2
o Sen;n 123 17 18 19 OJan .Peb KOMPAS o Selasa 0 Rabu 456 7 20@22 o Mar OApr o Me; o Kamis 0 Jumat 8 9 10 11 23 24 25 26 OJun OJul 0 Ags o Sabtu 12 13 27 28 OSep OOkt . M;nggu 14 15 16 29 30 31 ONov ODes PERKOTAAN Orang-orangKalah dariJatinangor - ~-~ .... L ukisan karya Sri Sayek- ti-alumnus IKIP Ban- d_ung-itu, tambah Supri- atna, mewakili perasaan sebagian besar warga kampung Jatinangor dalam satu dekade terakhir. Pem- bangunan yang ekspansif dan membabi buta di sana justru membuat mereka merasa asing di kampungnya sendiri. Supriatna mengenang, dulu kaki Gunung Manglayang di uta- ra Jatinangor dipenuhi tanaman karet dan teh. Hanya dalam dua dekade kawasan itu berubah menjadi kompleks universitas, mulai dari IPDN (dulu STPDN), Universitas Winaya Mukti (Un- wim), Ikopin, hingga yang paling besar Universitas Padjadjaran (Unpad). Sawah dan tegalan di selatan, timur, dan barat Jatinangor da- lam seketika berubah menjadi wilayah kos-kosan-dari yang bu- tut sampai yang mewah, warung makan, restoran, kafe, lapangan futsal, perumahan, vila, hotel, mal, hingga apartemen. Adapim sejumput sawah yang tersisa di kaki bukit Geulis, sebagian sudah dipatoki tanda: "Dijual". Barangkali, sawah itu akan men- jadi sawah terakhir di Jatina- ngor. Penduduk Jatinangor pun ha- rus hidup berdampingan dengan mahasiswa dari berbagai dae- rah-bahkan mancanegara- yang kultur, gaya hidup, dan bahasanya berbeda. Sampai-sam- pai, sebagian penduduk Jatina- ngor berkesimpulan, pemba- ngunan di kawasan itu tidak memberikan banyak manfaat ke- pada mereka, tetapi sebaliknya merebut apa yang mereka dulu miliki, termasuk tanah yang menjadi modal utama mereka sebagai petani. Kenangan Agus Jumiatin (33), warga De- sa Caringin, 'menceritakan, tahun 1980-an, orangtuanya memiliki tlmah seluas 25 tumbak (l tum- bak setara dengan 14 meter per- segi). "Waktu itu tanah di sana harganya hanya Rp 32.000 per tumbak. Tiba-tiba datang orang kota yang berani beli Rp 35.000-Rp 100.000 per tumbak. Orangtua saya dengan senang ha- ti menjualnya dan tanah itu di- ubah pembelinya menjadi tem- pat kos-kosan," katanya. Setelah tanah itu dijual orang- tua Agus tidak punya apa-apa. Uang hasil penjualan tanah pun menguap begitu saja. Untuk me- nopang kehidupan keluarga, AguS bekeIja di kos-kosan yang berdiri di bekas tanah milik orangtuanya de- ngan upah Rp 200.000 per bulan. "Sayangepel kos-kosan yang dulu tanah leluhur saya," katanya. Sekarang dia tinggal menumpang di sepetak kamar milik mertuanya. Cerita Nungkurniasih (49), warga Desa Hegarmanah, tidak kalah menyedihkan. Dia mence- ritakan, selama tiga turunan ke- luarganya tinggal di tanah per- kebunan karet di Cikadu, Ja- tinangor yang dulu dikuasai Be- landa. Di tanah itu keluarganya dulu bertani dan memelihara domba. Tahun 1982tiba-tiba Nung dan keluarganya diminta pindah dari tanah tersebut dan diberi uang Rp 1,4juta. Tanah itu kemudian menjadi bagian dari kampus Unpad. Sete- lah itu keluarganya ti- dak punya rumah se- bagai tempat. tinggal. Akibatnya, sampai se- karang Nung dan ke- luarga terpaksa me- numpang tinggal di rumah kerabatnya. Keluarga Nung juga tidak memiliki tanah yang bisa diolah. Suaminya menjadi penganggur- an. Nung sendiri terpaksa bekeIja sebagai petugas kebersihan di kampus Fakultas Ilmu Ko- munikasi Unpad dengan upah Rp 600.000 per bulan. Ketika menyapu atau mengepel lantai gedung-gedung di kampus ter- sebut, Nung hanya bisa menge- nang bahwa kampus itu dulu adalah tempat dia bermain dan menggembala ternak. ~ - "Ngopi" di mal Bercerita tentang pembangun- an Jatinangor, pada akhirnya kita memang harus ber bicara tentang kisah orang-orang yang kalah. Kerap kali pembangunan bukan- nya menyejahterakan, tetapi jus- tru memiskinkan warga setem- pat. Kalaupun ada pekeIjaan untuk mereka, paling banter sebagai tu- kang ojek, tukang cud, dan sat- pam kos-kosan. "Mau dagang tidak punya mo- dal. Mau bekeIja, tidak punya ijazah," kata Supriatna. Mantan kepala sekolah sebuah SD di Ja- tinangor ini mengatakan, hingga tahun 2000-an, sebagian besar penduduk Jatinangor hanya lu- lusan SD. Dulu, tanpa punya ijazah, kata Supriatna, orang Jatinahgor bisa hidup. Betapa tidal<,alam mem- Kliping Humas Unpad 2010 berikan hampir seJUua kebutuh- an dasar mereka. Mata air di Gunung Manglayang mengalir- kan air minurri ke rumah-rumah warga, sawah-sawali di sebelah barat, timur, dan selatan Jati- nangor menghasilkan butir-butir padi yang bernas. ~uanya kini rusak. Alam bahk:p1 tidak lagi memberikan air bersih, tetapi mengirimkan baJ1iir setiap musim hujan. Sekarang, semua kebutuhan dasar disediakan mal; Persoalan- nya, warga Jatinangor kebanyak- an tidak punya uanguntuk mem- beli barang-barang mal. Yangbisa beli hanya mahasiswa dan para pendatang. "Kami hanya bisa menonton sambil membayangkan enaknya minum kopi di mal ~eperti ma- hasiswa yang keren-keren itu," kata Agus.

