Upload
doankhue
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN
PEMBIAYAAN TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN
PT ADIRA FINANCE
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Tiara Alfionissa
(11140480000099)
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1439H /2018M
v
ABSTRAK
Tiara Alfionissa. NIM 11140480000099. PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN
DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN TERHADAP PERLINDUNGAN
KONSUMEN PT ADIRA FINANCE. Program studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M.
xi + 72 halaman + 2 halaman daftar pustaka + 3halaman lampiran.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai penerapan asas keseimbangan
di dalam perjanjian pembiayaan yang ada di PT Adira Finance terhadap perlindungan
konsumen yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dan POJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Perjanjian pembiayaan yang ditawarkan
menggunakan perjanjian baku yang dibuat oleh satu pihak saja yaitu pihak pelaku
usaha, sehingga dapat memberatkan konsumen sebagai debitur dikemudian hari
apabila tidak diterapkannya asas keseimbangan di dalam perjanjian tersebut.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan penelitian normatif-yuridis. Penelitian yang dilakukan selain melakukan
pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan jurnal (library
research) yang berhubungan dengan skripsi ini, peneliti juga melakukan penelitian
langsung ke lapangan dengan cara wawancara kepada pihak yang berhubungan, yaitu
Karyawan PT Adira Finance Kreo dan Konsumen dari PT Adira Finance.
Hasil penelitian menunjukan bahwa di dalam perjanjian pembiayaan PT Adira
Finance terdapat 4 (empat) pasal yang bertentangan dengan UUPK dan POJK-
PKSJK, namun 2 (dua) dari pasal yang bertentangan tersebut pada aplikasinya
menerapkan asas keseimbangan dimana konsumen mendapatkan hak untuk
bernegosiasi dan meminta keringanan denda kepada pelaku usaha. Sedangkan, dua
pasal lainnya bertentangan dengan UUPK dan POJK-PKSJK dan juga tidak
menerapkan asas keseimbangan dimana konsumen tidak mendapatkan kejelasan
mengenai pengenaan denda dikemudian hari dan tidak diberikannya hak untuk
menuntut dan mengajukan keberatan terkait jumlah kewajiban konsumen.
Kata Kunci : Penerapan Asas Keseimbangan, Perjanjian Pembiayaan, Perusahaan
Pembiayaan Konsumen, Perlindungan Konsumen.
Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H
Daftar Pustaka : 1997 sampai 2018
vi
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم هللا الر
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah S.W.T, karena berkat
rahmat, nikmat serta karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN
TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PT ADIRA FINANCE”. Sholawat
serta salam peneliti panjatkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu’Alayhi wa
Sallam, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang
terang benderang ini.
Selanjutnya, dalam penelitian skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan
bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini
peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan dan para Wakil dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan
Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum, Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dalam pembuatan skripsi ini.
3. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H, Dosen Pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam
memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga
kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.
4. A. Kurniawan, selaku karyawan PT Adira Finance Kreo yang sudah
menyempatkan waktunya untuk peneliti wawancarai terkait data penelitian
skripsi.
5. Kepala dan Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti
mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
vii
6. Pihak-pihak lain yang telah memberi kontribusi kepada peneliti dalam
penyelesaian karya tulisnya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
peneliti dan umumnya bagi pembaca. Sekian dan Terima kasih.
Jakarta, 4 April 2018
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……..…………………………...… ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ………………………. iii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………..… iv
ABSTRAK …..……………………………………………………………………… v
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………………...… viii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………… 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ………………….. 6
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………….. 7
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………… 8
E. Metode Penelitian ……………………………………………………...8
F. Sistematika Penelitian ………………………………………………. 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………………... 14
A. Kajian Teoritis ………………………………………………………. 14
1. Kerangka Teoritis ……………………………………………….. 14
2. Kerangka Konseptual …………………………………………… 31
B. Tinjauan Kajian Review Terdahulu ………………………………… 32
BAB III PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PT ADIRA
FINANCE ………………………………………………………………. 36
A. Perusahaan Pembiayaan Konsumen PT Adira Finance …………….. 36
B. Isi Perjanjian Pembiayaan yang Merugikan di PT Adira Finance ….. 42
BAB IV ANALISIS PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PT ADIRA
FINANCE ………………………………………………………………. 45
A. Penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian pembiayaan konsumen
di PT Adira Finance ………………………………………………… 45
ix
B. Upaya Hukum Konsumen terhadap Perusahaan Pembiayaan yang
Tidak Menerapkan Asas Keseimbangan ……………………………. 61
C. Analisa Peneliti mengenai Penerapan Asas Keseimbangan di dalam
Perjanjian dan Perlindungan Hukum terhadap Konsumen …………. 63
BAB V PENUTUP ……………………………………………………………… 68
A. Kesimpulan …………………………………………………………..
68
B. Rekomendasi ………………………………………………………... 69
DAFTAR PUSTAKA ………………...…………………………………………... 71
LAMPIRAN ………………………………………………………………………. 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembiayaan konsumen adalah salah suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk
dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan system
pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen.1 Di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata tidak menjelaskan secara khusus tentang perjanjian
pembiayaan dan mengategorikan perjanjian pembiayaan sebagai perjanjian tak
bernama atau onbenoemde overeenkomst (innominal).2 Namun demikian buku III
KUHPerdata menganut sistem terbuka, yaitu memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa
saja dan dengan siapa saja, asalkan tidak melanggar hukum, ketertiban umum dan
kesusilaan.3 Dalam pembuatan perjanjian pembiayaan konsumen di Indonesia
dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata yang
dikenal dengan Asas Kebebasan Berkontrak, yaitu suatu asas yang menyatakan
bahwa setiap orang pada dasarnya boleh dan bebas untuk membuat suatu
perjanjian sesuai dengan kehendak dan kepentingan mereka. Perjanjian
pembiayaan konsumen tersebut wajib dibuat dalam bahasa Indonesia, dan apabila
dipandang perlu dapat diterjemahkan ke dalam bahasa asing.
Pada kenyataannya, dalam perjanjian pembiayaan konsumen masih ditemukan
beberapa pasal yang dianggap tidak menerapkan asas keseimbangan terkait
kedudukan antara kedua belah pihak, dan membuat salah satu pihak merasa
dirugikan. Ketidak seimbangan tersebut terjadi karena adanya asas kebebasan
berkontrak yang dibuat oleh salah satu pihak yang dominan saja.
1 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 2
2 Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2001), h. 67.
3 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1998), h. 13.
2
Umumnya, perjanjian yang digunakan di dalam perjanjian pembiayaan
konsumen menggunakan perjanjian baku atau kontrak standar (standard contract)
yaitu kontrak yang klausul-klausulnya telah ditetapkan atau dirancang oleh salah
satu pihak dan pihak lainnya hanya tinggal menandatangani perjanjian yang sudah
dicetak tersebut.4 biasanya kontrak tersebut sudah tercetak dalam bentuk formulir-
formulir tertentu hingga para pihak hanya mengisikan data-data informatif
tertentu saja dengan sedikit atau bahkan tanpa perubahan dalam klausula-
klausulanya, dimana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai
kesempatan atau sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausula-
klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut.5
Secara ekonomi penggunaan kontrak standar dalam perjanjian dianggap
memiliki keuntungan praktis, mengurangi negosiasi yang bertele-tele dan
penghematan biaya, namun secara hukum perjanjian tersebut tentunya akan lebih
menguntungkan bagi pembuatnya dan dapat menimbulkan ketidak seimbangan
antara perusahaan pembiayaan konsumen dengan konsumennya, adanya ketidak
seimbangan kedudukan antara para pihak dalam suatu perjanjian sering
menyebabkan pihak yang kedudukannya lebih rendah akan mengalami keadaan
yang kurang menguntungkan.
Ditambah lagi saat menandatangani perjanjian pembiayaan konsumen banyak
konsumen yang tidak teliti terhadap isi perjanjian tersebut dan cenderung
langsung menandatanganinya karena malas membaca perjanjian tersebut yang
berlembar-lembar dan kalimatnya yang panjang, bahkan kadang fontnya dibuat
dengan ukuran yang kecil dan menggunakan bahasa hukum yang tidak dimengerti
oleh konsumen. Pelaku usaha juga terkadang tidak menjelaskan isi dari perjanjian
tersebut dan tidak memberikan waktu yang cukup untuk konsumen mempelajari
4 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), h.
39
5 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) Buku Kedua… h. 76.
3
dan mencermati satu persatu isi dari perjanjian. Kurangnya perhatian dari
masyarakat dalam membaca isi perjanjian, membuat pihak yang memiliki posisi
lebih kuat dapat menggunakan kesempatan tersebut untuk melakukan penyalah
gunaan keadaan demi menguntungkan perusahaan misalnya dengan menggunakan
asas kebebasan berkontrak dalam menentukan klausul-klausul tertentu seperti
misalnya dalam isi perjanjian tersebut pelaku usaha sebisa mungkin
meminimalkan kewajiban mereka dan memaksimalkan hak mereka sebagai
pelaku usaha lalu mencantumkan klausula tindakan sepihak terhadap barang yang
sudah dibeli oleh konsumen dan klausula yang dilarang oleh undang-
undang/klausula eksenorasi seperti yang dijelaskan di dalam pasal 18 UUPK dan
POJK no 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Maka dari itu di dalam UUPK dan POJK-PKSJK juga diatur mengenai asas
keseimbangan yang dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual. Tujuan dari adanya asas keseimbangan disini tentunya untuk melindungi
kedudukan para pihak yang bersangkutan.
Dari penjelasan di atas, perusahaan dapat dikatakan tidak menerapkan asas
keseimbangan dalam membuat isi perjanjian karena hak dan kewajiban konsumen
berada jauh dibawah pelaku usaha dan dapat menyebabkan kerugian terhadap
konsumen di kemudian hari, misalnya setelah perjajian pembiayaan itu berjalan
dan konsumen terlambat bayar, jaminan mereka di eksekusi oleh pihak
perusahaan pembiayaan tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu dan lain
sebagainya. Walaupun konsumen mengetahui adanya klausula yang bertentangan
dengan undang-undang, konsumen hanya memiliki pilihan menerima atau
menolak perjanjian baku yang disodorkan kepadanya, dalam hal demikian posisi
konsumen adalah sangat lemah karena sebagai pihak yang membutuhkan.
Meskipun tahu dalam posisi lemah akan tetapi konsumen tidak mempunyai
pilihan lain selain menyetujui walaupun dengan berat hati karena sangat
membutuhkan barang modal dari perusahaan pembiayaan tersebut.
4
Terlihat jelas bahwa walaupun sudah ada ketentuan mengenai perlindungan
konsumen, tetapi masih ada saja pelaku usaha yang melakukan hal yang dapat
merugikan konsumen dan tidak memposisikan kedudukan konsumen dengan
seimbang di dalam perjanjian tersebut.
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan di atas, sehingga peneliti
tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah penelitian dengan judul: “Penerapan
Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Pembiayaan terhadap Perlindungan
Konsumen PT Adira Finance”
B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dijabarkan sebelumnya, maka
identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Saat menandatangani perjanjian pembiayaan, konsumen tidak
membacanya dengan teliti dan cenderung langsung menandatangani
perjanjian tersebut.
b. Terjadi ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara konsumen dengan
pelaku usaha.
c. Konsumen banyak dirugikan dengan tidak terpenuhinya asas
keseimbangan di dalam perjanjian pembiayaan.
d. Dalam isi perjanjian, pelaku usaha cenderung mencantumkan klausula
yang menguntungkan perusahaan dan membebankan kewajiban-kewajiban
secara berlebihan kepada konsumen.
2. Pembatasan Masalah
Karena luas dan dalamnya masalah-masalah tersebut dan agar penelitian
ini dapat fokus membahas lebih tuntas, serta dapat mencapai sasaran yang
diharapkan, maka perlu adanya pembatasan masalah. Berdasarkan identifikasi
masalah yang ada maka peneliti hanya membatasi pada pelaksanaan
perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor saja.
5
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi serta pembatasan
masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti memfokuskan pada
masalah utama yaitu penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian
pembiayaan di PT Adira Finance , serta upaya hokum yang dapat dilakukan
oleh konsumen saat tidak diterapkannya asas keseimbangan.
Untuk mempertegas arah pembahasan dari masalah utama yang telah
diuraikan diatas, maka dibuat rincian perumusan masalah dalam bentuk
pertanyaan, sebagai berikut:
a. Bagaimana penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian pembiayaan
konsumen PT Adira Finance?
b. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen saat
pelaku usaha tidak menerapkan asas keseimbangan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk memberikan informasi tentang penerapan asas keseimbangan dalam
perjanjian pembiayaan di perusahaan pembiayaan
2. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen saat
tidak diterapkannya asas keseimbangan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak
hanya untuk peneliti, tetapi juga untuk akademik dan masyarakat umum.
1. Manfaat Teoritis
Dapat dijadikan acuan untuk studi berikutnya yang lebih mendalam terkait
masalah yang sama.
2. Manfaat Praktis
6
a. Dapat memberikan gambaran jelas sebelum melakukan pembelian
kendaraan bermotor dengan perusahaan pembiayaan konsumen.
b. Mengetahui bagaimana cara pelaku usaha dalam menjalankan asas
keseimbangan di dalam perjanjian.
c. Memberikan gambaran kepada pemerintah terkait banyaknya perusahaan
pembiayaan yang masih melanggar UUPK terkait dengan isi
perjanjiannya.
