Upload
vuthien
View
274
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
OPTIMASI METODE PENETAPAN KADAR VITAMIN C
DALAM SEDIAAN INJEKSI
SECARA SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL
DENGAN AGEN PENGKOMPLEKS O-PHENANTHROLINE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Adityo Prihandono Digja
NIM : 048114097
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
ii
OPTIMASI METODE PENETAPAN KADAR VITAMIN C
DALAM SEDIAAN INJEKSI
SECARA SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL
DENGAN AGEN PENGKOMPLEKS O-PHENANTHROLINE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Adityo Prihandono Digja
NIM : 048114097
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
“JIKA KAMU BERPIKIR KALAH, MAKA KAMU AKAN KALAH.
JIKA KAMU BERPIKIR MENANG, MAKA KAMU AKAN
MENANG”
Kupersembahkan skripsiku ini untuk:
Bapak dan Ibu
Kakakku Nuki
Seseorang
Almamaterku
Teman-temanku semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul OPTIMASI METODE PENETAPAN KADAR VITAMIN C
DALAM SEDIAAN INJEKSI SECARA SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL
DENGAN AGEN PENGKOMPLEKS O-PHENANTHROLINE. Skripsi ini
disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing atas
kesabaran, pengertian, bantuan dan semangat selama penyusunan skripsi ini.
3. Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku Kaprodi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen penguji atas masukkan,
usulan serta saran yang berarti bagi penulis.
4. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji atas arahan dan semangat selama
penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Lin yang telah membantu untuk mendapatkan sampel untuk penelitian ini.
6. Mas Bimo yang membantu pelaksanaan penelitian di laboratorium Kimia
Analisis Instrumen, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
7. Bapak, Ibu serta seluruh keluarga atas doa restunya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
vii
8. Temanku Budi dan Leo atas belajar bersamanya hingga terselesaikannya
penelitian ini.
9. Teman-temanku atas persahabatan, dukungan, dan bantuannya: Ayu, Sisil,
Rosa, Lian, Chandy, Andri, Ika, Chika, Boris, Yoyo, Arie, Coco, Probo, Rudi,
Robert, Blangkon, Cawas dan Tintus.
10. Anak-anak kost Gambliz: mas Sigit, mas Dimas, mas Enggar, mas Ragil, mas
Firman, mas Emon, Ari, Ius, Iwan dan Robby atas persahabatan, bantuan, dan
dukungannya.
11. Teman-teman chatting ku: mbak Dina, Rissa, Sasya, Ranny, dan yang lainnya
atas dukungannya.
12. Teman-teman di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma angkatan 2004-
2007.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi
ini, sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini membantu dan bermanfaat bagi pembaca pada khususnya, dan
ilmu pengetahuan pada umumnya.
Yogyakarta, November 2008
Penulis
Adityo Prihandono Digja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ix
INTISARI
Vitamin C merupakan antioksidan yang diperlukan oleh tubuh.
Masyarakat dapat memperolehnya dengan mudah dan bentuk sediannya pun
bermacam-macam. Adanya peningkatan penggunaan vitamin C dalam bidang
farmasi dan pentingnya vitamin ini dalam tubuh, maka diperlukan suatu metode
analitik yang praktis, cepat, akurat, dan sensitif. Spektrofotometri visibel sebagai
salah satu metode yang menarik karena akurat, cepat, dan sensitif dapat digunakan
untuk penetapan kadar vitamin C. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimanakah akurasi, presisi, dan linearitas, dari metode analisis yang
digunakan.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat non-eksperimental
deskriptif. Kadar vitamin C ditentukan secara tidak langsung berdasarkan
kemampuannya mereduksi ion Fe3+
menjadi Fe2+
, yang selanjutnya
dikomplekskan dengan o-phenanthroline membentuk senyawa kompleks [Fe(o-
phenanthroline)3]2+
. Absorbansi maksimum diukur pada panjang gelombang
510,3 nm.
Hasil optimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa metode penetapan
kadar vitamin C dalam sediaan injeksi secara spektrofotometri visibel dengan
agen pengkompleks o-phenanthroline memiliki validitas yang baik dilihat dari
nilai akurasi, presisi dan linearitas. Limit of detection (LOD) dan limit of
quantitation (LOQ) untuk vitamin C berturut-turut sebesar 0,31 µg/ml dan 1,04
µg/ml.
Kata kunci : Vitamin C, spektrofotometri visibel, parameter validitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
x
ABSTRACT
Vitamin C is an antioxydant which is necessary for human body. People
can get it easily and this vitamin available in various form. The incresement usage
of vitamin C in the pharmacy field of work and it’s important to human body,
demanding analytic methods which are simple, fast, accurate, and sensitive.
Visible spectrophotomery, as one of the methods which is attractive because of its
accuracy, speedy, and sensitivity, is able to used for determining the content of
vitamin C. This study is conducted to know how the accuration, precision, and
linearity of the analitycal method which is used.
This study is a non-experimental descriptive. The content of vitamin C
deternined undirectly based on it’s capability in the reduction of Fe3+
ion to
become Fe2+
, which later complexitiated with o-phenanthroline and formed a
[Fe(o-phenanthroline)3]2+
complex. Maximum absorbance measured at wave
length 510.3 nm.
The optimation result obtained indicates that the visible
spectrophotometry for determining vitamin C in the form of injection with
complexity agent o-phenanthroline, have a good validity observed from the value
of accuration, precision, and linearity. Limit of detection (LOD) and limit of
quantitation (LOQ) for vitamin C repeatedly as big as 0.31 µg/ml and 1.04 µg/ml.
Keyword: Vitamin C, visible spectrophotometry, validities parameter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................................................v
PRAKATA.............................................................................................................vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...............................................................viii
INTISARI................................................................................................................ix
ABSTRACT...............................................................................................................x
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................1
1. Rumusan masalah..........................................................................3
2. Keaslian penelitian........................................................................3
3. Manfaat Penelitian........................................................................4
B. Tujuan Penelitian................................................................................5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA....................................................................6
A. Vitamin...............................................................................................6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
xii
B. Vitamin C.............................................................................................6
1. Struktur dan sifat kimia vitamin C................................................6
2. Stabilitas vitamin C.......................................................................7
3. Manfaat vitamin C.........................................................................8
C. Senyawa Kompleks.............................................................................9
D. Transisi Elektron di Dalam Kompleks [Fe(o-phenanthroline)3]2+
....10
E. Injeksi................................................................................................11
F. Penelitian Tentang Vitamin C yang Pernah Dilakukan....................11
1. Metode titrimetri.........................................................................11
2. Metode kolorimetri.....................................................................12
3. Metode spektrofotometri UV......................................................12
4. Metode spektrofotometri visibel.................................................13
G. Spektrofotometri Visibel...................................................................13
1. Deskripsi umum..........................................................................13
2. Interaksi elektron dengan radiasi elektromagnetik (REM).........14
3. Analisis kuantitatif secara spektrofotometri visibel....................16
4. Analisis kuantitatif zat tunggal....................................................17
H. Kesalahan Dalam Metode Analisis Instrumental..............................19
1. Kesalahan sistematik...................................................................19
2. Kesalahan tidak sistematik..........................................................20
I. Kesahihan Metode Analisis...............................................................20
1. Akurasi (accuracy)......................................................................22
2. Presisi (precision)........................................................................23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
xiii
3. Spesifisitas...................................................................................24
4. LOD (limit of detection)dan LOQ (limit of quantitation)...........24
5. Linearitas.....................................................................................25
6. Rentang.......................................................................................25
J. Landasan Teori..................................................................................25
K. Hipotesis............................................................................................26
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................27
A. Jenis dan Rancangan Penelitian........................................................27
B. Definisi Operasional..........................................................................27
C. Bahan Penelitian................................................................................28
D. Alat Penelitian...................................................................................28
E. Tata Cara Penelitian..........................................................................28
1. Pembuatan larutan.......................................................................28
2. Optimasi metode.........................................................................29
3. Penetapan kadar vitamin C dalam sediaan injeksi......................30
F. Analisis Hasil....................................................................................32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................53
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................54
LAMPIRAN..........................................................................................................57
BIOGRAFI PENULIS...........................................................................................69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Parameter analitik tiap-tiap kategori uji.........................................21
Tabel II. Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi
analit pada matriks.........................................................................23
Tabel III. Data replikasi seri kurva baku vitamin C......................................41
Tabel IV. Data replikasi kurva baku vitamin C dengan penyesuaian satuan
kadar...............................................................................................42
Tabel V. Data absorbansi kompeks (Fe-o-phen) dan kadar vitamin C dalam
sampel injeksi (batch A)................................................................45
Tabel VI. Data absorbansi kompeks (Fe-o-phen) dan kadar vitamin C dalam
sampel injeksi (batch B)................................................................45
Tabel VII. Data absorbansi kompeks (Fe-o-phen) dan kadar vitamin C dalam
sampel injeksi (batch C)................................................................46
Tabel VIII. Data recovery dengan metode adisi baku vitamin C (2 µg/ml) dan
perhitungannya..............................................................................47
Tabel IX. Data recovery dengan metode adisi baku vitamin C (4 µg/ml) dan
perhitungannya..............................................................................48
Tabel X. Penetapan recovery sediaan injeksi...............................................48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur vitamin C............................................................................7
Gambar 2. Reaksi oksidasi vitamin C dengan oksigen......................................8
Gambar 3. Kompleks [Fe(o-phenanthroline)3]2+
...............................................9
Gambar 4. Tingkat energi elektron..................................................................14
Gambar 5. Reaksi redoks antara ion Fe3+
dan asam askorbat..........................35
Gambar 6. Reaksi pembentukan senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+
...........36
Gambar 7. Spektra operating time dari kadar tengah kurva baku vitamin C...38
Gambar 8. Spektra absorbansi maksimum tiga seri kadar larutan baku vitamin
C setelah direaksikan dengan FeCl3.6 H2O dan o-
phenanthroline...............................................................................40
Gambar 9. Absorban kompleks Fe2+
dengan o-phenanthroline vs kadar
vitamin C (replikasi ketiga)............................................................43
Gambar 10. Spektra absorbansi maksimum antara sampel (A) dan larutan baku
vitamin C (4 µg/ml) (B) setelah direaksikan dengan FeCl3.6 H2O
dan o-phenanthroline.....................................................................50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil pembuatan kurva baku vitamin C dan perhitungannya........57
Lampiran 2. Hasil penetapan kadar vitamin C dalam sediaan injeksi................61
Lampiran 3. Data dan contoh perhitungan baku vitamin C untuk metode
adisi...............................................................................................63
Lampiran 4. Data recovery dan contoh perhitungannya dengan metode
adisi baku (2 µg/ml)......................................................................65
Lampiran 5. Perhitungan LOD (Limit of Detection) dan LOQ
(Limit of Quantitation).................................................................67
Lampiran 6. Sertifikat analisis vitamin C.........................................................68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air dan merupakan nutrien
penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin C juga dikenal
dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat (Anonim, 2006).
Vitamin C terdapat dalam berbagai konsentrasi pada berbagai bahan-
bahan alami. Biasanya vitamin C ditambahkan pada berbagai produk sediaan
farmasi sebagai bahan utama, stabiliser untuk vitamin B kompleks, dan sebagai
antioksidan (Arya et al., 1998). Pada jaringan fungsi utama tubuh, vitamin C
berperan dalam sintesis kolagen, proteoglikan, dan zat organik matriks antar sel
lainnya misalnya pada tulang, gigi, dan endotel kapiler. Dalam proses sintesis
kolagen selain berperan dalam hidroksilasi prolin vitamin C juga nampaknya
berperan untuk menstimulasi sintesis peptida kolagen secara langsung. Pada
penderita skorbut, gangguan sintesis kolagen terlihat sebagai kesulitan
penyembuhan luka, gangguan pembentukan gigi dan pecahnya kapiler yang
menyebabkan perdarahan. Pecahnya kapiler ini disebabkan karena adhesi sel-sel
endotel yang kurang baik dan mungkin juga karena ada gangguan pada jaringan
ikat perikapiler sehingga kapiler mudah pecah (Ganiswara, 2003).
Masyarakat sekarang ini sudah tidak asing lagi dengan vitamin C.
Mereka dapat mendapatkannya di apotek, toko obat, dan juga di warung-warung.
