
Yang termasuk dalam mengemban risalah dakwah ini adalah:
a. Mengenalkan Al-Khaliq (Sang Pencipta) kepada umat manusia. Ini
disampaikan melalui wahyu yang diturunkan kepada beliau beupa
ayat-ayat qauliyah (tertulis, terucap). Selama ini fitrah manusia telah
meyakini adanya Tuhan, sang Pencipta. Namun siapakah Dia? Dimana
ada-Nya? Bagaimana eksistensi-Nya? Apa yang dikehendaki-Nya?
Semua dijelaskan melalui wahyu yang turun kepada Rasulullah, lalu
beliau menyampaikan kepada umat apa adanya.
b. Mengajarkan cara ibadah yang benar. Wahyu Allah swt. tidak memuat
hal-hal teknis dalam praktek ibadah. Apa yang Allah turunkan adalah
konsep-konsep nilai yang bersifat normatif. Bagaimana mewujudkan
norma-norma ini dalam kehidupan konkret, maka Rasulullah perlu
diutus untuk mengajarkan dan memberinya contoh nyata. Misalnya;
bagaimana gerakan sholat, bagaimana wukuf dan thawaf dalam
ibadah haji, bagaimana berpuasa yang benar, dan lain sebagainya.
c. Menyampaikan pedoman hidup. Pedoman hidup (manhaj al-hayah)
sangat dibutuhkan oleh umat manusia. Semakin mutakhir dinamika
kehidupan maka semakin tak terbendung tawaran-tawaran hidup
yang beraneka ragam. Kini telah banyak orang yang kehilangan
orientasi hidup. Jika pun orang banyak berbicara agama, ia sering
hanya dipandang sebagai simpul-simpul moral untuk pengendali.
Padahal sesungguhnya dienul Islam adalah nilai-nilai kehidupan yang
komprehensif yang seharusnya menuntun kita dalam mengarahkan
laju kehidupan. Inilah manhaj kehidupan, dan inilah yang
sesungguhnya diperjuangkan dan ditegakkan oleh utusan Allah itu
sepanjang hidupnya yang singkat. Beliau memang belum (dan tidak
perlu) berhasil membangun manhaj itu seutuhnya, namun pilar-pilar
pokoknya telah tegak berdiri saat beliau menghadap Tuhannya. Umat
setelah beliaulah yang lalu menyempurnakannya.
d. Mendidik umat. Salah satu tugas berat beliau adalah mendidik umat
dengan tarbiyah yang baik dan benar. Ini menjadi sangat fundamental
Materi AAI
karena nilai-nilai agama tidak terbangun dan tertegak dengan
sendirinya. Ia menghajatkan tangan-tangan kuat untuk
menegakkannya, tentu dengan ridha Allah swt. Jika Nabi telah
mendapatkan didikan dari Allah secara langsung, maka beliau punya
kewajiban untuk mentransfer nilai-nilai tarbawiyah itu kepada
umatnya, agar mereka bisa menunaikan tugas yang sama sepeninggal
beliau. Kegagalan proses tarbiyah ini tentu mengancam
keberlangsungan proses penegakan nilai-nilai ini, dan Allah tidak
membiarkannya terjadi. Kini, bangunan Islam tengah menunggu
peran generasi masa kini untuk mengembalikannya pada kejayaan
yang pernah ada di masa lalu.
2. Menegakkan dienullah (sistem agama Allah)
Sistem Al-Islam betapa pun hebatnya tidak akan berdiri sendiri tanpa
ada yang menegakkannya. Tegaknya sistem, bermula dari
kedaulatan/supremasi hukum. Tugas rasul dalam menegakkan sistem
agama Allah ini adalah:
a. Menegakkan khilafah
Disebut khilafah karena manusia mendapat mandat dari Allah untuk
menegakkan syariat-Nya dan mewujudkan kemaslahatan umat
manusia. Dalam menjalankan kekhilafahannya, manusia tidak boleh
menyimpang dari ketentuan Allah, dzat yang memberi mandat.
b. Mencetak generasi penerus
Dibutuhkan generasi penerus yang akan mengawal dan membela
sistem ini dalam menegakkan kalimat Allah. Hal ini penting demi
keberlangsungan Khilafah Islamiyah di bumi.
c. Mentarbiyah generasi
Mengajarkan kepada para pewarisnya, panduan yang harus mereka
ikuti dalam mendakwahkan agama-Nya.
Materi AAI
d. Memimpin dan memberi teladan
Dalam menjalankan misinya, perlu diberikan sebuah keteladanan
bagaimana mengimplementasikan risalah Islam. Tugas Rasulullah saw
dalam mengimplementasikan risalah islam: sebagai da’i, pendidik,
sekaligus pemimpin.
KARAKTERISTIK RISALAH MUHAMMAD
1. Khotamul Anbiya (penutup para nabi)
Allah swt. telah mengutus nabi dan rasul pada setiap kaum. Namun yang
disebutkan di dalam Al-Qur’an hanya sebanyak 25 orang. Perhatikan Al-
Qur’an surat Al-Mu’min: 78, An-Nisa’: 163-164, dan Al-An’am: 84-86.
Sedangkan penutup bagi semua rasul dan nabi itu adalah Nabi
Muhammad saw.
Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum
kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di
antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak
dapat bagi seorang rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan
seizin Allah; Maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan
(semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang
berpegang kepada yang batil. (Al-Mu’min: 78)
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu
sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-
nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula)
kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub,
Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang
Materi AAI
tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah
berbicara kepada Musa dengan langsung. (An-Nisa’: 163-164)
Muhammad itu bukan bapak salah seorang lelaki di antara kamu,
tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab: 40)
Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yaqub kepadanya.
Kepada keduanya masing-masing telah kami beri petunjuk; dan
kepada Nuh sebelum itu (juga) telah kami beri petunjuk, dan kepada
sebagian dari keturunannya (Nuh), yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub,
Yusuf, Musa, dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.
Dan Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas; semuanya termasuk orang-orang
yang shalih.
Dan Ismail, Alyasa’, Yunus, dan Luth; masing-masing kami lebihkan
derajatnya di atas umat (di masanya). (Al-An’am: 84-86)
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Anas bin Malik r.a., Rasulullah
bersabda, “Sesungguhnnya risalah dan kenabian sudah terputus,
maka tidak ada rasul dan nabi setelah aku.”
Sebagai nabi yang terakhir, risalahnya pastilah yang terakhir pula. Jadi,
mustahil jika ada risalah sesudahnya. Jika ada yang mengaku sebagai
pembawa risalah baru, berarti ia adalah nabi palsu dan ajarannya palsu
pula.
2. Risalahnya menghapus risalah sebelumnya
Risalah nabi-nabi terdahulu hanya untuk kaum tertentu saja, sehingga
hanya sesuai untuk kaum tersebut. Selain itu risalah terdahulu mengikuti
keadaan dan situasi serta keperluan semasa waktu itu sehingga hanya
Materi AAI
sesuai pada saat tersebut saja. Sementara, risalah Nabi Muhammad saw.
adalah untuk umat manusia dan berlaku hingga hari kiamat.
Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Saba’: 28)
Allah swt. juga menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah
penutup para nabi. Sehingga tidak ada nabi setelahnya.
Muhammad itu bukan bapak salah seorang lelaki di antara kamu,
tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab: 40)
Sebagai penutup para nabi, maka risalah yang dibawa Nabi
Muhamamd saw. menjadi penghapus risalah para rasul sebelumnya. Hal
ini pernah ditegaskan oleh Nabi Muhammad saw. saat Umar bin Khattab
membaca Taurat. Beliau berkata kepada Umar bahwa jika Nabi Musa
a.s. ada di antara mereka, pasti Nabi Musa akan mengikuti risalah yang
dibawa Nabi Muhammad saw.
Dengan adanya risalah yang terakhir, maka risalah sebelumnya tidak
berlaku lagi. Bukan berarti bahwa tidak ada sebagian pun dari risalah
sebelumnya yang berlaku lagi, namun ada sebagian risalah sebelumnya
yang diakui, diperbaharui, dan disempurnakan.
3. Membenarkan nabi-nabi sebelumnya (Mushaddiqul Anbiya)
Risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw. melengkapi risalah yang
dibawa para rasul sebelumnya dan sekaligus memansukhkan risalah
sebelumnya. Risalah Nabi Muhammad saw. sesuai dan dapat digunakan
oleh semua manusia dan dapat diamalkan hingga hari kiamat.
Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui. (Saba’: 28)
Materi AAI
Nabi Isa a.s. sebagai nabi setelah Nabi Musa, membenarkan kenabian
Nabi Musa. Bahkan, Nabi Isa a.s. mengabarkan kepada umatnya akan
datang seorang rasul setelahnya yang bernama Ahmad (Nabi Muhammad
saw.).
Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata, “Hai Bani Israil,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab
sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan
(datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya
Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka
dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Ini adalah
sihir yang nyata.” (Ash-Shaff: 6)
Meski kedatangan Nabi Muhammad saw. sudah dikabarkan oleh para
nabi dan rasul sebelumnya, tetap saja ada usaha untuk mendustakannya.
Banyak tantangan dan usaha yang dicoba untuk menghapuskan agama
Allah, namun demikian Allah swt. senantiasa menjaga dan
memeliharanya dari serangan kaum kafir. Di antaranya dengan
memenangkan Islam atas agama lainnya atau dengan menurunkan para
Rasul dan Nabi untuk kembali meluruskan penyimpangan dan
kejahiliyahan umat. Nabi Muhammad saw. sebagai nabi akhir
melengkapi risalah nabi-nabi sebelumnya dan dijadikan sebagai rujukan
utama bagi umat Islam.
Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut
(ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya
meskipun orang-orang kafir benci. Dialah yang mengutus Rasul-Nya
dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia
memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang
musyrik benci. (Ash-Shaff: 8-9)
Materi AAI
Para nabi itu bersaudara, diutus Allah yang sama dengan risalah yang
serupa. Perbedaannya hanya ada pada sebagian isi syariat karena
kondisi, waktu, dan kebutuhan yang berbeda.
4. Menyempurnakan risalah-risalah sebelumnya (Mukammirul Risalah)
Selain membenarkan para rasul dan nabi sebelumnya yang membawa
risalah Islam, kehadiran Nabi Muhammad saw. juga diperuntukkan guna
menyempurnakan risalah sebelumnya. Risalah sebelumnya cenderung
diperuntukkan bagi suatu kaum tertentu saja dan untuk saat tertentu.
Berbeda dengan Nabi Muhammad saw. yang diutus untuk semua
manusia dan berlaku hingga kiamat.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi dari
Rasulullah saw., Beliau bersabda, “Perumpamaan aku dan para nabi
yang lain seperti seorang laki-laki yang membangun rumah, ia
sempurnakan dan memperindahnya kecuali satu sisi dari bangunan itu,
maka setiap orang yang masuk ke dalamnya setelah ia melihatnya ia
berkata: alangkah indahnya rumah ini kecuali sisi ini, maka aku
menyempurnakan sisi itu , dengan itu aku penutup para nabi.”
Rasulullah saw memberi perumpamaan bahwa beliau dengan nabi-
nabi sebelumnya adalah seperti orang yang membangun rumah.
Ternyata, rumah tersebut kurang sempurna karena ada satu batu bata di
pojok rumah itu yang belum terpasang. Beliaulah batu bata tersebut.
5. Diutus untuk seluruh umat (Kaafatan Lin Naas)
Rasul Muhammad saw. berbeda dengan para rasul dan nabi sebelumnya,
dimana Nabi Muhammad saw. diutus bagi kepentingan umat manusia
secara keseluruhan dengan tidak membedakan suku, bangsa, warna
kulit, bahasa, dan sebagainya. Sehingga dapat dilihat perkembangan
Islam pada masa ini di mana kaum muslimin tersebar di seluruh pelosok
dunia.
Dan Kami tidak mengutus engkau, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Saba’: 28)
Materi AAI
Beliau mengatakan bahwa nabi-nabi sebelumnya diutus kepada kaumnya
secara khusus, adapun beliau diutus kepada umat manusia seluruhnya,
sampai akhir masa.
6. Rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan Lil Alamin)
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.” (Al-Anbiya’: 107)
Kehadiran Nabi Muhammad saw. di muka bumi ini adalah sebagai
rahmat bagi seluruh alam yang tidak saja manusia, tetapi juga alam,
hewan, pohon, dan sebagainya. Manusia, dengan kehadiran Nabi
Muhammad, mendapatkan rahmat dan kebaikan. Begitu juga manusia
kafir dan jahiliyah, mendapatkan rahmat dari kedatangan Islam. Dengan
demikian Islam dan Nabi Muhammad tidak hanya untuk umat Islam,
tetapi kebaikannya juga dirasakan oleh manusia lainnya. Islam adalah
membawa agama fitrah yang sesuai dengan penciptaan manusia. Jadi,
ketika Islam disampaikan, akan dirasakan sesuai oleh manusia.
Alam, hewan, dan tumbuhan pun dilindungi dan dipelihara dengan
kedatangan Islam. Umat Islam sebagai khalifah di muka bumi
melaksanakan pemeliharaan dan penjagaan alam. Dengan demikian
kestabilan terwujud, dan alam serta isinya menjadi damai.
Diutusnya nabi terakhir dengan risalahnya yang sempurna, meupakan
rahmat yang Allah berikan kepada seluruh alam. Rahmat yang diberikan-
Nya bukan hanya dirasakan oleh keluarga, bangsa Arab, atau umat Islam
saja, tapi dirasakan pula oleh penganut agama lain.
7. Risalatul Islam
Risalah Nabi Muhammad saw. adalah risalah Islam, yang dibawanya
adalah sesuatu yang benar. Hal ini tercermin dari akhlak, kepribadian,
dan sifat-sifat Nabi yang mulia. Inti dari risalah Nabi Muhammad saw.
adalah huda (petunjuk) dan dienul haq (agama yang benar). Risalah
membawa huda karena Islam itu sendiri sebagai panduan bagi manusia.
Materi AAI
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama
yang hak (benar) dan agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama.
Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (Al-Fath: 28)
8. Ad-Dakwah
Rasul menggunakan Islam sebagai petunjuk dan juga Allah
menangkan Islam sebagai dienul haq atas agama-agama lainnya. Usaha
ini tidak akan tercapai apabila tidak dilaksanakan dakwah.
Rasul dalam menjalankan dakwahnya mempunyai peranan sebagai
saksi atas umatnya, memberi penyampaian nilai-nilai Islam yang bersifat
kabar gembira ataupun kabar peringatan. Allah swt. sekali lagi
menegaskan bahwa Rasul berdakwah dengan menyeru manusia agar
kembali kepada Allah dan kemudian Rasul sebagai pelita yang
menerangi.
Peranan Nabi yang digambarkan di dalam surat Al-Ahzab ayat 45-46
adalah sebagai dai. Nabi berdakwah dengan mengajak manusia dan
bersifat sebagai pelita yang senantiasa dijadikan rujukan bagi manusia.
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi, dan
pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi
penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya
yang menerangi. (Al-Ahzab: 45-46)
Nabi Muhammad saw. telah berhasil menegakkan Islam dengan
dakwahnya selama 23 tahun. Kini risalah yang diajarkannya telah
menyingkirkan kegelapan jahiliyah yang membelenggu dunia, dan
menempatkan kita ke dalam cahaya hidayah yang terang benderang.
Dengan begitu kita tahu mana jalan yang menyesatkan dan mana jalan
yang benar menuju pintu keridhaan Allah swt.
Materi AAI
KEWAJIBAN KITA KEPADA RASULULLAH SAW
Orang yang bersyahadat rasul mengakui bahwa Muhammad bin
Abdullah adalah nabi dan utusan Allah. Persaksian ini menuntut komitmen
darinya. Kewajiban kita kepada Rasulullah saw, adalah:
a. Mengimaninya dengan iman yang benar
Kewajiban pertama kita terhadap nabi adalah mengimaninya.
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu)
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah
dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.” (Ash Shaf: 10-11)
b. Mencintainya dengan cinta yang tulus
“Dari Anas ra, dari Nabi saw. bersabda: tiga perkara jika kalian
memilikinya, maka akan didapati manisnya iman. Pertama, siapa yang
menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya. Kedua,
mencintai seseorang semata-mata karena Allah swt. Ketiga, tidak senang
kembali kepada kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah swt,
sebagaimana ketidaksenangannya dilempar ke dalam api neraka.” (HR.
Bukhari-Muslim)
c. Menghormati dan mengagungkannya
Jasa dan pengorbanan Rasulullah untuk umat ini membuatnya layak
untuk diagungkan. Namun pengagungan ini tidak boleh melampaui
batas, karena Islam melarang mengkultuskan seseorang.
d. Membelanya jika keadaan menuntut untuk itu
Memang para rasul tidak akan meminta-minta pertolongan kepada
manusia, karena Allah swt. telah memberikan jaminan bahwa Allah
akan membela Rasul saw. Namun demikian sebagai pengikut Nabi
saw. tidak mungkin kita tidak membelanya apabila sunah nabi dan
ajaran Islam dilecehkan dan dipermainkan orang. Untuk itu sebagai
suatu kewajiban terhadap rasul, membelanya sebagai suatu ciri cinta
kepadanya.
Materi AAI
e. Mencintai mereka yang mencintainya
Rasul saw. memiliki pengikut yang banyak dan setia. Tergambar dalam
sirah nabi tentang hubungan mahabbah di antara mereka yang diikat
dengan tali aqidah Islamiyah. Rasul saw. amat sangat mencintai para
sahabatnya, bahkan menjadikan suatu kekuatan Islam yang tak
terkalahkan dan membuat gentar tentara-tentara Romawi. Mencintai
Rasul tentunya juga mencintai para sahabat yang dicintainya. Tanpa
mencintai para sahabat yang dicintai Rasul tidak menjadikan sempurna
kita mengamalkan nilai-nilai Islam yang dicontohkan oleh Nabi saw.
Hadits, dari Abu Hurairah ra. mengatakan Rasulullah saw. bersabda,
"Janganlah kalian mencaci maki para sahabatku. Karena demi jiwa ku
yang berada dalam gengaman-Nya, kalau saja salah seorang diantara
kalian menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud, maka tidak akan
menyamai satu mud gandum dari mereka dan tidak pula setengahnya."
(HR. Muslim)
f. Menghidupkan sunah-sunahnya
Kewajiban lainnya kita kepada Rasul adalah menghidupkan sunahnya.
Sunah nabi tidak saja dalam perkataan dan perintahnya, tetapi perbuatan
sehari-hari yang mengandung nilai pedoman hidup. Menghidupkan berarti
mengamalkan sehingga amalan nabi tidak akan hilang tetapi selalu
melekat di hati dan tingkah laku setiap muslim.
Hadits, dari Anas ra. berkata Rasulullah saw, "Siapa yang membenci
sunahku, maka ia bukan dari golonganku." (HR. Muslim)
g. Memperbanyak shalawat kepadanya
Allah dan para malaikat saja bershalawat kepada nabi, tentunya perintah
Allah agar kita bershalawat kepada Nabi merupakan suatu kewajiban.
Begitu agung dan besarnya Nabi sehingga Allah dan malaikat bershalawat
kepada Nabi. Oleh karena itu kewajiban kita adalah memperbanyak
membaca shalawat, salam dan penghormatan kepada Nabi.
