46
Jejas, Adaptasi, dan Kematian Sel Sekilas Mengenai Jejas Sel Ketika mengalami stres fisiologis atau rangsang patologis, sel bisa beradaptasi, mencapai kondisi baru dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jika kemampuan adaptasi berlebihan, sel mengalami Jejas. Dalam batas waktu tertentu, cedera bersifat Reversibel, dan sel kembali ke kondisi stabil semula; namun, dengan stres berat atau menetap, terjadi cedera Ireversibel dan sel yang terkena akan mati. Penyebab Jejas Sel Deprivasi Oksigen (Hipoksia) Difesiensi oksigen, menganggu respirasi oksidatif aerobik dan merupakan penyebab cedera sel tersering dan terpenting, serta menyebabkan kematian. Dapat disebabkan oleh: -. Iskemia, terhentinya suplai darah dalam jaringan akibat gangguan aliran darah atau berkurangnya drainase vena. Iskemia merupakan penyebab tersering hipoksia. -. Oksigenasi Darah Yang Tidak Adekuat, seperti pada Pneumonia. -. Berkurangnya Kemampuan Pengangkuan Oksigen Darah, seperti pada Anemia atau Keracunan CO. Bahan Kimia Sebenarnya semua bahan kimia dapat menyebabkan jejas, jika terkonsentrasi cukup banyak dapat merusak keseimbangan lingkungan osmotik sehingga mencederai atau menyebabkan kematian sel. Bahan yang sering dikenal sebagai racun menyebabkan kerusakan serius pada tingkat selular dengan mengubah permeabilitas membran, homeostatis osmotik, atau keutuhan enzim atau kofaktor, dan dapat berakhir dengan kematian seluruh organ. 1

Patologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

patologi

Citation preview

Page 1: Patologi

Jejas, Adaptasi, dan Kematian Sel

Sekilas Mengenai Jejas Sel

Ketika mengalami stres fisiologis atau rangsang patologis, sel bisa beradaptasi, mencapai kondisi baru dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jika kemampuan adaptasi berlebihan, sel mengalami Jejas. Dalam batas waktu tertentu, cedera bersifat Reversibel, dan sel kembali ke kondisi stabil semula; namun, dengan stres berat atau menetap, terjadi cedera Ireversibel dan sel yang terkena akan mati.

Penyebab Jejas Sel

Deprivasi Oksigen (Hipoksia)Difesiensi oksigen, menganggu respirasi oksidatif aerobik dan merupakan penyebab cedera sel tersering dan terpenting, serta menyebabkan kematian. Dapat disebabkan oleh:-. Iskemia, terhentinya suplai darah dalam jaringan akibat gangguan aliran darah atau berkurangnya drainase vena. Iskemia merupakan penyebab tersering hipoksia.-. Oksigenasi Darah Yang Tidak Adekuat, seperti pada Pneumonia.-. Berkurangnya Kemampuan Pengangkuan Oksigen Darah, seperti pada Anemia atau Keracunan CO.

Bahan KimiaSebenarnya semua bahan kimia dapat menyebabkan jejas, jika terkonsentrasi cukup banyak dapat merusak keseimbangan lingkungan osmotik sehingga mencederai atau menyebabkan kematian sel.Bahan yang sering dikenal sebagai racun menyebabkan kerusakan serius pada tingkat selular dengan mengubah permeabilitas membran, homeostatis osmotik, atau keutuhan enzim atau kofaktor, dan dapat berakhir dengan kematian seluruh organ.Bahan tersebut meliputi Polusi Udara, Insektisida, CO, Asbes, dan ‘stimulan’ sosial seperti Etanol.

Agen InfeksiusBerkisar dari Virus Submikroskopik sampai Cacing Pita yang panjangnya beberapa meter; di antara rentang itu terdapat Riketsia, Bakteri, Fungi, dan Protozoa.

Reaksi ImunologiReaksi imun yang disengaja atau tidak disengaja dapat menyebabkan jejas sel dan jaringan. Anafilaksis terhadap protein asing atau suatu obat merupakan contoh klasik. Selain itu, hilangnya toleransi dengan respons terhadap antigen sendiri merupakan penyebab sejumlah Penyakit Autoimun.

Defek GenetikDapat menyebabkanperubahan patologis yang mencolok seperti malformasi kongenital yang disebabkan oleh Sindrom Down atau tak kentara, seperti Substitusi Asam Amino tunggal pada hemoglobin S anemia sel sabit. Hal ini disebabkan oleh perubahan ‘sepele’ yang sering kali terjadi pada Asam Deoksiribonukleat (DNA).

1

Page 2: Patologi

Ketidakseimbangan NutrisiInsufisiensi Kalori-Protein dan Defisiensi Vitamin tertentu sering terjadi. Nutrisi yang berlebihan juga merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas; misalnya, Obesitas yang meningkatkan resiko Diabetes Melitus Tipe 2. Selain itu, diet kaya lemak hewani sangat berhubungan dengan perkembangan Arterosklerosis serta kerentanan terhadap berbagai jenis gangguan, termasuk kanker.

Agen FisikTrauma, Temperatur Ekstrem, Radiasi, Syok Elektrik, dan perubahan mendadak pada Tekanan Atmosfer, semuanya mempunyai efek dengan kisaran luas pada sel.

PenuaanTrauma berulang juga dapat menimbulkan Degenerasi jaringan, meskipun tanpa kematian sel sama sekali. Selain itu, Proses Penuaan Sel (Senescence) intristik menimbulkan perubahan kemampuan perbaikan dan replikasi sel dan jaringan. Semua perubahan itu menyebabkan penurunan kemampuan berespons terhadap rangsangan dan cedera eksogen dan, akhirnya menyebabkan kematian organisme.

Prinsip Umum yang Relevan Jejas Sel

1. Respons selular terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe cedera, durasi, dan keparahannya.

2. akibat suatu stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe, status, kemampuan adaptasi, dan susunan genetik sel yang mengalami jejas.

3. 4 sistem intraselular yang paling mudah terkena jejas adalah; (1) Keutuhan membran sel, (2) Pembentukan adenosin trifosfat (ATP), (3) Sintesis protein, dan (4) Keutuhan perlengkapan genetik.

4. Komponen struktural dan biokimiawi suatu sel terhubung secara utuh tanpa memandang lokus awal jejas, efek multipel sekunder yang terjadi sangan cepat.

5. Fungsi sel hilang jauh sebelum terjadi kematian sel, dan perubahan morfologi jejas sel (atau mati).

Prinsip Biokimiawi Dasar yang Muncul pada Penyebab Cedera

1. Deplesi ATP, hilangnya sintesis ATP (baik melalui fosfoirilasi oksidatif mitokondria maupun glikolisis anaerobik) menyebabkan penutupan segera jalur homeostatis yang paling kritis.

2. Deprivasi Oksigen atau Pembentukan Spesies Oksigen Reaktif, sebagian pengurangan spesies oksigen teraktivasi juga merupakan mediator penting pada kematian sel. Spesies radikal bebas ini menyebabkan peroksidasi lipid dan efek delesi lainnya pada struktur sel.

3. Hilangnya Homeostatis Kalsium, iskemia atau toksin menyebabkan masuknya kalsium ektrasel melintasi membran plasma, diikuti pelepasan kalsium dari deposit intraselular. Peningkatan kalsium sitosol sebaliknya mengaktivasi bermacam fosfolipase (mencetuskan kerusakan membran), protease

2

Page 3: Patologi

(mangatabolisasi protein membran dan struktural) ATPase (mempercepat deplesi ATP), dan endonuklease (memecah material genetik). Hilangnya homeostatis kalsium tidak selalu merupakan puncak kejadian yang perlu pada jejas sel ireversibel.

4. Defek Permeabilitas Membran Plasma, dapat langsung dirusak oleh toksin bakteri tertentu, protein virus, komponen komplemen, limfosit sitolitik, atau sejumlah agen fisik atau kimiawi. Bisa juga sekunder, yang disebabkan oleh hilangnya sintesis ATP atau disebabkan oleh aktivasi fosfolipase yang dimediasi kalsium. Hilangnya berier memban menimbulkan kerusakan gradien konsentasi metabolit yang diperlukan untuk mempertahankan aktivitas metabolik normal.

5. Kerusakan Mitokondria, peningkatan kalsium sitosol, stres oksidatif intrasel, dan produk pemecahan lipid, menyebabkan semuanya berkulminasi dalam pembentukan saluran membran mitokondria interna dengan kemampuan konduksi yang tinggi (disebut juga Transisi Permeabilitas Mitokondrial). Pori nonselektif ini memungkinkan gradien proton melintasi membran mitokondria untuk menghilang sehingga mencegah pembentukan ATP. Sitokrom c (protein mudah larut penting pada rantai transpor elektron) juga bocor keluar ke dalam sitosol; di sini mengaktifkan jalur kematian apoptotik.

Dengan konsep umum ini, kita akan fokus pada tiga bentuk jejas sel yang lazim terjadi, yaitu:

Jejas Hipoksik dan Iskemik

Jejas Hipoksik

Efek pertama hipoksia adalah pada respirasi aerobik sel, yaitu fosforilasi oksidatif oleh mitokondria; sebagai akibat penurunan tegangan oksigen, pembentukan ATP intrasel jelas berkurang. Hasil deplesi ATP mempunyai efek luas pada banyak sistem dalam sel.-. Aktivitas pompa natrium yang diatur ATP membran plasma menurun, selanjutnya terjadi akumulasi natrium intrasel dan difusi kalsium keluar sel. Hal ini disertai hasil isosmotik cairan, menyababkan pembengkakan selular akut. Kondisi ini dieksaserbasi oleh peningkatan beban osmotik dari akumulasi metabolit lain, seperti fosfat anorganik, asam laktat, dan nukleosida purin.-. Glikolisis anaerob meningkat karena ATP berkurang dan disertai peningkatan Adenosin Monofosfat (AMP) yang merangsang enzim Fosfofruktokinase. Menimbulkan deplesi cepat cadangan glikogen. Peningkatan glikolisis juga menyebabkan akumulasi asam laktat dan fofat anorganik akibat hidrolisis ester fosfat, jadi menurunkan pH intrasel.-. Penurunan kadar pH dan ATP menyebabkan ribosom lepas dari retikulum endoplasma kasar dan polisom untuk berdisosiasi menjadi monosom, dengan akibatnya terjadi penurunan sintesis protein.

3

Page 4: Patologi

Jika hipoksia tidak dihilangkan, selanjutnya menyebabkan kerusakan morfologik. Gambaran ultrastruktur seperti mikrovili hilang, dan permukaan sel akan menggelembung. Jika oksigen diperbaiki, semua gangguan yang telah disebut akan reversibel; namun, jika iskemia tetap terjadi, jejas yang ireversibel mengikuti.