Bentuk sediaan vitamin C bermacam-macam seperti tablet, sirup, injeksi, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
2
kapsul. Melihat adanya peningkatan penggunaan vitamin C dalam bidang farmasi
dan pentingnya vitamin ini dalam tubuh, maka diperlukan suatu metode analitik
yang praktis, cepat, akurat, dan sensitif. Spektrofotometri visibel sebagai salah
satu metode yang menarik karena keakuratan, kecepatan, dan sensitifitasnya dapat
digunakan untuk penetapan kadar vitamin C. Penulis melakukan optimasi metode
ini dikarenakan metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar vitamin C
belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga perlu dilakukan optimasi
menggunakan sampel yang sederhana. Sediaan injeksi dipilih sebagai sampel
karena sediaan ini spesifik hanya mengandung vitamin C. Harapannya, hasil dari
optimasi metode ini dapat diaplikasikan pada sediaan lain yang lebih kompleks
dan mengandung vitamin C.
Vitamin C dapat ditetapkan kadarnya dengan menggunakan prinsip
reduksinya pada ion-ion logam. Vitamin C memiliki sifat reduktor yang kuat
sehingga mampu mereduksi bentuk ion Fe 3+
akan menjadi Fe2+
. Bentuk tereduksi
(Fe2+
) akan direaksikan dengan agen pengkompleks o-phenanthroline dan
membentuk senyawa kompleks berwarna jingga (λmaks= 510 nm). Banyaknya ion
Fe2+
yang membentuk kompleks dengan o-phenanthroline menggambarkan
banyaknya vitamin C yang terkandung di dalamnya (Arya et al., 1998). Namun,
dari hasil penelitian Arya et al. (1998) tidak dicantumkan persyaratan
validitasnya. Supaya metode ini mempunyai hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan, maka perlu dilakukan validasi metode. Suatu metode
dikatakan mempunyai validitas yang baik apabila memenuhi persyaratan validitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
3
seperti akurasi, presisi, dan linearitas yang didukung juga oleh LOD dan LOQ
senyawa yang dianalisis.
1. Rumusan Masalah
Bagaimanakah parameter akurasi, presisi, linearitas, hasil optimasi
metode penetapan kadar vitamin C dalam sediaan injeksi secara spektrofotometri
visibel dengan agen pengkompleks o-phenanthroline?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang optimasi metode
penetapan kadar vitamin C dalam sediaan injeksi secara spektrofotometri visibel
dengan agen pengkompleks o-phenanthroline belum pernah dilakukan.
Penelitian tentang penetapan kadar vitamin C yang pernah dilakukan
yaitu, penetapan kadar vitamin C dalam minuman serbuk instan secara
spektrofotometri ultraviolet dengan alkaline background correction pernah
dilakukan Febrianti (2004), penetapan kadar vitamin C dalam minuman sari
penyegar secara spektrofotometri ultraviolet dengan alkaline background
correction pernah dilakukan oleh Lestari (2005), perbandingan metode penetapan
kadar vitamin C dalam kapsul secara kolorimetri dengan pereaksi 1-kloro-2,4
dinitrobenzen dan spektrofotometri ultraviolet pernah dilakukan oleh Mariany
(2003), perbandingan metode penetapan kadar vitamin C dalam sirup
multivitamin secara spektrofotometri ultraviolet dengan alkaline background
correction dan kolorimetri dengan pereaksi 1-kloro-2,4 dinitrobenzen pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
4
dilakukan oleh Sutikno (2003) dan perbandingan metode penetapan kadar vitamin
C dalam tablet secara spektrofotometri ultraviolet dengan alkaline background
correction dan kolorimetri dengan pereaksi 1-kloro-2,4 dinitrobenzen pernah
dilakukan oleh Kharma (2003).
Beberapa penelitian tentang penetapan kadar vitamin C, pernah
dilaporkan dalam literatur. Antara lain titrasi dengan 2-6-diklorofenol indofenol,
iodium, dan bromosuksinimida. Selain itu, vitamin C ditetapkan secara kolometri
dengan turunan anilin seperti: 4-metoksi-2-nitroanilin, p-nitroanilin, dan 4-
nitrobenzen diazonium fluoroborat (Hashmi, 1973).
Menurut Fung and Luk (1985), metode-metode seperti titrimetri,
spektrofotometri dengan atau tanpa penambahan warna, dan kombinasi dari
berbagai metode yang lain juga pernah digunakan untuk penetapan kadar vitamin
C.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Metodologis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan metode alternatif untuk menetapkan
kadar vitamin C.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
metode atraktif yang dapat digunakan untuk menetapkan kadar vitamin C.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
5
B. Tujuan Penelitian
Menetapkan parameter validasi meliputi linearitas, akurasi, dan presisi
pada optimasi metode penetapan kadar vitamin C dalam sediaan injeksi secara
spektrofotometri visibel dengan agen pengkompleks o-phenanthroline.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Vitamin
Menurut Widjajanti (1988), vitamin didefinisikan sebagai suatu senyawa
organik yang terdapat di dalam makanan yang dalam jumlah kecil dibutuhkan
oleh makhluk hidup untuk dapat mempertahankan kehidupannya secara normal.
Vitamin tidak dapat disintesis di dalam tubuh manusia atau disintesis dalam
jumlah sangat sedikit sehingga harus didapatkan dari sumber lain (Sartono, 1993).
Mutschler (1991) berpendapat bahwa makanan sehari-hari mengandung
vitamin dalam jumlah yang diperlukan oleh tubuh, akan tetapi kandungan vitamin
dalam makanan bervariasi tergantung pada cara produksi, penyimpanan, dan
penyiapannya. Vitamin C sangat peka terhadap panas dan udara. Khususnya sayur
yang dimasak berlebihan, akan merusak aktivitasnya dalam jumlah besar
(Poedjiadi, 1994).
B. Vitamin C
1. Struktur dan sifat kimia vitamin C
Asam askorbat atau yang lebih dikenal dengan vitamin C mengandung
tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6, berupa hablur atau
serbuk putih atau agak kuning, tidak berbau dan berasa asam. Oleh pengaruh
cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Vitamin C dalam keadaan kering
stabil diudara sedangkan dalam larutan cepat teroksidasi (Anonim, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
7
Walaupun vitamin C stabil dalam keadaan kering, tetapi mudah rusak
atau terdegradasi jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara,
logam-logam seperti Cu, dan Fe (terutama jika vitamin C terdapat bersama-sama
dengan riboflavin) (Andarwulan, 1992). Struktur vitamin C seperti gambar 1.
OH
OH
HO
OO
HO
2
3
1
4
Gambar 1. Struktur vitamin C
Vitamin C memiliki sifat pereduksi yang kuat karena struktur endiol pada
atom C ke 2 dan ke 3 dapat dioksidasi menjadi gugus diketo. Vitamin C
digolongkan ke dalam kelompok senyawa yang disebut reduktor. Semua senyawa
yang termasuk golongan reduktor berada dalam sistem oksidasi-reduksi (redoks)
yang bersifat reversibel (Andarwulan, 1992).
2. Stabilitas vitamin C
Vitamin C lebih stabil dalam bentuk kristal, tetapi mudah rusak atau
terdegradasi jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara
(oksigen) (seperti gambar 2), katalisator logam seperti Cu dan Fe, cahaya, suhu,
konsentrasi gula dan garam, pH, enzim, konsentrasi awal baik dalam larutan
maupun sistem model dan rasio antara asam askorbat dan dehidro asam askorbat
(Andarwulan, 1992).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
8
OH
OH
HO
OO
HO [2H]
O
OH
HO
OO
O
Asam askorbat Asam dehidroaskorbat
Gambar 2. Reaksi oksidasi vitamin C dengan oksigen (Murray et al., 1995)
Vitamin C adalah asam L-askorbat, suatu lakton derivat gula dari
glukosa. Sebagai bahan pereduksi yang kuat, asam askorbat mudah kehilangan
dua atom hidrogen untuk menjadi asam L-dehidroaskorbat, yang juga memiliki
aktivitas vitamin C. Namun, jika cincin lakton dihidrolisis untuk menghasilkan
asam L-diketoglukonat, maka aktivitas vitamin hilang (Armstrong, 1995).
3. Manfaat vitamin C
Vitamin C memiliki banyak peranan yang penting dalam tubuh manusia,
antara lain: sebagai koenzim dalam hidroksilasi prolin dan lisin menjadi
hidroksiprolin dan hidroksilisin yang merupakan bahan pembentukan kolagen,
oksidasi fenilalanin menjadi tirosin, sintesis lipid dan protein. Sintesis hormon
steroid dari kolesterol, mengubah asam folat menjadi bentuk aktif asam folinat
(Poedjiadi, 1994). Selain itu, vitamin C berfungsi untuk meningkatkan aktivitas
enzim amidase yang berperan dalam pembentukan hormon oksitosin dan hormon
antidiuretik. Meningkatkan absorbsi besi dengan mereduksi ion feri menjadi fero
di dalam lambung (Ganiswara, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
9
C. Senyawa Kompleks
Menurut Day and Underwood (1996), senyawa kompleks adalah
senyawa yang terbentuk oleh reaksi suatu ion logam (kation) dengan suatu anion
atau molekul atom netral. Ion logam dalam kompleks itu disebut atom pusat, dan
gugus yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Banyaknya ikatan yang
dibentuk oleh atom logam pusat disebut bilangan koordinasi logam itu.
Salah satu contoh senyawa kompleks adalah senyawa kompleks Fe2+
-o-
phenanthroline. Senyawa induknya mempunyai sepasang atom nitrogen yang
terdapat di molekul o-phenanthroline sehingga kedua atom nitrogen itu dapat
membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan ion Fe2+
. Tiga molekul o-
phenanthroline dapat bersenyawa dengan satu ion Fe2+
membentuk senyawa
kompleks yang sering disebut ferroin. Kompleks Fe(o-phenanthroline)32+
memiliki beberapa sifat: perubahan warnanya sangat tajam, larutannya mudah
dibuat, dan cukup mantap selama penyimpanan, namun kompleks ini mudah
terurai pada suhu > 600
C (Rivai, 1995). Kompleks Fe(o-phenanthroline)32+
disajikan dalam gambar 3 berikut ini:
N
N
NN
N
N
Fe
2+
Gambar 3 . Kompleks [Fe(o-phenanthroline)3] 2+
(Rivai, 1995)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
10
D. Transisi Elektron di Dalam Kompleks [Fe(o-phenanthroline)3]2+
Penyerapan radiasi elektromagnetik oleh kompleks logam disebabkan
satu atau lebih transisi berikut:
a. Eksitasi elektron suatu ion logam
Eksitasi elektron suatu ion logam memiliki daya serap molar (ε) rendah
1-100 (L.mol-1
.cm-1
). Oleh karena itu, tak dapat digunakan untuk analisis
kuantitaif (Christian, 2004).
b. Eksitasi elektron di dalam ligan
Ada dua transisi elektron yang dapat terjadi di dalam ligan, yakni transisi
elektron dari π → π* dan n → π
* (Christian, 2004).
c. Transisi transfer muatan
Warna suatu senyawa kompleks terbentuk karena adanya transisi
transfer muatan. Hal ini terjadi karena perpindahan elektron dari ion logam ke
ligan dan sebaliknya dari ligan ke ion logamnya. Daya serap molar (ε) transfer
muatan berkisar antara 10.000-100.000 (L.mol-1
.cm-1
) (Christian, 2004).
Menurut Ohannesian and Streeter (2002), warna intens yang terbentuk
pada kompleks [Fe(o-phenanthroline)3]2+
adalah contoh transisi d→π*. Pada
transisi ini terjadi transisi elektron yaitu dari orbital elektron d yang dimiliki ion
logam ke orbital π*
yang dimiliki ligannya. Teori ini dapat menjelaskan mengapa
ion logamnya (Fe) disebut donor elektron dan ligannya (o-phenanthroline)
sebagai akseptor elektron.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
11
E. Injeksi
Injeksi adalah pemberian larutan (atau suspensi) ke dalam tubuh untuk
tujuan terapetik atau diagnostik. Sediaan injeksi dapat dimasukkan dalam aliran
darah tetapi juga dalam jaringan dan dalam organ. Jika hanya sejumlah kecil
volume dimasukkan (misalnya 1, 2, 5, sampai 20 ml) dalam organisme, disebut
dengan injeksi (injectio = membuang ke dalam, injectabilia). Sebaliknya, jika
volume yang digunakan lebih besar (misalnya 1 atau beberapa liter) maka disebut
infusi (infisio = penuangan ke dalam, infindibilia). Bentuk ini dinyatakan sebagai
pemasukan parenteral suatu obat (par enteron = di luar usus) dan sebaliknya,
penerapan enteral berlangsung melalui saluran lambung-usus (Voigt, 1994).
Injeksi asam askorbat adalah larutan steril asam askorbat dalam air untuk
injeksi, yang dibuat dengan penambahan natrium hidroksida, natrium karbonat,
atau natrium bikarbonat; mengandung asam askorbat tidak kurang dari 90,0% dan
tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).
