22
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perikanan di Indonesia belum optimal dilakukan sampai dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan, padahal limbah tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk yang memiliki nilai ekonomis. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20-30%. Produksi ikan yang telah mencapai 6.5 juta ton pertahun. Hal ini berarti sekitar 2 juta ton terbuang sebagai limbah (Gintings, 1992). Alam memiliki kemampuan untuk mengatasi limbah. Berbagai siklus yang terdapat di alam mampu mengatasi limbah. Meningkatnya konsentrasi limbah yang terlalu cepat akan menyebabkan siklus yang ada tidak mampu bekerja secara baik. Pada konsentrasi tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah (Sugiharto, 1987). Usaha pengolahan ikan selalu menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah cair yang secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak kurang baik terhadap lingkungan karena menimbulkan pencemaran. Limbah padat yang berasal dari industri perikanan cukup besar, pada umumnya berkisar antara 30-50% dari berat awal ikan, tergantung dari jenis ikan yang diolah. Limbah tersebut terdiri dari kepala, ekor, sirip, tulang, kulit dan jeroan (Iriawan, 1993). 1

Pendahuluan Dan Tinpus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pendahuluan Dan Tinpus

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemanfaatan sumber daya perikanan di Indonesia belum optimal dilakukan sampai

dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan, padahal limbah tersebut dapat diolah lebih

lanjut menjadi berbagai produk yang memiliki nilai ekonomis. Limbah yang dihasilkan dari

kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20-30%.  Produksi ikan yang telah

mencapai 6.5 juta ton pertahun.  Hal ini berarti sekitar 2 juta ton terbuang sebagai limbah

(Gintings, 1992).

Alam memiliki kemampuan untuk mengatasi limbah.  Berbagai siklus yang terdapat

di alam mampu mengatasi limbah.  Meningkatnya konsentrasi limbah yang terlalu cepat akan

menyebabkan siklus yang ada tidak mampu bekerja secara baik.  Pada konsentrasi tertentu,

kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan

manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan

yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah (Sugiharto,

1987).

Usaha pengolahan ikan selalu menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah

cair yang secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak kurang baik

terhadap lingkungan karena menimbulkan pencemaran. Limbah padat yang berasal dari

industri perikanan cukup besar, pada umumnya berkisar antara 30-50% dari berat awal ikan,

tergantung dari jenis ikan yang diolah. Limbah tersebut terdiri dari kepala, ekor, sirip, tulang,

kulit dan jeroan (Iriawan, 1993).

Uunit usaha fillet ikan tuna/marlin menghasilkan limbah yang sangat banyak

diantaranya tulang dan kulit. Penanganan limbah tulang dan kulit yang umum dilakukan

adalah dengan penguburan atau dijual pada peternak. Padahal tulang ikan mengandung

mineral kalsium yang tinggi sedangkan kulit ikan mengandung protein yang tinggi. Tulang

dan kulit ikan tersebut merupakan salah satu limbah hasil pengolahan perikanan yang dapat

dimanfaatkan sebagai tepung untuk pakan ternak maupun ikan. Pemanfaatan limbah tulang

dan kulit ikan tuna/marlin sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan merupakan salah satu

upaya untuk memproduksi tepung ikan yang kaya akan kalsium dan protein.

1

Page 2: Pendahuluan Dan Tinpus

A.Tujuan

1. Tujuan umum pelaksanaan kerja lapangan ini adalah untuk mendapatkan keterampilan

dan pengalaman kerja dalam kegiatan pengolahan tepung ikan dan melihat berbagai

persoalan yang timbul di lapangan.

2. Tujuan khususnya yaitu mempelajari teknik pengolahan limbah tulang dan kulit ikan

tuna/marlin guna memperkaya kalsium dan protein pada tepung ikan yang dilakukan di

KUB Fresh Fish Yogyakarta.

B.Manfaat

Pelaksanaan kerja lapangan di KUB Fresh Fish Yogyakarta,

diharapkan memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada

mahasiswa mengenai teknik pengolahan limbah tulang dan kulit ikan

tuna/marlin guna memperkaya kalsium dan protein pada tepung ikan.

C.Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kerja lapangan dilaksanakan :

Waktu : 1 Juli 2013 – 1 Agustus 2013

Lokasi : Kelompok Usaha Bersama Fresh Fish Yogyakarta

Alamat : Jl. Kasihan Bantul Yogyakarta

2

Page 3: Pendahuluan Dan Tinpus

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Tuna

Ikan tuna termasuk dalam keluarga scombroidae, tubuhnya seperti cerutu.

Mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip

belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip

dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam

dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh

sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar

memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap

(Ditjen Perikanan, 1983)

Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Teleostei

Sub kelas : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Scombroidae

Genus : Thunnus

Spesies : Thunnus albacores

B. Ikan Marlin

Ikan marlin merupakan ikan yang termasuk kedalam scombroid fish yang terdiri dari

±5 spesies dan hidup di daerah yang bersuhu tropis diseluruh dunia, di kedalaman 400-500

meter dibawah permukaan laut dan mengadakan migrasi untuk bertelur. Badannya berbentuk

cerutu dan memiliki panjang kira-kira 4,5 meter dan beratnya mencapai 540 kg untuk marlin

terbesar yang pernah ditemukan. Ikan ini termasuk ikan perenang cepat, dan termasuk ikan

pemakan daging atau karnivora.

Klasifikasi ikan marlin menurut Anonim (2008) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Asteichthyes

3

Page 4: Pendahuluan Dan Tinpus

Ordo : Perciformes

Famili : Scombroidae

Genus : Xiphias

Spesies : Xiphias sp.

C. Limbah Industri Perikanan

Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu

sumber aktivitas manusia maupun proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomis, bahkan

dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan untuk membuang atau

membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar disamping dapat mencemari lingkungan.

Penanganan limbah yang kurang baik merupakan masalah di dalam usaha industri termasuk

industri perikanan yang menghasilkan limbah pada usaha penangkapan, penanganan,

pengangkutan, distribusi, dan pemasaran ( Jenie dan Rahayu, 1993).

Limbah sebagai buangan industri perikanan dikelompokkan menjadi tiga macam

berasarkan wujudnya yaitu :

1. Limbah padat dapat berupa kepala, kulit, tulang ikan, potongan daging ikan, sisik, insang

atau saluran pencernaan (Sugiharto, 1987).

2. Limbah cair dapat bersumber dari air pencuci, air pembersih peralatan, lelehan es dari

ruang produksi dan lain sebagainya. Limbah cair ini mengandung bahan-bahan organik

dan berpotensi untuk menimbulkan efek negatif. Tingkat pencemaran limbah cair industri

pengolahan perikanan sangat tergantung pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan

yang diolah. Karakteristik limbah cair yang berasal dari industri sangat bervariasi

tergantung pada jenis dan besar kecilnya industri tersebut. Limbah cair yang dihasilkan

oleh suatu pabrik terutama berasal dari berbagai proses yang berlangsung di dalamnya.

Makin banyak jumlah air yang digunakan, maupun makin banyak bahan-bahan asing yang

masuk ke dalam air buangan akan mengakibatkan semakin sulitnya pengolahan yang harus

ditetapkan untuk memeperbaiki mutu air buangan tersebut (Purnomo, 2005).

3. Limbah gas atau partikel, limbah ini dapat bersumber dari bau tidak sedap yang dihasilkan

oleh masing-masing industri baik industri penangkapan, industri budidaya maupun

industri pengolahan hasil perikanan. Bau yang ditimbulkan disebabkan karena adanya

senyawa amonia, hidrogen sulfida atau keton (Sugiharto, 1987).

Umumnya industri fillet tuna dan marlin menghasilkan limbah yang cukup besar.

Limbah yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bahan untuk pakan hewan dan juga

digunakan untuk produksi tepung ikan. Perkembangan industri pengolahan tulang dan kulit

4

Page 5: Pendahuluan Dan Tinpus

ikan menjadi tepung ikan memberi beberapa keuntungan, yaitu untuk memanfaatkan bagian

ikan yang tidak dikonsumsi seperti tulang dan kulit yang biasanya merupakan limbah industri

pengolahan yang tidak dimanfaatkan (Maulida, 2005).

D. Tulang Ikan

Tulang ikan merupakan salah satu limbah hasil pengolahan perikanan yang dapat

dimanfaatkan sebagai tepung untuk bahan pangan. Pemanfaatan tepung tulang ikan dapat

dilakukan dalam bentuk pengayaan (enrichment) sebagai salah satu upaya fortifikasi zat gizi

dalam makanan.