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Materi AAI
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
(Al Ahzab: 56)
h. Mengikuti manhaj-nya
Menjadi muslim yang baik tidak akan tercapai tanpa mengikuti manhaj
Islam yang dicontohkan oleh Nabi saw. Mengikuti rasul berarti
mengikuti manhaj (pedoman) Islam. Kewajiban muslim terhadap
rasulnya adalah mengikuti segala yang diperintahnya dan meninggalkan
semua yang dilarangnya. “Katakanlah: "Jika kamu benar-benar mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-
dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah:
"Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (Ali Imran: 31)
i. Mewarisi risalahnya
Adanya Islam di sekitar kita dan diri kita adalah karena dakwah Islam
yang disampaikan oleh para dai. Islam akan membawa kedamaian di
lingkungannya dan keharmonisan keluarga. Allah swt. telah mengutus
rasul agar nilai Islam menjadi menang atas nilai-nilai lainnya di muka
bumi ini. Kemenangan nilai Islam hanya dapat dicapai dengan
menyampaikan risalah Nabi kepada masyarakat. Kita wajib mewarisi
risalah Nabi kepada manusia sebagai wujud dari kecintaan kita kepada
Nabi saw.
HIKMAH MENGIKUTI RASULULLAH SAW
Dengan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mengikuti sunahnya,
maka seorang mukmin akan mendapat dua kebaiakn, yaitu kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat.
1. Kebaikan di dunia
a. Memperoleh kecintaan Allah
Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai Allah. Jika Allah
sudah mencintai, semua hamba-hamba-Nya pasti akan mencintainya.
b. Mendapatkan rahmat Allah
Materi AAI
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami limpahkan kepadanya keberkahan dari langit dan bumi.” (Al
A’raf: 96)
c. Memperoleh petunjuk Allah
Orang yang beriman dan beramal shalih akan mendapat petunjuk dan
petunjuk tambahan sehingga kehidupannya menjadi lebih baik.
d. Mendapatkan kemuliaan
Kemuliaan adalah milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman. Orang yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling
bertakwa.
e. Memperoleh kemenangan
Allah telah menjamin dalam kitab suci-Nya bahwa tentara-Nya adalah
yang akan menang. Sebab, orang-orang yang beriman berperang di
jalan Allah sedang orang-orang kafir berperang di jalan Allah sedang
orang-orang kafir berperang di jalan thagut
2. Kebaikan di akhirat
a. Mendapatkan syafa’at
Tidak ada yang dapat memberikan syafa’at di hadapan Allah kecuali
orang yang diizinkan-Nya. Hanya Nabi Muhammad saw. yang diberi
izin untuk memberi syafa’at kubra di akhirat kelak.
b. Keceriaan wajah
Orang-orang yang beriman dan beramal salih tampak ceria karena
Allah memberi jaminan kehidupan mulia setelah kematiannya. Bekas-
bekas wudhu dan amal shalih mereka di dunia akan memancarkan
cahaya yang menerangi.
c. Berdampingan dengan Rasulullah
Mereka yang menaati Allah dan rasul-Nya akan bersama para nabi,
para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang yang shalih. Mereka
adalah sebaik-baik teman.
d. Bersama dengan orang-orang pilihan
Materi AAI
Allah memilih di antara hamba-hamba-Nya orang-orang yang terbaik.
Mereka itu adalah para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-
orang shalih.
e. Memperoleh keberuntungan
Allah akan senantiasa membalas setiap amal perbuatan kita,
meskipun itu hanya kecil. Balasan yang akan Allah berikan jauh lebih
besar dan abadi.
Beribadah Seperti Rasul
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai ke siku. Kemudian sapulah kepada
kailan dan basuhlah kai kalian sampai pada ke dua mata kaki.”
(QS. Al Maidah : 6)
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang diantara kalian apabila berhadats,
sehingga ia berwudhu.”
(HR. Bukhari Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
A. WUDHU
Materi AAI
PENGERTIAN WUDHU
Salah satu syarat sahnya shalat yang merupakan ibadah wajib bagi kita seorang
muslim, adalah suci badan. Mensucikan badan sebelum kita sholat kita kenal
dengan wudhu. Mungkin setiap hari kita memang sudah berwudhu. Namun apakah
wudhu yang selama ini telah kita lakukan itu sudah sesuai dan benar dengan apa
yang diajarkan oleh Rasulullah? Pada lembaran-lembaran berikutnya kita akan
memperdalam kembali ilmu kita tentang aktivitas wudhu ini.
Wudhu adalah membasuh bagian tertentu dari anggota badan dengan air
sebagai persiapan bagi seorang muslim untuk menghadap Allah swt. (mendirikan
shalat). Dalam hal ini Allah Azza Wa Jalla sendiri memerintahkannya dan telah
menetapkan bagian-bagian anggota badan yang harus dibasuh pada saat
berwudhu.
Dalil yang menunjukkan kewajiban berwudhu antara lain :
1. Allah swt berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai ke siku. Kemudian sapulah kepada
kalian dan basuhlah kaki kalian sampai pada kedua mata kaki.” (Al-Maidah : 6)
2. Hadits Rasulullah yang diriwatkan dari Abu Hurairah, dimana Nabi saw.
bersabda :
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang diantara kalian apabila berhadats,
sehingga ia berwudhu.” (HR. Bukhari Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Jelaslah bagi kita bahwa memang tata cara wudhu itu telah ditetapkan, jadi
wajib bagi kita untuk menyempurnakan wudhu kita.
Wudhu itu memiliki beberapa fardhu dan rukun yang ditertibkan secara
berurutan . Jika ada salah satu rukun itu yang tertinggal, maka wudhunya tidak
sah menurut syari’at.
RUKUN WUDHU
1. Niat, adalah kemauan dan keinginan hati untuk berwudhu, sebagai wujud
mentaati perintah Allah swt.
2. Membasuh wajah, yaitu membasuh dengan air pada bagian atas dahi sampai
bagian dagu yang bawah dan dari bagian bawah satu telinga ke bagian bawah
telinga lain. Air wudhu tersebut harus mengalir pada wajah.
3. Membasuh kedua tangan, yaitu membasahi kedua tangan dari ujung jari sampai
ke siku.
Materi AAI
4. Membasuh kepala. Pengertian mengusap di sini adalah membasahi kepala
dengan air, lalu mengusapnya dari arah depan ke belakang.
5. Membasuh ke dua kaki, yaitu membasuh kaki hingga mencapai kedua mata
kaki.
6. Tertib dalam membasuh anggota-anggota tubuh di atas. Membasuh muka
terlebih dahulu, lalu kedua tangan, kemudian mengusap kepala dan selanjutnya
membasuh ke dua kaki.
7. Berwudhu satu kali (sekaligus) dalam satu waktu, yaitu tidak berselang waktu
yang terlalu lama antara satu rukun wudhu dengan rukun yang lain.
SUNNAH WUDHU
Sunnah adalah ketetapan dari Rasulullah saw. baik berupa perbuatan maupun
perkataan . Adapun Sunnah wudhu itu antara lain adalah sebagai berikut :
a. Membaca basmalah
b. Membersihkan kedua telapak tangan tiga kali
c. Bersiwak atau menggosok gigi
Disunatkan ketika bau mulut mengalami perubahan, baik karena bangun tidur
maupun saat hendak melaksanakan shalat.
d. Berkumur tiga kali
e. Istinsyaq dan istintsar tiga kali
- Istinsyaq adalah memasukkan atau menghirup air sampai ke dalam rongga
hidung. (disunahkan dengan tangan kanan)
- Istintsar berarti mengeluarkan air tersebut dari dalam hidung. (disunatkan
dengan tangan kiri)
f. Membersihkan sela-sela jari
g. Mendahulukan yang kanan
h. Memperlebar basuhan pada dahi, lengan dan kaki
i. Membaca do’a setelah wudhu.
CARA WUDHU YANG SEMPURNA
1. Berniat di dalam hati
2. Membaca basmalah
3. Mencuci telapak tangan sampai pergelangan tangan sebanyak tiga kali
4. Berkumur tiga kali
5. Bersiwak
6. Istinsyaq dan istintsar tiga kali
Materi AAI
7. Membasuh muka sebanyak tiga kali.
Dalam membasuh muka ini dimulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala
sampai ke ujung dagu paling bawah dan dari bagian bawah telinga satu ke
telinga yang lain.
8. Selanjutnya basuhlah tangan sebelah kanan sampai siku sebanyak tiga kali,
lalu tangan sebelah kiri juga tiga kali. Dalam membasuh tangan ini, hendaklah
dimulai dari jari-jari, yaitu dengan menyela-nyela antara jari-jari tersebut.
9. Kemudian usaplah kepala secara keseluruhan atau seperempat kepala pada
bagian depan satu kali saja, yaitu dengan menggunakan kedua telapak tangan
setelah membasuh keduanya dengan air. Air sisanya boleh digunakan untuk
mengusap kedua telinga baik bagian dalam maupun bagian luar sebanyak satu
kali saja.
10. Kemudian basuhlah kaki sebelah kanan sebanyak tiga kali dan sebelah kiri
juga tiga kali. Keduanya sampai mata kaki. Hal ini dilakukan dengan disertai
penyelaan terhadap jari-jari kaki dan meratakan basuhannya mencapai tumit.
Urutan-urutan ini harus benar-benar diperhatikan dan berhati-hatilah untuk
tidak membiarkan sedikitpun dari bagian anggota wudhu yang harus dibasuh
tidak terkena basuhan air, sehingga wudhu dan shalat yang kita lakukan
menjadi sah, dan tidak batal. Di dalam membasuh dan mengusap bagian-bagian
yang harus dibasuh dan diusap, tidak diperbolehkan menyelang waktu yang
terlalu lama antara bagian satu dengan yang lain, sehingga bagian sebelumnya
telah menjadi kering. Juga tidak di perbolehkan berbicara ketika berwudhu
kecuali adanya suatu kepentingan yang diperbolehkan.
11. Setelah selesai wudhu ucapkanlah do’a.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU
Berikut adalah hal-hal yang membatalkan wudhu :
1. Mengeluarkan sesuatu melalui dua jalan keluar, misal: kencing, kotoran, angin,
baik berjumlah sedikit atau banyak.
2. Tidur, dalam hal ini ada dua macam tidur :
a. Tidur telentang: jelas membatalkan wudhu
b. Tidur bersandar/duduk. Dalam hal ini ada dua pendapat, yaitu :
Menurut Imam Malik dan Ats-Tsauri, apabila tidur bersandar dilakukan
dalam waktu yang lama, maka wudhunya dianggap batal, tetapi bila
tidurnya tidak lama maka wudhunya tidak batal.
Materi AAI
Menurut Imam Asy Syafi’i bahwa tidur dalam posisi bersandar itu tidak
membatalkan wudhu, meskipun dilakukan dalam waktu yang lama.
Dengan catatan, jika orang yang duduk tersebut tetap pada posisi semula
dan menjaga agar tidak ada sesuatu pun yang keluar dari duburnya,
dengan cara menempelkannya ke lantai.
3. Pingsan
4. Tidur dalam shalat.
5. Murtad. (keluar dari islam)
6. Menyentuh kemaluan (dengan telapak tangan dengan sengaja)
7. Memakan daging hewan sembelihan (tidak membatalkan, tetapi memang
dianjurkan berwudhu setelahnya)
Dari hadits Jabir bin Samurah radhiallahu ‘anhu, seseorang pernah bertanya
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apakah aku berwudhu setelah
makan daging kambing?” Beliau menjawab: “Kalau engkau mau engkau berwudhu,
kalau mau maka engkau tidak perlu berwudhu.” Beliau ditanya lagi: “Apakah aku
berwudhu karena makan daging unta?” Beliau menjawab: “Ya, berwudhulah
setelah makan daging unta.” (Shahih HR. Muslim)
KEUTAMAAN-KEUTAMAAN WUDHU
Wudhu mempunyai beberapa keutamaan seperti beberapa hadits yang telah
disabdakan Rasulullah saw. antara lain:
1. Menyempurnakan wudhu dari hal-hal yang makruf, banyak melangkahkan
menuju masjid dan menunggu-nuggu waktu shalat, dosa-dosanya akan
dihapuskan Allah dan ditinggikan derajatnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Maukah kutunjukkan kepada kalian sesuatu yang dapat menjadi
sebab Allah menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat.” Mereka -para
sahabat- menjawab, “Tentu saja mau, wahai Rasulullah.” Maka beliau
menjawab, “Yaitu menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang tidak
menyenangkan, memperbanyak langkah menuju masjid, dan menunggu sholat
berikutnya sesudah mengerjakan sholat, maka itulah ribath.” (HR. Muslim
dalam Kitab at-Thaharah)
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud isbaghul wudhu’ adalah
menyempurnakannya. Adapun yang dimaksud kondisi yang tidak
menyenangkan adalah dingin yang sangat menusuk, luka yang ada di badan,
Materi AAI
dan lain sebagainya.” (SyarAh Muslim [3/41] cet. Dar Ibn al-Haitsam). Yang
dimaksud ar-ribath (ikatan) adalah karena amalan- amalan itu mengikat yang
bersangkutan dari berbagai kemaksiatan dan dosa. Sebagian lagi ada yang
mengatakan bahwa selalu ingat tali yang melingkar dileher musuh, karena
ingin mendapat kan syahid dan ampunan Allah. Wallahu a'lam.
2. Dapat memberikan pengaruh positif pada jiwa untuk senantiasa berusaha
suci, dan jauh dari perbuatan maksiat.
3. Wajah dan tubuh mereka (orang yang menjaga wudhunya) bersinar dan
bercahaya cemerlang kelak di hari akhir dan disambut kedatangannya oleh
Rasulullah.
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, berkata, "Aku mendengar Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Sesungguhnya umatku dipanggil pada
hari kiamat dalam keadaan ghurran muhajjilin (wajahnya bercahaya dan
badannya bersinar) karena bekas wudhu, maka barang siapa mampu untuk
memanjangkan ghurrah hendaklah melakukannya." (HR al Bukhari dan
Muslim).
4. Kesalahan-kesalahan dari seorang yang berwudhu dari bagian anggota
wudhunya akan keluar bersamaan dengan jatuhnya air wudhu dari bagian
anggota wudhunya itu.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, kemudian
dia membasuh wajahnya maka akan keluar dari wajahnya bersama air itu -atau
bersama tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan
pandangan kedua matanya. Apabila dia membasuh kedua tangannya maka akan
keluar dari kedua tangannya bersama air itu -atau bersama tetesan air yang
terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua tangannya. Apabila
dia membasuh kedua kakinya maka akan keluar bersama air -atau bersama
tetesan air yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua
kakinya, sampai akhirnya dia akan keluar dalam keadaan bersih dari dosa-
dosa.” (HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)
B. TAYAMUM
1. Pengertian Tayamum
Materi AAI
Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya
seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah
atau debu yang bersih. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci
yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis
atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat
melakukan tayamum.
Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah
tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk
menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum
yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadas hanya
bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada.
Tayamum yang telah dilakukan bisa batal apabila ada air dengan
alasan tidak ada air atau bisa menggunakan air dengan alasan tidak dapat
menggunakan air tetapi tetap melakukan tayamum serta sebab musabab
lain seperti yang membatalkan wudu dengan air.
2. Sebab melakukan Tayamum :
a. Dalam perjalanan jauh
b. Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit
c. Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan
d. Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan
e. Air yang ada hanya untuk minum
f. Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat
g. Pada sumber air yang ada memiliki bahaya
h. Sakit dan tidak boleh terkena air
3. Syarat Sah Tayamum :
a. Telah masuk waktu salat
b. Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran
c. Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayamum
d. Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu
e. Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh.
4. Sunah Ketika Melaksanakan Tayamum :
a. Membaca basmalah
b. Menghadap ke arah kiblat
c. Membaca doa ketika selesai tayamum
Materi AAI
d. Medulukan kanan dari pada kiri
e. Meniup debu yang ada di telapak tangan
f. Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku.
5. Rukun Tayamum :
a. Niat Tayamum.
b. Menyapu muka dengan debu atau tanah.
c. Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.
6. Tata Cara Tayamum :
a. Membaca basmalah
b. Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu
melekat.
c. Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu
yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
d. Niat tayamum : Nawaytuttayammuma listibaa hatishhalaati fardhollillahi
ta'aala (Saya niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat
karena Allah Ta'ala).
e. Mengusap telapak tangan ke muka secara merata
f. Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan
g. Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu,
tekan-tekan hingga debu melekat.
h. Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu
yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
i. Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke tangan kiri.
C. SHOLAT
PERINTAH SHALAT
Shalat merupakan salah satu pilar agama yang menduduki peringkat ke dua
setelah syahadat. Mengerjakannya pada awal waktu merupakan amalan yang
terbaik, sedang meninggalkannya merupakan perbuatan dosa dan kufur.
Sebagaimana yang Allah swt telah berfirman :
“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman.” (An-Nisa’ : 103)
Sedang Rasulullah saw pernah bersabda :
Materi AAI
“Sesungguhnya tanda-tanda yang ada di antara seorang hamba dengan syirik
maupun kufur itu adalah perbuatan meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)
Selain dalil-dalil yang tertulis di atas masih banyak dalil lain yang
menyampaikan atau menegaskan bahwa posisi shalat dalam agama islam itu
sangat penting dan wajib dikerjakan oleh seorang yang telah berikrar sebagai
muslim, antara lain :
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap
mendirikan shalat; ya Tuhan kami perkenankanlah doaku.” (Ibrahim: 40)
“Hai Maryam taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuuklah bersama orang-
orang yang rukuk.” (Ali-Imran : 43)
“dan Dia menjadikan aku orang yang diberkahi dimana saja aku berada, dan
Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama
aku hidup.” (Maryam: 31)
Secara etimologis shalat berarti do’a, sedangkan menurut syari’at, shalat
berarti ibadah yang terdiri dari ucapan-ucapan dan gerakan-gerakan tertentu,
yang diawali dengan takbiratul ihram, dan diakhiri dengan salam.
Shalat lima waktu hukumnya adalah wajib. Shalat lima waktu mampu
membawa pelakunya berbuat adil dan mensucikan serta mendekatkan diri kepada
Allah, sebagai upaya mempersiapkan diri menghadapi hari kiamat kelak.
Sebagaimana shalat juga mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar.
PEMBAGIAN SHALAT
Shalat yang telah disyariatkan oleh Allah swt. sebagai penyuci hati dan
ungkapan rasa syukur atas berbagai nikmat yang telah diberikan-Nya terbagi tiga
yaitu:
a. Shalat Wajib
Shalat yang apabila dikerjakan berpahala, apabila ditinggalkan merupakan
dosa besar. Shalat wajib adalah shalat lima waktu, hukumnya wajib
dilaksanakan oleh muslim yang sudah baligh (dewasa ).
b. Shalat Sunah
Shalat yang apabila dikerjakan berpahala, namun apabila tidak dikerjakan
tidak berdosa. Misal shalat witir, dhuha, dua rakat setelah wudhu, tarawih,
qiyamulail/tahajud.
c. Shalat Nafiah/Rawatib
Materi AAI
Shalat sunnat yang menyertai shalat fardhu, baik malam maupun siang hari,
mempunyai waktu tertentu, yang tidak dapat dikerjakan kecuali pada
waktunya.
SYARAT WAJIB SHALAT
1. Shalat itu tidak diwajibkan kecuali bagi seorang yang telah mengucapkan
syahadatain
2. Shalat itu hanya diwajibkan bagi mereka yang berakal sehat dan telah
mencapai usia baligh.
3. Shalat juga diwajibkan setelah mencapai waktunya
4. Suci dari hadats besar, seperti haid, nifas dan junub. Disamping itu juga suci
dari hadats kecil seperti buang angin atau lainnya yang dapat disucikan
dengan cara berwudhu.
RUKUN SHALAT
Dalam shalat ada yang dinamakan rukun shalat yang tanpa terpenuhinya
pelaksanaanya shalat dianggap tidak sah. Hal ini akan disampaikan agar dapat
membedakan antara rukun shalat dengan sunnat shalat. Rukun shalat adalah
sebagai berikut:
a. Niat
b. Takbiratul Ikhram
c. Membaca Al Fatihah
d. Ruku’
Yaitu membungkukkan punggung dengan meletakkan kedua telapak tangan
pada kedua lutut. Kemudian beri’tidal dan bertuma’ninah (berdiam sebentar),
dan membaca doa ruku’.
e. Berdiri dari ruku’. Setelah ruku’ hendaklah berdiri tegak dan tuma’ninah
f. Sujud.