OJan o Mar OApr o Me; OJun OJul Ags OSep OOkt Orang-orang ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kompas-20100221-or... · futsal, perumahan, vila, hotel, mal, hingga apartemen

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: OJan o Mar OApr o Me; OJun OJul Ags OSep OOkt Orang-orang ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kompas-20100221-or... · futsal, perumahan, vila, hotel, mal, hingga apartemen

o Sen;n

12317 18 19

OJan .Peb

KOMPASo Selasa 0 Rabu

456 7

20@22

o Mar OApr o Me;

o Kamis 0 Jumat8 9 10 1123 24 25 26

OJun OJul 0 Ags

o Sabtu12 13

27 28

OSep OOkt

. M;nggu

14 15 1629 30 31

ONov ODes

PERKOTAAN

Orang-orangKalah

dariJatinangor- ~-~ ....

L ukisan karya Sri Sayek-ti-alumnus IKIP Ban-d_ung-itu, tambah Supri-

atna, mewakili perasaan sebagianbesar warga kampung Jatinangordalam satu dekade terakhir. Pem-bangunan yang ekspansif danmembabi buta di sana justrumembuat mereka merasa asingdi kampungnya sendiri.

Supriatna mengenang, dulukaki Gunung Manglayang di uta-ra Jatinangor dipenuhi tanamankaret dan teh. Hanya dalam duadekade kawasan itu berubahmenjadi kompleks universitas,mulai dari IPDN (dulu STPDN),Universitas Winaya Mukti (Un-wim), Ikopin, hingga yang palingbesar Universitas Padjadjaran(Unpad).

Sawah dan tegalan di selatan,timur, dan barat Jatinangor da-lam seketika berubah menjadi

wilayah kos-kosan-dari yang bu-tut sampai yang mewah, warungmakan, restoran, kafe, lapanganfutsal, perumahan, vila, hotel,mal, hingga apartemen. Adapimsejumput sawah yang tersisadi kaki bukit Geulis, sebagiansudah dipatoki tanda: "Dijual".Barangkali, sawah itu akan men-jadi sawah terakhir di Jatina-ngor.

Penduduk Jatinangor pun ha-rus hidup berdampingan denganmahasiswa dari berbagai dae-rah-bahkan mancanegara-yang kultur, gaya hidup, danbahasanya berbeda. Sampai-sam-pai, sebagian penduduk Jatina-ngor berkesimpulan, pemba-ngunan di kawasan itu tidakmemberikan banyak manfaat ke-pada mereka, tetapi sebaliknyamerebut apa yang mereka dulumiliki, termasuk tanah yang

menjadi modal utama merekasebagai petani.

Kenangan

Agus Jumiatin (33), warga De-sa Caringin, 'menceritakan, tahun1980-an, orangtuanya memilikitlmah seluas 25 tumbak (l tum-bak setara dengan 14 meter per-segi). "Waktu itu tanah di sanaharganya hanya Rp 32.000 pertumbak. Tiba-tiba datang orangkota yang berani beli Rp35.000-Rp 100.000 per tumbak.Orangtua saya dengan senang ha-ti menjualnya dan tanah itu di-ubah pembelinya menjadi tem-pat kos-kosan," katanya.