F. Penetapan Kadar Vitamin C yang Pernah Dilakukan
1. Metode Titrimetri
Metode ini menggunakan seng oksidator sebagai baku seperti yodium,
N-bromosuksinamida, 2,6-diklorofenol-indofenol, iodium klorida dan sebagainya
yang didasarkan pada reduksi seng-seng tersebut oleh vitamin C (Fung and Luk,
1985). Metode ini cepat dan tidak memerlukan biaya mahal namun hanya dapat
digunakan untuk menetapkan vitamin C murni, karena adanya reduktor lain akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
12
mengaburkan titik akhir titrasi sehingga kadar yang diperoleh lebih besar dari
kadar yang sebenarnya (Andarwulan, 1995).
2. Metode Kolorimetri
Prinsip metode ini adalah pengukuran absorban sinar oleh senyawa
berwarna yang terbentuk dari hasil reaksi antara vitamin C dengan pereaksi-
pereaksi seperti 4-metoksi-nitroanilin, p-nitroanilin, 4-nitrobenzen diazonium
fluoborat, asam 3,4-dinitro benzoat, dan sebagainya (Hashmi, 1973). Metode
kolorimetri menggunakan pereaksi 1-kloro-2,4-dinitrobenzen (CDNB) memiliki
kelemahan yaitu seperti terganggu oleh adanya monosakarida dan disakarida
(Qureshi et al., 1990)
3. Metode Spektrofotometri UV
Metode ini adalah yang praktis dan cepat untuk menetapkan kadar
vitamin C karena dapat dilakukan tanpa pemisahan terlebih dahulu. Prinsip
metode ini adalah pengukuran absorban radiasi elektromagnetik oleh vitamin C di
daerah ultraviolet. Menurut Fung and Luk (1985), pengukuran vitamin C dapat
terganggu oleh adanya senyawa lain yang ikut memberikan absorban pada λ
maksimum vitamin C, namun hal ini dapat diatasi dengan melakukan pengukuran
absorban koreksi latar (background correction). Metode ini memiliki kelemahan
yaitu adanya proses dekomposisi termal yang memakan waktu cukup lama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
13
4. Metode Spektrofotometri Visibel
Vitamin C dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri visibel.
Vitamin C memiliki sifat reduktor yang kuat sehingga mampu mereduksi bentuk
ion Fe 3+
akan menjadi Fe2+
. Bentuk tereduksi (Fe2+
) akan direaksikan dengan
agen pengkompleks o-phenanthroline dan membentuk senyawa kompleks
berwarna jingga. Banyaknya ion Fe2+
yang membentuk kompleks dengan o-
phenanthroline menggambarkan banyaknya vitamin C yang terkandung di
dalamnya dan senyawa kompleks yang terbentuk, absorbansinya diukur dalam
rentang daerah panjang gelombang visibel (λmaks= 510 nm) (Arya et al., 1998).
G. Spektrofotometri Visibel
1. Deskripsi Umum
Spektrofotometri UV/Visibel adalah anggota teknik analisis
spektroskopik yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet
dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan menggunakan
instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Spektrofotometri
serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan
molekul atau atom dari suatu zat kimia (Anonim, 1995).
Analisis dengan spektrofotometri UV-Vis selalu melibatkan pembacaan
absorban radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang
diteruskan. Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmitan
dengan satuan persen (%T) (Mulja dan Suharman, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
14
2. Interaksi elektron dengan radiasi elektromagnetik (REM)
Jenis-jenis absorpsi yang dapat terjadi antara lain :
a. Absorpsi yang melibatkan transisi elektron π, σ dan n
Ada tiga macam distribusi elektron di dalam suatu senyawa organik
secara umum yang selanjutnya dikenal sebagai orbital elektron pi (π), sigma (σ),
dan elektron tidak berpasangan (n). Apabila pada suatu molekul dikenakan radiasi
elektromagnetik maka akan terjadi eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih
tinggi yang dikenal sebagai elektron anti-bonding (Mulja dan Suharman, 1995).
Menurut Skoog et al. (1998) macam-macam transisi yang mungkin
terjadi antara lain : σ→σ*, n→σ
*, n→π
*, π→π
* seperti gambar 4 di bawah ini:
Gambar 4. Tingkat energi elektron
Transisi σ→σ*
Dibandingkan tipe transisi yang lain, tipe ini butuh energi yang besar
untuk menginduksikan suatu transisi σ→σ*
dan terjadi dalam daerah ultraviolet
jauh. Transisi ini terjadi karena suatu elektron yang terdapat dalam orbital σ dalam
suatu molekul, tereksitasi ke orbital antibonding. Contohnya pada metana yang
memiliki ikatan C-C dan C-H (Skoog et al., 1998).
Energy
σ*
(Antibonding)
π * (Antibonding)
n (Nonbonding)
π (Bonding)
σ (Bonding)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
15
Transisi n→σ*
Senyawa yang jenuh dan mempunyai elektron n menyendiri (tidak
berpasangan seperti nitrogen, oksigen, sulfur, fosfor atau salah satu halogen,
mampu melakukan transisi n→σ*
apabila terkena radiasi elektromagnetik. Energi
transisi yang dibutuhkan lebih kecil daripada transisi σ→σ
* dan memiliki panjang
gelombang 150-250 nm (Skoog et al., 1998).
Transisi n→π *
Transisi tipe ini meliputi transisi elektron-elektron heteroatom tidak
berikatan ke orbital π *
antibonding. Absorbannya terjadi pada panjang dan
intensitas yang rendah. Transisi ini memperlihatkan adanya pergeseran
batokromik dalam pelarut-pelarut yang lebih polar (Skoog et al., 1998).
Transisi π→π *
Transisi ini terjadi karena adanya ikatan rangkap dua dan tiga dari
senyawa organik, yaitu dapat berupa alkena dan alkuna yang lebih mudah untuk
tereksitasi dengan adanya radiasi elektromagnetik. Transisi ini juga yang paling
mudah terbaca dan bertanggung jawab terhadap spektra elektronik panjang
gelombang antara 200-700 nm. Dengan adanya konjugasi antara dua atau lebih
kromofor maka dapat menggeser panjang gelombang absorbansi maksimum pada
panjang gelombang yang lebih panjang (Skoog et al., 1998).
b. Absorpsi yang melibatkan transisi elektron d dan f
Kebanyakan terjadi pada logam transisi. Untuk golongan logam transisi
seri pertama dan kedua, transisi elektronik dari elektron 3d dan 4d yan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
16
bertanggung jawab terhadap proses absorpsinya. Logam transisi memiliki orbital
d yang masih kosong sebagian (3d dan 4d) yang dapat mengakomodasi sepasang
elektron dan berikatan dengan suatu ligan membentuk kompleks serta
menghasilkan spektra tertentu. Berikut ini merupakan urutan ligan berdasarkan
kekuatan medan yang ditimbulkannya I − < Br − < Cl − < F − < OH − < C2O4
−2 ≈
H2O < SCN − < NH3 < etilendiamina < o-phenanthroline < NO2− < CN − .
Semakin besar kekuatan medan, maka panjang gelombang maksimumnya akan
menurun karena energinya meningkat (Skoog et al., 1998).
c. Absorpsi yang melibatkan charge transfer
Untuk tujuan analisis, absorpsi pada charge transfer sangat penting
karena absorbtivitas molarnya sangat besar (εmaks > 10.000). Oleh karena itu,
kompleks memberikan sensitivitas untuk mendeteksi dan mendeterminasi
absorban. Banyak kompleks anorganik yang menunjukkan absorpsi pada charge
transfer dan akhirnya disebut charge transfer complexes. Salah satu contohnya
adalah kompleks Fe2+
dengan o-phenanthroline (Skoog et al., 1998).
3. Analisis kuantitatif secara spektrofotometri visibel
Analisis dengan spektrofotometri UV-Vis selalu melibatkan pembacaan
absorban radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang
diteruskan. Kedua pembacaan absorban tersebut dikenal sebagai absorban (A)
tanpa satuan dan transmitan dengan satuan persen (%T) (Mulja dan Suharman,
1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
17
Bouger, Lambert dan Beer membuat formula secara matematik
hubungan antara transmitan atau absorban terhadap intensitas radiasi atau
konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan yang mengabsorpsi sebagai :
T = o
t
I
I = 10
–ε.c.b ...(1)
A = logT
1= ε.c.b ...(2)
dimana: T = persen transmitan; Io = intensitas radiasi yang datang; It = intensitas
radiasi yang diteruskan; ε = absorbansi molar (Lt.mol-1
cm-1
); c = konsentrasi
(mol Lt-1
); b = tebal larutan (cm); dan A = absorban (Mulja dan Suharman,
1995).
Untuk pembacaan absorban (A) atau transmitan (T) pada daerah yang
terbatas, kesalahan penentuan kadar hasil analisis dinyatakan sebagai :
C
∆C=
T
∆T
Tlog
0,4343. ...(3)
∆T adalah nilai rentang skala transmitan terkecil dari alat yang masih
dapat terbaca pada analisis dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Pembacaan
A (0,2-0,8) atau %T (15-65%) akan memberikan persentase kesalahan analisis
yang dapat diterima (0,5-1%) untuk ∆T = 1% (Mulja dan Suharman, 1995).
4. Analisis kuantitatif zat tunggal
Menurut Mulja dan Suharman (1995) ada 4 cara pelaksanaan analisis
kuantitatif zat tunggal, yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
18
1. Membandingkan absorban zat yang akan dianalisis dengan reference standard
pada panjang gelombang maksimum. Persyaratannya, pembacaan nilai
absorban sampel dan reference standard tidak berbeda jauh.
(RS) (RS) (S)(S) C .A C . A = ...(4)
Keterangan: A(S) = absorban larutan sampel
C(S) = konsentrasi larutan sampel
A(RS) = absorban reference standard
C(RS) = konsentrasi reference standard
2. Menggunakan kurva baku dari larutan reference standard dengan pelarut
tertentu dengan panjang gelombang maksimum. Lalu dibuat sistem koordinat
Cartesian dimana sebagai ordinat adalah absorban dan sebagai absis adalah
konsentrasi.
3. Menghitung harga serapan jenis ( %1
cm 1E ) larutan sampel pada pelarut tertentu
(pada λmaks) dan dibandingkan dengan serapan jenis yang dianalisis, yang
tertera pada buku resmi.
4. Memakai perhitungan nilai daya serap molar (ε), sama dengan cara yang
ketiga hanya saja perhitungan daya serap molar lebih tepat karena melibatkan
berat molekul (BM).
ε = %1
cm 1E x BM x 10-1
…(5)
(Mulja dan Suharman, 1995)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
19
H. Kesalahan Metode Analisis Instrumental
Kesalahan metode analisis bersumber pada metode, dan prosedur
analisis senyawa yang ditentukan, instrumen yang digunakan, dan faktor manusia
yang mengerjakannya. Kesalahan metode analisis kimia ada dua macam, yaitu:
1. Kesalahan sistematik
Kesalahan sistematik sering disebut sebagai kesalahan prosedur yang
artinya hasil analisis menyimpang secara tetap dari nilai kadar yang sebenarnya
karena proses pelaksanaan analisis. Kesalahan sistematik ini dapat diketahui
penyebabnya, misalnya kesalahan instrumen karena penurunan tegangan listrik
dan efek temperatur detektor. Kesalahan sistematik disebabkan dua sumber, yaitu:
a. Kesalahan pada metode analisis, agak sulit dideteksi karena kesalahan pada
metode analisis ini antara lain disebabkan sifat fisika kimia dan kimia dari
reagen yang dipakai tidak memadai secara ideal. Demikian juga reaksi yang
tidak sempurna merupakan salah satu penyebab kesalahan ini.
b. Kesalahan individu adalah kesalahan yang timbul karena kesalahan individu
dalam hal pembacaan atau pembacaan instrumen yang dihadapi.
Untuk menghindari kesalahan dan memperkecil kesalahan sistematik ada
beberapa hal yang dapat dilakukan:
1. Kalibrasi instrumen secara berkala.
2. Pemilihan metode dan prosedur standar dari badan resmi.
3. Pemakaian bahan kimia dengan derajat untuk analisis (pro analysis = p.a).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
20
4. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan ilmuwan yang bekerja di
laboratorium analisis (Mulja dan Suharman, 1995).
2. Kesalahan Tidak Sistematik
Kesalahan ini juga sering disebut kesalahan random yang artinya
penyimpangan dari hasil penentuan kadar dengan instrumen yang disebabkan
fluktuasi yang berasal dari instrumen yang digunakan. Kesalahan tidak sistematik
dapat disebabkan derau instrumen, penyebabnya tidak diketahui dan tidak
terkontrol. Meningkatnya kesalahan tidak sistematik disebabkan tiap-tiap bagian
instrumen memberikan nilai derau kumulatif. Pemakaian instrumen dengan
kualitas yang sangat baik jelas akan menekan nilai kesalahan sistematik ini (Mulja
dan Suharman, 1995).