Jejas Iskemia/reperfusi

Berlawanan dengan hipoksia, pembentukan energi glikolitik dapat berlanjut (walaupun kurang efiesien dibandingkan jalur oksidatif), iskemia juga menganggu pengiriman substrat untuk glikolisis. Akibatnya, pembentukan energi anaerob juga berhenti di jaringan yang iskemik setelah substrat potensialnya mengalami kelelahan atau jika glikolisis dihambat oleh akumulasi metabolit yang normalnya akan dibuang melalui aliran darah. Kenskuensinya, iskemia mencederai jaringan lebih cepat dibandingkan hipoksia. Namun, dalam keadaan tertentu, terjadi perbaikan aliran darah pada iskemik meskipun jaringan tetap hidup, secara paradoks, pada cedera terakselerasi dan dieksaserbasi. Sebagai hasilnya, jaringan menyokong kehilangan sel selain sel yang rusak ireversibel pada akhir episode eskemik. Keadaan itu disebut Iskemia/ Jejas Reperfusi yang secara klinis merupakan proses penting yang secara bermakna berperan pada kerusakan jaringan pada infark miokar dan serebral.Reperfusi jaringan iskemik dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut melalui cara:-. Pemulihan aliran darah membasahi sel yang terganggu dalam konsentrasi tinggi kalsium bila sel tersebut tidak mampu mengatur sepenuhnya lingkungan ioniknya menyebabkan hilangnya keutuhan sel.-. Reperfusi sel yang mengalami jejas mengakibatkan rekruitmen sel radang yang terjadi lokal; sel itu melepaskan spesies oksigen reaktif berkadar tinggi yang mencetuskan kerusakan membran dan transisi permeabilitas mitonkondria-. Mitokondria yang rusak pada sel yang terganggu, tetapi masih dapat hidup, menghasilkan reduksi oksigen tak lengkap sehingga meningkatkan produksi spesies radikal bebas; selain itu, sel yang mengalami jejas secara iskemik memiliki mekanisme pertahanan antioksidan yang terganggu.

Jejas sel yang diinduksi radikal bebas

Kerusakan radikal bebas juga mendasari cedera zat kimia dan radiasi, toksisitas oksigen dan gas lain, penuaan selular, pembunuhan mikroba oleh sel fagositik, kerusakan sel radang, destruksi tumor oleh makrofag, dan proses cedera lainnya.Radikal bebas merupakan Spesies Kimiawi Dengan 1 Elektron Tak Berpasangan Di Orbital Terluar. Sifatnya sangat tidak stabil dan mudah bereaksi dengan zat kimia anorganik atau organik; saat dibentuk dalam sel, radikal bebas segera menyerang dan mendegradasi asam nukleat serta berbagai molekul membran. Selain itu, radikal bebas menginisiasi reaksi Autokatalitik; sebaliknya, molekul yang bereaksi dengan radikal bebas diubah menjadi radikal bebas, semakin memperbanyak rantai kerusakan.Radikal bebas dapat dibentuk dalam sel oleh:

4

Page 5: Patologi

-. Reaksi Redoks yang terjadi selama proses fisiologis normal.-. Nitrit Oksida (NO) merupakan mediator kimiawi penting yang normalnya disintesis oleh berbagai tipe sel, yang dapat berperan sebagai radikal bebas atau dapat diubah menjadi spesies nitrit yang sangat reaktif.-. Penyerapan Energi Radian (misalnya, Sinar Ultraviolet dan Sinar X). Radiasi pengion dapat menghidrolisis air menjadi gugus hidroksil (OH-) dan radikal bebas hidrogen (H+).-. Metabolisme Enzimatik Zat Kimia Eksogen (misalnya, Karbon Tetrakloride).

3 Reaksi yang Paling relevan dengan jejas sel radikal bebas

1. Peroksidasi Lipid Membran, terutama pada Lemak Tak Jenuh. Interaksi radikal lemak menghasilkan peroksida, yang tidak stabil dan reaktif, dan terjadi reaksi rantai autokatalitik.

2. Fragmentasi DNA, reaksi radikal bebas dengan Timin pada DNA mitokondria dan Nuklear menimbulkan rusaknya untai tunggal. Memberikan inplikasi pada pembunuhan sel dan perubahan sel menjadi ganas.

3. Ikatan Silang Protein, radikal mencetuskan ikatan silang protein yang diperantarai Sulfhidril, menyebabkan peningkatan kecepatan degradasi atau hilangnya aktivitas enzimatik. Reaksi radikal bebas juga bisa secara langsung menyebabkan fragmentasi polipeptida.

Pembuatan radikal bebas juga merupakan bagian normal respirasi dan aktivitas selular rutin lainnya, termasuk pertahanan mikroba. Untungnya, radikal bebas memang tidak stabil, dan umumnya rusak secara spontan; misalnya Superoksida, sangat cepat rusak dnegan adanya air yang masuk ke dalam oksigen dan hidrogen peroksida. Namun, sel juga membentuk beberapa sistem enzimatik dan nonenzimatik untuk menonaktifkan radikal bebas.

-. Kecepatan kerusakan spontan meningkat bermakna oleh kerja Superoksida Dismutase (SOD) yang ditemukan pada banyak tipe sel.-. Glutation (GSH) Peroksidase juga melindungi sel adar tidak mengalami jejas dengan mengatalisis perusakan radikal bebas. Rasio intrasel Glutation Teroksidase (GSSG) menjadi Glutation Tereduksi (GSH) merupakan refleksi status oksidasi sel dan aspek penting kemampuan sel untuk mengatabolisme radikal bebas. -. Katalase terdapat dalam Peroksisom, langsung mendegradasi Hidrogen Peroksida. -. Antioksidan endogen atau eksogen (misalnya, Vitamin E, A, dan C, serta β- Karoten) juga dapat menghambat pembentukan radikal bebas atau memulung radikal bebas ketika selesai dibentuk. -. Zat Besi dan Tembaga yang diionisasi bebas dapat mengatalisis pembentukan spesies oksigen reaktif. Namun unsur tersebut biasanya diasingkan oleh cadangan dan/ atau protein transpor (misalnya, Transferin, Feritin, dan Seruloplasmin).

Cedera Kimiawi

5

Page 6: Patologi

Zat kimia menginduksi jejas sel dengan salah satu dari 2 mekanisme umum berikut ini:

1. Beberapa zat kimia belerja secara langsung dengan cara bergabung dengan komponen molekular kritis atau organel selular. Misalnya , pada keracunan Merkuri Klorida, merkuri berikatan dengan gugus Sulfhidril berbagai protein membran sel.

2. Banyak zat kimia lain yang tidak aktif secara intrinsik biologis, tetapi pertama kali harus dikonversi menjadi metabolit toksik reaktif, yang kemudian bekerja pada sel target.CCl4, misalnya, dikonversi menjadi radikal bebas toksik CCl3; terutama di hati. Radikal bebas itu menyebabkan peroksidasi fosfolipid membran autokatalitik, dengan kerusakan cepat retikulum endoplasma, yang menyebabkan Perlemakan Hati. Hasil akhirnya bisa terjadi influks kalsium dan akhirnya kematian sel.

Adaptasi selular terhadap jejas

Atrofi

Pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel disebut Atrofi. Walaupun dapat menurun fungsinya, sel atrofi tidak mati.Penyebab atrofi, antara lain Berkurangnya Beban Kerja (Imobilisasi), Hilangnya Persarafan, Berkurangnya Suplai Darah, Nutrisi Yang Tidak Adekuat, Hilangnya Rangsangan Endokrin, dan Penuaan.Atrofi menggambarkan pengurangan komponen struktural sel. Sintesis yang berkurang, peningkatan katabolisme, atau keduanya, akan menyebabkan atrofi. Pada sel normal, sintesis dan degradasi isi sel dipengaruhi sejumlah hormon , termasuk Insulin, TSH (Hormon Perangsang Tiroid), dan Glukokortikoid.Pengaturan degradasi protein tampaknya mempunyai peran kunci pada atrofi. Sel mamalia mengandung 2 sistem proteolitik yang menjalankan fungsi degradasi berbeda:-. Lisosom, mengandung Protease dan enzim lain pendegradasi molekul yang diendositosis dari lingkungan ekstrasel, serta mengatabolisme komponen subselular, seperti organela yang menunjukkan proses penuaan.-. Jalur Ubiquitin-Proteasome, jalur ini menyebabkan percepatan proteolisis pada keadaan hiperkatabolik (termasuk Kakeksia Kanker) dan pengaturan berbagai molekul aktivitas intrasel.Pada banyak situasi, atrofi disertai peningkatan bermakna sejumlah Vakuola Autofagik, fusi lisosom dengan organela dan sitosol intrasel memungkinkan katabolisme dan pembongkaran komponen selnya sendiri pada sel yang atrofi. Beberapa debris sel di dalam vakuola autofagositik dapat menahan digesti dan menetap sebagai badan residu yang terikat membran (misalnya, Lipofuscin).

Hipertropi

6

Page 7: Patologi

Hipertropi merupakan penambahan ukuran sel dan menyebabkan penambahan ukuran organ. Pembesarannya merupakan akibat dari peningkatan sintesis organela dan protein struktural. Hipertropi dapat fisiologik atau patologik dan disebabkan juga oleh peningkatan kabutuhan fungsional atau rangsangan hormon spesifik.Contoh hipertropi sel patologik mencakup pembesaran jantung yang terjadi akibat hipertensi atau penyakit katup aorta.Sel otot lurik, baik pada otot rangka atau pada otot jantung, dapat mengalami hipertropi saja tanpa hiperplasia akibat berespons terhadap peningkatan kebutuhan sel karena pada orang dewasa sel tersebut tidak dapat membelah lagi.Namun demikian, perubahan adaptif tersebut tidak semuanya bersifat jinak; perubahan tersebut dappat juga menyebabkan perubahan dramatis pada fenotip selular.Apa pun mekanisme hipertrofi, akan tercapai suatu batas yang pembesaran masa ototnya tidak lagi dapat melakukan kompensasi untuk peningkatan beban.

Hiperplasia

Hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan. Hipertropi dan hiperplasia terkait erat dan sering kali terjadi bersamaan dalam jaringan sehingga keduanya berperan terhadap penambahan ukuran organ secara menyeluruh.Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik. Hiperplasia fisiologik dibagi menjadi (1) Hiperplasia Hormonal, ditunjukkan dengan proliferasi epitel kelenjar payudara perempuan saat pubertas dan selama kehamilan; dan (2) Hiperplasia Kompensatoris, yaitu hiperplasia yang terjadi saat sebagian jaringan dibuang atau sakit, yang akhirnya terjadi perbaikan hati ke berat normal.Rangsang untuk hiperplasia pada kondisi ini adalah faktor pertumbuhan Polipeptida, yang setelah massa perbaikan selesai dihentikan oleh berbagai Inhibitor Pertumbuhan, seperti yang terjadi pada hati yang direseksi sebagian.Sebagian besar bentuk hiperplasia patologi adalah contoh stimulan faktor pertumbuhan atau hormonal yang berlebih. Hiperplasia patologik sendiri merupakan tanah yang subur, yang akhirnya dapat muncul proliferasi kanker.

