new Sejarah G 30 S PKI

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH

G 30 SPKI

DISUSUN OLEH :- Faris Luthfi Permana - Purnomo Widodo - Athiyyah Habibah - Nadya Nabila Putri - Nurani Safitri

Kata pengantartelah melimpahkan rahmat Alhamdulillahhirobil alamin, segala puji dan syukur kita panjatkan atas karunia Allah SWT yang dan hidayahnya kepada kita semua. Karena atas rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang mengambil tema G 30 SPKI Kami sebagai penulis makalah ini menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam hal penulisan ataupun dalam hal ketatabahasaan. Oleh karena itu kami selaku penyusun makalah mengharapkan kriti dan sarannya yang bersifat membangun, dan demi perbaikan tugas untuk yang akan datang. Terimakasih

Sejarah G 30 S/PKITidak dapat lepas dari benak kita kalau G30S PKI telah menjadi bagian sejarah yg sangat kelam dari Indonesia.Tak lepas dari latar belakang dan dalang dari G30S PKI telah kita ketahui bahwa lebih dari 1 juta saudara kita telah menjadi korban dari kekejaman pembantaian massal G30SPKI dibawah pimpinan Jendral Soeharto atau yg lebih pantas disebut DIKTATOR Soeharto.Melihat dari fakta berikut menurut agan2 apakah G30S PKI itu memberantas pemberontak atau pembantaian massal?Atau hanya sekedar transisi dari acuan negara yg sebelumnya condong ke blok timur[RUSIA di bawah pemerintahan Soekarno] kemudian beralih ke blok barat[Amerika di bawah pemerintahan Soeharto]?Berikut kutipan wawancara dengan orang yg menjadi korban keganasan G30S PKI

Wawancara dengan Carmel Budiarjo

Anda termasuk korban pelanggaran HAM pasca G-30S. Sebenarnya, klasifikasi mereka yang dihabisi itu seperti apa saja? Kaum kiri yang seperti apa? Ada jutaan orang, termasuk saya, yang jadi korban pasca G-30S. Saya yang masuk dalam satu organisasi Himpunan Sarjana Indonesa (HSI), dikatakan terlibat G-30S. Tapi hingga hari ini kita tak tahu keterlibatan itu dalam hal apa. Meskipun demikian organisasi saya yang hanya beberapa ribu anggotanya, dikatakan terlibat. Jadi banyak yang dibunuh di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pembataian manusia pada tahun 1965 itu disebut sebagai politik "tumpas kelor". Ditumpas semua dari jajaran yang paling tinggi sampai bawah. Dan juga dari tidak hanya PKI dan onderbouw-nya. Tapi juga kelompok-kelompok yang simpati kepada Soekarno. Kaum Soekarnois. Juga militer yang Soekarnois, banyak dibantai juga.

Sebenarnya berapa jumlah pasti korban pembantaian '65 itu? Saya belum tahu. Saya kira angka yang pasti itu sulit ditentukan. Saya biasanya menerima jika disebut kira-kira 1 juta. Atau setengah sampai 1 juta. Tak ada yang bisa menghitung tentang pembantaian itu. Soekarno pernah mengirim suatu tim yang dipimpin oleh Oei Tjoe Tat dan Soemarno pada

waktu itu. Mereka memeriksa pada Desember 1965. Waktu itu pembantaian jauh dari selesai. Oei dan Soemarno memberikan angka 78 ribu, dan mereka mengatakan bahwa jumlah ini hanya sebagian saja. Lalu salah satu anggota tim itu mengatakan kepada seorang wartawan Amerika bahwa jumlah korban itu 10 kali lebih banyak. 780 ribu. Sementara, di Bali, pembantaian itu justru baru terjadi setelah Desember 1965.

Dan anda setuju kalau semua ini dikatakan sebuah genocide? Ya, sebuah genocide terhadap suatu paham politik.

Lalu bagaimana cara melakukan penelitian kembali jumlah korban itu setelah peritiwa tersebut terjadi 35 tahun?

Selama beberapa minggu berada di indonesia, saya sudah bertemu, antara lain, dengan beberapa organisasi yang bertujuan untuk mempelajari dan menyelidiki pembunuhan itu. Terutama organisasi yang namanya YPKP 65-66 (Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan tahun 1965-1966). Perlu diakui, ini suatu pekerjaan yang sangat sulit. Tapi, saya perlu angkat topi kepada mereka.

Kemarin saya ke Bali dan bertemu dengan beberapa orang dari YPKP yang mengumpulkan beberapa korban untuk pertama kalinya. Mereka mulai dari kira-kira 25 orang yang berkumpul. Ada korban selamat dan dulunya yang pernah ditahan. Mereka bisa menceritakan bagaimana pembantaian terjadi di Bali.