Yaitu meletakkan dahi dan hidung di atas tempat shalat setelah kedua telapak
tangan, lutut serta ujung jari jemari kaki dan bertuma’ninah.
g. Bangkit dari sujud atau duduk diantara dua sujud..
h. Salam.
Setelah selesai membaca tasyahud akhir. Dengan menolehkan wajah ke kanan
dan ke kiri dalam posisi duduk, dengan mengucap Assalamu’alaikum
Warohmatullahi Wabarokaatuh.
Materi AAI
i. Tertib.
Harus tertib atau urut dalam melaksanakan rukun shalat.
SUNNAH SHALAT
Sunnah sholat perlu diketahui karena melaksanakannya akan mendapatkan
pahala. Adapun sunnah sholat adalah sebagai berikut :
a. Mengangkat kedua tangan. Disunnahkan mengangkat kedua tangan
pada empat hal yaitu :
1. Takbiratul Ikhram
2. Ruku’
3. Bangun dari ruku’
4. Ketika bangun dari tasyahud pertama.
b. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
c. Posisi kedua tangan. Ada beberapa pendapat sebagai berikut:
1. Abu Hanifah: posisi kedua tangan adalah di bawah pusar
2. Asy- Syafi’i : Posisi kedua tangan adalah di bawah dada.
3. Imam Ahmad : Posisi kedua tangan adalah di bawah dada atau di
bawah pusar
Sementara ada sebuah hadits hasan, yang menyebutkan bahwa Nabi saw.
meletakkan kedua tangannya di bawah dada. Diriwayatkan oleh Ahmad dan
Tirmidzi.
d. Doa iftitah
Membaca do’a ta’awudz. Dibaca setelah membaca doa iftitah dan sebelum
Surat Al Fatihah. Ta’awudz dibaca perlahan dan hanya pada rakaat pertama
saja.
a Mengucapkan Aamiin, yaitu setelah bacaan Al Fatihah selesai.
b Bacaan surat atau ayat Al Qur’an setelah membaca Al Fatihah.
c Tasyahud pertama.
Demikian sunnah-sunnah yang apabila seseorang lupa melakukannya, tidak
wajib untuk melakukan sujud sahwi (sujud yang dilakukan karena ada bacaan,
gerakan atau jumlah rekaat yang terlupa). Mengerjakannya akan mendapat pahala
yang besar, oleh karena itu kita senantiasa menjaga sunnah-sunnah tersebut.
TATA CARA SHALAT
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (H.R Bukhari)
Materi AAI
Hadits di atas memberikan ilmu pada kita untuk senantiasa menjaga dan
menyempurnakan sholat kita agar sesuai dengan tata cara sholat nabi, sehingga
amalan ibadah kita tidak sia-sia. Adapun tata cara atau urutan gerakan sholat
adalah sebagai berikut:
Pertama adalah persiapan yaitu sebagai berikut :
1. Menghadap kiblat
2. Berdiri tegak
3. Kaki tidak renggang dan tidak rapat
4. Mengangkat kedua tangan dan mengucap takbir.
5. Pandangan tertuju pada tempat sujud.
Selanjutnya, kedua adalah masuk rakaat pertama sebagai berikut:
1. Takbiratul ihram
Dengan cara :
a. Mengangkat tangan kemudian bertakbir atau mengangkat tangan
bersamaan dengan takbir atau bertakbir kemudian mengangkat tangan.
b. Posisi tangan setinggi dada atau bahu atau telinga
c. Jari-jari tangan lurus tidak renggang dan tidak mengepal
d. Telapak tangan menghadap kiblat
e. Membaca takbir
2. Berdiri bersedekap
a. Tangan kanan diletakkan pada punggung telapak tangan pergelangan
dan hasta tangan kiri.
b. Posisi tangan di dada , atau di bawah dada.
3. Membaca do’a iftitah
4. Membaca ta’awudz
5. Membaca surat Al Fatihah
6. Membaca ayat atau surat Al Qur’an
a. Kita membaca satu surah dari awal sampai akhir
b. Kita membaca lebih dari satu surat
c. Kita membaca beberapa ayat saja dari suatu surat Al-Quran.
7. Ruku’
a. Turun ruku’ sambil bertakbir
b. Kedua tangan lurus memegang kedua lutut, lengan renggang dari
lambung, dan jari-jari tangan merenggang.
Materi AAI
c. Kedua lutut direnggangkan
d. Punggung lurus
e. Kepala tidak menunduk dan tidak mendongak
f.Tuma’ninah
8. Membaca bacaan ruku’
9. Berdiri i’tidal
a. Bangkit dari ruku’
b. Mengangkat tangan setinggi bahu atau telinga
c. Berdiri tegak sambil bersedekap atau tidak bersedekap
d. Tuma’ninah
10. Membaca bacaan i’tidal
11. Sujud pertama
a. Turun sujud dengan mengangkat tangan atau tidak mengangkat tangan
sambil bertakbir
b. Menurunkan kedua lutut sebelum kedua tangan
c. Meletakkan tujuh anggota badan :
1. Kening dan hidung di tempat sujud
2. Tangan diletakkan dekat kepala atau dekat telinga atau di tempat
yang mudah
3. Tangan direnggangkan dari lambung atau dirapatkan
4. Jari-jari tangan diarahkan ke kiblat
5. Jari-jari kaki diarahkan ke kiblat
6. Kedua paha dirapatkan atau direnggangkan
7. Perut tidak menempel pada paha
d. Punggung lurus
e. Tuma’ninah
12.Membaca bacaan sujud
13.Duduk antara dua sujud
a. Bangkit dari sujud sambil bertakbir
b. Boleh mengangkat tangan boleh tidak
c. Cara duduk antara dua sujud:
Duduk di atas telapak kaki kiri, telapak kaki kanan ditegakkan, dan jari-
jari kaki kanan mengarah ke kiblat dengan kedua tangan diletakkan di
paha dan boleh berisyarat dengan telunjuk kanan
Materi AAI
d. Tuma’ninah
14.Membaca bacaan sujud
15.Bangkit dari sujud kedua
a. Sambil bertakbir
b. Duduk terlebih dahulu sebelum bangkit berdiri ke rakaat kedua
Selanjutnya masuk pada rakaat kedua yaitu:
1. Bangkit berdiri
a. satu atau dua tangan bertopang di tanah
b. tangan tidak bertopang pada tanah.
2. Melakukan gerakan dan bacaan sebagaimana rakaat pertama tanpa
takbiratul ikhram, membaca iftitah dan ta’awudz.
3. Duduk tahiyat awal
a. Telapak kaki kiri dibeberkan untuk diduduki dan telapak kaki kanan
ditegakkan (duduk Iftirasy)
b. Tangan di atas paha atau lutut, siku kanan menempel pada paha kanan,
dan berisyarat dengan telunjuk.
c. Pandangan tidak melampaui jari telunjuk
d. Jari telunjuk digerak-gerakkan atau tidak
4. Membaca tasyahud
5. Membaca shalawat
Selanjutnya untuk melanjutkan ke rakaat tiga atau empat, mengulangi
gerakan dan bacaan pada raat pertama dan ke dua.
Selanjutnya pada rakaat terakhir, setelah sujud ke dua maka masuk pada
gerakan tasyahud akhir sebagai berikut:
1. Tasyahud akhir
Cara duduk tahhiyat akhir sama dengan duduk tahiyyat awal, hanya saja
telapak kaki kiri dimasukkan ke bawah tulang kering kaki kanan dan
duduk dengan pantat (duduk tawarruk), kedua telapak tangan di atas
lutut, dan berisyarat dengan telunjuk.
2. Membaca tasyahud dan shalawat
3. Membaca do’a sebelum salam.
4. Salam
a. Memalingkan muka dengan mengucap salam
i. Memalingkan muka sedikit dengan mengucap salam
Materi AAI
ii. Memalingkan muka ke kanan dengan mengucap salam, kemudian ke
kiri dengan mengucapkan salam.
b. Mengusap kepala atau kening dengan tangan kanan (sunnah)
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang
yang khusyu' dalam sembahyangnya.” (QS. Al-Mu’minun (23) : 1-2)
ANCAMAN BAGI YANG MENINGGALKAN SHALAT BERJAMAAH DI MASJID PADAHAL IA
MAMPU
Allah Ta'ala berfitman: "Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk
bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk kebawah,
lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk
bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera." (Al-Qalam:42-43)
Ibrahim At-Taimi berkata,"Maksudnya, mereka diajak kepada shalat-shalat wajib yang
terdapat adzan dan iqamatnya. "Said bin Musyayab berkata,"Mereka mendengar 'hayya
'alas shalah, hayya 'alal falah namun mereka tidak memenuhi panggilan itu sementara
mereka dalam keadaan sehat wal afiat."
Kabul Ahbar berkata,"Demi Allah, ayat ini tidak diturunkan kecuali kepada orang-
orang yang meninggalkan shalat berjamaah. Adakah ancaman lain yang lebih dahsyat dari
ancaman di atas bagi orang yang meninggalkan shalat berjamaah padahal mampu
melakukannya?.
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma ketika ditanya tentang orang yang berpuasa pada
siang hari dan melakukan qiyamul lail di malam hari, namum ia tidak shalat berjamaah di
Masdjid. Ia menjawab, "Jika ia mati dalam keadaan demikian maka ia di neraka."
(Diriwayatkan Tirmidzi).
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhuma berkata," Jika telinga anak Adam dipenuhi dengan
cairan timah panas, tentu hal itu lebih baik daripada ia mendengar adzan namun tidak
memenuhinya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wassalam bersabda, "Barangsiapa mendengar orang memanggil untuk shalat dan
tidak ada halangan untuk memenuhinya. "Ada yang bertanya," Apa halangannya wahai
Rasulullah? Rasulullah shallallahu alaihi wassalam menjawab,"Rasa takut atau sakit. Maka
shalat yang dilakukannya (yakni shalat dirumahnya) tidak diterima. (Diriwayatkan Abu
Dawud, Ibnu HIbban, dan Ibnu Majah).
Materi AAI
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu berkata,"Tidak ada shalat bagi tetangga masdjid
kecuali di masdjid." Ada yang bertanya kepadanya, "Siapakah tetangga masdjid itu?" Ia
menjawab,"Siapa (saja) yang mendengar adzan." (diriwayatkan Ahmad)
Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu
berkata,"Barangsiapa yang senang untuk bertemu dengan Allah besok-yakni pada hari
kiamat-maka hendaklah ia memelihara shalat yang lima itu selama ia dipanggil untuk
melakukannya. Karena Allah telah mensyariatkan kepada Nabi kalian sunnah-sunnah
hidayah, dan shalat merupakan salah satu dari sunnah-sunnah hidayah. Jika kalian shalat
dirumah-rumah kalian sebagaiamana orang yang meninggalkan shalat berjamaah, berarti
kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Dan jika kalian meninggalkan sunnah Nabi
kalian pastilah kalian tersesat. Aku telah melihat kami semua, tidak ada seorangpun dari
kami yang meninggalkannya kecuali orang munafik yang jelas kemunafikannya atau orang
sakit. Bahkan ada seseorang yang didatangkan untuk shalat, ia disandarkan diantara dua
orang hingga bisa didirikan didalam shaf, atau hingga ia bisa datang ke masdjid untuk
shalat berjamaah." (Diriwayatkan Muslim dan Abu Dawud).
Ibnu Umar berkata bahwa Umar pernah pergi ke kebun kurma miliknya, kemudian ia
pulang sementara orang-orang sudah selesai melakukan shalat Ashar. Lalu Umar berkata,
'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, aku ketinggalan shalat berjamaah Ashar, saksikanlah oleh
kalian bahwa kebun itu aku sedekahkan untuk orang-orang miskin sebagai penebus dosa
yang dilakukan Umar.
MENGENAL ISLAM ( MA’RIFATUL ISLAM)
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara
kaffah (keseluruhan). Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah
syaithan, karena sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.”
(Al-Baqarah: 208)
“Islam adalah sebuah sistem yang universal (komprehensif, total dan
integral).
Mencakup berbagai aspek hidup dan kehidupan.
Materi AAI
Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, akhlak dan
kekuatan, serta kasih sayang dan keadilan.
Islam adalah kebudayaan dan perundang-undangan, ilmu dan hukum,
materi dan harta benda, serta usaha dan kekayaan.
Dan Islam juga adalah jihad dan dakwah, militer dan ideologi serta aqidah
yang murni dan ibadah yang benar sekaligus.”
(Hasan Al-Banna)
Suatu saat datanglah para pemuka Yahudi menghadap Rasulullah
saw. Mereka terdiri dari Abdullah bin Salam, Tsa’labah Ibnu Yamin, Asad
bin Ka’ab, Usaid bin Ka’ab, Sa’id bin ‘Amru dan Qois bin Zaid. Tujuan
kedatangan mereka adalah untuk memeluk agama Islam, tetapi dengan
suatu syarat tertentu.
“Ya Rasulullah, hari Sabtu adalah hari yang kami hormati, maka
biarkanlah kami tetap menghormatinya. Dan sesungguhnya kitab Taurat
adalah kitab Allah juga, maka biarkanlah kami menjalankannya di malam
hari,” demikian permintaan mereka.
Atas permintaan mereka itu, Allah swt. langsung memberikan
jawaban dengan menurunkan satu ayat:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam
secara kaffah (keseluruhan). Dan janganlah kalian mengikuti langkah-
langkah syaithan, karena sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 208)
Allah swt menolak permintaan para pemuka Yahudi yang ingin masuk.
Islam dengan syarat tetap menghormati hari Sabtu dan tetap menjalankan
Taurat di malam hari. Jika ingin masuk Islam, masuklah dengan
keseluruhan; tidak dengan mencampurkannya dengan yang lain. Masuklah
Materi AAI
ke dalam ajaran Islam secara keseluruhan, jangan diterima sebagian dan
ditolak sebagian yang lain.
Perintah tersebut mengandung konsekuensi logis bagi setiap hamba
Allah agar mengenal Islam dengan benar. Seseorang tidak mungkin masuk
ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah) apabila pengenalannya
terhadap Islam masih parsial. Oleh karena itu, tuntutan bagi setiap muslim
adalah mengenal Islam dalam segala cakupan ajarannya.
PENGERTIAN ISLAM
1. Secara etimologi, kata islam berasal dari kata aslama-yuslimu-islam.
Kata ini memiliki akar kata: salima, dari kata salima muncul beberapa
istilah dengan makna yang beraneka ragam namun memiliki
keterkaitan. Adapun beberapa istilah itu adalah sebagai berikut:
a. Tasliim yang berarti tunduk dan menyerahkan diri. Kata ini terdapat
dalan QS. An-Nisa: 65 di ujung ayat: wayusallimuu tasliima (dan
mereka menerima dengan sepenuhnya).
b. Salaam yang berarti keselamatan. Kata ini terdapat dalam QS. Al-
Maidah: 15; subulas salaam (jalan-jalan keselamatan)
c. Salm yang berarti perdamaian. Kata ini terdapat dalam QS. Al-Anfal:
61; wain janahu lis salm.... (jika mereka condong kepada
perdamaian....)
d. Salaam yang berarti ucapan sejahtera. Ini terdapat dalan QS. Al-
An’am: 54; salaamun alaikum (kesejahteraan buat kalian semua).
Juga dalam QS. Yunus: 10; watahiyyatuhum fiha salaam (dan
ucapan penghormatan mereka adalah salaam)
2. Secara terminologi, Islam didefinisikan sebagai, ”Agama yang
diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir, Muhammad saw, sebagai
penyempurna dari agama yang diturunkan kepada nabi-nabi
sebelumnya.”
Materi AAI
Berkaitan dengan definisi ini dan bagaimana pengertiannya lebih jauh,
banyak para ulama yang memberikan penjelasan panjang lebar.
Misalnya Sa’id Hawwa dalam Al-Islam, (seri 1-4) Jilid 1, menyatakan
bahwa makna asal Islam yaitu menerima segala perintah dan larangan
Allah swt, yang terdapat dalam wahyu yang diturunkan kepada Nabi.
Barangsiapa yang menghadapkan wajah dan hatinya—dalam semua
persoalan hidup—kepada Allah maka ia adalah seorang muslim. Para
nabi dan rasul adalah orang-orang yang paling menerima segala
perintah dan larangan Allah dan sepenuhnya berserah diri kepada-Nya.
Oleh karena itu mereka disebut sebagai orang-orang Islam yang
terkemuka. Allah berfirman,
"Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya,
dan dengan itu aku diperintah, dan aku adalah orang-orang Islam
pertama.“ (Al-An’am : 162-163)
DIN SAMAWIY DAN DIN ARDHIY
Al-Qur’an menyebut kata din (agama) dengan pengertian yang umum,
baik agama yang benar maupun yang salah, atau agama yang haq maupun
agama yang bathil (QS. Al Fath: 28; QS As-Shaff: 9). Maka ”agama”
memiliki pengertian: sistem kepercayaan atau keyakinan kepada suatu
prinsip-prinsip nilai tertentu, baik nilai-nilai kebenaran maupun nilai-nilai
kebatilan.
Adapun jika dinilai dari sumber agama itu berasal, maka din dapat dibagi
menjadi dua: din samawiy dan din ardhiy. Din samawiy adalah agama langit,
yaitu agama yang sumbernya dari wahyu Allah yang dibawa oleh para nabi,
semenjak Nabi Adam as hingga Muhammad saw. Dengan demikian, agama
yang sekarang masih eksis, seperti Yahudi dan Nasrani, terlepas bahwa
keduanya telah banyak diselewengkan dari sumber aslinya, termasuk dalam
kategori agama samawiy. Jelas termasuk disini adalah agama Islam.
Materi AAI
Sedangkan din ardhiy berarti agama bumi, adalah semua agama atau
keyakinan yang tidak bersumber dari wahyu dan tidak dibawa oleh para
nabi. Karena itu, agama ardhiy mencakup semua sistem keyakinan atau
kepercayaan yang dibangun oleh manusia dengan sumber ajaran yang
dinisbatkan kepada tokoh tertentu, bukan wahyu dari langit. Agama ardhiy
jumlahnya lebih banyak di dunia ini dengan mengusung berbagai nilai
ajaran yang sumbernya sangat beragam. Bahkan seringkali hanya berupa
warisan keyakinan dari nenek moyang yang tidak jelas sumber rujukannya.
KARAKTERISTIK DINUL ISLAM
Sebagai sebuah sistem, Islam mempunyai karakteristik yang
membedakannya dengan sistem-sistem yang lain. Karakteristik adalah ciri-
ciri umum yang menjadi bingkai dari keseluruhan ajaran Islam. Cara
pandang Islam terhadap berbagai permasalahan eksistensial seperti Tuhan,
alam, manusia dan kehidupan, serta interpretasinya terhadap berbagai
peristiwa selamanya akan berada dalam bingkai ciri-ciri umum tersebut.
Karakteristik ini pula yang kemudian menjadi letak keunggulan Islam
terhadap sistem-sistem lainnya.
RobbaniyahRabb berarti Tuhan. Islam disebut agama yang berkarakter rabbani, artinya
bahwa ajaran Islam merupakan agama yang penisbatannya selalu kepada
Tuhan (Rabb oriented). Agama ini membawa pesan-pesan Tuhan, tujuannya
untuk mengagungkan Tuhan, nilai-nilainya mengarahkan umat kepada
Tuhan, sistemnya juga berorientasi menegakkan “kekuasaan“ Tuhan di
dunia ini. Sehingga, manusia yang rabbani (rabb oriented man) berarti
manusia yang hidupnya selalu mengarahkan perilakunya kepada ridha
Tuhan.