Tulang ikan banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat, seperti kalsium

fosfat (Elfauziah, 2003). Tulang mengandung sel-sel hidup dan matrik intraseluler dalam

bentuk garam mineral. Garam mineral tersebut terdiri dari kalsium fosfat sebanyak 80% dan

sisanya sebagian besar terdiri dari kalsium karbonat dan magnesium fosfat. Setiap 100 cm3

tulang kakap mengandung 10.000 mg kalsium. Tulang membantu sebagai penampung

mineral, yang secara konstan diisi atau dikosongkan (Frandson, 1992).

Tulang dibentuk dalam dua proses yang terpisah, yaitu pembentukan matriks dan

penempatan mineral ke dalam matriks tersebut. Tiga jenis komponen seluler terlibat

didalamnya dengan fungsi yang berbeda-beda yaitu osteoblas dalam pembentukan tulang,

osteosit dalam pemeliharaan tulang dan osteoklas dalam penyerapan kembali tulang.

Osteoblas membentuk kolagen tempat mineral melekat. Mineral utama di dalam tulang

adalah kalsium dan fosfor, sedangkan mineral lain dalam jumlah kecil adalah natrium,

magnesium, dan fluor (Winarno, 1997).

Penelitian mengenai kalsium tulang ikan telah banyak dilakukan. Penelitian yang

dilakukan oleh Nabil (2005) memperoleh hasil bahwa kalsium dari ikan tuna sebesar 23,72-

39,24%. Tababaka (2004) kalsium tepung tulang patin sebesar 26%. Iwansyah et al., (2008)

kalsium tepung tulang manyung sebesar 12,8% dan ikan mata besar yaitu 15,2%. Beberapa

penelitian diatas menunjukkan bahwa tepung tulang ikan merupakan sumber kalsium yang

tinggi.

5

Page 6: Pendahuluan Dan Tinpus

E. Kulit Ikan

Kulit ikan terdiri dari daerah punggung, perut dan ekor sesuai dengan bentuk

badannya. Kulit ikan tersusun dari komponen kimia protein, lemak, air, dan mineral. Kulit

ikan merupakan penghalang fisik terhadap perubahan lingkungan serta serangan mikroba dari

luar tubuh.

Kulit ikan merupakan salah satu bagian pada ikan yang banyak dimanfaatkan selain

dagingnya. Kulit ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun non pangan. Kulit

ikan banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan kerupuk kulit ikan,

gelatin, kulit olahan, tepung ikan, serta sumber kolagen untuk kosmetik. Kandungan protein

kolagen yang terdapat pada kulit ikan yaitu sebesar 41-84% (Judoamidjojo, 1981).

Kulit ikan, seperti halnya kulit vertebrata yang lain, terdiri dari 3 lapisan, yaitu

epidermis, corium (derma) dan hypodermis (subcutis), yang dikenal sebagai daging atau

tenunan lemak (Judoamidjojo, 1981). Lapisan epidermis adalah lapisan tanduk sebagai

pelindung pada kulit hewan hidup. Lapisan epedermis pada penyamakan kulit harus dibuang

sampai bersih untuk mendapatkan hasil penyamakan kulit yang baik. Corium (derma) adalah

sebagian tenunan kulit yang akan diubah menjadi kulit tersamak. Corium sebagian besar

terdiri dari jaringan serat kolagen yang dibangun oleh tenunan pengikat. Corium memiliki 3

macam tenunan pengikat, yaitu tenunan kolagen, elastin dan reticular (Judoamidjojo, 1981).

F. Tepung Ikan

Menurut SNI 01-2715-1996/Rev. 92 (1996) tepung ikan adalah ikan atau bagian-

bagian ikan yang minyaknya diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling.

Proses pembuatan tepung ikan terdiri dari beberapa tahap diantaranya yaitu :

1. Pemasakan

Ketika dipanaskan, sebagian besar air dan minyak akan hilang. Pemasakan bertujuan

untuk mengkoagulasikan protein, sehingga memudahkan tahap pengepresan untuk

mengeluarkan air dan lemak (Murtidjo, 2001). Pemanasan biasanya dilakukan pada suhu 95-

100oC dalam waktu 15 sampai 20 menit. Pemasakan merupakan tahap yang paling kritis

dalam pembuatan tepung ikan, karena bila terlalu matang akan menyulitkan pengepresan

yang disebabkan bahan baku terlalu lunak. Perebusan yang kurang matang cairannya sulit

untuk dikeluarkan karena bahan baku masih keras.

