Upload
wahyu-setiawan
View
11
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Oludri
Citation preview
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pertanggal 12 Januari 2014, undang-undang no 4. Tahun 2009 mengenai Mineral dan Batu Bara
mulai berlaku. Yang membuatnya kontroversial adalah pelarangan ekspor raw-material mineral.
Melalui undang-undang ini, perusahaaan ekstraktif (tambang) diwajibkan untuk melakukan
pengolahan mineral mentah didalam negeri, sebelum dapat diekspor. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan nilai tambah dari produk mineral yang dihasilkan Indonesia. Undang-undang ini
sendiri lahir setelah tarik ulur panjang antara pihak korporasi perusahaan ekstraktif dengan
kementrian terkait seperti ESDM, dan Perdagangan. Untuk memahami mengenai kontrversi
terkait pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009 ini, maka kita harus kembali ke tahun 1945
ketika konstitusi Indonesia dirumuskan. Dimana konstitusi mengamanatkan bahwa penguasaan
faktor-faktor sumber daya alam harus dikuasai oleh negara, dan digunakan untuk kemakmuran
warga negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945. Kemudian
dalam pengimplementasiannya, klausul dalam UUD 1945 ini dijabarkan kedalam UU No. 11
Tahun 1967 mengenai mineral dan batu-bara. Kemudian UU ini digantikan oleh UU No. 4 Tahun
2009. Untuk menimplementasikan produk perundang-undangan ini maka dibuatlah peraturan
pemerintah nomer 23 Tahun 2010. Kemudian ditahun 2012, diterbitkanlah Peraturan Mentri
No. 7 tahun 2012 untuk mengimplementasikan UU ini.
UU No. 4 tahun 2009 benar benar berlaku secara penuh pertanggal 12 January 2014 seiring
ditanda anganinya perturan pemerintah no.1 Tahun 2014. Sebagai implikasi pemberlakuan
undang-undang ini, beberapa Negara berkepentingan melayangkan nota keberatan terkait hal
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 2
ini. Beberapa Negara yang merasa keberatan dengan permasalahan ini antara lain China, Jepan,
dan Amerika Serikat. Namun secara garis besar, Negara yang paling reaktif terhadap
permasalahan ini adalaha Jepang. Dimana pada tanggal 18 Februari 2014 menurut laporan
Nikkei Business Daily yang dikutip reuters, Osamu Onedera Direktur MITI, berencana untuk
membawa Indonesia ke Dispute Settlement Management (DSM) WTO.Dimana sikap ini tidak
mengherankan mengingat jepang mengimpor 44% dari pasokan nikelnya dari Indonesia, dan
akibat pengimplementasian undang-undang ini mengakibatkan penurunan produksi nikel pada
Januari 2014 sebesar 93,4% ke Angka 3,4 Juta ton. Tentunya fakta diatas sangat merugikan
pihak Jepang, yang menjadi rumah bagi beberapa produsen stainless steel utama dunia.1
Bahkan Toshio Nakamura, General manager dari Stainless Raw Materials Mitsui & Co.
menyatakan bahwa ‘Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Indonesia’2 sebagai pemasok raw
material bagi industry di Jepang
Sampai dengan april 2014, belum ada permintaan formal pihak Jepang Kepada DSM WTO terkait
kasus ini. Namun pada 4 April 2014, Harian Invertor daily mengkonfirmasi bahwa Menteri
Perdagangan Indonesia Muhammad Luthfi telah menerima nota protes dari Mentri luar negeri
Jepang. Dimana dalam surat tersebut menyatakan bahwa, Jepang merasa tidak nyaman dan
berencana untuk membawa Jakarta ke DSM WTO.3
Pengimplementasian UU minerba ini apabila dilihat dalam perspektif yang lebih luas, maka ini
bukan sekedar sebuah public policy. UU minerba ini lebih sebagai sebuah model bagaimana
Jakarta mencoba untuk memperoleh maximal utility dari sector tambang, ditengah liberalisasi
perdagangan yang menjadi strategic realm baru bagi Jakarta. Namun lebih dari itu ini
1 Japan may take Indonesia to WTO over mineral export ban-media. Reuters. Reuters.com. 19 Februari 2014. Diakses 11 Mei 2014 2 Suga, Masumi. Japan May Take Indonesia to WTO Over Curbs on Metal Exports. Bloomberg. 12 Juni 2012. Diakses 11 Mei 2014 3 Japan Turns to World Trade Organization over Indonesia's Mineral Export Ban. Indonesia Investment. Indonesia-Investments.com 14 April 2014. Diakses 11 Mei 2014
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 3
merupakan cerminan dari kenaikan trend kepercayaan diri Jakarta dalam hal diplomasi
perdagangan dan ekonomi. Namun yang lebih menarik dalam konteks ini adalah bagaimana
Jakarta mampu memiliki kepercayaan diri ini sehingga mampu mengeluarkan dan
mengimplementasikanUU no.4 tahun 2009 terkait mineral dan batu bara, yang boleh dibilang
hi-risk, hi-return.
