11
PENANGANAN FAUNA AKUATIK UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) Penanganan Hasil Perairan Sabtu, 7 Maret 2015 Laboratorium Preservasi Bahan Baku dan Diversifikasi Hasil Perairan Asisten : Ayu Ratih Purnamasari Annisa Rahma Fatmala C34130030 Kelompok 9

penanganan udang.docx

Embed Size (px)

Citation preview

PENANGANAN FAUNA AKUATIKUDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei)

Penanganan Hasil PerairanSabtu, 7 Maret 2015Laboratorium Preservasi Bahan Baku dan Diversifikasi Hasil PerairanAsisten : Ayu Ratih Purnamasari

Annisa Rahma FatmalaC34130030Kelompok 9

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2015PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor yang dapat diandalkan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Peningkatan industri perikanan nasional semakin memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hasil perikanan bukan saja sebagai penghasil sumber protein hewani, akan tetapi berperan serta dalam menghasilkan pendapatan devisa negara.Potensi perikanan laut yang memiliki prospek yang sangat cerah adalah udang, baik udang dari perikanan laut maupun udang dari hasil budidaya. Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi tinggi. Daging udang banyak mengandung asam amino esensial yang penting bagi manusia, seperti lisin, histidin, arginin, tirosin, triptofan, dan sistein (Purwaningsih 1995). Udang merupakan salah satu komoditas penting dari sektor perikanan Indonesia karena kontribusinya yang cukup besar bagi perekonomian bangsa terutama sebagai sumber: devisa, pendapatan nelayan/pembudidaya, penerapan tenaga kerja dan protein bergizi. Nilai ekspor hasil perikanan yang ada saat ini, udang masih menjadi penyumbang terbesar devisa yakni sekitar 70% (Poernomo, 2004). Udang sampai saat ini merupakan primadona ekspor produk perikanan budidaya. Produksi udang Indonesia pada tiga tahun terakhir terus menunjukkan peningkatan cukup signifikan. Tercatat produksi tahun 2012 mengalami peningkatan hingga 32,87%, dari 400.385 ton dan pada tahun 2011 menjadi 457.600 ton pada tahun 2012. Tahun 2014, KKP menargetkan peningkatan produksi udang sebesar 200 ribu ton (KKP 2012). Kendala utama yang dihadapi oleh industri pengolahan ikan seperti sulitnya mendapatkan bahan baku, kualitas produk perikanan yang tidak memenuhi persyaratan di negara tujuan dan berbagai masalah lainnya. Masalah yang dihadapi sudah ditemui sejak penangkapan, penyimpanan, bongkar muat, pengangkutan, pengolahan, pemasaran sampai distribusi. Pemasaran, produk perikanan menemui kendala semakin ketatnya penetapan berbagai peraturan yang menyangkut produk impor. Peraturan tersebut mengenai manajemen sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan yang dilakukan oleh negara tujuan ekspor (buyer). Ketatnya sistem regulasi dan sistem pengawasan merupakan tantangan berat bagi produsen. Mensiasati hal tersebut diantaranya meningkatkan mutu dan keamanan pangan, meningkatkan standar bidang pengolahan dan pemasaran yang sesuai dengan ketentuan internasional serta memperkuat dan mengembangkan basis produk perikanan Indonesia di pasar Internasional (Ditjen P2HP 2006).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan cara penanganan pada udang dengan berbagai bentuk preparasi serta menentukan mutu udang.METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 Maret 2015, pukul 09.00 12.00 WIB, di Laboratorium Preservasi Bahan Baku dan Diversifikasi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah udang vannamei. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau bedah, gunting, wadah, dan timbangan.

Prosedur Kerja

Prosedur kerja praktikum penanganan udang vannamei ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu setiap kelompok mendapatkan beberapa ekor udang. Udang tersebut ditimbang dan dicatat hasilnya. Udang segar dicuci hingga bersih, kemudian dikupas dengan bentuk HOSO, HSO, PDTO, dan P&D. Rendemen semua bagian dicatat. Prosedur kerja penanganan udang dapat dilihat pada Gambar 1.Udang

Pengujian organoleptik

Penimbangan udang

Pelled and DeveinedPelled Deveined Tail OnHeadless shell onHead on shell onData

Gambar 1 Diagram alir penanganan udang vannameiKeterangan : : awal dan akhir proses

: prosesHASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan sampel yang digunakan pada praktikum penanganan fauna akuatik kali ini. Udang memiliki preparasi bagian yang berbeda-beda. Perbedaan bagian yang diambil ini mempengaruhi adanya perbedaan rendemen dari masing-masing bagian yang diambil tersebut. Perbedaan rendemen bagian yang diambil dari udang dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1 Berat masing-masing bentuk preparasi udang vannameiKelompokBerat HOSO(gram)Berat HSO(gram)Berat PD(gram)Berat PDTO(gram)

