95
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Isu mengenai usaha manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba bukan merupakan permasalahan baru di bidang akuntansi. Scott (2003:344) menyatakan bahwa “Earning Management is the choice by manager of accounting policies so as to achieve some spesific objectives” dimana dalam hal ini manajemen laba dianggap sebagai suatu tindakan oportunistik yang dapat dilakukan oleh manajer untuk memaksimalkan kepentingannya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak hutang dan dan biaya politik. Manajemen laba memberikan kemudahan kepada manajer untuk melindungi perusahaannya untuk mengantisipasi hal-hal yang bersifat tidak terduga dan untuk keuntungan kepentingan pihak pihak yang terlibat di dalamnya, namun tidak untuk para investor atau pengguna laporan keuangan lainnya. Dengan melakukan manajemen laba, baik melalui peningkatan pendapatan ataupun penurunan pendapatan, maka suatu laporan keuangan dapat dikatakan tidak mencerminkan kondisi keuangan perusahaaan yang sebenarnya sehingga tidak dapat memberikan informasi yang berkualitas untuk mendukung pengambilan keputusan investor. Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup

PDF Skripsi Risty

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gcg

Citation preview

Page 1: PDF Skripsi Risty

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Isu mengenai usaha manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba

bukan merupakan permasalahan baru di bidang akuntansi. Scott (2003:344)

menyatakan bahwa “Earning Management is the choice by manager of

accounting policies so as to achieve some spesific objectives” dimana dalam hal

ini manajemen laba dianggap sebagai suatu tindakan oportunistik yang dapat

dilakukan oleh manajer untuk memaksimalkan kepentingannya dalam

menghadapi kontrak kompensasi, kontrak hutang dan dan biaya politik.

Manajemen laba memberikan kemudahan kepada manajer untuk melindungi

perusahaannya untuk mengantisipasi hal-hal yang bersifat tidak terduga dan untuk

keuntungan kepentingan pihak – pihak yang terlibat di dalamnya, namun tidak

untuk para investor atau pengguna laporan keuangan lainnya.

Dengan melakukan manajemen laba, baik melalui peningkatan pendapatan

ataupun penurunan pendapatan, maka suatu laporan keuangan dapat dikatakan

tidak mencerminkan kondisi keuangan perusahaaan yang sebenarnya sehingga

tidak dapat memberikan informasi yang berkualitas untuk mendukung

pengambilan keputusan investor. Adanya perubahan informasi atas laba bersih

suatu perusahaan melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup

Page 2: PDF Skripsi Risty

2

berpengaruh terhadap tindak lanjut para pengguna informasi keuangan yang

bersangkutan khususnya dalam hal pengambilan keputusan (Juniarti,2005:148).

Manajer perusahaan lebih mengetahui informasi internal perusahaan

dibandingkan dengan pemegang saham. Sebagai pengelola, manajer perusahaan

berkewajiban memberikan informasi yang benar kepada para pengguna laporan

keuangan. Akan tetapi, informasi–informasi yang disampaikan terhadap para

pengguna laporan keuangan terkadang tidak sesuai dengan kondisi yang

sebenarnya. Kondisi inilah yang disebut asimetri informasi, dimana menurut Peter

S.Rose (2003:53), asimetri informasi merupakan ketidakefisienan oleh pengguna

laporan keuangan dalam hal ketersediaan dan penggunaan informasi laporan

keuangan. Di dalam kondisi yang tidak seimbang tersebut, manajemen

mempunyai fleksibilitas untuk dapat mempengaruhi angka–angka akuntansi yang

disajikan dalam laporan keuangan dengan melakukan praktik manajemen laba.

Praktik manajemen laba ini diindikasi timbul sebagai dampak persoalan

keagenan atau agency theory. Agency theory terjadi karena adanya

ketidakselarasan kepentingan antara pemilik perusahaan dan manajemen (Cornet

dkk,2009:15). Manajer mungkin cenderung untuk mengoperasikan perusahaan

untuk mendapatkan keuntungan bagi mereka sendiri, bukan untuk investor.

Terkadang, keuntungan yang paling banyak didapat oleh manajer tidak sesuai

dengan tujuan para investor. Hal ini menciptakan suatu situasi yang dinamakan

Agency Problem atau Agency Theory .

Manajemen laba dapat terjadi karena tingkat leverage yang tinggi.

Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi mempunyai insentive yang lebih

Page 3: PDF Skripsi Risty

3

besar dalam mengelola pendapatan utnuk menghindari perjanjian pelanggaran

atau untuk mencegah efek buruk pada peringkat utang mereka. (Watts and

Zimmerman, 1990).

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memonitor serta mencegah

praktik manajemen laba adalah melalui mekanisme Good Corporate Governance.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Welvin I Guna dan Arleen

Herawaty (2010), peneliti menggunakan 4 indikator yaitu kepemilikan

institusional, kepemelikian manajerial, proporsi komisaris independen, dan komite

audit sebagai indikator mekanisme Good Corporate Governance. Namun, dalam

penelitian ini, peneliti menambahkan dewan komisaris sebagai salah satu

indikator mekanisme good corporate governance. Dewan komisaris dalam suatu

perusahaan bertugas untuk melakukan kontrol melalui fungsi utamanya sebagai

pengawas direksi dalam menjalankan tata kelola perusahaan.

Peneliti juga menggunakan kualitas audit dengan proksi Big Four dan non

Big Four sebagai salah satu variabel yang dapat mempengaruhi timbulnya praktek

manajemen laba. Kualitas audit telah menjadi pembicaraaan yang hangat setelah

terjadinya skandal yang melibatkan perusahaan terkenal yaitu Enron dan KAP

Big Four Arthur Andersen. Skandal ini cukup menarik perhatian karena biasanya

KAP Big Four memiliki kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP

non Big Four. Permasalahan tersebut mendorong peneliti untuk meneliti lebih

lanjut kebenaran hubungan kualitas audit dengan manajemen laba pada

perusahaan-perusahaan manufaktur yang ada di Indonesia. Berdasarkan latar

belakang permasalahan tersebut, maka penulis mengambil “Pengaruh Leverage,

Page 4: PDF Skripsi Risty

4

Mekanisme Good Corporate Governance, dan Kualitas Audit terhadap

Praktek Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010“ sebagai judul penelitian ini .

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah leverage,

mekanisme good corporate governance, dan kualitas audit berpengaruh secara

signifikan terhadap manajemen laba ? “

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah leverage,

mekanisme good corporate governance, dan kualitas audit berpengaruh terhadap

manajemen laba ?

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, antara lain :

1. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi yang bermanfaat dalam menerapkan mekanisme good corporate

governance untuk meningkatkan kinerja perusahaan

Page 5: PDF Skripsi Risty

5

2. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

informasi mengenai praktik manajemen laba serta faktor – faktor yang

mempengaruhinya sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan

3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang

mekanisme good corporate governance dan manajemen laba

1.5. Sistematika Skripsi

BAB I PENDAHULUAN

BAB I terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, serta sistematika skripsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II terdiri dari landasan teori, penelitian sebelumnya, hipotesis

dan model analisis, serta kerangka berpikir .

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III terdiri dari pendekatan penelitian, identifikasi variabel,

definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, prosedur

pengumpulan data, serta teknik analisis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV terdiri dari gambaran umum mengenai subyek dan obyek

penelitian, deskripsi hasil penelitian, analisis model dan atau

pembuktian hipotesis, serta pembahasan

Page 6: PDF Skripsi Risty

6

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V terdiri dari simpulan dan keterbatasan penelitian serta saran

untuk penelitian selanjutnya

Page 7: PDF Skripsi Risty

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi

keuangan utama kepada pihak – pihak di luar perusahaan. Laporan ini

menampilkan sejarah perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter.

Laporan keuangan yang sering disajikan adalah neraca, laporan laba rugi, laporan

arus kas, dan laporan ekuitas pemilik. Selain itu, catatan atas laporan keuangan

atau pengungkapan juga merupakan bagian integral dari setiap laporan keuangan

(Kieso, dkk, 2007:2)

Laporan keuangan merupakan produk dari akuntansi yang menyajikan

data–data kuantitatif keuangan atas semua transaksi–transaksi yang telah

dilaksanakan oleh suatu perusahaan untuk suatu periode tertentu. Laporan

keuangan dibuat untuk mempertanggungjawabkan atas aktivitas perusahaan

terhadap pemilik dan juga membebankan informasi mengenai posisi perusahaan

dan hasil – hasil yang telah dicapai perusahaan terhadap pihak – pihak lain yang

berkepentingan. (Yusuf dan Soraya, 2004:100)

Sesuai Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 2009, tujuan

laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi

keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang

bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Page 8: PDF Skripsi Risty

8

Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama

sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan

semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan

keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari

kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi

nonkeuangan. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan

manajemen, atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang

dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan

atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat

membuat keputusan ekonomi.

2.1.2. Manajemen Laba

Pada dasarnya, definisi operasional dari manajemen laba adalah potensi

penggunaan manajemen akrual dari variabel–variabel dengan tujuan untuk

memperoleh keuntungan pribadi. Pendekatan umum untuk mengestimasikan

akrual pilihan adalah dengan meregresikan total akrual dari variabel – variabel

yang merupakan wakil dan akrual normal. Akrual yang tidak diharapkan atau

akrual pilihan dianggap sebagai komponen yang tidak dapat dijelaskan dan total

akrual . (Belkoui, 2007: 201).

Sri Sulistyanto (2008:6) mengemukakan bahwa manajemen laba adalah

upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi–

informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabuhi stakeholder

yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Pemahaman tentang

Page 9: PDF Skripsi Risty

9

manajemen laba penting untuk akuntan karena memungkinkan pemahaman yang

lebih baik dari kegunaan laba bersih, baik untuk pelaporan kepada investor

maupun kepada kontraktor. Hal ini juga dapat membantu akuntan untuk

menghindari beberapa konsekuensi hukum dan reputasi yang muncul ketika

perusahaan menjadi kesulitan finansial.

William R. Scott (2003:344) menyatakan bahwa , “Earning Management is

the choice by manager of accounting policies so as to achieve some spesific

objectives”. Manajemen laba adalah pilihan seorang manager dalam memilih

kebijakan akuntansi untuk mencapai tujuan spesifik. Manajemen laba dianggap

sebagai suatu tindakan oportunistik yang dapat dilakukan oleh manajer untuk

memaksimalkan kepentingannya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak

hutang dan dan biaya politik.

2.1.2.1. Motivasi Manajemen Laba

Scott (2003:334) dalam “ Financial Accounting Theory “ mengemukakan

bahwa motivasi manajer untuk melakukan manajemen laba adalah :

1. Rencana bonus ( bonus scheme )

Manajer yang bekerja di perusahaan dengan rencana bonus akan

berusaha mengatur laba yang dilaporkan agar dapat memaksimalkan

bonus yang akan diterimanya.

Page 10: PDF Skripsi Risty

10

2. Kontrak hutang jangka panjang ( debt covenant )

Motivasi ini sejalan dengan hipotesis debt covenant dalam teori

akuntansi positif, yaitu semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggaran

perjanjian hutang, maka manajer akan cenderung memilih metode

akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode

berjalan sehingga dapat mengurangi kemungkinan perusahaan

mengalami pelanggaran kontrak.

3. Motivasi politik ( political motivation )

Perusahaan – perusahaan besar dan industri strategis cenderung untuk

menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya untuk memperoleh

kemudahan dan fasilitas dari pemerintah.

4. Motivasi perpajakan ( taxation motivation )

Perpajakan merupakan suatu alasan utama mengapa perusahaan

mengurangi laba yang dilaporkan. Dengan mengurangi laba yang

dilaporkan, maka perusahaan dapat meminimalkan besar pajak yang

harus dibayarkan kepada pemerintah.

5. Pergantian CEO

CEO yang akan habis masa penugasannya akan melakukan strategi

memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya. Demikian pula

dengan CEO yang kinerjanya kurang baik, akan cenderung

memaksimalkan laba untuk mencegah atau membatalkan

pemecatannya.

Page 11: PDF Skripsi Risty

11

6. Penawaran saham perdana ( Initial Public Offering )

Saat perusahaan go public, informasi keuangan yang ada dalam

prospektus merupakan sumber informasi yang penting. Informasi ini

dapat dipakai sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai

perusahaan.

2.1.2.2. Pola Manajemen Laba

Scott (2003:345) mengidentifikasi adanya empat pola yang dilakukan oleh

pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba , yaitu taking a bath, income

minimization, income maximization, dan income smoothing.

1. Taking a bath dilakukan ketika terjadi keadaan buruk yang tidak

menguntungkan dan tidak dapat dihindari, yaitu dengan cara mengakui biaya

– biaya pada periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan.

2. Income minimization dilakukan saat perusahaan memperoleh profitabilitas

yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian yang politis.

3. Income maximization dilakukan dengan memaksimalkan laba agar

memperoleh bonus yang lebih besar. Dari Positive Accounting Theory, para

manajer dapat terlibat dalam maksimilisasi laba bersih yang dilaporkan untuk

tujuan bonus .

4. Income smoothing dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan laba untuk

mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil

dan tidak beresiko tinggi.

Page 12: PDF Skripsi Risty

12

Tindakan manajemen laba dapat dihitung melalui model akrual dan model

akrual pilihan . (Belkoui, 2007:202)

1. Model akrual

Dalam model akrual, terdapat dua model umum yang digunakan untuk

perhitungan akrual, yaitu pendekatan neraca dan pendekatan arus kas .

Pendekatan neraca untuk perhitungan akrual total adalah sebagai berikut :

TAt = ∆CAt - ∆Casht - ∆CL + ∆DCLt - DEPt.................................. (1)

Dimana, ∆CAt adalah perubahan dalam aktiva tahun berjalan di tahun t ,

∆Casht adalah perubahan dalam kas dan setara kas di tahun t, ∆CLt adalah

perubahan dalam utang tahun berjalan di tahun t, dan ∆DCLt adalah

perubahan dalam utang tahun berjalan di tahun t, serta DEPt adalah beban

penyusutan dan amortisasi dalam tahun t. Berdasarkan atas temuan bahwa

studi–studi yang didasarkan pada pendekatan neraca tradisional untuk

menghitung total akrual mengalami kelemahan akibat potensi kontaminasi

dari perhitungan akrual total.