2. Rumusan Masalah
A. Bagaimana Diplomasi Perdagangan Indonesia dalam era model ekonomi kapitalitik dan
perdagangan bebas dapat mimiliki cukup confidencial untuk mengimplementasikan
klausul-klausul dalam UU No. 4 Tahun 2009 dan beriap untuk menerima segala
konsekuensi baik secara ekonomi maupun legal?
3. Tujuan
A. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri jakarta terkait
pengimplementasian UU No. 4 Tahun 2009
B. Sebagai salah satu komponen penilaian dalam Mata Kuliah ‘Politik Luar Negeri
Indonesia’ Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Diponegoro
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Selayang Pandang Hubungan Perdagangan Bilateral Indonesia-Jepang
Pada tahun 2012. Tercatat sekitas 1200-1300 perusasahaan Jepang yang beroprasi di Indonesia,
dengan jumlah lebih dari 13000 Warga Negara Jepang berada di Indonesia. Apabila diukur
secara melalui nominal, FDI yang ditananmkan Jepang di Indonesia mencapai 7,8 Milyar Dollar,
atau naik hampir 100% dalam kurun satu waktu.4
Hubungan perdagangan kedua Negara yang menakjubkan ini sendiri merupakan hasil sebuah
kerjasama yang dirintis semenjak awal dekade 60an ketika rezim Soehato berkuasa. Bahkan
pada tahun 2000-2001 Indonesia merupakan penerima bantuan luar negeri terbesar Jepang.
Dimana pada tahun 2006, terdapat lebih dari 280.000 tenaga kerja local Indonesia yang bekerja
diberbagai perusahaan Jepang di Indonesia. Dimana investasi ini didominasi oleh beberapa
sektor utama seperti kelistrikan dengan nominal investasi 2,8 Milyar US Dollar, Otomotif 1,6
milyar US dollar, dan mineral 0,8 milyar US dollar. Dengan jumlah investasi sebesar ini, Jepang
menempatkan diri sebagai Negara dengan kontribusi FDI terbesar kedua di Indonesia.5 Tidak
hanya itu, Jepang merupakan Negara yang menyerap lebih dari 20% dari total nilai ekspor
Indonesia.
Dalam menjalin hubungan perdagangan bilateral ini, kedua Negara memiliki platform perjanjian
berupa The Japan-indonesia economic partnership Agreement (JIEPA). Dimana JIEPA ini
bertujuan untuk mengakselerasi nilai investas dan perdagangan kedua Negara. Dimana pada
4 Santosa, Ivan. Japan, Indonesia to strengthen ties,. Jakarta Post. 12 Desember 2012, Diakses pada 11 Mei 2014 5 Presentasi Hiroyuki Ishige (Chairman and CEO JETRO) “Indonesia-Japan Relations: From Complementarily to Leading Regional Economic Integration in Asia”Pada 4 Mei 2013
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 5
tahun 2010, JIEPA berhasil mengeliminir 92% dari hambatan tariff atas komoditas yang
diperdagangkan kedua Negara. Dimana Indonesia terlah mengeliminir 93% hambatan tariff atas
11.163 komoditas yang berasal dari Jepang. Sedangkan Jepang sendiri telah berhasil
mengeliminir 90% hambatan tariff dari 9.275 komoditas yang perdagangkan Indonesia.
Meski tidak mengcover penghapusan Non-tariff barriers (NTB), namun perjanjian inii telah
mengcover perihal property right, aturan investasi, serta prosedur dalam government
procurement. Yang membuat JIEPA ini istimewa dibandingkan trade relations dengan Negara-
negara supply di ASEAN adalah adanya klausul terkait capacity building melalui mekanisme
transfer of technology dalam rangka pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Dimana JIEPA ini kemudian melahirkan dua buah kwasan berikat baru di Indonesia yaitu di
Cikarang (1992) dan Surabaya (1995)6
Tidak berhenti disitu, Jepang melalui JICA (Japan International Cooperation Agreement) juga
merupakan salah satu investor penting dalam proyek seperti Jakarta Eco Transport, dan proyek
pembangunan high-speed train di Indonesia. Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa Jakarta
dan Tokyo memiliki hubungan bilateral dibidang ekonomi yang sangat strategis dan sangat
panjang. Dan pada tahun 2013 lalu, muncul fenomena baru dalam hubungan ekonomi kedua
Negara, yaitu terkait kebijakan nasionalisasi 2 perusahaan Jepang oleh pemerintah Indonesia
beserta korporasi miliknya. Dimana fenomena ini akan mengantar kita mengenai pemahaman
pola behavior baru Jakarta terkait analisis lata belakang pengimplementasian UU Minerba pada
kuartal pertama tahun 2014 lalu.
