Upload
ericko-sanjaya
View
3
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tbc
Citation preview
Komplikasi terjadinya Meningitis Tuberkulosa pada Pasien Tuberkulosis
Eliza*
102012026
Mahasiswi Fakultas Kedokteran UKRIDA
*Alamat Korespendensi:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: [email protected]
Pendahuluan
Meningitis merupakan salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang mengenai selaput
otak dan selaput medulla spinalis yang juga disebut sebagai meningens. Meningitis dapat
disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit.
Meningitis Tuberkulosis tergolong ke dalam meningitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu
Mycobacterium Tuberkulosa. Bakteri tersebut menyebar ke otak dari bagian tubuh yang lain.
Meningitis Tuberkulosa adalah bentuk umum dari infeksi tuberculosis pada system saraf pusat
dan memiliki tingkat kecacatan dan kematian yang tinggi. Meningitis tuberkulosis adalah infeksi
pada meningen yang disebabkan oleh basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Dewanto,
2009). Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Harsono, 2005).
Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer, umumnya bergantung pada status sosio-
ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang menentukan respon imun
seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi TB adalah malnutrisi, penggunaan
kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes mellitus.
Anamnesis
Pada anamnesis, ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, keluhan utama, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan riwayat obat.
1
Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
Apakah pasien mengalami nyeri kepala? Kapan mulai merasakannya? Nyerinya seperti
apa apakah seperti tertekan, berat, atau seperti dipukul dari luar. Apakah mendadak (seperti petir)
atau bertahap? Apakah ada gejala penyerta seperti fotophobia, kaku leher (stiffness), mual,
muntah, demam, mengantuk, atau bingung? Pernahkah pasien mengalami nyeri kepala
sebelumnya? Apakah ada tanda-tanda neurologis: diplopia, kelemahan fokal, atau gejala
sensoris? Apa ada gejala sistemik seperti mual, muntah, demam, atau menggigil?
Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat meningitis, kebocoran atau pirau LCS, trauma kepala berat yang baru
terjadi? Apakah pasien mengalami imunosupresi? Adakah riwayat vaksinasi? Ditanyakan apakah
pernah mengalami flu seperti influenza, batuk kering, batuk berdarah, lemas, demam samar-
samar di malam hari dan apakah didiagnosa tuberkulosis paru atau tidak.
Riwayat keluarga dan sosial
Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami gejala yang sama atau adakah
riwayat meningitis dalam keluarga? Adakah kontak dengan pasien yang diduga meningitis?
Apakah baru-baru ini pasien berpergian ke luar negeri?
Riwayat obat-obatan
Tanyakan pada pasien apakah baru-baru ini mendapat terapi antibiotic atau Obat Anti
Tuberkulosa (OAT) serta kepatuhannya dalam meminum obat, juga tanyakan apakah pasien
memiliki alergi antibiotik.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik beberapa hal penting yang perlu dilakukan, seperti: kesadaran
umum, tanda-tanda vital. Perhatikan apakah pasien tampak sakit ringan atau berat? Apakah
2
pasien waspada, mengantuk, atau tidak sadar? Pengukuran suhu tubuh, denyut nadi, tekanan
darah, dan laju pernapasan juga dilakukan. Lihatlah pada kulit apakah muncul ruam, khususnya
akibat septicemia meningokokal, kaku leher, atau fotofobia? Apakah tanda Kerning positif atau
tidak. Adakah kelainan pada pemeriksaan fisik neurologis? Fundi normal atau edema papil?
Periksa tenggorokan, hidung, telinga, dan mulut. Lakukan pemeriksaan fisik umum secara
lengkap terutama untuk mencari tanda focus septik lain.
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
Pemeriksaan Kaku Kuduk. Pasien berbaring terlentang dan dilakukan
pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila
didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan
spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada
hiperekstensi dan rotasi kepala.
Pemeriksaan Tanda Kernig. Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan
dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut
sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot
paha biasanya diikuti rasa nyeri.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher). Pasien berbaring
terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan
diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter
pada leher.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai).
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti
pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi
fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.1
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
3
Anemia ringan. Peningkatan laju endap darah.
2. Lumbal pungsi
Gambaran LCS pada meningitis TB :
• Warna jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-batang.
Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah berlangsung lama dan
ada hambatan di medulla spinalis
• Jumlah Sel meningkat MN > PMN
Jumlah sel 100 – 500 sel / μl. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan limfosit sama
banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih banyak
(pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase akut dapat
mencapai 1000 / mm3.
• Limfositer
• Protein meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini menyebabkan liquor
cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan pada permukaan dapat tampak
sarang laba-laba ataupun bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.
• Glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah
Kadar glukosa: biasanya menurun (<>liquor cerebrospinalis dikenal sebagai
hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis adalah
±60% dari kadar glukosa darah. Kadar klorida normal pada stadium awal,
kemudian menurun.