2. Model Akrual Pilihan

a. Model de Angelo

Porsi pilihan dalam Model de Angelo adalah perbedaan antara akrual total

di tahun peristiwa t disimbolkan dalam aktiva total (At -1 ) dan akrual

bukan pilihan (NDAt). Perhitungan akrual bukan pilihan (NDAt)

bergantung pada akrual total di periode sebelumnya (TAt-1) disimbolkan

dengan aktiva total keseluruhan (At-2) dengan kata lain :

Page 13: PDF Skripsi Risty

13

NDAt = TA t -1 / At-2................................................... (1)

b. Model Healy

Dalam model Healy , akrual bukan pilihan (NDAt) adalah nilai rata – rata

dari akrual total Tat yang dilambangkan dengan total aktiva keseluruhan

( ) dari periode estimasi . Dengan kata lain :

NDAt = 1 / n ∑ᵧ (TA ᵧ / A ᵧ - ................(1)

Dimana NDAt adalah akrual bukan pilihan di tahun t yang dinyatakan

dalam skala dengan aktiva total keseluruhan, n adalah jumlah tahun di

periode estimasi, dan ᵧ adalah lambang tahun untuk waktu ( t-n ,t – n + 1,

...t – 1 ) termasuk dalam periode estimasi. Porsi pilihan adalah perbedaan

antara akrual total di tahun peristiwa yang disimbolkan dengan At-1 dan

NDAt. Perbedaan utama antara model de Angelo dengan Model Healy

adalah bahwa NDA mengikuti proses acak dalam model de Angelo dan

suatu rata – rata kebalikan dalam model Healy .

c. Model Jones

Tujuan utama dari model Jones ini adalah untuk mengendalikan

pengaruh perubahan dalam kondisi perusahaan pada akrual bukan

pilihan.

NDAt = α1 (1 / A t-1) + α2 (∆REVt / At-1) + α3 (PPEt /At-1) ..........(1)

Page 14: PDF Skripsi Risty

14

Dimana ,

NDAt : akrual bukan pilihan di tahun t disimbolkan dengan aktiva

total keseluruhan

∆REVt : pendapatan di tahun t dikurangi pendapatan di tahun t-1

PPEt : aktiva tetap kotor di tahun t – 1

α 1 , α 2 , α 3 : parameter spesifik perusahaan

Variasi dalam model Jones mencakup suatu model yang memperluas

model Jones dengan menambahkan akrual total keseluruhan dan

pengembalian saham keseluruhan sebagai dua variabel penjelasan

tambahan serta suatu model yang menggantikan perubahan penjualan

dalam model Jones dengan mengganti penjualan tunai.

d. Model Jones yang Dimodifikasi

Untuk dapat mengeliminasi kecenderungan asumsi dalam model Jones

guna mengukur akrual pilihan dengan kesalahan pada saat pilihan

dipergunakan terhadap pengakuan pendapatan, model yang dimodifikasi

memperhitungkan akrual bukan pilihan selama periode peristiwa sebagai

berikut:

Persamaan 1:

NDAt = α1 (1 / At-1) + α2 (∆REVt - ∆RECt / At-1) + α3 (PPEit/At-1) -

ԑit.................................................................. (1)

Dimana, ∆RECt adalah piutang bersih di tahun t dikurangi piutang bersih

di tahun t-1 dan area variabel lainnya di persamaan sebelumnya. Variabel

Page 15: PDF Skripsi Risty

15

manajemen laba seringkali diproksikan dengan discretionary accruals.

Komponen akrual dapat dipisahkan menjadi discretionary accruals dan

non discretionary accrual. Dalam penghitungan discretionary accruals

yaitu menggunakan pendekatan arus kas, dengan menentukan terlebih

dahulu besarnya total akrual suatu perusahaan dengan menghitung selisih

antara jumlah laba bersih dan arus kas dari aktivitas operasi suatu

perusahaan.

Persamaan 2:

TAit = NIit – CFOit ...................................... (2)

TAit : Total akrual perusahaan i pada tahun t

NIit : Laba bersih perusahaan i pada tahun t

CFOit : Kas dari operasi perusahaan i pada tahun t

Total akrual sebuah perusahaan adalah penjumlahan dari

discretionary accruals dan non discretionary accrual

Persamaan 3:

TAit = NDAit + DAit .................................... (3)

NDAit : Non discretionary accrual perusahaan i pada tahun t

DAit : Discretionary accrual perusahaan i pada tahun t

Selanjutnya digunakan model Jones seperti pada persamaan 1 untuk

memisahkan discretionary accrual dan non discretionary accrual. Model

ini merumuskan tingkat non discretionary accrual sebagai suatu fungsi

perbedaan antara perubahan pendapatan dan perubahan piutang, dan

tingkat dari tanah dan bangunan serta peralatan. Dengan model Jones,

Page 16: PDF Skripsi Risty

16

nilai total akrual diestimasi dengan permasaan regresi OLS yang telah

disajikan dalam persamaan 1.

Lalu dengan koefisien regresi tersebut, nilai non discretionary accrual

dihitung dengan menggunakan rumus :

Persamaan 4 :

NDAt = α1’ (1 / At-1) + α2’ (∆REVt - ∆RECt / At-1) +

α3’ (PPEit/At-1)................ (4 )

NDAit : non discretionary accrual perusahaan i pada tahun t

Ait-1 : total perusahaan aktiva i pada tahun t-1

REVit : perubahan pendapatan perusahaan i pada tahun t

RECit : perubahan piutang bersih perusahaan i pada tahun t

PPEit : aktiva tetap perusahaan i pada tahun t

α1 , α2 , α3 : koefisien regresi model Jones

α1’ , α2’ , α3’: fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi model

Jones yang dimodifikasi

Selanjutnya, nilai discretionary accrual didapatkan dengan

mengurangkan total akrual dengan nilai non diskretionary accrual-

nya.

Persamaan 5 :

DAit = TAit / Ait-1 – NDAit......................................................... (5)

Page 17: PDF Skripsi Risty

17

e. Model Industri

Model industri melonggarkan asumsi bahwa akrual bukan pilihan

adalah konstan dari tahun ke tahun. Alih – alih mencoba membuat

suatu model untuk menentukan akrual buka pilihan secara langsung,

model industri berasumsi bahwa variasi dalam penentuan akrual

bukan pilihan adalah umum terjad di antara perusahaan di industri

yang sama.

Persamaan 1 :

NDAt = β1 + β2 median ( TAt / At-1 ) .............. (1)

Dimana, NDAt dihitung dengan model Jones dan median TAt / At-1

adalah nilai median dari akrual total di tahun t yang disimbolkan

dengan aktiva total keseluruhan untuk seluruh perusahaan yang tidak

diambil contoh di dalam industri klasifikasi industri standar.

Parameter spesifik β1 dan β2 dihasilkan dari suatu regresi rata-rata

biasa dalam suatu pengamatan di periode estimasi .

f. Model Kang dan Sivaramakrishnan

Model Kang dan Sivaramakrishnan bergantung pada pendekatan

alternatif dimana (a) mengestimasi akrual yang dikelola dengan

menggunakan tingkatan daripada menggunakan perubahan dalam

aktiva lancar dan utang lancar, mencakup harga pokok penjualan dan

juga beban – beban lain dan tidak membutuhkan regresi menjadi

tidak terkontaminasi.

Page 18: PDF Skripsi Risty

18

Persamaan 1 :

ABi,t = Ø0 + Ø1 [δ1,i + REV i,t] + Ø2[δ2,i + EXPi,t] + Ø3 [δ3,i GPPEi,t] +

ui,t........................................ (1)

ABi,t : saldo akrual = AR i,t = INV i,t + OCAi,t – CLi,t – DEPi,t

AR i,t : piutang , di luar pengembalian pajak

INV i,r : persediaan

OCA i,t : aktiva lancar lainnya selain kas , piutang dan persediaan

CL i,t : utang lancar tanpa pajak dan utang jangka panjang yang

jatuh tempo dalam waktu satu tahun

DEP i,t : penyusutan dan amortisasi

REV i,t : pendapatan penjualan bersih

EXP i,t : beban operasi

GPPE i,t : aktiva tetap kotor

NTA i,t : aktiva total bersih

Sedangkan menurut Sri Sulistyanto (2008:7), ada tiga kelompok model

empiris manajemen laba yang diklasifikasikan atas dasar basis pengukuran yang

digunakan, yaitu model yang berbasis akrual agregat, akrual khusus, dan distribusi

laba .

1. Model berbasis akrual merupakan model yang menggunakan discretionary

accruals sebagai proksi manajemen laba. Model manajemen laba ini

dikembangkan oleh Healy (1985), De Angelo (1986), Jones (1991), serta

Dechow, Sloan, dan Sweeny (1995)

Page 19: PDF Skripsi Risty

19

2. Model yang berbasis specific accruals, yaitu pendekatan yang menghitung

akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan

keuangan tertentu dari industri tertentu pula. Model ini dikembangkan oleh

McNichols dan Wilson, Petroni, Beaver dan Engel, Beneish, serta Bever dan

McNichols .

3. Model distribution of earnings dikembangkan oleh Burgtahler dan Dichev ,

Degeorge, Patel, dan Zeckhauser, serta Myzer dan Skinner .

Tabel 2.1

Model Distribution Of Earning

Peneliti Proksi Manajemen Laba

1. Model Akrual Agregat

Healy (1985)

De Angelo (1986)

Jones (1991)

Model Jones

dimodifikasi dari

Dechow , Sloan , dan

Sweeny (1995)

Kang dan

Suvaramakrishnan

(1995)

Total akrual

Perubahan dalam total akrual

Sisa regresi total akrual dari perubahan

penjualan dan property, plant, dan

equipment

Sisa regresi total akrual dari perubahan

penjualan dan property, plant, dan

equipment, dimana pendapatan

disesuaikan dengan perubahan piutang

yang terjadi pada periode bersangkutan.

Kewajiban yang dibagi dengan aktiva

bersangkutan pada periode sebelumnya

yang disesuaikan dengan kenaikan

pendapatan, biaya, dan plant and

equipment

Page 20: PDF Skripsi Risty

20

2. Model Spesific Accruals

McNichols dan Wilson

(1988)

Petroni (1992)

Beaver dan Engel

(1996)

Beneish (1997)

Beaver dan McNichols

(1998)

Sisa provisi untuk piutang tak tertagih

yang diestimasi sebagai sisa regresi

provisi untuk piutang tak tertagih pada

saldo awal, serta penghapusan piutang

periode berjalan dan periode yang akan

datang .

Klaim terhadap estimasi cadangan

kesalahan , yang diukur selama lima tahun

perkembangan cadangan kerugian

penjaminan kerusakan property .

Biaya yang tersisa dari kerugian pinjaman,

yang diestimasi sebagai sisa regresi biaya

dari kerugian pinjaman pada charge-of

bersih, pinjaman yang beredar, aktiva yang

tidak bermanfaat, dan melebihi satu tahun

perubahan aktiva tidak bermanfaat

Hari – hari dalam indeks piutang, indeks

laba kotor, indeks kualitas aktiva, indeks

depresiasi, indexs biaya administrasi

umum dan penjualan, indeks total akrual

terhadap total aktiva.

Korelasi serial dari satu tahun

perkembangan cadangan kerugian

pinjaman kerusakan property

3. Model Distribution Of Earnings

Burgtahler dan Duchev

(1997)

Menguji apakah frekuensi realisasi laba

tahunan yang merupakan bagian atas laba

yang besarnya nol dan laba akhir tahun

Page 21: PDF Skripsi Risty

21

Degeorge et al . (1999)

Myers dan Skinner

(1999)

adalah lebih besar (kecil) daripada yang

diharapkan

Menguji apakah frekuensi realisasi laba

kuartalan yang merupakan bagian atas

(bawah) laba yang besarnya nol, laba akhir

kuartal dan forecast investor adalah lebih

besar (kecil) daripada yang diharapkan

Menguji apakah angka–angka laba

meningkat yang berurutan adalah lebih

besar dibandingkan dengan angka – angka

jika tanpa manajemen laba

Sumber: Sulistyanto (2008)

2.1.3. Asimetri Informasi

Menurut Peter S. Rose (2003:53), asimetri informasi adalah

ketidakefisienan oleh pengguna laporan keuangan dalam hal ketersediaan dan

penggunaan informasi laporan keuangan. Manajer sebagai pengelola perusahaan

lebih banyak mengetahui informasi – informasi yang ada dalam perusahaan serta

prospeknya di masa depan dibandingkan dengan pemegang saham. Sebagai

pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi

perusahaan kepada pemegang saham .

Menurut Scott (2003) , terdapat dua macam asimetri informasi yaitu :

1. Adverse selection, yaitu para manajer dan pihak internal lainnya mengetahui

lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan

investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan

Page 22: PDF Skripsi Risty

22

yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan

informasinya kepada pemegang saham

2. Moral hazard, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak

seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman

sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang

saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma

mungkin tidak layak dilakukan.

2.1.4. Teori Keagenan

Menurut Jensen Meckling (1976:5), ada dua macam bentuk hubungan

keagenan, yaitu antara manajer dan pemegang saham dan antara manajer dan

pemberi pinjaman. Sedangkan positive accounting theory secara implisit

mengakui tiga bentuk hubungan keagenan, yaitu antara pemilik dengan

manajemen (bonus plan hypothesis), kreditur dengan manajemen (debt / equity

hypothesis), dan pemerintah dengan manajemen (political cost hypothesis).

Masalah keagenan muncul ketika principal kesulitan untuk memastikan

bahwa agen bertindak untuk memaksimumkan kesejahteraan principal. Menurut

teori keagenan, salah satu mekanisme yang secara luas digunakan dan diharapkan

dapat menyelaraskan tujuan principal dan agen adalah melalui mekanisme

pelaporan keuangan. Namun, karena dalam akuntansi dikenal dengan adanya

dasar akrual yang mewajibkan perusahaan untuk mngakui pendapatan yang sudah

menjadi hak / kewajiban dalam periode sekarang, sehingga angka – angka dalam

Page 23: PDF Skripsi Risty

23

laporan keuangan mengandung komponen akrual baik yang berada di bawah

kebijakan manajemen ataupun tidak (Midiastuty dan Machfoedz,2003).