6 Bob Widyahartono, ‘IJEPA’s targets: implementation is the key,’ Antara, April 18.
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 6
2. Inalum Dalam Perspektif Hubungan Indonesia-Jepang, Sebuah Awal
Salah satu major event dalam perdagangan bilateral Indonesia dan Jepang adalah investasi
Jepang disektor industri dasar yaitu pengolahan alumunium di Sumatra Utara pada dekade 75,
yang menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya produsen alumunium di Asia Tenggara. Dimana
pada waktu itu sebagian besar pendanaan dan knowledge diimpor dari jepang, dan sebagai
gantinya 70% share dari Inalum menjadi milik pihak Nippon Asahan Inalum (Jepang). Seiring
dengan perkembangannya, pemerintah Indonesia dengan share 30%, sama sekali tidak dapat
mengkontrol kebijakan korporasi Inalum. Hal ini mengakibatkan 60% output hasil produksi yang
dihasilkan Inalum sebesar 250.000 ton lebih ditujukan untuk market dalam negeri Jepang.
Seiring dngan pertumbuhan industri dirgantara, galangan kapal dan juga otomotif berbasis
berbasis gasoline di Indonesia mengakibatkan shortage terhadap pasokan alumunium dalam
negeri. Trend ini mengakibatkan semakin diperhatikannnya industri dasar di Indonesia,
khususnya metalurgi. Memahami hal ini, Kementrian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
berinisiatif untuk melakukan nasionalisasi terhadap inalum, dengan membeli 70% share yang
dimiliki oleh Jepang. Pada tahun 2013 akhirnya terjadi kesepakatan jual beli untuk jual beli sisa
70% saham Inalum dengan nilai 5,38 Trilyun, untuk membeli unit smelter, power plant, dan
pengganti dari kas yang dimiliki Inalum.
Akuisisi ini memberikan jaminan pasokan bagi industri dalam negeri khususnya dirgantara, dan
otomotif yang terus berkembang. Namun disisi lain secara psikologis nasionalisasi ini sedikit
banyak meningkatkan aspek insecurity dari investor Jepang di Indonesia, ditambah lagi paska
nasionalisasi Inalum, Jakarta melalui PT. Pupuk Indonesia Holding Company nampaknya masih
berniat untuk melakukan akuisisi pabrik amoniak milik Mitsui & co. Ltd. Dari gambaran ini
apabila ditinjau dari perpektif Indonesia, maka dalam konteks ini terlihat sebuah confidencial
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 7
dari pihak Jakarta terkait kemampuan finansial dan bargaining power dalam perdagangan
bilateral kedua Negara.
3. Relasi UU Minerba, Hukum Internasional, dan Yurisprudensi DSM WTO
Ketika kita berbicara mengenai UU Minerba maka tidak bisa dipisahkan dengan aspek Hukum
Internasional. Dimana ketika produk perundang-undangan ini dibuat, Indonesia merupakan
negara anggota dari WTO. Dimana menurut General Agreement Trade on Tariff (GATT) Artikel
11 terkait liberalisasi perdagangan dalam WTO, negara anggota dilarang untuk melakukan
pembatasan ekspor komoditas. Dimana menurut hukum internasional indonesia dapat diajukan
ke Dispute Settlement Management WTO terkait pelanggaran ini. Pakar Hukum Internasional
UGM Rangga Aditya Dachlan beranggapan bahwa UU ini harus diamandemen karena tidak
sesuai ketentuan internasional.7 Namun disisi lain pendapat Dachlan ini terlalu menafikan
kenyataan bahwa Hukum Internasional memiliki sifat koordinatif dan sangat terbatas
kemampuan dalam melakukan penekanan. Disisi lain pandangan ini juga terlalu menafikan
faktor politis undang-undang ini. Dimana menurut Prof. Adji Samekto dari Program Doktor Ilmu
Hukum Undip, kita harus memahami bahwa pada dasarnya produk hukum itu bersifat subyektif
dan merupakan kepanjangan tangan dari kepentingan politis.8 Kita juga harus mengingat bahwa
pada dasarnya organisasi internasional seperti WTO merupakan strategic realm tempat
berkumpulnya self interest berbagai negara.
Dimana kenyataan diatas sangat mempengaruhi bagaimana World Trade Organization
melakukan fungsi regulasi. World Trade Organization (WTO) dalam menjalankan fungsinya
7 Akademisi usulkan UU Minerba perlu diamandemen. Antara News. Antaranews.com. 11 Mei 2014, Diakses pada 11 Mei 2014 Pukul 07.06 8 Prof. Adji Samekto dalam perkuliahan Hukum Internasional, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Diponegoro
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 8
memiliki mekanisme Dispute Settlement Management (DSM) untuk menyelesaikan sengketa
antat negara anggota. Dimana DSM menjadi mekanisme yang memberikan putusan dan
punishment bagi negara anggota yang dianggap melakukan pelanggaran dengan melakukan
upaya monopoli ataupun proteksi terhadap sector domestiknya.
Namun ketika ketika kita melihat track racord DSM WTO maka kita akan melihat bahwa DSM
WTO sering kali gagal melakukan eksekusi terhadap kebijakan pemberian sanksi kepada negara
anggota. Dimana dari total 37 putusan yang telah diputuskan oleh DSM WTO, hanya 2 putusan
yang benar-benar dilaksanakan. 9Inefektifitasan ini berimplikasi terhadap semakin rendahnya
detterance efect DSM terhadap negara-negara anggota khususnya diera westphalia.