Pemeriksaan tambahan lainnya :
4
• Tes Tuberkulin
• Ziehl-Neelsen ( ZN )
• PCR ( Polymerase Chain Reaction )
3. Rontgen thorax
• TB apex paru
• TB milier
4. CT scan otak
• Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis
• Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced
• Komplikasi : hidrosefalus
5. MRI
Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex.
Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam kultur CSS. Namun
pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif
hanya pada kira-kira setengah dari penderita
Diagnosis Kerja
Meningitis Tuberkulosis
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk
komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-
paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru,
seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.1
5
Diagnosis Banding
Meningitis Bakterialis
Peradangan pada meningen (selaput otak) yang disebabkan oleh bakteri. Meningitis
paling sering menyerang anak-anak usia 1 bulan- 2 tahun. Lebih jarang terjadi pada dewasa,
kecuali mereka yang memiliki faktor resiko khusus. Wabah meningitis meningokokus bisa
terjadi dalam suatu lingkungan, misalnya perkemahan militer, asrama mahasiswa atau
sekumpulan orang yang berhubungan dekat. Bakteri yang menjadi penyebab dari lebih 80%
kasus meningitis adalah: Neisseria meningitidis, Hemophilus influenzae, Streptococcus
pneumoniae .Ketiga jenis bakteri tersebut, dalam keadaan normal terdapat di lingkungan sekitar
dan bahkan bisa hidup di dalam hidung dan sistem pernafasan manusia tanpa menyebabkan
keluhan. Kadang ketiga organisme tersebut menginfeksi otak tanpa alasan tertentu. Pada kasus
lainnya, infeksi terjadi setelah suatu cedera kepala atau akibat kelainan sistem kekebalan. Resiko
terjadinya meningitis bakterialis meningkat pada: penyalahguna alkohol, telah menjalani
splenektomi (pengangkatan limpa), penderita infeksi telinga dan hidung menahun, pneumonia
pneumokokus atau penyakit sel sabit. Bakteri lainnya yang juga bisa menyebabkan meningitis
adalah Escherichia coli (dalam keadaan normal ditemukan di dalam usus dan tinja) dan
Klebsiella. Infeksi karena bakteri ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala, pembedahan
otak atau medula spinalis, infeksi darah atau infeksi yang didapat di rumah sakit; infeksi ini lebih
sering terjadi pada orang yang memiliki kelainan sistem kekebalan. Penderita gagal ginjal atau
pemakai kortikosteroid jangka panjang memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderit
meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria. Demam, sakit kepala, kaku kuduk, sakit
tenggorokan dan muntah (yang seringkali terjadi setelah kelainan sistem pernafasan), merupakan
gejala awal yang utama dari meningitis.1
Meningitis Viral
Viral meningitis merupakan inflamasi dari leptomening sebagai manifestasi dari infeksi
CNS. Viral dipakai karena merupakan agen penyebab, dan penggunaan meningitis
mengimplikasikan kurangnya parenkim dan keterlibatan spinal (lainnya dinamakan encephalitis
6
dan mielitis). Dengan jelas, pathogen virus dapat menyebabkan kombinasi dari
meningoencephalitis atau meningomielitis, dan terutama ditangani dengan bacterial meningitis
yang dapat timbul dengan keadaan aseptic (atau nonbakteri) yang mendukung Pada meningitis
viral yang asli, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan pemulihan komplet pada 7-10 hari.
Lebih dari 85% kasus hari ini disebabkan oleh enterovirus non polio; maka, karakteristik
penyakit, manifestasi klinis, dan epidemiologi menunjukkan infeksi enteroviral ini. 1
Etiologi
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas :
1. Bakteri:
• Pneumococcus
• Meningococcus
• Haemophilus influenza
• Staphylococcus
• Escherichia coli
• Salmonella
• Mycobacterium tuberculosis
2. Virus :
• Enterovirus
3. Jamur :
• Cryptococcus neoformans
• Coccidioides immitris
7
Pada laporan kasus meningitis tuberkulosa ini, mycobacterium tuberculosis merupakan
faktor penyebab paling utama dalam terjadinya penyakit meningitis.
Meningitis Tuberkulosa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis humanus,
sedangkan menurut peneliti yang lain dalam literatur yang berbeda meningitis Tuberkulosis
disebabkan oleh dua mycobacterium yaitu Mycobacterium tubeculosis dan Mycobacterium bovis
yang biasanya menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada manusia. Mycobacterium
tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang, berukuran 0,2-0,6 µm x 1,0-10µm, tidak
bergerak dan tidak membentuk spora. Mycobacterium tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini
menerangkan predileksinya pada jaringan yang oksigenasinya tinggi seperti apeks paru, ginjal
dan otak.