Permulaan yang baik untuk Bali. Saya dengar, hal ini juga sudah mulai dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Yang penting, harus dilakukan secara teliti juga mengenai tempat lokasi sebenarnya, jumlahnya, identitas korbannya, saksinya, di kemanakan mayatnya, dan lain sebagainya. Sungguh, sebuah pekerjaan yang memakan waktu lama, memerlukan energi dan ketekunan sangat tinggi.

Selain menyelidiki korban, apalagi yang bisa dilakukan? Sebetulnya banyak misteri-misteri dari kejadian itu yang sudah diungkapkan. Ada banyak

sekali tulisan di luar negeri tentang masalah itu. Tapi masih perlu disosialisasikan kepada masyarakat Indonesia.

Istilah G30S/PKI, misalnya. Sebetulnya istilah itu ditetapkan oleh Soeharto. Pelaksananya saat itu menyebut hanya dengan istilah G-30 S. Sementara Soekarno menyebutnya Gestok (Gerakan Satu Oktober). Padahal, dalam gerakan itu tidak hanya orang PKI yang terlibat. Bahkan ada kekuatan lain yang melencengkan gerakan, dari hanya menculik dan menghadapkan para jenderal ke Presiden, menjadi membunuhinya.

Lalu apa keuntungan Soeharto mengubah istilah itu? Pemberian istilah G-30 S/PKI ini menjadikan kesan bahwa Soeharto mau menutup fakta bahwa kejadian yang terjadi pada tanggal 1 Oktober itu adalah pertikaian di dalam kalangan TNI sendiri, dan justru dia juga terlibat di sana.

Anda sangat yakin Soeharto terlibat? Kolonel Latief mengatakan begitu. Soeharto, kata Latief, sudah tahu peristiwa G-30 S sejak sebelumnya. Dan tak ada bantahan yang meyakinkan atas cerita Latief tersebut. Lalu coba Anda lihat, G-30 S itu bertujuan merebut RRI dan Kantor Telekomunikasi. Itu letaknya di Medan Merdeka. Di seberang kantor Kostrad pimpinan Soeharto. Kalau tidak ada kaitan dengan Soeharto, bagaimana bisa G-30 S merebut RRI dan Telekomunikasi, tanpa Kostrad menghalanginya malam itu?

Latar Belakang Pemberontakan PKISetelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi yang membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan golongan Sosialis. Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang ting

Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan Kapten Untung Samsuri Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dari Moskow, Rusia.

Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Musso, a.l. Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.

Aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak menyatakan, bahwa pihak lainlah yang memulai. Banyak perwira TNI, perwira polisi, pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun dan sekitarnya yang diculik dan dibunuh.

Tanggal 10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) dan mobil 2 perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ke 3 orang tersebut dibunuh dan mayatnya dibuang di dalam hutan.

Demikian juga dr. Muwardi dari golongan kiri, diculik dan dibunuh. Tuduhan langsung

dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang melakukannya.

Di antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi yang namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.

Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI, termasuk Wakil Presiden Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan Partai Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman, Presiden AS yang mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman menyatakan, bahwa apabila ada satu negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka negara-negara tetangganya akan juga akan jatuh ke tangan komunis, seperti layaknya dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam memerangi komunis di seluruh dunia.

Kemudian pada 21 Juli 1948 telah diadakan pertemuan rahasia di hotel "Huisje Hansje" Sarangan, dekat Madiun yang dihadiri oleh Soekarno, Hatta, Sukiman, Menteri Dalam negeri, Mohamad Roem (anggota Masyumi) dan Kepala Polisi Sukanto, sedangkan di pihak Amerika hadir Gerald Hopkins (penasihat politik Presiden Truman), Merle Cochran (pengganti Graham yang mewakili Amerika dalam Komisi Jasa Baik PBB).

Dalam pertemuan Sarangan, yang belakangan dikenal sebagai "Perundingan Sarangan", diberitakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyetujui Red Drive Proposal (proposal pembasmian kelompok merah). Dengan bantuan Arturo Campbell, Sukanto berangkat ke Amerika guna menerima bantuan untuk kepolisian RI. Campbell yang menyandang gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta, sesungguhnya adalah anggota Central Intelligence Agency - CIA.

Diisukan, bahwa Sumarsoso tokoh Pesindo, pada 18 September 1948 melalui radio di Madiun telah mengumumkan terbentuknya Pemerintah Front Nasional bagi Karesidenan Madiun. Namun Soemarsono kemudian membantah tuduhan yang mengatakan bahwa pada dia mengumumkan terbentuknya Front Nasional Daerah (FND) dan telah terjadi pemberontakan PKI.