Materi AAI
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (Ali-
Imran: 79)
Secara umum, kerobaniyahan Islam mencakup dua hal: rabbaniyatul ghayah
dan rabbaniyatul mashdar.
a. Rabbaniyyah Ghoyah (Tuhan sebagai tujuan akhir)
Maksudnya, Islam menjadikan tujuan pertama dan terakhir untuk
menyembah Allah semata dan untuk mencapai ridho-Nya. Tujuan ini pun
akhirnya merupakan tujuan akhir, puncak cita-cita, usaha dan kerja keras
manusia dalam kehidupan.
Dampak rabbaniyyah tujuan pada manusia adalah :
(1)Mereka mengetahui tujuan hidupnya dan memahami hakikat
keberadaannya dalam hidup
(2)Mereka mendapat petunjuk menuju fitrah yang suci
(3)Mereka terselamatkan dari perpecahan dan pertikaian
(4)Mereka terbebaskan dari penghambaaan pada egoisme dan hawa nafsu
b. Rabbaniyyah Mashdar (Tuhan sebagai sumber nilai)
Maksudnya, manhaj/sistem yang telah diterapkan oleh Islam untuk
mencapai tujuan dan sasaran itu adalah manhaj Robbani yang murni,
yaitu yang bersumber pada wahyu Allah, kepada Rasulullah saw (Al-Qur
an). Manhaj ini tidak lahir sebagai sebuah hasil rekayasa dari ambisi
individu, keluarga, golongan, partai atau bangsa tertentu. Tetapi manhaj
ini datang dari Allah yang menginginkan agar menjadi petunjuk,
penjelas, kabar gembira, obat dan rahmat bagi hamba-hamba-Nya.
Adapun Rasulullah Muhammad saw. adalah penyeru pada manhaj dan
sebagai penjelas perintah-Nya yang masih samar bagi manusia.
Dampak Rabbaniyyah mashdar:
(1)Terlepas dari sikap ceroboh dan sikap ekstrim, sikapnya proporsional
(2)Terlepas dari fanatisme buta dan hawa nafsu
(3)Terhormat dan mudah diyakinkan dengan kebenaran
(4)Terbebas dari penghambaan sesama manusia.
Materi AAI
2. Insaniyah (manusiawi)
Islam adalah ajaran yang sangat manusiawi. Islam mengakomodasi
seluruh kecenderungan manusia melalui ajaran akidah, ibadah, syariat dan
arahan-arahannya. Islam adalah agama manusia. Al-Qur’anul Karim
merupakan kitab yang ditujukan bagi manusia, berbicara tentang manusia
serta berbicara kepada manusia. Di samping itu ibadah-ibadah yang
disyari’atkan oleh Islam juga mengandung dimensi kemanusiaan, misalnya
shalat, zakat dan haji.
Muhammad saw adalah rasul dari jenis manusia. Ketika kita membaca
biografi beliau, maka kita juga akan menemukan perjalanan hidup seorang
manusia. Mari kita perhatikan kesaksian Muhammad saw. dalam Al-Qur’an
berikut ini:
”Katakanlah, ’Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti
kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu
adalah Ilah Yang Maha Esa.” (Al-Kahfi: 110)
Adapun buah insaniyah dalam Islam adalah terwujudnya persaudaraan
antar umat manusia dan tegaknya prinsip persamaan hak bagi seluruh umat
manusia.
3. Syumul (universal)
Artinya Islam meliputi semua zaman, kehidupan dan eksistensi
manusia. Jangkauan keuniversalan dalam risalah Islam ini diungkapkan oleh
Hasan al-Banna: “Islam adalah risalah yang panjang terbentang sehingga
meliputi semua abad sepanjang zaman, terhampar luas sehingga meliputi
semua cakrawala umat dan begitu mendalam (mendetail) sehingga memuat
urusan-urusan dunia dan akhirat”.
Di dalam Risalah Ta’lim-nya, yang dimaksud dengan Islam universal
yaitu: “Islam adalah sebuah sistem yang universal (komprehensif, total dan
integral). Mencakup berbagai aspek hidup dan kehidupan. Islam adalah
negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, akhlak dan kekuatan, serta
Materi AAI
kasih sayang dan keadilan. Islam adalah kebudayaan dan perundang-
undangan, ilmu dan hukum, materi dan harta benda, serta usaha dan
kekayaan. Dan Islam juga adalah jihad dan dakwah, militer dan ideologi
serta aqidah yang murni dan ibadah yang benar sekaligus.”
a. Risalah semua zaman
Islam adalah risalah untuk semua zaman dan generasi, bukan risalah
yang terbatas oleh masa atau generasi tertentu. Secara substansial
(dasar-dasar aqidah dan moralnya), Islam merupakan risalah setiap nabi
yang diutus dan misi setiap kitab suci yang diturunkan. Maka semua nabi
diutus dengan membawa risalah (misi) Islam, menyerukan tauhid dan
menjauhi taghut.
b. Risalah bagi seluruh alam semesta
Islam tidak terbatas pada bangsa maupun status sosial tertentu, yang
merupakan petunjuk Rabb manusia bagi segenap manusia, rahmat bagi
sekalian hamba-Nya.
4. Al-Wasthiyyah/Tawazun (moderat atau pertengahan)
Islam berada dalam keseimbangan di antara dua jalan atau dua arah
yang saling berhadapan atau bertentangan, dimana salah satu di antara dua
jalan tadi tidak bisa berpengaruh dengan sendirinya dan mengabaikan jalan
lain. Salah satu di antara dua jalan atau arah tersebut juga tidak dapat
mengambil hak yang lebih banyak dan melampaui yang lain. Contohnya :
individu dengan kolektif, kontekstual dengan idealisme, konsisten dengan
perubahan. Islam memberikan haknya secara adil terhadap aspek-aspek
kehidupan seperti ruhiyah (spiritualisme), maddiyyah (materialisme),
fardiyah (individu), jama’iyyah (kolektif), tsabat (konsisten) dan taghayyur
(perubahan) dan tidak berada dalam poros yang ekstrim.
Moderat atau dalam arti yang lain adalah at tawazun, keseimbangan.
Yaitu keseimbangan di antara dua jalan atau dua arah yang saling
berhadapan atau bertentangan, dimana salah satu dari dua jalan tadi tidak
bisa berpengaruh dengan sendirinya dan mengabaikan yang lain.
1. Moderat dalam ideologi.
Materi AAI
2. Moderat diantara rasionalis dan naturalis.
3. Moderat dalam memperlakukan nabi.
4. Moderat dalam meletakkan akal dan wahyu
5. Moderat dalam sisi ketuhanan dan kemanusiaan beribadah
6. Moderat di antara orientasi dunia dan akhirat.
5. Al-Waqi’iyyah (aktual)
Allah menjamin Islam sebagai ajaran yang sesuai dengan kondisi
manusia di manapun, kapanpun dan bagi segala jenis manusia. Islam
senantiasa menjaga dan memelihara realita (aktual) bahwa sistem ajaran
Islam bersifat kontekstual di setiap aspek yang didakwahkan pada manusia,
mulai aspek aqidah, ibadah, akhlak dan syari’at.
6. Al-Wudhuh (jelas)
Yang dimaksud adalah jelas dalam hal:
a. Kejelasan dalam masalah ibadah
b. Kejelasan dalam masalah akhlak/adab
c. Kejelasan dalam masalah hukum
d. Kejelasan dalam tujuan beragama
e. Kejelasan sistem dan jalan penyelesaian masalah
PENTINGNYA MEMAHAMI ISLAM SECARA KAFFAH
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al Baqarah: 208)
Tujuan memahami :
1. Agar umat Islam tidak terjebak ke dalam propaganda, program serta
langkah-langkah syaitan. Sebab syaitan adalah musuh yang nyata bagi
manusia.
2. Ajaran Islam sendiri bersifat universal dan menolak parsialisasi hukum
dan ajarannya. Aspek dalam kehidupan merupakan satu kesatuan yang
Materi AAI
tidak dapat dipisahkan. Kehidupan tidak akan harmonis apabila Islam
dilaksanakan secara parsial.
RUANG LINGKUP DINUL ISLAM
Secara global kandungan Islam dapat kita bagi kepada tiga bagian:
1. Pokok dan Fondasi (asas) yang terdiri atas:
a. Aqidah yang mencakup : Dua kalimat Syahadat dan Rukun Iman yang
enam "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka itulah orang-orang yang bertaqwa". (Al-Baqarah: 177)
b. Ibadah, yaitu: shalat, zakat, puasa dan haji.
Sabda Rasulullah saw;
"Islam didirikan diatas 5 pokok: Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat,
menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan pergi haji bila
mampu.“ (HR Bukhori Muslim dari Ibnu Umar ra)
2. Bangunan (bina'), hal itu terlihat pada sistem hidup seperti;
2.1 Sistem politik, seperti:
a. Musyawarah
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
Materi AAI
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya." (Ali Imran: 159)
b. Perdamaian
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan.
Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu." (Al Baqarah:
208)
"Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah
kepadanya dan bertawwakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al Anfal: 61)
c. Hukum
"Katakanlah:"Sesungguhnya aku (berada) di atas hujjah yang nyata
(al-Qur'an) dari Rabbku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah
wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk
disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.
Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang
paling baik." (Al An’am: 57)
"Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya
(menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-
buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-
nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah
memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama
yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (Yusuf: 40)
2.2 Sistem Perekonomian, seperti:
a. Utang piutang
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
Materi AAI
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa
kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah (keadannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak
ada dua orang lelaki, maka (boleh seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa
maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksisaksi itu enggan
(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu
jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada
dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah
apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-
menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya
hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu".
(Al Baqarah: 282)
b. Pegadaian
"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperolah seorang penulis, maka hendaklah
ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
Materi AAI
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya; dan janganlah kamu (para
saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Al
Baqarah: 283)
c. Pengharaman riba dan penghalalan jual beli
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil
riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya". (Al Baqarah: 275)
2.3 Sistem Keprajuritan, seperti:
Mempersiapkan tentara"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang
(yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu
dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang
Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah
niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan
dianiaya (dirugikan)". (Al Anfal: 60)
2.4 Sistem Akhlak, seperti:
a. Berbuat kebaikan
Materi AAI
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang
kamu melupakan (kewajiban) dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al-
Kitab (Taurat). Maka tidakkah kamu berpikir?" (Al Baqarah: 44)
b. Berkata benar
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi
dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-
orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertaqwa". (Al Baqarah: 177)
c. Memaafkan
"Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur
dengan mereka padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan
maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu
tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu mema'afkan atau dima'afkan
oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pema'afan kamu itu lebih
dekat kepada taqwa. Dan jangajlah kau melupakan keutamaan di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Melihat segala apa yang kamu kerjakan". (Al
Baqarah: 237)
2.5 Sistem sosial kemasyarakatan, seperti:
a. Zakat
"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama
orang-orang yang ruku'". (Al Baqarah: 43)
b. Adil dalam rnenegakkan hukum
Materi AAI
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat". (An Nisa’: 58)
c. Persaudaraan
"Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah
supaya kamu mendapat rahmat". (Al Hujurat: 10)
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal" (Al Hujurat: 13)
2.6 Sistem Pengajaran, seperti:
a. Mengajar dengan lemah lembut
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya". (Ali Imran: 159)
b. Memberi nasihat
"Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman,
yaitu:"Bersyukurlah kepada Allah.Dan barangsiapa yang bersyukur
(kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri;
Materi AAI
dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji". (Luqman: 12)
"Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai". (Luqman: 19)
3. Pendukung dan penopang (muayyidat), yaitu;
a. Jihad
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnaya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-
benar Maha Kuasa menolong mereka itu". (Al Hajj: 39)
"(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka
tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata:"Rabb kami
hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara
Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-
masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sseungguhnya Allah
pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa". (Al Hajj: 40)
b. Amar ma'ruf dan nahi munkar
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung". (Ali Imran: 104)
Ibarat bangunan yang kokoh, Islam harus mempunyai pondasi yang
bagus, yakni aqidah dan ibadah. Semakin kuat pondasinya maka akan
semakin kokoh bangunannya, begitu juga dengan Islam yang akan semakin
kokoh jika umatnya beraqidah dan beribadah dengan benar. Hal tersebut
juga harus didukung oleh bangunan (sistem Islam) dan penopang
(muayyidat) yang bagus.
BEBERAPA ASPEK KEYAKINAN SEORANG MUSLIM TERHADAP
ISLAM
Materi AAI
1. Islam adalah wahyu Allah
" Demikianlah Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,
mewahyukan kepada kamu dan kepada orang-orang yang sebelum kamu".
(Asy Syura: 3)
2. Islam adalah dinul haq
"Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan
agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama
meskipun orang-orang musyrik benci". (As Shaff: 9)
3. Islam adalah din yang lurus
"Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya
(menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-
buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama
itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar
kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Yusuf: 40)
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Ar Rum: 30)
4. Islam adalah din yang bersih
"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).
Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):"Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah dengan sedekatdekatnya". Sesungguhnya Allah akan
memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih
padanya.Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta
dan sangat ingkar". (Az Zumar: 3)
5. Bersih dari syirik
"Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka
bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan diantara
golongan-golongan (Yahudi dan Nasrani) yang bersekutu, ada yang
Materi AAI
mengingkari sebahagiannya. Katakanlah: "Sesungguhna aku hanya
diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun
dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya
aku kembali". (Ar Ra’du: 36)
6. Bersih dari kesalahan dan kekurangan
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an? Kalau kiranya
al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan
yang banyak di dalamnya". (An Nisa’: 82)
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.
Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di
antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya". (Ali Imran: 19)
"Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang merugi". (Ali Imran: 85)
PERBANDINGAN DINUL ISLAM DENGAN JAHILIYAH1. Sistem Islam sumbernya dari Allah sedangkan sistem jahiliyah
sumbernya selain Allah, yaitu akal manusia.
”Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yangtelah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orangorang musyrik agama
yang kamu seru mereka kepadanya.Allah menarik kepada agama itu
orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya
orang yang kembali (kepada-Nya).” (Asy Syura: 13)
2. Allah adalah pencipta sedangkan selain Allah adalah makhluk
Materi AAI
"Dan demikianlah telah pasti berlaku ketetapan azab Rabbmu
terhadap orang-orang kafir, karena sesungguhnya mereka adalah
penghuni neraka. " (Al Mu’min: 6)
3. Allah Maha Mengetahui kebutuhan manusia sedangkan manusia bahkan
sering tidak mengetahui kebutuhannya sendiri
"Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu
lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui"
(Al Mulk: 14)
”Mereka menjawab:"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(Al Baqarah: 32)
4. Allah Maha Bijaksana sedangkan manusia sering berbuat alpa dan sering
salah perhitungan
"Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
(Al Baqarah: 32)
5. Setiap yang datang dari Allah adalah kebenaran adanya, sedangkan yang
datang dari manusia banyak mengandung kebatilan
"(Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang
dari Rabbmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang
ragu". (Ali Imran: 60)
"Kebenaran itu adalah dari Rabb-mu, sebab itu jangan sekali-kali
kamu termasuk orang-orang yang ragu". (Al Baqarah: 147)
6. Agama yang datang dari Allah pasti adalah agama yang benar sedangkan
sistem yang datang dari manusia dipenuhi dengan berbagai kerancuan
dan kesalahan
"Dia-lah yang mengutus Rasulnya dengan membawa petunjuk dan
agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-
agama meskipun orang-orang musyrik benci". (Ash Shaff: 9)
Materi AAI
7. Agama yang benar mengantarkan manusia kepada hidayah sedangkan
sistem yang dipenuhi kerancuan hanya akan menyeret manusia semakin
jauh dari petunjuk
"Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang menunjuki
kepada kebenaran" Katakanlah:"Allah-lah yang menunjuki kepada
kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran
itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk
kecuali (bila) diberi petunjuk Mengapa kamu (berbuat demikian)
Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?" (Yunus: 35)
ILMU TAJWID
A. Definisi Ilmu Tajwid
Lafadz tajwid menurut bahasa (lughowi) artinya membaguskan, sedangkan menurut
istilah :
mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberikan hak (berupa sifat
huruf) dan mustahaknya (berupa hukum-hukum).
Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu bersamanya seperti sifat Al-
Jahr, Isti’la’, istifal dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahak huruf
adalah sifat yang nampak sewaktu-waktu seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa’ dan lain sebaginya.
B. Hukum Ilmu Tajwid
Hukum mempelajari ilmu tajwid secara teori adalah fardhu kifayah, sedangkan
membaca Al Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid hukumnya fardhu ’ain.
Dalil kewajiban membaca Al Qur’an dengan tajwid adalah:
1. Firman Allah SWT dalam Al Qur’an :
”Dan bacalah Al Qur’an dengan tartil”. (Al Muzammil : 4)
Materi AAI
Al-Imam Ali bin Abi Tolib menjelaskan arti tartil dalam ayat ini, yaitu mentajwidkan
huruf-hurufnya dan mengetahui tempat-tempat waqof.
2. Sabda Rasulullah saw sebagai berikut:
”Bacalah Al Qur-än sesuai dengan cara dan suara orang-orang Arab. Dan jauhilah
olehmu cara baca orang-orang fasik dan berdosa besar, maka sesungguhnya akan
datang beberapa kaum setelah aku melagukan AL Qur’an seperti nyanyian dan
Rohbaniah (membaca tanpa tadabbur dan pengamalan) suara mereka tidak dapat
melewati tenggorokan mereka (tidak dapat meresap dalam hati), hati mereka dan
orang-orang yang simpati kepada mereka telah terfitnah (keluar dari jalan yang
lurus)”. (Al Burhan fi Tajwidiil Qur’an)
3. Adapun hukum fardhu ’ain, Imam Ibnul Jazari mengatakan : ”Membaca Al Qur-än
dengan tajwid hukumnya wajib, barangsiapa tidak membacanya dengan tajwid ia
berdosa. Karena dengan tajwid Allah menurunkan Al Qur-an, dan demikianlah Al Qur-
an sampai kepada kita dari-Nya”.
C. Fadhilah (Keutamaan) Ilmu Tajwid
Ilmu tajwid adalah ilmu yang sangat mulia, karena berhubungan langsung dengan Al
Qur’an. Diantara keistimewaannya adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari dan mengajarkan Al Qur-an adalah tolok ukur kualitas seorang muslim.
Sabda Rasulullah SAW:
”Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.”
(HR.Bukhari)
2. Mempelajari Al Qur-an adalah sebaik-baik kesibukan. Allah swt berfirman dalam
hadist qudsi :
”Barangsiapa yang disibukkan oleh Al Qur’an dalam rangka berdzikir kepadaku, dan
memohon kepadaku, niscaya Aku akan berikan sesuatu yang lebih utama daripada apa
yang telah Aku berikan kepada orang-orang yang telah meminta. Dan keutamaan kalam
Allah daripada seluruh kalam selain-Nya, seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya.”
(HR. At-Turmudzi)
3. Dengan mempelajari Al Qur’an, maka akan turun sakinah (ketentraman), rahmat,
malaikat, dan Allah menyebaut-nyebut orang yang mempelajari kepada makhluk yang
ada disisi-Nya.
Tempat Keluarnya Huruf dan Sifatnya
Secara global makhroj huruf ada lima tempat:
1. Rongga mulut
2. Tenggorokan
Materi AAI
3. Lidah
4. Dua bibir
5. Rongga hidung
Keterangan:
1. Yang keluar dari rongga mulut berupa huruf-huruf mad, yaitu
و - ي - ا ) )
contoh:
1.1 ن - و pengucapannya dengan memonyongkan kedua bibir.
1.2 ح - ی pengucapannya dengan menurunkan bibir bagian bawah.
ه - ا 1.3 pengucapannya dengan membuka mulut.