I. Kesasihan Metode Analisis
Kesahihan metode analisis diartikan sebagai suatu prosedur yang
digunakan untuk membuktikan bahwa metode analisis tersebut dapat memberikan
hasil seperti yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai.
Metode analisis instrumen merupakan metode yang terpilih dan memadai untuk
mengantisipasi persoalan analisis yaitu sangat kecilnya kadar senyawa yang
dianalisis dan kompleksnya matriks sampel yang dianalisis (Mulja dan Suharman
1995).
Menurut The United States Pharmacopiea (USP) 28 (2005), ada
beberapa kategori uji secara umum yang harus dipenuhi untuk validitas data yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
21
a. Kategori I
Metode-metode analitik yang digunakan untuk mengukur secara
kuantitatif sejumlah besar komponen dari serbuk obat atau senyawa aktif
(termasuk preservative) dalam sediaan obat jadi termasuk dalam kategori I.
b. Kategori II
Metode-metode analitik yang digunakan untuk penentuan kemurnian
dalam serbuk obat atau penentuan senyawa degradasi dalam sediaan obat jadi
termasuk dalam kategori II.
c. Kategori III
Metode-metode analitik yang digunakan untuk penentuan sifat-sifat
khusus seperti kecepatan pelepasan obat dan disolusi termasuk dalam kategori III.
d. Kategori IV
Uji identifikasi termasuk dalam kategori ini.
Berikut ini disajikan tabel I yang memuat parameter-parameter yang
harus dipenuhi dari tiap-tiap kategori:
Tabel I. Parameter analitik tiap-tiap kategori uji (Anonim, 2005)
Kategori II Parameter
analitik Kategori I Uji
kuantitatif
Uji
batas
Kategori III Kategori IV
Akurasi Ya Ya * * Tidak
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak
Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya
LOD Tidak Tidak Ya * Tidak
LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak
Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak
Range Ya Ya * * Tidak
* Mungkin diperlukan, tergantung pada sifat uji spesifik yang dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
22
1. Akurasi (Accuracy)
Akurasi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan
(akurasi) dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo
recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method). Dalam
metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran
bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar teoritis).
Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis terlebih dulu. Lalu sejumlah
tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan
dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya
(hasil yang diharapkan)
Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus
sebagai berikut :
% Recovery =Cb
CsCf −x 100% ...(6)
Cf = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran
Cs = konsentrasi sampel sebenarnya
Cb = konsentrasi analit yang ditambahkan
Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada
matriks dapat dilihat pada tabel I di bawah ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
23
Tabel II. Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks
(Harmita, 2004)
Analit pada matriks
sampel (%) Rata-rata recovery (%)
100 98-102
> 10 98-102
> 1 97-103
> 0,1 95-105
0,01 90-107
0,001 90-107
0,0001 (1 ppm) 80-110
0,00001 (100 ppb) 80-110
0,000001 (10 ppb) 60-115
0,0000001 (1 ppb) 40-120
2. Presisi (Precision)
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil
uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan
simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria
ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah
sampel, dan kondisi laboratorium. Pada konsentrasi 1% atau lebih, Coefficient of
Variation (CV) nya adalah sekitar 2,5%, untuk satu per seribu adalah 5%. Pada
konsentrasi satu per sejuta (ppm) CV nya adalah 16%, dan pada konsentrasi satu
per semilyar (ppb) adalah 32%.
SD =( )( )
1n
xxΣ2
−
− ...(7)
Persamaan no. (5) digunakan untuk menghitung nilai Standard of Deviation (SD).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
24
CV = ) x ( rata-ratakadar
SDx 100% ...(8)
Nilai CV dapat dihitung dengan persamaan no. (6).
(Harmita, 2004)
3. Spesifisitas
Spesifisitas adalah kemampuan suatu metode untuk membedakan dan
mengukur suatu zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen
lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Komponen-komponen itu
diantaranya adalah impurities, produk degradasi, dan bahan asing lainnya
(Harmita, 2004).
4. LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantitation)
Limit deteksi (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang
dapat dideteksi dan masih dapat memberikan respon signifikan dibandingkan
dengan blangko. Limit kuantitasi (LOQ) adalah kuantitas terkecil analit dalam
sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Cara penentuan :
Q = Sl
Sbk × ...(9)
Keterangan : Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk LOD atau 10 untuk LOQ
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
25
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara
respon terhadap konsentrasi = slope (b pada
persamaan garis y = bx + a)
(Harmita, 2004)
5. Linearitas
Linieritas dari suatu prosedur analisis merupakan kemampuannya (pada
rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional
dengan konsentrasi jumlah) analit di dalam sampel. Rentang adalah jarak antara
level terbawah dan teratas suatu metode analisis yang telah dipakai untuk
mendapatkan presisi, linieritas dan akurasi yang bisa diterima. Rentang yang
digunakan biasanya 20% sampai 175% terhadap kadar analit dalam sampel (Mulja
dan Hanwar, 2003). Persyaratan data linearitas yang bisa diterima jika memenuhi
nilai koefisien korelasi (r) > 0,99 (Anonim, 2004).
6. Rentang (Range)
Rentang metode menyatakan batas terendah dan batas tertinggi analit
yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan akurasi, presisi, dan linearitas
yang dapat diterima (Harmita, 2004).
J. Landasan Teori
Berdasarkan penelitian Arya et al. (1998), tentang metode penetapan
kadar vitamin C yang didasarkan pada sifat vitamin C yang mampu mereduksi
logam Fe dan Cu. Pereduksian logam Fe (III) oleh vitamin C menjadi Fe (II)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
26
dapat dibentuk menjadi kompleks berwarna yang larut air dengan beberapa reagen
telah dilaporkan. Antara lain α,α-bipyridyl dan o-phenanthroline. Kompleks
berwarna ini dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri visibel pada panjang
gelombang maksimum (λmaks) 510 nm pada rentang pH 1,5-6,5.
K. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori di atas, penetapan kadar vitamin C dengan
cara tidak langsung memiliki nilai akurasi, presisi, dan linearitas yang baik
melalui reduksi Fe (III) menjadi Fe (II) oleh vitamin C dan selanjutnya Fe (II)
yang terbentuk dikomplekskan dengan o-phenanthroline. Kompleks berwarna ini
selanjutnya diukur secara spektrofotometri visibel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam optimasi metode penetapan kadar
vitamin C dalam sediaan injeksi secara spektrofotometri visibel dengan agen
pengkompleks o-phenanthroline adalah penelitian yang bersifat non-
eksperimental deskriptif.
B. Definisi Operasional
1. Vitamin C yang akan ditetapkan kadarnya adalah vitamin C yang terdapat
dalam sediaan injeksi.
2. Sampel yang digunakan adalah sediaan injeksi dalam bentuk larutan yang
dimaksudkan untuk pengobatan defisiensi vitamin C, bila pemberian secara
oral dikontraindikasikan dan dalam label kemasannya dinyatakan mengandung
vitamin C.
3. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pembentukan
kompleks warna dengan prinsip reduksi logam dari Fe(III) menjadi Fe (II) oleh
vitamin C, yang hasilnya dibentuk senyawa kompleks dengan pereaksi o-
phenanthroline. Senyawa kompleks berwarna yang terbentuk selanjutnya
diukur absorbannya secara spektrofotometri visibel.
4. Kadar vitamin C yang diperoleh dalam sediaan injeksi dinyatakan dalam satuan
% (b/v).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
28
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah injeksi vitamin C 10%
(b/v) dengan satu merek, yaitu merk “X” sebagai sampel, Vitamin C, o-
phenanthroline, FeCl3. 6H2O, natrium asetat, etanol (p.a.E.Merck), HCl, dan
akuades.
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spectrophotometer uv-
vis Lambda 20, neraca analitik Scaltec, pH indikator universal, mikropipet Biohit,
labu ukur, alumunium foil, dan alat-alat gelas yang lazim digunakan dalam
laboratorium analisis.
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan larutan
a. Larutan baku vitamin C 0,1 %. Sejumlah lebih kurang 10,0 mg vitamin
C p.a. ditimbang dengan seksama kemudian dilarutkan dalam akuades sampai
volume 10,0 ml dan simpan dalam keadaan terlindung dari cahaya. Larutan
vitamin C selalu dibuat baru.
b. Larutan FeCl3.6H2O 0,4 mg Fe/ml. Timbang lebih kurang 0,019 g FeCl3.
6H2O dan pindahkan dalam labu ukur 10,0 ml, beri sedikit akuades lalu
tambahkan 2 tetes HCl. Kemudian encerkan dengan akuades hingga tanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
29
c. Larutan o-phenanthroline 0,25 %. Timbang lebih kurang 0,0625 g o-
phenanthroline p.a. dan larutkan dalam 2,5 ml etanol p.a. Kemudian tambahkan
akuades hingga 25,0 ml. Larutan harus disimpan di botol warna gelap.
d. Larutan natrium asetat (0,25%). Timbang 0,025 g natrium asetat p.a. lalu
masukkan ke dalam labu takar 10,0 ml dan larutkan dengan akuades hingga tanda.
2. Optimasi metode
a. Penentuan operating time (OT). Ambil labu takar 10,0 ml yang sudah
dilapisi alumunium foil. Lalu, masukkan sebanyak 0,04 ml larutan vitamin C 0,1
% ditambahkan dengan 0,15 ml larutan FeCl3.6H2O 0,4 mg Fe/ml, dan 1-2 tetes
larutan natrium asetat 0,25% untuk mendapatkan pH ~ 3,5. Setelah itu, tambahkan
0,50 ml larutan o-phenanthroline 0,25 %. Tambahkan akuades hingga tanda dan
gojog homogen. Ukur operating time pada panjang gelombang maksimum teoritis
(510 nm) setelah pendiaman selama 10 menit.
b. Penentuan panjang gelombang maksimum ( λmax). Ambil tiga buah labu
takar 10,0 ml yang sudah dilapisi alumunium foil, lalu pada masing-masing labu
tersebut tambahkan 0,02; 0,04; 0,06 ml larutan vitamin C 0,1 %; 0,15 ml larutan
larutan FeCl3.6H2O 0,4 mg Fe/ml, dan 1-2 tetes larutan natrium asetat 0,25%
untuk mendapatkan pH ~ 3,5. Setelah itu, tambahkan sebanyak 0,50 ml larutan o-
phenanthroline 0,25 %. Tambahkan akuades hingga tanda dan gojog homogen.
Diamkan selama operating time lalu ukur absorbansi larutan tersebut pada rentang
panjang gelombang antara 400-800 nm. Dari hasil pengukuran ditentukan panjang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
30
gelombang maksimum yaitu suatu panjang gelombang (λ) yang memberikan
absorbansi maksimum.
c. Pembuatan kurva baku. Ambil 5 buah labu takar 10,0 ml yang sudah
dilapisi alumunium foil, lalu pada masing-masing labu tersebut tambahkan 0,02;
0,03; 0,04; 0,05 dan 0,06 ml larutan vitamin C 0,1 %; 0,15 ml larutan FeCl3.6H2O
0,4 mg Fe/ml, dan 1-2 tetes larutan natrium asetat 0,25% untuk mendapatkan pH
~ 3,5. Setelah itu, masing-masing ditambahkan 0,50 ml larutan o-phenanthroline
0,25 %. Tambahkan akuades hingga tanda dan gojog homogen. Diamkan selama
operating time lalu ukur absorbansi larutan tersebut pada panjang gelombang
maksimum yang diperoleh.
3. Penetapan kadar vitamin C dalam sediaan injeksi
a. Uji kualitatif sampel sediaan injeksi vitamin C merk “X”. Uji kualitatif
yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan biru metilena LP dan o-
phenanthroline:
• Biru metilen LP. Ambil 0,4 ml larutan injeksi, tambahkan 4 ml asam
klorida 0,1 N kemudian ditambahkan 4 tetes biru metilen LP. Setelah itu larutan
dihangatkan hingga suhu 400C. Warna biru tua pada larutan akan berubah menjadi
lebih muda atau hilang sama sekali dalam waktu 3 menit (Anonim, 1995).
• o-phenanthroline. Ambil 0,04 ml larutan sampel yang telah dipreparasi,
tambahkan 0,15 ml larutan FeCl3.6H2O 0,4 mg Fe/ml, dan 1-2 tetes larutan
natrium asetat 0,25% untuk mendapatkan pH ~ 3,5. Setelah itu, tambahkan 0,50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
31
ml larutan o-phenanthroline 0,25 %. Larutan ini akan membentuk senyawa
kompleks berwarna jingga.
b. Preparasi sampel sediaan injeksi vitamin C merk “X”. Ambil masing-
masing 4 ampul injeksi dari 3 nomor batch yang berbeda. Masing-masing ampul
digojog hingga homogen lalu patahkan bagian leher ampul dan dengan segera
ambil larutannya sebanyak 0,10 ml. Lalu pindahkan ke dalam labu takar 10,0 ml
yang sudah dilapisi alumunium foil. Tambahkan akuades hingga tanda.