Dalam suatu hubungan agensi, pihak prinsipal memberikan wewenang atas

beberapa pengambilan keputusan kepada pihak agen. Prinsipal dan agen membuat

suatu perjanjian tentang hubungan tersebut. Sebuah permasalahan agensi timbul

karena agen tidak mengupayakan keuntungan yang terbaik untuk prinsipal karena

agen lebih mementingkan kesejahteraan pribadinya. Hubungan agensi dikatakan

telah terjadi ketika suatu kontrak antara seseorang atau lebih, seorang prinsipal,

dan orang lainnya, serta seorang agen untuk memberikan jasa demi kepentingan

prinsipal termasuk melibatkan adanya pemberian delegasi kekuasaan pengambilan

keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan untuk

termotivasi hanya oleh kepentingan dirinya sendiri, yaitu untuk memaksimalkan

kegunaan subjektif mereka, dan juga untuk menyadari kepentingan bersama

mereka. (Belkoui, 2007:186)

2.1.5. Good Corporate Governance

Ada tuntutan publik yang berkembang sejalan dengan semakin maraknya

penyimpangan korporasi yang terjadi di seluruh dunia, yaitu agar suatu bisnis

dapat berjalan secara bersih dan bertanggung jawab. Secara empiris, terbukti

bahwa kasus penyimpangan tersebut tidak hanya mempengaruhi kondisi

perusahaan maupun pihak–pihak yang mempunyai hubungan bisnis dengan

perusahaan bersangkutan, tetapi secara makro juga mempengaruhi kondisi

perekonomian suatu negara, bahkan dalam beberapa kasus ada penyimpangan

Page 24: PDF Skripsi Risty

24

korporasi yang secara global mempengaruhi perekonomian internasional.

(Sulistyanto, 2008:154) .

Perwujudan good corporate governance dilakukan untuk meminimalisasi

manajemen laba dalam pengelolaan dunia usaha. Ada beberapa faktor yang

ditengarai mengapa upaya manajemen laba seringkali terjadi dalam dunia usaha,

antara lain aturan dan standar akuntansi, transparansi, dan auditing yang lemah,

sistem pengawasan serta pengendalian sebuah perusahaan yang belum optimal ,

serta moral hazard pengelola perusahaan yang cenderung mendahulukan dan

mengutamakan kesejahteraan pribadi dan kelompoknya (Sulistyanto, 2008: 154).

Untuk itu, salah satu kunci utama untuk mewujudkan bisnis yang bersih, sehat,

dan bertanggungjawab adalah dengan membangun sistem pengawasan dan

pengendalian yang lebih baik. Terwujudnya sistem pengawasan dan pengendalian

yang baik akan mendorong terciptanya keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan

responsibilitas dalam pengelolaan sebuah perusahaan.

2.1.5.1. Pengertian Good Corporate Governance

Good Corporate Governance merupakan isu yang sedang hangat

diperbincangkankan sebagai suatu alat yang bisa memecahkan masalah dalam

pengelolaan dan pertanggungjawaban perusahaan modern. Good Corporate

Governance adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar yang berkaitan erat

dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun

terhadap iklim usaha di suatu negara . (Darmawati, 2003).

Page 25: PDF Skripsi Risty

25

Penerapan Good Corporate Governance mendorong terciptanya

persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu,

diterapkannya Good Corporate Governance oleh perusahaan – perusahaan di

Indonesia sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi

yang berkesinambungan. Penerapan Good Corporate Governance juga

diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan Good

Corporate Governance pada umumnya di Indoensia. (Komite Nasional Kebijakan

Governance, 2010)

Menurut KEP–117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Good Corporate

Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menyatakan bahwa

Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ

BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan

guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap

memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan

perundangan dan nilai-nilai etika.

2.1.5.2. Prinsip – Prinsip dan Tujuan Good Corporate Governance

Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance yang tercantum sesuai

dengan KEP–117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Good Corporate Governance

Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meliputi:

1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan

proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan

informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

Page 26: PDF Skripsi Risty

26

2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan

pertanggungjawaban organ sebagai pengelolaan perusahaan terlaksana

secara efektif. 1

3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam

pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan

prinsip – prinsip korporasi yang sehat .

4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan dimana perusahaan

dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan

pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan

peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang

sehat.

5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam

memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian

dan peraturan perundang-undangan.

Pedoman good corporate governance memuat tiga belas aspek, yaitu

pemegang saham, dewan komisaris, direksi, sistem audit, sekretaris perusahaan,

pihak – pihak yang berkepentingan, keterbukaan, kerahasiaan, informasi orang

dalam, etika berusaha dan anti korupsi, donasi, kepatuhan pada peraturan

perundang-undangan tentang proteksi kesehatan, keselamatan kerja dan

pelestarian lingkungan, dan kesempatan kerja yang sama . (Trihapsari ,2006:4) .

Sesuai KEP–117/M-MBU/2002, penerapan prinsip-prinsip Good

Corporate Governance bertujuan untuk:

Page 27: PDF Skripsi Risty

27

1. mengoptimalkan nilai perusahaan agar perusahaan memiliki daya saing yang

kuat, baik secara nasional maupun secara internasional, sehingga mampu

mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai

maksud dan tujuan perusahaan;

2. mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif, serta

memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ Persero/

Perum;

3. mendorong agar organ Persero/Perum dalam membuat keputusan dan

menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya

tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian

lingkungan di sekitar BUMN

4. meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;

5. meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional.

2.1.5.3. Dewan Komisaris / Dewan Pengawas

Untuk memastikan bahwa Perseroan menerapkan prinsip Good

Corporate Governance dengan baik, Dewan Komisaris melakukan kontrol

melalui fungsi utamanya sebagai pengawas direksi dalam menjalankan tata kelola

perusahaan. Fungsi pengawasan Dewan Komisaris tersebut dilaksanakan melalui

mekanisme yang sudah ditentukan antara lain melalui optimalisasi fungsi Komite

Audit sebagai Komite Independen yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dan

Page 28: PDF Skripsi Risty

28

berperan membantu Komisaris mendapatkan informasi mengenai kondisi serta

aktifitas – aktifitas tertentu yang sedang dilakukan oleh perusahaan.

Dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris/Dewan Pengawas harus

mematuhi Anggaran Dasar dan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Komisaris/Dewan Pengawas bertanggung jawab dan berwenang mengawasi

tindakan Direksi dan memberikan nasehat kepada Direksi jika dipandang perlu

oleh Komisaris/Dewan Pengawas. Komisaris/Dewan Pengawas harus memantau

efektifitas praktek good corporate governance yang diterapkan BUMN.

Komposisi Komisaris/Dewan Pengawas harus sedemikian rupa sehingga

memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat

bertindak secara independen dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat

mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan

kritis dalam hubungan satu sama lain dan terhadap Direksi. Paling sedikit 20%

(dua puluh persen) dari anggota Komisaris/Dewan Pengawas harus berasal dari

kalangan di luar BUMN yang bersangkutan.

Sesuai dalam KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good

Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara, Komisaris/Dewan

Pengawas bertanggung jawab dan berwenang. Dalam melaksanakan tugasnya,

Komisaris/Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar dan peraturan

perundangundangan yang berlaku. Komisaris/Dewan Pengawas harus memantau

efektifitas praktek good corporate governance yang diterapkan BUMN.

Komposisi Komisaris/Dewan Pengawas harus sedemikian rupa sehingga

memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat

Page 29: PDF Skripsi Risty

29

bertindak secara independen dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat

mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan

kritis dalam hubungan satu sama lain dan terhadap Direksi. Paling sedikit 20%

(dua puluh persen) dari anggota Komisaris/Dewan Pengawas harus berasal dari

kalangan di luar BUMN yang bersangkutan yang bebas dengan ketentuan sebagai

berikut:

1. tidak menjabat sebagai Direksi di perusahaan terafiliasi;

2. tidak bekerja pada Pemerintah termasuk di departemen, lembaga dan

kemiliteran dalam kurun waktu tiga tahun terakhir;

3. tidak bekerja di BUMN yang bersangkutan atau afiliasinya dalam kurun

waktu tiga tahun terakhir;

4. tidak mempunyai keterkaitan finansial, baik langsung maupun tidak

langsung dengan BUMN yang bersangkutan atau perusahaan yang

menyediakan jasa dan produk kepada BUMN yang bersangkutan dan

afiliasinya;

5. bebas dari kepentingan dan aktivitas bisnis atau hubungan lain yang

dapat menghalangi atau mengganggu kemampuan Komisaris/Dewan

Pengawas yang berasal dari kalangan di luar BUMN yang bersangkutan

untuk bertindak atau berpikir secara bebas di lingkup BUMN.

Page 30: PDF Skripsi Risty

30

2.1.5.4. Komite Audit dan Komisaris Independen

Dengan menyampingkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri

BUMN Nomor KEP-103/M-MBU/2002, pada BUMN tersebut dibawah ini,

Komisaris/Dewan Pengawas harus membentuk Komite Audit yang bekerja secara

kolektif dan berfungsi membantu Komisaris/Dewan Pengawas dalam

melaksanakan tugasnya, yaitu :

1. BUMN yang mempunyai kegiatan usaha di bidang asuransi dan jasa

keuangan lainnya;

2. BUMN yang menjadi PT Terbuka;

3. BUMN yang berada dalam persiapan privatisasi;

4. BUMN yang assetnya bernilai sekurang-kurangnya Rp.

1.000.000.000.000,- (satu triliun rupiah).

Pada BUMN selain yang dimaksudkan dalam ayat (1), Komisaris/Dewan

Pengawas dapat membentuk Komite Audit yang bekerja secara kolektif dan

berfungsi membantu Komisaris/Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.

Komisaris/Dewan Pengawas BUMN dapat mempertimbangkan untuk membentuk

Komite lain yang terdiri dari Komite Nominasi, Komite Remunerasi, serta Komite

Asuransi dan Resiko Usaha guna menunjang pelaksanaan tugas Komisaris/Dewan

Pengawas. Salah seorang anggota Komite anggota Komisaris yang sekaligus

berkedudukan sebagai Ketua Komite. Komite Audit bertugas membantu

Komisaris/Dewan Pengawas dalam memastikan efektifitas sistem pengendalian

intern dan efektifitas pelaksanaan tugas external auditor dan internal auditor.

Page 31: PDF Skripsi Risty

31

Dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/M-MBU/2002 juga

menjelaskan tentang auditor eksternal suatu perusahaan, dimana dalam keputusan

menteri tersebut menjelaskan bahwa auditor eksternal harus ditunjuk oleh

RUPS/Pemilik Modal dari calon yang diajukan oleh Komisaris/Dewan Pengawas

berdasarkan usul Komite Audit. Komite Audit melalui Komisaris/Dewan

Pengawas wajib menyampaikan kepada RUPS/Pemilik Modal alasan pencalonan

tersebut dan besarnya honorarium/imbal jasa yang diusulkan untuk external

auditor tersebut. Eksternal auditor tersebut harus bebas dari pengaruh

Komisaris/Dewan Pengawas, Direksi dan pihak yang berkepentingan di BUMN

(stakeholders).

2.1.5.4.1. Definisi Komite Audit

Berdasarkan pada KEP. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang

dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan

fungsinya dalam hal pengawasan pengelolaan perusahaan. Sedangkan komisaris

independen adalah anggota komisaris yang berasal dari luar perusahaan.

Komisaris independen tidak memiliki kepemilikan saham pada perusahaan publik.

2.1.5.4.2. Keanggotaan Komite Audit

Keanggotaan sebagaimana sesuai dengan Surat Edaran SE-008/BEJ/12-

2001 tentang Keanggotaan Komite Audit dan Peraturan no IX.I.5 tentang

Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit menjelaskan bahwa

anggota komite audit yang merupakan komisaris independen adalah bertindak

Page 32: PDF Skripsi Risty

32

sebagai ketua komite audit. Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa jumlah

komite audit sekurang-kurangnya 3 orang, termasuk ketua komite audit.

2.1.5.4.3. Tugas dan Tanggung Jawab Komite Audit

Sesuai dengan Keputusan Ketua BAPEPAM yaitu KEP-29/PM/2004,

komite audit yaitu antara lain:

1. melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan

perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi, dan informasi keuangan

lainnya;

2. melakukan penelahaan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-

undangan di bidang Pasar Modal san peraturan perundang-undangan lainnya

yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan;

3. melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditro internal;

4. melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan

pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi;

5. melakukan penelaahan dan melaporkan kepada komisaris atas pengaduan yang

berkaitan dengan Emiten atau Perusahaan Publik, dan

6. menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan informasi perusahaan .

Page 33: PDF Skripsi Risty

33

2.2. Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.2

Penelitian Sebelumnya

No Judul Penelitian Peneliti Temuan yang Signifikan

1

Faktor – Faktor yang

Mempengaruhi Praktik

Perataan Laba pada

Perusahaan yang

Terdaftar di Bursa Efek

Jakarta

Liauw She Jin dan

Mas’ud Machfoedz

(1998)

Leverage berpengaruh

secara signifikan terhadap

manajemen laba

2 Corporate Governance

dan Manajemen Labs:

Suatu Studi Empiris

Deni Darmawati

(2003)

Leverage signifikan

terhadap manajemen laba

.

3 Analisis Hubungan

Mekanisme Corporate

Governance dan

Indikasi Manajemen

Laba

Pratana Puspa

Midiastuty dan

Mas’ud Machfoedz

(2003)

Kepemilikan institusional ,

kepemilikan manajerial ,

dan ukuran dewan direksi

berpengaruh signifikan

terhadap manajemen laba

yang diukur dengan

discretionary accrual

4 Pengaruh Struktur

Kepemilikan , Ukuran

Perusahaan , dan

Praktek Good

Governance terhadap

Pengelolaan Laba

(Earnings Management)

Sylvia Veronica

N.P. Siregar dan

Siddharta Utama

(2006)

Ukuran perusahaan secara

konsisten berpengaruh

terhadap besarnya

manajemen laba .