112867

212878

3131089

4131089

513877

610867

7161189

813988

914989

1014977

1113989

1213977

13141089

1411977

1511876

1611756

Rata-rata12,68758,8756,257,75

Udang vannamei yang ditimbang rendemennya memiliki perbedaan hasil. Berat HOSO udang tertinggi sebesar 16 gram dan terendah sebesar 10 gram, dengan rata-rata berat HOSO sebesar 12,6875 gram. Berat HSO udang tertinggi sebesar 11 gram, dan terendah sebesar 7 gram dengan rata-rata berat HSO sebesar 8,875 gram. Berat PD udang terbesar adalah 8 gram, dan terendah sebesar 5 gram dengan berat rata-rata sebesar 6,25 gram. Berat PDTO udang terbesar adalah 9 gram, dan terendah sebesar 6 gram dengan rata-rata sebesar 7,75 gram.

Pembahasan

Udang adalah salah satu fauna akuatik yang banyak dikonsumsi masyarakat. Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah salah satu jenis udang. Udang dalam bentuk segar memiliki ketentuan-ketentuan seperti yang tercantum dalam SNI 01-2728.2-2006. Pengaturan dalam standar ini ditujukan untuk menghasilkan produk udang segar yang higienis, dan aman untuk dikonsumsi. SNI ini berlaku untuk semua jenis udang hasil perikanan yang baru ditangkap atau dipanen dan belum mengalami penanganan dan pengolahan. Ketentuan yang diatur meliputi jenis bahan baku, bentuk bahan baku, asal bahan baku, mutu bahan baku dan penyimpanan bahan baku. Bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar. Untuk menentukan mutu bahan baku udang dilakukan uji organoleptic, diantaranya kenampakan udang harus bening, cemerlang, dan antar ruas kokoh Bau udang harus segar. Tekstur udang elastis, padat dan kompak. Bahan baku udang segar harus disimpan pada tempat yang saniter dan higienis serta dijaga suhunya maksimal 5 oC.Udang memiliki cara penyajian yang banyak. Penyajian tersebut dapat mempengaruhi ekspor dari udang tersebut. Fitriyana (2007) menyatakan bahwa dalam perdagangan ekspor udang beku terdapat dua macam bentuk penyajian udang. Udang dalam keadaan sebagai produk olahan udang beku. Bentuk penyajian produk olahan udang beku yaitu bentuk olahan udang segar, artinya udang ini tanpa kepala, dengan kulit, dan dibekukan. Bentuk olahan udang yang kedua yaitu udang tanpa kepala, direbus, dikupas, dan dibekukan.Pengolahan produk udang dalam bentuk beku untuk mempertahankan mutu udang tersebut. Ada beberapa cara penanganan udang yang dilakukan oleh suatu perusahaan pembekuan udang, yaitu: Produk HOSO (Head On Shell On) adalah produk udang dalam bentuk utuh lengkap dengan kepala, badan, kulit dan ekor. Produk HSO (Headless Shell On) yaitu udang beku yang diproses dipisahkan kepala tetapi masih memiliki kulit, kaki dan ekor. Produk PDTO yaitu udang tanpa kepala, kulitnya dikupas mulai dari ruas pertama sampai ruas kelima, ruas terakhir dan ekor kipas utuh tetapi isi perut dibuang. Produk P&D adalah produk udang tanpa kepala yang dikupas seluruh kulit dan ekornya dan kotoran perutnya dibuang. Butterfly Tail On hampir sama dengan udang PDTO namun pada bagian perut dibelah menjadi dua bagian (Hafiz 2009).Udang umumnya dimanfaatkan untuk bahan pangan tradisional maupun modern. Pemanfaatan udang sebagai bahan pangan dapat dijumpai dalam pembuatan petis, kerupuk udang, terasi udang, dan lainnya. Karapas udang mengandung zat kitin yang merupakan sumber bahan baku kitin dan kitosan. Jeroan udang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri udang beku baru sebagian kecil yang dimanfaatkan, yaitu dibuat tepung kepala udang yang dibuat sebagai pencampur bahan dalam pembuatan pellet untuk pakan ternak. Jengger adalah daging yang terdapat di pangkal kepala udang. Selama ini jengger udang telah dimanfaatkan sebagai bahan pembuat terasi, keripik udang dan petis serta pasta udang dan hidrolisat protein yang merupakan produk jenis baru dari limbah jengger udang, tetapi pemanfaatan limbah ini hanya 3% dari skala limbah udang (Nurjanah et al. 2011).Udang segar jika tidak langsung ditangani akan cepat mengalami kemunduran mutu. Kemunduran mutu udang bisa diketahui dengan ciri-ciri yang muncul pada udang. Black spot adalah salah satu ciri udang ketika udang sudah mengalami kemunduran mutu. Lendir yang diproduksi udang akan meningkat saat udang mulai busuk. Bau khas udang sudah berubah menjadi bau yang tidak segar. Cepatnya penurunan mutu udang akan mempengaruhi penurunan produksi udang. Penurunan produksi signifikan dengan kegagalan panen yang dialami petambak sejak akhir tahun 1980-an yang antara lain disebabkan penyakit virus white spot. Alifuddin et al. (2003) mengemukakan, bahwa penyakit virus ini berdampak serius terhadap sustainabilitas dan ekonomi industri budidaya udang, Penyakit white spot ini merupakan penyakit yang menyebabkan kegagalan panen dengan morbiditas dan mortalitas tinggi mencapai 100%.Penanganan udang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Praktikum kali ini menggunakan beberapa penyajian terhadap udang vannamei. Penyajian udang tersebut diantaranya adalah udang dalam bentuk utuh atau head on shell on (HOSO). Bentuk ini adalah bentuk udang yang tidak dilepas kepala, kulit, maupun ekornya. Bentuk udang yang kedua adalah udang tanpa kepala dan tanpa pengelupasan kulit atau headless shell on (HSO). Bentuk udang ketiga adalah udang tanpa kepala yang dikupas dan disisakan cangkang satu ruas di bagian ekor atau peeled deveined tail on (PDTO). Bentuk udang keempat adalah udang tanpa kepala yang telah dikupas seluruh cangkangnya atau peeled and deveined (PD). Bentuk udang terakhir adalah udang PDTO yang dibelah menjadi dua bagian sehingga udang berbentuk seperti kupu-kupu atau butterfly tail on.Perhitungan rendemen setiap penyajian udang memiliki hasil yang berbeda-beda. Udang vannamei dalam bentuk utuh atau PDTO memiliki berat antara 10 14 gram dengan rata-rata berat sebesar 12,6875 gram. Udang vannamei dalam bentuk HSO memiliki berat antara 7 11 gram dengan rata-rata berat 8,875 gram. Berat PD udang vannamei berkisar antar 5 8 gram dengan rata-rata berat sebesar 6,25 gram. Udang dengan bentuk PDTO memiliki berat antara 6 9 gram dengan rata-rata berat 7,75 gram. Data berat penyajian udang tertinggi dimiliki udang dalam bentuk utuh, hal ini karena udang belum kehilangan satu unsur dari tubuhnya, sehingga berat HOSO akan lebih besar. Menurut Purwaningsih (1995), udang memiliki rendemen daging berkisar antara 24-41%, rendemen kepala beratnya berkisar antara 36-49%, dan kulit berkisar antara 17-23%. Nilai rendemen sangat bervariasi. Besarnya nilai rendemen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu habitat, jenis, ukuran dan kondisi fisiologis krustacea, serta rantai penanganan sejak penangkapan/pemanenan hingga preparasi.