Pengukuran dilakukan dalam kurun waktu 24 jam dan di dalam ruangan yang
cahayanya terbatas.
c. Penetapan kadar vitamin C. Ambil labu takar 10,0 ml yang sudah
dilapisi alumunium foil, lalu tambahkan 0,02 ml larutan vitamin C hasil preparasi,
0,15 ml larutan FeCl3.6H2O 0,4 mg Fe/ml, dan 1-2 tetes larutan natrium asetat
0,25% untuk mendapatkan pH ~ 3,5. Setelah itu, tambahkan 0,50 ml larutan o-
phenanthroline 0,25 %. Tambahkan akuades hingga tanda dan gojog homogen.
Diamkan selama operating time lalu ukur absorbansi larutan tersebut pada
panjang gelombang maksimum yang diperoleh. Lakukan replikasi sebanyak 3
kali pada tiap kemasan dalam batch.
d. Perolehan kembali. Sejumlah lebih kurang 10,0 mg vitamin C ditimbang
seksama kemudian dilarutkan dalam akuades sampai volume 10,0 ml dan simpan
dalam keadaan terlindung dari cahaya. Timbang sebanyak 4 kali untuk replikasi.
Larutan ini sebagai baku vitamin C yang akan digunakan untuk metode adisi.
Untuk adisi dengan kadar 2 µg/ml: ambil 0,02 ml dari larutan baku
vitamin C yang telah dibuat. Lalu masukkan dalam labu takar 10,0 ml yang telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
32
dilapisi alumunium foil dan tambahkan 0,02 ml larutan sampel yang memiliki
nilai CV paling kecil. Selanjutnya tambahkan secara berurutan 0,15 ml larutan
FeCl3.6H2O 0,4 mg Fe/ml dan 1-2 tetes larutan natrium asetat 0,25% untuk
mendapatkan pH ~ 3,5. Kemudian tambahkan 0,50 ml o-phenanthroline 0,25 %
dan akuades hingga tanda. Gojog homogen dan diamkan selama operating time,
lalu ukur absorbansi larutan tersebut pada panjang gelombang maksimum yang
diperoleh. Lakukan replikasi sebanyak 3 kali.
Untuk adisi dengan kadar 4 µg/ml: ambil 0,06 ml dari larutan baku
vitamin C yang telah dibuat. Lalu masukkan dalam labu takar 10,0 ml yang telah
dilapisi alumunium foil dan tambahkan 0,02 ml larutan sampel yang memiliki
nilai CV paling kecil. Selanjutnya tambahkan secara berurutan 0,15 ml larutan
FeCl3.6H2O 0,4 mg Fe/ml dan 1-2 tetes larutan natrium asetat 0,25% untuk
mendapatkan pH ~ 3,5. Kemudian tambahkan 0,50 ml o-phenanthroline 0,25 %
dan akuades hingga tanda. Gojog homogen dan diamkan selama operating time,
lalu ukur absorbansi larutan tersebut pada panjang gelombang maksimum yang
diperoleh. Lakukan replikasi sebanyak 3 kali.
F. Analisis Hasil
Analisis hasil pada penelitian ini meliputi analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Untuk uji kualitatif dilakukan menggunakan metode reaksi warna yang
tertera pada identifikasi (A) vitamin C dalam Farmakope Indonesia IV dan
pembentukan kompleks berwarna menggunakan o-phenanthroline. Analisis
kuantitatif yang dilakukan yaitu dengan menghitung kadar vitamin C dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
33
sediaan injeksi yang diteliti. Analisis validasi metode yang digunakan dalam
optimasi penetapan kadar vitamin C dalam sediaan injeksi dapat ditentukan
berdasarkan parameter akurasi, presisi, spesifisitas, linearitas, rentang, yang
didukung limit of detection (LOD), dan limit of quantitation (LOQ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Kualitatif Vitamin C
Sampel diperoleh dari apotek di Jalan P. Mangkubumi dan rumah sakit
swasta di Yogyakarta. Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
vitamin C di dalam sampel injeksi. Hal ini penting untuk megetahui apakah
sampel mengandung vitamin C.
Uji kualitatif yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan biru
metilen LP dan o-phenanthroline. Berikut ini adalah hasilnya:
a. Biru metilen LP
Larutan injeksi yang sudah diambil, ditambahkan asam klorida 0,1 N
untuk menstabilkan vitamin C di dalamnya. Kemudian ditambahkan biru metilen
LP dan larutan dihangatkan hingga suhu 400C. Warna biru tua pada larutan
berubah menjadi lebih muda dan kemudian hilang sama sekali dalam waktu 3
menit. Hasil uji ini positif menunjukkan adanya vitamin C di dalam sampel.
b. o-phenanthroline
Vitamin C memiliki sifat reduktor yang kuat sehingga mampu mereduksi
bentuk ion Fe 3+
akan menjadi Fe2+
. Bentuk tereduksi (Fe2+
) akan direaksikan
dengan agen pengkompleks o-phenanthroline dan membentuk senyawa kompleks
berwarna jingga.
Uji kualitatif ini dilakukan sebagai penjaminan bahwa sampel yang
digunakan dalam penelitian ini mengandung vitamin C dan kedua uji di atas
dirasa cukup untuk mewakili uji kualitatif yang dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
35
B. Optimasi Metode
Penetapan kadar vitamin C pada penelitian ini dilakukan berdasarkan
prinsip reduksinya terhadap ion-ion logam. Vitamin C memiliki sifat reduktor
yang kuat sehingga mampu mereduksi bentuk ion Fe 3+
akan menjadi Fe2+
.
Mekanisme reaksinya seperti tercantum pada gambar 5:
2 Fe3+ +
OH
OH
HO
OO
HO
2 Fe2+ +
O
OH
HO
OO
O
+ 2 H+
Asam askorbat Asam dehidroaskorbat
>>>
Gambar 5. Reaksi redoks antara ion Fe3+
dan asam askorbat (vitamin C)
Dari gambar reaksi di atas, vitamin C yang bersifat sebagai reduktor akan
mengalami proses oksidasi menjadi asam dehidroaskorbat dan ion Fe 3+
akan
mengalami reduksi menjadi Fe 2+
. Jumlah Fe 3+
yang ditambahkan harus dalam
jumlah berlebih agar semua vitamin C habis bereaksi membentuk asam
dehidroaskorbat dan terbentuk ion Fe 2+
. Bentuk ion logam yang tereduksi (Fe 2+
)
nantinya akan dikomplekskan dengan o-phenanthroline.
Pada metode ini, kadar vitamin C ditetapkan kadarnya dengan
pengukuran absorbansi senyawa kompleks yang dihasilkan dari reaksi antara ion
Fe 2+
dengan o-phenanthroline. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada gambar 6
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
36
Fe2+ +
N
N
o-phenanthroline
>>>
3
Fe
NN
N
N N
N
2+
Gambar 6. Reaksi pembentukan senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+ (Day and Underwood,
1996)
Dalam reaksi tersebut, o-phenanthroline ditambahkan dalam jumlah berlebih agar
dapat bereaksi dengan semua ion Fe2+
yang terbentuk dalam larutan sehingga
membentuk senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+
.
Menurut Skoog and West (1976) pada penambahan o-phenanthroline,
larutan harus berada pada pH sekitar 3,5 untuk mencegah presipitasi dari
logamnya. Penyesuaian pH dilakukan dari pH 1-2 menjadi 3-4 dengan
penambahan natrium, yaitu natrium asetat.
Setelah terbentuk kompleks, maka warna larutan ini akan stabil pada saat
pengukuran. Seperti senyawa kompleks lainnya, senyawa kompleks
[(C12H8N2)3Fe]2+
juga memiliki ligan dan atom pusat. Ligannya adalah o-
phenanthroline dan atom pusatnya adalah bentuk ion Fe2+
. Senyawa kompleks ini
dapat mengabsorbsi radiasi elektromagnetik (REM) pada panjang gelombang
daerah visibel (380-780 nm). Hal ini dikarenakan adanya peristiwa charge
transfer antara ligan dengan atom pusatnya. Ligan memiliki jumlah elektron yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
37
lebih banyak daripada atom pusatnya. Oleh karena itu, ligan dapat mendonorkan
elektron-elektronnya kepada atom pusat (charge transfer). Pada kompleks ion
logam dan ligan terjadi transisi elektron yaitu transisi elektron dari orbital elektron
d ion logamnya, ke orbital π* ligannya atau transisi elektron dari orbital elektron π
yang dimiliki ligan, ke orbital d ion logamnya. Pada pembentukan kompleks
antara Fe2+
dengan o-phenanthroline terjadi transisi elektron dari orbital d ion
logamnya ke orbital π* ligannya. Peristiwa ini yang menyebabkan intensitas
warnanya meningkat (Ohannesian and Streeter, 2002).
1. Penentuan Operating Time (OT)
Operating time adalah waktu yang diperlukan agar semua analit bereaksi
dengan pereaksi. Penentuan operating time bertujuan untuk mengetahui berapa
lama waktu yang dibutuhkan untuk mereaksikan Fe2+
dengan o-phenanthroline
dalam suasana asam (pH 3-4) agar terbentuk senyawa berwarna jingga secara
sempurna. Indikasi reaksi telah berjalan sempurna ditandai dengan absorbansi
yang stabil.
Penentuan operating time dilakukan dengan mengukur salah satu kadar
dari seri baku, yaitu menggunakan kadar tengah dari seri baku (4 µg/ml).
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan pada panjang gelombang
maksimum teoritis dari senyawa kompleks yang hendak dianalisis, yakni pada
panjang gelombang 510 nm selama 30 menit. Dari hasil pengukuran didapatkan
hasil spektrum seperti pada gambar 7 berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
38
Gambar 7. Spektra operating time dari kadar tengah seri kurva baku vitamin C
Berdasarkan hasil spektra di atas terlihat bahwa absorban telah stabil dari
menit ke-0, sampai menit ke-22 absorbansinya masih cukup stabil. Jadi rentang
operating time nya antara menit ke-0 sampai menit ke-22. Pengukuran absorban
untuk kurva baku dan sampel dilakukan pada menit ke-10 agar semua pengukuran
dilakukan pada rentang operating time yang sama sehingga semua mendapat
perlakuan sama.
2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ( λmaks)
Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang suatu
larutan analit yang menunjukkan absorban maksimum. Pembacaan absorban pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
39
panjang gelombang maksimum akan memberikan sensitivitas dan presisi analisis
yang maksimal. Selain itu akan diperoleh spektra absorban yang relatif datar di
sekitar panjang gelombang maksimum dan kemungkinan kesalahan yang terjadi
pada saat pengulangan relatif kecil.
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur
tiga konsentrasi berbeda dari seri kurva baku vitamin C, yaitu kadar terkecil,
tengah, dan terbesar. Warna kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+
yang terlihat adalah
merah dan yang diserap adalah hijau. Warna yang diserap ini berada di daerah
panjang gelombang cahaya tampak. Pengukuran panjang gelombang maksimum
dilakukan melalui scanning pada panjang gelombang 400-800 nm. Rentang
panjang gelombang ini dipilih karena daerah cahaya tampak (visible) terletak
antara 380-780 nm.
Berdasarkan hasil penelitian, absorban maksimum dari ketiga seri
larutan baku vitamin C relatif sama. Pada kadar terkecil (2 µg/ml) dan terbesar (6
µg/ml) diperoleh panjang gelombang maksimum sebesar 510,3 nm. Pada kadar
tengah (4 µg/ml), diperoleh panjang gelombang maksimum sebesar 510,2 nm.
Oleh karena itu, panjang gelombang absorbansi maksimum yang digunakan untuk
pengukuran absorbansi sampel dan kurva baku adalah 510,3 nm. Hasil ini
mendekati panjang gelombang absorbansi maksimum literatur yaitu 510 nm (Arya
et al., 1998) dan memenuhi syarat karena menurut Farmakope Indonesia IV
(1995), panjang gelombang maksimum memiliki batas 2 nm dari panjang
gelombang teoritis. Spektrum hasil pengukuran panjang gelombang maksimum,
dapat dilihat pada gambar 8 berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
40
Gambar 8. Spektrum absorbansi maksimum tiga seri kadar larutan baku vitamin
C (A= 2 µg/ml; B = 4 µg/ml; C = 6 µg/ml), setelah direaksikan dengan FeCl3.6 H2O
dan o-phenanthroline
3. Pembuatan Kurva Baku
Kurva baku dibuat dengan lima seri kadar dari tiga kali replikasi larutan
baku vitamin C. Seri kadar kurva baku dibuat dengan kadar vitamin C 2, 3, 4, 5,
dan 6 µg/ml. Pemilihan seri kadar ini dilakukan berdasarkan hasil optimasi,
dimana kadar yang dipilih adalah kadar yang memberikan absorbansi antara 0,2
sampai 0,8. Menurut Mulja dan Suharman (1995), pada rentang absorbansi antara
0,2-0,8 akan menghasilkan persentase kesalahan yang kecil, yaitu 0,5-1,0%.