2. Yang keluar dari tenggorokan yaitu huruf-huruf : ء - ه - ع - ح - غ - خ
Perinciannya adalah sebagai berikut:
ء - ه .2.1 keluar dari tenggorokan bawah
2.2. ع - ح keluar dari tenggorokan tengah
2.3. غ - خ keluar dari tenggorokan atas
3. Yang keluar dari lidah yaitu huruf-huruf sebagai berikut:
ق - ك - ج - ش - ي - ض - ل - ن - ر - ط - د - ت - ظ - ث - ذ - ص - ز - س
3.1 keluar dari pangkal lidah dekat tenggorokan, mengangkat ke langit-langit ( ق )
3.2 ( ك ) seperti makhroj qof namun pangkal lidah diturunkan
3.3 ( ج - ش - ي ) keluar dari tengah lidah bertemu dengan langit-langit
3.4 ( ض) keluar dari dua sisi lidah atau salah satunya bertemu dengan geraham
3.5 ( ل) keluarnya dengan menggerakkan semua lidah dan bertemu dengan ujung
langit-langit
3.6 ( ن) keluar dari ujung lidah sedikit di bawah makhroj
3.7 keluar dari ujung lidah hampir sama seperti dengan memasukkan punggung ( ر)
lidah
3.8 ( ط - د - ت ) keluar dari ujung lidah yang bertemu dengan gusi bagian atas
3.9 ص - ز - س ) ) keluar dari ujung lidah, hampir bertemu gigi depan bagian bawah
3.10 ( ظ - ث - ذ ) ujung lidah keluar sedikit bertemu dengan ujung gigi depan atas
4. Yang keluar melalui dua bibir yaitu ف - و - ب - م
4.1 keluar dari bibir bawah bagian dalam bertemu dengan ujung gigi atas ( ف )
4.2 و - ب - م ) ) keluar dari dua bibir
5. Yang keluar dari rongga hidung hanya satu yaitu ghunnah (dengung)
HUKUM NUN MATI DAN TANWIN
Ada empat hukum yang berkaitan dengan hukum nun mati dan tanwin.
Materi AAI
1. Idzar artinya jelas. Apabila ada nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf
idzar ( ء - ه - ح - خ - ع - غ ) maka membacanya harus jelas.
Contoh :
Nun mati وهني ن
Tanwin '(انيه ,ن) ع'ي
2. Idghom artinya memasukkan. Kaidah tajwid ini ada dua macam, yaitu
a. Idghom Ma’alghunnah (idghom bighunnah)
Artimya memasukkan dengan disertai dengung, yaitu apabila ada nun mati atau
tanwin bertemu dengan huruf ي ن م و maka dibaca dengan disertai dengung.
Contoh :
tanwin ( ) bertemu dengan ي ( م bertemu dengan ن )
b. Idghom Bilaghunnah, artinya membaca tanpa dengung, apabila ada nun mati ( ( ن,
atau tanwin ( 3( ) bertemu dengan huruf dan ل maka dibaca ر tanpa disertai
dengungan.
Contoh :
Tanwin bertemu ل (lam)
Nun mati ( (lam) ( ل ) bertemu ( ن,
3. Ikhfa - artinya menutupi. Apabila ada nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf-
huruf ikhfa’ maka dibaca dengan samar-samar (antara idzar dan idham).
Huru-huruf ikhfa’ ada 15 yaitu semua huruf selain huruf idhzar, idgham dan iqlab.
Huruf-huruf itu adalah:
ت- ث- ج – د- ذ – ز- س- ش- ص- ض- ط- ظ- ف- ق - ك
Contoh: nun mati Dنط Dنم tanwin ل, ج'مDی ,ر ص'ب
4. Iqlab, artinya mengubah. Apabila ada nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf
amak berubah menjadi mim dan disertai dengan dengung.
HUKUM MIM MATI
Apabila terdapat mim mati dalam bacaan Al- Qur’an, maka hukum bacaannya adalah
sebagai berikut (ada 3 macam hukum bacaan mim sakinah):
1. Ikhfa’ Syafawi
Yaitu apabila ada mim mati ( maka dibaca samar disertai ,( ب) ’bertemu dengan ba ( م,
ghunnah.
Contoh: (ة DحDج'ار' ,هDم ب 'ر, مDي ت
2. Idghom Mistlain
Yaitu apabila ada mim mati ( ( م, bertemu dengan mim ( ,( م maka dibaca dengan
ghunnah (dengungan).
Contoh: 3ؤ,ص'د'ةOم, مDه, 'ی Dنها ع'ل إ
Materi AAI
3. Idzhar Syafawi
Yaitu apabila terdapat mim mati ( ب dan م) bertemu dengan selain dua huruf diatas ( م,
), maka mim harus dibaca dengan jelas tanpa ghunnah, terutama ketika bertemu
dengan fa’ dan waw (ف dan و ).
Contoh: ,ح ر' 'ش, 'م, ن ' ل أ (mim mati bertemu ن )
HUKUM MAD
Arti mad menurut bahasa adalah ’tambahan’, sedangkan secara istilah berarti
memanjangkan suara dengan lama ketika mengucapkan huruf mad. Hukum mad ada tiga,
yaitu :
1. waw sukun (,و ) yang sebelumnya berharakat dlommah ( O ),
2. ya’ sukun ( yang huruf sebelumnya berharakat kasrah ( D ) dan (ي,
3. alif yang sebelumnya berharakat fathah ( ' ).
Jenis-jenis mad terdiri dari:
1. Mad Thabi’i atau mad asli, panjangnya 2 harakat.
Contoh: لر� نDי أ لDكD م'ا ح,م
Mad Far’i, panjangnya 2 sampai 6 harakat. Pemanjangan mad ini ada yang disebabkan
betemu dengan hamzah (۶) dan ada yang disebabakan waqaf (berhenti), ada yang
karena bertemu huruf sukun dan ada yang karena aslinya harus dibaca panjang. Mad
ini dibagi lagi menjadi:
1.1. Mad yang dibaca panjang karena bertemu dengan hamzah.
1.1.1. Mad Wajib Muttasil: mad yang bertemu dengan hamzah dalam satu kalimat,
dengan panjang 5 harakat ketika washol dan 6 harakat ketika waqaf.
Contoh : 'ذ'ا ج'اء D ء' جDي, و' إ
1.1.2. Mad Jaiz Muntasil: mad yang bertemu dengan hamzah pada kalimat yang
terpisah. Panjang 2 – 5 harakat, dibaca seragam, kalau memulai dengan 2 harakat,
maka seterusnya harus dibaca 2 harakat.
Contoh : D 'ق,وD,يم نD ت 'ح,س' فDي ا
1.1.3. Mad Badal: jika hamzah bertemu dengan huruf Mad. Panjangnya 2 harakat.
Contoh : 'يD و, ت' ا ― أ ,م'ا ن D ي إ
1.1.4. Mad ’aid Lis sukun: jika mad thabi’i jatuh sebelum huruf yang diwaqafkan.
Panjangnya 2 sampai 6 harakat.
Contoh : , ,ن' 'مDی DD ر'با لع'ال 'ل,ح'م,دO هللا�ل ا
1.1.5. Mad Layyin: jika berhenti pada satu huruf yang sebelumnya waw (و) sukun
atau ya’ (ي) sukun yang didahului oleh huruf berharakat fathah ( ' ), panjangnya 2
sampai 6 harakat.
Contoh : Dت, 'ی ',لب ,هD - ا 'ی ع'ل
Materi AAI
Pergaulan dalam Islam
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu
dari manusia (karena sombong), dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh”
(QS.Luqman:18)
“Tidak ada yang paling berat dalam
timbangan amal di akhirat kelak selain dari pekerti yang baik”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Baniy dalam Shahih
al-Jami’ 5721)
Urgensi adab-adab dalam Islam
Salah satu aspek dari ajaran Islam yang tidak kalah pentingnya dan wajib bagi
setiap muslim mengetahuinya dan memilikinya serta menghiasi diri dengannya
adalah akhlak dan adab, karena suatu umat apabila telah hilang akhlak dan
adabnya, maka ini merupakan tanda-tanda kehancuran suatu umat dan generasi
tersebut, demikian juga sebaliknya, ketika suatu kaum dan generasi mempunyai
akhlak dan adab maka jayalah umat tersebut. Beberapa peran penting adab-adab
dalam Islam yaitu:
a. Membentuk kehidupan yang baik
b. Membina aqidah
Materi AAI
c. Membina kepribadian
d. Mengetahui hak dan kewajiban masyarakat
e. Membina kekuatan dan persatuan umat
Adab-adab Pergaulan
Adab terhadap Allah swt
Bersyukur terhadap segala nikmat-Nya
"Dan jika kamu kamu menghitung nikmat Allah, niscaya engkau tidak bisa
menghitungnya".
(QS. Ibrahim: 34 )
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Oleh karena itu, ingatlah kepada-Ku niscaya aku ingat pula kepadamu dan
bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku".
(QS. al-Baqarah: 152)
Malu dan takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
"Ia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan".
(QS. at-Taghabun: 4)
Berserah diri dan menggantungkan segala perkara dan urusan kepada-Nya
"Dan hanya kepada Allahlah hendaknya kamu bertawakkal jika kamu benar-benar
orang yang beriman". (QS. al-Maidah: 23).
Merenungi rahmat Allah yang telah dilimpahkannya dan kepada seluruh
makhluk
"Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah". (QS. Yusuf:
87)
Berhusnuzhan kepada Allah terhadap janji yang pasti akan ditepati dan
ancaman yang pasti dipenuhi.
"Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan
bertakwa kepada-Nya maka mereka adalah orang-orang yang mendapatkan
kemenangan". (QS. an-Nur: 52)
Adab Kepada Al-Qur'an
Materi AAI
Membacanya dalam keadaan suci, menghadap kiblat dan duduk dengan
penuh kesopanan dan ketenangan.
Membacanya dengan tartil dan tidak terburu-buru.
Membaca dengan penuh kekhusu'an.
Membaguskan suaranya, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam : "Hiasilah Al-Qur'an dengan suaramu". (HR. Ahmad, Ibnu Majah,
Nasa'i, Abu Daud)
Mensirkan (merendahkan) bacaannya jika ia takut riya' atau mengganggu
kekhusyu'an orang sedang shalat.
Membacanya dengan penuh perhatian, serta berusaha merenungi dan
memahami maknanya dan hikmah-hikmah yang terkandung didalamnya.
Ketika membaca Al-Qur'an hendaknya ia tidak termasuk orang yang lalai
dan menyimpang dari aturan-aturannya, karena hal tersebut dapat
menyebabkan laknat terhadap diri sendiri, seperti ia membaca ayat: "Maka
kita minta supaya laknat Allah ditimpakan pada orang-orang yang dusta".
(QS. Ali Imran: 61) Dalam surat lain Allah Ta'ala berfirman: "Ingatlah laknat
Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dzalim". (QS. Hud: 18)
Berusaha dengan sungguh-sungguh supaya menjadi ahlul-Qur'an yang
merupakan Ahlullah dan orang-orang yang mendapatkan keistimewaan.
Adab Kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
* Mentaati dan mengikuti jalan kehidupan beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam, baik dalam urusan dunia ataupun agamanya.
* Mendahulukan cinta kepadanya dari mencintai yang lain.Dalam hal ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah sempurna
keimanan salah seorang dari kalian sehingga aku lebih dia cintai dari
anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia" (Muttafaqun ‘alaihi)
* Mencintai orang yang beliau cintai, memusuhi orang yang beliau musuhi,
dan meridhai apa yang beliau ridhai, serta marah terhadap sesuatu yang
beliau murkai.
* Memuliakannya ketika menyebut nama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan bershalawat beserta salam kepadanya.
Materi AAI
* Membenarkan apa yang beliau khabarkan, baik tentang urusan agama,
permasalahan dunia maupun hal ghaib tentang kehidupan dunia maupun
akhirat.
* Menghidupkan sunnah-sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
memperjuangkan syari'atnya, dan menyampaikan dakwah beliau serta
menjadikan beliau sebagai khudwah uswatun hasanah
Adab seorang muslim terhadap dirinya sendiri
Seorang Muslim harus mempunyai sifat-sifat:
Taubat
Yang dimaksud dengan taubat adalah berlepas diri dari seluruh perbuatan
dosa dan maksiat, menyesali segala dosa yang telah berlalu serta bertekad
untuk tidak mengulanginya dikemudian hari.
Muraqabah
Hendaklah setiap muslim menjaga sikap dan perbuatannya dihadapan Allah
Ta'ala di setiap waktu dalam hidupnya, dan menyadari bahwa Allah
Subhanahu wa Ta'ala selalu mengawasi segala tindak-tanduk, serta
mengetahui apa yang dirahasiakannya dan yang dinyatakannya
Muhasabah (Mengoreksi diri)
Mujahadah
Didalam melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala seorang
muslim dihadapkan dengan berbagai macam godaan-godaan dunia, dengan
godaan tersebut banyak orang yang terlena dan jatuh ke dalam lembah
keburukan, dosa, maksiat, dan memperturutkan syahwat.
Pergaulan dengan orang lain
Menjaga Pandangan
Menutup Aurat
Adanya Pembatas Antara Lelaki Dengan Perempuan
Tidak Brdua-duaan Di Antara Lelaki dan Perempuan
Tidak Melunakkan Ucapan (Percakapan)
Tidak Menyentuh Kaum Berlawanan Jenis
Materi AAI
Beberapa Adab dalam Kehidupan Sehari-hari
Adab dalam Berpakaian
Beberapa adab dalam berpakaian antara lain dimulai dengan membaca do’a
sebagai berikut
Segala puji bagi Allah yang telah memberi pakaian dan rezeki kepadaku tanpa
jerih payahku dan kekuatanku. Syarat pakaian yang digunakan yaitu:
1. Harus tertutup aurat
Aurat bagi perempuan (muslimah) adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali
muka dan telapak tangan sedangkan bagi laki-laki (muslimin) adalah dari pusar
hingga lutut.
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa[531]
Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”.
(.S Al-A’raf:26)
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)
mesjid[534], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (.S Al-A’raf:26)
2. Tidak terlalu ketat
Bagi seorang perempuan, pakaian yang terlalu ketat mengakibatkan lekuk-lekuk
tubuhnya akan kelihatan, tentunya akan mengundang pikiran kotor dan
sangkaan buruk (suuzan) yang melihatnya.
3. Tidak berlebih-lebihan
Berpakaianlah secara sederhana tetapi menarik simpai orang lain. Allah SWT
tidak menyukai orang yang selalu berlebih-lebihan.
4. Bersih dan rapi
Pakaian yang kita pakai harus bersih dan rapi. Sebab Allah SWT menyukai
orang-orang yang senantiasa menjaga kebersihan, baik kebersihan badannya
maupun pakaiannya.
5. Sesuai dengan situasi dan kondisinya
Materi AAI
Dalam berpakaian, kita harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisinya.
Ketika sekolah, pakailah pakaian seragam sekolah. Ketika bermain, pakaian
bermain dan lain-lain
Adab dalam makan
a. Memulai makan dengan mengucapkan Bismillah.
Berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila salah seorang diantara kalian hendak makan, maka ucapkanlah:
‘Bismilah.’ Dan jika ia lupa untuk mengucapkan Bismillah di awal makan, maka
hendaklah ia mengucapkan ‘Bismillahi Awwalahu wa Aakhirahu (dengan
menyebut nama Allah di awal dan diakhirnya).’” (HR. Daud Dishohihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shohih Ibnu Majah: 3264)
b. Hendaknya mengakhiri makan dengan pujian kepada Allah.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa telah selesai makan hendaknya dia berdo’a:
“Alhamdulillaahilladzi ath’amani hadza wa razaqqaniihi min ghairi haulin minni
walaa quwwatin. Niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Daud,
Hadits Hasan)
Oح'م,د, cهD ال Dل cذDي ل Dي ال 'ط,ع'م'ن DيهD ه'ذ'ا أ ق'ن ز' ,رD مDن, و''ر' kي حو,ل) غ'ي ' و' مDن قOوcة) ال
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan ini kepadaku dan yang telah
memberi rizki kepadaku tanpa daya dan kekuatanku.”
Atau bisa pula dengan doa berikut,
Oح'م,د, cهD ال Dل ,دا ل ن ح' Dيرا كث kبا ط'ي كا 'ار' ,ر' فDيهD مOب ,فDيq )غ'ي ' و' م'ك ' و' مOو'دcع)( ال 'ي ال 'غ,ن ت ,هO مOس, ' ع'ن cنا ب ر'
“Segala puji bagi Allah dengan puja-puji yang banyak dan penuh berkah, meski
bukanlah puja-puji yang memadai dan mencukupi dan meski tidaklah
dibutuhkan oleh Rabb kita.”
(HR. Bukhari VI/214 dan Tirmidzi dengan lafalnya V/507)
c. Hendaknya makan dengan menggunakan tiga jari tangan kanan.
“Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dengan
menggunakan tiga jari.” (HR. Muslim, HR. Daud)
d. Hendaknya menjilati jari jemarinya sebelum dicuci tangannya.
Materi AAI
“Apabila salah seorang diantara kalian telah selesai makan maka janganlah
ia mengusap tangannya hingga ia menjilatinya atau minta dijilati (oleh
Isterinya, anaknya).” (HR. Bukhari Muslim)
e. Apabila ada sesuatu dari makanan kita terjatuh, maka hendaknya dibersihkan
bagian yang kotornya kemudian memakannya.
“Apabila ada sesuap makanan dari salah seorang diantara kalian terjatuh,
maka hendaklah dia membersihkan bagiannya yang kotor, kemudian
memakannya dan jangan meninggalkannya untuk syaitan.” (HR. Muslim,
Abu Daud)
f. Hendaknya tidak meniup pada makanan yang masih panas dan tidak
memakannya hingga menjadi lebih dingin, hal ini berlaku pula pada
minuman. Apabila hendak bernafas maka lakukanlah di luar gelas, dan
ketika minum hendaknya menjadikan tiga kali tegukan.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk menghirup udara di
dalam gelas (ketika minum) dan meniup di dalamnya.” (HR. At Tirmidzi)
g. Hendaknya menghindarkan diri dari kenyang yang melampaui batas.
“Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya,
cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan
tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia
dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman
dan sepertiga lagi untuk bernafasnya.” (HR. Ahad, Ibnu Majah)
h. Makan memulai dengan yang letaknya terdekat kecuali bila macamnya
berbeda maka boleh mengambil yang jauh.
“Wahai anak muda, sebutkanlah Nama Allah (Bismillah), makanlah dengan
tangan kananmu dan makanlah dari apa-apa yang dekat denganmu.” (HR.
Bukhari Muslim)
i. Hendaknya memulai makan dan minuman dalam suatu jamuan makan
dengan mendahulukan (mempersilakan mengambil makanan terlebih
dahulu) orang-orang yang lebih tua umurnya atau yang lebih memiliki
derajat keutamaan.
j. Ketika makan hendaknya tidak melihat teman yang lain agar tidak
terkesan mengawasi.
Materi AAI
k. Hendaknya tidak melakukan sesuatu yang dalam pandangan manusia
dianggap menjijikkan.
l. Jika makan bersama orang miskin, maka hendaklah kita mendahulukan
mereka.
Adab Tidur
Berikut beberapa adab tidur yang diajarkan oleh Rasulullah SAW
1. Berintropeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur
Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintropeksi
diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan
siang hari. lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik makahendaknya memuji
Allah SWT dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya,
kembali dan bertobat kepada-Nya.
2. Tidur dini
Berdasarkan hadits yang bersumber dari ‘Aisyah “Bahwasanya Rasulullah
tidur pada awal malam dan bangun pada penghujung malam, lalu beliau
melakukan sholat”.(Muttafaq’alaih).
3. Disunnatkan berwudhu’ sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah
kanan.
Al-bara’ bin ‘azib menuturkan : Rasulullah bersabda:”Apabila kamu akan
tidur,maka berwudhu lah sebagaimana wudhu untuk sholat, kemudian
berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan…” Dan tidak mengapa berbalik
kesebelah kiri nantinya.