3. Manfaat bagi masyarakat umum
a. Masyarakat mengetahui pentingnya membaca dengan teliti isi
perjanjian pembiayaan.
b. Masyarakat mengetahui hak dan kewajiban antara pelaku usaha dan
konsumen
c. Masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam memilih perusahaan
pembiayaan.
d. Masyarakat dapat menghindari terjadinya kemungkinan-kemungkinan
buruk yang terjadi setelah menandatangani surat perjanjian
pembiayaan.
E. Metode Penelitian
Dalam metode penelitian ini peneliti akan memaparkan tentang beberapa
metode yang akan digunakan, diantaranya adalah:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan
penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literature-literatur yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian hukum secara
yuridis maksudnya penelitian yang mengacu kepada studi kepustakaan yang
7
ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan6 sedangkan bersifat
normative maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan normative tentang hubungan antara satu peraturan dengan
peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari konsumen atau
pihak yang terkait langsung dengan masalah yang diteliti. Dalam
penelitian ini data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan
menggunakan pedoman wawancara yang dilakukan terhadap sumber
informasi yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan pedoman
wawancara, sehingga wawancara yang dilakukan merupakan wawancara
yang terfokus (focused interview). Metode wawancara dianggap sebagai
metode paling efektif dalam pengumpulan data primer di lapangan,
karena interview dapat bertatap muka langsung. Hasil wawancara ini
diharapkan dapat memberikan gambaran dalam perlindungan hukum
terhadap konsumen jasa pembiayaan atas kendaraan bermotor yang
bertentangan dengan undang-undang dan bagaimana penyelesaiannya.
b. Data Sekunder
6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
(Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 13-14.
8
Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara dan melalui studi kepustakaan
dengan cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-
undangan, buku-buku, kamus, dan literature lain yang berkenaan dengan
permasalahan yang akan dibahas. dalam penelitian ini peneliti
menggunakan 3 bahan hukum sebagai berikut:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang
berasal dari:
a) KUHPerdata.
b) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
c) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia.
d) POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan.
e) POJK Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan
Usaha Peraturan Pembiayaan.
f) Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan.
g) Peraturan Materi Keuangan RI Nomor 130/PMK.010/2012
tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan
Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk
Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.
h) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.01/2006 tentang
Perusahaan Pembiayaan.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukumyang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku hasil
karya para sarjana, hasil penelitian serta berbagai hasil wawancara
9
sebagai hasil penelitian peneliti yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan dibahas.
3) Data non-hukum (Tersier)
Bahan non hukum merupakan bahan hukum yang memberikan
petunjuk atau penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder.
Seperti kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif, internet dll.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
terutama data sekunder dan sebagai penunjang adalah data primer. Sebagai
berikut:
a. Studi kepustakaan (library research), yaitu bentuk pengumpulan data
yang dilakukan dengan membaca buku literature, mengumpulkan,
membaca dokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian, dan
mengutip dari data-data sekunder yang meliputi peraturan perundang-
undangan, dokumen dan bahan kepustakaan lain dari beberapa buku
referensi, artikel-artikel dari beberapa jurnal, arsip, hasil penelitian
ilmiah, peraturan perundang-undangan, laporan, teori-teori, media masa
seperti koran, internet dan bahan kepustakaan lainnya yang relevan
dengan masalah yang akan diteliti.
b. Wawancara, yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
tersebut dilakukan dengan dua orang pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.7
Wawancara dilakukan dengan cara terpimpin, yaitu wawancara
dilaksanakan dengan jalan informan diberi kebebasan untuk menjawab
7 Lexi J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002),
h. 103
10
pertanyaan yang ditentukan. Cara tersebut digunakan peneliti untuk
mendapatkan keterangan secara lisan dari responden.8
5. Teknik Pengolahan Data
Interview atau wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah
wawancara bebas terpimpin, Hasil data Interview atau wawancara tersebut
kemudian diubah dari format audio menjadi visual dalam bentuk teks
melalui transkrip data.
6. Analisis Bahan Hukum
Data yang diperoleh dari penulisan kepustakaan maupun dari
penelitian lapangan akan diolah berdasarkan analisis normatif, kualitatif.
Normatif karena peneliti bertitik tolak dari peraturan yang ada sebagai
norma hukum positif, sedangkan kualitatif yang dimaksud yaitu
memaparkan kenyataan-kenyataan yang didasarkan atas hasil penelitian.9
Memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pertanyaan
kepada sejumlah responden baik secara lisan maupun secara tertulis selama
dalam melakukan penelitian.
7. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan peneliti dalam skripsi
ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang terdapat dalam
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017”.
F. Sistematika Penulisan
Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan
materi yang diteliti di atas. Adapun perincian sebagai berikut:
8 Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia, 1989), h. 162
9 Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 233
11
BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang masalah
yang memuat alasan mengapa peneliti mengambil judul penelitian ini,
identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II: Bab ini berisi kajian pustaka, kerangka teoritis dan kerangka
konseptual, serta kajian tinjauan review terdahulu.
BAB III: Dalam bab ini peneliti akan membahas secara umum mengenai profil
perusahaan pembiayaan yang akan peneliti bahas di dalam penelitian
ini, yaitu profil dari PT Adira Finance
BAB IV: Dalam bab ini berisi uraian hasil dari penelitian yang kemudian
dibahas dengan menggunakan teori yang terdapat di bab II.
BAB V : Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
1. Kerangka Teoritis
Berikut beberapa teori yang menjadi kerangka teori peneliti
a. Asas Keseimbangan dalam Perjanjian
Dalam rangka menjaga keseimbangan dan memelihara hak-hak yang
dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian dibuat menjadi perikatan yang
mengikat bagi para pihak, maka diaturlah berbagai asas umum yang
merupakan pedoman serta menjadi rambu dalam mengatur dan membentuk
perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang
mengikat para pihak.
Berdasarkan penjelasan singkat tersebut dan sebagaimana yang telah
dijelaskan di dalam point sebelumnya mengenai asas – asas di dalam sebuah
perjanjian, Herlien Budiono berpendapat adanya asas baru dalam hukum
perjanjian yaitu asas keseimbangan.
Pengertian asas kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt servanda dalam
kenyataannya dapat menimbulkan ketidakadilan. Kebebasan berkontrak
didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi
tawar (bargaining position) yang seimbang, tetapi dalam kenyataannya para
pihak tidak selalu memiliki posisi tawar yang seimbang. Persyaratan standar
selalu diterima oleh pihak lawan tanpa membaca persyaratan ini atau
mengetahui isi secara utuh, bahwa terhadap penentuan kontrak standar
tersebut pada penggunaannya menimbulkan kerugian yang sangat serius.
Dalam beberapa peristiwa dalam persyaratan standar dibuat tanpa hak karena
konflik-konflik yang akan datang diselesaikan apriori dengan merugikannya
13
atau karena penyelesaian konflik diserahkan kepada instansi yang tidak dapat
diharapkan.
Kontrak yang demikian seringkali diibaratkan dengan dua kekuatan yang
tidak seimbang, antara pihak yang mempunyai bargaining position kuat (baik
karena penguasaan modal/dana, teknologi maupun skill) dengan pihak yang
lemah bargaining position – nya. Dengan demikian pihak yang lemah
bargaining position – nya hanya sekedar menerima segala isi kontrak dengan
terpaksa (taken for granted) sebab apabila mencoba menawar dengan
alternative lain kemungkinan besar akan menerima konsekuensi kehilangan
apa yang dibutuhkan. Jadi hanya ada dua alternative pilihan bagi pihak yang
lemah bargaining position – nya untuk menerima atau menolak (take it or
leave it), yang dimaksud dengan asas keseimbangan dalam hal ini adalah
suatu asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata-pranata hukum
dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal di dalam KUHPerdata
yang mendasarkan pemikiran dan latar belakang individualisme pada satu
pihak dan cara pikir bangsa Indonesia pada lain pihak. Bahwa kata
keseimbangan pada satu sisi dibatasi oleh kehendak (yang dimunculkan oleh
pertimbangan atau keadaan yang menguntungkan), dan pada sisi lain oleh
keyakinan (akan kemampuan untuk) mengejawantahkan hasil atau akibat
yang dikehendaki; dalam batasan kedua sisi ini tercapailah keseimbangan
yang dimaknai positif. Pemahaman terhadap daya kerja asas keseimbangan
yang menekankan keseimbangan posisi para pihak yang berkontrak terasa
seimbang dalam kaitannya dengan kontrak konsumen.
1) Pengertian Asas Keseimbangan
Selain asas-asas pokok yang diatur di dalam KUHPerdata mengenai
perjanjian, terdapat satu asas lagi yang menurut peneliti sangat penting
dan harus diketahui penerapannya di dalam perjanjian, salah satunya
adalah asas keseimbangan. Asas keseimbangan dalam Kamus Besar
14
Bahasa Indonesia mengandung arti sama, sebanding, menunjuk kepada
satu keadaan, posisi, derajat, berat dll.1 Sedangkan asas keseimbangan
dalam perjanjian yang dijelaskan oleh beberapa ahli seperti Herlien
Budiono dan Sutan Remy Sjahdeini, adalah:
a) Herlien Budiono di dalam bukunya mengatakan bahwa asas keseimbangan
adalah asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata-pranata
hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal dalam
KUHPerdata yang berdasarkan pemikiran dan latar belakang
individualisme pada satu pihak sehingga hukum kontrak tersebut dapat
diterima sebagai bagian dari hukum Indonesia.2
b) Sutan Remy Sjahdeini memahami bahwa asas keseimbangan adalah
keseimbangan para pihak yang berkontrak dari posisi atau kedudukan para
pihak yang (seharusnya) sama.3
Di dalam hukum perjanjian islam, terdapat asas yang menjelaskan
mengenai asas keseimbangan, yaitu Al-Musawah. Al-Musawah mengandung
pengertian bahwa para pihak mempunyai kedudukan (bargaining position)
yang sama, sehingga dalam menentukan term and condition dari suatu
akad/perjanjian setiap pihak mempunyai kesetaraan atau kedudukan yang
seimbang.4 Dasar hukum mengenai asas ini tertuang di dalam ketentuan al-
Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13.
يد وأتن حرم يا أيها الذيي آهىا أوفىا بالعق عام إل ها يتلى عليكن غير هحلي الص ىد أحلث لكن بهيوة ال
يحكن ها يريد إى للا
1 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-IV, (Jakarta: PT Gramedia Pusaka
Utama, 2008), h.373.
2 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian di Indonesia, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2006), h. 510.
3 Sutan remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para
Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,2009), h. 7.
4 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (konsep, regulasi, dan
implementasinya), (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), h. 32
15
(الهجرات:٣١/٩٤)
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al’Hujurat:49/13)
Dari ketentuan tersebut, dalam Islam ditunjukan bahwa semua orang
mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law),
sedangkan yang membedakan kedudukan antara satu dengan yang lainnya di
sisi Allah adalah derajat ketaqwaannya. Orang yang mulia di sisi-Nya adalah
orang-orang yang bertaqwa, antara lain dengan menjalankan perintah-
perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.5
a) Tujuan Asas Keseimbangan
Tujuan dari adanya asas keseimbangan adalah untuk memperoleh hasil
akhir yang menempatkan posisi antara pihak seimbang (equal) dalam
menentukan hak dan kewajibannya sebagai pelaku usaha dan konsumen.
b) Aspek Asas Keseimbangan
Ketiga aspek dari perjanjian yang terkait berkelindan yang akan
difungsikan sebagai faktor penguji dalam rangka menetapkan akibat-
akibat yang muncul apabila teriadi ketidak seimbangan adalah sebagai
berikut:6
(1) Perbuatan Para Pihak
Perilaku individual di dalam khazanah ilmu hukum didefinisikan
sebagai perbuatan yang ditujukan pada suatu akibat hukum. Agar
5 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia… h. 33.
6 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian di Indonesia, h.334-338.
16
suatu perbuatan dapat memunculkan akibat hukum maka perbuatan
hukum dimunculkan oleh dua kategori perbuatan, yakni pernyataan
kehendak dan kewenangan bertindak.
Keadaan tidak seimbang dapat terjadi sebagai akibat dari
perbuatan hukum yang dengan cara terduga dapat menghalangi
pengambilan keputusan atau pertimbangan secara matang. Yang
dimaksud di sini adalah keadaan yang berlangsung lama, seperti
ketidakcakapan bertindak (handelings-onbekwaamheid). Juga,
tercakup ke dalam itu ialah perbuatan-perbuatan sebagai akibat dari
cacatnya kehendak pelaku, misalnya karena ancaman (bedreiging),
penipuan (bedrog), atau penyalahgunaan keadaan (misbruik van
omstandighedeni).
Penyalahgunaan keadaan dikatakan ada bila seseorang yang
mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa orang lain karena
keadaan atau yang kondisi khusus, misalnya, keadaan kejiwaan, atau
dalam hal adanya ketergantungan psikis atau praktikal lainnya, kurang
pengalaman atau karena keadaan terpaksa (noodtoestand), ternyata
telah tergerak untuk melakukan atau mendorong suatu perbuatan
hukum tertentu. Terhadap aspek ini dapat ditambahkan satu factor
lainnya, yakni berkenaan dengan pembebanan atau resiko yang berada
bukan pada pihak pengambil keputusan, melainkan pada pihak
lainnya. Perbuatan itu harus sedemikian rupa sehingga kontrak yang
bersangkutan dimunculkan kekeliruan perihal suatu keadaan tertentu
yang pada gilirannya dapat mengakibatkan situasi dan kondisi tidak
seimbang.