Untuk mendapatkan persamaan kurva baku, maka dilakukan pengukuran
absorbansi dari tiap-tiap seri kadar baku vitamin C. Setelah dilakukan pengukuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
41
dari ketiga replikasi seri baku vitamin C, diperoleh data seperti tertera pada tabel
III:
Tabel III. Data replikasi seri kurva baku vitamin C
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Kadar
Vit. C
(µg/ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-
phen)
Kadar
Vit. C
(µg/ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-
phen)
Kadar
Vit. C
(µg/ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-
phen)
2,030
3,045
4,060
5,075
6,090
0,325
0,432
0,560
0,641
0,714
2,040
3,060
4,080
5,100
6,120
0,270
0,390
0,535
0,664
0,740
1,992
2,998
3,994
4,980
5,976
0,264
0,394
0,515
0,658
0,752
a = 0,139
b = 0,097
r = 0,994
a = 0,034
b = 0,119
r = 0,995
a = 0,020
b = 0,125
r = 0,998
Persamaan kurva
baku :
y = 0,097 x + 0,139
α = 5,50
Persamaan kurva
baku :
y = 0,119 x + 0,119
α = 60
Persamaan kurva
baku :
y = 0,125 x + 0,020
α = 70
Berdasarkan data pada tabel III, diperoleh tiga buah persamaan kurva baku dari
masing-masing replikasi. Namun, karena ketiga persamaan kurva baku memiliki
nilai α yang kurang layak saji, sehingga diperlukan penyesuaian satuan kadar agar
kemiringan kurva mendekati ± 450. Hasil penyesuaian satuan kadar seperti
disajikan pada tabel IV berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
42
Tabel IV. Data replikasi seri kurva baku vitamin C dengan penyesuaian satuan kadar
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Kadar
Vit. C
(mg/100
ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-phen)
Kadar
Vit. C
(mg/100
ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-phen)
Kadar
Vit. C
(mg/100
ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-phen)
0,203
0,305
0,406
0,508
0,609
0,325
0,432
0,560
0,641
0,714
0,204
0,306
0,408
0,510
0,612
0,270
0,390
0,535
0,664
0,740
0,199
0,300
0,399
0,498
0,598
0,264
0,394
0,515
0,658
0,752
a = 0,139
b = 0,972
r = 0,994
a = 0,034
b = 1,190
r = 0,995
a = 0,020
b = 1,245
r = 0,998
Persamaan kurva baku:
y = 0,972 x + 0,139
α = 440
Persamaan kurva baku:
y = 1,190 x + 0,034
α = 500
Persamaan kurva baku:
y = 1,245 x + 0,020
α = 510
Kemudian dipilih persamaan kurva baku yang paling linear dari ketiganya.
Linearitas menyatakan adanya hubungan antara kadar vitamin C dengan
absorbansi yang dihasilkan dan dinyatakan sebagai koefisien korelasi (r). Nilai r
yang diperoleh pada masing-masing persamaan kurva baku > 0,99 (Anonim,
2004), dengan demikian syarat linearitas dari suatu metode telah terpenuhi
sehingga masing-masing persamaan kurva baku dapat digunakan untuk
menetapkan kadar vitamin C. Namun, dalam penelitian ini dipilih persamaan
kurva baku dari replikasi ketiga, yaitu y = 1,245 x + 0,019 dengan nilai r = 0,998.
Persamaan kurva baku ini dipilih karena nilai r nya lebih baik daripada yang lain
dan supaya dapat memberikan hubungan korelasi yang baik antara kadar vitamin
C dengan absorbansi yang diperoleh. Karena adanya peningkatan kadar vitamin C
dalam larutan, maka absorbansinya juga akan meningkat secara proporsional. Hal
ini menunjukkan adanya hubungan korelasi yang linear. Hubungan korelasi antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
43
kadar vitamin C dengan absorbansi yang diperoleh dapat dilihat pada gambar 9
berikut ini:
Gambar 9. Absorban kompleks Fe2+
dengan o-phenanthroline vs kadar vitamin C (replikasi
ketiga)
Slope dari persamaan kurva baku pada gambar 9 memiliki nilai yang
mendekati 1 yaitu 1,245. Nilai yang mendekati 1 menunjukkan kepekaan analisis
terhadap instrumen yang digunakan. Intersep dari persamaan kurva baku pada
gambar 9 memiliki nilai 0,020 dan mendekati 0. Dapat disimpulkan bahwa
hubungan regresi pada persamaan kurva baku vitamin C replikasi ketiga ideal.
4. Penetapan Kadar Vitamin C dalam Sediaan Injeksi
Sebelum dilakukan penyiapan sampel, sediaan injeksi dilapisi dengan
alumunium foil agar terlindung dari cahaya matahari. Sampel yang mengandung
vitamin C dalam bentuk larutan akan lebih mudah rusak karena adanya cahaya.
Kemudian setelah itu digojog-gojog agar homogen. Sampel diambil sebanyak 4
ampul, masing-masing dari tiga batch yang berbeda agar hasilnya representatif.
y = 1,245 x + 0,020
α = 510
Kurva Baku
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
0 0,2 0,4 0,6 0,8
Kadar vitamin C (mg/100 ml)
Ab
sorb
an
si
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
44
Kemudian dari tiap ampul diambil sebanyak 3 kali replikasi (triplo). Pemilihan
sampel (sampling) dalam penelitian ini tidak diprioritaskan secara statistika,
namun lebih kepada taraf aplikatif untuk melihat kemampuan metode dalam
penetapan kadar vitamin C.
Menurut literatur ion-ion logam dari bahan-bahan lain dapat
mengganggu intensitas warna. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan
pelarut dengan kandungan yang logam sedikit, yaitu akuades. Harapannya agar
tidak terjadi auto-oksidasi pada vitamin C sehingga dapat mengganggu hasil
penelitian. Walaupun pada kenyataannya akan tetap terjadi proses auto-oksidasi
karena adanya udara pada saat proses pengerjaannya. Namun, dengan pelarut
akuades diharapkan prosesnya akan berjalan lebih lambat.
Hasil kadar rata-rata vitamin C dalam sediaan injeksi batch A sebesar
2,172 µg/ml dengan CV rata-rata 5,19%. Untuk batch B kadar rata-ratanya
sebesar 2,173 µg/ml dengan nilai CV rata-rata 1,17% dan untuk batch C kadar
rata-ratanya sebesar 2,133 µg/ml dengan nilai CV rata-rata 1,39%.
Nilai CV rata-rata batch A lebih besar jika dibandingkan CV rata-rata
batch B dan C dimungkinkan adanya gangguan instrumen berupa derau (noise).
Gangguan instrumen ini dapat disebabkan karena variasi temperatur, perubahan
arus listrik dan sebagainya. Namun CV rata-rata dari ketiga batch tersebut
memenuhi persyaratan presisi yaitu kurang dari 16 % (Harmita, 2004).
Hasil rata-rata penetapan kadar vitamin C dan rata-rata CV dapat dilihat
pada tabel V, VI dan VII.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
45
Tabel V. Data absorbansi dan kadar vitamin C dalam sampel injeksi (batch A)
No.
Chitung
label
(µg/ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-phen)
Cukur
(µg/ml)
Cukur rata-
rata (µg/ml) SD CV (%)
2 0,296 2,217
2 0,268 1,992 A 1
2 0,263 1,952
2,054 0,142 6,96
2 0,297 2,225
2 0,309 2,321 A 2
2 0,285 2,128
2,225 0,096 4,31
2 0,278 2,072
2 0,305 2,289 A 3
2 0,300 2,249
2,203 0,115 5,22
2 0,297 2,225
2 0,282 2,104 A 4
2 0,305 2,289
2,206 0,094 4,26
Tabel VI. Data absorbansi dan kadar vitamin C dalam sampel injeksi (batch B)
No.
Chitung
label
(µg/ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-phen)
Cukur
(µg/ml)
Cukur rata-
rata (µg/ml) SD CV (%)
2 0,297 2,225
2 0,295 2,209 B 1
2 0,293 2,193
2,209 0,016 0,72
2 0,304 2,281
2 0,301 2,257 B 2
2 0,307 2,305
2,281 0,024 1,05
2 0,273 2,032
2 0,280 2,088 B 3
2 0,269 2,000
2,040 0,044 2,16
2 0,289 2,161
2 0,287 2,145 B 4
2 0,291 2,177
2,161 0,016 0,74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
46
Tabel VII. Data absorbansi dan kadar vitamin C dalam sampel injeksi (batch C)
No.
Chitung
label
(µg/ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-phen)
Cukur
(µg/ml)
Cukur rata-
rata (µg/ml) SD CV (%)
2 0,280 2,088
2 0,282 2,104 C 1
2 0,278 2,072
2,088 0,016 0,77
2 0,292 2,185
2 0,288 2,153 C 2
2 0,294 2,201
2,180 0,024 1,10
2 0,308 2,313
2 0,302 2,265 C 3
2 0,314 2,361
2,313 0,048 2,07
2 0,263 1,952
2 0,267 1,984 C 4
2 0,259 1,920
1,952 0,032 1,64
Label dari sediaan injeksi vitamin C mengklaim kandungan zat aktif
sebesar 10 % (b/v). Bila dikonversi ke label kemasan maka kadar rata-ratanya
adalah 10,86 % untuk batch A; 10,86 % untuk batch B; dan 10,66 % untuk batch
C. Hasil ini menunjukkan bahwa sediaan injeksi vitamin C ini memenuhi syarat
ketentuan Farmakope Indonesia IV, yaitu kadarnya tidak kurang dari 90,0 % dan
tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
5. Hasil Penetapan Perolehan Kembali (Recovery)
Tujuan optimasi metode penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
metode spektrofotometri dengan agen pengkompleks o-phenanthroline
mempunyai validitas yang baik bila digunakan untuk menetapkan kadar vitamin C
dalam sediaan injeksi dilihat dari parameter-parameternya, yaitu akurasi, presisi,
dan linearitas. Akurasi metode analisis dinyatakan dalam persen perolehan
kembali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
47
Penetapan nilai perolehan kembali dilakukan dengan menambahkan
baku vitamin C sejumlah tertentu (seperti telah dicantumkan dalam metode
penelitian) ke dalam sampel, selanjutnya dilakukan prosedur seperti penetapan
kadar vitamin C dalam sediaan injeksi.
Hasil recovery vitamin C dalam sediaan injeksi sebesar 95,75-99,95%
untuk adisi baku vitamin C sebanyak 2 µg/ml dan 96,92-100,33% untuk adisi
baku vitamin C sebanyak 4 µg/ml. Larutan uji memiliki konsentrasi 4 dan 6 µg/ml
(perhitungan kandungan vitamin C secara teoritis) untuk konsentrasi tersebut
dinyatakan valid bila berada dalam rentang 80-110% (Harmita, 2004). Recovery
pada penelitian ini dinyatakan baik karena nilainya berada dalam rentang 80-
110% berarti metode ini akurasinya baik.
Berikut ini adalah data recovery dengan metode adisi baku vitamin C
beserta perhitungannya pada tabel VIII dan IX:
Tabel VIII. Data recovery dengan metode adisi baku vitamin C (2 µg/ml) dan
perhitungannya
Replika-
si
Baku vit. C
yang
ditambahkan
(µg/ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-phen)
C ukur
(µg/ml)
C ukur
rata-rata
(µg/ml)
Cukur rata-
rata sampel
(batch B 1)
Recovery
rata-rata
(%)
I 1,998
0,542
0,546
0,543
4,193
4,225
4,201
4,206 2,209 99,95
II 1,992
0,543
0,540
0,541
4,201
4,177
4,185
4,188 2,209 99,35
III 2,024
0,536
0,540
0,533
4,145
4,177
4,120
4,147 2,209 95,75
IV 2,061
0,546
0,543
0,547
4,225
4,201
4,233
4,220 2,209 97,57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
48
Tabel IX. Data recovery dengan metode adisi baku vitamin C (4 µg/ml) dan perhitungannya
Replika-
si
Baku vit. C
yang
ditambahkan
(µg/ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-phen)
C ukur
(µg/ml)
C ukur
rata-rata
(µg/ml)
Cukur rata
rata sampel
(batch B 1)
Recovery
rata-rata
(%)
I 3,996
0,780
0,781
0,784
6,104
6,112
6,136
6,117 2,209 97,98
II 3,984
0,795
0,793
0,790
6,225
6,209
6,185
6,206 2,209 100,33
III 4,048
0,784
0,782
0,788
6,136
6,120
6,169
6,142 2,209 97,16
IV 4,122
0,792
0,794
0,791
6,201
6,217
6,193
6,206 2,209 96,92
6. Hasil Optimasi Metode
a. Akurasi (Accuracy)
Akurasi dinyatakan dengan persen recovery. Nilai persen recovery
didapat dengan membandingkan kadar yang terukur dengan kadar secara teoritis.