Metaplasia

Metaplasia adalah perubahan reversibel; pada perubahan tersebut satu jenis sel dewasa (epitelial atau mesenkimal) digantikan oleh jenis sel sewasa lain.Metaplasia merupakan adaptasi selular, yang selnya sensitif terhadap stres tertentu, digantikan oleh jenis sel lain yang lebih mampu bertahan pada lingkungan kebalikan.Metaplasia epitelial ditunjukkan dengan perubahan epitel gepeng yang terjadi pada epitel saluran napas perokok kretek. Sel epitel silindris bersilia normal pada trakea dan bronkus, secara fokal atau luas, diganti dengan sel epitel gepeng bertingkat. Defesiensi Vitamin A juga dapat menginduksi metaplasia silindris

7

Page 8: Patologi

pada epitel respirasi. Agaknya, epitel gepeng bertingkat “kasar” mampu bertahan hidup di bawah kondisi yang epitel khususnya yang lebih rapuh tidak akan menoleransi.Walaupun epitel metaplastik adaptif mungkin mempunyai keuntungan dalam daya tahan hidup, mekanisme perlindungan yang pening hilang, seperti sekresi mukus dan pembersihan silia material berukuran partikel. Selain itu, pengaruh yang menginduksi transformasi metaplastik, jika menetap, dapat menginduksi transformasi kanker pada epitel yang metaplastik.

Respons Subselular terhadap Jejas

Respon terhadap kondisi tertentu disertai dengan perubahan yang agak berbeda yang hanya melibatkan organela subselular dan protein sitosolik.

Katabolisme Lisosomal

Lisosom Primer adalah organela intrasel yang dilapisi membran yang mengandung beragam enzim hidrolitik. Lisoson berfusi dengan vakuola yang berisi material yang berfungsi sebagai pencerna pembentu Lisosom Sekunder, atau Fagolisosom. Lisosom terlibat dalam pemecahan material yang dicerna melalui satu dari 2 cara, yaitu:-. Heterofagi Material dari lingkungan eksterna diambil melalui suatu proses yang secara umum disebut Endositosis; pengambilan material yang berukuran lebih besar disebut Fagositosis; dan pengambilan makromulekul yang dapat larut yang lebih kecil dinamakan Pinositosis. Vakuola yang mengalami endositosis dan isinya, akhirnya berdifusi dengan lisosom, menyebabkan degenerasi material yang dapat ditelan.Heterofagi merupakan hal yang paling mencolok dalam fagosit ‘profesional’; bakteri dicerna dan didegradasi oleh Neutrofil, dan Makorfag manelan dan mangatabolisme sel nekrotik.-. Autofagi Pada proses ini, organela intraselular dan sebagian sitosol terasing dari sitoplasma dalam Vakuola Autofagik yang terbentuk dari regio bebas ribosom RER. Kemudian, berdifusi dengan lisosom primer yang sebelumnya telah ada, membentuk Autofagolisosom. Autofagi merupakan fenomena umum yang terlibat dalam penyingkiran organela rusak atau mati, dan pada perbaikan kembali sel yang disertai diferensiasi sel. Autofagi terutama terjadi pada sel yang mengalami atrofi, yang diinduksi oleh kekurangan zat nutrisi atau hormon.Lisosom dengan debris yang tidak dicerna, bisa menetap dalam sel sebagai Badan-Badan Residual atau bisa dipaksa keluar. Granul Pigmen Lipofuscin menunjukkan material yang tidak dapat dicerna, yang dihasilkan dari peroksidasi lipid intrasel, dan pigmen tertentu yang tidak dapat dicerna, seperti partikel karbon yang diinhalasi dari atmosfer atau pigmen yang diinokulasi pada tato, dapat menetap dalam fagolisosom pada satu makrofag selama beberapa dekade.

8

Page 9: Patologi

Lisosom juga merupakan gudang penimbunan material sel terasing yang tidak dapat dimetabolisme dengan sempurna. Gangguan Penyimpanan Lisosom herediter, disebabkan oleh defisiensi enzim yang mendegradasi berbagai makromolekul, menyebabkan penimbunan metabolit intermedia abnormal dalam lisosom sel di seluruh tubuh; neuron paling rentan terhadap cedera letal akibat akumulasi seperti ini.

Induksi (Hipertrofi) Retikulum Endoplasma Halus

Pemakaian Barbiturat yang terus menerus menimbulkan peningkatan toleransi sehingga dosis berulang menimbulkan pemendekan durasi tidur secara progresif. Oleh karena itu, pasien dikatakan mampu beradaptasi dengan obat tersebut.Adaptasi tersebut disebabkan oleh induksi dengan penambahan volume (hipertrofi) SER hepatosit, yang memetabolisme obat melalui sistem oksidase fungsi campuran P-450 yang terdapat di sana. Tujuan modifikasi enzim itu adalah meningkatan daya larut berbagai senyawa, sehingga mempermudah ekskresinya.Walaupun hal tersebut sering dijelaskan sebagai Detoksifikasi, tetapi kenyataan lebih banyak senyawa diubah oleh modifikasi P-450 yang lebih berbahaya.

Perubahan Mitokondria

Pada hioertrofi selular terdapat penembahan jumlah mitokondria dalam sel; sebaliknya, jumlah mitokondria berkurang selama atrofi sel.Mitokondria dapat berukuran sangat besar dan berbetuk abnormal (Megamitokondria), seperti yang tampak pada hepatosit dalam keadaan berbagai difisiensi nutrisi dan penyakit hati alkoholik. Pada penyakit metabolik otot rangka yang diturunkan tertentu, terdapat Miopati Mitokondrial, defek pada metabolisme mitokondria yang disertai peningkatan sejumlah mitokondria besar yang tidak biasa, yang mengandung kridta abnormal.

Abnormalitas Sitoskeletal

Sitoskeletal penting untuk:-. Transpor intraselular organel dan molekul-. Mempertahankan arsitektur sel dasar (misalnya, polaritas sel, membedakan atas dan bawah)-. Membawa sinyal sel-sel dan sel-matriks ekstrasel menuju nukleus-. Kekuatan mekanis untuk keutuhan jaringan-. Mobilitas sel-. FagositosisAbnormal sitoskeleton terjadi pada berbagai kondisi patologis. Perubahan itu dapat direfleksikan dengan suatu gambaran dan gungsi sel abnormal, gerakan organel intrasel yang menyimpang, defek daya gerak sel, atau akumulasi meterial fibrilar intraselular.

Protein syok Panas

9

Page 10: Patologi

Salah satu respons biologik adaptif yang dijaga dalam hirarki filogenetik adalah produksi Protein Stres setelah rangsang yang berpotensi berbahaya. Protein Syok Panas (HSP) berperan penting pada pemeliharaan/perawatan protein intrasel normal, termasuk proses pelipatan protein (Protein Folding), disagregasi kompleks protein, dan transpor protein menuju berbagai organel intraselular, oleh karena itu HSP disebut juga Chaperone.HSP diinduksi setelah rangsangan berbahaya yang tak terduga berperan penting dalam pelipatan kembali polipeptida yang mengalamidenaturasi, untuk memperbaiki fungsinya sebelum menimbulkan disfungsi atau kematian sel yang serius.Sebagai alternatif, ketika pelipatan kembali tidak berhasil, protein terdenaturasi yang tidak dapat diperoleh kembali ditandai dengan ikatan molekul HSP ubiquitin; pengikatan ubiquitin menargetkan protein tersebut untuk katabolisme sitosolik oleh Proteasom, suatu kumpulan partikel proteinase nonlisosomal. Fakta bahwa HSP chaperone ditemukan di mana-mana dan diinduksi sangat kuat pada lingkungan stres selular subletal menunjukkan behwa HSP chaperone berperan dalam adaptasi sel terhadap jejas.

AKUmulasi Intrasel

Pada beberapa kondisi, sel dapat mengakumulasi sejumlah zat abnormal. Akumulasi tersebut dapat membahayakan atau menyebabkan berbagai tingkat cedera. Lokasi substansi tersebut mungkin di dalam sitoplasma, organel (khususnya lisosom), atau dalam nukleus.

Terdapat 3 jalur umum yang selnya dapat menambah akumulasi intrasel abnormal.

1. Zat normal diproduksi dengan kecepatan normal atau kecepatan yang meningkat, tetapi kecepatan metabolik tidak adekuatuntuk menyingkirkannya. Suatu contoh untuk jenis proses tersebut adalah Perlemakan Hati.

2. Zat endogen normal atau abnormal menumpuk karena defek genetik atau didapat pada metabolisme, pengemasan, transpor, atau sekresinya. Satu contohnya adalah defek enzimatik genetik pada jalur metabolik spesifik; gangguan yang dihasilkan disebut Penyakit Simpanan. Pada kasus lain, mutasi menyebabkan defek pelipatan dan transpor, dan akhirnya akumulasi protein (misalnya, Defesiensi α1-Antitripsin).

3. Zat eksogen abnormal disimpan dan menumpuk karena sel tidak memiliki mesin enzimatik untuk mendegradasi zat, dan juga tidak mampu mengangkutnya ke tempat lain. Akumulasi partikel Karbon atau Silika merupakan contoh jenis perubahan tersebut.

Perlemakan

Perlemakan atau Steatosis menunjukkan setiap akumulasi abnormal Trigliserida dalam sel Parenkim, dan di setiap tempat, akumulasi lemak tampak sebagai vakuola jernih dalam sel parenkim. Walaupun perlemakan merupakan indikator jejas yang

10

Page 11: Patologi

Reversibel, kadang-kadang perlemakan ditemukan dalam sel yang berdekatan dengan sel yang mengalami Nekrosis. Perlemakan sering terlihat di Hati karena merupakan organ utama yang terlibat dalam metabolisme lemak, tetapi juga dapat terjadi di jantung, otot rangka, ginjal, dan organ lain. Steatosis dapat disebabkan oleh Toksin, Malnutrisi Protein, Diabetes Melitus, Obesitas, dan Anoksia.Asam lemak bebas dari jaringan adiposa atau makanan yang ditelan normalnya diangkut ke dalam Hepatosit; di hepatosit makanan diesterifikasi menjadi trigliserida, diubah menjadi Kolesterol atau Fosfolipid, atau dioksidasi menjadi Badan Keton. Beberapa asam lemak juga disintesis dari asetat di dalam hepatosit. Keluarnya trigliserida dari hepatosit harus berikatan dengan Apoprotein untuk membentuk Lipoprotein, yang kemudian melintasi sirkulasi. Akumulasi berlebihan trigliserida dapat disebabkan oleh defek pada setiap tahapan dari masuknya asam lemak sampai keluarnya lipoprotein, sehingga menyebabkan kejadian perlemakan hati setelah berbagai gangguan hati. Hepatotoksin (misalnya, alkohol) mengubah fungsi SER dan mitokondrial; CCl4 dan malnutrisi protein menurunkan sintesis apoprotein; anoksia menghambat oksidasi asam lemak; dan kelaparan meningkatkan mobilisasi asam lemak dari cadangan perifer.Apabila ringan, perlemakan tidak memiliki efek pada fungsi sel. Perlemakan yang lebih berat secara transien dapat menganggu fungsi sel, tetapi kecuali jika beberapa proses intrasel terganggu secara ireversibel (misal, pada keracunan CCl4), perlemakan bersifat reversibel. Dalam bentuk yang berat, perlemakan dapat mengawali kematian sel, tetapi harus ditekankan bawa sel dapat mati tanpa mengalami perlemakan.