(2) Isi dari Kontrak
Isi kontrak ditentukan oleh apa yang para pihak, baik secara tegas
maupun diam-diam disepakati, terkecuali perbuatan hukum yang
17
bersangkutan bertentangan dengan aturan-aturan yang dikategorikan
sebagai hukum yang bersifat memaksa. Hal ini pertama-tama
berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak, yakni bahwa pada
prinsipnya setiap orang bebas untuk menentukan sendiri isi suatu
kontrak. Isi kontrak berkenaan dengan apa yang telah dinyatakan para
pihak, ataupun maksud dan tujuan yang menjadi sasaran pencapaian
kontrak sebagaimana betul dikehendaki para pihak melalui perbuatan
hukum tersebut. Sekalipun kebebasan untuk menentukan sendiri isi
kontrak tidak dicantumkan secara tegas di dalam undang-undang,
cakupan asas tersebut dibatasi oleh undang- undang, yakni bahwa
setiap perbuatan hukum yang bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan yang baik, atau ketertiban umum, bisa jadi absah, batal
demi hukum, atau kadang dapat dibatalkan. Suatu perjanjian dengan
isi seperti itu, umum, yang bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan, atau ketertiban umum, mengakibatkan keadaan tidak
seimbang. Perjanjian tersebut dasarkan asas keseimbangan
menyebabkan keabsahan suatu perjanjian terganggu.
(3) Pelaksanaan Kontrak
Sudah selayaknya suatu kontrak harus dipenuhi oleh kedua pihak
dengan itikad baik. Faktor-faktor pelengkap lain yang menjadi gayut
bila pihak-pihak terkait tidak melengkapinya sendiri adalah ketentuan-
ketentuan dari aturan pelengkap, yaitu kepatutan dan kelayakan.
Penting bahwa itkad baik (goeder trouw) diprioritaskan, bahkan juga
dalam hal perjanjian dengan aturan-aturan memaksa (dwingend recht).
Selain itu, juga harus turut diperhitungkan perubahan keadaan yang
berpengaruh terhadap pemenuhan prestasi yang diperjanjikan.
18
b. Perjanjian Pembiayaan Konsumen
Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak menjelaskan secara
khusus tentang perjanjian pembiayaan dan mengategorikan perjanjian
pembiayaan sebagai perjanjian tak bernama atau onbenoemde overeenkomst
(innominal).7 Di dalam Buku Ketiga, Bab II Pasal 1313 s/d Pasal 1319
KUHPerdata. Pasal 1319 menyatakan bahwa semua persetujuan, baik yang
mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama
tertentu, tunduk kepada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab
lain. Oleh sebab itu maka perjanjian pembiayaan konsumen terikat oleh
semua peraturan umum yang termuat dalam buku ketiga KUHPERdata, salah
satunya adalah ketentuan pasal 1266 KUHPerdata terkait syarat batal.
1) Pengertian Perjanjian
Berdasarkan Pasal 1313 Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Suatu
perjanjian diartikan suatu perbuatan hukum mengenai harta benda
kekayaan antara dua pihak, dalam satu pihak berjanji atau dianggap
berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal.8
Hubungan hukum yang timbul karena perjanjian itu mengikat kedua belah
pihak yang membuat perjanjian, sebagaimana daya mengikat Undang-
Undang. Hal ini sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang
berbunyi: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Ikatan yang lahir dari
perjanjian yang demikian dinamakan perikatan.
7 Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan… h. 67.
8 Prodjodikiro Wirdjono, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cetakan VII, (Bandung: Sumur
Bandung, 1997), h. 12.
19
Perikatan menunjukkan adanya suatu hubungan hukum antara para
pihak yang berisi hak dan kewajiban masing-masing. Perjanjian
menunjukkan suatu janji atau perbuatan hukum yang saling mengikat
antara para pihak. Menurut Subekti, “perikatan adalah suatu hubungan
hukum antara dua pihak, berdasar mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu dari pihak yang lain, berkewajiban memenuhi itu”.9
Dari definisi yang dikemukakan oleh Subekti, dapat disimpulkan
bahwa perikatan memiliki unsur-unsur sebagai berikut, yaitu:
a) Adanya hubungan hukum, yaitu hubungan yang diatur oleh hukum.
b) Adanya pihak kreditur dan debitur, yaitu pihak yang aktifberpiutang
(kreditur) dan berhak atas prestasi tertentu, sedangkan debitur adalah
pihak yang diwajibkan memberikan prestasi tertentu.
c) Adanya prestasi, yaitu hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan baik
oleh kreditur maupun oleh debitur sebagaimana diatur dalam Pasal
1234 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Tiap perikatan adalah
untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu”.
Perjanjian dapat melahirkan lebih dari satu perikatan, seperti dalam
perjanjian jual beli, akan lahir perikatan untuk membayar, menyerahkan
barang, menjamin dari cacat tersembunyi, menjamin barang yang dijual
dari tuntutan pihak ketiga dan lain-lain. Perikatan yang bersumber dari
Undang-Undang pada umumnya perikatan yang dilahirkan dan ditentukan
secara khusus oleh Undang-Undang, seperti ganti rugi, kewajiban
mendidik anak, pekarangan yang berdampingan dan lain-lain.
2) Asas dalam Hukum Perjanjian
Dalam rangka menjaga keseimbangan dan memelihara hak-hak yang
dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian dibuat menjadi perikatan yang
mengikat bagi para pihak, maka diaturlah berbagai asas umum yang
9 Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan 12, (Jakarta: Intermasa, 1990, h.1
20
merupakan pedoman serta menjadi rambu dalam mengatur dan
membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi
perikatan yang mengikat para pihak. Berikut ini akan dijelaskan asas-asas
hukum perjanjian secara umum, diantaranya adalah:
a) Asas konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan
kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat
karena maksud asas konsensualisme adalah bahwa lahirnya kontrak
ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila
tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun
kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa
dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan
kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut
sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak
untuk memenuhi kontrak tersebut.10
Asas konsensualisme disimpulkan
dari Pasal 1320 KUH Perdata.
b) Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat
penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh
sebagian sarjana hukum biasanya didasarkan pada pasal 1338 ayat (1)
BW, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikian pula ada
yang mendasarkannya pada pasal 1320 BW yang menerangkan
tentang syarat sahnya perjanjian.11
c) Asas Personalia
10
Ahmad Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan kontrak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), h. 3
11 Ahmad Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan kontrak… h. 4
21
Asas ini diatur dalam pasal 1315 KUHPer, yang berbunyi “Pada
umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri
atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”.
Dari rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya suatu
perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai
individu, subjek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat
untuk dirinya sendiri.12
d) Perjanjian Berlaku sebagai Undang-undang (Pacta Sunt Servanda)
Asas yang diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata ini
menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Jadi
perjanjian adalah sumber dari perikatan. Sebagai suatu perikatan yang
dibuat dengan sengaja atas kehendak para pihak secara sukarela, maka
segala sesuatu yang telah disepakati oleh para pihak harus
dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh
mereka. Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak
melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk
memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum
yang berlaku.13
e) Asas Itikad Baik
Dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, menyatakan bahwa
“Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.
Rumusan tersebut memberikan arti pada kita semua bahwa sebagai
sesuatu yang disepakati dan disetujui oleh para pihak, pelaksanaan
12
Kartini Muljadi dan Gunawarman Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 14
13 Kartini Muljadi dan Gunawarman Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian… h. 59
22
prestasi dalam tiap-tiap perjanjian harus dihormati sepenuhnya, sesuai
dengan kehendak para pihak pada saat perjanjian ditutup.14
f) Kontrak Baku dalam Perjanjian
Kontrak baku adalah kontrak yang klausul-klausulnya telah
ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak. Penggunaan kontrak
baku dalam kontrak-kontrak yang biasanya dilakukan oleh pihak yang
banyak melakukan kontrak yang sama terhadap pihak lain, didasarkan
pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.15
Kebebasan berkontrak sebagai mana diatur dalam Pasal 1338 ayat
(1) tersebut sangat jelas ideal jika para pihak yang terlibat dalam suatu
kontrak posisi tawar menawarnya seimbang antara satu dengan yang
lainnya. Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak
seimbang, pihak lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang
betul-betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam
perjanjian. Dalam hal demikian, pihak yang memiliki posisi lebih kuat
biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan
klausul-klausul tertentu dalam kontrak baku, yaitu kalusul-klausul
yang menguntungkan bagi yang membuatnya, atau meringankan atau
menghapuskan beban-beban atau kewajiban tertentu yang seharusnya
menjadi bebannya.16
c. Perlindungan Konsumen Perusahaan Pembiayaan
1) Pengertian Perlindungan Konsumen
14
Kartini Muljadi dan Gunawarman Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian… h. 79
15 Ahmad Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan kontrak… h. 39
16 Ahmad Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan kontrak… h. 39-40
23
Dalam pasal 1 ayat (1) UUPK, perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Sedangkan konsumen dalam pasal 1 ayat
(2) UUPK adalah setiap orang yang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Selain dalam UUPK, perlindungan konsumen juga diatur dalam POJK
Nomor 1 Tahun 2013 tentang perlindungan konsumen sektor jasa
keuangan. Di dalam pasal 1 ayat (3) POJK-PKSJK, perlindungan
konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen dengan cakupan
perilaku pelaku usaha jasa keuangan. Sedangkan Konsumen adalah pihak-
pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan
yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan
2) Hak dan Kewajiban para Pihak
Hak dan Kewajiban para pihak diatur di dalam UUPK dan POJK-
PKSJK. Namun, dalam POJK-PKSJK hanya mengatur hak dan kewajiban
dari pelaku usaha jasa keuangan saja. Di dalam UUPK, hak dan kewajiban
para pihak terdapat di dalam Bab III pasal (4) sampai dengan pasal (7).
Hak dan kewajiban para pihak yang diatur di dalam UUPK merupakan
hak dan kewajiban yang membahas mengenai pelaku usaha secara umum.
Sedangkan hak dan kewajiban yang diatur di dalam POJK-PKSJK
merupakan hak dan kewajiban yang dikhususkan untuk para pelaku usaha
di sektor jasa keuangan saja.
3) Asas dalam Perlindungan Konsumen
Dalam pasal 2 UUPK, perlindungan konsumen diselenggarakan
sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam
pembangunan nasional, yaitu:
24
a) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
c) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materiil ataupun spiritual.
d) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.
Sedangkan, di dalam pasal 21 POJK-PKSJK, pelaku usaha jasa keuangan
wajib memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam pembuatan
perjanjian dengan Konsumen. Keseimbangan dalam membuat perjanjian,
misalnya dalam hal Konsumen telah memberikan informasi dan dokumen
yang jujur dan tidak menyesatkan, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib
menyimpan dan menggunakan informasi dan dokumen tersebut semata-mata
untuk kepentingan Konsumen.
Keadilan dalam membuat perjanjian, misalnya dalam hal Konsumen telah
sepakat untuk membayar produk dan/atau layanan dari Pelaku Usaha Jasa
25
Keuangan, Pelaku Usaha Jasa Keuangan juga harus memberikan produk
dan/atau layanan dimaksud sesuai dengan perjanjian. Sebagai contoh
kewajaran dalam membuat perjanjian, misalnya penetapan harga atau biaya
yang dikenakan atas produk dan/atau layanan harus sesuai dengan biaya yang
dikeluarkan.
4) Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
Perbuatan yang dilarang oleh pelaku usaha di atur di dalam POJK-PKSJK.
Selain itu, dalam pasal 8 UUPK juga mengatur mengenai perbuatan yang
dilarang oleh pelaku usaha, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau
jasa untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
c) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen;
d) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
e) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
26
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya;
h) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Selain itu, pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak
atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan
oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud diatas dinyatakan batal demi hukum dan pelaku usaha
wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang
ini
d. Pembiayaan Konsumen atas Kendaraan Bermotor
1) Pengertian Pembiayaan Konsumen
Dalam pasal 1 angka (6) Keputusan presiden Nomor 61 tahun 1988
jo. Pasal 1 angka (7) Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009, perusahaan
pembiayaan konsumen adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk dana
untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan system
pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. Selain itu pengertian
lain dari pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman yang diberikan
oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa
yang akan langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk
tujuan produksi atau distribusi. Perusaahan yang memberikan pembiayaan
diatas, disebut perusahaan pembiayaan konsumen (costumer Finance
company).17
2) Jenis Perusahaan Pembiayaan
17
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h.23
27
Atas dasar kepemilikannya, perusahaan pembiayaan konsumen dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 18
a) Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak dari
perusahaan supplier barang dan jasa yang akan dibeli oleh debitur.
Perusahaan pembiayaan konsumen ini dibentuk oleh perusahaan
induknya, yaitu supplier untuk memperlancar penjualan barang dan
jasa perusahaan induknya, maka biasanya perusahaan hanya melayani
barang dan jasa yang diproduksi atau ditawarkan oleh perusahaan
induknya.
Contoh: PT Trame merupakan perusahaan yang berdiri dibidang
jual beli motor bekas dan baru. Saat daya beli masyarakat mulai turun,
maka PT Trame ingin memperlancar penjualannya dengan cara
mendirikan PT Tramefan. PT Tramefan merupakan perusahaan
pembiayaan konsumen yang khusus melayani kredit pembelian segala
merk motor baru dan bekas pada PT Trame.
b) Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan satu grup usaha
dengan supplier barang dan jasa yang akan dibeli oleh debitur. Pada
perusahaan pembiayaan konsumen jenis ini pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan
anak dari perusahaan supplier. Perusahaan pembiayaan konsumen ini
biasanya juga hanya melayani pembiayaan barang dan jasa yang
diproduksi oleh supplier yang masih satu grup usaha dengan
perusahaan tersebut. Perbedaannya hanya terletak pada hubungan
antara supplier dengan perusahaan pembiayaan konsumen.