Disisi lain proses DSM WTO pada umumnya memakan proses yang sangat panjang, sampai
benar-benar bisa dieksekusi seandaikan memungkinkan. Dimana menurut ekonom Universitas
Padjajaran, Titik Nanas, menilai bahwa dengan panjangnya prosses ini, akan member waktu bagi
Indonesia untuk menyelesaikan rencana Jakarta untuk membangun smelter.10 Dan artinya
semua proses yang akan dilakukan via DSM WTO akan menjadi sia-sia, dan hanya menguras
resources, baik waktu, tenaga, pikiran, financial, serta ongkos politik yang tidak murah.
Tidak hanya factor panjangnya birokrasi, ‘sanksi’ WTO juga berpotensi menjadi ancaman balik
bagi Jepang, dimana menurut analisis Adam Smith mengenai ‘pembalasan’ dalam pasar bebas
antar Negara, berpotensi menjadi ancaman. Dimana aksi pemberian sanksi unilateral ini justru
9 S, Charnovitz. 2001. Rethinking WTO Sanction. Washington D.C: The George Wasington University Law School 10 Yulisman, Linada. RI anticipates Japan’s. formal complaint to WTO. Jakarta Post. 28 April 2014. Diakses 11 Mei 2014
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 9
menimbulkan hambatan tariff baru.11 Vicious circle ini sering kali justru tidak memberikan gain
bagi pihak manapun, dan kontraroduktif dengan semangat liberalisasi pasar.12
Sehingga dalam konteks ini, absennya mekanisme sanksi yang benar-benar efektif, membuat
bargaining power, dan kepercayaan diri Jakarta untuk mengimplementasikan produk
perundangan ini semakin tinggi.
4. Postur Dan Outlook Ekonomi Indonesia
Secara general makro ekonomi indonesia saat ini dikarakterkan sebagai ekonomi yang didorong
tidak hanya eksport driven namun juga memiliki fondasi domestic market yang kuat. Dimana
domestic market didominasi oleh middle class yang cukup konsumtif untuk menyerap output
produksi yang dihasilkan. Dimana dengan model ekonomi ini, semenjak reformasi di tahun 1998,
indonesia berhasil beranjak dari ekonomi terbesar ke-28 dunia menuju ekonomi terbesar ke-16
besar dunia diukur berdasarkan GDP. Dimana hal ini didorong oleh sector-sektor sperti migas
sebagai kontributor terbesar. Namun seiring perjalanan waktu, indonesia mulai bergerak ke
industri yang berorientasi high value added produk seperti otomotif, dan elektronik. Namun
disisi lain industri indonesia yang berkarakter padat karya cendrung mengakibatkan sebuah
trend yang menurun. Dimana industri di indonesia didominasi oleh industri dengan mesin
industri lama yang sudah berusia lebih dari 2 dekade, yang mengakibatkan efisiensinya sedikit
kurang kompetitif.
Di tahun 2008-2009, Saat Global Financial Crisis, Indonesia secara menakjubkan keluar sebagai
satu dari tiga anggota G-20 Major Countries yang mampu mencetak portofolio posistif, dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar 4,6%. hal ini diakibatkan fundamental ekonomi yang kuat, dan
11 ADAM SMITH, AN INQUIRY INTO THE NATURE AND CAUSES OF THE WEALTH OF NATIONS 295 (Oxford World’s Classics, 1998) (1776) (Bk. IV, Chap. II). 12 T.E.G. GREGORY, TARIFFS: A STUDY IN METHOD 248 (1921).
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 10
didukung oleh equalibrium antara export driven economy dan domestic market yang kuat.
Kesuksesan ini sendiri mengakibat semakin confidencenya diplomasi ekonomi Indonesia,
terlebih setelah terpilihnya Sri Mulyani sebagai Managing Director World Bank pada tahun 2009.
Disisi lain berbagai investment banking seperti citibank, standard chartered memprediksikan
Indonesia sebagai major power dunia paska 2050. Dimana bahkan citibank dalam Global Growth
Generator report di tahun 2011 memprediksi Indonesia sebagai ekonomi terbesar ke-4 dunia
setelah China, Amerika Serikat, dan India.13
5. Analisa Tekanan Politik
Tentu ketika kita berbicara mengenai kebijakan terhadap pengelolaan raw material maka kita
tidak bisa menafikan faktor politis yang berpengaruh. Dimana sering kali dalam konteks ini
pengaruh korporasi lokal, korporasi asing dan negara asing asal korporasi asing berasal. Dimana
unofficial actors diatas sering kali memberikan pengaruh penting dalam penentuan kebijakan
industri ekstraktif di indonesia.