6

Page 7: Pendahuluan Dan Tinpus

2. Pengepresan

Pengepresan bertujuan untuk menghilangkan cairan dan lemak sekaligus

menghancurkan padatannya. Hasil pemasakan masuk kedalam mesin pengepres (squeezer)

melalu conveyor screw yang terdapat dalam cooker untuk diperas dengan tekanan ulir. Cairan

dan lemak yang keluar kemudian dimasukkan kedalam tabung konsentrat melalui pipa yang

dihubungkan dengan squeezer. Cairan dan lemak yang keluar diolah menjadi kaldu/silase

ikan. Padatan yang dihasilkan dimasukkan kedalam mesin dryer untuk dikeringkan.

Permasalahan yang sering terjadi adalah saringan pada squeezer sering robek yang

disebabkan adanya tulang yang keras dan masuknya batuan pada saat proses pemasakan.

Saringan yang robek menyebabkan bahan banyak yang keluar dan terbuang dari mesin

pengepres tersebut. Pengepresan yang kurang sempurna akan memperlambat proses

pengeringan dan kandungan lemak masih sangat tinggi sehingga menyebabkan produk

tepung mudah menggumpal dan mudah lengket pada dryer. Kadar lemak yang tinggi akan

mempercepat terjadinya ketengikan pada tepung dan mengurangi mutu tepungnya. Suhu yang

dibutuhkan antara 98˚-100˚C dan kecepatan mesin pengepres antara 32 rpm-34 rpm. Waktu

yang dibutuhkan dalam pengepresan sekitar 5 menit. Semakin tinggi kecepatan yang

digunakan menyebabkan kadar air dalam bahan cukup banyak sehingga proses pengeringan

akan menjadi lebih lama. Menurut Taufik (2001), Pengepresan yang baik dapat menurunkan

kadar air dari 70% menjadi sekitar 50% dan lemak dapat mencapai 5%.

3. Pengeringan

Menurut Hutuely et al., (1988), pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air

sampai batas tertentu, dimana perkembangan mikroorganisme maupun kegiatan enzim-enzim

dapat terhambat atau terhenti. Semakin lama waktu pengeringan, kadar air semakin turun.

Metode konvensional menggunakan alat pengering dryer. Tepung basah yang keluar

dari squeezer masuk kedalam dryer melalui screw berjalan. Panas yang digunakan berasal

dari uap yang dialirkan melalui pipa yang terhubung ke boiler. Alat pengeringan berbentuk

seperti drum atau terowongan yang dipasang horisontal. Suhu pengeringan yang dibutuhkan

antara 98˚-100˚C dan tekanan uap 4-6 bar. Proses pengeringan berlangsung selama 2 jam dari

awal proses produksi. Pengeluaran tepung dari dryer dilakukan secara bertahap. Sebelum

dikeluarkan dari dryer, dilakukan pengecekan terlebih dahulu dengan cara membuka pintu

dryer paling ujung kemudian tepung diambil dan diuji secara sensoris. Ciri-ciri tepung yang

telah dapat dikeluarkan yakni butiran tepung tidak menggumpal dan tekstur tepung lebih

halus.

7

Page 8: Pendahuluan Dan Tinpus

Pengeringan yang kurang sempurna menyebabkan kadar air masih relatif sangat tinggi, hal

tersebut mengakibatkan tepung mudah mengalami proses oksidasi yang dapat menyebabkan

ketengikan dan tumbuhnya kutu pada saat penyimpanan

4. Pengemasan

Tepung ikan dikemas menggunakan plastik atau karung. Tujuannya agak mudah

dalam pendistribusian dan mencegah terjadinya kontaminasi dari luar.

Persyaratan mutu standar tepung ikan meliputi kandungan nutrisi dan kandungan

bahan berbahaya. Persyaratan mutu standar tepung ikan yang harus dipenuhi dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu tepung ikan

Sumber : SNI (1996)

G. Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tulang. Lebih dari

95% kalsium ada di dalam tulang yaitu bersama-sama dengan fosfat membentuk kristal tidak

larut yang disebut kalsium hidroksiapatit (Muchtadi et al. 1993).