5 “ Mekanisme Good

Corporate Governance ,

Manajemen Laba , dan

Kinerja Keuangan

Perusahaan Manufaktur

di Bursa Efek Indonesia

Werner R.Murhadi

(2009)

CEO duality dan top share

berpengaruh signifikan

terhadap manajemen laba

Page 34: PDF Skripsi Risty

34

6 Pengaruh Struktur

Kepemilikan dan

Kualitas Audit terhadap

Manajemen Laba

Tuti Sriwedari

(2009)

Secara individual masing –

masing indikator tersebut

berpengaruh negatif tetapi

tidak signifikan terhadap

manajemen laba kecuali

komite audit .

7 Analisis Pengaruh

Struktur Kepemilikan ,

Praktik Corporate

Governance , dan

Kompensasi Bonus

terhadap Manajemen

Laba

Nuryaman ,

Rusmin , Joy Nanta

Ginting (2010)

Kepemilikan manajemen

dan kepemilikan

institusional berpengaruh

negatif terhadap manajemen

laba . Sedangkan kualitas

audit dengan proksi

spesialisasi industri kantor

akuntan publik berpengaruh

positif tidak signifikan

terhadap manajemen laba .

8 Pengaruh Mekanisme

Good Corporate

Governance ,

Independensi Auditor ,

Kualitas Audit dan

Faktor Lainnya

Terhadap Manajemen

Laba

Halima Sathila

Palestin

Struktur kepemilikan ,

proporsi dewan komisaris

independen , dan

kompensasi bonus

mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap

manajemen laba .

9 Pengaruh Mekanisme

Good Corporate

Governance,

Independensi Auditor,

dan Kualitas audit dan

faktor lainnya terhadap

manajemen laba

Welvin I Guna dan

Arleen Herawaty

(2010)

Leverage , kualitas auditor ,

dan profitabilitas

berpengaruh signifikan

terhadap manajemen laba .

Page 35: PDF Skripsi Risty

35

2.3. Hipotesis

2.3.1. Leverage dan Manajemen Laba

Leverage merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aset

yang dimiliki oleh perusahaan, jadi semakin tinggi tingkat leverage, maka

semakin sulit suatu perusahaan dapat memenuhi kewajiban membayar hutang

pada waktunya. Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh leverage terhadap

manajemen laba telah dilakukan oleh Welvin I Guna dan Herawati (2010).

Peneliti menyimpulkan bahwa leverage berbanding lurus dengan risiko yang

dihadapi investor sehingga investor akan meminta laba yang semakin besar.

Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Watts and Zimmerman dalam

hipotesis debt covenant bahwa motivasi debt covenant disebabkan oleh

munculnya perjanjian kontrak antara manajer dengan perusahaan yang berbasis

kompensasi manajerial (Watts Zimmerman, 1986). Dengan demikian, perusahaan

yang mempunyai rasio leverage yang tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih

tinggi dibandingkan dengan proporsi aktivanya, akan cenderung melakukan

manipulasi dalam bentuk manajemen laba. Hal ini bertujuan untuk menghindari

pelanggaran perjanjian utang .

H1 : Leverage berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

2.3.2. Mekanisme Good Corporate Governance dan Manajemen Laba

Berdasarkan teori keagenan, untuk mengatasi ketidakselarasan kepentingan

antara manajer dan pemegang saham, maka suatu perusahaan harus mempunyai

Page 36: PDF Skripsi Risty

36

tata kelola perusahaan yang baik atau yang dikenal dengan istilah Good Corporate

Governance. Indikator mekanisme good corporate governance ini dapat diukur

dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris,

komisaris independen, dan komite audit . Dengan adanya pengelolaan perusahaan

dengan baik, diharapkan dapat mengurangi praktik manajemen laba yang dapat

dilakukan oleh manajer.

Struktur kepemilikan saham dalam perusahaan terdiri atas kepemilikan

institusional dan kepemilikan manajerial. Institusi sebagai salah satu pemegang

saham dianggap sebagai pihak yang lebih mampu mendeteksi kesalahan yang

terjadi . Hal ini dikarenakan investor institusi lebih berpengalaman dibandingkan

dengan investor individual. (Sriwedari, 2009: 14).

Dari beberapa teori tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi

kepemilikan institusional, maka akan semakin kecil peluang manajer untuk

melakukan manajemen laba karena institusi dapat mengendalikan pihak

manajemen melalui monitoring yang secara efektif dapat mengurangi manajemen

laba . Hasil penelitian yang serupa juga terjadi pada penelitian oleh Nuryaman,

dkk (2010) serta Bangun dan Vincent (2008)

H2 : Mekanisme good corporate governance dengan proksi kepemilikan

institusional berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat bergantung

pada motivasi manajer itu sendiri. Motivasi manajer yang berbeda – beda dapat

mempengaruhi tingkatan manajemen laba. Berbeda dengan kepemilikan

institusional , kepemilikan manajerial dapat ikut menentukan kebijakan serta

Page 37: PDF Skripsi Risty

37

metode akuntansi yang diterapkan perusahaan . Dengan kata lain , kepemilikan

manajerial dapat menimbulkan inisiatif untuk melakukan manajemen laba .

H3 : Mekanisme good corporate governance dengan proksi kepemilikan

manajemen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

Dewan Komisaris melakukan kontrol melalui fungsi utamanya sebagai

pengawas direksi dalam menjalankan tata kelola perusahaan. Dewan komisaris

terdiri dari Komisaris utama dan komisaris independen. Dengan semakin

proporsionalnya dewan komisaris dalam suatu perusahaan, diharapkan dapat

mengurangi praktek manajemen laba, yaitu dengan cara melakukan pengawasan

dan kontrol.

H4 : Mekanisme good corporate governance dengan proporsi dewan

komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

Komisaris independen adalah anggota komisaris yang tidak terafiliasi

dengan manajer, anggota dewan komisaris lainnya, dan pemegang saham

pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat

mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau semata-mata

demi kepentingan perusahaan. (Komite Nasional Kebijakan Good Corporate

Governance, 2006). Berdasarkan uraian tersebut , maka ;

H5 : Mekanisme good corporate governance dengan proporsi komisaris

independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

Page 38: PDF Skripsi Risty

38

Komite audit bertugas untuk membantu komisaris dalam hal pengendalian

intern serta pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal. Keberadaan komite

audit dalam suatu perusahaan diharapkan dapat mengurangi praktek manajemen

laba. Berikut hipotesisnya :

H6 : Mekanisme good corporate governance dengan proporsi komite audit

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

2.3.3. Kualitas Audit dan Manajemen Laba

Reputasi auditor sangat menentukan kredibilitas laporan keuangan.

Independensi dan kualitas auditor akan berdampak terhadap pendeteksian

manajemen laba. Terdapat dugaan bahwa auditor yang bereputasi baik dapat

mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini. Reputasi

auditor yang baik merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi terjadinya

tindakan manajemen laba, oleh karena dengan adanya auditor yang mempunyai

reputasi kurang baik maka manajer berpeluang untuk melakukan manajemen laba.

Integritas atas laporan keuangan dapat dilihat dari hasil kualitas audit yang telah

dilaksanakan . (Ma’ruf, 2006:21)

H7 : Terdapat pengaruh kualitas auditor terhadap manajemen laba

2.4. Kerangka Berpikir

Berikut ini adalah kerangka berpikir dalam penelitian ini yaitu untuk

menguji variabel independen yang terdiri dari leverage, mekanisme good

Page 39: PDF Skripsi Risty

39

corporate governance (kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan

komisaris, komisaris independen, dan komite audit ), dan kualitas auditor terhadap

variabel dependen yaitu manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang

terdapat pada Bursa Efek Indonesia untuk periode 2007-2010 .

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa leverage, mekanisme

good corporate governance, dan kualitas audit merupakan beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi praktik manajemen laba. Manajemen laba dapat terjadi

Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan Institusional

Kualitas Auditor

Komite Audit

Dewan Komisaris

Komisaris Independen

Leverage

Manajemen

Laba

Page 40: PDF Skripsi Risty

40

karena tingkat leverage yang tinggi. Dengan memiliki tingkat leverage yang

tinggi, perusahaan dapat mengelola pendapatan untuk menghindari perjanjian

pelanggaran utang. Mekanisme good corporate governance merupakan

serangkaian mekanisme dalam tata kelola perusahaan yang baik, meliputi

kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris, komite audit,

dan komisaris independen. Keempat indikator good corporate governance tersebut

diindikasi dapat mempengaruhi manajemen laba. Kualitas auditor juga dapat

dijadikan sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi praktik manajemen

laba. Hal ini dapat dilihat dari kualitas serta ukuran KAP yang digunakan oleh

suatu perusahaan. Pada umumnya, KAP yang terdaftar pada KAP Big Four

memiliki kualitas auditor yang baik sehingga dapat mengurangi praktek

manajemen laba yang terjadi pada suatu perusahaan.

Page 41: PDF Skripsi Risty

41

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif yang memusatkan pada pengujian hipotesis. Data yang digunakan

adalah berupa data sekunder yang didapatkan dari Bursa Efek Indonesia ( BEI ).

Pengujian hipotesis menggunakan perhitungan matematis dengan rumus statistik

tentang hubungan antara variabel – variabel yang diteliti dan akan menghasilkan

kesimpulan yang dapat digeneralisasikan dan mempunyai tujuan untuk

membuktikan hipotesis.

3.2. Identifikasi Variabel

Penelitian ini akan menguji pengaruh dari variabel – variabel independen

terhadap variabel dependen. Variabel independen dan variabel dependen yang

digunakan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Variabel independen / bebas

Variabel independen adalah variabel yang dapat mempengaruhi perubahan

dalam variabel dependen dan mempunyai hubungan yang positif maupun

negatif bagi variabel dependen. Variabel independen sering disebut

variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi. (Situmorang, 2010:8).

Variabel independen dalam penelitian ini yaitu:

Page 42: PDF Skripsi Risty

42

a. Leverage yang diukur dari total hutang terhadap total aset perusahaan

b. Mekanisme Good Corporate Governance yang diukur melalui :

kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan

komisaris, proporsi komisaris independen, serta proporsi komite audit.

c. Kualitas auditor yang diukur melalui spesifikasi KAP Big Four dan non

Big Four

2. Variabel dependen / terikat

Variabel dependen / terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen

laba yang diukur melalui discretionary accrual

3.3. Definisi Operasional Variabel

Operasional variabel ini dibutuhkan untuk menentukan jenis dan indikator

dari variabel – variabel yang terkait dalam penelitian ini . Selain itu, proses ini

juga digunakan untuk menggunakan skala pengukuran dari masing–masing

variabel sehingga pengujian dengan menggunakan alat bantu statistik dapat

dilakukan dengan benar .

3.3.1. Variabel Independen

3.3.1.1. Leverage

Leverage merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva

yang dimiliki perusahaan. Semakin besar tingkat leverage, maka perusahaan

mungkin tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutang pada waktunya

Page 43: PDF Skripsi Risty

43

yang dapat mengakibatkan perusahaan terancam default. Menurut I Guna dan

Herawati (2010:58), semakin tinggi nilai leverage, maka resiko yang akan

dihadapi investor akan semakin tinggi dan para investor akan meminta

keuntungan yang semakin besar. Dengan semakin besarnya tingkat leverage suatu

perusahaan, manajer dapat termotivasi untuk melakukan praktik tindakan

manajemen laba .

3.3.1.2. Kepemilikan Institutional

Kepemilikan institusional sering disebut sebagai investor yang canggih

dan seharusnya lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang dalam

memprediksi laba masa depan dibandingkan dengan kepemilikan non institusional

(Siregar dan Utama, 2006). Tetapi, yang perlu menjadi perhatian adalah

pengelolaan laba dapat bersifat efisien, tidak selalu oportunis. Jika pengelolaan

laba tersebut efisien, maka kepemilikan institusional yang tinggi justru akan

meningkatkan manajemen laba, tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan

perusahaan bersifat oportunis, maka kepemilikan institusional yang tinggi akan

mengurangi manajemen laba.

3.3.1.3. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki oleh

manajemen secara pribadi maupun saham yang dimiliki oleh anak cabang

perusahaan bersamgkutan beserta afiliasinya (Susiana dan Herawaty, 2007 ).

Page 44: PDF Skripsi Risty

44

3.3.1.4. Dewan Komisaris

Berdasarkan pada UU Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan terbatas, dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas

melakukan pengawasan secara umun atau khusus sesuai dengan anggaran dasar

serta memberikan nasihat kepada Direksi.

3.3.1.5. Proporsi Komisaris Independen

Keberadaan Komisaris Independen diharapkan akan dapat lebih efektif

dalam melakukan pengawasan kepada pihak manajemen, sehingga diharapkan

dapat mengurangi praktik earning management. Namun komisaris independen

diharapkan juga tidak hanya dipilih guna memenuhi peraturan yang ada di

Indonesia, karena bila tujuannya hanya untuk memenuhi ketentuan pasar modal

maka keberadaan komisaris independen menjadi tidak bermakna

(Murhadi,2009:5).

3.3.1.6. Komite Audit

Sesuai dengan Kep 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang

dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan

perusahaan . Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian

perusahaan. Selain itu, komite audit dianggap sebagai penghubung antara

pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam

menangani masalah pengendalian .

Page 45: PDF Skripsi Risty

45

3.3.1.7. Kualitas Audit

Peran eksternal auditor adalah memberikan penilaian secara independen

dan profesional atas keandalan dan kewajaran penyajian laporan keuangan

perusahaan. Auditor eksternal dapat menjadi mekanisme pengendalian terhadap

manajemen agar manajemen menyajikan informasi keuangan secara handal dan

terbebas dari praktek kecurangan akuntansi . (Nuryaman, dkk, 2010:156 )

3.3.2. Variabel Dependen

3.3.2.1. Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan suatu bentuk campur tangan manajemen

berupa kenaikan / penurunan laba dalam proses penyusunan eksternal. Nilai

discretionary accrual ( DA) dihitung dengan Model Jones yang dimodifikasi untuk

mengukur tingkat manajemen laba. (Dechow et al, 1995) .