4. Disunnatkan pula mengibaskan seprei tiga kali sebelum berbaring
Berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:”
Apabila seorang dari kamu akan tidur, maka hendaklah mengirapkan kainnya
pada tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada
diatasnya…” Di dalam satu riwayat lain dikatakan:”tiga kali”.(MuttafaQ’alaih)
5. Makruh tidur tengkurap
Abu dzar menuturkan :”Nabi pernah lewat melintasi aku, dikala itu aku
sedang berbaring tengkurap. Maka nabi membagunkan akau dengan kakinya
sambil bersabda:” Wahai Abu Dzar, sesungguhnya berbaring seperti ini
(tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka”.
Materi AAI
(H.R. Ibnu Majah).
6. Makruh tidur diatas dak terbuka.
Hadits yang bersumber dari ‘Ali bin Syaiban menyebutkan bahwasanya Nabi
telah bersabda:”Barangsiapa yang tidur malam diatas atap rumah yang tidak
ada penutupnya, maka hilanglah jaminan darinya”. (H.R. Al-Bukhari)
7.Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur.
Dari Jabir diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah telah bersabda:”
Padamkanlah lampu dimalam hari apabila kamu tidur, tutuplah pintu, tutuplah
rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan
minuman.”(Muttafaq’alaih).
8. Membaca ayat kursi, dua ayat terakhir dari surah Al-Baqarah.
Surah Al-ikhlas dan Al-Mu’awwiidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), karena
banyak hadits-hadits shahih yang menganjurkan hal tersebut.
9. Membaca do’a-do’a dan dzikir yang keterangannya shahih dari
Rasulullah
Seperti : Allaahumma qinii yauma tab’atsu’ibaadaka (Ya Allah,peliharalah
aku dari Adzab-Mu pada hari Engkau membangkitkan kembali segenap hamba-
hamba-Mu). Dibaca tiga kali.(HR. Abu Dawud)
Dan membaca: “Bismika Allahumma Amuutu Wa ahya” (Dengan menyebut
nama-mu ya Allah, aku mati dan aku hidup.) (HR. Al-Bukhari)
10. Apabila disaat tidur merasa kaget atau merasa gelisah atau merasa
ketakutan,
Maka, dianjurkan berdo’a dengan do’a berikut ini:”A’uudzu
bikalimaatillaahit taammati min ghadhabihi Wa syarru ‘ibaadihi, wamin
hamazaatisy syasaathiini wa an yahdhuruuna.(Aku berlindung dengan
kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya,kejahatan hamba-hamba-Nya,
dari gangguan syetan dan kehasiran mereka kepadaku”.) (HR. Abu Dawud)
11. Apabila bermimpi buruk maka hendaknya ia meludah ke sebelah
kirinya tiga kali lalu merubah posisi tidurnya dari kiri ke kanan atau
sebaliknya.
Dan hendaknya ia tidak menceritakan mimpi buruknya tersebut kepada
orang lain serta tidak memikirkannya namun hendaknya ia berdoa dan
bertawakkal kepada Allah, sesungguhnya mimpi buruknya tersebut tidak akan
Materi AAI
membahayakannya. Adapun jika mimpinya baik maka boleh ia
menceritakannya kepada orang lain.
12. Hendaknya apabila bangun tidur membaca :
“Allhamdu Lillahilladzi Ahyaanaa ba’da maa Amaatanaa wa
ilaihinnusyurru” (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah
kami dimatikan-Nya,dan kepada-nya lah kami dikembalikan) (HR. Al-Bukhari)
13. Ketika seorang menguap hendaknya ia menahannya sekuat tenaga
Karena jika ia mengucapkan “Ha”,maka setan akan menertawainya,
berdasarkan hadits dari Abu Hurairah riwayat Imam Al-Bukhari dan Imam
muslim. Atau hendaknya ia menutup mulutnya dengan tangannya karena setan
akan masuk, berdasarkan hadits dari Abu Sa’id Al-Khurdiy riwayat Imam
Muslim, Imam Abu dawud dan Imam Ahmad.
Adab Berdo’a
• Ikhlas karena Allah semata. (QS. Al-Mu’min: 14),(QS. Al-Bayyinnah: 5)
• Mengawalinya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah, lalu diikuti
dengan bacaan shalawat kepada atas Rasulullah dan diakhiri dengannya.
• Bersungguh-sungguh dalam memanjatkan do’a serta yakin akan dikabulkan
• Mendesak dengan penuh kerendahan dalam berdo’a dan tidak terburu-buru
• Menghadirkan hati dalam do’a.
• Memanjatkan do’a, baik dalam keadaan lapang maupun susah.
• Tidak boleh berdo’a dan memohon sesuatu kecuali hanya kepada Allah
semata.
• Tidak mendo’akan keburukan kepada keluarga, harta, anak dan diri sendiri.
• Merendahkan suara ketika berdo’a, yaitu antara samar dan keras. (QS. Al-
A’raaf: 55, 205).
• Mengakui dosa yang telah diperbuat, lalu mohon ampunan atasnya, serta
mengakui nikmat yang telah diterima dan bersyukur kepada Allah atas nikmat
tersebut.
• Tidak membebani diri dalam membuat sajak dalam do’a.
• Tadharru’ (merendahkan diri), khusyu’, raghbah (berharap untuk dikabulkan)
dan rahbah (rasa takut tidak dikabulkan). (QS. Al-Anbiyaa’: 90).
• Mengembalikan (hak orang lain) yang dizhalimi disertai dengan taubat.
• Memanjatkan do’a tiga kali.
Materi AAI
• Menghadap Qiblat.
• Mengangkat kedua tangan dalam do’a.
• Jika mungkin berwudhu’ terlebih dahulu sebelum berdo’a.
• Tidak berlebih-lebihan dalam berdo’a.
• Tawassul kepada Allah dengan Asmaa’-ul Husna dan sifat-sifatNya yang
Maha Tinggi, atau dengan amal shalih yang pernah dikerjakannya sendiri
atau dengan do’a seorang shalih yang masih hidup dan berada di
hadapannya.
• Makanan dan minuman yang dikonsumsi serta pakaian yang dikenakan harus
berasal dari usaha yang halal.
• Tidak berdo’a untuk suatu dosa atau memutuskan silaturahmi.
• Menjauhi segala bentuk kemaksiatan.
• Harus menegakkan amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh berbuat kebaikan
dan mencegah kemunkaran).
• Hendaklah orang yang berdo’a memulai dengan mendo’akan diri sendiri, jika
dia hendak medo’akan orang lain.
Adab Bertamu
1. Memperbaiki Niat
Tidak bisa dipungkiri bahwa niat merupakan landasan dasar dalam setiap
amalan. Hendaklah setiap muslim yang akan bertamu, selain untuk
menunaikan hajatnya, juga ia niatkan untuk menyambung silaturahim dan
mempererat ukhuwah. Sehingga,… tidak ada satu amalan pun yang ia perbuat
melainkan berguna bagi agama dan dunianya. Tentang niat ini Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
نوى ما امريء لكل وإنما بالنيات األعمال إنما
“Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat dan setiap orang
tergantung pada apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari, Muslim dan selain
keduanya).
Ibnul-Mubarak berkata :
النية تصغره كبير عمل ورب النية تعظمه صغير عمل رب
“Betapa amal kecil diperbesar oleh niatnya dan betapa amal besar
diperkecil oleh niatnya” (Jaami’ul-Ulum wal-Hikam halaman 17 – Daarul-
Hadits).
Materi AAI
2. Memberitahukan Perihal Kedatangannya (untuk Minta Ijin) Sebelum
Bertamu
Adab ini sangat penting untuk diperhatikan. Mengapa ? Karena tidak setiap
waktu setiap muslim itu siap menerima tamu. Barangkali ia punya
keperluan/hajat yang harus ditunaikan sehingga ia tidak bisa ditemui. Atau
barangkali ia dalam keadaan sempit sehingga ia tidak bisa menjamu tamu
sebagaimana dianjurkan oleh syari’at. Betapa banyak manusia yang tidak bisa
menolak seorang tamu apabila si tamu telah mengetuk pintu dan mengucapkan
salam padahal ia punya hajat yang hendak ia tunaikan. Allah telah memberikan
kemudahan kepada kita berupa sarana-sarana komunikasi (surat, telepon, sms,
dan yang lainnya) yang bisa kita gunakan untuk melaksanakan adab ini.
3. Menentukan Awal dan Akhir Waktu Bertamu
Adab ini sebagai alat kendali dalam mengefisienkan waktu bertamu. Tidak
mungkin seluruh waktu hanya habis untuk bertamu dan melayani tamu. Setiap
aktifitas selalu dibatasi oleh aktifitas lainnya, baik bagi yang bertamu maupun
yang ditamui (tuan rumah). Apabila memang keperluannya telah usai, maka
hendaknya ia segera berpamitan pulang sehingga waktu tidak terbuang sia-sia
dan tidak memberatkan tuan rumah dalam pelayanan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أهله إلى فليعجل وجهه من نهمته أحدكم قضى فإذا
“Apabila salah seorang diantara kamu telah selesai dari maksud
bepergiannya, maka hendaklah ia segera kembali menuju keluarganya” (HR.
Bukhari dan Muslim).
4. Berwajah Ceria dan Bertutur Kata Lembut dan Baik Ketika Bertemu
Wajah muram dan tutur kata kasar adalah perangai yang tidak disenangi
oleh setiap jiwa yang menemuinya. Allah telah memerintahkan untuk bersikap
lemah lembut, baik dalam hiasan rona wajah maupun tutur kata kepada setiap
bani Adam, dan lebih khusus lagi terhadap orang-orang yang beriman. Dia
telah berfirman :
'اح'ك' و'اخ,فDض, ن Dين' ج' ,مOؤ,مDن Dل ل
“Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman” (QS. Al-
Hijr : 88).
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata : [ من رسول جاءكم لقد: }كقوله, جانبك لهم ألن
{رحيم رءوف بالمؤمنين عليكم حريص عنتم ما عليه عزيز أنفسكم ] “Maksudnya bersikap
Materi AAI
lemah lembutlah kepada mereka sebagaimana firman Allah ta’ala :
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang
beriman” (QS. At-Taubah : 128).
5. Tidak Sering Bertamu
Mengatur frekwensi bertamu sesuai dengan kebutuhan dapat menimbulkan
kerinduan dan kasih-sayang. Hal itu merupakan sikap pertengahan antara
terlalu sering dan terlalu jarang. Terlalu sering menyebabkan kebosanan.
Sebaliknya, terlalu jarang mengakibatkan putusnya hubungan silaturahim dan
kekeluargaan.
6. Dianjurkan Membawa Sesuatu Sebagai Hadiah
Memberi hadiah termasuk amal kebaikan yang dianjurkan. Sikap saling
memberi hadiah dapat menimbulkan perasaan cinta dan kasih saying, karena
pada dasarnya jiwa senang pada pemberian. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
تحابوا تهادوا
“Berilah hadiah di antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai”
(HR. Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad 594; dan dihasankan oleh Syaikh Al-
Albani dalam Al-Irwaa’ nomor 1601).
7. Tidak Boleh Seorang Laki-Laki Bertamu kepada Seorang Wanita yang
Suaminya atau Mahramnya Tidak Ada di Rumah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sangat keras menekankan
pelarangan ini sebagaimana sabda beliau :
الحمو قال الحمو أفرأيت الله رسول يا األنصار من رجل فقال النساء على والدخول إياكم
الموت
“Janganlah sekali-kali menjumpai wanita”. Maka seorang laki-laki dari
kaum Anshar bertanya : “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan Al-Hamwu?”.
Beliau menjawab : “Al-Hamwu adalah maut” (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam Al-Baghawi dalam menerangkan hadits ini mengatakan : Al-Hamwu
jamaknya Ahma’ yaitu keluarga laki-laki dari pihak suami dan keluarga
perempuan dari pihak istri. Dan yang dimaksudkan di sini adalah saudara laki-
laki suami (ipar) sebab dia bukan mahram bagi istri. Dan bila yang dimaukan
Materi AAI
adalah ayah suami sedang ayah suami adalah mahram, maka bagaimana lagi
dengan yang bukan mahram ?
Tentang kalimat “Al-Hamwu adalah maut”; Ibnul-‘Arabi berkata : “Ini
adalah kalimat yang diucapkan oleh orang Arab, sama dengan ungkapan :
Serigala adalah maut. Artinya, bertemu serigala sama dengan bertemu maut”.
PEDOMAN HIDUP
Rasulullah saw bersabda : “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara,
yang kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang teguh kepada keduanya,
yaitu kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah Rasulullah.”
(HR. Malik)
AL-QUR’AN
Secara bahasa, kata Al Qur’an berasal dari kata dasar qa-ra-a, yang berarti membaca. Dari kata
ini terbentuklah kata benda : qar’, qira’ah, dan qur’an yang berarti bacaan. Secara terminologi, Al Qur’an
berarti firman Allah swt yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
secara berangsur-angsur sebagai petunjuk bagi manusia yang membacanya bernilai ibadah.
FUNGSI AL QUR’AN
Allah menurunkan Al Qur’an agar manusia mengambil manfaat darinya. Al Qur’an akan berfungsi
ketika nilai-nilainya diterapkan dalam kehidupan nyata. Adapun fungsi dari Al Qur’an adalah:
Materi AAI
1) Al Qur’an sebagai minhajul hayyah (pedoman hidup) bagi
seluruh manusia tanpa kecuali
2) Al Qur’an sebagai an-nur (cahaya)
3) Al Qur’an sebagi ad-dzikr (pemberi peringatan)
4) Al Qur’an sebagi al-furqon (pembeda)
5) Al Qur’an sebagai al-burhan (bukti)
6) Al Qur’an sebagai al basyir (kabar gembira) dan an-nadzir
(pemberi peringatan)
7) Al Qur’an sebagai ruh
8) Al Qur’an sebagai asy-syifa’ (obat)
9) Al Qur’an sebagai ar-rahmah
10) Al Qur’an sebagai al-huda (petunjuk)
11) Al Qur’an sebagai al-mau’izhah (pengajaran)
12) Al Qur’an sebagai al-kitab
13) Al Qur’an sebagai al-basyir (mata hati)
KEISTIMEWAAN AL QUR’AN
Al Qur’an adalah satu-satunya kitab Allah yang diturunkan sebagai pedoman hidup manusia yang
memiliki keistimewaan yang tak tertandingi oleh kitab manapun. Diantara keistimewaan Al Qur’an
adalah sebagai berikut:
1) Satu-satunya kitab yang terjaga kesalihanya sampai akhir zaman.
2) Kelengkapan peraturan yang termuat dalam Al Qur’an dan selalu sesuai untuk
manusia di semua zaman.
3) Keindahan penyampaian, ketinggian bahasanya dan kerapihan susunan ayatnya
yang sampai saat ini tidak seorangpun sanggup menandinginya.
4) Pemberitahuan Al Qur’an tentang kejadian yang akan datang.
5) Penemuan ilmiah yang tercantum didalam Al Qur’an.
Materi AAI
Tidak hanya sebatas itu saja, Al Qur’an juga menggambarkan tentang kajadian alam semesta, bumi yang
bulat, bintang, bulan, planet, laut, matahari dan banyak hal lain yang kesemuanya kemudian dibuktiksn
kebenarannya oleh orang-orang yang menentang kebenaran Al Qur’an. Subhanallah !
KEWAJIBAN SEORANG MUSLIM TERHADAP AL QUR’AN
1) Meyakini dan mengimani Al Qur’an
2) Membaca Al Qur’an
3) Tadabbur Al Qur’an
4) Mengamalkan isi ajaran Al Qur’an
5) Belajar dan mengajarkanya
Belajar dan mengajarkan Al Qur’an adalah kewajiban yang suci dan mulia. Di dalam mengajarkan
Al Qur’an terkandung tiga kemuliaan, yaitu kemuliaan mengajar (yang merupakan tugas para nabi),
kemuliaan membaca Al Qur’an ketika mengajarkanya, kemudian men-taddabur-inya. Dengan
mengajarkan secara terus-menerus, selain untuk belajar, menjadikan seseorang lebih mahir dalam
pemahamannya.
ADAB MEMBACA AL QUR’AN
Hendaklah seorang muslim mewarnai hari-harinya dengan tilawah (membaca) Al Qur’an.
Sebagaimana ibaah-ibadah lain, tilawatil Qur’an memiliki adab-adab yang harus diperhatikanoleh setiap
muslim. Adab-adab dalam membaca Al Qur’an:
1) Pertama, adab yang berhubungan dengan batiniyah, diantarnya adalah sebagai
berikut:
- Ikhlas
- Konsentrasi
- Khusyuk
2) Kedua, adab yang berhubungan dengan lahiriyah yaitu dengan :
- Memilih waktu, tempat dan kondisi yang tepat.
- Suci dari hadast dan najis.
- Membaca dimulai dengan ta’awudz dan basmallah.
KEUTAMAAN MEMBACA AL QUR’AN
Materi AAI
Allah swt menurunkan kitab-Nya yang kekal dan abadi berupa Al Qur’an, agar dibaca oleh lidah-
lidah manusia, didengarkan oleh telinga-telinga mereka, di taddabur-i oleh akal mereka dan menjadi
ketenangan bagi kegundahan dan kegersangan hati mereka. Seorang muslim yang senantiasa menghiasi
hari-harinya dengan membaca Al Qur’an, maka akan memperoleh keutamaan dan kebaikan sebagaimana
disebutkan dalam Al Qur’an dan hadits. Diantara keutamaan membaca Al Qur’an adalah:
- Seperti di dalam surat Fthir ayat 29-30.
- Al Qur’an memberi syafaat kepada pembacanya kelak di hari kiamat. Sebagaimana diriwayatkan oleh
Abu Umamah Al Bahili, bahwa Rosulullah saw bersabda: “Bacalah Al Qur’an, karena
sesungguhnya,akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi pembacanya (HR.Muslim)
- Diberikan yang terbaik oleh Allah serta mendapat kebaikan. Dari Ibnu Mas’ud bahwasanya
Rosulullah saw bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah akan mendapatkan satu
kebaikan dan satu kebaikan berlipat sepuluh kali. Aku tidak mengatakan Aliif Lam Miim satu huruf,
namun Aliif satu huruf, Laam satu huruf, dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi).
Subhanallah, begitu besar keutamaan yang Allah berikan kepada para pembaca Al Qur’an,
sekualitas apapun mereka. Coba bayangkan seandainya salah seorang diantara kita membaca Al Qur’an
beberapa waktu saja, berapa jumlah huruf yang habis terbaca? Dan jika dalam setiap huruf terdapat
sepuluh kebaikan, maka berpakah pahala yang kita dapatkan? Hanyalah orang-orang yang keras hatinya,
sehingga tidak terketuk dengan panggilan membaca Al Qur’an.
Hadits
1. Secara Lughowi (Harfiyah)
Hadits adalah ism masdar, yang fi’il madhi dan mudhori’nya, hadatsa – yahdutsu.