Kolesterol dan Ester Kolesteril

Metabolisme kolesterol selular diatur ketat untuk memastikan sintesis membran sel normal tanpa akumulasi intrasel yang berarti. Namun, sel fagositik bisa menjadi sangat terbebani dengan lipid (trigliserida, kolesterol, dan ester kolesteril) pada beberapa proses patologik yang berbeda.Makrofag Scavenger (makrofag yang mengganggu reaksi kimia) berkontak dengan debris lipid sel nekrotik atau bentuk abnormal (misal, teroksidasi) lipid plasma menyebabkan terisi penuh lipid karena aktivitas fagositiknya. Makrofag ini terisi dengan vakuola lipid kecil yang terikat membran, memberikan gambaran busa pada sitoplasma (Sel Busa). Pada Aterosklerosis, , otot sel polos dan makrofag terisi dengan vakuola lipid yang terdiri atas kolesterol dan ester kolesteril; hal ini menyebabkan plak aterosklerosis berwarna kuning khas dan mempunyai kontribusi terhadap patogenesis lesi. Sekelompok makrofag yang berbusa membentuk massa yang disebut Xanthoma.

Protein

Secara morfologis, akumulasi protein yang terlihat lebih jarang terjadi dibandingkan akumulasi lipid; akumulasi protein dapat terjadi karena kelebihan protein disajikan pada sel atau karena sel menyintesis protein dalam jumlah yang berlebih.

11

Page 12: Patologi

Contohnya adalah pada Proteinuria dan akumulasi nyata Imunoglobin yang baru disintesis yang dapat terjadi di RER beberapa sel plasma, menghasilkan Badan Russel eosinofilik bulat.

Glikogen

Deposit glikogen intrasel yang berlebih disebabkan oleh abnormalitas metabolisme glukosa atau glikogen. Pada diabetes melitus yang tidak terkontrol baik, contoh utama penyimpangan metabolisme glukosa adalah akumulasi glikogen di epitel Tubulus Ginjal, Miosit Jantung, dan Sel Beta Pulau Lengerhans. Glikogen juga berakumulasi dalam sel di sekelompok gangguan genetik yang terkait erat yang secara kolektif disebut Penyakit Penimbunan Glikogen, atau Glikogenesis. Pada penyakit tersebut, defek enzim pada sintesis atau pemecahan glikogen menghasilkan penimbunan masif, dengan cedera sekunder dan kematian sel.

Pigmen

Pigmen merupakan sebstansi berwarna yang bersifat eksogen atau endogen.Pigmen eksogen yang tersering adalah Karbon (misalnya, debu batu bara). Agregat pigmen nyata sekali menghitamkan aliran kelenjar getah bening dan parenkim paru (Antrakosis). Akumulasi berat dapat menginduksi Emfisema atau reaksi fibroblastik yang dapat mengakibatkan penyakit paru serius, disebut Pneumokoniosis Paru Penambang Batu Bara.Pigmen endogen meliputi Lipofuscin, Melanin, dan derivat tertentu Hemoglobin.Lipufuscin atau ‘Wear and Tear Pigment’, merupakan material intrasel glanular kuning kecoklatan tak mudah larut, yang berakumulasi dalam berbagai jaringan (terutama jantung, hati, dan otak) sebagai suatu fungsi umur atau atrofi. Lipofuscin menggambarkan kompleks lipid dan protein yang berasal dari radikal bebas perokdasi terkatalisis pada lemak Polyunsaturated membran subselular. Lipofuscin tidak mencederai sel, tetapi penting sebagai penanda cedera radikal bebas di masa lalu. Bila tampak jelas di jaringan, lipofuscin disebut Atrofi Coklat.Melanin adalah pigmen hitam-coklat endogen yang dibentuk oleh Melanosit saat enzim Tironase mangatalisis oksidasi tirosin menjadi Dihidroksifenilalanin. Melanin disintesis secara ekslusif oleh melanosit, sel spesifik yang secara khas ditemukan pada epidermis dan berperan sebagai tabir endogen melawan Radiasi Ultraviolet yang sangat berbahaya. Walaupun melanosit adalah satu-satunya sumber melanin, Keratinosit Basal yang berdekatan di kulit dapat mengakumulasi pigmen (misalnya, bintik-bintik di kulit), atau bisa diakumulasi dalam makrofag dermal.Hemosiderin adalah pigmen glanular yang berasal dari hemoglobin yang berwarna kuning-keemasan sampai coklat dan berakumulasi dalam jaringan saat terdapat kelebihan zat besi lokal atau sistemik. Setiap saat terdapat kelebihan beban zat bsi sistemik, hemosiderin tersimpan dalam banyak organ dan jaringan, suatu keadaan yang disebut Hemosiderosis.

Kalsifikasi Patologik

12

Page 13: Patologi

Kalsifikasi patologik secara tak langsung menunjukkan deposisi abnormal garam kalsium, bersama dengan sejumlah kecil zat besi, magnesium, dan mineral lain.

Kalsifikasi Distrofik

Kalsifikasi jenis ini adalah deposisi di jaringan yang telah mati atau akan mati, terjadi dalam keadaan tidak ada kekacauan metabolik kalsium. Kalsifikasi distrofik sering merupakan penyebab disfungsi organ.Patogenesis kalsifikasi distrofik meliputi Inisiasi (atau Nukleasi) dan Propagasi, keduanya dapat merupakan intrasel atau ekstrasel; produk akhir puncak adalah pembentukan kristal Kalsium Fosfat.Inisiasi di tempat ekstrasel terjadi pada vesikel yang pada kartilago dan tulang normal, disebut Vesikel Matriks, dan pada kalsifikasi patologik berasal dari sel-sel yang mengalami degenerasi. Sedangkan akumulasi fosfat terjadi akibat kerja Fosfatase yang dibungkus oleh membran. Inisiasi kalsifikasi intrasel ini terjadi dalam mitokondria sel yang telah mati atau akan mati, yang telah kehilangan kemampuannya mengatur kalsium intrasel.Setelah inisiasi di salah satu lokasi, terjadi propagasi pembentukan kristal. Keadaan tersebut bergantung pada konsentrasi Ca++ dan PO4- di ruang ekstrasel, adanya inhibitor mineral, dan gerajat kolagenasi. Kolagen meningkatkan kecepatan pertumbuhan kristal, tetapi protein lain seperti Osteopontin (suatu fosfoprotein asam yang mengikat kalsium) juga terlibat.

Kalsifikasi Metastatik

Kalsifikasi metastatik dapat terjadi di jaringan normal setiap kali terdapat Hiperkalsemia; jelas, hiperkalsemia juga memperburuk kalsifikasi distrofik. 4 penyebab utama hiperkalsemia adalah:-. Peningkatan Sekresi Hormon Paratiroid, akibat tumor paratiroid primer atau produksi oleh tumor ganas lain.-. Destruksi Tulang akibat pengaruh penggantian yang terakselerasi (misalnya, Penyakit Paget), imobilisasi, atau tumor.-. Gangguan Yang Berhubungan Dengan Vitamin D dan Sarcoidosis (makrofag mangaktifkan prekursor vitamin D)-. Gagal Ginjal, yang retensi fosfatnya menimbulkan Hiperparatiroidisme Sekunder.

Jejas Sel Reversibel dan Ireversibel

Mekanisme Umum

Dalam keterbatasannya, sel dapat mengompensasi 4 gangguan yang paling umum pada sel yang telah dijelaskan pada awal bagian, dan jika rangsang yang membuat jejas dihilangkan, sel kembali ke keadaan normal. Namun begitu, cedera yang persisten atau berlebihan menyebabkan sel melewati ambang batas dan masuk ke kondisi Jejas Ireversibel.

13

Page 14: Patologi

Keadaan tersebut disertai kerusakan luas pada semua membran, pembengkakan lisosom, vakuolisasi mitokondria, sehingga terjadi penurunan untuk membentuk ATP. Kalsium ekstrasel masuk ke dalam sel, dan cadangan kalsium intrasel dikeluarkan, menyebabkan aktivasi enzim yang dapat mengatabolisasi membran, protein, ATP, dan asam nukleat. Namun begitu, 2 fenomena umum yang menandai keadaan ireversibel adalah:-.Kedidakmampuan memperbaiki disfungsi mitokondria, bahkan setelah resolusi jejas asal-. Terjadinya gangguan fungsi membran yang besar, yang dapat disebabkan oleh (1) Kehilangan progresif fosfolipid membran, (2) Abnormalitas sitoskeletal, (3) Radikal oksigen toksik, dan (4) Produk pemecahan lipid, yang memiliki efek pembersih pada membran.Hasil akhir dari 2 hal di atas atau mekanisme kerusakan membran apa pun adalah Kebocoran Masif Material intrasel dan Influks Masif Kalsium, dengan akibat yang telah dibahas sebelumnya.Setelah kematian sel, kandungan sel secara progresif terdigesti oleh Hidrolase Lisosomal; selanjutnya terjadi kebocoran luas enzim sel yang berpotensi destruktif, masuk ke ruang ekstrasel. Sel mati akhirnya dapat digantikan dengan massa fosfolipid berulir besar yang disebut Gambaran Mielin. Presipitat fosfolipid tersebut kemudian difagositosis oleh sel lain atau selanjutnya didegradasi menjadi asam lemak kalsifikasi residu asam lemak seperti itu menghasilkan pembentukan Sabun Kalsium.

Pola Dasar Kematian Sel

Nekrosis

Nekrosis menunjukkan sekuens perubahan morfologik yang mengikuti kematian sel pada jaringan hidup. Nekrosis merupakan korelasi makroskopik dan histologik pada kematian sel yang terjadi di lingkungan cedera eksogen ireversibel.Gambaran morfologik nekrosis merupakan hasil 2 proses penting yang terjadi bersamaan, yaitu:1. Digesti enzimatik sel; dan2. Denaturasi proteinMacam-macam nekrosis:-. Nekrosis KoagulatifMerupakan denaturasi primer dengan terjaganya arsitektur umum jaringan, khas untuk kematian hipoksik sel dalam semua jaringan.-. Nekrosis LiquefaktifKhas untuk infeksi bakterial fokal atau kadang fungal, karena memberikan rangsang yang sangat kuat untuk akumulasi leukosit. Pada kematian hipoksik sel dalam SSP juga menghasilkan nekrosis liquefaktif. Nekrosis ini sepenuhnya mencerna sel mati.-. Nekrosis KaseosaMerupakan bentuk tersendiri nekrosis yang paling sering ditemukan pada fokus infeksi Tuberkulosis. Istilah ‘kaseosa’ sendiri berasal dari gambaran makroskopik putih, seperti keju di aerah nekrosis sentral.-. Nekrosis Lemak

14

Page 15: Patologi

Merupakan istilah lain yang sebenarnya tidak menunjukkan pola spesifik nekrosis. Agaknya, menjelaskan area fokal destruksi lemak, yang secara khas terjadi setelah Cedera Pankreatik; nekrosis tersebut disebabkan oleh pelepasan patologi enzim pankreatik yang teraktivasi ke dalam Parenkim yang berdekatan atau Cavum Peritoneii. Nekrosis lemak terjadi pada kegawatdaruratan abdomen yang membahayakan dan dikenal sebagai Pankreatitis Akut.Pada pasien yang masih hidup, sebagian besar sel nekrotik dan debrisnya menghilang dengan kombinasi proses digesti enzim ekstraselular dan fagositosis oleh leukosit. Jika tidak scepatnya dieliminasi, sel nekrotik dan debris selular cenderung mengalami Kalsifikasi Distrofik.