Hidroksiapatit merupakan suatu struktur kristal yang terdiri atas kalsium fosfat dan

disusun di sekeliling matriks organik berupa protein kolagen untuk memberikan kekakuan

pada tulang. Di samping itu juga terdapat ion-ion lain, seperti fluor, magnesium, seng dan

8

Komposisi Mutu I Mutu II Mutu III

1. Kimia :

a. Air (%) maksimal

b. Protein kasar (%) minimal

c. Serat kasar (%) maksimal

d. Abu (%) maksimal

e. Lemak (%) maksimal

f. Ca (%)

g. P (%)

h. NaCl (%)

2. Mikrobiologi

Salmonella (pada 25 gram sampel)

3. Organoleptik

Nilai minimum

10

65

1,5

20

8

2,5 - 5,0

1,6 - 3,2

2

Negatif

7

12

55

2,5

25

10

2,5 - 6,0

1,6 - 4,0

3

Negatif

6

12

45

3

30

12

2,5 - 7,0

1,6 - 4,7

4

Negatif

6

Page 9: Pendahuluan Dan Tinpus

natrium. Melalui matriks dan diantara struktur kristal terdapat pembuluh darah dan limpa,

syaraf dan sumsum tulang. Melalui pembuluh darah ini ion-ion mineral berdifusi ke dalam

cairan ekstraseluler, mengelilingi kristal dan memungkinkan pengendapan mineral baru atau

penyerapan kembali mineral dari tulang (Almatsier, 2002).

Sumber kalsium yang biasa digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok

(Kaup et al.1991) yaitu :

1. Tepung tulang mono-kalsium dan di-kalsium fosfat yang ketersediaannya paling tinggi

diantara sumber-sumber kalsium lainnya.

2. Ground limestone (batuan kapur yang biasanya mengandung magnesium dan bersifat agak

asam), deflourined phosphate (garam kalium fosfat yang masih mengandung fluor yang

bersifat racun bila kadarnya berlebihan) dan kalsium karbonat. Kelompok ini merupakan

sumber kalsium yang ketersediaannya sedang.

3. Hay yaitu kalsium yang berikatan dengan mineral lain yang sukar larut. Sumber ini

memiliki ketersediaan kalsium yang rendah.

H. Protein

Kandungan protein pada ikan terdiri dari tiga tipe, yaitu myofibril (65-75%),

sarkoplasma (20-30%), dan stromata (1-3%). Protein stromata merupakan jaringan ikat yang

terdiri dari komponen kolagen dan elastin (Suzuki, 1981). Protein yang paling dominan pada

kulit ikan yaitu protein kolagen.

Kolagen adalah protein berbentuk serabut (fibril) yang mempunyai fungsi fisiologis

yang unik. Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan pengikat putih

(white connective tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan organ

tubuh vertebrata dan invertebrata (Suzuki, 1981). Kolagen merupakan salah satu protein

terpanjang dengan jumlah paling banyak pada tubuh vertebrata. Kolagen merupakan bahan

baku utama yang banyak terdapat pada kulit, urat, pembuluh darah tulang dan tulang rawan.

Serat kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida yang saling berhubungan, masing-masing

tersusun dalam jenis khusus heliks berputar. Kolagen merupakan protein yang mengandung

35% glisin dan sekitar 11% alanin serta kandungan prolin yang cukup tinggi (Lehninger,

1990).

Fibril kolagen terdiri dari sub-unit polipeptida berulang yang disebut tropokolagen

yang disusun dalam untaian paralel dari kepala sampai ekor. Tropokolagen terdiri atas tiga

rantai polipeptida yang berpilin erat menjadi tiga untai tambang. Tiap rantai polipeptida

dalam tropokolagen juga merupakan suatu heliks (Lehninger, 1990).

9

Page 10: Pendahuluan Dan Tinpus

III. METODE DAN TATA LAKSANA

A. Metode

Metodologi yang digunakan dalam kerja lapangan ini adalah:

1. Studi pengamatan langsung dan ikut berperan aktif melakukan kerja di KUB Fresh

Fish Yogyakarta.

2. Pengumpulan data sekunder yang diperoleh di KUB Fresh Fish Yogyakarta.

3. Studi pustaka.

B. Tata Laksana

Tata laksana kerja lapangan ini adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data primer

a. Pengumpulan data primer mengenai proses pembuatan tepung ikan yang berasal

dari limbah tulang dan kulit ikan tuna/marlin di KUB Fresh Fish Yogyakarta.

b. Pengamatan langsung mengenai kondisi dan kegiatan di KUB Fresh Fish

Yogyakarta.

c. Wawancara dengan pekerja dan ketua KUB Fresh Fish Yogyakarta.