Hadits mempunyai empat makna, yaitu:
a. Af’al (Perbuatan)
Ahdasa diambil dari kata hadits, mengikuti wazan af’ala, yang artinya ’amila ’amalan la minar
rasul (mengada-adakan atau melakukan perbuatan lain yang tidak ada di zaman rasul). Jadi hadits
disini bermakna perbuatan, dan kalau berubah menjadi ahdasa, maka maknanya berbuat-buat atau
mengadakan perbuatan.
b. Akhbar/aqwal (Cerita atau perkataan atau kabar)
Dalam sejarah dikenal istilah haditsul ifki (cerita bohong) berkenaan dengan tuduhan keji
terhadap ibunda Aisyah ra. Di dalam Al Qur’an terdapat 220 kata hadits serta pecahannya yang
berarti cerita atau menceritakan. Misalnya dalam surat Adh Dhuha ayat 11, Allah berfirman, “Dan
terhadap nikmat Robbmu maka hendaklah engkau menceritakannya”.
c. Jadid (baru)
Materi AAI
Dalam aqidah menurut imam mazhab Asyar’iyah, dikenal ada 20 sifat wajib Allah, 20 sifat muhal
(mustahil) Allah dan ada satu sifat jaiz. Dan yang kedua dari sifat wajib Allah setelah wujud adalah
Qidam. Lawannya qidam adalah hadits. Qidam artinya dahulu, sedangkan hadits artinya baru atau ada
permulaan. Jadi hadits disini artinya adalah baru, atau ada permulaan
d. Qorib (dekat)
Dalam bahasa arab, ada kalimat antum haditsun minni bil islam (kamu terasa dekat dengan saya
karena islam). Jadi hadits disini, artinya dekat perasaan/hati.
2. Hadits secara istilah (definisi)
Hadits adalah segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan persetujuan (taqrir) dari Nabi
Muhammad saw. yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama serta sifat dari Rasulullah
saw baik secara lahiriah maupun batiniah .
Hadits-hadits Nabi saw. itu dinamakan dengan “Al Hadits” karena ada persesuaian dengan arti dari
segi bahasanya yang memberi makna “baharu” lawan kepada “Al Qadim”. Seolah-olahnya apa yang
disandarkan kepada Nabi s.a.w. yang dikenali dengan Al Hadits itu adalah sesuatu yang lain daripada
Al Quran yang qadim – demikian kata Syeikhul Islam Hafidz Ibnu Hajar.
Sementara Allamah Syabir Ahmad Utsmani berpendapat bahwa hadits- hadits Rasulullah saw itu
sebenarnya merupakan pernyataan Nabi saw. akan nikmat Allah swt. yang paling besar yaitu Islam
seperti yang terdapat dalam firman Allah swt bermaksud : “Pada hari ini aku sempurnakan untuk
kamu agamamu, aku lengkapkan kepadamu nikmatku dan aku redhai Islam sebagai agama untukmu”.
(Surah Al Maaidah : 3)
PEMBAGIAN HADITS
Dilihat dari konsekuensi hukumnya :
1. Hadits Maqbul (diterima) : terdiri dari Hadits sohih dan Hadits Hasan
Hadits Sohih :
Yaitu hadits yang memenuhi lima syarat berikut ini :
1. Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).
2. Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil.
perawi yang adil adalah perawi yang muslim,
baligh (dapat memahami perkataan dan menjawab pertanyaan),
berakal,
terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh
kefasikan dan rusaknya kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan
bid’ah, termasuk diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik).
Materi AAI
3. Tsiqoh (yaitu hafalannya kuat).
4. Tidak ada syadz (syadz adalah seorang perawi yang tsiqoh menyelisihi perawi yang lebih
tsiqoh darinya.)
5. Tidak ada illat atau kecacatan dalam Hadits
Tingkatan Hadits Shohih
1. Hadits muttafaqqun ‘alaihi yang dikeluarkan oleh imam Bukhori dan imam Muslim pada
kitab shohih mereka masing-masing.
2. Hadits shohih yang dikeluarkan oleh imam Bukhori saja
3. Hadits shohih yang dikeluarkan oleh imam Muslim saja
4. Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim, serta tidak dicantumkan pada kitab-
kitab shohih mereka.
5. Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhori
6. Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim
7. Hadits yang tidak sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim
Syarat Bukhori dan Muslim : perawi-perawi yang dipakai adalah perawi-perawi Bukhori dan
Muslim dalam shohih mereka.
Hukum Hadits sohih : dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.
Hadits Hasan :
Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada tingkatan soduq
(tingkatannya berada dibawah tsiqoh). Soduq : tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60%
tingkat ke tsiqoan-nya. Soduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan perawi pada
rantai sanad.
Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqo-an seorang perawi adalah dengan memberikan
ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu
menyebutkan lebih dari 60 hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqoh.
Hukum Hadits Hasan : dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.
Hadits Hasan Shohih
Penyebutan istilah Hadits hasan shohih sering disebutkan oleh imam Thirmidzi. Hadits
hasan shohih dapat dimaknai dengan 2 pengertian :
- Imam Thirmidzi mengatakannya karena Hadits tersebut memiliki 2 rantai sanad/lebih.
Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya shohih, maka jadilah dia Hadits hasan shohih.
- Jika hanya ada 1 sanad, Hadits tersebut hasan menurut sebagian ulama dan shohih oleh
ulama yang lainnya.
2. Hadits Mardud (ditolak) : yaitu Hadits dhoif
Materi AAI
Hadits Dhoif
Yaitu hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shohih dan Hasan.
Hukum Hadits dhoif : tidak dapat diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits dhoif
kecuali dengan menyebutkan kedudukan Hadits tersebut. Hadits dhaif berbeda dengan hadits palsu
atau hadits maudhu. Hadits dhaif itu masih punya sanad kepada Rasulullah saw, namun di beberapa
rawi ada dha`f atau kelemahan. Kelemahan ini tidak terkait dengan pemalsuan hadits, tetapi lebih
kepada sifat yang dimiliki seorang rawi dalam masalah dhabit atau al-`adalah. Mungkin sudah sering
lupa atau ada akhlaqnya yang kurang etis di tengah masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan
dengan upaya memalsukan atau mengarang hadits.
Yang harus dibuang jauh-jauh adalah hadits maudhu`, hadits mungkar atau matruk. Dimana
hadits itu sama sekali memang tidak punya sanad sama sekali kepada Rasulullah saw walau yang
paling lemah sekalipun. Inilah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan kalau baru dha`if, tentu
masih ada jalur sanadnya meski tidak kuat. Maka istilah yang digunakan adalah dha`if atau lemah.
Meski lemah tapi masih ada jalur sanadnya.
Karena itulah para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha`if, dimana
sebagian membolehkan untuk fadha`ilul a`mal. Dan sebagian lagi memang tidak menerimanya.
Namun menurut iman An-Nawawi dalam mukaddimahnya, bolehnya menggunakan hadits-hadits
dhaif dalam fadailul amal sudah merupakan kesepakatan para ulama.
FUNGSI HADITS
Dalam hubungan dengan Al Qur’an, maka As-Sunnah (hadits) berfungsi sebagai penafsir,
pensyarah, penjelas atas ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi As-Sunnah dalam
hubungan dengan Al Qur’an itu adalah sebagai berikut:
a. Bayan tafsiri, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum mujmal dan musytarak.
Seperti hadits: “Shallukama ra’aitumuni ushalli” (shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku
shalat) adalah merupakan tafsiran dari ayat Al Qur’an yang umum, yaitu: “Aqimush-shalah”
(kerjakan shalat). Demikian pula dengan hadits: “khudzu ‘annimanasikakum” (ambillah dariku
perbuatan hajiku) adalah tafsiran ayat Al Qur’an “Waatimmulhajja” (dan sempurnakan hajimu).
Termasuk bayan tafisiri adalah :
- Ayat-ayat Al Qur’an yang tersebut secara mujmal diperincikan oleh hadits, misalnya hukum-
hukum di dalam Al Qur’an yang disebut secara umum dengan tidak menyebutkan kaifiat, sebab-
sebab, syarat-syarat dan lainnya semuanya diperjelaskan oleh hadits, seperti dalil halal haram
dalam makanan, dalam masalah ibadah sholat dll.
Materi AAI
- Ayat-ayat yang mutlaq kemudian dimuqayyadkan oleh hadits sesuai dengan tempat dan
keadaan yang menghendakinya. Seperti ayat tentang muamalah, munakahat, siyasiyah, dll.
- Ayat-ayat yang musykil diterangkan oleh hadits, contoh ayat-ayat yang terkait dengan
masalah aqidah, ayat yang memiliki makna khusus, dll.
b. Bayan taqriri, yaitu berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an.
Misalnya ada hadits yang berbunyi: “Shaumul liru’yatihi wafthiruliru’yatihi” (berpuasalah karena
melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat al-Qur’an dalam surat
Al-Baqarah: 185.
Termasuk bayan taqriri adalah hadits yang menyatakan hukum-hukum, saluran dan saranan bagi
sesuatu perkara sesuai dengan masa atau situasi dan kondisi bagi berlakunya perkara-perkara itu
berlandaskan prinsip dan objektif Al Qur’an. Dan hadits-hadits menarik kaedah prinsipal daripada
keterangan-keterangan Al Qur’an yang boleh dijadikan sebagai panduan untuk mengqiaskan
persoalan-persoalan yang baru timbul.
c. Bayan taudhihi, yaitu menerangkan maksud dan tujuan suatu ayat Al-Qur’an.
Seperti pernyataan Nabi: “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-
hartamu yang sudah dizakati” adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat At-
Taubah ayat 34 yang berbunyi sebagai berikut:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak yang kemudian tidak membelanjakannya di
jalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang sangat pedih”.
Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini,
maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.
Termasuk dalam bayan taudhihi, adalah hadits-hadits yang menceritakan sebab-sebab, hikmat dan
maslahat-maslahat di sebalik ketentuan hukum dalam Al Qur’an yang boleh dijadikan kaedah dan
prinsip dalam menentukan hukum-hukum yang tidak tersebut di dalamnya. Nabi saw. mengambil
hikmat ilahi daripada bimbingan, panduan dan misi Al Quran, kemudian menjelaskannya ke dalam
kehidupan amali manusia.
Materi AAI
Problematika Umat Islam Kontemporer
”Saya cemas bahwa suatu saat nanti umat akan diperebutkan
sebagaimana hidangan di atas meja makan yang diperebutkan.”
Lalu para sahabat bertanya, ”Apakah karena bilangan kita sedikit,
wahai Rasulullah?”
”Tidak,” jawab Rasul,
”Bahkan kalian ketika itu lebih banyak. Hanya saja kalian menjadi
buih seperti buihnya banjir.”
Selanjutnya beliau bersabda, ”Sungguh perasaan gentar akan
dicabut dari musuh-musuh kalian dan wahn akan ditanamkan dalam
dada kalian.”
Para sahabat bertanya, ”Apa wahn itu, wahai Rasulullah?”
”Cinta dunia dan takut mati,” jawab Rasul.
(HR. Abu Daud)
Kejayaan Islam
Nabi Muhammad saw yang diutus oleh Allah swt sebagai nabi dan rasul
bagi umat manusia. Beliau bertugas membimbing umat manusia agar
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan ajaran Islam. Nabi
Muhammad saw telah mengajarkan dan menyebarkan ajaran Islam untuk
memperbaiki masyarakat yang pada waktu itu masih dalam keadaan
jahiliyah (bodoh). Hasilnya, terciptalah suatu masyarakat Islam yang penuh
dengan kemuliaan dengan menjalankan ajaran Islam yang berpedoman
pada Al-Quran dan Sunah. Kemudian, setelah Nabi Muhammad saw wafat,
penyebaran nilai-nilai Islam dilanjutkan oleh para sahabat Nabi
(khulafaurasyidin) yang terdiri dari Abu Bakar As-Sidiq, Umar bin
Khaththab, Utsman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib. Setelah itu,
Materi AAI
dilanjutkan oleh orang-orang yang mengikuti Nabi dan para sahabat hingga
sekarang ini.
Pada waktu masyarakat Islam dipimpin oleh Umar Bin Khaththab, Islam
telah berkembang sampai menguasai daerah Persia, Syam, dan Maroko.
Masyarakat muslim saat itu benar-benar hidup makmur dan merasakan
keadilan Islam. Setelah itu, Islam semakin berkembang lagi di bawah
naungan Bani Umayah dan Bani Abasiyah yang kemudian diteruskan oleh
khilafah Turki Utsmani.
Ketika di bawah naungan Bani Umayah dan Bani Abasiyah, Islam
mencapai puncak kejayaan. Wilayah Islam terbentang dari Arab, Persia,
Romawi, Eropa, dan daratan Asia. Semua wilayah tersebut berada di bawah
naungan Islam selama empat abad. Saat itu masyarakat berpegang teguh
pada Al-Qur’an dan Sunah sehingga Islam benar-benar bisa diterapkan pada
seluruh aspek kehidupan secara menyeluruh. Kondisi kehidupan
masyarakat Islam pada waktu itu bisa digambarkan sebagai berikut: hukum
Islam bisa ditegakkan, kehidupan masyarakat tertata rapi, bangunan masjid
berdiri megah, pusat-pusat kesehatan bertebaran di mana-mana, pusat-
pusat keilmuan berdiri di setiap sudut kota. Kebutuhan hidup rakyat berupa
pendidikan dan kesehatan diperoleh secara gratis, biayanya ditanggung
oleh pemimpin Islam saat itu.
Ternyata dengan berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah dan
menerapkannya secara keseluruhan di semua aspek kehidupan, umat Islam
bisa mencapai puncak kejayaan dan kehidupan yang begitu menakjubkan
seperti telah diuraikan di atas. Satu lagi bukti yang menakjubkan pada
masa kejayaan Islam yaitu di bidang kesehatan yang tampak begitu maju.
Ini terjadi pada masa kepemimpinan Sultan Malik Mansur tahun 931 M.
Pada waktu itu di setiap kota terdapat rumah sakit. Di Cordoba (kota kecil
di Spanyol) terdapat 50 rumah sakit. Setiap rumah sakit merupakan sekolah
kedokteran. Bahkan, di rumah sakit Ibnu Thoulan di Kairo terdapat
perpustakaan yang berisikan 100.000 buku dari segala jenis ilmu. Para
dokter muda dilarang praktek sebelum diuji oleh dokter ahli yang ditunjuk
Materi AAI
oleh khalifah (pemimpin umat Islam waktu itu). Pada saat itu, hampir 4000
orang setiap hari keluar masuk dari rumah sakit itu. Bahkan, bagi pasien
yang baru sembuh diberi pakaian dan uang agar pasien beristirahat, tidak
bekerja dulu.
Allahu Akbar! Kita bisa membayangkan betapa makmur dan terjamin
kehidupan umat Islam pada saat itu. Kita semua pasti sepakat bahwa
prestasi besar seperti yang digambarkan di atas tidak mungkin bisa diraih
tanpa sistem yang sempurna seperti yang terdapat dalam ajaran Islam. Jadi,
sekarang kita bisa melihat betapa sempurna dan mulia kehidupan umat
manusia ketika ajaran Islam diterapkan secara menyeluruh.
Eropa merupakan tempat berkembangnya peradaban Yunani dan
Romawi. Namun, pada saat yang bersamaan dengan kejayaan Islam,
masyarakat Eropa sedang terlena oleh doktrin-doktrin gereja. Apalagi saat
itu muncul fatwa gereja (700 M) yang meramalkan akan terjadi kiamat pada
tahun 1000 M. Akibatnya menjadi fatal, Eropa menjadi benua yang mati. Di
sisi lain, perkembangan peradaban Islam mulai masuk ke Eropa. Hal ini
membuka mata orang Eropa (baca: Kristen) dan bangkit kembali dari
keterlenaan terhadap doktrin-doktrin gereja. Masa bangkitnya orang Eropa
saat itu sering disebut dengan masa Renaisance. Kebangkitan orang Eropa
ini sebenarnya dilandasi oleh dua hal, yaitu :
1. Keinginan mengembalikan kejayaan Yunani (paganisme) dan Romawi
(filsafati)
2. Rasa dendam terhadap pemimpin gereja yang dianggap telah
membohongi mereka dan dendam terhadap umat Islam yang telah
menghancurkan peradaban Yunani dan Romawi.
Dengan latar belakang di atas, akhirnya Eropa mendapat kejayaan
kembali dengan meninggalkan gereja (berketuhanan) dan memusuhi umat
Islam yang telah mengajari mereka (Eropa) tentang peradaban. Sejak saat
itu, muncullah perang yang berkepanjangan antara umat Islam dan Eropa
sampai sekarang.
Materi AAI
Keruntuhan Islam
Setelah kita menyimak sejarah zaman keemasan umat Islam di atas,
kita jadi tahu bahwa umat Islam bisa mencapai puncak kejayaannya dengan
menjalankan Al-Qur’an dan Sunah. Pada saat itu, umat Islam mampu
menjalankan ajaran dan tuntunan Islam dalam seluruh dimensi
kehidupannya sehingga peradaban manusia mencapai kemuliaannya.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa pada zaman
keemasannya, umat Islam mendapatkan puncak kesejahteraan dan
kemakmuran. Sayangnya, setelah itu umat Islam terlena dengan
kenikmatan hidup yang mereka miliki. Akhirnya, lambat laun umat Islam
meninggalkan Al-Qur’an dan As Sunah yang menjadi pedoman hidup dan
telah mengantarkan pada kejayaan mereka. Mereka tenggelam dalam
kemewahan harta dunia dan kekuasaan. Umat Islam sudah mulai
mengabaikan sunah-sunah Rasul. Bahkan, banyak yang mulai haus dengan
pangkat dan jabatan sehingga muncullah perpecahan antar-umat Islam
sendiri yang melemahkan kekuatan umat Islam. Permasalahan menjadi
semakin besar karena kekuatan orang-orang yang memusuhi Islam
senantiasa mengancam eksistensi umat Islam dan menjadikan lemahnya
internal umat Islam.
Perang Salib yang terjadi sampai tujuh kali yang berlangsung selama
hampir satu abad selalu dimenangkan oleh umat Islam karena pada saat itu
umat Islam masih berpegang pada Al-Qur’an sekalipun saat itu kekuatan
Nasrani dan Yahudi bersatu untuk memadamkan cahaya Islam. Namun,
kemudian umat Islam semakin jauh dari Al-Qur’an sehingga lebih
mementingkan dunia. Maka, muncullah banyak kelemahan di internal umat
Islam. Puncak kelemahan dan kekalahan umat Islam adalah terjadinya
peristiwa bersejarah pada tanggal 3 Maret 1924, dimana Khilafah Turki
Utsmani telah dihapuskan oleh Musthofa Kemal Pasha. Turki yang saat itu
merupakan simbol kekuatan Islam runtuh dan digantikan dengan sistem
Barat yang dianggap lebih modern dan maju yaitu dengan meruntuhkan
Materi AAI
pelaksanaan ajaran Islam. Saat itu, di Turki, sekolah Islam ditutup, simbol-
simbol Islam (jilbab, bahasa arab, adzan masjid, dll) dihapus.
Jadi, dengan cara seperti itulah Islam akhirnya terkalahkan. Sebagai
buktinya saat ini umat Islam telah jauh dari ajaran Islam yang menyebabkan
mereka kehilangan identitasnya sebagai muslim, mulai dari penampilan,
perilaku, pedoman hidup, maupun segi kehidupan yang lain. Sungguh
fenomena ini sangat memprihatinkan, bukan? Parahnya lagi, sekarang
permasalahan umat Islam telah terakumulasi menjadi sebuah permasalahan
yang sangat kompleks. Sebenarnya solusi untuk menjawab semua
permasalahan umat Islam tersebut adalah dengan kembali berpegang pada
Al-Qur’an dan As Sunah.
Problematika Umat Islam
Syarat utama untuk bisa menyeleseaikan permasalahan adalah
mengetahui dengan tepat apa saja permasalahan yang muncul.
b)Realitas Individu
Lemahnya komitmen aqidah
Lemahnya wawasan
Lemahnya spiritualitas
Lemahnya kemauan dan cita-cita
Lemahnya harga diri
c) Realitas Masyarakat Islam
Kita tidak hanya dihadapkan pada permasalahan individu, tetapi juga
permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Lemahnya kepemimpinan
Lemahnya persaudaraan
Lemahnya jaringan
Lemah dalam perencanan dakwah
Tantangan Umat Islam
Selain problematika yang bersifat internal, kita juga dihadapakan pada
tantangan eksternal yang tak bisa dianggap remeh. Ada sejumlah invasi
Materi AAI
yang dilakukan berbagai pihak. Ada 2 invasi, yaitu fisik dan pemikiran.