Apoptosis

Apoptosis adalah jalur ‘bunuh diri’ sel bukan ‘pembunuhan’ sel yang terjadi pada kematian sel nekrotik. Apoptosis menyebabkan kematian sel terprogram , pada beberapa proses fisiologik penting (dan proses patologik), meliputi:-. Kerusakan sel terprogram selama embriogenesis, seperti yang terjadi pada implntasi, organogenesis, dan terjadinya involusi.-. Involusi fisiologik bergantung hormon, seperti involusi endometrium selama siklus menstruasi atau payudara di masa laktasi setelah penyapihan atau atrofi patologik, seperti pada prostat setelah kastrasi.-. Delesi sel pada populasi yang berproliferasi seperti epitel kripta usus, atau kematian sel pada tumor.-. Delesi sel T Autoreaktif di Timus, kematian dari limfosit yang kekurangan Sitokin, atau kematian sel yang diinduksi oleh sel T Sitotoksin.-. Berbagai rangsang cedera ringan (panas, radiasi, obat kanker sitotoksik, dan lain-lain) yang menyebabkan kerusakan DNA yang tidak dapat diperbaiki, sebaliknya memicu jalur lintas bunuh diri sel.Tertu saja, kegagalan sel untuk mengalami apoptosis fisiologik dapat menyebabkan perkembangan aberan, proliferasi tumor yang tidak terkontrol, atau penyakit autoimun.

Mekanisme Apoptosis

Mekanisme apoptosis merupakan 4 mekanisme yang terpisah, tetapi tetap saling tumpang tindih.1. Signaling, apoptosis dapat dipicu dengan berbagai sinyal yang berkisar dari

kejadian terprogram intrinsik (misalnya, pada perkembangan), kekurangan faktor tumbuh, interaksi ligan-reseptor spesifik, pelepasan granzim dari sel T sitotoksik, atau agen jejas tertentu (misalnya, radiasi).

2. Kontrol dan Integrasi, yang dilengkapi oleh protein spesifik yang menghubungkan sinyal kematian asli dengan program eksekusi akhir. Terdapat dua jalur luas pada tahapan ini: (1) Transmisi langsung sinyal kematian dengan Protein Pencocok terhadap mekanisme eksekusi; dan (2) Pengaturan Permeabilitas Mitokondrial.

3. Eksekusi, merupakan jalur akhir apoptosis yang ditandai dengan konstelasi kejadian biokimiawi khas yang dihasilkan dari sintesis dan/atau aktivasi sejumlah

15

Page 16: Patologi

enzim katabolik sitosolik. Jalur ini memuncak dengan perubahan morfologik yang telah disebutkan sebelumnya. Eksekusi final jalur lintas ini memperlihatkan pola-pola pokok yang umumnya bisa diaplikasikan pada semua bentuk apoptosis:-. Pemecahan Protein oleh satu golongan Protease yang baru dikenal, dinamakan Caspase-. Ikatan Silang Protein yang Luas melalui Aktivasi Transglutaminase mengubah protein sitoplasmk mudah larut dan terutama protein sitoskeletal menjadi sleubung memadat berikatan secara kovalen yang dapat berfragmentasi menjadi badan-badan apoptotik.-. Pemecahan DNA

4. Pengangkatan Sel Mati, sel apoptotik dan fragmennya memiliki molekul penanda pada permukaannya, yang mempermudah pengambilan dan pembuangan oleh sel yang berdekatan atau Fagosit. Keadaan tersebut terjadi dengan membalikkan Fosfatidilserin dari permukaan sitoplasmik interna dari sel apoptotik ke permukaan ekstrasel. Proses ini sangat efisien sehingga sel mati menghilang tanpa meninggalkan bekas, dan inflamasi benar-benar tidak ada.

Penuaan sel

Perubahan morfologik pada sel yang menua meliputi Ketidakteraturan Inti, Mitokondria Bervakuola Pleomorfik, Pengurangan Retikulum Endoplasma, dan Penyimpangan Aparatus Golgi. Secara bersamaan, terdapat Akumulasi Tetap Pigmen Lipofuscin, Protein Terlipat Abnormal, dan Produk Akhir Glikolisis Lanjut yang mampu berikatan silang dengan protein yang berdekatan.

Teori penuaan sel intristik berpegang bahwa proses penuaan sel terjadi karena pemprograman genetik yang telah ditetapkan, yang menyebabkan sel memiliki limit dalam pembelahannya. Bagaimana sel mengenal junlah pembelahan yang telah dialami. Dua mekanisme yang diusulkan adalah:

1. Replikasi inkomplet ujung-ujung kromosom (pemendekan telomer). Oleh karena mekanisme replikasi DNA, setiap pembelahan sel normal menghasilkan kopi tiap kromosom dengan agak sedikit terpotong. Namun demikian, pada Sel Germ dan Sel Stem (tetapi biasanya bukan di sel somatik), yang memerlukan siklus replikasi yang tidak menentu, panjang telomer diperbaiki setelah pembelahan tiap sel oleh enzim khusus yang disebut Telomerase. Hal yang menarik adalah telomerase juga diaktivasi pada sel kanker imortal, mengesankan bahwa pengawetan panjang telomer kemungkinan merupakan langkah kritis dalam tumorigenesis.

2. Jam Gen. Gen memiliki sistem kontrol waktu pertumbuhan terhadap tubuh.Sebagai tambahan untuk jam genetik intrinsik, teori terkini berpegang bahwa rentang masa hidup sel juga diatur oleh keseimbangan cedera yang sedang berlangsung dan kemampuan sel untuk memperbaiki kerusakan.Konsisten dengan teori penuaan adalah hasil pengamatan sebagai berikut

-. Panjang umur di antara spesies berbeda berbanding terbalik dengan kecepatan pembentukan Radikal Superoksid Mitokondria.-. Ekspresi berlebih Enzim Dismutase Superoksid Antioksidatif dan Katalase memperlama masa hidup pada penelitian model penuaan.

16

Page 17: Patologi

-. Pembatasan asupan kalori menurunkan derajat status (kondisi) mantap terhadap kerusakan oksidatif, memperlambat perubahan yang berhubungan dengan usia, dan memperlama masa hidup maksimal mamalia.

Sebagai ringkasan, mekanisme penuaan sel melibatkan kejadian terprogram, dan konsekuensinya cedera lingkungan yang progresif. Penuaan terprogram, menanggung urutan kejadian yang ditetapkan sebelumnya, termasuk represi dan depresi program genetik spesifik, yang akhirnya berakibat pada proses penuaan.

17

Page 18: Patologi

Inflamasi akut dan kronik

Gambaran Umum Inflamasi

Stimulus eksogen dan endogen yang sama yang menyebabkan jejas sel juga menimbulkan reaksi yang kompleks pada jaringan ikat yang memiliki Vaskularisasi yang dinamakan Inflamasi (Peradangan). Dalam arti yang paling sederhana, inflamasi adalah Suatu Respons Protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal.

Inflamasi juga saling terkait erat dengan Proses Perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim, dan/atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan Jaringan Parut Fibrosa.

Walaupun inflamasi membantu membersihkan infeksi dan, bersama-sama dengan proses perbaikan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka, baik inflamasi maupun proses perbaikan sengat potensial menimbulkan bahaya.

Respons radang memiliki banyak pemain, , yaitu:-. Sel dan Protein Plasma dalam sirkulasi Sel dalam sirkulasi adalah Leukosit Polimorfonuklear yang berasal dari sumsum tulang (Neutrofil), Eosinofil, dan Basofil; Limfosit dan Monosit; serta Trombosit.Protein dalam sirkulasi meliputi Faktor Pembekuan, Kininogen, dan Komponen Komplemen, sebagian besar disintesis di Hati.-. Sel Dinding dan Pembuluh Darah Sel dinding pembuluh darah meliputi Sel Endotel yang berkontak langsung dengan darah, dan Sel Otot Polos yang mendasarinya yang memberikan tonus pada pembuluh darah. -. Sel serta Matriks Ekstraselular Jaringan Ikat di sekitarnya Sel jaringan ikat meliputi Sentinel untuk menginvasi, misalnya Sel Mast, Makrofag, dan Limfosit, serta Fibroblas yang menyintesis matriks ekstrasel dan dapat berproliferasi untuk mengisi luka. Matriks ekstraselular terdiri atas protein penyusun fibrosa (misalnya, Kolagen dan Elastin), Proteoglikan yang membentuk gel, dan Glikoprotein Adhesif (misalnya, Fibronektin)

Pada saat respons radang meliputi suatu perangkat meliputi suatu perangkat kompleks berbagai kejadian yang sangat harmonis, garis besar suatu inflamasi adalah sebagai berikut:Stimulus awal radang memicu pelepasan mediator kimiawi dari plasma atau dari sel jaringan ikat. Mediator terlarut itu, bekerja bersama atau secara berurutan, memperkuat respons awal radang dan mempengaruhi perubahannya dengan mengatur respons vaskular dan selular berikutnya. Respons radang diakhiri ketika stimulus yang membahayakan menghilang dan mediator radang telah hilang , dikatabolisme, atau diinhibisi.

Inflamasi Akut

18

Page 19: Patologi

Inflamasi akut adalah radang yang berlangsung relatif singkat, dan ditandai dengan eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi Leukosit Neutrofilik yang menonjol. Karena dirancang untuk pengiriman leukosit ke tempat jejas, sesampainya leukosit tersebut pada lokasi jejas, leukosit akan membersihkan setiap mikroba yang menginvasi dan memulai proses penguraian jaringan nekrotik. Proses ini memiliki 2 komponen utama, yaitu:

1. Perubahan VaskularPerubahan dalam kaliber pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan struktural yang memungkinkan protein plasma untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas vaskular)

2. Rekrutmen SelBerbagai kejadian yang terjadi pada sel; Emigrasi Leukosit dari mikrosirkulasi dan akumulasinya di fokus jejas.

Perubahan vaskular dan rekrutmen sel menentukan 3 dari 5 tanda lokal klasik inflamasi akut: Panas (Kalor), Merah (Rubor), dan Pembengkakan (Tumor). 2 gambaran kardinal tambahan pada inflamasi akut, yaitu Nyeri (Dolor) dan Hilangnya Fungsi (Functio Laesa), terjadi akibat perluasan media dan kerusakan yang diperantai leukosit.

Perubahan Vaskular

Tahapan-tahapan perubahan vaskular adalah sebagai berikut: Setelah vasokonstriksi sementara, terjadi vasodilatasi arteriol, yang mengakibatkan

peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (Hiperemia) pada aliran darah kapiler selanjutnya. Pelebaran pembuluh darah ini merupakan penyebab timbulnya warna merah (Eritema) dan hangat yang secara khas terlihat pada inflamasi akut.

Selanjutnya, mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel, mengakibatkan masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan ekstravaskular. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik sehingga meningkatkan viskositas darah dan memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopik perubahan ini digambarkan oleh dilatasi pada sejumlah pembuluh darah kecil yang dipadati oleh eritrosit. Proses tersebut dinamakan Stasis.

Saat terjadi stasis, leukosit (terutama neutrofil) mulai keluar dari aliran darah dan berakumulasi di sepanjang permukaan endotel pembuluh darah. Proses ini disebut dengan Marginasi. Setelah melekat pada sel endotel, leukosit menyelip di antara sel endotel tersebut dan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan interstisial.

Peningkatan Permeabilitas Vaskular

Vasodilatasi arteriol dan aliran darah yang bertambah meningkatkan tekanan hidrostatik intravaskular dan pergerakan cairan Transudat (ultrafiltrat plasma darah dan mengandung sedikit protein) dari kapiler. Namun demikian transudasi segera menghilang dengan meningkatnya permeabilitas vaskular yang memungkinkan pergerakan cairan kaya protein, bahkan sel ke dalam Interstisium (disebut Eksudat). Hilangnya cairan kaya protein ke dalam ruang perivaskular menurunkan tekanan osmotik intravaskular dan meningkatkan tekanan osmotik cairan interstisial. Hasilnya adalah mengalirnya air dan ion ke dalam jaringan ekstravaskular; akumulasi cairan ini dinamakan Edema.

19

Page 20: Patologi

Inflamasi akut menyebabkan kebocoran selapis endotel melalui sejumlah cara, yaitu:-. Kontraksi sel endotel menimbulkan intercellular gap pada venula, merupakan suatu proses reversibel yang dihasilkan oleh Histamin, Bradikinin, Leukotrien, dan banyak kelompok mediator kimiawi lainnya.Hal ini disebut Respons Segera Sementara (Immediate Transient Response). Hanya sel endotel yang melapisi venula pascakapiler kecil yang mengalami kontraksi; endotel kapiler dan arteriol tidak mengalami hal tersebut, barangkali akibat jumlah reseptor untuk mediator kimiawi yang sesuai lebih sedikit.Retraksi sel endotel merupakan mekanisme reversibel lain yang menimbulkan peningkatan permeabilitas veaskular. Mediator Sitokin (yaitu Tumor Necrosis Factor [TNF] dan Interleukin 1 [IL-1] menyebabkan reorganisasi struktural pada sitoskeleton endotel sehingga sel yang mengalami retraksi satu sama lain dan cell-junction menjadi terganggu, berlawanan dengan respons segera sementara.-. Jejas endotel langsung akan mengakibatkan kebocoran vaskular dengan menyebabkan nekrosis dan lepasnya sel endotel. Efek ini biasanya terlihat setelah cedera berat (misalnya, luka bakar atau infeksi), dan lepasnya sel endotel sering kali disertai dengan adhesi trombosit dan trombosis.Reaksi ini dikenal dengan Immediate Sustained Response. Venula, kapiler, dan arteriol semuanya dapat mengalami hal ini, bergantung pada tempat jejas.-. Jejas endotel yang bergantung leukosit dapat terjadi akibat akumulasi leukosit selama respons inflamasi terjadi. Bentuk cedera ini sebagian besar terjadi secara terbatas di tempat-tempat pembuluh darah yang leukositnya dapat melekat pada endotel.-. Peningkatan Transitosis melalui jalur vesikular intrasel meningkatkan permeabilitas venula, khususnya setelah pejanan terhadap mediator tertentu (misalnya Vascular Endothelial Growth Factor [VEGF]). Transitosis terjadi dengan melintasi kanal-kanal yang dibentuk oleh fusi vesikel yang tanpa selubung.-. Kebocoran dari pembuluh darah baru. Pada perbaikan jaringan terjadi pembentukan pembuluh darah baru (Angiogenesis). Bakal pembuluh darah masih bocor sampai sel endotel yang mengalami proliferasi berdiferensiasi secara memadai untuk membentuk intercellular juction.Walaupun mekanisme di atas dapat dipisahkan, semuanya dapat berperan serta pada keadaan adanya rangsangan khusus.

Berbagai Peristiwa yang Terjadi pada sel

Urutan kejadian ekstravasasi leukosit dari lumen pembuluh darah ke ruang ekstravaskular dibagi menjadi:

1. Marginasi dan RollingSaat darah mengalir dari kapiler menuju venula pascakapiler, sel dalam sirkulasi dibersihkan oleh aliran laminar melawan dinding pembuluh darah. Leukosit terdorong dari sumbu ventral pembuluh darah, tempat leukosit biasanya mengalir, sehingga leukosit mempunyai kesempatan lebih baikuntuk berinteraksi dengan sel endotel yang melapisinya.

20

Page 21: Patologi

Proses akumulasi di tepi pembuluh darah ini disebut Marginasi. Selanjutnya, leukosit yang berguling-guling pada permukaan endotel, untuk sementara melekat di sepanjang perjalanannya itu. Proses ini dinamakan Rolling.Adhesi sementara dan relatif longgar yang terlibat dalam proses rolling, dilakukan oleh kelompok molekul Selektin. Selektin merupakan reseptor yang dikeluarkan pada leukosit dan endotel dan ditandai dengan adanya daerah ekstrasel yang mengikat gula tertentu.

2. Adhesi dan TransmigrasiLeukosit akhirnya melekat kuat pada permukaan endotel (Adhesi) sebelum merayap di antara sel endotel dan melewati membran basalis masuk ke ruang ekstravaskular (Diapedesis). Adhesi kuat ini diperantarai oleh molekul Superfamili Imunoglobin pada sel endotel yanng berinteraksi dengan Integrin yang muncul pada permukaan sel leukosit. Setelah adhesi kuat terjadi pada permukaan endotel, leukosit bertransmigrasi terutama dengan merembes di antara sel pada intercellular junction. Suatu molekul adhesi sel-ke-sel superfamili imunoglobin, merupakan protein yang dominan dalam memrantarai proses ini. Setelah melintasi endothelial junction, leukosit menembus membran basalis dnegan mendegradasinya secara fokal menggunakan kolagenase yang disekresi.

Sebagai ringkasan, berbagai peristiwa dalam rekrutmen leukosit pada suatu tempat radang, yaitu (1) Aktivasi Endotel, meningkatkan pengeluaran selektin dan ligan selektin; (2) Rolling Leukosit, difasilitasi oleh ikatan selektin pada ligan karbohidrat yang relatif longgar; (3) Adhesi Kuat, difasilitasi oleh perubahan afinitas integrin terhadap ligan endotel yang diinduksi Kemokin; dan (4) Transmigrasi antarsel endotel dengan memanfaatkan interaksi Platelet Endothelial Cell Adhesion Molecule 1 (PECAM-1).Neutrofil, monosit, eosinofil, dan berbagai jenis limfosit menggunakan molekul yang berbeda, namun saling tumpang tindih, untuk rolling dan adhesi. Jenis leukosit yang direkrut tergantung pada sifat rangsang yang menyerang dan usia tempat peradangan.3. Kemotaksis dan Aktivasi

Setelah terjadi ekstravasasi dari darah, leukosit bermigrasi menuju tempat jejas mendekati gradien kimiawi pada suatu proses yang disebut Kemotaksis. Kedua zat eksogen dan endogen dapat bersifat kemotaktik terhadap leukosit. Molekul kemotaksis berikatan pada reseptor permukaan sel spesifik sehingga menyebabkan aktivasi Fosfolipase-C yang diperatarai Protein G; fosfolipase C menghidrolisis Fosfatidilinositol Bifosfat (PIP2) membran plasma menjadi Diasilgliserol (DAG) dan Inositol Trifosfat (IP3). Kemudian, DAG menyebabkan sejumlah kejadian sekunder, sedangkan IP3 meningkatkan kalsium intrasel, dengan pengeluaran dari retikulum endoplasma dan dengan influks ekstrasel. Meningkatnya kalsium sitosol memicu perakitan elemen kontraktil sitoskeletal yang diperlukan untuk pergerakan. Leukosit bergerak dengan memperpanjang Pseudupodia yang berlabuh ke matriks ekstraselular dan kemudian menarik sel ke arah perpanjangan tersebut.Selain merangsang pergerakan, faktor kemotaksis juga menginduksi respons leukosit lainnya, yang umumnya disebut sebagai Aktivasi Leukosit:

21

Page 22: Patologi

-. Degranulasi dan sekresi enzim lisosom, dan terjadi pembakaran oksidatif melalui aktivasi Protein Kinase C yang diinduksi oleh DAG-. Produksi metabolit AA melalui aktivasi FosfolipaseA2 yang diinduksi oleh kalsium dan DAG-. Modulasi molekul adhesi leukosit melalui peningkatan kalsium intrasel, termasuk peningkatan (atau penurunan) jumlah dan peningkatan (atau penurunan) afinitas

4. Fagositosis dan DegranulasiFagositosis dan elaborasi enzim degradatif merupakan 2 manfaat utama dari adanya leukosit yang direkrut pada tempat inflamasi. Fagositosis terdiri atas 3 langkah berbeda, tetapi saling terkait: (1) Pengenalan dan Perlekatan partikel pada leukosit yang menelan; (2) Penelanan, dengan pembentukan vakuola fagositik selanjutnya; dan (3) Pembunuhan dan degradasi material yang ditelan.Pengenalan dan perlekatan leukosit pada sebagian besar mikroorganisme difasilitasi oleh Protein Serum yang secara umum disebut Opsonin, dengan opsonin yang terpenting adalah molekul Imonoglobin G (IgG).Pengikatan partikel teropsonisasi memicu penelanan (engulfment). Pada penelanan, pseudopodia diperpanjang mengelilingi objek, sampai akhirnya membentuk vakuola fagositik. Membran vakuola kemudian berfusi dengan membran granula lisosom, sehingga terjadi pengeluaran kandungan granula masuk ke dalam Fagolisosom dan terjadi degranulasi leukosit.Langkah terakhir dalam fagositosis mikroba adalah pembunuhan dan degradasi. Pembunuhan mikroba dilakukan sebagian besar oleh spesies oksigen reaktif. Fagositosis merangsang suatu Pembakaran Oksidatif yang ditandai dengan peningkatan konsumsioksigen yang tiba-tiba, katabolisme glikogen (glikogenolisis), peningkatan oksidasi glukosa, dan produksi metabolit oksigen reaktif. Pembentukan metabolit oksigen terjadi karena aktivasi cepat suatu NADPH Oksidase Leukosit, yang mengoksidasi NADPH (Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate Terekduksi) dan, selama prosesnya, mengubah oksigen menjadi Ion Superoksida (O2-).Superoksida kemudian diubah melalui dismutasi spontan menjadi Hidrogen Peroksida (H2O2). Jumlah hidrogen peroksida yang dihasilkan pada umumnya tidak cukup untuk membunuh dengan efektif sebagian besar bakteri, walaupun pembentukan superoksida dan radikal hidroksil dapat cukup jumlahnya untuk melakukan hal tersebut). Namun demikian, lisosom neutrofil (dinamakan Granula Azurofilik) mengandung enzim Mioloperoksidase (MPO), dan dengan adanya halida seperti Cl-. MPO mengubah H2O2 menjadi HOCl- (radikal hipoklorat), merupakan oksidan dan anti mikroba yang sangat kuat yang membunuh bakteri melalui halogenasi, atau dengan peroksidasi protein dan lipid.Setelah pembakaran oksigen, akhirnya H2O2 terurai menjadi air dan O2 oleh kerja katalase dan spesies oksigen reaktif lainnya juga didegradasi. Mikroorganisme yang mati kemudian didegradasi oleh kerja hidrolase asam lisosom.Penting untuk diperhatikan bahwa bahkan saat tidak terjadi pembakaran oksigen, unsur granula leukosit lainnya mempu membunuh bakteri dan agen infeksius lainnya. Unsur tersebut, yaitu protein yang meningkatkan permeabilitas

22

Page 23: Patologi

bakterisidal (menyebabkan aktivasi fosfolipase dan degradasi fosfolipid membran), Lisozim (menyebabkan degradasi oligosakarida selubung bakteri), protein dasar utama (unsur granula eosinofil yang penting dengan sitotoksisitas yang kuat terhadap parasit), dan Defensin (peptida yang membunuhmikroba dengan membentuk lubang di dalam membrannya).