13 _______________. 2011. The Global Growth Generator. New York City: The City Bank Group
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 11
Ketika kita mencoba memahami mengenai tarik ulur mengenai pengesahan UU Minerba maka
kita akan menduga adanya pengaruh kuat korporasi lokal. Dimana secara garis besar pemain
lokal dapat dibagi dua yaitu sektor private dan state owned enterprise. Ketika kita berbicara
mengenai pengaruh korporasi raksasa industri ekstraktif di Indonesia, maka kita akan melihat
besarnya pengaruh raksasa industri ekstaktif indonesia. Dimana salah satu bentuk pengaruhnya
diwujudkan melalui bagaimana Kaltim Prima Coal melalui economic powernya menyuap
pegawai pajak Gayus Tambunan dalam kasus skandal pengadilan pajak. Disamaping melalui
economic powernya, sudah menjadi rahasia umum, bahwa banyak government official memiliki
afiliasi dengan beberapa perusahaan ekstraktif. Salah satunya adalah Aburizal Bakrie, ketua
Partai Golongan Karya, yang merupakan pemilik Bakrie and Brothers yang memiliki saham
dibeberapa perusahaan ekstraktif seperti Bumi Resources, Kaltim Prima Coal, dan Lapindo
Brantas.
Dengan mengacu pada teori agenda-setting, Kedekatan ini tidak ayal menimbulkan prasangka
bahwa dalam proses decision making, terdapat pengaruh kuat dari korporasi swasta mapun
konsorsium BUMN pertambangan didalamnya. Dimana korporasi biasa melakukan lobi,
pengumpulan tertimoni, public relation, dan iklan dengan tujuan menggiring kebijakan untuk
memenuhi agenda mereka.14
Dimana proses agenda setting ini bisa dilihat dalam bagan berikut
14 Berger. K. Bruce. 2001. Private Issues and Public Policy: Locating the Corporate Agenda in Agenda-Setting Theory. Alabama: College of communication, university of Alabama
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 12
Dalam siklus diatas dapat dilihat bahwa dalam penyusunan agenda terdapat tiga komponen
utama yaitu media, public, dan policy agenda. Dimana ketiga komponen ini sangat dipengaruhi
oleh pengalaman pribadi dan komunikasi intrapersonal para actor. Dimana hal ini didukung
melalui indikator urgensi agenda dalam dunia nyata. Dalam siklus diatas dapat dilihat bahwa,
dalam konteks pembentukan kebijakan public, dalam hal ini terkait UU Minerba sangat
membuka lebar bagi masuknya kepentingan korporasi dengan kemampuan ekonomi yang
relative kuat. J. W. Dearing and E. M. Rogers. 2006. Agenda-Setting. Thousand Oaks, CA: Sage15
6. Cost And Benefit Ditinjau Dari Perpektif Neraca Perdagangan Indonesia
Dari keseluruhan makalah mungkin inilah sub-bab yang boleh dibilang paling debateable. Dalam
studinya Amy Chua dari Yale University meneliti kajian historis terkait proses nasionalisasi
beberapa perusahaan tambang di Amerika Latin pada decade yang menunjukkan bahwa,
nasionalisasi merupakan implikasi dari sebuah great depression. Sedangkan di Asia Selatan Chua
lebih didorong oleh kebutuhan sebagai Negara baru.16 Namun penjelasan ini secara teknis
apabila dilihat dari kaca mata hubungan internasional, kurang begitu kuat menjelaskan
fenomena ini. Untuk itulah munculah pendekatan rasional/ekonomistik. Dimana menurut
15 J. W. Dearing and E. M. Rogers. 2006. Agenda-Setting. Thousand Oaks, CA: Sage Publishing 16 Chua, Amy. 1995.The Privatization-Nationalization Cycle: The Link Between Markets and Ethnicity in Developing Countries dalam Yale Law School Faculty Scholarship. New Haven, Connecticut: Yale Law School
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 13
Roderick Duncan, fenomena ini lebih digunakan sebagai mekanisme untuk menapatkan
ekspropriasi. Ekspropriasi merupakan sebuah takaran gain yang diperoleh sebuah Negara dari
sebuah hasil tambang. Dalam studinya Duncan meneliti terkait kenaikan harga, faktor politis,
dan fundamental ekonomi. Dan hasilnya adalah, upaya ekspropriasi ini lebih dikarenakan oleh
potensi gain, yang mungkin diperoleh melalui proses nasionalisasi.1718
Lalu apa kaitannnya model nasionalisasi terhadap pengimlementasian UU Minerba? Yang
menjadi kesamaan dua fenomena ini adalah kedua fenomena ini merupakan upaya ekspropriasi.
Namun UU Minerba ini sendiri relative memiliki disadvantage yang jauh lebih sedikit
dibandingkan mekanisme nasionalisasi. Dimana melalui mekanisme unik ini, Negara masih
mampu menjaga trust dari investor asing agar tidak turun secara segnifikan, namun tetap
mampu melakukan ekpropriasi. Lalu apakah mekanisme UU Minerba tidak akan menimbulkan
disadvantage? UU minerba sendiri tetap akan menimbulkan disadvantage, namun disadvantage
ini hanya terbatas pada jangka pendek. Dimana kerugian ini lebih dikarenakan opportunity cost
yang hilang akibat berkurangnya ekspor biji besi dalam jangka pendek, sebelum proses investasi
dan pembangunan fasilitas smelter dimulai. Namun pada jangka panjang, ini mampu
memberikan nilai tambah produk, penyerapan tenaga kerja, dan yang terakhir adalah secara
sistematis meningkatkan industry-industri hilir berbasis mineral, yang pada akhirnya
meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).