Suatu metode dikatakan baik apabila persen recovery nya berada pada rentang 80-
110%. Berikut adalah hasil penetapan recovery sediaan injeksi pada tabel X:
Tabel X. Penetapan recovery sediaan injeksi
Recovery dengan metode
adisi baku vitamin C
(2 µg/ml)
Recovery dengan metode
adisi baku vitamin C
(4 µg/ml)
99,95 97,98
99,35 100,33
95,75 97,16
97,57 96,92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
49
Penelititan ini memperoleh hasil recovery sediaan injeksi sebesar 95,75-
99,95% untuk adisi baku vitamin C sebanyak 2 µg/ml dan 96,92-100,33% untuk
adisi baku vitamin C sebanyak 4 µg/ml. Larutan uji memiliki konsentrasi total 4
dan 6 µg/ml (perhitungan kandungan vitamin C secara teoritis) untuk konsentrasi
tersebut dinyatakan valid bila berada dalam rentang 80-110% (Harmita, 2004).
Hasil penetapan persen recovery dari sediaan injeksi menunjukkan bahwa persen
recovery masih memenuhi rentang yang baik untuk konsentrasi 4 dan 6 µg/ml
yaitu 80-110%. Hal ini dapat terlihat pada tabel X. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa metode ini baik untuk menetapkan kadar vitamin C dalam
sediaan injeksi.
b. Presisi (Precision)
Dalam metode ini larutan uji yang digunakan memiliki konsentrasi 2
µg/ml. Oleh karena itu, metode ini dinyatakan baik bila CV nya kurang dari 16%
(Harmita, 2004). Penelitian ini menunjukkan hasil optimasi penetapan kadar
vitamin C dalam sediaan injeksi secara spektrofotometri visibel dengan agen
pengkompleks o-phenanthroline memiliki nilai CV rata-rata sebesar 5,19% untuk
batch A; 1,17% untuk batch B, dan sebesar 1,39% untuk batch C. Presisi yang
diperoleh pada penelitian ini kurang dari 16%, berarti metode ini baik untuk
menetapkan kadar vitamin C dalam sediaan injeksi. Presisi menunjukkan bahwa
antara hasil yang satu dengan yang lainnya, selisih tiap hasil pengukurannya tidak
berbeda jauh dalam kondisi yang sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
50
c. Spesifisitas
Spesifitas manyatakan kemampuan metode untuk membedakan dan
menentukan suatu zat tertentu dari suatu komponen dalam matriks sampel.
Berdasarkan hasil pengukuran sampel dan pengamatan pada panjang gelombang
antara 400-800 nm, didapatkan spektrum yang serupa dengan spektrum kompleks
[Fe(o-phenanthroline)3] 2+
. Spektrum hasil pengukuran dan pengamatan dapat
dilihat pada gambar 10 berikut ini:
Gambar 10. Spektra absorbansi maksimum antara sampel (A) dan larutan baku vitamin C
(4 µg/ml) (B) setelah direaksikan dengan FeCl3.6 H2O dan o-phenanthroline
Dari hasil kedua spektrum di atas menggambarkan bahwa metode ini
memiliki spesifisitas yang baik, karena keduanya memiliki bentuk spektrum yang
mirip.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
51
d. LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantitation)
LOD menyatakan jumlah terendah analit dalam sampel yang dapat
dideteksi dalam kondisi percobaan. Berdasarkan hasil pengukuran dan
perhitungan, nilai LOD yang diperoleh dari persamaan garis regresi linear kurva
baku replikasi ke III adalah 0,31 µg/ml. Jadi, kadar minimal vitamin C agar masih
dapat terdeteksi oleh metode ini adalah sebesar > 0,31 µg/ml. Jika kadarnya
kurang dari 0,31 µg/ml, maka metode ini tidak dapat mendeteksinya.
Kemudian untuk LOQ, menyatakan jumlah terendah analit dalam sampel
yang dapat diterima di bawah kondisi percobaan. Berdasarkan hasil pengukuran
dan perhitungan, nilai LOQ yang diperoleh dari persamaan garis regresi linear
kurva baku replikasi ke III adalah 1,04 µg/ml. Jadi, kadar minimal vitamin C agar
masih dapat terkuantifikasi oleh metode ini adalah sebesar > 1,04 µg/ml. Jika
kadarnya kurang dari 1,04 µg/ml, maka metode ini tidak dapat
mengkuantifikasinya. Kadar yang digunakan dalam penelitian ini sudah
melampaui nilai LOD dan LOQ hasil perhitungan, sehingga kadar tersebut dapat
terdeteksi dan terkuantifikasi.
e. Linearitas
Berdasarkan hasil pengukuran dengan replikasi sebanyak 3 kali didapat
nilai koefisien korelasi (r) masing-masing 0,994; 0,995; dan 0,998. Nilai ini sudah
memenuhi persyaratan menurut APVMA tahun 2004, yaitu nilai r yang baik
adalah > 0,99. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa optimasi penetapan
kadar vitamin C dalam sediaan injeksi secara spektrofotometri visibel dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
52
agen pengkompleks o-phenanthroline memiliki korelasi yang baik antara kadar
dengan absorbansi yang dihasilkan.
f. Rentang (Range)
Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan dengan replikasi
sebanyak 3 kali, maka didapat rentang kadar 2-6 µg/ml. Hasil ini dipilih karena
pada rentang kadar ini didapatkan nilai akurasi, presisi, dan linearitas yang masih
dapat diterima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Optimasi metode penetapan kadar vitamin C dalam sediaan injeksi
secara spektrofotometri visibel dengan agen pengkompleks o-phenanthroline
memiliki validitas yang baik dilihat dari nilai akurasi senilai 95,75-99,95% untuk
adisi baku vitamin C 2 µg/ml dan 96,92-100,33% untuk adisi baku vitamin C 4
µg/ml, presisi sediaan injeksi batch A sebesar 5,19%, batch B sebesar 1,17% dan
untuk batch C sebesar 1,39%.
B. Saran
1. Metode ini dapat dijadikan alternatif untuk penetapan kadar vitamin C secara
spektrofotometri visibel.
2. Kondisi pada saat preparasi vitamin C harus diperhatikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
54
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, 1992, Kimia Vitamin, 26, 33, Rajawali Press, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 39-40, 1061, 1066, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2004, Guidelines for the Validation of Analytical Methods for Active
Constituent, Agricultural and Veterinary Chemical Products,
www.apvma.gov.au/guidlines/downloads/gl69_analytical__methoda.pdf.
diakses pada tanggal 28 Agustus 2007.
Anonim, 2005, The United States Pharmacopeia 28 The National Formulary 23,
II, 2748-2751, United States Pharmacopeal Convention, inc., New York.
Anonim, 2006, Vitamin C Dari Wikipedia Indonesia,
http://id.wikipedia.org/wiki/Vitamin_C, diakses tanggal 16 November
2007.
Armstrong, F.B., 1995, Buku Ajar Biokimia, Edisi III, diterjemahkan oleh
Maulany, R.F., 539-540, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Arya, S.P., Mahajan, M. dan Jain, P., 1998, Photometric Methods for the
Determination of Vitamin C, Analytical Sciences, 14, 889, 892.
Christian, G.D., 2004, Analytical Chemistry, 6th
ed., 295,465, 468, John Willey &
Sons Inc., United States of America.
Day, R.A. and Underwood, A.L., 1996, Analisis Kimia Kuantitatif, diterjemahkan
oleh Pudjaatmaka, A.H., Edisi 6, 202-203, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Febrianti, P.E., 2004, Penetapan Kadar Vitamin C dalam Minuman Serbuk Instan
Secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan Alkaline Background
Correction, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Fung, Y.S, and Luk, S.F., 1985, Determination of Ascorbic Acid in Soft Drinks
and Friut Juices, Analyst, 110, 201-204.
Ganiswara, 2003, Farmakologi dan Terapi, edisi 4, 722-723, Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi dan Cara Perhitungannya, Majalah
Ilmu Kefarmasian, I (3), 117-119, 130-131.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
55
Hashmi, M.-UI-H., 1973, Assay of Vitamin in Pharmaceutical Preparation, 287,
321, John Willey & Sons, New York.
Kharma, S., 2003, Perbandingan Metode Penetapan Kadar Vitamin C dalam
Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan Alkaline Background
Correction dan Kolorimetri dengan Pereaksi 1-Kloro-2,4-Dinitrobenzen,
Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Lestari, R. K. S., 2005, Penetapan Kadar Vitamin C Dalam Minuman sari
Penyegar Menggunakan Metode Spektrofometri Ultraviolet Dengan
Alkaline Background Correction, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
Mariany, L., 2003, Perbandingan Metode Penetapan Kadar Vitamin C dalam
Kapsul Secara Kolorimetri dengan Pereaksi 1-Kloro-2,4-Dinitrobenzen
dan Spektrofotometri Ultraviolet, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
Mulja M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 10-11, 26-34, Airlangga
University Press, Surabaya.
Mulja, M. dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik
(Good Laboratory Practise), Majalah Farmasi Indonesia Airlangga, III
(2), 72, Universitas Airlangga Press, Surabaya.
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., and Rodwell, V.W., 1995, Biokimia
Harper, Ed. 22, diterjemahkan oleh Hartono, A., 679, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi Kelima, diterjemahkan oleh Widianto,
M.B. dan Ranti, A.S., 606-607, Penerbit ITB, Bandung.
Ohannesian, L. and Streeter, A.J., 2002, Handbook of Pharmaceutical Analysis,
117, 210, Marcel Dekker Inc., United States of America.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, 405, 407, Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Qureshi, S.Z., Saeed, A., Haque, S., and Rahman, N., 1990, Spectrophotometric
Method for Estimation of Vitamin C in Drugs Formulation, Anal. Lett., 23
(6), 995-1003.
Rivai, H., 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, 343, UI Press, Jakarta.
Sartono, 1993, Obat-obat Bebas dan Terbatas, cetakan pertama, 109-121, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
56
Skoog, D.A. and West, D.M., 1976, Fundamental of Analytical Chemistry, 3th
Ed,
761, 762, Winston, United States of America.
Skoog, D.A., Holler, F.J. and Nieman, T.A., 1998, Principles of Instrumental
Analysis, 5th
Ed, 331-333, 335-340, Saunders College Publishing,
Philadelphia.
Sutikno, S.E., 2003, Perbandingan Metode Penetapan Kadar Vitamin C dalam
Sirup Multivitamin Secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan Alkaline
Background Correction dan Kolorimetri dengan Pereaksi 1-kloro-2,4
dinitrobenzen, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, cetakan pertama, 461,
diterjemahkan oleh Noerono, S., Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Widjajanti, V.N., 1988, Obat-Obatan, 64, Kanisius, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
57
Lampiran 1. Hasil pembuatan kurva baku vitamin C dan perhitungannya
Data penimbangan baku vitamin C
Replikasi I
(gram)
Replikasi II
(gram)
Replikasi III
(gram)
Bobot kertas
Bobot kertas + zat
Bobot kertas + zat
(analitik)
Bobot kertas + sisa
(analitik)
0,1278
0,1380
0,13825
0,12802
0,1263
0,1364
0,13643
0,12623
0,1199
0,1300
0,13019
0,12023
Bobot zat 0,01023 0,01020 0,00996
Perhitungan kadar stok larutan baku vitamin C:
Rep. I : ml10
mg10,23= 1023 µg/ml
Rep. II : ml10
mg10,20= 1020 µg/ml
Rep. III : ml10
mg9,96= 996 µg/ml
Setelah diketahui konsentrasinya kemudian digunakan untuk membuat
larutan baku dengan mengambil volume 0,02-0,06 ml dari stok larutan baku
vitamin C seperti cara di bawah ini:
0,02-0,06 ml stok larutan baku vitamin C
↓
Tambahkan larutan FeCl3. 6H2O (0,15 ml), na. asetat (1-2 tetes) dan
digojog-gojog
↓
Tambahkan o-phenanthroline (0,5 ml)
↓
Tunggu operating time (OT) selama 10 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
58
↓
Baca serapan pada 510, 3 nm
↓
Lakukan replikasi sebanyak 3 kali
a. Hasil kurva baku vitamin C replikasi I
Volume
pemipetan
(ml)
Kadar vit C
(µg/ml)
Abs. Kompleks
(Fe-o-phen)
0,02 2,030 0,325
0,03 3,045 0,432
0,04 4,060 0,560
0,05 5,075 0,641
0,06 6,090 0,714
Konsentrasi vit. C vs Abs. Kompleks (Fe-o-phen)
a = 0,139 b = 0,097 r = 0,994
Persamaan garis linear yang didapatkan:
y = 0,097 x + 0,139
Agar layak saji, maka nilai tan α dibuat mendekati 1. Oleh karena itu
dilakukan penyesuaian satuan kadar.