Setelah tanah itu dijual orang-tua Agus tidak punya apa-apa.Uang hasil penjualan tanah punmenguap begitu saja. Untuk me-nopang kehidupan keluarga,AguS bekeIja di kos-kosan yang

berdiri di bekas tanahmilik orangtuanya de-ngan upah Rp 200.000per bulan. "Sayangepelkos-kosan yang dulutanah leluhur saya,"katanya. Sekarang diatinggal menumpang disepetak kamar milikmertuanya.

Cerita Nungkurniasih (49),warga Desa Hegarmanah, tidakkalah menyedihkan. Dia mence-ritakan, selama tiga turunan ke-luarganya tinggal di tanah per-kebunan karet di Cikadu, Ja-tinangor yang dulu dikuasai Be-landa. Di tanah itu keluarganyadulu bertani dan memeliharadomba.

Tahun 1982tiba-tiba Nung dankeluarganya diminta pindah daritanah tersebut dan diberi uangRp 1,4juta. Tanah itu kemudian

menjadi bagian darikampus Unpad. Sete-lah itu keluarganya ti-dak punya rumah se-bagai tempat. tinggal.Akibatnya, sampai se-karang Nung dan ke-luarga terpaksa me-numpang tinggal di

rumah kerabatnya.Keluarga Nung juga tidak

memiliki tanah yang bisa diolah.Suaminya menjadi penganggur-an. Nung sendiri terpaksa bekeIjasebagai petugas kebersihandi kampus Fakultas Ilmu Ko-munikasi Unpad dengan upahRp 600.000 per bulan. Ketikamenyapu atau mengepel lantaigedung-gedung di kampus ter-sebut, Nung hanya bisa menge-nang bahwa kampus itu duluadalah tempat dia bermain danmenggembala ternak.

~ -"Ngopi" di mal

Bercerita tentang pembangun-an Jatinangor, pada akhirnya kitamemang harus ber bicara tentangkisah orang-orang yang kalah.Kerap kali pembangunan bukan-nya menyejahterakan, tetapi jus-tru memiskinkan warga setem-pat.

Kalaupun ada pekeIjaan untukmereka, paling banter sebagai tu-kang ojek, tukang cud, dan sat-pam kos-kosan.

"Mau dagang tidak punya mo-dal. Mau bekeIja, tidak punyaijazah," kata Supriatna. Mantankepala sekolah sebuah SD di Ja-tinangor ini mengatakan, hinggatahun 2000-an, sebagian besarpenduduk Jatinangor hanya lu-lusan SD.

Dulu, tanpa punya ijazah, kataSupriatna, orang Jatinahgor bisahidup. Betapa tidal<,alam mem-

Kliping Humas Unpad 2010

berikan hampir seJUuakebutuh-an dasar mereka. Mata air diGunung Manglayang mengalir-kan air minurri ke rumah-rumahwarga, sawah-sawali di sebelahbarat, timur, dan selatan Jati-nangor menghasilkan butir-butirpadi yang bernas. ~uanya kinirusak. Alam bahk:p1 tidak lagimemberikan air bersih, tetapimengirimkan baJ1iir setiapmusim hujan.

Sekarang, semua kebutuhandasar disediakan mal; Persoalan-nya, warga Jatinangor kebanyak-an tidak punya uanguntuk mem-beli barang-barang mal. Yangbisabeli hanya mahasiswa dan parapendatang.

"Kami hanya bisa menontonsambil membayangkan enaknyaminum kopi di mal ~eperti ma-hasiswa yang keren-keren itu,"kata Agus.

Page 2: OJan o Mar OApr o Me; OJun OJul Ags OSep OOkt Orang-orang ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kompas-20100221-or... · futsal, perumahan, vila, hotel, mal, hingga apartemen

$ebuah tukisankusambergambarwaja'"penuhketakutandantanganyangmenyerahtergantungdi dindingrumahSuprlatna(58), sesepuhd' Jatinangor,

Su~ng, JawaBarat."~kisan itub~l1d$ahtentang orang-orangkampungYJng::t,rgilas'r~ ~~~~dti,JatIRangof,~,kata Supriatnasambi!

',,<:_RlMla nlAM.., " " \ '

t(

KOMPAS/YULIA SAPTHIANI

BukitGeulisdan sawah di Desa Sayang, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, ini mungkin akan menjadi bukit dan sawah terakhir sebelum "ditanami" gedung, hotel, mal, atau apa saja yang dibutuhkan sebuah kota.