Persamaan 1

TAC it = NIit – CFOit .............. (1)

TAC it : Total akrual perusahaan i pada tahun t

NIit : Laba bersih perusahaan i pada tahun t

CFOit : Arus kas dari operasi perusahaan i pada tahun t

Nilai total accrual yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS sebagai

berikut :

TAC t / A t-1 = β1 (1/ A it-1 ) + β2 (∆REVit - ∆RECit / A it-1 ) + β3 ( PPEt / A t-1 ) + e

....(2)

Page 46: PDF Skripsi Risty

46

Dengan menggunakan koefisien regresi di atas ( β1 , β2 , β3 ) nilai non

discretionary accrual ( NDA ) dapat dihitung dengan rumus :

Persamaan 3 :

NDAit = β1 (1 / Ait-1) + β2 (∆REVit - ∆RECit / A it-1) + β3 (PPEit /Ait-1) ....... (3)

Selanjutnya , discretionary accrual ( DA ) dapat dihitung sebagai berikut :

Persamaan 4 :

DAit =TACit – NDAit ............................................... (4)

Dimana :

TAC t : Total akrual dalam periode t

NIit : laba bersih perusahaan i pada periode ke-t

CFOit : aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t

DAit : Discretionary accrual perusahaan i pada periode ke t

At-1 : Total aset periode t-1

∆REVit : Perubahan penjualan bersih perusahaan i dalam periode t

∆RECit : Perubahan piutang bersih perusahaan i dalam periode t

PPEt : Property , plant , and equipment / aktiva tetap

1 , β2 , β3 : persamaan koefisien regresi

Page 47: PDF Skripsi Risty

47

3.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal

dari laporan keuangan dan tahunan perusahan – perusahaan yang masih terdaftar

di Bursa Efek Indonesia sampai akhir tahun 2010 serta ICMD 2007-2010.

1. Untuk menghitung manajemen laba, data sekunder yang dibutuhkan

adalah laporan keuangan tahunan 2007 – 2010 yang sudah diaudit yang

meliputi laporan laba rugi, laporan arus kas, serta neraca

2. Untuk menghitung leverage, data sekunder yang dibutuhkan adalah

laporan keuangan tahunan yang sudah diaudit, khususnya neraca.

LEV :

3. Untuk menghitung masing – masing indikator penerapan Good Corporate

Governance , data yang digunakan adalah :

a. Kepemilikan institusional : persentase saham yang dimiliki oleh

lembaga – lembaga / institusi terhadap kepemilikan keseluruhan pada

laporan keuangan tahunan.

KI :

b. Kepemilikan manajerial : persentase saham yang dimiliki oleh pihak

manajerial terhadap modal saham yang beredar

KM :

Page 48: PDF Skripsi Risty

48

c. Dewan komisaris : jumlah keberadaan dewan komisaris dalam

perusahaan i pada tahun t

d. Komisaris independen : persentase jumlah komisaris independen

terhadap keseluruhan dewan komisaris perusahaan yang terdapat pada

laporan keuangan tahunan

KOMIS :

Dimana, sesuai dengan KEP-305/BEJ/07-2004, setiap perusahaan

wajib memiliki komisaris independen, yaitu sekurang-kurangnya 30%

dari seluruh anggota komisaris

e. Komite audit : jumlah keberadaan komite audit dalam perusahaan i

pada tahun t

4. Untuk menghitung kualitas auditor, digunakan variabel dummy, yaitu

pemberian angka 1 apabila KAP yang digunakan berafiliasi dengan KAP

Big Four dan pemberian angka 0 apabila KAP yang digunakan tidak

berafiliasi dengan KAP Big Four

3.5. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara

mengumpulkan data sekunder berupa laporan keuangan tahunan perusahaan

manufaktur yang masih terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai tahun 2010

serta ICMD.

Page 49: PDF Skripsi Risty

49

3.6. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan– perusahaan

manufaktur yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai tahun 2010.

Sampel yang digunakan adalah perusahaan–perusahaan manufaktur yang terdaftar

pada Bursa Efek Indonesia yang telah memenuhi kriteria yang ditentukan .

Metode ini disebut Metode Purposive Sample. Adapun kriteria dari penentuan

sampel adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan tersebut adalah perusahaan manufaktur yang telah terdaftar dan

masih tercatat sebagai emiten sampai tanggal 31 Desember 2010

2. Perusahaan tersebut menyampaikan laporan keuangan tahunan yang sudah

diaudit kepada Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2007 sampai dengan 2010

secara berturut-turut

3. Perusahaan menggunakan mata uang rupiah dalam pelaporan laporan

keuangan

4. Perusahaan melaporkan laporan keuangan dengan tahun fiskal akhir

Desember

5. Perusahaan melaporkan data yang lengkap yang dibutuhkan peneliti

Page 50: PDF Skripsi Risty

50

3.7. Teknik Analisis

3.7.1. Perhitungan Variabel

1. Menghitung besarnya tingkat akrual baik discretionary accrual dan

non discretionary accrual dengan menggunakan model Jones yang

dimodifikasi

2. Menghitung persentase kepemilikan institusional yaitu yang memiliki

saham perusahaan paling sedikit 5%

3. Menggolongkan serta memberikan nilai sesuai dengan variabel

dummy terkait dengan apakah suatu perusahaan memiliki kepemilikan

manajerial atau tidak

4. Menghitung jumlah dewan komisaris dalam perusahaan setiap

tahunnya.

5. Menghitung persentase jumlah komisaris independen terhadap

keseluruhan anggota dewan komisaris pada setiap tahunnya dalam

suatu perusahaan.

6. Menghitung jumlah komite audit dalam perusahaan setiap tahunnya.

7. Menggolongkan serta memberikan nilai sesuai dengan variabel

dummy terkait dengan apakah suatu perusahaan menggunakan KAP

yang berafiliasi dengan KAP Big Four apa non Big Four.

Ketentuannya yaitu apabila dalam perusahaan menggunakan KAP

yang berafiliasi dengan KAP Big Four, maka diberi angka 1.

Page 51: PDF Skripsi Risty

51

Sebaliknya, pemberian angka 0 yaitu apabila perusahaan tidak

menggunakan KAP yang berafiliasi dengan KAP Big Four.

3.7.2. Uji Asumsi Klasik

Analisis regresi berganda digunakan untuk meramalkan bagaimana

keadaan variabel dependen apabila dua atau lebih variabel independen dijadikan

sebagai indikator (Gujarati, 2004). Persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Persamaan 1 :

Y = a + b1X1+b2X2+…+bnXn + e ............... (1)

Y = variabel terikat

a = konstanta

b1,b2 = koefisien regresi

X1, X2 = variabel bebas

e = faktor pengganggu

Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat pada analisis regresi berganda,

maka dilakukan pengujian asumsi klasik agar hasil yang diperoleh merupakan

persamaan regresi yang memiliki sifat Best Linier Unbiased Estimator.

Pada model regresi linier berganda terdapat beberapa asumsi yang harus

dipenuhi, oleh karenanya perlu dilakukan pengujian terhadap penyimpangan

asumsi model klasik yang meliputi:

Page 52: PDF Skripsi Risty

52

1. Uji Multikolineritas

Multikolineritas merupakan suatu situasi dimana beberapa atau semua

variabel independen berkorelasi kuat. Jika terdapat korelasi yang kuat di

antara sesama variabel independen, maka konsekuensinya adalah:

a. Koefisien – koefisien regresi yang menjadi tidak dapat ditaksir

b. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga

Dengan demikian, berarti semakin besar korelasi di antara sesama variabel

independen, maka tingkat kesalahan dari koefisien regresi semakin besar

yang mengakibatkan standar errornya semakin besar pula. Cara yang

digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas adalah dengan

menggunakan Variance Inflation Factor / VIF

Persamaan 1 :

VIF = 1 / ( 1 – Ri2 ) ......................... (1)

Sumber : Gujarati , 2004

Dimana Ri2 adalah koefisien determinasi yang diperoleh dengan

meregresikan salah satu variabel bebas terhadap variabel bebas lainnya. Jika

nilai VIF kurang dari 10, maka tidak terdapat multikolinieritas dalam data.

2. Uji Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antar observasi yang

diukur berdasarkan deret waktu dalam model regresi atau dengan kata lain

error dari observasi yang satu dipengaruhi oleh error dari observasi

Page 53: PDF Skripsi Risty

53

sebelumnya. Akibat dari adanya autokorelasi dalam model regresi yaitu

koefisien regresi yang diperoleh menjadi tidak efisien dimana tingkat

kesalahannya menjadi sangat besar dan koefisien regresi menjadi tidak stabil .

Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi, data dihitung dengan

menggunakan nilai statistik Durbin-Watson ( D-W ):

Sumber : Gujarati , 2004

a. Jika D-W < dL atau D-W > 4-dL , maka pada data tersebut terdapat

autokorelasi

b. Jika du < D-W < 4-du , maka pada data tersebut tidak terdapat

autokorelasi

c. Tidak ada kesimpulan jika dL D-W ≤ du atau 4-du D-W ≤ 4-dL

3. Uji Heterokedastisitas

Selain itu, dengan menggunakan SPSS, uji heterokedastisitas dapat juga

dilihat dengan menggunakan grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel

independen dengan residualnya. Jika ada pola tertentu seperti titik–titik yang

membentuk pola tertentu yang teratur, maka telah terjadi heterokedastisitas.

Namun, jika tidak terdapat pola tertentu atas titik – titik tersebut berarti tidak ada

heterokedastisitas dalam data tersebut.

D-W = ∑ (et – et-1 ) / ∑ e2t

Page 54: PDF Skripsi Risty

54

4. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

dependen dan variabel independen keduanya mempunyai distribusi normal atau

tidak. (Gujarati, 2004).

Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau

mendekati normal Uji normalitas ini dilakukan dengan cara melihat penyebaran

data ( titik ) pada sumbu diagonal dari grafik normal P-P Plot. Adapun

pengambilan keputusan didasarkan kepada :

a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal,

maka model regresi memenuhi asumsi normalitas

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak menunjukkan

pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi

normalitas.

Pengujian normalitas dengan menggunakan normal P-P Plot dan Histogram

terkadang bersifat subyektif, sehingga dalam hal normalitas, pengujian dapat

dilakukan dengan menggunakan Uji Kolmogorof, dimana apabila signifikansi

melebihi 0,05, maka data tersebut telah terdistribusi normal.

Page 55: PDF Skripsi Risty

55

3.7.3. Metode Analisis Data

Model analisis data pada penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh dari

leverage, mekanisme good corporate governance yang meliputi kepemilikan

institusional, kepemilikan manajerial, jumlah dewan komisaris, proporsi komisaris

independen, dan komite audit serta kualitas auditor terhadap manajemen laba.

Dalam penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif untuk mengetahui

profil perusahaan yang dijadikan sebagai sampel. Data yang digunakan meliputi

profil perusahaan, distribusi frekuensi, rata – rata, minimum, maksimum dan nilai

akrual perusahaan selama periode pengamatan .

3.7.3.1 Uji Hipotesis

Model yang diuji dalam penelitin ini dapat dinyatakan dalam persamaan

regresi berganda dibawah ini :

Dimana ,

DA : nilai discretionary accrual pada

β1LEV : leverage perusahaan

β2KI : kepemilikan institusional

β3KM : kepemilikan manajerial

β4 DK : jumlah keberadaan dewan komisaris

β5 KOMIS : proporsi komisaris independen

DA = β0 + β1LEV + β2KI + β3KM + β4 DK + β5 KOMIS + β6 KA + β7AUD + ε

Page 56: PDF Skripsi Risty

56

β6 KA : jumlah keberadaan komite audit di

β7AUD : auditor baik Big Four maupun non Big Four

ε : error

1. Pengujian Secara Parsial ( Uji t )

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya

pengaruh yang signifikan dari variabel independen secara individu terhadap

variabel dependen. Tahapan dalam uji t adalah sebagai berikut :

a. Menentukan hipotesis nol ( H0 )

H0 : β 1 = 0

Berarti bahwa variabel independen tidak mempunyai pengaruh

terhadap variabel dependen.

H1 : β 1 ≠ 0

Berarti bahwa variabel independen mempunyai pengaruh terhadap

variabel dependen.

b. Menentukan besarnya tingkat signifikansi

Tingkat signifikansi yang digunakan adalah sebesar 5%

c. Menentukan signifikan atau tidaknya uji t

Pengujian setiap koefisien regresi dikatakan signifikan bila

signifikansinya kurang dari 5%. Apabila tingkat signifikansi lebih

dari 5%, maka H1 ditolak, sebaliknya apabila tingkat signifikansi

kurang dari 5%, maka H1 diterima.

Page 57: PDF Skripsi Risty

57

2. Pengujian Secara simultan ( Uji F )

Pengujian secara simultan digunakan untuk menguji secara

bersama – sama antara variabel bebas dengan variabel terikat. Tahapan yang

perlu dilakukan dalam uji F adalah:

a. Menentukan null hypothesis ( Ho) , yaitu :

H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = β7 = 0

Berarti semua variabel tidak mempunyai pengaruh terhadap

variabel dependen

H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ β6 ≠ β7 ≠ 0

Berarti semua atau ada satu variabel independen yang mempunyai

pengaruh terhadap variabel dependen .

b. Menentukan besarnya tingkat signifikansi ( α )

Tingkat signifikansi yang digunakan yaitu sebesar 5%

c. Menentukan signifikan tidaknya uji F

Untuk menguji secara bersama – sama antara variabel bebas

dengan variabel terikat dengan melihat tingkat signifikansi yang

kurang dari 5% ,

3. Uji Koefisien Determinan ( R2 )

Koefisien determinan (R2) digunakan untuk mengetahui

seberapa baik sampel menggunakan data (Gujarati, 2004). R2

mengukur besarnya jumlah reduksi dalam variabel dependen yang

diperoleh dari penggunaan variabel bebas. R2 mempunyai nilai antara

Page 58: PDF Skripsi Risty

58

0 sampai 1, dengan nilai R2 yang tinggi berkisar antara 0,7 sampai 1.

R2 yang digunakan adalah nilai adjusted R2 yang merupakan R2 yang

telah disesuaikan. Adjusted R2 merupakan indikator untuk mengetahui

penambahan suatu variabel independen ke dalam persamaan.