PENUTUP

Simpulan

Preparasi udang memiliki penyajian yang berbeda-beda. Penyajian udang terbagi atas udang utuh, udang tanpa, udang tanpa kepala dengan pengupasan cangkang, udang tanpa kepala dan tanpa cangkang, serta udang tanpa kepala dengan pengupasan cangkang yang dibelah menjadi dua berbentuk seperti kupu-kupu. Udang vannamei yang dipakai dalam praktikum ini memiliki berat udang utuh atau HOSO terbesar dibanding berat penyajian yang lain. Berat HOSO menjadi bagian yang paling besar karena udang dengan penyajian ini belum kehilangan bagian-bagiannya dari tubuh udang.

Saran

Preparasi udang ditambah lagi penyajiannya, agar praktikan lebih banyak mengetahui bagaimana bentuk penyajian udang. Udang yang dipakai untuk praktikum lebih bagus jika memakai udang yang berbeda spesies. Perbedaan spesies ini bertujuan agar dapat dilihat perbedaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Alifuddin M, Dana D, Eidman M, Malole BMFH, Pasaribu FH. 2003. Patogenesis infeksi virus white spot (wsv) pada udang windu (Penaeus monodon fab.). Jurnal Aquakultur Indonesia. 2(2): 85-92.[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Udang Segar Bagian 2: Persyaratan Bahan Baku, SNI 01-2728.2-2006. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.[Ditjen P2HP] Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2006. Teknologi Pengolahan Fillet Ikan. Jakarta (ID): Satker Direktorat Pengolahan Hasil.Fitriyana. 2007. Pengaruh harga terhadap volume ekspor udang beku. Jurnal EPP. 4(1): 18-22.Hafiz M. 2009. Karakteristik dan bentuk olahan udang vannamei (Litopenaeus vannamei). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.[KKP] Kementrian Kelautan Perikanan. 2012. Produksi udang ditargetkan 200 ribu ton. [internet]. [diunduh 2015 Maret 11]. Tersedia pada: http://kkp.go.id.Nurjanah, Abdullah A, Kustiyariah. 2011. Pengetahuan dan Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan. Bogor (ID): IPB Press.Purwaningsih. 1995. Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi preparasi dan penimbangan bagian-bagian udang

Penimbangan udang utuh (HOSO) Penimbangan udang tanpa kepala (HSO)

Penimbangan PDTO Penimbangan PD