Defek Pada Fungsi Leukosit

-. Defek Adhesi. Pada defisiensi adhesi leukosit tipe 1 menimbulkan gangguan adhesi, penyebaran, fagositosis, dan pembakaran oksidatif. Defisiensi adhesi leukosit 2 disebabkan oleh defek menyeluruh pada metabolisme Fukosa yang mengakibatkan hilangnya Sialil-Lewis X, epitop oligisakarida pada leukosit yang berikatan dengan selektin pada endotel yang teraktivasi.-. Defek Aktivitas Mikrobasidial. Contohnya adalah penyakit Granulomatosa Kronik, suatu defisiensi genetik pada salah satu dari beberapa komponen NADPH oksidase yang bertanggung jawab dalam pembentukan superoksida. Pada pasien ini, pemangsaan bakteri tidak menyebabkan aktivasi mekanisme pembunuhan yang bergantung oksigen, walaupun pada kenyataannya aktivitas MPO sel adalah normal.-. Defek Pembentukan Fagolisosom. Salah satu kelainannya adalah sindrom Chӗdiak- Higashi, suatu penyakit resesif autosom akibat terganggunya organelle trafficking intrasel, yang terutama menganggu degranulasi lisosom menjadi fagosom. Sekresi granula sekretoris litik oleh Sel T Sitotoksin juga terpengaruh, yang menjelaskan adanya imunodefisiensi berat pada kelainan ini.

Mediator Kimiawi Inflamasi

Prinsip-prinsip umum mengenai beberapa molekul mediator kimiawi penting:1. Mediator dapat bersirkulasi di dalam plasma (khususnya yang disintesis oleh

hati), atau dapat dihasilkan secara lokal oleh sel di tempat terjadinya inflamasi.2. Sebagian besar mediator menginduksi efeknya dengan berikatan pada reseptor

spesifik pada sel target. Namun demikian, beberapa mediator memiliki aktivitas enzimatik langsung dan/atau aktivitas toksik (misalnya, protease lisosom atau spesies oksigen reaktif.

3. Mediator dapat merangsang sel target untuk melepaskan molekul efektor sekunder. Mediator sekunder ini dapat mempunyai bahan dengan molekul efektor inisial, atau dapat juga berbeda sehingga bekerja untuk melakukan kontraregulasi terhadap rangsang inisial.

4. Mediator hanya dapat bekerja pada satu atau sangat sedikit target, atau dapat mempunyaiaktivotas luas; bisa terdapat perbedaan hasil yang sangat besar bergantung pada jenis sel yang dipengaruhi.

5. Fungsi mediator umumnya diatur secara ketat, karena sebagian besar mediator memiliki potensi untuk menyebabkan efek yang berbahaya.

Amina VasoaktifBerupa Histamin. Sebelum terbentuk, histamin tersimpan di dalam granula Sel Mast dan dilepaskan sebagai respons terhadap berbagai rangsangan: (1) Cedera Fisik; (2) Reaksi

23

Page 24: Patologi

Imun yang menyebabkan pengikatan antibodi IgE terhadap reseptor Fc pada sel mast; (3) Fragmen C3a dan C5a Komplemen, juga disebut Anafilatoksin; (4) Protein Pelepas Histamin yang berasal dari leukosit; (5) Neuropeptida (misalnya, substansi P); dan (6) Sitokin Tertentu (misalnya IL-1 dan IL-8)Histamin menyebabkan dilatasi arteriol dan merupakan mediator utama pada peningkatan permebilitas vaskular fase cepat, yangmenginduksi kontraksi endotel venula dan interendothelial gap. Segera setelah dilepaskan, histamin diinaktivasi oleh histaminase.Serotonin (5-Hidroksitriptamin) juga merupakan mediator vesoaktif praformasi, yang berefek sama dengan histamin. Serotonin ditemukan terutaman di dalam granula padat trombosit (bersama dengan histamin, adenosin difosfat, dan kalsium) dan dilepaskan saat terjadi agregasi trombosit.

NeuropeptidaSeperti amina vasoaktif, neuropeptida dapat menginisiasi respons radang; neuropeptida merupakan protein kecil, seperti Substansi P, yang mentransmisikan sinyal nyeri, mengatur tonus pembuluh darah, dan mengatur permeabilitas vaskular.

Protease PlasmaBanyak efek peradangan diperantarai oleh 4 faktor yang berasal dari plasma yang saling terkait; Kinin, Sistem Pembekuan, Sistem Fibrinolisis, dan Komplemen –semuanya terkait dengan aktivasi inisial Faktor Hageman.Faktor Hageman (Faktor XII pada Kaskade Koagulasi Intrinsik) merupakan suatu protein yang disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif sampai bertemu dengan kolagen, membran basalis, atau trombosit yang teraktivasi (seperti pada tempat terjadinya cedera endotel). Faktor Hageman teraktivasi (Faktor XIIa) menginiasiasi keempat sistem diatas dengan rincian:

(1) Sistem kinin, menghasilkan Kinin Vasoaktif.(2) Sistem Pembekuan, menginduksi aktivasi Trombin, Fibrinopeptida, dan

Faktor X, semuanya dengan bahan peradangan.(3) Sistem Fibrinolisis, menghasilkan Plasmin dan mendegradasi trombin.(4) Sistem Komplemen, menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a.

Bradikinin, C3a, dan C5a merupakan mediator utama pada peningkatan permeabilitas vaskular.C5a merupakan mediator utama kemotaksis.Trombin memiliki efek yang bermakna pada banyak sel dan jalurnya (adhesi leukosit, permeabilitas vaskular, dan kemotaksis).Banyak produk yang dihasilkan oleh jalur ini (misal, Kalikrein dan Plasmin) dapat memperkuat sistem melalui aktivasi umpan balik faktor Hageman.

Metabolit Asam Arakhidonat: Prostaglandin, Leukotrien, dan LipoksinMerupakan produk yang dihasilkan oleh Metabolisme AA (Eikosanoid).AA merupakan suatu asam lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acid) dengan 20 atom karbon (4 rantai ganda) yang terutama berasal dari Asam Linoleat makanan dan terdapat di dalam tubuh, terutama dalam bentuk ester sebagai suatu komponen fosfolipid membran sel. AA dilepaskan dari fosfolipid ini melalui fosfolipase sel yang telah

24

Page 25: Patologi

diaktifkan oleh rangsang mekanik, kimiawi, atau fisik, atau oleh mediator eradangan seperti C5a. Proses metabolisme AA terjadi melalui satu atau dua jalur utama: -. Sikooksigenase, yang menyintesis Prostaglandin dan Tromboksan; dan-. Lipoksigenase, yang menyintesis Leukotrien dan LipoksinAspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS), misalnya Ibuprofen, menghambat semua aktivitas siklooksigenase di atasnya sehingga menghambat semua sintesis prostaglandin, sehingga efektif dalam mengobati nyeri dan demam.

Faktor Pengangtivasi Trombosit ( PAF, Platelet-Activating Factor)Memiliki kemampuan mengangregasi trombosit dan menyebabkan degranulasi. PAF merupakan mediator lain yang berasal dari fosfolipid dengan efek radang berspektrum luas. Secara formal, PAF merupakan Asetil Gliserol Eter Fosfokolin, yang dibentuk dan fosfolipid membran neutrofil, monosit, basofil, endotel, dan trombosit (dan sel lainnya) oleh kerja Fosfolipase A2.

SitokinMerupakan produk polipeptida dari banyak jenis sel, tetapi pada dasarnya merupakan limfosit dan makrofag yang teraktivasi, yang melakukan fungsi jenis sel lainnya, termasuk (1) Faktor Perangsang Koloni, yang mengatur pertumbuhan sel prekursor sumsum imatur; (2) banyak Faktor Pertumbuhan Klasik, Interleukin. Sekresinya dirangsang oleh endotoksin, kompleks imun, toksin, cedera fisik, atau berbagai mediator peradangan; dan (3) Kemokin, suatu protein kecil yang merangsang terjadinya adhesi leukosit serta pergerakan terarah (Kemotaksis).Sitokin dihasilkan selama terjadi respons radang dan imun; sekresinya bersifat sementara dan diatur secara ketat.

Nitrit Oksida (NO) & Radikal Bebas dari OksigenNO adalah gas radikal bebas yang mudah larut dan berumur pendek yang dihasilkan oleh berbagai sel dan mampu memerantarai beberapa fungsi efektor yang membingungkan.Makrofag menggunakannya sebagai metabolit sitotoksik untuk membunuh mikroba dan sel tumor.NO banyak berperan dalam inflamasi, yaitu:-. Relaksasi otot polos pembuluh darah (Vasodilatasi)-. Antagonisme semua tahap aktivasi trombosit (adhesi, agregasi, dan degranulasi)-. Penurunan rekrutmen leukosit pada tempat radang-. Berperan sebagai agen mikrobisidal (dengan atau tanpa radikal superoksida) pada makrofag taraktivasi.Radikal bebas yang berasal dari oksigen disintesis melalui jalur NADPH oksidase dan dilepaskan dari neutrofil dan makrofag setelah perangsangan oleh agen kemotaktik, kompleks imun, atau agen fagositik.Pada kadar rendah, spesies oksigen reaktif ini dapat meningkatkan pengeluaran kemokin, sitokin, dan molekul adhesi.Pada tingkat yang lebih tinggi, molekul berumur pendek ini terlibat dalam berbagai mekanisme cedera jaringan, yang meliputi:-. Kerusakan endotel, disertai trombosis dan peningkatan permeabilitas

25

Page 26: Patologi

-. Aktivasi protease dan inaktivasi antiprotease, disertai peningkatan bersih pemecahan matriks ekstraselular-. Jejas langsung pada jenis sel lainnya (misalnya, sel tumor, eritrosit, sel parenkim).