Page 59: PDF Skripsi Risty

59

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Mengenai Obyek Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampel sebanyak 100 perusahaan

yang berasal dari semua sub sektor industri manufaktur berdasarkan

penggolongan ICMD pada periode 2007-2010 yang terdaftar pada Bursa Efek

Indonesia. Pemilihan sampel tersebut berdasarkan pada:

Tabel 4.1

Pemilihan Sampel Obyek Penelitian

No Keterangan Jumlah

1 Perusahaan yang terdaftar di BEI dan masih

tercatat sebagai emiten sampai Desember 2010

152

2 Perusahaan tidak melaporkan laporan

keuangan yang sudah diaudit pada 2007-2010

secara lengkap

( 42 )

3

Perusahaan menggunakan mata uang selain

rupiah dalam pelaporan laporan keuangan

( 8 )

4 Perusahaan menggunakan laporan keuangan

dengan tahun fiskal selain Desember

( 2 )

Jumlah 100

Page 60: PDF Skripsi Risty

60

Tabel 4.2

Persentase Jumlah Sampel Perusahaan Tiap Industri

ICMD INDEX JUMLAH PERSENTASE Food and Beverages

Tobacco Manufactures

Textile Mill Products

Apparel and Other Textile Products

Lumber and Wood Products

Paper and Allied Products

Chemical and Allied Products

Adhesive

Plastics and Glass Products

Cement

Metal and Allied Products

Fabricated Metal Products

Stone,Clay, Glass, and Concrete

Cables

Electronic and Office Equipment

Automotive and Allied Products

Photographic Equipment

Pharmaceuticals

Consumer Goods

14

2

0

13

2

3

4

2

7

3

7

2

4

4

4

15

3

9

2

14 %

2%

0%

13%

2%

3%

4%

2%

7%

3%

7%

2%

4%

4%

4%

15%

3%

9%

2%

Total 100 100%

Page 61: PDF Skripsi Risty

61

4.2. Perhitungan Manajemen Laba

Berikut ini adalah tahap-tahap dalam menghitung nilai dicretionary

accrual :

1. Menghitung total accrual masing-masing perusahaan i pada tahun t

Persamaan 1: TACit = NIit – CFOit

2. Meregresikan nilai total accrual dengan persamaan regresi OLS

Persamaan 2 :

TACit /At-1 =β1(1/Ait-1) + β2 (∆REVit -∆RECit /A it-1) + β3 (PPEt/At-1) + e

3. Dengan menggunakan koefisien regresi di atas ( β1 , β2 , β3 ) nilai

non discretionary accrual ( NDA ) dapat dihitung dengan rumus :

Persamaan 3 :

NDAit = β1 (1 / Ait-1) + β2 (∆REVit - ∆RECit / A it-1) + β3 (PPEit /Ait-1)

4. Selanjutnya , discretionary accrual ( DA ) dapat dihitung sebagai

berikut :

Persamaan 4 : DAit = – NDAit

Page 62: PDF Skripsi Risty

62

Berikut ini merupakan perhitungan manajemen laba per tahunnya :

1. Manajemen Laba Tahun 2007

Tabel 4.3

Koefisien Non Discretionary Accrual Tahun 2007

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -.048 .026 -1.848 .068

(delta REV-delta

REC)/Ait-1 2007

.079 .034 .248 2.334 .022

PPEit/Ait-1 2007 .029 .032 .097 .913 .364

a. Dependent Variable: TACit/Ait-1 2007

Sumber: Hasil Analisis Data

Berdasarkan pada tabel di atas, nilai konstanta persamaan regresi pada

manajemen laba tahun 2007 adalah -0,048. Sedangkan (ΔREV-∆REC)/At-1 dan

PPE/Ait-1 menunjukkan nilai masing-masing 0,079 dan 0,029. Nilai (ΔREV-

∆REC)/Ait-1 yang bernilai positif menandakan bahwa semakin besar nilai (ΔREV-

∆REC) maka semakin besar juga total akrualnya. Nilai koefisien yang bernilai

positif pada PPE/Ait-1 menunjukkan bahwa semakin besar PPEit maka semakin

besar pula total akrualnya.

Dengan menggunakan koefisien regresi di atas, nilai non discretionary

accrual (NDA) dapat dihitung untuk mengetahui nilai discretionary accrual. Nilai

perhitungan manajemen laba pada tahun 2007 seperti yang telah terlampir,

menunjukkan nilai positif dan negatif. Discretionary Accrual (DA) yang bernilai

Page 63: PDF Skripsi Risty

63

positif menandakan bahwa pada tahun tersebut, perusahaan tersebut melakukan

manajemen laba melalui peningkatan laba / income increasing. Sedangkan nilai

negatif pada Discretionary Accrual (DA)menandakan bahwa pada tahun tersebut,

perusahaan melakukan manajemen laba melalui penurunan laba / income

decreasing.

2. Manajemen Laba Tahun 2008

Tabel 4.4

Koefisien Non Discretionary Accrual tahun 2008

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -.083 .045 -1.848 .068

(delta REV-delta REC) /

Ait-1 2008

.097 .054 .180 1.796 .076

PPEit / A It-1 2008 -.007 .093 -.007 -.072 .943

a. Dependent Variable: TACit/Ait-1 2008

Sumber: Hasil Analisis Data

Berdasarkan pada tabel di atas, nilai konstanta persamaan regresi pada

manajemen laba tahun 2008 adalah -0,083. Sedangkan (ΔREV-∆REC)/At-1 dan

PPE/Ait-1 menunjukkan nilai masing-masing 0,097 dan -0,007. Pada persamaan

tersebut, nilai (ΔREV-∆REC)/At-1 yang bernilai positif. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin besar nilai (ΔREV-∆REC) /At-1 maka semakin besar pula total

akrualnya.Begitu juga sebaliknya, semakin kecil nilai (ΔREV-∆REC) /At-1 , maka

Page 64: PDF Skripsi Risty

64

semakin kecil total akrualnya. Sedangkan pada PPE/Ait-1, nilai koefisiennya

bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai PPEit, maka

semakin kecil total akrualnya. Begitu pula sebaliknya.

Dengan menggunakan koefisien regresi di atas, nilai non discretionary

accrual ( NDA ) diketahui untuk menghitung nilai discretionary accrual. Nilai

perhitungan manajemen laba pada tahun 2008 seperti yang telah terlampir,

menunjukkan nilai positif dan negatif. Discretionary Accrual (DA) yang bernilai

positif menandakan bahwa pada tahun tersebut, perusahaan tersebut melakukan

manajemen laba melalui peningkatan laba / income increasing. Sedangkan nilai

negatif pada Discretionary Accrual (DA) menandakan bahwa pada tahun tersebut,

perusahaan melakukan manajemen laba melalui penurunan laba.

3. Manajemen Laba Tahun 2009

Tabel 4.5

Koefisien Non Discretionary Accrual Tahun 2009

Sumber:hasil analisis data

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) .082 .083 .998 .321

(delta REV-delta

REC)/Ait-1 2009

.131 .117 .113 1.120 .265

PPEit/Ait-1 2009 -.073 .110 -.067 -.660 .511

a. Dependent Variable: TACit/Ait-1 2009

Page 65: PDF Skripsi Risty

65

Berdasarkan pada tabel di atas, nilai konstanta persamaan regresi pada

manajemen laba tahun 2009 adalah 0,082. Sedangkan (ΔREV-∆REC)/At-1 dan

PPE/Ait-1 menunjukkan nilai masing-masing 0,131 dan -0,073. Pada persamaan

tersebut, nilai (ΔREV-∆REC)/At-1 yang bernilai positif. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin besar nilai (ΔREV-∆REC) maka semakin besar juga total

akrualnya. Hal ini berlaku juga untuk keadaan yang sebaliknya. Sedangkan pada

PPE/Ait-1, nilai koefisiennya bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin besar nilai PPEit, maka semakin kecil total akrualnya. Begitu juga

sebaliknya.

Dengan menggunakan koefisien regresi di atas, nilai non discretionary

accrual ( NDA ) dapat diketahui untuk menghitung nilai discretionary accrual.

Nilai perhitungan manajemen laba pada tahun 2009 seperti yang telah terlampir,

menunjukkan nilai positif dan negatif. Discretionary Accrual (DA) yang bernilai

positif menandakan bahwa pada tahun tersebut, perusahaan tersebut melakukan

manajemen laba melalui peningkatan laba. Sedangkan nilai negatif pada

Discretionary Accrual (DA)menandakan bahwa pada tahun tersebut, perusahaan

melakukan manajemen laba melalui penurunan laba.

Page 66: PDF Skripsi Risty

66

4. Manajemen Laba Tahun 2010

Tabel 4.6

Koefisien Non Discretionary Accrual Tahun 2010

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -.096 .016 -6.203 .000

(delta REV-delta

REC)/Ait-1 2010

.019 .018 .066 1.007 .317

PPEit/Ait-1 2010 .229 .016 .932 14.284 .000

a. Dependent Variable: TACit/Ait-1 2010

Sumber:Hasil Analisis Data

Berdasarkan pada tabel di atas, nilai konstanta persamaan regresi pada

manajemen laba tahun 2010 adalah -0.096. Sedangkan (ΔREV-∆REC)/At-1 dan

PPE/Ait-1 menunjukkan nilai masing-masing 0,019 dan 0,229. Pada persamaan

tersebut, nilai (ΔREV-∆REC)/At-1 bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin besar nilai (ΔREV-∆REC) maka semakin besar juga total akrualnya. Hal

ini berlaku juga untuk keadaan yang sebaliknya. Sedangkan pada PPE/Ait-1, nilai

koefisiennya bernilai positif Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai

PPEit, maka semakin besar total akrualnya. Begitu juga sebaliknya.

Dengan menggunakan koefisien regresi di atas, nilai non discretionary

accrual (NDA) dapat diketahui untuk menghitung nilai discretionary accrual

(DA). Nilai perhitungan manajemen laba pada tahun 2010 seperti yang telah

terlampir, menunjukkan nilai positif dan negatif. Discretionary Accrual (DA)

Page 67: PDF Skripsi Risty

67

yang bernilai positif menandakan bahwa pada tahun tersebut, perusahaan tersebut

melakukan manajemen laba melalui peningkatan laba. Sedangkan nilai negatif

pada Discretionary Accrual (DA) menandakan bahwa pada tahun tersebut,

perusahaan melakukan manajemen laba melalui penurunan laba.

4.3. Deskripsi Hasil Penelitian

Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen

laba, sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah leverage, kepemilikan

institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris, komisaris independen,

komite audit, dan kualitas audit. Adapaun statistik deskriptif atas variabel-variabel

yang digunakan dalam penelitian ini dapat ditunjukkan pada tabel 4.7 .

Tabel 4.7

Sumber: Hasil analisis data

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Leverage 400 .03 3.37 .6179 .53472

Dewan KOmisaris 400 2.00 11.00 4.1725 1.85914

KOmisaris Independen 400 .00 1.00 .3516 .15721

KOmite Audit 400 .00 5.00 3.0250 .45815

Kepemilikan Institusional 400 .00 99.92 69.9772 21.33821

Kepemilikan Manajerial 400 .00 25.61 1.8973 4.74081

Discretionary Accrual 400 -1.10 6.52 .0001 .37249

Valid N (listwise) 400

Page 68: PDF Skripsi Risty

68

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sampel penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 400. Jumlah ini diperoleh dari

100 perusahaan selama 4 tahun. Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa:

1. Leverage memiliki nilai minimum 0,03 dan nilai maksimum 3,37 serta

rata-rata sebesar 0,6179 dengan standar deviasi sebesar 0,53472

2. Dewan komisaris memiliki nilai minimum dan maksimum masing-

masing 2,00 dan 11,00 dengan rata-rata 4,1725. Variabel dewan komisaris

memiliki standar deviasi 1,85914

3. Komisaris independen memiliki nilai minimum 0,00 dan maksimum

1,00 serta rata-rata sebesar 0,3516 dengan standar deviasi 0,15721

4. Komite audit memiliki nilai minimum 0,00 dan maksimum 5,00 serta

rata-rata sebesar 3,0250 dengan standar deviasi 0,45815

5. Kepemilikan institusional memiliki nilai minimum 0,00 dan

maksimum 99,92 dengan rata-rata 69,9772 dan standar deviasi 21,33821

6. Kepemilikan manajerial memiliki nilai minimum 0,00 dan maksimum

25,61 dengan rata-rata 1,8973 dan standar deviasi sebesar 4,74081.

7. Discretionary accrual memiliki nilai minimum -1,10 dan maksimum

6,52 dengan rata-rata sebesar 0,0001 dan standar deviasi 0,37249.

Page 69: PDF Skripsi Risty

69

Tabel 4.8

Frekuensi Kualitas Audit

Kualitas Audit

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 218 54.5 54.5 54.5

1.00 182 45.5 45.5 100.0

Total 400 100.0 100.0

Sumber: Hasil Analisis Data

Berdasarkan pada tabel 4.8, terdapat 45,5% sampel yang menggunakaan

KAP Big Four atau sebanyak 182 sampel. Sedangkan sisanya yaitu sebesar

54.4% atau 218 sampel tidak menggunakan KAP Big Four.

4.4. Uji Asumsi Klasik

Untuk mendapatkan hasil regresi yang efisien dan akurat, data harus

terbebas dari pelanggaran asumsi klasik. Uji asumsi klasik pada persamaan regresi

berganda bertujuan sebagai alat untuk menguji variabel-variabel bebas yang

digunakan dalam penelitian, apakah terbebas dari pelanggaran asumsi regresi atau

belum. Yang dimaksud dengan pelanggaran asumsi regresi adalah adanya sifat

autokorelasi, multikolineritas, dan heteroskedastisitas. Selain itu, uji asumsi klasik

juga berfungsi untuk memastikan bahwa data yang digunakan dalam penelitian

berdistribusi normal.

Page 70: PDF Skripsi Risty

70

4.4.1 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan

antar variabel independen. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi ini

digunakan uji Durbin Watson. Kriteria pengujian untuk mengetahui ada tidaknya

gejala autokorelasi adalah :

a. du ≤ DW ≤ 4 – du berarti tidak terjadi autokorelasi.

b. dL ≤ DW ≤ 4 – dL berarti ragu – ragu, tidak dapat diketahui terjadi

autokorelasi atau tidak.

c. DW < dL berarti terjadi autokorelasi positif .

d. DW > 4 – dL berarti terjadi autokorelasi negatif.

Sesuai tabel 4.8 berikut ini merupakan hasil uji autokorelasi dengan

leverage, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan

komisaris, komisaris independen, komite audit, dan kualitas audit sebagai

variabel bebas serta manajemen laba sebagai variabel terikat.