Lalu bagaimana kejian secara teoritis ini akan sukses di Indonesia, berikut akan disajikan analisa
terkait short-term loss dan long-term gain yang timbul melalui pengimplementasian undang-
17 Chang, Roberto. 2009. Privatization and National Cycles. New Jersey: Rugers university and World bank 18 Duncan, Roderick. 2006. Price or politics R. DuncanPrice or politics? An investigation of the causes of expropriation dalam The Australian Journal of Agricultural and Resource Economics Sydney: Australian Agricultural and Resource Economics Society Inc. and Blackwell Publishers Ltd 2006 501
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 14
undang ini. Dalam jangka pendek pada bulan pertama pengimplementsian kebijakan ini, neraca
peragangan Indonesia apabila diukur month-to-month turun dari angka suplus 1,5 Milyar Dollar
pada bulan desember 2013, ke angka minus 431 Juta dollar. Dimana menurut deputi statistik
hasil produk Badan Pusat Statistik, nilai eksport Indonesia turun 5,75% secara year on year.
19Namun sebelum pemberlakuan UU minerba, para produsen telah menggenjot ekspor mereka
pada kuartal terakhir tahun 2014, sehingga ketika terjadi penurunan drastic dari bulan ke bulan,
pada medio desember-januari hal ini dapat dimaklumi.
Untuk gain secara long-term agak sulit untuk diperlihatkan melalui sebuah prediksi angka yang
presisi. Namun dalam konteks ini penulis akan mencoba menganalisa potensi gain yang bisa
didapat baik secara direct maupun indirect melalui akselerasi industry hilir. Secara direct
Indonesia akan memperoleh lebih banyak revenue, melalui nilai tambah mineral yang telah
diolah. Namun dampak sesungguhnya timbul melalui multiplier impact pada industry hilir,
seperti industri aerospace, dan juga otomotif.
Sebagai contoh, seiring semakin meningkatnya bisnis penerbangan berbayar murah, tidak hanya
mengakibatkan pertumbuhan jumlah penumpang, namun juga mengakselerasi bisnis aerospace
di Indonesia. Dimana dengan offset yang diberikan oleh perusahaan pembuat pesawat besar
dunia, hal ini akan mengakselerasi bisnis aerostrucure dalam negeri. Tidak hanya aerostructure,
namun hal ini juga menigkatkan demand terhadap terhadap pesawat perintis dari industri dalam
negeri. Demand yang meningkat ini secara otomatis meningkatkan demand terhadap
alumunium dan berbagai bahan olahan mineral lainnya. Untuk itulah dalam konteks ini,
kepastian dalam hal suplai bahan baku menjadi sebuah hal yang krusial. Dimana hal ini tidak
hanya sekedar berbicara mengenai kepastian bisnis, namun juga national security.
19 Ore export ban prompts huge decline in Indonesia's trade figures. The Australian. Theaustralian.au. 4 maret 2014, Diakses 13 Mei 2014
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 15
7. Kemampuan Birokrasi dan Infrastruktur Indonesia
a) Kemampuan Border Protection Otoritas Indonesia
Dalam proses pengimplementasiannya, efektifitas UU minerba sangat
dipengaruhi oleh kemampuan border protection dari otoritas terkait. Ketika kita
melihat kondisi kemampuan border protection dalam konteks ini pengamanan
perbatasan laut, maka kita akan melihat kelemahan terstruktur dalam otoritas
pengamanan perbatasan laut indonesia.
Di Indonesia sendiri pengamanan laut menjadi domain bagi 7 instansi berbeda
yaitu, KKP, Bea Cuki, Polisi Air Udara, Tentara Nasional Indonesia, Bakorkamla
dan Dirjen Hubla. Banyak institusi yang bermain dalam pengamanan perbatasan
laut membuat kemampuan pengamanan laut indonesia menjadi sangat tidak
terintegrasi, bahkan cendrung chaos. Banyaknya institusi sendiri juga
mengakibatkan armada yang ada menjadi tidak maksimal mengingat anggaran
yang ada harus dibagi ke tujuh instansi berbeda.
Untuk menangani hal ini, maka indonesia harus memiliki satuan penjaga pantai
yang menjadi otoritas terintegrasi dalam pengamanan lautan indonesia diluar
keberadaan TNI Angkatan Laut. Dilema ini sendiripun sudah dipahami Jakarta
yang saat ini sudah memulai merintis berdirinya penjaga pantai dengan
mendirikan Bakorkamla yang akan menjadi cikal bakal penjaga pantai indonesia.