Contohnya: PT Suzuki Finance merupakan hasil dari kerjasama
antara Itochu Corporation dengan Suzuki Motor Corporation. Dimana
18
Y.R Soesilo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Salemba empat, 2000), h. 149
28
Itochu merupakan perusahaan yang bergerak di berbagai macam
bidang usaha, salah satu perusahaan yang tergabung dalam Itochu
adalah Suzuki Motor Corporation yang merupakan produsen
kendaraan bermotor. Demi meningkatkan penjualan kendaraan
bermotor yang di produksi oleh Suzuki Motor Corporation, maka
Itochu Corporation membentuk satu perusahaan lagi dengan nama
Suzuki Finance yang bergerak dibidang pembiayaan konsumen.
Pembiayaan konsumen yang dilayani oleh Suzuki Finance juga
hanyalah pembelian kendaraan bermotor yang dilakukan di Suzuki
Motor Corporation.
c) Perusahaan pembiayaan yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan
dengan supplier barang dan jasa yang akan dibeli oleh debitur.
Perusahaan pembiayaan yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan
dengan supplier biasanya tidak hanya melayani pembelian atas barang
pada satu supplier saja. Perusahaan pembiayaan ini biasanya melayani
pembiayaan pembelian pada supplier lain. Sedangkan untuk
spesialisasi perusahaan pembiayaan konsumen ini biasanya terletak
pada jenis atau tipe barang dan daerah pemasarannya tersebut.
Perusahaan pembiayaan konsumen ada yang berspesialisasi pada
pembelian barang elektronik, meubel, kendaraan bermotor baik baru
maupun bekas, dll.
Contohnya: PT Adira Finance adalah perusahaan pembiayaan
konsumen yang tidak memiliki kaitan dengan supplier, ia melayani
konsumen dari berbagai dealer dan pembiayaannya tidak hanya untuk
kendaraan bermotor tapi juga untuk barang elektronik, perabotan
rumah, umroh, property dll.
3) Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen
29
Ada tiga pihak yang terlibat dalam suatu transaksi pembiayaan
konsumen, yaitu pihak perusahaan pembiayaan konsumen, pihak
konsumen, dan pihak supplier.
a) Hubungan antara Perusahaan Pembiayaan Konsumen dengan
Konsumen yang berupa hubungan kontraktual. Dimana pihak pemberi
biaya sebagai kreditur dan pihak penerima biaya (konsumen) sebagai
pihak debitur. Jadi hubungan kontraktual antara pihak penyedia dana
dengan pihak konsumen adalah sejenis perjanjian kredit.19
b) Hubungan Pihak Perusahaan Pembiayaan Konsumen dengan Pihak
Supplier.
Berbeda dengan hubungan antara perusahaan pembiayaan konsumen
dengan konsumen dimana terjadi hubungan kontraktual, di dalam
hubungan antara perusahaan pembiayaan konsumen dengan supplier tidak
ada hubungan kontraktual. Dalam hal ini antara pihak penyedia dana
(pemberi biaya) dengan pihak supplier (penyedia barang) tidak
mempunyai sesuatu hubungan hukum yang khusus, kecuali pihak
penyedia dana hanya pihak ketiga yang diisyaratkan. Maksud persyaratan
itu adalah pembayaran atas barang-barang yang dibeli konsumen dari
supplier akan dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu perusahaan pembiayaan
konsumen.
c) Hubungan antara Konsumen dengan Supplier, yang terdapat dua
hubungan kontraktual, yaitu:
(1) Perjanjian pembiayaan konsumen antara perusahaan pembiayaan
konsumen dengan konsumen.
(2) Perjanjian jual beli antara supplier dengan konsumen.
e. Resiko Kegiatan Usaha Pembiayaan
19
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.4
30
Bisnis pembiayaan sepeda motor dan mobil merupakan salah satu bisnis
yang memiliki tingkat resiko yang sangat besar. Resiko itu antara lain
adalah Prepayment yaitu konsumen melunasi utang mereka lebih awal dari
perjanjian semula dan default yaitu konsumen tidak mempu melunasi hutang
atau kredit kendaraa sepeda motor dan mobil.20
Selain prepayment dan default, perusahaan pembiayaan juga mengalami
resiko pengurangan nilai dari kendaraan yang disita dari para konsumen yang
tidak mampu melunasi kreditnya. Hampir seluruh kendaraan yang disita dari
para konsumen mengalami penurunan nilai jual, selain itu hampir kendaraan
tersebut sudah mengalami kecacatan atau kerusakan. Ini menyebabkan
perusahaan pembiayaan menghadapi resiko kesulitan untuk menjual
kendaraan bekas tersebut ke pasar. Berdasarkan resiko tersebut, perusahaan
pembiayaan merupakan salah satu perusahaan yang memiliki tingkat resiko
kerugian yang besar bagi bisnisnya. Resiko adalah sesuatu yang sering kali
terjadi dalam suatu kegiatan bisnis dan sifatnya tidak terduga. Untuk dapat
menghilangkan atau meminimalisir resiko yang menyebabkan kerugian ini,
sebuah perusahaan membutuhkan suatu strategi atau alat yang mampu
menangani resiko tersebut. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah
menghindari resiko, memindahkan resiko, mengurangi efek negative resiko,
dan menampung sebagian atau seluruh konsekuansi atas resiko tersebut.
Dalam proses menanggulangi resiko prepayment, PT Adira Finance pada
khususnya dan perusahaa pembiayaan kendaraan bermotor pada umumnya
dapat menggunakan strategi menghindari resiko tersebut dengan membuat
suatu kebijakan mengenai procedure dan tata cara pembayaran kredit
kendaraan bermotor dimana salah satu procedure tersebut mewajibkan
konsumen membayar sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, tidak
boleh kurang dari waktu tersebut atau lebih dari waktu tersebut. Namun,
20
Yuddy Saputra, Dua Macam Resiko Pembiayaan,
https://yuddysaputra.blogspot.co.id/2011/08/ diakses pada tanggal 6 April 2018.
31
apabila perusahaan pembiayaan tersebut belum membuat suatu kebijakan
mengenai procedure dan tata cara pembayaran kredit, perusahaan pembiayaan
tersebut dapat mengakumulasikan sisa bunga dengan tingkat inflasi yang
diperkirakan oleh perusahaan sesuai dengan keadaan ekonomi saat ini ke satu
waktu dimana konsumen ingin melunasi hutangnya pada waktu tersebut
sebelum tengang waktu kredit seharusnya berakhir.
Untuk resiko default, atau kegagalan pembayaran, PT Adira Finance
dapat menggunakan strategi mengurangi dampak resiko tersebut serta
menampung sebagian dari resiko tersebut. Salah satu cara mengurangi
dampak resiko default, perusahaan sebaiknya melakukan penilaian dan
observasi terlebih dahulu kepada konsumen yang akan mengajukan kredit
motor atau mobil tersbut. Ada beberapa cara penilaian yang bisa digunakan
dalam mengurangi dampak negative dari resiko default ini yang diantarannya
melakukan penilaian secara ketat pada konsumen yang mengajukan kredit
dari segi karakter konsumen, kondisi keuangan konsumen, kekayaan yang
konsumen miliki, dan jaminan apa yang bisa diberikan oleh konsumen.
Untuk menghindari resiko kerugian dari kendaraan yang disita dari
konsumen yang tidak mampu melunasi hutangnya. Perusahaan dapat
mengalihkan resiko kepada perusahaan asuransi dimana, apabila produk yang
disita mengalami kerusakan yang menyebabkan penurunan nilai, perusahaan
dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan asuransi, yang mana apabila
kendaraan tersebut mengalami kerusakaan, perusahaan tidak perlu
mengeluarkan biaya kembali pada saat perbaikan kendaraan bermotor
tersebut. Selain itu untuk dapat menjual kembali kendaraan tersebut, PT
Adira Finance diharapkan melakukan kerja sama dengan perusahaan atau
dealer penjual motor atau mobil bekas, yang mana dengan bekerja sama
dengan dealer kendaraan bekas, perusahaan diharapkan dapat meminimalisir
32
kerugian atau bahkan mendapatkan keuntungan yang lebih dari penjuala
kendaraan motor dan mobil bekas tersebut.
2. Kerangka Konseptual
Adapun yang menjadi kerangka konseptual dari peneliti adalah sebagai
berikut:
a. Penerapan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan
adalah perbuatan menerapkan. Sedangkan menurut beberapa ahli berpendapat
bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori,
metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu
kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah
terencana dan tersusun sebelumnya.
b. Asas Keseimbangan
Sutan Remy Sjahdeini memahami bahwa asas keseimbangan adalah
keseimbangan para pihak yang berkontrak dari posisi atau kedudukan para
pihak yang (seharusnya) sama.21
Sedangkan, di dalam UUPK Pasal 2, asas
keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
ataupun spiritual.
c. Perjanjian
Berdasarkan Pasal 1313 Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Suatu perjanjian
diartikan suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua
21
Sutan remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para
Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,2009), h. 7.
33
pihak, dalam satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan
suatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal.22
d. Pembiayaan Konsumen
Dalam Pasal 1 angka (6) Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 jo.
Pasal 1 angka (7) Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009, perusahaan
pembiayaan konsumen adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk dana untuk
pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan system
pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. Selain itu pengertian lain
dari pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh suatu
perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa yang akan
langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi
atau distribusi. Perusaahan yang memberikan pembiayaan diatas, disebut
perusahaan pembiayaan konsumen (costumer Finance company).23
B. Tinjauan Kajian Review Terdahulu
Penelitian skripsi ini peneliti merujuk kepada beberapa penelitian terdahulu,
diantaranya:
1. Nama : Yeti Siti Rohayati
Institusi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun : 2013
Judul Skripsi : Penerapan Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Kredit
Modal Kerja di PT Bank Mandiri (Analisis: Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang perlindungan Konsumen).
Dalam skripsi ini membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian kredit modal kerja di bank serta
22
Prodjodikiro Wirdjono, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cetakan VII, (Bandung: Sumur
Bandung, 1997), h. 12.
23 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h.23
34
membahas mengenai perjanjian kredit didalam bank mandiri. Sedangkan
perbedaan antara skripsi di atas dengan penelitian yang akan peneliti buat adalah
bahwa skripsi di atas fokus terhadap perjanjian kredit modal kerja di bank
mandiri, sedangkan focus yang akan peneliti lakukan mengenai perjanjian
pembiayaan konsumen yang memang memiliki perbedaan dengan perjanjian
kredit modal kerja. Selain itu, peneliti juga membahas mengenai upaya
perlindungan hukum terhadap konsumen perusahaan pembiayaan akibat tidak
diterapkannya asas keseimbangan.
2. Nama : Ambatua Simarmata
Institusi : Universitas Indonesia
Tahun : 2012
Judul Skripsi : Perusahaan Pembiayaan Konsumen (consumers Finance) dan
prinsip kehati-hatiannya.
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana system perusahaan dalam
melakukan pembiayaan terhadap konsumen dan bagaimana cara perusahaan
menggunakan prinsip kehati-hatian dalam melakukan perjanjian pembiayaan
konsumen agar tidak terjadi kerugian di dalam perusahaan pembiayaan konsumen
tersebut. Perbedaan antara skripsi di atas dengan penelitian yang akan peneliti
buat adalah bahwa skripsi di atas hanya membahas mengenai perusahaan
pembiayaan konsumen secara umum, sedangkan penelitian yang akan peneliti
tulis lebih memfokuskan perusahaan pembiayaan konsumen terhadap kendaraan
bermotor. Selain itu, peneliti tidak hanya akan membahas perjanjian pembiayaan
konsumen atas kendaraan bermotor saja, tetapi juga membahas mengenai
bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen yang merasa dirugikan oleh
pelaku usaha, jadi disini peneliti lebih memposisikan diri sebagai konsumen yang
merasa dirugikan oleh pihak perusahaan pembiayaan konsumen. Kalau skripsi di
atas menggunakan prinsip kehati-hatian dalam perjanjiannya, maka disini peneliti
35
akan membahas mengenai asas keseimbangan di dalam perjanjian pembiayaan
tersebut.
3. Nama : Herlien Budiono
Judul Buku : Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia
Dalam buku tersebut membahas secara rinci mengenai macam-macam asas di
dalam perjanjian terutama asas keseimbangan. Buku ini selain dijadikan sebagai
kajian review terdahulu, peneliti juga mengambil beberapa bahan untuk
dimasukan ke dalam teori-teori yang ada. Perbedaannya dengan penelitian yang
akan peneliti tulis adalah di dalam buku tersebut tidak terdapat pembahasan
mengenai perlindungan konsumen yang merasa dirugikan akibat tidak
diterapkannya asas keseimbangan di dalam perjanjian yang diberikan oleh para
pelaku usaha.
4. Nama : Aldo Agustinus Lawadi, Achmad Busro, Ery Agus Priyono
Judul Jurnal : Tinjauan Yuridis terhadap Perjanjian Pembiayaan Kendaraan
Bermotor Roda Empat pada Lembaga Pembiayaan PT BCA Finance.
Jurnal ini membahas mengenai perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor
roda empat yang diberikan oleh PT BCA Finance, dalam jurnal ini peneliti juga
membahas mengenai isi perjanjian yang diberikan oleh PT BCA Finance
bertentangan dengan asas proporsionalitas dan asas keseimbangan atau tidak.