Tabel 4.9

Uji Autokorelasi

Sumber: Hasil Analisis data

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .241a .058 .041 .13145 1.949

a. Predictors: (Constant), Kualitas Audit, KOmisaris Independen, Leverage, Kepemilikan

Institusional, KOmite Audit, Kepemilikan Manajerial, Dewan KOmisaris

b. Dependent Variable: Discretionary Accrual

Page 71: PDF Skripsi Risty

71

Pada tabel 4.9 menunjukkan nilai Durbin-Watson 1,949. Jumlah variabel

bebas adalah sebanyak tujuh dan jumlah penelitian sebanyak 400.Berdasarkan

pada hasil perhitungan, Durbin-Watson berada di du ≤ DW ≤ 4 – du . Hal ini

menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada regresi tersebut , karena

pengujian dikatakan bebas autokorelasi jika berada pada rentang du sampai 4-du

dimana penentuan nilai du diperoleh dari tabel Durbin-Watson.

4.4.2. Uji Multikolineritas

Uji multikolonieritas digunakan untuk mengetahui apakah dalam

persamaan regresi terdapat korelasi antar variabel bebas atau tidak (Gujarati,

2003:374). Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas

adalah dengan menggunakan Variance Inflation Factor /VIF. Jika nilai VIF

kurang dari 10, maka tidak terdapat multikolinieritas dalam data.

Tabel 4.10

Hasil Uji Multikolinieritas

Variabel VIF Keterangan

Leverage 1.034 Bebas multikol

Kepemilikan Institusional 1.161 Bebas multikol

Kepemilikan Manajerial 1.223 Bebas multikol

Dewan Komisaris 1.230 Bebas multikol

Komisaris Independen 1.037 Bebas multikol

Komite Audit 1.095 Bebas multikol

Kualitas Audit 1.208 Bebas multikol

Sumber: Hasil analisis data

Page 72: PDF Skripsi Risty

72

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa semua variabel independen yaitu

leverage, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris,

komisaris independen, komite audit dan kualitas audit memiliki nilai VIF < 10

sehingga pada model regresi ini tidak terjadi multikolineritas.

4.4.3. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel dependen dan variabel independen keduanya mempunyai distribusi

normal atau tidak . Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data

normal atau mendekati normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan cara melihat

penyebaran data ( titik ) pada sumbu diagonal dari grafik normal P-P Plot dan

histogram.

Pengujian normalitas secara statistik dapat menggunakan Uji Kolmogrof-

Smirnov. Data dikatakan terdistribusi secara normal apabila nilai Kolmogrof-

Smirnov lebih besar dari 5%. Uji Kolmogrof-Smirnov untuk melihat distribusi

data peneletian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.11

Uji Kolmogorov-Smirnov 1

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Discretionary

Accrual

N 400

Page 73: PDF Skripsi Risty

73

Berdasarkan pada tabel 4.11, terlihat bahwa nilai Signifikansi

Kolmogorov-Smirnov berada di bawah 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data

terdistribusi secara tidak normal sehingga dalam penelitian ini asumsi normalitas

belum terpenuhi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ada beberapa data yang

outlier. Outlier merupakan data observasi yang memiliki karakteristik yang

terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam

bentuk nilai ekstrim, baik untuk sebuah variabel tunggal maupun kombinasi

(Ghozali, 2004).

Outlier dapat muncul dari observasi yang akurat tapi ekstrim dan

kesalahan data yang berasal dari sumbernya atau kesalahan data pada database.

Dalam peneltian ini, ada tidaknya outlier dapat dilihat melalui Casewise

Diagnostics.

Setelah data yang outlier dikeluarkan, maka pengujian dilakukan kembali

untuk melihat data telah terdistribusi normal atau belum. Hasil pengujian

Normal Parametersa,,b

Mean .0001

Std. Deviation .37249

Most Extreme Differences Absolute .254

Positive .254

Negative -.208

Kolmogorov-Smirnov Z 5.078

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Page 74: PDF Skripsi Risty

74

normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov setelah

dikeluarkan data-data yang outlier terlihat pada tabel 4.12 di bawah ini:

Tabel 4.12

Uji Kolmogorov-Smirnov 2

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Discretionary

Accrual

N 388

Normal Parametersa,,b

Mean -.0216

Std. Deviation .13422

Most Extreme Differences Absolute .045

Positive .042

Negative -.045

Kolmogorov-Smirnov Z .891

Asymp. Sig. (2-tailed) .405

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Page 75: PDF Skripsi Risty

75

Sumber: Hasil Analisis Data

Berdasarkan pada tabel 4.12, terlihat bahwa nilai signifikansi

Kolmogorov-Smirnov dari model penelitian berada di atas 0,05 maka dapat

disimpulkan data telah terdistribusi secara normal. Selanjutnya untuk menguatkan

hasil uji Kolmogorov-Smirnov maka dapat digunakan uji grafik normal

probability plot dan histogram.

Gambar 4.1

Histogram Uji Normalitas

Sumber: Hasil analisis data

Berdasarkan pada Gambar 4.1, dapat diketahui bahwa data telah

terdistribusi normal setelah dilakukan casewise diagnostics. Data yang memiliki

distribusi normal adalah membentuk seperti lonceng.

Page 76: PDF Skripsi Risty

76

Gambar 4.2

Sumber: Hasil analisis data

Berdasarkan pada gambar 4.2, data telah berdistribusi normal, dimana

dikatakan normal apabila grafik mendekati garis diagonal.

Berdasarkan pada Dalil Limit Pusat ( Central Limit Theorema ), uji

normalitas dapat diabaikan jika sampel yang digunakan dalam penelitian bernilai

Page 77: PDF Skripsi Risty

77

besar. Pada penelitian ini, digunakan 400 sampel dari 4 periode sehingga uji

normalitas dapat diabaikan dan sudah dianggap normal.

4.4.4. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada

hubungan saling mempengaruhi di antara variabel bebas dan variabel terikat pada

persamaan regresi berganda. Uji heterokedastisitas dilihat dengan menggunakan

grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel independen dengan residualnya .

Jika ada pola tertentu seperti titik – titik yang membentuk pola tertentu yang

teratur , maka telah terjadi heterokedastisitas . Namun , jika tidak terdapat pola

tertentu atas titik – titik tersebut berarti tidak ada heterokedastisitas dalam data

tersebut .

Gambar 4.3

Scatterplot

Page 78: PDF Skripsi Risty

78

Sumber: Hasil Analisis Data

Berdasarkan pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa titik – titik

menyebar dan tidak membentuk pola yang khas sehingga dalam regresi ini tidak

terdapat gejala heteroskedastisitas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan saling mempengaruhi di antara variabel bebas pada

persamaan linier berganda tersebut.

4.5. Pengujian Hipotesis

4.5.1 Pengujian secara Simultan (Uji F)

Tabel 4.13

Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Page 79: PDF Skripsi Risty

79

Sumber: Hasil Analisis data

Pada tabel 4.13, nilai signifikansi adalah sebesar 0,002 dimana nilainya F

sebesar 3,353 . Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas secara bersama-sama

dapat mempengaruhi variabel terikatnya karena nilai signifikansi kurang dari

0,05. Setelah dilakukan pengujian menggunakan uji F, maka langkah selanjutnya

adalah melakukan pengujian dengan uji t, dimana apabila ada pengaruh secara

bersama-sama maka sekurang-kurangnya ada 1 variabel yang berpengaruh secara

parsial.

4.5.2. Pengujian Secara Parsial (Uji t)

Berikut ini merupakan hasil uji regresi linier berganda yang menguji

pengaruh variabel independen yang terdiri dari leverage, kepemilikan

institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris, komisaris independen,

komite audit, dan kualitas audit terhadap manajemen laba sebagai variabel

dependen.

Tabel 4.14

Hasil Uji Regresi

1 Regression .406 7 .058 3.353 .002a

Residual 6.566 380 .017

Total 6.972 387

a. Predictors: (Constant), Kualitas Audit, KOmisaris Independen, Leverage, Kepemilikan

Institusional, KOmite Audit, Kepemilikan Manajerial, Dewan Komisaris

b. Dependent Variable: Discretionary Accrual

Page 80: PDF Skripsi Risty

80

Variabel

Koefisien

Regresi

Standar

Error

Beta t Sig

Konstanta -0.082 0.056 -1.475 0.141

Leverage -0.031 0,013 -0,126 -2.482 0.014

Kepemilikan Institusional -7.618E-5 0.000 0.012 -0.225 0.822

Kepemilikan Manajerial -0.001 0.002 -0.019 -0.346 0.729

Dewan Komisaris 0.003 0,004 0.044 0.806 0.421

Komisaris Independen 0.014 0,043 0,017 0,330 0.741

Komite Audit 0.031 0,015 0.108 2.066 0.040

Kualitas Audit -0.058 0,015 -0,216 -3.954 0.000

Koefisien korelasi (R) 0.241

Koefisien determinasi (R2) 0.041

Uji F 3.353

Signifikansi 0.002

Sumber: Hasil analisis data

Berdasarkan hasil perhitungan regresi di atas, maka persamaan regresinya adalah :

DA = -0,082 – 0,031 LEV -7.618E-5 KI -0,001 KM

+ 0,003 DK – 0,014

KOMIS + 0,031 KA – 0,058 AUD + e

Koefisien regresi penelitian menunjukkan tanda yang bervariasi, yaitu

positif dan negatif. Koefisien bertanda positif menunjukkan perubahan yang

searah antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Sedangkan koefisien yang

bertanda negatif menunjukkan arah perubahan yang berlawanan antara variabel

bebas terhadap variabel terikat. Berikut adalah interpretasi dari nilai koefisien

regresi di atas:

1. Koefisien variabel LEV (leverage) adalah sebesar -0,031 yang berarti bahwa

apabila LEV ditingkatkan satu satuan maka DA akan menurun sebesar 0,031

Page 81: PDF Skripsi Risty

81

dan sebaliknya apabila LEV diturunkan satu satuan maka DA akan meningkat

sebesar 0,029 dengan asumsi variabel lain konstan.

2. Koefisien variabel KI (Kepemilikan institusional) adalah sebesar -7,618E-5

yang berarti bahwa apabila KI ditingkatkan satu satuan, maka DA akan

menurun sebesar -7,618E-5. Begitu pula sebaliknya. Dengan asumsi variabel

lain konstan.

3. Koefisien variabel KM (kepemilikan Manajerial) adalah sebesar -0,001 yang

berarti bahwa apabila KI ditingkatkan satu satuan, maka DA akan menurun

sebesar 0,001. Begitu pula sebaliknya.

4. Koefisien variabel DK (dewan komisaris) adalah sebesar 0,003 yang berarti

bahwa apabila DK ditingkatkan satu satuan, maka DA juga akan meningkat

sebesar 0,003 , begitu pula sebaliknya.

5. Koefisien variabel KOMIS (komisaris independen) adalah sebesar 0,014 yang

berarti bahwa apabila KOMIS ditingkatkan satu satuan, maka DA juga akan

meningkat sebesar 0,014, begitu pula sebaliknya.

6. Koefisien variabel KA (komite audit) adalah sebesar 0,031 yang berarti bahwa

apabila KA ditingkatkan satu satuan, maka DA juga akan meningkat sebesar

0,031, begitu pula sebaliknya.

7. Koefisien variabel AUD (kualitas audit) adalah sebesar -0,058 yang berarti

bahwa apabila AUD ditingkatkan satu satuan, maka DA akan menurun sebesar

0,058, begitu pula sebaliknya.

8. Nilai konstanta sebesar -0,082, berarti bahwa apabila tidak ada variabel lain

maka nilai DA adalah sebesar -0,082

Page 82: PDF Skripsi Risty

82

4.5.3 Uji Koefisen Determinan ( R2 )

Pada tabel 4.12, dapat dilihat bahwa nilai adjusted R2 adalah sebesar 0,041.

Hal ini berarti bahwa perubahan variabel manajemen laba (variabel terikat) yang

disebabkan oleh adanya ketujuh variabel yaitu leverage, kepemilikan institusional,

kepemilikan manajerial, dewan komisaris, komisaris independen, komite audit,

dan kualitas audit adalah sebesar 0,041 atau 4,1% sedangkan sisanya yaitu

sebesar 95,9% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel bebas yang

digunakan dalam penelitian. Variabel – variabel lainnya itu misalnya kompensasi

bonus, ukuran perusahaan, asimetri informasi , dan lain sebagainya. Kecilnya nilai

adjusted R2

ini dikarenakan hanya ada sedikit variabel-variabel bebas yang

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya.

4.6. Pembuktian Hipotesis

Untuk melakukan pengujian pengaruh variabel bebas secara bersama-sama

adalah dengan menggunakan teknik statistik uji F. Hasil pengujian menunjukkan

bahwa nilai uji F adalah sebesar 3,353 dengan tingkat signifikansi 0,002. Nilai

signifikansi ini lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel

leverage, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris,

komisaris independen, komite audit, dan kualitas audit secara bersama-sama

Page 83: PDF Skripsi Risty

83

berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, yang berarti bahwa H1

diterima dan H0 ditolak.

Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji F, maka langkah

selanjutnya melakukan pengujian dengan uji t. Suatu variabel bebas dikatakan

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat apabila memiliki nilai

signifikansi kurang dari 0,05, jadi H1 akan diterima apabila berpengaruh

signifikan dan sebaliknya H0 akan ditolak.

Tabel 4.15

Pembuktian Hipotesis secara Parsial

Variabel

Koefisien

Regresi

Standar

Error

t Sig Keterangan

Konstanta -0.082 0.056 -1.475

Leverage -0.031 0,013 -2.482 0.014 H1 diterima

Kepemilikan Institusional -7.618E-5 000 -0.225 0.822 H2 ditolak

Kepemilikan Manajerial -0.001 0.002 -0.346 0.729 H3 ditolak

Dewan Komisaris 0,003 0.004 0.806 0.421 H4 ditolak

Komisaris Independen 0,014 0.043 0.330 0.741 H5 ditolak

Komite Audit 0.031 0.015 2.066 0.040 H6 diterima

Kualitas Audit -0,054 0.015 -3.954 0.000 H7 diterima

1. Nilai uji t pada variabel leverage adalah sebesar -2,482 dengan tingkat

signifikansi 0,014. Nilai signifikansi uji t ini kurang dari 0,05. Oleh karena

signifikansi di bawah 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa leverage

Page 84: PDF Skripsi Risty

84

berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba sehingga H1

diterima.