Penjajahan secara pemikiran dilakukan dengan invasi pemikiran dan
ideologi. Ada beberapa cara yang digunakan, antara lain:
a. Pertama, tasykik (menanamkan keraguan), yaitu menciptakan keragu-
raguan terhadap Islam dengan cara pendangkalan ajaran Islam.
Tahukah kita apa dampak dari metode tasykik tersebut? Hasilnya,
terjadilah krisis keyakinan di tengah-tengah umat Islam terhadap
kebenaran agamanya. Contohnya: hukum warisan sekarang sudah tidak
relevan diterapkan karena penerapannya dahulu lebih disebabkan para
wanita terlalu sedikit yang bekerja sedangkan sekarang wanita sudah
banyak yang bekerja bahkan sangat sukses karirnya. Akibatnya, banyak
umat Islam yang tidak mau lagi hukum warisan secara Islam.
b. Kedua, tasywih (pengkaburan persepsi). Cara ini bertujuan
menghilangkan kebanggan umat terhadap agamanya dengan
memberikan gambaran yang buruk terhadap Islam. Di antaranya dengan
mendistorsi sejarah Islam yang akan menghilangkan kebanggaan umat
terhadap agamanya. Contoh lain dengan mempropagandakan bahwa
Islam identik dengan teroris, Islam adalah pembunuhan dan
peperangan, dan sebagainya. Padahal itu semua tidak benar. Hilangnya
kebanggaan ini menyebabkan umat Islam kurang berani memunculkan
Islam dalam bentuk sistem Islam, kehidupan politik, ekonomi, dan
sebagainya. Akibatnya, Islam hanya sebatas di masjid, mushala, dan
pesantren-pesantren. Padahal ajaran Islam adalah menyeluruh dan
seharusnya diterapkan dalam semua aspek kehidupan untuk mencapai
kemuliaan.
c. Ketiga, tadzwib (pelarutan), yaitu mengeliminasi ajaran Islam dengan
melakukan akulturasi nilai Islam dengan budaya dan pemikiran
setempat yang bertentangan dengan Islam. Sebagai hasilnya, batasan
antara Islam dengan syirik (menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya)
tidak jelas. Hal ini menyebabkan kebenaran dan kebatilan pun juga
menjadi kabur. Bahkan, umat akan terjebak dengan banyak kesyirikan
Materi AAI
seperti yang banyak kita jumpai di masyarakat, misalnya sesajen,
meminta berkah kepada kuburan, dll.
d. Keempat, taghrib (pembaratan) adalah upaya agar umat menerima
semua pemikiran barat yang jahiliyah tanpa terkecuali. Hal ini akan
memunculkan sosok muslim yang jauh dari sosok muslim yang
sempurna. Bagaimana mau menjadi sosok muslim yang sempurna jika
secara penampilan, pemikiran, dan perilaku mengekor kepada Barat
yang sangat berkebalikan dengan ajaran Islam?
Demikianlah langkah-langkah perang pemikiran (ghazwul fikr) yang
dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani untuk memadamkan cahaya
Islam. Mereka melakukannya dengan sangat rapi dan mungkin tidak
dirasakan oleh umat Islam yang menjadi sasaran mereka. Bahkan, mungkin
kita sendiri telah menjadi korban dari penyerangan secara pemikiran
tersebut. Sesungguhnya mereka memang tidak akan pernah berhenti
memerangi umat Islam sampai umat Islam mau mengikuti milah mereka.
Tarbiyah Islamiyah
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan
mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya
mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
(Al-Jumuah : 2)
Materi AAI
“Tarbiyah memang bukan segala–galanya, tetapi segala–galanya takkan bisa diraih
kecuali melalui tarbiyah”. (Musthafa Masyhur)
“Dahulu kami adalah orang–orang yang hina, kemudian Allah memuliakan kami
dengan Islam”. (Umar bin Khaththab)
Pengertian Tarbiyah Islamiyah
Tarbiyah berasal dari kata:
a. Raba-yarbu yang artinya bertambah dan berkembang
b. Rabiyya-yarba yang artinya tumbuh dan berkembang
c. Rabba-yarubbu yang artinya memperbaiki, mengurusi,. Mengatrur, menjaga
dan mempersiapkan.
Urgensi tarbiyah islamiyah
1. Membentuk kepribadian Islami (syakhsiyah islamiyah) yang ideal
Pribadi yang Islami adalah pribadi yang menjadikan nilai–nilai Islam
sebagai unsur–unsur pembentuk kepribadiannya, sehingga ia benar–benar
mencerminkan keislamannya. Kepribadian seseorang terbentuk dengan adanya
keyakinan, pendirian, perasaan, pemikiran, watak, performa, dan perilaku. Dan
kesemuanya itu ada karena adanya aqidah Islamiyah. Dengan tarbiyah
islamiyah diharapkan akan terbentuk sosok seorang muslim ideal yang mampu
mengaplikasikan nilai–nilai islam secara keseluruhan (kaffah). Ciri seorang
muslim yang ideal yaitu :
a. Benar akidahnya (salimul akidah)
Perbaikan akidah adalah hal pertama yang dilakukan oleh Rasulullah saw
ketika menyebarkan ajaran Islam. Dan ayat–ayat Al-Quran yang pertama
diturunkan adalah ayat–ayat tentang akidah, yaitu penegakan kalimat laa
ilaaha illallah. Hal terpenting bagi setiap muslim adalah kelurusan
akidahnya, karena kelurusan akidah inilah yang akan menentukan arah
gerak kemana seseorang akan melangkah, sehingga secara langsung ia akan
melaksanakan syariat islam.
b. Benar ibadahnya (shohihul ibadah)
Ibadah merupakan kebutuhan dan kepentingan manusia. Ibadah seorang
muslim harus benar, yaitu senantiasa niat ikhlas karena Allah semata dan
berdasarkan syariat islam. Ibadah disini adalah segala sesuatu yang dicintai
Materi AAI
oleh Allah swt, baik perkataan, kepasrahan dan ketundukan yang sempurna
serta membebaskan diri dari segala hal yang bertentangan dan salah.
c. Kokoh akhlaknya (matinul khuluq)
“Sesungguhnya yang paling sempurna imannya dari orang–orang mukmin
adalah yang paling baik akhlaknya”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dari
Abu Huroiroh) Kalimat di atas adalah sabda dari Rasulullah saw, manusia
yang paling sempurna akhlaknya. Akhlak dan perilaku seseorang merupakan
cerminan dari kesempurnaan imannya. Untuk itu, kita harus senantiasa
menjaga akhlak kita, karena akhlak ini yang menentukan arah kehidupan
kita. Dan islam telah mengatur setiap perilaku manusia dalam setiap aspek
kehidupan ini.
d. Berwawasan luas (mutsaqoful fikr)
Wawasan yang luas adalah hal yang penting yang harus di miliki setiap
muslim, sehingga kita sebagai seorang muslim wajib untuk menuntut ilmu,
baik ilmu agama maupun ilmu yang lain. Sehingga kita akan bisa
memberikan kontribusi untuk agama dan bangsa kita melalui ilmu dan
pikiran–pikiran kita.
e. Kuat fisiknya (qowwiyyul jism)
Rasulullah telah menegaskan betapa pentingnya seorang muslim untuk
menjaga kesehatan tubuhnya. Karena dengan tubuh yang kuat dan sehatlah
kita bisa melaksanakan ibadah dan kewajiban–kewajiban kita dengan baik
dan sempurna. Sedangkan jika kondisi kita sedang sakit, maka aktivitas–
aktivitas kita tidak akan berjalan maksimal.
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin
yang lemah, pada keduanya ada kebajikan.” (HR. Muslim)
f. Mandiri kehidupannya/bisa mencari nafkah (qadirun ‘alal kasbi)
Seorang muslim haruslah bisa kreatif, inovatif dan produktif sehingga ia
mampu untuk memenuhi kebutuhan materinya sendiri tanpa harus
bergantung pada orang lain. Rasulullah dan para sahabat telah memberikan
contohnya. Di sela–sela aktivitas dakwahnya yang berat, beliau mampu
memanfaatkan peluang ekonomi yang ada. Sehingga seorang muslim harus
bisa menunjukkan potensinya dalam dunia ekonomi juga.
g. Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighairihi)
Materi AAI
“Khairunnas anfa’uhum linnas”,(HR. Ahmad dan Thobrani) sebaik–baik
manusia ialah yang paling bermanfaat untuk orang lain. Seorang muslim
yang ideal adalah seorang yang bisa jadi problem solver bukan trouble
maker apalagi lari dari permasalahan. Tapi buat diri kita menjadi seorang
muslim ideal yang bisa memberikan kontribusi terhadap masyarakat sekecil
apapun itu.
h. Menjaga dengan sungguh-sungguh waktunya (harishun ‘ala waqtihi)
Allah swt menegaskan bahwa manusia yang melalaikan waktunya akan
berada dalam kerugian yang besar. Waktu sangat penting untuk kita jaga.
Karena seorang muslim yang ideal selayaknya mampu untuk memanfaatkan
dan memelihara waktunya untuk hal–hal yang produktif agar kita terhindar
dari kelalaian yang akan membawa kita pada hal yang sia–sia dan tidak
bermanfaat. Pepatah bilang waktu ibarat pedang, jika tidak ditebaskan
dengan tepat, maka justru pedang itulah yang akan menebasnya.
i. Bersungguh-sungguh mengendalikan hawa nafsu (mujahidun Linafsihi)
Kita semua tentu masih ingat, bahwa manusia memiliki dua potensi, yaitu
fujur dan taqwa. Karena itulah, diri manusia harus senantiasa dikontrol,
agar apa yang dikerjakannya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Tidak
menyimpang mengikuti hawa nafsunya belaka. Dan sesungguhnya
seseorang yang kuat ialah yang paling bisa menahan hawa nafsunya.
j. Teratur segala urusannya (munazham fii syu’unihi)
Kita sebagai seorang muslim hendaknya bisa memberikan yang terbaik
untuk Islam. Untuk itu, kita harus bisa memberikan citra positif. Islam itu
akan dilihat dari orang-orang yang ada di dalamnya. Nah, kita adalah bagian
tersebut, maka mulai dari diri kita masing-masing, kita harus bisa
mencitrakan Islam dan salah satu caranya adalah dengan senantiasa
memperbaiki diri kita, baik pemahamn terhadap Islam sendiri maupun
secara fisiknya. Selain itu, kita juga harus senantiasa berhati-hati terhadap
lembaga-lembaga yang menentang Islam.
2. Membentuk jiwa kebersamaan
Melalui tarbiyah islamiyah, maka kita akan dikumpulkan dalam sebuah bentuk
kerjasama (amal jama’i), dimana merupakan sebuah amal kerjasama yang akan
menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan ketika kita beramal
sendiri–sendiri (infiradhi). Rasulullah telah membuktikan keberhasilan amal
Materi AAI
jama’i, dimana Rasulullah telah mempersatukan kaum Muhajirin dan kaum
Anshar, sehingga terbentuk kekuatan Islam yang lebih besar. Rasulullah telah
mentarbiyah kaum–kaum tersebut sehingga tercipta masyarakat yang islami
yang senantiasa saling membantu dan bekerjasama.
3. Membentuk kepribadian da’i (syakhsiyah da’iyah)
“Dialah yang telah mengurus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk Al-Quran
dan dien al-haq untuk dimenangkan-Nya atas segala agama walaupun orang–
orang musyrik tidak menyukai.” (At-Taubah : 33)
Islam adalah agama yang komprehensif dan integral (syamil dan mutakamil)
sehingga setiap dai harus memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap
apa yang akan di dakwahkannya. Dai pertama dien ini adalah Rasulullah
Muhammad saw. dan dakwah yang dibawanya adalah Islam. Perintah
berdakwah ini telah sering Allah swt sampaikan kepada Rasulullah saw secara
terus–menerus.
“Dan serulah kepada (dien) Rabb-mu. Karena sesungguhnya kamu benar–benar
berada di jalan yang lurus.” (Al-Hajj : 67)
Jelaslah bahwa dakwah ini harus dipikul setiap muslim dan muslimah. Sehingga
salah satu tujuan dari tarbiyah Islamiyah ialah untuk mencetak seorang muslim
menjadi dai yang memiliki pemahaman yang benar dan luas, iman yang mantap,
dan hubungan yang kokoh dengan Allah swt. Maka ia akan mampu
melaksanakan tugas–tugas amal islami dan juga mampu memikul beban serta
berani menghadapi resiko.
4. Mengembangkan potensi individu
Kualitas diri merupakan sebuah tuntutan dan kebutuhan di dalam proses
tarbiyah. Kita tidak boleh merasa puas dan menganggap sempurna apa yang
sudah kita miliki, namun hendaknya kita senantiasa meningkatkan potensi yang
ada dalam diri kita. Dengan tarbiyah, kekurangan dan kelemahan akan
diperbaiki, potensi dan wawasan kita akan ditingkatkan. Sehingga kita akan
menjadi pribadi-pribadi yang siap menjadi problem solver dari setiap
permasalahan yang ada.
5. Memberdayakan dan mengarahkan potensi individu
“Di antara orang-orang yang beriman itu ada orang–orang yang menepati apa
yang mereka telah janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang
Materi AAI
gugur, dan di antara mereka ada pula yang menunggu–nunggu dan mereka
sedikitpun tidak merubah janjinya.” (Al-Ahzab: 23)
Tarbiyah mengarahkan, memfungsikan dan memberdayakan potensi individu
sesuai dengan kapasitasnya, sehingga mampu memberikan kontribusi yang riil
bagi dakwah, umat, serta tidak ragu untuk berjuang dan berkorban demi
tegaknya dinul Islam.
Karakteristik tarbiyah isalmiyah
Tarbiyah Islamiyah memiliki karakter yang berbeda dengan sistem pendidikan
yang lain, yaitu:
1. Integral (Syumuliyah)
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat
yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhan-Nya. Allah
membuat perumpamaan–perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka
selalu ingat.” (Ibrahim : 24-25)
Ibarat pohon diatas, seperti itulah kepribadian yang akan dibentuk di dalam
Tarbiyah Islamiyah, yaitu seseorang yang memiliki kepribadian yang kokoh,
tahan terhadap segala tantangan hidup dan berguna bagi orang lain. Tarbiyah
Islamiyah akan menjaga keseimbangan pertumbuhan potensi manusia (fisik,
hati, akal) agar dapat berkembang dengan baik. Seperti yang dicontohkan
Rasulullah. Selain menanamkan akidah pada diri para sahabat, beliau juga
membina jasad dan akal para sahabat, sehingga terbentuk individu–individu
yang memiliki kepribadian Islami yang menyeluruh.
2. Bertahap (Mutadarrijah)
“…Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga
kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang
mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; maka bagaimana kamu dapat
dipalingkan?” (Az-Zumar: 6)
Setiap sesuatu memerlukan proses, setahap demi setahap, tidak bisa terjadi
begitu saja. Demikian pula dengan Tarbiyah Islamiyah. Proses pembentukan
individu tidak bisa secara instan, tapi butuh proses yang panjang, sehingga
harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan fase–fase kehidupannya. Ibarat
seorang bayi, ia awalnya hanya minum ASI, kemudian bubur atau pisang, lalu
Materi AAI
beranjak besar mencoba nasi. Ketika dewasa, maka ia bisa mencicipi makanan
apa saya yang halal dan toyyib.
3. Terus–menerus (Istimrarriyah)
Kondisi keimanan seseorang tidak selamanya stabil. Adakalanya iman itu naik
sebagaimana ia juga sewaktu-waktu turun, karena ada berbagai hal yang
mempengaruhinya. Kondisi demikian yang menyebabkan tarbiyah harus
dilakukan secara terus menerus. Manakala keimanan seseorang turun, dia tidak
mudah terbawa arus penurunan moral, karena ia selalu terjaga dalam proses
tarbiyah. Akan tetapi kala seseorang memutuskan berhenti atau melepaskan
diri dari proses tarbiyah Islamiyah barang sekejap saja, akan teramat sulit
baginya untuk mencapai kepribadian yang islami (syakhsiyah islamiyah).
Dengan demikian, tarbiyah Islamiyah harus senantiasa dilaksanakan secara
terus-menerus untuk memperbaiki setiap kekurangan yang ada pada setiap
individu dan menyempurnakan kelebihan yang dimilikinya.
4. Penuh kesungguhan (Jiddiyah)
Tarbiyah Islamiyah bukanlah sekedar kegiatan untuk mengisi waktu
senggang di tengah kesibukan, namun ia adalah suatu kebutuhan yang harus
dilaksanakan secara sungguh-sungguh, dan kesungguhan ini harus dimiliki
oleh yang membina maupun yang dibina.
Kesungguhan ini harus senantiasa dimunculkan dan dijaga, sebab proses
tarbiyah akan selalu berjalan sepanjang masa bersama segala rintangan dan
hambatan yang akan selalu mengiringinya. Andaikan tarbiyah Islamiyah ini
dilalui tanpa kesungguhan, niscaya setiap individu akan mudah sekali
berguguran. Dan tujuan tarbiyah Islamiyah tidak akan tercapai.
Tanpa adanya tarbiyah Islamiyah, selamanya tidak akan tercapai predikat
umat Islam sebagai khairu ummah (umat terbaik), ummatan wasathan (umat
yang menjadi tolak ukur umat yang lain). Sudah selayaknya kita selalu
berusaha untuk terus berjalan bersama tarbiyah Islamiyah. Berusaha sungguh-
sungguh mendapatkan tarbiyah yang diajarkan Rasulullah saw kemudian
bersama menggapai predikat pribadi muslim yang memiliki syakhsiyah
Islamiyah dan bersama-sama pula menegakkan kembali peradaban Islam.
Mengingat pentingnya tarbiyah Islamiyah yang demikian itu, wajar ada
sebagian orang berkomentar , ”Tarbiyah bukan segala-galanya”. Dengan
tarbiyah saja kita takkan bisa meraih kemenangan.” Maka, Musthafa Mansyur
Materi AAI
menjawab, “Tarbiyah memang bukan segala-galanya, tetapi segala-galanya
takkan bisa diraih kecuali melalui tarbiyah.”
Alasan perlunya tarbiyah dari aspek ajaran islam
Rosul mengambil murobi dan da’iyah membimbing umat manusia untuk keluar
dari jahiliyah. Ciri-ciri jahiliyah:
a. Jahl (kebodohan)
b. Djillah (kehinaa)
c. Fakr (kefakiran)
d. Tanafur (penciptaan)
Inti jahiliyah adalah dhalul mubin (kesetsatan yang nyata) (3:164)
Jalan keluar dari kesesatan adalah tarbiyah atau pembinaan yang didalamnya
diajarkan (2:151):
- Tilawah (membaca atau dibacakan)
- Tazkiyah (pembersihan diri)
- Ta’limun kitab wal hikmah/sunah (Al Qur’an dan hadist)
Dengan tarbiyah kita memperoleh nikmat yang dapat mengatur kita menuju khairu
ummah (3:110) dengan ciri-ciri:
- Ilmu (berpengetahuan)
- Izzah (terhormat)
- Ghina (kekayaan)
- Ukhuwah (persaudaraan)
Urgensi Tarbiyah ada 2:
- Hakikat jiwa yang memerlukan pembinaan (91:8-9)
- Waqi’ul ummat (kekayaan umat)
Ya Allah ...
Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini
telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,
telah berjumpa pada taat pada-Mu,
telah bersatu dalam dakwah pada-MU,
telah berpadu dalam membela syariat-Mu.
Kukuhkanlah Ya Allah ikatannya.
Kekalkanlah cintanya.
Materi AAI
Tunjukilah jalan-jalannya.
Penuhilah hati-hati ini dengan Nur-Mu yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan
bertawakal di jalan-Mu.
(As-Syahid Sayyid Quthub)