Perbedaannya dengan penelitian yang akan peneliti tulis adalah bahwa jurnal di
atas membahas menggunakan asas proporsionalitas sedangkan peneliti membahas
penerapan asas keseimbangan di dalam perjanjiannya.
36
BAB III
PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PT ADIRA FINANCE
A. Profil Perusahaan Pembiayaan Konsumen PT Adira Finance
1. Sejarah Singkat PT Adira Finance
PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk atau Adira Finance didirikan pada
tahun 1990 berdasarkan Akta Pendirian Nomor 131 tanggal 13 Nopember 1990,
dibuat di hadapan Misahardi Wilamarta, S.H., Notaris di Jakarta, dan telah
mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan
Surat Keputusannya Nomor C2-19.HT.01.01.TH.91 tanggal 8 Januari 1991, dan
didaftarkan dalam register untuk maksud itu yang berada di Kantor Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di bawah Nomor 34/Not.1991/PN.JKT.SEL
pada tanggal 14 Januari 1991, serta diumumkan dalam Tambahan Nomor 421
Berita Negara Republik Indonesia Nomor 12 tanggal 8 Pebruari 1991.
Sejak awal, Adira Finance berkomitmen untuk menjadi perusahaan
pembiayaan terbaik dan terkemuka di Indonesia. Adira Finance hadir untuk
melayani beragam pembiayaan seperti kendaraan bermotor baik baru ataupun
bekas. Melihat adanya potensi ini, Adira Finance mulai melakukan penawaran
umum melalui sahamnya pada tahun 2004 dan Bank Danamon menjadi pemegang
saham mayoritas sebesar 75%. Melalui beberapa tindakan korporasi, saat ini Bank
Danamon memiliki kepemilikan saham sebesar 92,07% atas Adira Finance. Adira
Finance pun menjadi bagian Temasek Holdings yang merupakan perusahaan
investasi plat merah asal Singapura.1
Pada 2012, Adira Finance menambah ruang lingkup kegiatannya dengan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Demi memberikan pengalaman layanan
pembiayaan yang maksimal, Perusahaan pun mulai menyediakan produk
1 https://adira.co.id/sekilas-adira-Finance/, diakses pada tanggal 26 Januari 2018.
37
pembiayaan durables bagi konsumennya. Hingga tahun 2015, Adira Finance
mengoperasikan 558 jaringan usaha di seluruh Indonesia dengan didukung oleh
lebih dari 21 ribu karyawan, untuk melayani 3 juta konsumen dengan jumlah
piutang yang dikelola lebih dari Rp. 40 triliun.2
Adira Finance senantiasa berupaya untuk memberikan kontribusi kepada
bangsa dan negara Indonesia. Melalui identitas dan janji brand “Sahabat Setia
Selamanya”, Adira Finance berkomitmen untuk menjalankan misi yang berujung
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal itu dilakukan melalui
penyediaan produk dan layanan yang beragam sesuai siklus kehidupan konsumen
serta memberikan pengalaman yang menguntungkan konsumen. Sampai dengan
tanggal 31 Mei 2016, Perusahaan memiliki 201 kantor cabang, 279 kantor
perwakilan dan 64 kios yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia.3
2. Visi, Misi dan Nilai PT Adira Finance4
a. Visi PT Adira Finance
Menciptakan nilai bersama demi kesinambungan Perusahaan dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
b. Misi PT Adira Finance
1) Menyediakan produk dan layanan yang beragam sesuai dengan siklus
kehidupan pelanggan
2) Memberikan pengalaman yang menguntungkan dan bersahabat kepada
pemangku kepentingan
3) Memberdayakan komunitas untuk mencapai kesejahteraan
c. Nilai-Nilai Perusahaan
1) (Advance) Keunggulan
2 https://adira.co.id/sekilas-adira-Finance/, diakses pada tanggal 26 Januari 2018.
3 https://adira.co.id/sekilas-adira-Finance/, diakses pada tanggal 26 Januari 2018.
4 https://adira.co.id/visi-misi-filosofi-dan-nilai/, diakses pada tanggal 26 Januari 2018.
38
Satu langkah lebih baik dan lebih cepat dibandingkan orang lain pada
umumnya atau pesaing; Mempunyai gambaran ke depan yang jelas dan
terarah; dan Handal mengambil keputusan dengan cepat dan tepat dalam
segala keadaan.
2) (Discipline) Disiplin
Mengarah kepada sesuatu yang lebih baik melalui proses perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan perbaikan secara terus-menerus; Cara
berpikir dan cara bersikap yang sesempurna mungkin; dan Bersikap
disiplin sesuai dengan norma organisasi.
3) (Integrity) Integritas
Berkomitmen yang disertai dengan sikap yang konsisten; Dapat
dipercaya (jujur dan tulus); Dapat menjaga etika usaha; Mempunyai rasa
memiliki yang tinggi; dan Menjadi panutan bagi karyawan lainnya.
4) (Reliable) Dapat Diandalkan
Mempunyai mental seorang juara, yang tercermin dari perilaku yang
senantiasa berpikir positif dan cerdas; dan Rasa tanggung jawab yang
penuh terhadap segala sesuatu yang dilakukan. (Accountable)
Akuntabilitas Menyampaikan sesuatu berlandaskan pada data fakta; dan
Keterbukaan yang obyektif dan bijaksana.
5) (Teamwork) Kerjasama
Sinergi; Bersedia berkorban satu sama lain; dan Tidak saling
menyalahkan satu sama lain.
6) (Obsessed) Motivasi Tinggi
Bekerja dengan proses yang benar dan berorientasi pada hasil yang
optimal; Motivasi yang tinggi dalam bentuk bersedia melakukan pekerjaan
lebih dan bersikap proaktif; Meningkatkan keahlian; dan Saling menjaga
atau memelihara satu sama lain.
39
3. Jenis Pembiayaan di Adira Finance
PT Adira Finance merupakan jenis perusahaan pembiayaan yang tidak
mempunyai kaitan kepemilikan dengan supplier barang dan jasa yang akan dibeli
oleh debitur/konsumen. Perusahaan pembiayaan yang tidak mempunyai kaitan
kepemilikan dengan supplier biasanya tidak hanya melayani pembelian atas
barang pada satu supplier saja. Perusahaan pembiayaan ini biasanya melayani
pembiayaan pembelian pada supplier lain. Sedangkan spesialisasi perusahaan
pembiayaan konsumen biasanya pada jenis atau tipe barang dan daerah
pemasarannya.
Saat peneliti melakukan wawancara di PT Adira Finance Cabang Kreo.
Secara umum, PT Adira Finance ternyata memiliki memiliki 4 jenis pembiayaan,
diantaranya adalah:5
a. Pembiayaan MAXI, yang terdiri dari pembiayaan kredit motor atau mobil
baru/bekas (new booking / repeat order) untuk seluruh merk kendaraan,
KPR, umroh dan durable ( kredit untuk elektronik, gadget, dan perlengkapan
rumah tangga). Pembiayaan ini berpedoman pada Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.012/2006
b. Pembiayaan Leasing/FEET, yaitu pembiayaan khusus komersial (kendaraan
truk, bus, dll) produk, range pembiayaan kredit diatas 2 miliar. Jenis
pembiayaan ini berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 84/PMK.012/2006
c. Pembiayaan SMART, Solusi pembiayaan Adira Finance bagi para pemilik
sepeda motor bekas.
d. Pembiayaan Konsumen Berdasarkan Prinsip Syariah, yaitu kegiatan
pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen
dengan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip. Pembiayaan
5 Berdasarkan Wawancara Pribadi dengan Karyawan PT Adira Finance Kreo, tanggal 23
Januari 2017
40
Konsumen berdasarkan Prinsip Syariah ini berpedoman pada Peraturan Ketua
Bapepam-LK Nomor PER-03/BL/2007.
Namun, Adira Finance Kreo hanya menyediakan pembiayaan untuk
kendaraan roda dua yang baru maupun bekas, roda empat khusus lease back, dan
durable saja. Di Adira Finance Kreo juga menerapkan dua metode yaitu
konvensional dan juga syariah.6
4. Mekanisme Transaksi Pembiayaan Konsumen di PT Adira Finance
Adapun mekanisme transaksi pembiayaan konsumen di PT Adira Finance
menurut informan yang peneliti wawancarai adalah:
a. Tahap Permohonan
Konsumen dapat melakukannya dengan 3 cara, yaitu:
1) Kendaraan Baru (new), konsumen bisa mendapatkan rekomendasi dari
dealer atau sub-dealer yang memang sudah bekerjasama dengan Adira
Finance, konsumen juga bisa langsung mendatangi kantor Adira Finance
terdekat dari lokasi rumahnya, selain itu konsumen juga bisa melalui
karyawan Adira Finance.
2) Kendaraan Bekas (use), kurang lebih sama dengan kendaraan baru,
tambahannya adalah konsumen juga bisa melalui aplikasi OLX.
3) Lease Back, konsumen dapat langsung datang ke kantor Adira Finance
terdekat, melalui karyawan Adira Finance ataupun melalui kios yang
sudah bekerjasama dengan Adira Finance.
b. Tahap Pengecekan dan Pemeriksaan Lapangan
Pada tahap ini, akan dilakukan pengecekan atas kebenaran dari pengisian
formulir dengan melakukan analisis dan evaluasi terhadap data dan informasi
yang telah diterima. Selanjutnya dilakukan:
6 Interview Pribadi dengan Bapak Iwan Karyawan PT Adira Finance Kreo, tanggal 23 Januari
2017
41
1) Kunjungan ke tempat calon konsumen (plant visit)
2) Pengecekan ke tempat lain (credit checking)
Hal ini dilakukan untuk memastikan kebutuhan akan barang konsumen
dan menghitung secara pasti berapa besar tingkat kebenaran laporan calon
konsumen dengan laporan yang telah disampaikan.
c. Tahapan pembuatan costumer profile
Berdasar hasil pemeriksa lapangan, marketing department akan membuat
costumer profile yang memuat tentang identitas calon konsumen , jenis dan
tipe barang kebutuhan konsumen, dll.
d. Tahap pengajuan proposal kepada kredit komite
Marketing department akan mengajukan proposal atas permohonan yang
diajukan oleh calon konsumen terebut kepada kredit komite. Apabila
permohonan calon konsumen ditolak, maka harus diberitahukan melalui surat
penolakan. Sedangkan apabila permohonan disetujui, maka oleh marketing
department akan diteruskan ke tahap berikutnya.
e. Tahap pengikatan
Berdasarkan keputusan dari kredit komite, selanjutnya bagian legal akan
mempersiapkan pengikatan yang berupa perjanjian pembiayaan konsumen
beserta lampirannya, jaminan pribadi (jika ada) dan jaminan perusahaan (jika
ada) untuk ditandatangani oleh calon konsumen.
f. Tahap pemesanan barang kebutuhan konsumen
Setelah perjanjian ditandatangani, selanjutnya perusahaan pembiayaan
konsumen akan melakukan pemesanan barang kebutuhan konsumen kepada
supplier dan dituangkan dalam penegasan pemesanan pembelian/confirm
purchase order dan bukti pengiriman dan surat tanda penerimaan barang.
42
g. Tahap pembayaran kepada supplier
Setelah barang modal diserahkan oleh supplier kepada konsumen,
selanjutnya supplier akan melakukan penagihan kepada perusahaan
pembiayaan konsumen.
h. Tahap penagihan/monitoring pembayaran
Setelah seluruh pembayaran kepada supplier dilakukan, proses selanjutnya
adalah pembayaran angsuran oleh konsumen sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan. Pada tahap ini, collecting department akan memonitor
pembayaran angsuran berdasarkan jatuh tempo yang telah ditetapkan, dan
berdasarkan sistem pembayaran yang telah disepakati. Di samping itu, juga
akan dilakukan monitoring terhadap jaminan dan jangka waktu berlakunya
jaminan.
i. Tahap pengembalian surat jaminan
Setelah konsumen melunasi seluruh kewajibannya kepada perusahaan
pembiayaan konsumen, maka perusahaan akan mengembalikan kepada
konsumen berupa jaminan BPKB (Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor)
dan/atau sertifikat dan/ atau faktur /invoice dan dokumen lainnya jika ada.
B. Isi Perjanjian Pembiayaan yang Merugikan di PT Adira Finance
Di dalam perjanjian pembiayaan di PT Adira Finance, terdapat beberapa pasal
yang peneliti anggap akan merugikan konsumen dikemudian hari dan selanjutnya
akan peneliti analisis pada Bab IV, diantara pasal yang peneliti anggap akan
merugikan konsumen diantaranya adalah:
1. Pasal 2 ayat (10)
“Seluruh kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR dapat ditagih seketika dan
sekaligus tanpa pemberitahuan/peringatan/teguran secara tertulis terlebih dahulu
kepada DEBITUR, sehingga suatu peringatan dengan surat juru sita atau surat
lainnya tidak diperlukan lagi apabila terjadi salah satu keadaan seperti yang
43
peneliti jabarkan sebelumnya, diantaranya adalah “Apabila DEBITUR lalai
membayar angsuran secara penuh pada tanggal yang telah ditetapkan, atau
DEBITUR lalai/tidak memenuhi syarat-syarat dalam perjanjian ini atau perjanjian
/pernyataan lain yang berhubungan dan merupakan satu kesatuan dengan
perjanjian ini dan/atau perjanjian lainnya yag terpisah dari perjajian ini.””