2. Nilai uji t pada kepemilikan institusional adalah sebesar -0,225 dengan

tingkat signifikansi 0,822. Nilai signifikansi uji t ini lebih dari 0,05. Oleh

karena signifikansi di atas 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan

institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba sehingga H2 ditolak.

3. Nilai uji t pada kepemilikan manajerial adalah sebesar -0,346 dengan tingkat

signifikansi 0,729. Nilai signifikansi uji t ini lebih dari 0,05. Oleh karena

signifikansi di atas 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan

manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba sehingga H3 ditolak.

4. Nilai uji t pada dewan komisaris adalah sebesar 0,806 dengan tingkat

signifikansi 0,421. Nilai signifikansi uji t ini lebih dari 0,05. Oleh karena

signifikansi di atas 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris

tidak berpengaruh terhadap manajemen laba sehingga H4 ditolak.

5. Nilai uji t pada komisaris independen adalah sebesar 0,330 dengan tingkat

signifikansi 0,741. Nilai signifikansi uji t ini lebih dari 0,05. Oleh karena

signifikansi di atas 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa komisaris

independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba sehingga H5 ditolak.

6. Nilai uji t pada komite audit adalah sebesar 2,066 dengan tingkat

signifikansi 0,040. Nilai signifikansi uji t ini kurang dari 0,05. Oleh karena

signifikansi di bawah 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa komite audit

berpengaruh terhadap manajemen laba sehingga H6 diterima

Page 85: PDF Skripsi Risty

85

7. Nilai uji t pada kualitas audit adalah sebesar -3,954 dengan tingkat

signifikansi 0.000. Nilai signifikansi uji t ini kurang dari 0,05. Oleh karena

signifikansi di bawah 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas audit

berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba sehingga H7

diterima.

4.7. Pembahasan

Menurut pengujian asumsi klasik tentang ada tidaknya pelanggaran asumsi

residual yaitu autokorelasi, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan normalitas,

maka telah didapatkan hasil yang menunjukkan tidak ada satupun asumsi yang

dilanggar. Sehingga hasil regresi linier berganda yang didapatkan tidak

mengandung data yang bias. Dengan demikian, model regresi linier berganda

telah memenuhi asumsi Best Linear Unbiased Estimator (BLUE).

Berikut ini adalah pembahasan dari pengaruh masing-masing variabel bebas

yang diuji terhadap variabel terikat.

4.7.1. Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba

Tingkat signifikansi leverage terhadap manajemen laba adalah sebesar

0,014 dengan nilai uji t sebesar -2,482. Hasil pengujian leverage berpengaruh

negatif signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti H1 diterima dan H0

ditolak. Artinya semakin meningkat tingkat leverage, maka manajemen laba

Page 86: PDF Skripsi Risty

86

semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil tingkat leverage, dapat

meningkatkan manajemen laba.

Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Darmawati

(2003) serta Welvin I Guna dan Arleen Herawaty (2010) dimana dalam penelitian

tersebut, besarnya hutang merupakan salah satu faktor yang memotivasi terjadinya

manajemen laba.

Leverage merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan total aset.

Perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi biasanya memiliki biaya

agensi yang lebih tinggi pula. Manajer selaku pemilik perusahaan memiliki

insentive untuk menerima proyek yang beresiko tinggi untuk mentransfer

kekayaan dari kreditor kepada para pemegang saham (Aiyesha, 2008).

Sesuai dengan “Debt Covenant Hypothesis”, perusahaan yang mempunyai

rasio debt to equity yang tinggi, cenderung menggunakan metode akuntansi yang

dapat meningkatkan pendapatan. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang

tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak

kresitor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang. (Luhgiatno,

2008).

Pernyataan di atas tidak sesuai dengan hasil penelitian ini, dimana pada

penelitian ini leverage justru dapat mengurangi manajemen laba. Perbedaan hasil

penelitian dimungkinkan karena masih ada keterlibatan / campur tangan kreditor

yang berasal dari luar perusahaan yang ikut serta memantau kinerja laporan

keuangan perusahaan sehingga pihak manajemen tidak dapat secara leluasa

melakukan manajemen laba.

Page 87: PDF Skripsi Risty

87

4.7.2. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Manajemen Laba

Tingkat signifikansi kepemilikan institusional 0,822 dengan nilai uji t

adalah sebesar -0,225. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak

berpengaruh terhadap manajemen laba sehingga H2 ditolak.

Berdasarkan penelitian Gideon (2005), kepemilikan institusional memiliki

kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring

secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham

tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan

laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat asrualisasi sesuai

pihak manajemen.

Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka tidak

menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara kepemilikan institusional

terhadap manajemen laba. Hal ini berarti kepemilikan institusional atau besar

kecilnya kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemegang saham institusi tidak

mampu mengawasi perilaku manajemen yang bersifat oportunistik dalam

mengelola laporan keuangan sehingga tindakan manajemen laba yang dilakukan

oleh pihak manajemen mungkin saja masih dapat terjadi. Hal ini konsisten dengan

penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Yusriati, Yuli, dan Eliada (2010)

4.7.3. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan persamaan regresi, nilai uji t kepemilikan manajerial adalah

sebesar -0,274. Tingkat signifikansi kepemilikan manajerial 0,871. Hal ini

Page 88: PDF Skripsi Risty

88

menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba sehingga H3 ditolak.

Motivasi manajer suatu perusahaan sangat menentukan manajemen laba.

Motivasi yang berbeda-beda pada masing-masing manajer akan menghasilkan

ukuran manajemen laba yang berbeda pula. Kepemilikan saham oleh manajer

akan ikut menentukan kebijakan serta pengambilan keputusan terhdap metode

akuntansi yang diterapkan dalam suatu perusahaan. Secara umum, besar kecilnya

kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen dapat mempengaruhi tindakan

manajemen laba (Gideon, 2005).

Pernyataan di atas ternyata tidak sebanding dengan hasil penelitian ini.

Dalam penelitian ini, ternyata besar atau kecilnya kepemilikan saham tidak

mampu menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.

Kemungkinan hal ini dapat terjadi karena terlalu kecilnya persentase kepemilikan

manajerial yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan sampel, sehingga

manajer tidak mampu melakukan tindakan yang oportunistik dalam laporan

keuangan sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap manajemen laba.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Yusriati, Yuli, dan Eliada (2010) dan tidak konsisten dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Nuryaman dan Rusmin (2010) serta Midiastuty

dan Machfoeds (2003).

4.7.4. Pengaruh Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba

Page 89: PDF Skripsi Risty

89

Nilai signifikansi untuk komposisi dewan komisaris 0,634 > 0,05. Hal ini

membuktikan bahwa tidak terdapat pengaruh komposisi dewan komisaris

terhadap manajemen laba sehingga H4 ditolak.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Veronica dan Utama (2005) dan Nuryaman (2008). Keberadaan

jumlah dewan komisaris yang tinggi terbukti tidak dapat membatasi adanya

manajemen laba. Ada beberapa penjelasan mengenai hal tersebut menurut

pendapat Veronica dan Utama (2005):

1. Pengangkatan dewan komisaris oleh perusahaan mungkin hanya

dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tetapi tidak dimaksudkan

untuk menegakkan Good Corporate Governance di dalam perusahaan.

2. Banyak sedikitnya jumlah dewan komisaris dalam perusahaan belum

cukup mampu mengawasi kinerja perusahaan

Berdasarkan pada penjelasan di atas, dapat disimulkan bahwa keberadaan

dewan komisaris tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen

laba. Hal ini dimungkinkan karena pengambilan keputusan yang belum efektif,

tepat dan cepat serta belum dapat bertindak secara independen dalam arti dewan

komisaris masih mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu

kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dalam hubungan

satu sama lain dan terhadap Direksi. Selain itu, mungkin anggota Komisaris atau

Dewan Pengawas masih berasal dari kalangan di dalam perusahaan yang

bersangkutan.

Page 90: PDF Skripsi Risty

90

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh

Yusriati, Yuli, dan Eliada (2010).

4.7.5. Pengaruh Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba

Nilai uji t pada komisaris independen adalah 0,330 dengan nilai

signifikansi yang lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0,741. Hal ini membuktikan bahwa

tidak ada pengaruh proporsi komisaris independen terhadap manajemen laba

sehingga H5 ditolak.

Menurut Veronica dan Utama (2005), tidak adanya pengaruh proporsi

komisaris independen terhadap manajemen laba dikarenakan beberapa hal yaitu

antara lain :

1. Pengangkatan komisaris independen oleh perusahaan mungkin hanya

dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tetapi tidak untuk menegakkan

Good Corporate Governance di dalam perusahaan.

2. Ketentuan minimum dewan komisaris independen yaitu sebesar 30% dari

total jumlah dewan komisaris mungkin belum cukup tinggi untuk

menyebabkan dewan komisaris tersebut dapat mendominasi kebijakan

yang diambil oleh dewan komisaris.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa proporsi

komisaris independen tidak dapat mempengaruhi adanya manajemen laba jika

adanya komisaris independen dalam perusahaan hanya sebatas pemenuhan

regulasi saja, bukan semata-mata untuk menegakkan Good Corporate

Governance.

Page 91: PDF Skripsi Risty

91

4.7.6. Pengaruh Komite Audit terhadap Manajemen Laba

Nilai signifikansi untuk keberadaan komite audit adalah sebesar 0,040. Hal

ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh antara keberadaan komite audit

terhadap manajemen laba sehingha H6 diterima.

Berdasarkan pada KEP. 29/PM/2004, setiap perusahaan publik harus

membentuk komite audit sekurang-kurangnya 3 orang. Berdasarkan hasil uji t

yang menunjukkan nilai 2,066, maka dengan keberadaan komite audit justru dapat

meningkatkan manajemen laba. Keberadaan komite audit yang justru dapat

meningkatkan manajemen laba dikarenakan dalam proses pengangkatan komite

audit ditujukan untuk pemenuhan regulasi saja tetapi tidak dimaksudkan untuk

menegakkan Good Corporate Governance. Selain itu, mungkin saja pihak

manajemen bertindak subyektif dalam hal pengangkatan komite audit sehingga

keberadaan komite audit belum efektif dalam upaya mencegah manajemen laba.

Pada hasil penelitian ini, komite audit berpengaruh positif signifikan

terhadap manajemen laba. Hal ini tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Darmawati (2003) dan Welvin I Guna (2010). Berdasarkan

hasil yang diperoleh, keberadaan komite audit justru sebagai pemicu manajemen

laba. Hal ini menunjukkan bahwa komite audit sebagai salah satu fungsi Good

Corporate Governance dianggap gagal dalam mendeteksi manajemen laba.

Kegagalan komite audit dalam mendeteksi manajemen laba dapat

disebabkan karena belum terpenuhinya kriteria pemilihan komite audit dalam

Page 92: PDF Skripsi Risty

92

mencapai Good Corporate Governance. Selain itu, ketidakkonsistenan tersebut

juga disebabkan karena komite audit tidak dapat memonitor laporan keuangan

sehingga dengan semakin banyaknya komite audit yang ada dalam perusahaan,

maka kinerja komite audit dalam perusahaan tersebut juga tidak efektif.

4.7.7. Pengaruh Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan persamaan regresi, nilai uji t kualitas audit yang diproksikan

berdasarkan KAP big Four atau non Big Four adalah sebesar -3,954. Tingkat

signifikansi kualitas audit adalah sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa

kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba sehingga H7

diterima. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Yusriati, Yuli, dan Eliada (2010) dan tidak konsisten dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nuryaman dan Rusmin (2010) serta

Midiastuty dan Machfoeds (2003).

Nilai negatif pada uji t berarti bahwa kualitas audit dapat mencegah adanya

manajemen laba.Hal ini mengindikasikan bahwa auditor eksternal yang termasuk

dalam KAP Big Four dapat memberikan laporan audit yang berkualitas. Auditor

yang bekerja di KAP Big Four dianggap memiliki kualitas yang lebih baik

dibandingkan dengan KAP non Big Four. KAP Big Four diharapkan dapat

membatasi praktik manajemen laba serta membantu menjaga dan meningkatkan

kepercayaan masyarakat umum terhadap laporan keuangan.

Page 93: PDF Skripsi Risty

93

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa leverage,

mekanisme Good Corporate Governance, dan kualitas audit berpengaruh secara

bersama-sama terhadap manajemen laba.

Leverage, komite audit, dan kualitas audit berpengaruh secara signifikan

terhadap manajemen laba. Leverage dan kualitas audit mampu meminimalisasi

adanya manajemen laba. Komite audit justru merupakan suatu faktor yang dapat

meningkatkan manajemen laba. Sedangkan variabel-variabel lainnya meliputi

Page 94: PDF Skripsi Risty

94

kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris, dan

komisaris independen terbukti tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal

ini dikarenakan variabel-variabel tersebut semata-mata hanya untuk pemenuhan

regulasi saja, bukan merupakan suatu kebutuhan untuk menegakkan Good

Corporate Governance dalam suatu perusahaan.

5.2 Saran

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan antara lain yaitu Good

Corporate Governance yang hanya diukur berdasarkan kelima indikator tersebut

sedangkan masih banyak indikator-indikator lain yang dapat digunakan untuk

mengukur Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan. Selain itu, dalam

penelitian ini, pengukuran manajemen laba dihitung dengan menggunakan Model

Jones yang dimodifikasi. Keterbatasan selanjutnya adalah mengenai variabel

independen yang hanya mampu menjelaskan 4,1% dari variabel dependen.

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dengan menambah indikator

Good Corporate Governance yang lain, menambah variabel independenden di luar

penelitian yang lebih berpengaruh terhadap manajemen laba seprti ukuran

perusahaan, profitabilitas, dan fee audit serta melakukan pengukuran manajemen

laba dengan model lain seperti model de Angelo, Healy, atau Kang dan

Sivaramakrishnan. Penelitian selanjutnya juga dapat mengubah jumlah serta

periode observasi agar hasil penelitian dapat digeneralisasi.

Page 95: PDF Skripsi Risty

95