Namun proses inipun bukan tanpa halangan mengingat adanya ego antar satuan
yang mengakibatkan sulitnya pengintegrasian antar ketujuh otoritas terkait.
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 16
Disamping itu, infrastruktur yang dimiliki juga sangat terbatas baik secara
kualitas dan kuantitas, dimana saat ini Bakorkamla sendiri belum memiliki
kemampuan offshore patrol. Dimana flagship milik Bakorkamla sendiri hanya
memiliki panjang 48 meter, dan displacement 500 ton. Tidak hanya minimnya
infrastruktur, otoritas keamanan indonesia juga masih terkendala dengan
terbatasnya anggara operasional, yang mengakibatkan jumlah hari melaut dari
setiap armada menjadi sangat terbatas dan tidak optimal.
Hal ini semakin diperparah dengan kondisi geografis Indonesia dengan total
panjang garis pantai lebih dari 81.000 KM membuat hal ini menjadi semakin
kompleks.
Dari pembahasan diatas dapat diihat bahwa kemampuan border protection
masih akan menjadi celah dari pengimplementasian kebijakan ini. Dimana
kelemahan ini mengakibatkan potensi moral hazard berupa menyelundupan
mineral mentah melalui titik-titik yang tidak terawasi oleh otoritas keamanan
Indonesia
b) Kemampuan Teknis Dan Infrastuktur Pengolahan Raw Material
Kenapa factor ini harus dimasukkan kedalam variable yang berpengaruh? Hal ini
dikarenakan industry ekstraktif merupakan sector yang membutuhkan
knowledge yang memadai dibidang metalurgi dan juga infrastruktur pendukung.
Namun apabila kita melihat pada konteks keindonesian, maka kita akan
menemukan bahwa kendala utama pemberlakuan UU Minerba, adalah terkait
kesiapan infrastruktur dan suplai energy yang ada.
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 17
Hal ini didasari bahwa industry ini merupakan sector yang benar-benar padat
modal, mengingat mahalnya biaya pembangunan smelter. Disamping smelter
kendala lainnya muncul dari penyediaan pasokan energy bagi smelter. Dimana
dengan rata-rata cadangan energy dibawah 15%, membuat pasokan energy bagi
industry refinery ini menjadi sangat tidak menentu. Kondisi ini mengakibatkan
disadvantage, karena sector usaha harus menyiapkan power plantnya sendiri.
Namun menurut CEO United Company Rusal PLC, Perusahaan penghasil
alumunium terbesar dunia, Oleg Deripaska menyatakan secara optimistis
bahwa, dengan performa makroekonomi yang stabil, ditambah kondisi politik
yang relative stabil, permasalahn terkait infrastuktur ini tidak akan menjadi
sebuah permasalahan besar. Dimana Oleg, yakin bahwa UU ini akan menjadi
quantum leap untuk mentransformasi industry ekstraktif menjadi pemain yang
lebih memiliki nilai tambah.20
20 Rusal CEO: Mineral Export Ban Will Benefit Indonesia, Aluminum Maker to Build Refinery to Comply with Country's New Laws. Wall Street Journal 26 Februari 2014. Diakses pada 12 Mei 2014
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 18
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
UU No. 41 Tahun 2009 terkait Mineral dan Batubara merupakan produk perundang-undang
yang memiliki cost secara ekonomi, hukum, dan poltitik yang mahal mengingat posisi
stategisnya. Dimana apabila dilihat dari perspektif hubungan internasional, hal ini berimplikasi
secara luas terhadap perdagangan internasional yang dilakukan indonesia, bahkan juga memiliki
implikasi dalam aspek legal. Ditinjau dari perspektif ekonomistik, pada jangka pendek kebijakan
ini berimplikasi pada penurunan volume eksport Indonesia.
Faktor-faktor yang mendorong Jakarta untuk mengambil kebijakan ini dan mengambil
konsekuensi negatifnya secara garis besar dapat dibagi 4, yang pertama ditinjau dari aspek
ekonomi, berupa gain yang diterima atas nilai tambah yang akan diterima, pembukaan lapangan
kerja baru, dan juga multipliers impact lainnya seperti pembangunan power plant baru yang
selain dapat digunakan sebagai power resource bagi smelter namun juga dapat meningkatkan
presentase backup power indonesia. Faktor kedua ditinjau dari perspektif kepercayaan
diplomasi Indonesia. Dimana kpercayaan diplomasi ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu yang berasal
dari hard power dan soft power. Apabila ditinjau dari hard power kepercayaan diri indonesia
timbul akibat kepercayaan diri Jakarta atas undamental ekonomi serta outlook ekonomi
indonesia kedepannya, yang didukung pula melalui military built up yang dilakukan Jakarta.
Sedangkan dari segi softpower, nampaknya jakarta merasa cukup confidence dengan
kemampuan public diplomacynya yang diwujudkan dalam peran aktif indonesia pada tataran
state-system. Disisi lain indonesia dalm konteks ini juga diuntungkan oleh konstelasi perpolitikan
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 19
regional yang didominari isu sengketa perbatasan, dan perebutan hegemeoni antara China dan
Amerika Serikat.
Faktor yang ketiga adalah faktor ekstra teritorial yang diakibatkan oleh lemahnya law
enforcement yang dimiliki oleh WTO untuk membeikan sanksi terkait kegiatan monopolitik yang
protektif ini. Dan yang terakhir adalah faktor politis akibat tekanan-tekanan oleh interest group
yang ada di Indonesia.
2. Saran
Dalam konteks ini yang penulis lihat penting untuk dilaksanakan oleh Jakarta adalah menjaga
konsistensi political will dalam mengimplementasikan UU No. 4 Tahun 2009. Disisi lain political
will ini juga harus didukung melalui pengembangan infrastruktur penunjang kebijakan ini, baik
berupa pengembangan infrastruktur berupa smelter untuk proses pemurnian bijih mineral yang
didukung oleh suplai energy yang memadai. Disamping itu dalam fase pertama sebelum
infrastuktur diatas diperbaiki, maka dalam jangka pendek, Jakarta harus menginvestasikan lebih
banyak dana untuk pengembangan infrastruktur dan operasional dalam hal pengamana
perbatasan. Dimana saat ini penulis menilai, kemampuan border protection serta sea denial
yang dimiliki oleh Jakarta saat ini juga sangat terbatas. Sehingga hal ini berpotensi memunculkan
dilema baru berupa penyelundupan mineral mentah.
Disisi lain Jakarta juga harus membarengi hal ini melalui insentif pajak bagi sector usaha, dalam
proses pengadaan dan pembangunan smelter dan juga infrastruktur pendukung. Dan tentunya
hal diatas, harus didukung melalui ketersediaan fasilitas pembiayaan yang bias disediakan oleh
konsorsium BUMN bidang perbankan.
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 20
Daftar Pustaka
Buku, Terbitan Berkala, dan Proceeding
Berger. K. Bruce. 2001. Private Issues and Public Policy: Locating the Corporate Agenda in Agenda- Setting Theory. Alabama: College of communication, university of Alabama
ADAM SMITH, AN INQUIRY INTO THE NATURE AND CAUSES OF THE WEALTH OF NATIONS 295 (Oxford World’s Classics, 1998) (1776) (Bk. IV, Chap. II).
Chang, Roberto. 2009. Privatization and National Cycles. New Jersey: Rugers university and World bank Chua, Amy. 1995.The Privatization-Nationalization Cycle: The Link Between Markets and Ethnicity in
Developing Countries dalam Yale Law School Faculty Scholarship. New Haven, Connecticut: Yale Law School
Duncan, Roderick. 2006. Price or politics R. DuncanPrice or politics? An investigation of the causes of expropriation dalam The Australian Journal of Agricultural and Resource Economics Sydney: Australian Agricultural and Resource Economics Society Inc. and Blackwell Publishers Ltd 2006 501
J. W. Dearing and E. M. Rogers. 2006. Agenda-Setting. Thousand Oaks, CA: Sage Publishing Presentasi Hiroyuki Ishige (Chairman and CEO JETRO) “Indonesia-Japan Relations: From Complementarily to Leading Regional Economic Integration in Asia”Pada 4 Mei 2013 S, Charnovitz. 2001. Rethinking WTO Sanction. Washington D.C: The George Wasington University Law
School T.E.G. GREGORY, TARIFFS: A STUDY IN METHOD 248 (1921).
Sumber web
Japan may take Indonesia to WTO over mineral export ban-media. Reuters. Reuters.com. 19 Februari 2014. Diakses 11 Mei 2014 Suga, Masumi. Japan May Take Indonesia to WTO Over Curbs on Metal Exports. Bloomberg. 12 Juni 2012. Diakses 11 Mei 2014 Yulisman, Linada. RI anticipates Japan’s. formal complaint to WTO. Jakarta Post. 28 April 2014. Diakses 11 Mei 2014
Universitas Diponegoro |Politik Luar Negeri Indonesia 21
Ore export ban prompts huge decline in Indonesia's trade figures. The Australian. Theaustralian.au. 4 maret 2014, Diakses 13 Mei 2014 Japan Turns to World Trade Organization over Indonesia's Mineral Export Ban. Indonesia Investment. Indonesia-Investments.com 14 April 2014. Diakses 11 Mei 2014 Santosa, Ivan. Japan, Indonesia to strengthen ties,. Jakarta Post. 12 Desember 2012, Diakses pada 11 Mei 2014 Bob Widyahartono, ‘IJEPA’s targets: implementation is the key,’ Antara, April 18. Akademisi usulkan UU Minerba perlu diamandemen. Antara News. Antaranews.com. 11 Mei 2014, Diakses pada 11 Mei 2014 Pukul 07.06 Rusal CEO: Mineral Export Ban Will Benefit Indonesia, Aluminum Maker to Build Refinery to Comply with Country's New Laws. Wall Street Journal 26 Februari 2014. Diakses pada 12 Mei 2014