Dia bahwa FND dibentuk sebagai perlawanan terhadap ancaman dari Pemerintah Pusat Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan melalui radio menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Musso atau Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI.

Asal Mula Peristiwa Madiun

Peristiwa Madiun (atau Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan yang terjadi di Jawa Timur bulan September Desember 1948. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.

Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI. Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun yang tidak baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama.

Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhanbahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama).

Materi ini merupakan awal mula terjadinya G30SPKI yang menewaskan para petinggi TNI , mengenai runtut peristiwanya akan dibahas pada materi Pemberontakan G30SPKI .

Menjelang G-30-S/PKI 65 Subversi Palmer (1)

Tanggal 23 Mei 1965. Hari ulang tahun Partai Komunis Indonesia (PKI) ke-45 yang dirayakan secara besar-besaran di Jakarta, pada hakikatnya merupakan suatu pameran kekuatan. Di situ Ketua CC PKI, DN Aidit menyampaikan komando kepada seluruh jajaran partainya agar meningkatkan situasi revolusioner di segala bidang. Komando tersebut diwujudkan dalam bentuk rekayasa kontradiksi di bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial budaya guna terciptanya situasi krisis revolusioner. Maka munculah aksi-aksi massa yang mengobarkan slogan dan seruan yang disesuaikan dengan tuntutan PKI. Seruan itu berbunyi: Ganyang 7 (tujuh) setan desa.Ganyang 3 (tiga) setan kota. Ganyang KABIR (kapitalis birokrat). Bentuk kabinet gotong-royong berporoskan NASAKOM sekarang juga. Bentuk Angkatan ke-5. Adakan Pemilu II. Laksanakan MANIPOL (Manifesto Politik) dan DEKON (Deklarasi Ekonomi) secara konsekuen. Intensifkan konfrontasi dengan Malaysia dan bantu Vietnam Utara. Ganyang kebudayaan ngak-ngik-ngok (baca: kebudayaan Barat). Rangkaian kejadian pada periode menjelang peristiwa G-30-S/PKI disebut sebagai tahap ofensif revolusioner yang penuh dengan kegiatan dan upaya untuk memperoleh kewenangan politis dan psikologis yang strategik. Untuk maksud itu media komunikasi massa dikuasai dengan menduduki posisi-posisi kunci, antara lain di Kantor Berita Antara, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Radio Republik Indonesia (RRI). PKI juga menggerakkan aksi-aksi massa mengganyang KABIR, tuan-tuan tanah serta imperialisme AS. Sebagai contoh, aksi-aksi sepihak PKI di daerah Kediri (peristiwa Kanigoro), peristiwa Bandar Betsy di Sumatera Utara, penyerbuan terhadap Gubernur di Surabaya. Aksi revolusioner di berbagai kota juga tidak kalah hebatnya, seperti aksi-aksi pengganyangan terhadap BPS (Badan Pendukung Soekarnoisme), Manikebu (Manifesto Kebudayaan), Partai Murba, dan sebagainya.

Komisaris Politik Konfrontasi terhadap Malaysia dimanfaatkan oleh PKI dengan tuntutan dipersenjatainya buruh dan tani revolusioner, yang maksudnya mempersenjatai SOBSI dan BTI. Kepada pimpinan TNI-AD, PKI juga menuntut pembentukan komisaris politik di tiap-tiap angkatan sesuai gagasan Nasakomisasi. Tuntutan-tuntutan tersebut secara tegas ditolak oleh Menteri Panglima AD, Letjen A. Yani. PKI maju dengan tuntutan lain, yaitu gagasan pembentukan Angkatan ke-5 (didukung Men/Pangau Omar Dhani), tetapi sekali lagi ditolak mentah-mentah oleh Panglima AD. Dalam pada itu perang dingin tengah berkecamuk, dan Indonesia pun menjadi ajang perebutan pengaruh oleh kekuatan komunis Moskow dan komunis Beijing. Perlu dicatat bahwa dampak keretakan hubungan antara RRC dan Uni Soviet telah menempatkan PKI untuk mengambil jalan tengah, namun kemudian PKI segera condong ke Beijing. Situasi dan kondisi rawan Tanah Air pada waktu itu, bukan tidak mungkin bisa dimanfaatkan oleh intelijen asing, dan memang terbukti ada. Contoh konkret yang menjadi fokus tulisan ini adalah keberhasilan kerja sama dinas intelijen Cekoslowakia dan Uni Soviet (KGB) yang mampu mempengaruhi pendapat umum dan pemerintah Indonesia (termasuk Bung Karno) dengan menyebarkan benih kebencian terhadap AS hingga ke taraf yang histeris, bahkan mengancam hubungan diplomatik Indonesia-AS. Semua ini merupakan hasil olahan departemen D dinas intelijen Cekoslowakia dengan arahan KGB. Modal mereka hanya berupa peralatan sederhana dan beberapa agen penyalur (berita bohong) terutama Duta Besar RI kesayangan Menlu Subandrio, serta para wartawan yang sudah terbina. Kedua dinas intelijen berhasil menggunakan jalur-jalur anonim untuk mengirim dokumen palsu serta informasi bohong kepada tokoh-tokoh politik, organisasi massa dan redaktur koran-koran di Indonesia maupun negara lain.