2. Pengumpulan data sekunder

a. Keadaan umum KUB Fresh Fish Yogyakarta.

b. Studi pustaka.

C. Rencana Pelaksanaan Kerja Lapangan

Tabel 2. Rencana pelaksanaan kerja lapangan

KegiatanMaret April Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Survei

Perijinan

Proposal

Pelaksanaa

n

Laporan

Ujian

10

Page 11: Pendahuluan Dan Tinpus

IV. RENCANA ISI LAPORAN

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

C. Manfaat

D. Metode dan Tata Laksana

E. Waktu Pelaksanaan

II. KEADAAN UMUM KUB FRESH FISH

A. Sejarah

B. Lokasi

C. Struktur Organisasi

D. Fasilitas-fasilitas

III. BAHAN BAKU

A. Asal Bahan Baku

B. Ketersediaan Bahan Baku

C. Seleksi Bahan Baku

IV. PROSES PEMBUATAN TEPUNG IKAN

V. PEMBAHASAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

A. Akomodasi Kegiatan KUB (Foto)

B. Surat Keterangan Kerja

11

Page 12: Pendahuluan Dan Tinpus

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Kandungan Protein Ikan. <http://www.infofish.com>. Diakses tanggal 7 Juni

2013 pukul 14.45 WIB.

Anonim. 2008, Taksonomi Xiphias gladius. http://www.britannica.com.Diakses tanggal 7

Juni 2013 pukul 14.30 WIB.

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1983. Buku Pedoman Hasil Perikanan Laut (Jenis-Jenis Ikan

Ekonomis Penting). Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologis Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Elfauziah, R. 2003. Pemisahan Kalsium dari Tulang Kepala Ikan Patin (Pangasius sp.).

Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gintings, Perdana. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Edisi 1.

Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Iriawan, A. 1995. Pengolahan Hasil Perikanan. CV. Aneka Solo. Solo.

Iwansyah, A.C., H. Ainia, dan S. Fitri. 2008. Pengaruh Penambahan Tulang Ikan sebagai

Sumber Kalsium Terhadap Mutu Kimia Kerupuk Ikan. Seminar Nasional Sains dan

Teknologi-II 2008. LIPI. Subang.

Jenie, B. S. L, and Rahayu W. P. 1993. Teknologi Limbah Pangan. Kanisius. Yogyakarta.

Judoamidjojo, R.M., 1981. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Faku1tas Teknologi Hasil

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

12

Page 13: Pendahuluan Dan Tinpus

Kaup, S. M., Greger J. L., and Lee K. 1991. Nutritional Evaluation with Animal Model of

Cottage Cheese Fortified with Calcium and Guar Gum. J. Food Science. 56 (3) : 692-

695.

Lehninger, A.L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.

Maulida. 2005. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang Sebagai Suplemen dalam

Pembuatan Biskuit. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Moeljanto, R. 1979. Pemanfaatan Limbah Perikanan. Lembaga Penelitian Teknologi

Perikanan. Jakarta.

Muchtadi, D., Palupi N. S., and M. Astawan. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Pustaka Sinar

Harapan. Jakarta.

Murtidjo. B. 2001. Beberapa Metode Pengolahan Tepung Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Nabil, M. 2005. Pemanfaatan Tulang Ikan Tuna sebagai Sumber Kalsium dengan Metode

Hidrolisis Protein. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. IPB. Bogor.

Purnomo, Eddy. 2005. Pemanfaatan Bahan Sisa Sebagai Upaya Meminimalisasi Limbah

Padat (Studi Kasus Industri Pengalengan Ikan PT. Maya Food Industries Pekalongan)

(Tesis). Program Magister Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro. Semarang.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung.

Standar Nasional Indonesia. 1996. 01-2715-1996/Rev. 92. Dewan Standarisasi Nasional

Indonesia. Jakarta.

Subangsingse, S. 1996. Innovative and Value Added Tuna Products and Market. Infofish

Internasional.

13

Page 14: Pendahuluan Dan Tinpus

Sugiharto. 1987. Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia. Jakarta.

Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. Applied Science Publisher,

Ltd, London.

Tababaka, R. 2004. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius sp.) sebagai Bahan

Tambahan Kerupuk. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Taufik. 2001. Pengolahan Tepung Ikan Untuk Bahan Pakan Unggas. Seminar. Fakultas

Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

14