2. Pasal 2 ayat (11) huruf (e)
“Selama jangka waktu perjanjian ini, segala beban pajak dan/ atau beban lainnya
atas jaminan baik sekarang maupun kemudian hari (bila ada) akan menjadi beban
DEBITUR. Selama jangka waktu perjanjian, DEBITUR wajib mengasuransikan
jaminan dan/ atau jasa. Segala kerusakan atau resiko lain pada jaminan,
DEBITUR harus segera melaporkannya kepada KREDITUR dalam waktu 24 jam
setelah kejadian tersebut berlangsung. Terhadap ketentuan huruf e butir 11 ini
tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak melaksanakan atau menunda kewajiban
pembayaran angsuran DEBITUR kepada KREDITUR.”
3. Pasal 2 ayat (11) huruf (g)
“Berdasarkan catatan pembukuan KREDITUR, KREDITUR berhak menentukan
seluruh jumlah kewajiban DEBITUR, baik berupa pokok pinjaman, sisa pokok
pinjaman, bunga, denda, biaya pelelangan/penjualan, honorarium
pengacara/kuasa untuk menagih, serta biaya-biaya lain yang timbul dan menjadi
beban DEBITUR berdasarkan perjanjian ini,. DEBITUR dengan ini melepaskan
semua haknya untuk mengajukan keberatan atau tuntutan atas: i) penyerahan
jaminan; ii) perhitungan yang diberikan KREDITUR atas hasil penjualan jaminan
dan potongannya; iii) jumlah kewajiban atau sisa kewajiban bunga dan iv) biaya-
biaya lain /denda-denda serta ongkos-ongkos yang bersangkutan dengan
penerimaan penjualan jaminan sebagaimana yang diuraikan diatas.”
4. Pasal 2 ayat (4)
“Untuk setiap hari keterlambatan pembayaran yang wajib dibayar berdasarkan
perjanjian ini, maka DEBITUR dikenakan denda atas jumlah yang tertunggak
44
sebesar 0,5% (nol koma lima persen) per hari keterlambatan untuk, fasilitas
pembiayaan kendaraan roda dua atau roda tiga (sepeda motor) dan 0,2% (nol
koma dua persen) per hari keterlambatan untuk fasilitas pembiayaan kendaraan
roda empat atau lebih (mobil) untuk fasilitas pembiayaan dengan jaminan selain
kendaraan bermotor (seperti tanah dan/ atau bangunan dan lain-lain). Denda wajib
dibayar seketika dan sekaligus tanpa diperlukan teguran untuk itu pada saat
ditagih.”
45
BAB IV
ANALISIS PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PT ADIRA FINANCE
A. Penerapan Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen di PT
Adira Finance
Perjanjian yang akan dianalisis oleh peneliti dalam penelitian ini adalah perjanjian
pembiayaan konsumen atas kendaraan bermotor di PT Adira Finance Cabang Kreo.
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, peneliti melakukan wawancara langsung
dengan karyawan yang bekerja di dalam perusahaan pembiayaan tersebut dan dua
orang konsumen PT Adira Finance.
Perjanjian pembiayaan konsumen yang terdapat di Adira Finance menggunakan
perjanjian baku atau kontrak baku yang seluruh klausul-klausulnya telah ditetapkan
secara sepihak dalam bentuk formulir. Perjanjian baku sendiri telah diterima secara
luas tidak hanya oleh para pelaku usaha tetapi juga oleh masyarakat karena dianggap
dapat mengefesiensikan waktu dan biaya biasanya pembuatannya perjanjian baku
dilakukan secara masal.
Dalam hal perjanjian baku tersebut, para calon konsumen tidak diperkenankan
untuk merubah isi atau menegosiasikan setiap pasal yang ada di dalamnya. Calon
konsumen hanya dapat menerima atau menolak perjanjian tersebut. Maka dari itu
dibutuhkan asas keseimbangan untuk menciptakan keadaan yang adil bagi para pihak
dalam hubungan kontraktual, di dalam perjanjian tersebut harus memuat pertukaran
yang adil agar suatu prestasi diimbangi pula oleh kontra prestasi sehingga
menimbulkan keadaan berimbang.
Herlien Budiono menyatakan bahwa terdapat tiga aspek yang saling berkaitan
dari perjanjian yang dapat dijadikan sebagai factor penguji berkenaan dengan daya
kerja asas keseimbangan, yaitu perbuatan para pihak; isi kontrak/perjanjian; dan
pelaksanaan kontrak.1 Pertama peneliti melihat dari perbuatan para pihak dalam
perjanjian pembiayaan di perusahaan Adira Finance, bahwa di dalam perjanjian
1 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian di Indonesia… h.334-338.
46
tersebut terdapat perbuatan hukum yang dilarang seperti penyalah gunaan keadaan.
Penyalah gunaan keadaan dikatakan ada bila seseorang yang mengetahui atau
seharusnya mengerti bahwa orang lain karena keadaan atau kondisi khusus misalnya
gangguan kejiwaan, kurang pengalaman atau karena keadaan terpaksa
(noodtoestand), ternyata telah tergerak untuk melakukan atau mendorong (atau
melanjutkan) suatu perbuatan hukum tertentu. Jadi hanya ada dua alternative pilihan
bagi konsumen yang lemah bargaining position – nya di dalam perjanjian
pembiayaan yaitu untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut (take it or leave
it). Apabila konsumen menerima perjanjian tersebut, maka konsumen tidak dapat
bernegosiasi dengan pelaku usaha mengenai isi perjanjian tersebut, atau dengan kata
lain perjanjian tersebut tidak dapat diubah lagi.
Kedua, dilihat dari isi perjanjiannya. Isi perjanjian/kontrak lazimnya ditentukan
oleh para pihak dinyatakan baik secara tegas namun dengan memperhatikan aturan-
aturan yang dikategorikan sebagai hukum yang bersifat memaksa. Penentuan isi
kontrak dilandasi asas kebebasan berkontrak namun dibatasi oleh undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian yang bertentangan dengan undang-
undang, kesusilaan dan ketertiban umum berdasarkan asas keseimbangan dapat
menyebabkan keabsahan perjanjian menjadi terganggu.
Peneliti memandang isi perjanjian baku dalam perjanjian pembiayaan yang akan
peneliti bahas masih ada pertentangan di dalam beberapa pasalnya dan memberatkan
pihak konsumen yang membuat konsumen berada di posisi yang lemah.
Ketiga, dilihat dari pelaksanaan kontrak, dimana sudah selayaknya suatu kontrak
harus dipenuhi oleh kedua belah pihak dengan itikad baik. Menurut peneliti bahwa
pelaksanaan perjanjian pembiayaan di PT Adira Finance tersebut dilaksanakan
dengan mempertimbangkan itikad baik, dimana konsumen dapat meminta keringanan
dari denda dan mendapatkan teguran terlebih dahulu apabila melakukan kelalaian.
Namun itikad baik tersebut tidak dilakukan pada semua pasal yang bertentangan,
karena di dalam sdua pasal tersebut tidak terdapat itikad baik yang menimbulkan
47
tidak terciptanya asas keseimbangan dimana pihak perusahaan pembiayaan selaku
pelaku usaha tidak memberikan kesempatan kepada konsumen untuk melakukan
negosiasi.
1. Kewajiban dan Hak Para Pihak dalam Perjanjian
Untuk mengetahui apakah dalam perjanjian pembiayaan di PT Adira Finance
menerapkan asas keseimbangan atau tidak, maka peneliti akan menjabarkan pasal
demi pasal mengenai kewajiban dan hak dari para pihak.
a. Kewajiban dari PT Adira Finance selaku KREDITUR
1) Pasal 2 ayat (1), menjelaskan bahwa KREDITUR akan melakukan
pencairan fasilitas pembiayaan setelah DEBITUR memenuhi seluruh
kewajiban yang ditentukan oleh KREDITUR
2) Pasal 2 ayat (11) huruf (a), menjelaskan bahwa KREDITUR lah yang akan
menyimpan bukti kepemilikan atas jaminan beserta dokumen lain
sebagaimana dimaksud dalam lampiran perjanjian ini sampai seluruh
kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR dibayar lunas.
3) Pasal 2 ayat (12) huruf (a), menjelaskan bahwa KREDITUR akan
menyerahkan bukti kepemilikan atas jaminan kepada DEBITUR apabila
seluruh kewajiban DEBITUR telah dipenuhi dan dibayar lunas
2. Hak dari PT Adira Finance selaku KREDITUR
a. Pasal 2 ayat (6) dijelaskan apabila terjadi gejolak moneter dan/atau peristiwa
atau kondisi sejenis yang mengakibatkan kenaikan tingkat suku bunga
pinjaman, maka KREDITUR berhak untuk menyesuaikan tingkat suku bunga
tersebut dan menyesuaikan jumlah kewajiban pembayaran angsuran
DEBITUR dan memberitahukannya secara tertulis kepada DEBITUR 30
(tigapuluh) hari kalender sebelum tanggal penyesuaian efektif berlaku. Atas
perubahan tersebut DEBITUR dengan ini menyatakan setuju dan sepakat
untuk mengikuti penyesuaian tersebut.
48
b. Pasal 2 ayat (10) menjelaskan bahwa, seluruh kewajiban DEBITUR kepada
KREDITUR dapat ditagih seketika dan sekaligus tanpa
pemberitahuan/peringatan/teguran secara tertulis terlebih dahulu kepada
DEBITUR, sehingga suatu peringatan dengan surat juru sita atau surat lainnya
tidak diperlukan lagi, apabila terjadi salah satu keadaan:
1) DEBITUR mengajukan permohonan untuk dinyatakan pailit atau
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang-utangnya
(surseance van betalling) atau debitur digugat pailit oleh pihak manapun
juga.
2) DEBITUR meninggal dunia, kecuali apabila penerima hak/para ahli
warisnya dapat memenuhi seluruh kewajiban DEBITUR dan dalam hal ini
disetujui oleh KREDITUR (klausul ini hanya berlaku untuk DEBITUR
perorangan).
3) DEBITUR ditaruh di bawah pengampuan (under curatele gesteld).
4) DEBITUR lalai membayar angsuran secara penuh pada tanggal yang telah
ditetapkan, atau DEBITUR lalai/tidak memenuhi syarat-syarat dalam
perjanjian ini atau perjanjian /pernyataan lain yang berhubungan dan
merupakan satu kesatuan dengan perjanjian ini dan/atau perjanjian lainnya
yang terpisah dari perjajian ini.
5) Jaminan dialihkan atau dijaminkan kepada pihak ketiga tanpa ijin tertulis
sebelumnya dari KREDITUR, atau disita oleh instansi yang berwenang,
atau hilang, rusak, atau musnah karena sebab apapun juga.
6) DEBITUR tersangkut dalam suatu perkara pidana
7) DEBITUR memberikan suatu data, pernyataan, surat keterangan atau
dokumen yang ternyata tidak benar atau tidak sesuai dengan fakta
sebenarnya dalam atau mengenai hal-hal yang oleh KREDITUR dianggap
penting.
49
8) DEBITUR lalai untuk melengkapi dokumen-dokumen, keterangan-
keterangan/atau data-data yang secara wajar diminta oleh KREDITUR
sesuai dengan perjanjian maupun dalam bentuk lainnya.
9) Pasal 2 ayat (11) huruf (d), menjelaskan bahwa KREDITUR atau
wakilnya berhak untuk setiap waktu, atas beban dan biaya DEBITUR
untuk:
a) Memasuki jaminan tersebut,
b) Memeriksa keadaan jaminan,
c) Melakukan atau menyuruh DEBITUR melakukan sesuai huruf c butir
11 ini jika DEBITUR lalai dan
d) Menempatkan/membuat tanda-tanda pada jaminan yang menunjukan
hak dan kepentingan KREDITUR.
10) Pasal 2 ayat (11) huruf (f), menjelaskan bahwa apabila DEBITUR tidak
melunasi seluruh atau sebagian kewajibannya kepada KREDITUR, maka
KREDITUR berhak dengan ini diberi kuasa dengan hak substitusi oleh
DEBITUR untuk melakukan:
a) Menerima kapanpun jaminan tersebut,
b) Menjual jaminan atas nama DEBITUR melalui pelelangan umum atau
dibawah tangan atau dengan perantara pihak lain dengan harga pasar
yang layak dan dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang
dianggap baik oleh KREDITUR. Setelah jaminan diterima oleh
KREDITUR, KREDITUR berhak untuk melaksanakan penjualan atas
jaminan, setelah itu menghadap kepada siapapun dan dimanapun,
memberikan dan menerima keterangan, membuat/atau menyuruh
membuat akta/atau perjanjian, menandatangani tanda penerimanya,
menyerahkan jaminan kepada yang berhak menerimanya dan
melakukan tindakan tanpa ada yang dikecualikan guna tercapainya
penjualan jaminan tersebut. Uang hasil penjualan jaminan akan
50
dipergunakan untuk biaya yang timbul atas penjualan jaminan,
melunasi pokok pinjaman DEBITUR, melunasi kewajiban lainnya
termasuk bunga dan denda (jika ada). Apabila masih terdapat sisa
uang, maka sisa uang tersebut merupakan hak DEBITUR, sebaliknya
apabila uang hasil penjualan itu tidak cukup untuk melunasi pokok
pinjaman dan seluruh kewajiban lainnya, maka DEBITUR tetap
berkewajiban untuk membayar sisa kewajiban yang masih terutang
kepada KREDITUR selambat-lambatnya dalam waktu satu minggu
setelah pemberitahuan KREDITUR kepada DEBITUR.
11) Pasal 2 ayat (11) huruf (g), menjelaskan bahwa berdasarkan catatan
dan pembukuan KREDITUR, KREDITUR berhak menentukan
seluruh jumlah kewajiban DEBITUR, baik berupa pokok pinjaman,
sisa pokok pinjaman, bunga, denda, biaya pelelangan/penjualan,
honorarium pengacara/kuasa untuk menagih, serta biaya-biaya lain
yang timbul dan menjadi beban DEBITUR berdasarkan perjanjian ini.
DEBITUR dengan ini melepaskan semua haknya untuk mengajukan
keberatan atau tuntutan atas:
a) Penyerahan jaminan,
b) Perhitungan yang diberikan KREDITUR atas hasil penjualan
jaminan dan potongannya,
c) Jumlah kewajiban atau sisa kewajiban bunga,
d) Biaya-biaya lain/atau denda-denda serta ongkos-ongkos yang
bersangkutan dengan penerimaan dan penjualan jaminan
sebagaimana diuraikan diatas.
12) Pasal 2 ayat (12) huruf (a), menjelaskan bahwa KREDITUR berhak
atas pembayaran angsuran, biaya-biaya ataupun denda yang wajib
dibayar (jika ada) oleh DEBITUR secara tepat waktu dan penuh.
51
Selain itu KREDITUR juga berhak atas pemenuhan seluruh kewajiban
DEBITUR berdasarkan perjanjian ini.
13) Pasal 2 ayat (14), menjelaskan bawa KREDITUR berhak untuk
mengalihkan baik sebagian atau seluruhnya hak-hak dan kewajiban-
kewajiban KREDITUR yang timbul dari perjanjian ini kepada pihak
ketiga lainnya termasuk namun tidak terbatas pada PT Bank Danamon
Indonesia Tbk dan DEBITUR dengan ini memberikan persetujuan atas
pengalihan tersebut.
3. Kewajiban Konsumen Perusahaan Pembiayaan selaku DEBITUR
a. Pasal 2 ayat (3), menjelaskan bahwa DEBITUR wajib membayar angsuran,
biaya-biaya termasuk namun tidak terbatas pada biaya administrasi atas
penerimaan angsuran dimanapun dengan sarana apapun serta biaya-biaya
lainnya yang timbul sehubungan dengan perjanjian ini, ataupun denda yang
wajib dibayar (jika ada) secara tepat waktu dan penuh sesuai dengan
perjanjian ini. Apabila pembayaran angsurannya hanya sebagian, maka
pembayaran dianggap belum dilakukan sampai DEBITUR membayar penuh
sesuai nilai angsuran yang ditetapkan dalam perjanjian ini. Apabila tanggal
pembayaran jatuh pada hari libur, maka DEBITUR wajib melakukan
pembayaran angsuran pada hari kerja terakhir sebelum hari libur.
b. Pasal 2 ayat (4), menjelaskan bahwa untuk setiap hari keterlambatan
pembayaran yang wajib dibayar berdasarkan perjanjian ini, maka DEBITUR
dikenakan denda atas jumlah yang tertunggak sebesar 0,5% per hari
keterlambatan untuk fasilitas pembiayaan kendaraan roda dua atau roda tiga
(sepeda motor) dan 0,2% per hari keterlambatan untuk fasilitas pembiayaan
kendaraan roda empat atau lebih (mobil) atau untuk fasilitas pembiayaan
dengan jaminan selain kendaraan bermotor (seperti tanah dan/atau bangunan
dan lain-lain). Denda wajib dibayar seketika dan sekaligus tanpa diperlukan
teguran untuk itu pada saat ditagih.
52
c. Pasal 2 ayat (11) huruf (c), menjelaskan bahwa DEBITUR wajib memelihara
dan mengurus jaminan tersebut sebaik-baiknya dan melakukan pemeliharaan
dan perbaikan atas biaya DEBITUR dan bila ada bagian dari jaminan yang
diganti atau ditambah maka bagian tersebut termasuk dalam penyerahan
jaminan yang dimaksud kepada KREDITUR.
d. Pasal 2 ayat (11) huruf (e), menjelaskan bahwa selama jangka waktu
perjanjian ini, segala beban pajak dan/atau beban lainnya atas jaminan baik
sekarang maupun kemudian hari (bila ada) akan menjadi beban DEBITUR.
Selama jangka waktu perjanjian, DEBITUR wajib mengasuransikan jaminan
dan/atau jasa. Segala kerusakan atau resiko lain pada jaminan, DEBITUR
harus melaporkannya kepada KREDITUR dalam waktu 24 jam setelah
kejadian tersebut berlangsung. Terhadap ketentuan ini tidak dapat dijadikan
alasan untuk tidak melaksanakan atau menunda kewajiban pembayaran
angsuran DEBITUR kepada KREDITUR.
4. Hak Konsumen Perusahaan Pembiayaan selaku DEBITUR
a. Pasal 2 ayat (5), menjelaskan bahwa DEBITUR diperkenankan melakukan
pembayaran dipercepat baik sebagian atau seluruhnya, dengan pemberitahuan
secara tertulis 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal jatuh tempo
pembayaran angsuran berikutnya. Pemberitahuan tertulis tersebut tidak dapat
ditarik kembali dan mengikat DEBITUR.
b. Pasal 2 ayat (12) huruf (b), menjelaskan bahwa DEBITUR berhak menerima
bukti kepemilikan atas jaminan setelah seluruh kewajibannya dilunasi.
Penerapan asas keseimbangan dalam kontrak pembiayaan sangat
diperlukan untuk mewujudkan perjanjian yang saling menguntungkan satu
sama lain. Namun terkadang pada kenyataannya hal tersebut tidak diterapkan
oleh para pelaku usaha, seperti halnya hasil penelitian menunjukan bahwa
dalam kontrak pembiayaan ternyata masih ada beberapa klausula yang tidak
seimbang dan dapat merugikan konsumen, diantaranya adalah:
53
c. Pasal 2 ayat (10)
Dalam pasal ini menjelaskan bahwa, seluruh kewajiban DEBITUR kepada
KREDITUR dapat ditagih seketika dan sekaligus tanpa
pemberitahuan/peringatan/teguran secara tertulis terlebih dahulu kepada
DEBITUR, sehingga suatu peringatan dengan surat juru sita atau surat lainnya
tidak diperlukan lagi apabila terjadi salah satu keadaan seperti yang peneliti
jabarkan sebelumnya, diantaranya adalah “Apabila DEBITUR lalai membayar
angsuran secara penuh pada tanggal yang telah ditetapkan, atau DEBITUR
lalai/tidak memenuhi syarat-syarat dalam perjanjian ini atau perjanjian
/pernyataan lain yang berhubungan dan merupakan satu kesatuan dengan
perjanjian ini dan/atau perjanjian lainnya yag terpisah dari perjajian ini.”
Menurut hasil analisis peneliti, tindakan pelaku usaha di dalam pasal
tersebut tidak sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam norma hukum pasal
1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
“Si berhutang lalai, apabila dengan surat perintah atau dengan sebuah akta
sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini,
menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu
yang ditentukan.”
Jadi di dalam pasal perjanjian ini, pelaku usaha tidak menjelaskan
mengenai surat teguran atau somasi terlebih dahulu kepada konsumen akibat
terjadinya kelalaian dalam membayarkan kembali angsuran dari konsumen
kepada pelaku usaha dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Jadi setelah
adanya surat teguran atau somasi, pelaku usaha baru diperkenankan
menerapkan pasal 1243 KUHPerdata mengenai penggantian biaya, rugi dan
bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan.
Dalam pasal tersebut juga pelaku usaha dianggap telah melakukan
tindakan sepihak dengan cara menagih secara seketika atau sekaligus tanpa
adanya pemberitahuan terlebih dahulu bahkan tanpa adanya peringatan
54
ataupun teguran kepada konsumen. Tindakan sepihak sendiri telah diatur oleh
Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 18
ayat (1) huruf (d) Jo. POJK Nomor 1 tahun 2003 tentang perlindungan
konsumen jasa keuangan Pasal 22 ayat (3) huruf (c). Di dalam peraturan
tersebut, pelaku usaha dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku
pada tiap perjanjian apabila menyatakan pemberian kuasa dari konsumen
kepada pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk
melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang diagunkan oleh
konsumen secara angsuran, kecuali tindakan tersebut dilakukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Namun, pada kenyataannya, setiap keterlambatan pembayaran oleh
konsumen, konsumen akan diberi peringatan terlebih dahulu oleh pelaku
usaha.2 Untuk keterlambatan pembayaran mulai dari 1-2 hari, pelaku usaha
akan memberi peringatan melalui telefon kepada konsumen. Untuk
keterlambatan pembayaran 3-30 hari, pelaku usaha akan melakukan
pengecekan/penagihan dirumah untuk mempertanyakan pembayaran tersebut.
Untuk keterlambatan pembayaran 31-60 hari, pelaku usaha akan melakukan
penagihan ke rumah konsumen disertai dengan surat tugas penarikan. Sampai
keterlambatan 61-120 hari maka pelaku usaha akan melakukan penagihan
melalui mitra kerja (professional kolektor).
Apabila konsumen melakukan pengalihan jaminan atau dijaminkan
kepada pihak ketiga tanpa ijin tertulis sebelumnya dari KREDITUR serta
pindah alamat tanpa konfirmasi kepada pelaku usaha, maka pelaku usaha
dapat langsung menyita jaminan sebelum 31 hari karena konsumen telah
dianggap wanprestasi.3 Menurut peneliti, klausula baku yang terdapat di
dalam pasal 2 ayat (10) diatas memang bertentangan dengan norma hukum
2 Interview Pribadi dengan Karyawan PT Adira Finance Kreo, tanggal 23 Januari 2018.
3 Interview Pribadi dengan Karyawan PT Adira Finance Kreo, tanggal 23 Januari 2018.
55
dan Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal
18 ayat (1) huruf (d) Jo. POJK Nomor 1 tahun 2003 tentang perlindungan
konsumen jasa keuangan Pasal 22 ayat (3) huruf (c). Namun, dalam
aplikasinya pelaku usaha disini melakukan itikad baik dengan cara
memberikan peringatan atau somasi kepada konsumen yang lalai membayar
dan juga membawa surat tugas penarikan resmi apabila konsumen sudah
masuk ke dalam indikasi kredit macet, tidak seperti yang dijelaskan di dalam
pasal tersebut bahwa kewajiban debitur dapat ditagih seketika dan sekaligus
tanpa pemberitahuan/peringatan/teguran secara tertulis terlebih dahulu kepada
DEBITUR, sehingga suatu peringatan dengan surat juru sita atau surat lainnya
mengenai lalainya debitur dalam melakukan pembayaran angsuran secara
penuh pada tanggal yang telah ditetapkan. Jadi, pada intinya klausula baku
yang terdapat di dalam pasal 2 ayat (10) ini masih dapat ditanggulangi dan
tidak akan merugikan konsumen karena konsumen sudah mendapatkan
haknya untuk mendapatkan pemberitahuan terlebih dahulu.
Penjelasan tersebut diperkuat oleh pengakuan dari salah satu konsumen
PT Adira Finance yang peneliti wawancarai, yaitu Ibu Kurnia Rahayu. Ia
pernah melakukan keterlambatan dalam pembayaran kembali kendaraan yang
ia beli di PT Adira Finance selama kurang lebih 1 minggu, namun pelaku
usaha disini tidak langsung menarik kendaraan yang dimilikinya. Sebelumnya
pelaku melakukan teguran pada 2 (dua) hari keterlambatan dan melakukan
penagihan kepada saudari Nia di rumahnya saat ia sudah melakukan
keterlambatan pembayaran selama kurang lebih 1 minggu.4
d. Pasal 2 ayat (11) huruf (e)
Dalam pasal ini menjelaskan bahwa selama jangka waktu perjanjian ini,
segala beban pajak dan/ atau beban lainnya atas jaminan baik sekarang
4 Interview Pribadi dengan Ibu Kurnia Rahayu selaku Konsumen PT Adira Finance, tanggal 20
Februari 2018.
56
maupun kemudian hari (bila ada) akan menjadi beban DEBITUR. Selama
jangka waktu perjanjian, DEBITUR wajib mengasuransikan jaminan dan/
atau jasa. Segala kerusakan atau resiko lain pada jaminan, DEBITUR harus
segera melaporkannya kepada KREDITUR dalam waktu 24 jam setelah
kejadian tersebut berlangsung. Terhadap ketentuan huruf e butir 11 ini tidak
dapat dijadikan alasan untuk tidak melaksanakan atau menunda kewajiban
pembayaran angsuran DEBITUR kepada KREDITUR.
Menurut penulis pasal ini akan merugikan konsumen sebagai debitur di
kemudian hari dan membuat debitur berada di posisi lemah yang membuat
tidak dipenuhinya asas keseimbangan, karena di dalam pasal ini terdapat
kalimat “beban lain atas jaminan baik sekarang maupun dikemudian hari (bila
ada) akan menjadi beban debitur”. Harusnya pelaku usaha menjelaskan secara
rinci beban lain seperti apa, karena di dalam POJK Nomor 1 tahun 2013
tepatnya pada pasal 33 dijelaskan bahwa:
“Pelaku usaha jasa keuangan dilarang mengenakan biaya apapun kepada
konsumen atas pengajuan pengaduan.”
Jadi berdasarkan pasal tersebut apabila konsumen ingin melakukan
pengaduan, maka biayanya bukanlah dibebankan kepada konsumen,
melainkan kewajibannya pelaku usaha. Jadi, pelaku usaha harus lebih
merincikan biaya-biaya yang dimaksud.