Unsur Pokok LisosomGranula lisosom neutrofil dan monosit mengandung banyak molekul yang dapat memerantarai inflamasi akut.

Efek Inflamasi Dan Mediator Utamanya

1. Vasodilatasi : Prostaglandin dan NO2. Peningkatan Permeabilitas Vaskular : Amin Vasoaktif (Histamin & Serotonin),

C3a & C5a (dengan menginduksi pelepasan amin vasoaktif), Bradikinin, Leukotrien C4, D4, E4, dan PAF

3. Kemotaksis, Aktivasi Leukosit : C5a, Leukotrien B4, Produk Bakteri, dan Kemokin (misalnya IL-8)

4. Demam : IL-1, IL-6, Faktor Nekrosis Tumor, dan Prostaglandin5. Nyeri : Prostaglandin dan Bradikinin6. Kerusakan Jaringan : Enzim Lisosom Neutrofil dan Makrofag, Metabolit

Oksigen, dan NO

Akibat Inflamasi Akut

Pada umumnya inflamasi akut memiliki 3 akibat:(1) Resolusi

Jika cedera bersifat terbatas atau berlangsung singkat, tidak terdapat kerusakan jaringan ataupun terdapat kerusakan kecil, dan jika jaringan mampu mengganti setiap sel yang cedera secara ireversibel.

(2) Pembentukan Jaringan Parut (Scarring) atau FibrosisTerjadi setelah destruksi jaringan yang substansial atau ketika inflamasi pada jaringan yang tidak beregenerasi.

(3) Kemajuan ke arah Inflamasi Kronik

Inflamasi Kronik

Inflamasi kronik dapat dianggap sebagai inflamasi memanjang (berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, bahkan menahun), dan terjadi inflamasi aktif, jejas jaringan, dan penyembuhan secara serentak.Inflamasi kronik ditandai dengan hal-hal berikut:

(1) Infiltrasi Sel Mononuklear, yang mencakup makrofag, limfosit, dan sel plasma.(2) Destruksi Jaringan, sebagian besar diatur oleh sel radang(3) Perbaikan, melibatkan proliferasi pembuluh darah baru (Angiogenesis) dan

fibrosisPerubahan ini terjadi ketika respons akut tidak teratasi karena agen cedera yang menetap atau karena gangguan proses penyembuhan normal.

26

Page 27: Patologi

Fibrosis, secara khusus –proliferasi fibroblas dan akumulasi matriks ekstraselular yang berlebiha- merupakan gambaran umum pada banyak penyakit radang kronik dan merupakan penyebab penting disfungsi organ.

Inflamasi kronik terjadi pada keadaan sebagai berikut:-. Infeksi Virus-. Infeksi Mikroba-. Pejanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik-. Penyakit Autoimun

Sel dan Mediator Inflamasi Kronik

MakrofagMerupakan hal utama dan inti pada inflamasi kronik. Makrofag merupakan sel jaringan yang berasal dari monosit dalam sirkulasi setelah beremigrasi dari aliran darah.Setelah aktivasi, makrofag menyekresi produk yang aktif secara biologis dalam jumlah beragam, yang apabila tidak diawasi, dapat menyebabkan jejas jaringan dan menimbulkan tanda fibrosis inflamasi kronik. Prosuk tersebut mencakup:-. Protease Asam & Protease Netral. Protease netral juga terlibat sebagai mediator kerusakan jaringan pada inflamasi akut.-. Komponen Komplemen & Faktor Koagulasi-. Spesies Oksigen Reaktif & NO-. Eikosanoid-. Sitokin-. Berbagai Faktor Pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi sel otot polos dan fibroblas, serta produk matriks ekstraselular.Di tempat peradangan kronik, akumulasi makrofag menetap, dan makrofag dapat berproliferasi.

Limfosit, Sel Plasma, Eosinofil, dan Sel MastMerupakan sel yang muncul pada inflamasi kronik. Limfositnya merupakan Limfosit T (dari Thimus) dan Limfosit B (dari Sumsum Tulang). Sel limfosit T sendiri memiliki hubungan timbal balik terhadap makrofag pada inflamasi kronik.Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel B yang mengalami diferensiasi akhir; sel plasma dapat menghasilkan antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen di tempat radang atau melawan komponen jaringan yang berubah.Eosinofil secara khusus ditemukan di tempat radang sekitar terjadinya infeksi parasit atau sebagai bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE, yang berkaitan khusus dengan alergi.Sel mast dapat berperan serta dalam respons radang akut maupun kronik. Sel mast yang diperantarai IgE merupakan pemain utama pada Syok Anafilaktik.Walaupun neutrofil merupakan tanda klasik pada inflamasi akut, tetapi banyak bentuk radang kronik dapat terus memperlihatkan infiltrat neutrofil yang luas, akibat mikroba yang menetap atau karena mediator yang dielaborasi oleh makrofag atau sel nekrotik. Hal ini kadang kala disebut Inflamasi Kronik Akut.

27

Page 28: Patologi

Inflamasi Granulomatosa

Inflamasi granulomatosa merupakan suatu pola inflamasi kronik khusus, yang ditandai dengan agregasi makrofag teraktivasi yang gambarannya menyerupai sel skuamosa (epiteloid).Granuloma dapat terbentuk pada keadaan respons sel T yang persisten terhadap mikroba tertentu (seperti Mycobacterium tuberculosis, Treponema pallidum yang menyebabkan Gumma Sifilitika, atau jamur).TBC merupakan penyakit berpola dasar granulomatosa karena infeksi dan seharusnya selalu disingkirkan sebagai penyebab pada saat granuloma terindentifikasi. Granuloma juga dapat berespons terhadap benda asing yang relatif inert (misalnya benang, serpihan, emplan payudara), membentuk sesuatu yang disebut juga Granuloma Benda Asing.Pembentukan granuloma merupakan benteng yang efektif terhadap agen penyerang sehingga sehingga granuloma merupakan mekanisme pertahanan yang bermanfaat.

Saluran & Kelenjar Getah Bening pada Inflamasi

Saluran dan kelenjar getah bening menyaring dan mengatur cairan ekstravaskular. Bersama dengan Sistem Fagosit Mononuklear, sistem ini merupakan lini pertahanan sekunder yang berperan pada saat reaksi radang lokal gagal mengatasi dan menetralkan cedera.Saluran limfatik merupakan saluran sangat halus. Saluran limfatik tersusun oleh endotel yang berkesinambungan, dengan cell junction yang tumpang tindih dan longgar, membran basalis yang tipis, dan tanpa penopang otot, kecuali pada saluran yang lebih besar.Oleh karena penghubung saluran limfe longgar, cairan limfe akhirnya menyeimbangkan dengan cairan ekstravaskular. Akibatnya, selama peradangan, aliran saluran limfe meningkat dan membantu mengalirkan cairan edema dari ruang ekstravaskular.Selain cairan, leukosit dan debris sel juga bisa menemukan jalan masuk ke dalam limfe. Bahkan pada keadaan inflamasi luas, aliran limfe juga dapat mengangkut agen penyerang (mikroba atau kimiawi). Akibatnya, saluran limfe itu sendiri dapat mengalami peradangan sekunder (Limfangitis).Pembesaran kelenjar tersebut biasanya disebabkan oleh proliferasi limfosit dan makrofag pada Folikel dan Sinus Limfoid, serta hipertrofi sel fagositik. Kumpulan perubahan histologi ini dinamakan Limfadenitis Reaktif atau Limfadenitis Meradang.

Gambaran Morfologi Inflamasi akut & Kronik

Tingkat keparahan respons inflamasi, penyebab spesifiknya, dan jaringan khusus yang terlibat, semuanya dapat mengubah gambaran morfologi dasar inflamasi akut dan kronik.Inflamasi SerosaRadang ini ditandai dengan keluarnya cairan yang berair dan relatif sedikit protein (Efusi). Lepuh pada kulit yang berasal infeksi karena luka bakar atau virus merupakan contoh yang baik dari efusi serosa, yang terakumulasi di dalam ataupun serta merta di bawah epidermis kulit.

28

Page 29: Patologi

Inflamasi FibrinosaRadang ini terjadi akibat jejas yang lebih berat, yang dengan permeabilitas vaskular yang lebih besar memungkinkan molekul yang lebih besar (khususnya Fibrinogen) dapat melewati barier endotel.Inflamasi Supurativa (Purulen)Radang ini terlihat dengan adanya sejumlah besar Eksudat Purulen (Pus) yang terdiri ats neutrofil, sel nekrotik, dan cairan edema. Organisme tertentu (misalnya, Stafilokokus) lebih mungkin untuk menginduksi supurasi terlokalisasi ini sehingga disebut sebagai Piogenik. Asbes merupakan sekumpulan pus fokal yang dapat disebabkan oleh penyemaian organisme piogenik yang dalam ke dalam jaringan atau oleh infeksi sekunder fokus nekrotik.UlserasiUlserasi menunjukkan tempat inflamasi yang permukaan epitelnya (kulit, epitel gaster, mukosa kolon, epitel vesika urinaria) telah menjadi nekrotik dan terkikis, sering kali karena inflamasi akut dan inflamasi kronik subepitel. Dapat terjadi karena cedera toksik atau cedera traumatik pada permukaan epitel atau mungkin akibat gangguan vaskular

Efek Sistemik Inflamasi Demam hanya salah satu dari berbagai efek sistemik inflamasi yang lebih nyata; efek lainnya, yaitu Peningkatan Somnolen, Malaise, Anoreksia, Degradasi Protein Otot Skelet yang dipercepat, Hipotensi, Sintesis Hepatik berbagai protein (misalnya, protein komplemen dan protein koagulasi), dan Perubahan Pool Leukosit dalam sirkulasi.Leukositosis (peningkatan leukosit) merupakan gambaran umum reaksi radang, khususnya yang diinduksi oleh infeksi bakteri. Leukosit dapat melonjak yang disebut juga Reaksi Leukomoid.Sebagian besar infeksi bakteri menginduksi peningkatan Sel Polimorfonuklear (Neutrofilia) yang relatif selektif, sementara infeksi parasit (dan juga respons alergi) secara khusus akan menginduksi Eosinofilia. Virus tertentu, seperti mononukleosis infeksiosa, gondongan (mumps), dan rubela, menimbulkan peningkatan selektif pada limfosit (Limfositosis). Namun demikian, sebagian besar infeksi virus, riketsia, protozoa, serta jenis infeksi bakteri tertentu (demam tifoid), disertai dengan penurunan jumlah leukosit dalam sirkulasi (Leukopeni). Leukopeni juga ditemukan pada infeksi yang sangat banyak terdapat pada pasien yang tidak berdaya akibat, misalnya, kanker yang menyebar.Perubahan yang diinduksi oleh upaya tubuh untuk menyembuhkan kerusakan, yaitu suatu proses Perbaikan. Perbaikan mulai terjadi hampir segera setelah dimulainya perubahan peradangan dan mencakup beberapa proses, yaitu proliferasi, diferensiasi, dan deposisi matriks ekstraselular.

Reference:Robbins, Kumar and Cotran. 2007. Buku ajar Patologi. Jakarta. EGC (Penerbit Buku Kedokteran)

29

Page 30: Patologi

30