Mycobacterium tidak tampak dengan pewarnaan gram tetapi tampak dengan pewarnaan
Ziehl-Neelsen. Basil ini bersifat tahan asam, artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin
Yang menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini disebabkan karena kadar
lipid yang tinggi pada dinding selnya. Lipid pada dinding sel basil Mycobacterium tuberculosis
meliputi hampir 60% dari dinding selnya, dan merupakan hidrokarbon rantai panjang yang
disebutasam mikolat. Mycobacterium tuberculosa tumbuh lambat dengan double time dalam 18-
24 jam, maka secara klinis kulturnya memerlukan waktu 8 minggu sebelum dinyatakan negatif.
Epidemiologi
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan mortalitas
penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi setiap 300 TB
primer yang tidak diobati. CDC melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis TB 6,2%
dari TB ekstrapulmonal. Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer, umumnya
bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik
yang menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi TB adalah
malnutrisi, penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes
melitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dengan
dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan
dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia dibawah 3 bulan.
8
Anatomi dan Fisiologi
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
• Pia meter : yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang
belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk
struktur-struktur ini.
• Arachnoid : Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.
• Dura meter : Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat.
Gambaran klinis
Gejala klinis meningitis TB berbeda
untuk masing-masing penderita. Faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis
erat kaitannya dengan perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis
TB muncul perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu.
9
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernig’s dan
Brudzinsky positif.
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang
menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek,
mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan
kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas.
Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel muncul bercak
pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi
gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan.
Gejala meningitis meliputi :
Gejala infeksi akut
Panas
Nafsu makan tidak ada
Anak lesu
Gejala kenaikan tekanan intracranial
Kesadaran menurun
Kejang-kejang
Ubun-ubun besar menonjol
Gejala rangsangan meningeal
Kaku kuduk
10
Kernig
Brudzinky I dan II positif
Manifestasi Klinik
Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam tiga
stadium:
1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)
Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu. Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan-
lahan, tanpa kelainan neurologis. Gejala: demam (tidak terlalu tinggi), rasa lemah, nafsu makan
menurun (anorexia), nyeri perut, sakit kepala, tidur terganggu, mual, muntah , konstipasi,apatis.
2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak atau meningen. Ditandai oleh adanya
kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung serebri. Pemeriksaan kaku
kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu,
terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak menyebabkan gangguan otak atau
batang otak. Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan
saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di
koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis.
Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark atau iskemia, quadriparesis dapat terjadi
akibat infark bilateral atau edema otak yang berat. Gejala: akibat rangsang meningen (sakit
kepala berat dan muntah), akibat peradangan atau penyempitan arteri di otak (disorientasi,
bingung, kejang, tremor, hemibalismus atau hemikorea, hemiparesis atau quadriparesis,
penurunan kesadaran), gangguan otak atau batang otak atau gangguan saraf kranial yang sering
terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII (strabismus – diplopia, ptosis - reaksi pupil lambat,
gangguan penglihatan kabur).
11
3. Stadium III (koma / fase paralitik)
Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama ± 2-3 minggu. Gangguan fungsi otak
semakin jelas. Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh
eksudat yang mengalami organisasi. Gejala: pernapasan irregular, demam tinggi, edema papil,
hiperglikemia, kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk, stupor, koma, otot
ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali,
nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, hiperpireksia.
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lain,
tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal. Dikatakan
akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1 minggu.1
Patofisiologi
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Non medikamentosa
Komplikasi
Pencegahan
Prognosis
Kesimpulan
Daftar Pustaka
1. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam : At a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.
12
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC; 2009.h.2-7.
3. Sudiono H, Iskandar I, Edward H. Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik.
Jakarta : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida; 2007.h.42,59-61.
4. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan dignostik. Ed ke-6. Jakarta : EGC;
2007.h.279-80.
5. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009. h. 2773 – 9.
6. Widoyo. Penyakit tropis : epidemiologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya.
Jakarta : Penerbit Erlangga; 2008.h. 34-70.
7. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3. Jakarta: Media Aesculapius; 2000.
8. Kosasih EN, Kosasih AS. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Jakarta :
Karisma Publishing Group; 2008.h.408-9.
9. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobilogi medis dan infeksi. Ed ke-3. Jakarta :
Penerbit Erlangga; 2009;h.60-1.
10. Jawetz. Mikrobiologi Kedokteran. Ed 24. Jakarta: EGC; 2005.
11. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM. Diabetes mellitus. In: Current Medical
Diagnosis & Treatment. 49th edition. USA: McGraw-Hill; 2010. p.1219-50.
12. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Loscalzo J, et al (eds.). Diabetes mellitus. In:
Harisson’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill; 2001. p.2299-
300.
13