Kadar vit C
(mg/100 ml)
Abs. Kompleks
(Fe-o-phen)
0,203 0,325
0,305 0,432
0,406 0,560
0,508 0,641
0,609 0,714
Konsentrasi vit. C (mg/100 ml) vs Abs. Kompleks (Fe-o-phen)
a = 0,139 b = 0,972 r = 0,994
Persamaan garis linear yang didapatkan:
y = 0,972 x + 0,139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
59
b. Hasil kurva baku vitamin C replikasi II
Volume
pemipetan
(ml)
Kadar vit C
(µg/ml)
Abs. Kompleks
(Fe-o-phen)
0,02 2,040 0,270
0,03 3,060 0,390
0,04 4,080 0,535
0,05 5,100 0,664
0,06 6,120 0,740
Konsentrasi vit. C vs Abs. Kompleks (Fe-o-phen)
a = 0,034 b = 0,119 r = 0,995
Persamaan garis linear yang didapatkan:
y = 0,119 x + 0,034
Agar layak saji, maka nilai tan α dibuat mendekati 1. Oleh karena itu
dilakukan penyesuaian satuan kadar.
Kadar vit C
(mg/100 ml)
Abs. Kompleks
(Fe-o-phen)
0,204 0,270
0,306 0,390
0,408 0,535
0,510 0,664
0,612 0,740
Konsentrasi vit. C (mg/100 ml) vs Abs. Kompleks (Fe-o-phen)
a = 0,034 b = 1,190 r = 0,995
Persamaan garis linear yang didapatkan:
y = 1,190 x + 0,034
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
60
c. Hasil kurva baku vitamin C replikasi III
Volume
pemipetan
(ml)
Kadar vit C
(µg/ml)
Abs. Kompleks
(Fe-o-phen)
0,02 1,992 0,264
0,03 2,998 0,394
0,04 3,994 0,515
0,05 4,980 0,658
0,06 5,976 0,752
Konsentrasi vit. C vs Abs. Kompleks (Fe-o-phen)
a = 0,020 b = 0,125 r = 0,998
Persamaan garis linear yang didapatkan:
y = 0,125 x + 0,020
Agar layak saji, maka nilai tan α dibuat mendekati 1. Oleh karena itu
dilakukan penyesuaian satuan kadar.
Kadar vit C
(mg/100 ml)
Abs. Kompleks
(Fe-o-phen)
0,199 0,264
0,300 0,394
0,399 0,515
0,498 0,658
0,598 0,752
Konsentrasi vit. C (mg/100 ml) vs Abs. Kompleks (Fe-o-phen)
a = 0,020 b = 1,245 r = 0,995
Persamaan garis linear yang didapatkan:
y = 1,245 x + 0,020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
61
Lampiran 2. Hasil penetapan kadar vitamin C dalam sedian injeksi
Rumus persamaan garis regresi linear yang dipilih: y = 1,245 x + 0,020
Sampel (100 mg/ml) → 0,1 ml/ 10 ml → 0,02 ml/ 10 ml → baca serapan
pada 510,3 nm
Contoh data absorbansi dan kadar vitamin C dalam sampel injeksi (batch B)
No.
Chitung
label
(µg/ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-phen)
Cukur
(µg/ml)
Cukur rata-
rata (µg/ml) SD CV (%)
2 0,297 2,225
2 0,295 2,209 B 1
2 0,293 2,193
2,209 0,016 0,72
2 0,304 2,281
2 0,301 2,257 B 2
2 0,307 2,305
2,281 0,024 1,05
2 0,273 2,032
2 0,280 2,088 B 3
2 0,269 2,000
2,040 0,044 2,16
2 0,289 2,161
2 0,287 2,145 B 4
2 0,291 2,177
2,161 0,016 0,74
Kadar vitamin C rata-rata dalam sediaan injeksi:
4
2,161 2,040 2,281 2,209 +++= 2,173 µg/ml = 2,173 x 10
-3 mg/ml
Jika dikonversi ke label kemasan maka kadar rata-ratanya adalah:
= 2,173 x 10-3
mg/ml x faktor pengenceran x volume tiap kemasan
= 2,173 x 10-3
mg/ml x ml 0,02
ml 10,0
ml 0,10
ml 0,10× x 2 ml
= 217,300 mg/ampul = 217,300 mg dalam 2ml pelarut
= 10865 mg/100 ml ≈ 10,86 % (b/v)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
62
Contoh perhitungan kadar vitamin C dalam sampel injeksi batch B no. B 1
Persamaan kurva baku: y = 1,245 x + 0,020
No.
Chitung
label
(µg/ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-phen)
Cukur
(µg/ml)
Cukur rata-
rata (µg/ml) SD CV (%)
2 0,297 2,225
2 0,295 2,209 B 1
2 0,293 2,193
2,209 0,016 0,72
Pada A = 0,297
y = 1,245 x + 0,020→ 0,297 = 1,245 x + 0,020
x = 0,222489959 . faktor konversi
x = 0,222489959. 10
x = 2,225 µg/ml
Pada A = 0,295
y = 1,245 x + 0,020→ 0,295 = 1,245 x + 0,020
x = 0,220883534 . faktor konversi
x = 0,220883534. 10
x = 2,209 µg/ml
Pada A = 0,293
y = 1,245 x + 0,020→ 0,293 = 1,245 x + 0,020
x = 0,219277108 . faktor konversi
x = 0,219277108. 10
x = 2,193 µg/ml
Kadar terukur rata-rata = 3
(µg/ml) 2,193 2,209 225,2 ++= 2,209 µg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
63
Lampiran 3. Data dan contoh perhitungan baku vitamin C untuk metode
adisi
Timbang lebih kurang seksama 10,0 mg vitamin C
↓
Masukkan dalam gelas beker dan tambahkan sedikit akuades
↓
Aduk-aduk hingga homogen
↓
Masukkan dalam labu takar 10,0 ml yang dilapisi alumunium foil dan tambahkan
dengan akuades hingga tanda
↓
Lakukan replikasi sebanyak 4 kali
Penimbangan baku vitamin C untuk adisi
Replikasi I
(gram)
Replikasi II
(gram)
Replikasi III
(gram)
Replikasi IV
(gram)
Bobot kertas
Bobot kertas + zat
Bobot kertas + zat
(analitik)
Bobot kertas + sisa
(analitik)
0,1203
0,1304
0,13049
0,12050
0,1207
0,1308
0,13089
0,12093
0,1270
0,1373
0,13736
0,12724
0,1206
0,1308
0,13114
0,12083
Bobot zat 0,00999 0,00996 0,01012 0,01031
Perhitungan kadar stok larutan baku vitamin C untuk adisi :
Rep. I : ml10
mg99,9= 999 µg/ml
Rep. II : ml10
mg9,96= 996 µg/ml
Rep. III : ml10
mg10,12= 1012 µg/ml
Rep. IV : ml10
mg10,31= 1031 µg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
64
Perhitungan kadar vitamin C yang ditambahkan pada sampel
Kadar vitamin C yang
ditambahkan
Rep.I
(a = 999
µg/ml)
Rep. II
(b = 996
µg/ml)
Rep. III
(c = 1012
µg/ml)
Rep. IV
(d = 1031
µg/ml)
I (2 µg/ml) = (ml10
ml0,02x a|b|c|d) 1,998 1,992 2,024 2,062
II (4 µg/ml) = (ml10
ml0,04x a|b|c|d) 3,996 3,984 4,048 4,124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
65
Lampiran 4. Data recovery dan contoh perhitungannya dengan metode adisi
baku vitamin C (2 µg/ml)
Data hasil recovery dengan metode adisi baku vitamin C (2 µg/ml)
Replika-
si
Baku vit. C
yang
ditambahkan
(µg/ml)
Abs.
Kompleks
(Fe-o-phen)
C ukur
(µg/ml)
C ukur
rata-rata
(µg/ml)
Cukur rata-
rata sampel
(batch B 1)
Recovery
rata-rata
(%)
I 1,998
0,542
0,546
0,543
4,193
4,225
4,201
4,206 2,209 99,95
II 1,992
0,543
0,540
0,541
4,201
4,177
4,185
4,188 2,209 99,35
III 2,024
0,536
0,540
0,533
4,145
4,177
4,120
4,147 2,209 95,75
IV 2,061
0,546
0,543
0,547
4,225
4,201
4,233
4,220 2,209 97,57
Contoh perhitungan recovery dengan metode adisi baku vitamin C (2 µg/ml)
Pada A = 0,542 (diambil dari data replikasi yang pertama)
y = 1,245 x + 0,020 → 0,542 = 1,245 x + 0,020
x = 0,419277108 . faktor konversi
x = 0,419277108. 10
x = 4,193 µg/ml
Pada A = 0,546 (diambil dari data replikasi yang pertama)
y = 1,245 x + 0,020 → 0,546 = 1,245 x + 0,020
x = 0,422489959 . faktor konversi
x = 0,422489959. 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
66
x = 4,225 µg/ml
Pada A = 0,543 (diambil dari data replikasi yang pertama)
y = 1,245 x + 0,020 → 0,543 = 1,245 x + 0,020
x = 0,420080321 . faktor konversi
x = 0,420080321 . 10
x = 4,201 µg/ml
Kadar terukur rata-rata ( x ) =3
4,201 4,225 193,4 ++= 4,206 µg/ml
% Recovery =
(µg/ml)n ditambahka yang C Baku vit.
1) B(batch sampel rata2Cukur - )x( rata2kur Kadar terux 100 %
= µg/ml 1,998
(µg/ml) 2,209 - 206,4
= 99,95 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
67
Lampiran 5. Perhitungan LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of
Quantitation)
Kadar vit. C
(mg/100 ml
Abs. Kompleks
(Fe-o-phen) (Y)
Abs terhitung
(Yi)
(Y-Yi)2
0,199
0,300
0,399
0,498
0,598
0,264
0,394
0,515
0,658
0,752
0,268
0,393
0,517
0,640
0,764
1,6 x 10-5
1 x 10-6
4 x 10-6
3,24 x 10-4
1,44 x 10-4
Σ(Y-Yi)2 = 4,89 x 10
-4
Sb =2
)(2
−
−Σ
n
YiY
=3
10 x 4,89-4
= 0,013
LOD = Sl
Sbx3
= 245,1
0,013 x 3. faktor konversi
=245,1
0,013 x 3. 10
= 0,31 (µg/ml)
LOQ = Sl
Sbx10
= 245,1
0,013 x 10. faktor konversi
=245,1
0,013 x 10. 10
= 1,04 (µg/ml)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
68
Lampiran 6. Sertifikat analisis vitamin C
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
69
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Optimasi Metode
Penetapan Kadar Vitamin C dalam Sediaan Injeksi
Secara Spektrofotometri Visibel dengan Agen
Pengkompleks o-phenanthroline” ini memiliki nama
lengkap Adityo Prihandono Digja dengan nama panggilan
“Adit”. Penulis lahir tanggal 13 Mei 1986 di Jakarta.
Penulis menempuh pendidikan di TK-SMP Strada Nawar
Bekasi tahun 1990-2001, kemudian melanjutkan di SMU Kr. Satya Wacana
Salatiga pada tahun 2001-2004. Penulis mulai menempuh pendidikan di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun 2004. Selama aktif sebagai
mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Kromatografi (tahun 2006),
asisten praktikum Bioanalisis (tahun 2007) dan asisten praktikum Toksikologi
Dasar (tahun 2008). Selain kegiatan akademik, penulis juga mengikuti beberapa
kegiatan non-akademik. Kegiatan tersebut antara lain aktif sebagai anggota PSF
Veronika (tahun 2004 –2008), ikut dalam kepanitiaan Titrasi (tahun 2006 dan
2007), relawan kesehatan Pos Kesehatan Gereja Santo Antonius Kotabaru,
relawan kesehatan Bakti Sosial INTI (Ikatan Tionghoa Indonesia), dan relawan
kesehatan RS. Bethesda pasca gempa Yogyakarta (tahun 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI