7
PAJAK PENGHASILAN BENTUK USAHA TETAP 1. Pengertian Bentuk Usaha Tetap Berdasarkan pasal 2 UU PPh, BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap adalah wadah yang digunakan bagi pelaku bisnis Wajib Pajak Luar Negeri baik orang pribadi maupun badan yang menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia secara permanen. 2. Subjek Pajak BUT Berdasarkan Pasal 2 ayat 5 UU PPh Bentuk Usaha Tetap dapat berupa : a. Tempat kedudukan manajemen b. Cabang perusahaan c. Kantor perwakilan d. Gedung kantor e. Pabrik f. Bengkel g. Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan h. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan i. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan

Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pajak Internasional

Citation preview

Page 1: Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap

PAJAK PENGHASILAN BENTUK USAHA TETAP

1. Pengertian Bentuk Usaha Tetap

Berdasarkan pasal 2 UU PPh, BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang

pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari

183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat

kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Bentuk Usaha Tetap adalah wadah yang digunakan bagi pelaku bisnis Wajib Pajak Luar

Negeri baik orang pribadi maupun badan yang menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia

secara permanen.

2. Subjek Pajak BUT

Berdasarkan Pasal 2 ayat 5 UU PPh Bentuk Usaha Tetap dapat berupa :

a. Tempat kedudukan manajemen

b. Cabang perusahaan

c. Kantor perwakilan

d. Gedung kantor

e. Pabrik

f. Bengkel

g. Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan

untuk eksplorasi pertambangan

h. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan

i. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan

j. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang lain sepanjang

dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan

k. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

l. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat

kedudukan di Indonesia, yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di

Indonesia.

Page 2: Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap

BUT dalam P3B

Kriteria bagi negara sumber untuk dapat mengenakan pajak atas penghasilan dari

business profit yang diterima atau dijalankan oleh Wajib Pajak Luar Negeri yaitu:

Konsep BUT dalam model persetujuan penghindaran pajak berganda dimaksudkan

untuk menentukan hak pemajakan negara sumber agar dapat mengenakan pajak atas

laba usaha yang diterima atau diperoleh oleh Subjek Pajak dari negara lainnya.

Badan Usaha Tetap merupakan hak mutlak agar negara sumber dapat memajaki

business profit yang diperoleh negara tersebut.

Tanpa keberadaan Badan Usaha Tetap, negara sumber tidak berhak memajaki

business profit yang diperoleh oleh Wajib Pajak Luar Negeri dan hak pemajakan tetap

berada di tangan negara resident.

Kelompok BUT

Menurut Prof.Dr. Gunadi, BUT dikelompokkan menjadi:

BUT Fasilitas (Assets), adalah cara menentukan bahwa Wajib Pajak Luar Negeri

tersebut melakukan kegiatan usaha tetap yang kontinu di Indonesia apanila WPLN

tersebut memiliki tempat untuk melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Dengan

memiliki tempat usaha maka dianggap Wajib Pajak luar negeri tersebut memiliki

kegiatan usaha yang sifatnya kontinu dan permanen di Indonesia. Tempat usaha

dimaksud adalah tempat usaha merupakan kepunyaan sendiri, disewa, ataupun

difasilitasi oleh Pihak lain. Dalam pasal 2 ayat (5) UU PPh yang termasuk dalam BUT

tipe asset meliputi: tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor

perwakilan, gedung kantor; pabrik, bengkel, pertambangan dan penggalian sumber

alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan serta

perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan.

BUT Aktivitas, adalah penentuan Wajib Pajak Luar Negeri  memiliki BUT apabila

Wajib Pajak Luar Negeri tersebut melakukan kegiatan bisnis di Indonesia. Berbeda

dengan BUT tipe fasilitas yang tampak secara jelas bentuk fisiknya seperti kantor,

wilayah pengeboran, ataupun peternakan.  BUT tipe aktivitas walaupun tidak

memiliki kantor ataupun tempat usaha yang permanen selama Wajib Pajak luar negeri

tersebut melakukan aktivitas bisnis. meliputi: proyek konstruksi, instalasi, atau proyek

perakitan, pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang lain

Page 3: Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap

sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua

belas) bulan.

BUT Keagenan, adalah penentuan bagi Wajib Pajak Luar Negeri memiliki BUT

apabila adanya agen di Indonesia. Dalam penentuan adanya BUT atau tidak agen

yang dimaksud adalah agen dependen yang mewakili kepentingan Wajib Pajak Luar

Negeri di Indonesia. Jadi tanpa adanya tempat usaha ataupun kegiatan usaha Wajib

Pajak Luar Negeri dapat mendapatkan penghasilan di Indonesia melalui pekerjaan

yang dilakukan oleh agennya.Wajib Pajak Luar Negeri menunjuk seseorang ataupun

badan hukum untuk melakukan kegiatan bisnisnya di Indonesia, sebagai contoh

adalah WPLN dari Singapura X company memiliki proyek di Indonesia, akan tetapi

semua kegiatan dilaukan melalui PT C, maka Walaupun X company tidak memiliki

kantor di Indonesia juga tidak hadir di Indonesia dan melakukan kegiatan bisnisnya,

akan tetapi karena PT C bertindak sebagai agen X Company, maka akan ada BUT

dari agen tersebut.

BUT Perusahaan Asuransi, WPLN yang bergerak di bidang asuransi dalam

penentuan apakah terdapat BUT atau tidak adalah dengan cara melihat mengenai

adanya agen, pegawai perusahaan asuransi tersebut yang menerima premi asuransi

dan menanggung resiko di  Indonesia. Apabila perusahaan asuransi luar negeri yang

mendapatkan premi dari Indonesia tanpa melalui agen ataupun karyawan perusahaan

tersebut, maka perusahaan asuransi luar negeri tersebut bukanlah BUT karena tidak

ada agen atupun karyawan yang berada di Indonesia.

Sehubungan dengan pemajakan BUT, ketentuan dalam Pasal 24 Model Perjanjian OECD

menuntut adanya perlakuan nondiskriminasi antara BUT (usaha yang dijalankan oleh WPLN)

dengan usaha yang dijalankan oleh WPDN. Sejalan dengan prinsip umum tersebut, maka

pemenuhan kewajiban perpajakan WPLN dipersamakan dengan WPDN sebagaiman diatur

dalam UU PPh dan UU KUP.

3. Objek Pajak

a. Penghasilan Kena Pajak dan Atribusi Penghasilan

Secara umum yang menjadi penghasilan BUT adalah sama dengan apa yang

mejadi penghasilan dalam Wajib Pajak Badan. BUT pada dasarnya adalah cabang dari

Wajib Pajak Luar Negeri di Indonesia, sehingga apabila Wajib Pajak Luar Negeri

melakukan kegiatan usaha atau menerima penghasilan dari Indonesia tanpa melalui

BUT, maka ada kemungkinan penghasilannya menjadi penghasilan bagi BUT. Dari

Page 4: Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap

Pasal 5 ayat (1) UU PPh kita bisa melihat ada tiga jenis penghasilan bagi BUT.

Penghasilan tersebut adalah anatara lain:

1) Penghasilan dari usaha atau kegiatan usaha bentuk usaha tetap tersebut dan

dari harta yang dimiliki dan dikuasai. Penghasilan ini dikenal juga dengan

istilah attribution by fact  atau penghasilan yang berdasarkan fakta.

2) Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan penjualan barang, atau

pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dilakukan oleh BUT di

Indonesia. Penghasilan ini dikenal dengan Force of attraction Income rule

atau penghasilan berdasarkan penarikan paksa.

3) Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 UU PPh yang diterima atau

diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT

dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut.

Penghasilan ini dikenal dengan effectively connected Income rule atau

penghasilan berdasarkan hubungan efektif.

b. Cakupan Geografis Sumber Penghasilan

BUT dikenakan pajak pajak per basis teritorial sebatas pada penghasilan yang

diperoleh dari sumber di Indonesia (tempat BUT menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan). Perlakuan demikian selain memperlonggar iklim usaha dan investasi asing

(dengan pemangkasan objek pajak) juga akan menyederhanakan administrasi

pengenaan pajak.namun dari segi netralitas pemajakan usaha, hal tersebut kurang

mendapat dukungan penuh, karena tampak terdapat ketimpangan pemajakan antara

perusahaan WPDN (per basis global) dengan perusahaan WPLN (per basis teritorial)

dan terhadap pengusaha WPLN itu sendiri antara mengembangkan usahanya di

Indonesia melalui cabang (BUT) atau anak perusahaan (WPDN).

c. Pengurang Penghasilan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 maka biaya pengurang penghasilan meliputi:

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan usaha yang

diatribusikan baik per basis fakta maupun force of attraction serta berdasarkan

hubungan efektif.

2. Sebagian biaya administrasi kantor pusat, dan

3. Bagian biaya bunga atas pemanfaatan dana kantor pusat untuk usaha perbankan

(atau biaya lainnya sesuai dengan karakter usaha perusahaan). Jumlah biaya

Page 5: Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap

administrasi yang dapat dialokasi ditentukan oleh Dirjen Pajak, yaitu sebesar

biaya yang sebenarnya dengan batasan paling banyak proporsional dengan

peredaran global. Alokasi tersebut dihitung secara proporsional dengan jumlah

paling besar sebanding dengan pendapatan BUT dan pendapatan perusahaan

global.