Kegiatan Palmer Pada tahun 1964 muncul organisasi/gerakan Panitia Aksi Pemboikotan Film-film Amerika (Action Committee for the Boycott of United States Films), yang mencap film-film AS sebagai penyebab rusaknya moral dan semangat revolusioner bangsa Indonesia. Segera departemen D memanfaatkan aksi tersebut dengan memilih sasaran tokoh, William (Bill) Palmer, untuk dimainkan sebagai agen CIA imperialis Amerika yang paling utama di Indonesia. Bill Palmer adalah direktur asosiasi importir film Amerika (American Motion Picture Association in Indonesia-AMPAI). Tiba-tiba muncul tulisan khusus di koran Ceylon Tribune (12 September 1964) yang membongkar kegiatan subversif Palmer. Ia bahkan dinyatakan akan segera ke Malaysia untuk melancarkan kegiatan subversif terhadap Indonesia dari sana. Artikel tersebut dikutip

surat kabar Singapura (30 September 1964) yang diterbitkan oleh Barisan Sosialis. Ini menarik perhatian masyarakat luas di Indonesia dan Malaysia. Apalagi dengan berita kedatangan misi militer AS di Kuala Lumpur (11 Nopember 1964) yang oleh harian Warta Bhakti disebut AS terang-terangan memihak negara boneka yang dilahirkan oleh imperialis Inggris ! Bola panas yang dimainkan oleh dinas intel Cekoslowakia dan KGB terus bergulir. Kehadiran dan kegiatan kantor penerangan AS (USIS) di Indonesia diprotes dan perpustakaan USIS di Jakarta maupun Surabaya dihancurkan. Di tengah berlangsungnya operasi intelijen di atas tibalah di Jakarta Jenderal Agayant, kepala departemen pengelabuan KGB untuk mengevaluasi langsung hasil yang dicapai operasi Palmer. Dia merasa puas karena hubungan AS-RI telah mencapai titik yang sangat kritis. Praha pun siap. Isu lain yang dikembangkan dari keberhasilan operasi Palmer antara lain berita/isu bohong sebagai berikut: Pemerintah Malaysia menuduh Indonesia dan kaum ekstremis Malaysia berkomplot untuk melakukan kudeta. Bill Palmer telah mengungkapkan gerakan bawah tanah Indonesia kepada Malaysia. Bill Palmer terlibat dalam kegiatan subversif anti-Soekarno di Jawa dan Sumatera. CIA dan Palmer terlibat dalam komplotan untuk membunuh Soekarno, Subandrio dan A. Yani. Dalam pertemuan tahunan para panglima tentara (Rapim ABRI) seluruh Indonesia pada tanggal 28 Mei 1965, Bung Karno menandaskan bahwa kaum imperialis berusaha membunuhnya. Di pihak lain, DN Aidit mengingatkan Syam Kamaruzaman (April 1965) tentang situasi politik di Tanah Air sudah semakin gawat. Aidit menganggap bahwa fungsi, peranan, doktrin TNI AD akan menghambat PKI merealisasikan tujuan perjuangannya. Di SUAD (Staf Umum AD) pasti ada bagian yang mengendalikan politik. Hal ini tentu dihubungkan dengan Dewan Jenderal yang membahas jabatan, pangkat, karier para perwira tinggi. Istilah Dewan Jenderal, pertama kali diintroduksi oleh PKI, dan para jenderal yang dianggap sebagai tokoh-tokoh potensial penghambat program PKI ialah Jenderal A.H. Nasution, Letjen A. Yani, Mayjen Soeprapto, Mayjen S. Parman, Mayjen M.T.Harjono, Brigjen Sutojo, Brigjen D.I. Panjaitan dan Brigjen Ahmad Sukendro.

Kami sebagai penulis makalah ini menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam hal penulisan ataupun dalam hal ketatabahasaan. Oleh karena itu kami selaku penyusun makalah mengharapkan kriti dan sarannya yang bersifat membangun, dan demi perbaikan tugas untuk yang akan datang. Terimakasih