Selain itu, di dalam pasal 18 ayat (1) huruf (a), menjelaskan bahwa:
“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila menyatakan
pengalihan tanggung jawab pelaku usaha”
Dalam pasal diatas, menjelaskan bahwa pelaku usaha dilarang
mengalihkan tanggungjawabnya kepada konsumen. Jadi apabila terdapat
beban lain atas jaminan baik sekarang maupun dikemudian hari (bila ada)
57
yang menjadi tanggung jawab pelaku usaha atau terjadi akibat kelalaian
pelaku usaha, maka konsumen tidak dapat menanggung beban tersebut dan
akan tetap menjadi beban pelaku usaha.
e. Pasal 2 ayat (11) huruf (g)
Dalam pasal ini menjelaskan bahwa berdasarkan catatan pembukuan
KREDITUR, KREDITUR berhak menentukan seluruh jumlah kewajiban
DEBITUR, baik berupa pokok pinjaman, sisa pokok pinjaman, bunga, denda,
biaya pelelangan/penjualan, honorarium pengacara/kuasa untuk menagih,
serta biaya-biaya lain yang timbul dan menjadi beban DEBITUR berdasarkan
perjanjian ini,. DEBITUR dengan ini melepaskan semua haknya untuk
mengajukan keberatan atau tuntutan atas: i) penyerahan jaminan; ii)
perhitungan yang diberikan KREDITUR atas hasil penjualan jaminan dan
potongannya; iii) jumlah kewajiban atau sisa kewajiban bunga dan iv) biaya-
biaya lain /denda-denda serta ongkos-ongkos yang bersangkutan dengan
penerimaan penjualan jaminan sebagaimana yang diuraikan diatas.
Menurut penulis pasal ini akan merugikan konsumen sebagai debitur
dikemudian hari dan membuat debitur berada di posisi lemah yang membuat
tidak dipenuhinya asas keseimbangan Dalam pasal tersebut, menurut peneliti
pelaku usaha telah melanggar Pasal 29 POJK-PKSJK, yaitu:
“Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian
Konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus,
pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja
untuk kepentingan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.”
Jadi, apabila pelaku usaha melakukan kesalahan dalam penghitungan
atau kesalahan apapun terkait kegiatan yang dilakukan oleh pengurus,
pegawai perusahaan maupun pihak ketiga yang bertindak atas nama
perusahaan dan hal tersebut merugikan konsumen, maka konsumen berhak
58
mengajukan keberatan dan meminta pertanggungjawaban tersebut kepada
pelaku usaha.
Selain itu, pelaku usaha juga tidak menerapkan asas keseimbangan dimana
konsumen dipaksa untuk melepaskan semua haknya untuk mengajukan
keberatan atau tuntutan atas: i) penyerahan jaminan; ii) perhitungan yang
diberikan KREDITUR atas hasil penjualan jaminan dan potongannya; iii)
jumlah kewajiban atau sisa kewajiban bunga dan iv) biaya-biaya lain /denda-
denda serta ongkos-ongkos yang bersangkutan dengan penerimaan penjualan
jaminan sebagaimana yang telah diuraikan diatas.
Selain tidak menerapkan asas keseimbangan, pelaku usaha juga tidak
mempertimbangkan asas kepastian hukum yang dijelaskan dalam UUPK. Di
dalam pasal ini, konsumen tidak diberikan keadilan untuk mengajukan
keberatan atau tuntutan terhadap tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Sedangkan di dalam UUPK menjelaskan mengenai asas kepastian hukum
yang dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum
dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen,
serta negara menjamin kepastian hukum.
Selain itu di dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat (2) juga menjelaskan
bahwa:
“Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan yang
khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan.”
Jadi, disini posisi antara konsumen dan pelaku usaha tidak seimbang
dimana konsumen hanya bisa menerima dan mentaati klausula yang dibuat
oleh pelaku usaha untuk melepaskan semua haknya untuk mengajukan
keberatan dan tuntutan. Harusnya konsumen dapat mengajukan keberatan atau
tuntutan apabila memang pelaku usaha terbukti melakukan kesalahan dalam
menentukan jumlah kewajiban DEBITUR, baik berupa pokok pinjaman, sisa
59
pokok pinjaman, bunga, denda, biaya pelelangan/penjualan, honorarium
pengacara/kuasa untuk menagih, serta biaya-biaya lain yang timbul.
Selain hak dan kewajiban yang peneliti paparkan diatas, masih
terdapat beberapa klausula yang tidak seimbang dan memberatkan konsumen,
diantaranya adalah:
1) Pasal 2 ayat (4)
Dalam pasal ini menjelaskan bahwa untuk setiap hari keterlambatan
pembayaran yang wajib dibayar berdasarkan perjanjian ini, maka
DEBITUR dikenakan denda atas jumlah yang tertunggak sebesar 0,5%
(nol koma lima persen) per hari keterlambatan untuk, fasilitas pembiayaan
kendaraan roda dua atau roda tiga (sepeda motor) dan 0,2% (nol koma dua
persen) per hari keterlambatan untuk fasilitas pembiayaan kendaraan roda
empat atau lebih (mobil) untuk fasilitas pembiayaan dengan jaminan
selain kendaraan bermotor (seperti tanah dan/ atau bangunan dan lain-
lain). Denda wajib dibayar seketika dan sekaligus tanpa diperlukan
teguran untuk itu pada saat ditagih.
Dilihat dari klausula pasal tersebut, menurut peneliti pasal diatas jelas
akan menguntungkan pelaku usaha yang tujuannya melindungi mereka
dari para konsumen agar konsumen membayar tepat pada waktunya serta
mencegah konsumen untuk menunggak angsuran setiap bulannya.
Sedangkan konsumen akan sangat dirugikan dengan tidak adanya teguran
terlebih dahulu saat mereka melakukan keterlambatan pembayaran.
Namun, dalam prakteknya pelaku usaha dan konsumen dapat
bernegosiasi terhadap jumlah denda yang ditanggung oleh konsumen,
bahkan konsumen dapat tidak dikenakan denda sama sekali dengan syarat
histori pembayaran konsumen di bulan-bulan sebelumnya lancar atau
dengan pertimbangan lainnya. Hal ini dapat dilakukan apabila konsumen
60
melakukan itikad baik dengan cara mengajukan keberatan tersebut kepada
pelaku usaha.5
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dari salah satu responden
yang peneliti wawancarai yaitu Ibu Maryam yang merupakan konsumen
dari PT Adira Finance, ia telah melakukan keterlambatan pembayaran
angsuran dan dikenakan denda untuk setiap hari keterlambatannya itu. Ia
baru pertama kali melakukan keterlambatan pembayaran, karena bulan-
bulan sebelumnya ia selalu membayar tepat pada waktunya. Ia mengaku
alasan ia telat melakukan pembayaran karena perusahaan tempat ia
bekerja terlambat memberikan gaji. Karena menumpuknya denda yang
harus ia bayar, ia mendatangi PT Adira Finance untuk melakukan
permohonan pengurangan denda dengan menceritakan alasan mengapa ia
bisa sampai terlambat membayar angsuran. Setelah ia menceritakan alasan
mengapa ia terlambat melakukan pembayaran, maka dengan beberapa
pertimbangan yang dilakukan oleh PT Adira Finance diantaranya karena
adanya itikad baik dari konsumen untuk melakukan pembayaran dengan
tepat waktu di bulan-bulan sebelumnya, maka PT Adira Finance
melakukan pengurangan denda sebesar 40% dari jumlah semua denda
yang ia terima.6
Jadi, menurut peneliti dalam Pasal 2 ayat (5), PT Adira Finance selaku
pelaku usaha telah menerapkan asas keseimbangan dimana konsumen
dapat menyampaikan keluhan atau dapat menegosiasikan jumlah denda
yang ia terima. Bahkan pelaku usaha disini dapat menghapuskan denda
tersebut dengan beberapa pertimbangan.
5 Interview Pribadi dengan Saudara Iwan selaku Karyawan PT Adira Finance Kreo, tanggal
23 Januari 2018.
6 Interview Pribadi dengan Ibu Maryam selaku Konsumen PT Adira Finance, tanggal 23
Februari 2018.
61
B. Upaya Hukum Konsumen terhadap Perusahaan Pembiayaan yang Tidak
Menerapkan Asas Keseimbangan
Perjanjian pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor pada prakteknya
dilakukan dalam bentuk perjanjian baku yang berisi klausula-klausula yang bersifat
membatasi tanggung jawab (klausula eksonerasi) penjual terhadap kewajiban yang
seharusnya telah ditentukan dan dijamin pemenuhannya oleh hukum positif.
Perjanjian baku yang berisi klausula-klausula baku tersebut dibuat oleh penjual untuk
melindungi kepentingannya tanpa mempertimbangkan perlindungan kepentingan
konsumen yang seharusnya dilindungi dan dijamin.
Dalam pasal 1 ayat (1) UUPK, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Sedangkan dalam POJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang perlindungan konsumen sektor
jasa keuangan, perlindungan konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen
dengan cakupan perilaku pelaku usaha jasa keuangan. Tujuan dari adanya
perlindungan konsumen adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
kemandirian masyarakat, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam menuntut
hak-haknya, menciptakan unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi,
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab terhadap konsumen serta
meningkatkan kualitas barang maupun jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang atau jasa, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan konsumen.
Pemberian kebebasan kepada para pihak oleh KUHPerdata dalam menentukan
bentuk dan isi perjanjian yang mengikat di antara para pihak tersebut melalui asas
kebebasan berkontrak tidak boleh menciptakan suatu ketidakseimbangan yang dapat
menimbulkan kerugian pada pihak konsumen dan membuat konsumen berada di
posisi yang lemah. Dengan demikian pemberlakuan Pasal 18 UUPK dan Pasal 22
POJK PKSJK yang membatasi pencantuman klausula baku dengan melarang
62
beberapa bentuk klausula baku harus dijadikan patokan oleh pelaku usaha dalam
membuat perjanjian baku yang akan mengikat para pihak. Perjanjian pembiayaan
konsumen kendaraan bermotor yang telah dibuat sebelum lahirnya UUPK dan POJK
PKSJK harus terlebih dahulu disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan di dalam
UUPK seperti yang dijelaskan di dalam Pasal 18 ayat (4) UUPK.
Apabila konsumen merasa dirugikan dan terjadi sengketa dalam hal tidak
dipenuhinya asas keseimbangan, maka konsumen dapat mengadukannya kepada
pelaku usaha terlebih dahulu untuk di musyawarahkan di putuskan maksimal 20 hari
dan di dalam POJK-PKSJK pelaku usaha wajib melaksanakan mekanisme pelayanan
dan penyelesaian pengaduan bagi konsumen tanpa dikenakan biaya. Apabila setelah
melakukan pengaduan dan menjalankan mekanisme pelayanan dan penyelesaian
pengaduan tidak mencapai kesepakatan, maka konsumen dapat melakukan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan ataupun melalui pengadilan.
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk
mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang
kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
Apabila melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, maka konsumen
dapat melakukannya melalui lembaga alternative penyelesaian sengketa yang berupa
BPSK (Badan Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan) yang dibentuk oleh
pemerintah. Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan
paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.
Selain melakukan penyelesaian sengketa melalui lembaga alternative penyelesaian
sengketa, konsumen juga dapat menyampaikan permohonan pengaduan kepada
Otoritas Jasa Keuangan untuk memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang
dirugikan oleh pelaku usaha.
63
Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Jadi menurut peneliti, meskipun mayoritas pasal yang terdapat di dalam
perjanjian pembiayaan PT Adira Finance menerapkan asas keseimbangan, tetap
terdapat dua pasal yang tidak menerapkan asas keseimbangan dimana konsumen
dipaksa untuk melepaskan haknya untuk menuntut dan mengajukan keberatan
terhadap keputusan pelaku usaha dan tidak ada negosiasi di dalamnya.
C. Analisa Peneliti mengenai Penerapan Asas Keseimbangan di dalam Perjanjian
dan Perlindungan Hukum terhadap Konsumen
Di dalam perjanjian pembiayaan untuk kendaraan bermotor, PT Adira Finance
selaku pelaku usaha menggunakan perjanjian baku yang hanya dibuat oleh satu pihak
saja yaitu pihak pelaku usaha sendiri. Hal ini memang diperbolehkan namun dilarang
mencantumkan klausula-klausula yang dilarang di dalam undang-undang.
Kenyataannya di dalam perjanjian yang peneliti analisa, masih terdapat pasal-pasal
yang mengandung klausula baku yang dilarang oleh undang-undang dan POJK
sehingga tidak terjadi keseimbangan di dalamnya. Selain melanggar undang-undang
dan POJK, pelaku usaha juga melanggar ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur’an
Surat Al-Hujurat ayat 13, yang berbunyi,
يد وأتن حرم يا أيها الذيي آهىا أوفىا بالعقىد أحلث لكن عام إل ها يتلى عليكن غير هحلي الص بهيوة ال
يحكن ها يريد إى للا
(الهجرات:٣١/٩٤)
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 49/13)
64
Dari ketentuan tersebut, dalam Islam di tunjukkan bahwa semua orang
mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law),
sedangkan yang membedakan kedudukan antara satu dengan yang lainnya di sisi
Allah adalah derajat ketaqwaannya. 7
Jadi dalam ayat al-qur’an ini menganjurkan bagi
para pihak untuk memiliki kedudukan (bargaining position) yang sama dalam
menentukan term and condition dari suatu perjanjian, agar setiap pihak mempunyai
kesetaraan atau kedudukan yang seimbang. Jika hanya salah satu pihak yang
menentukan term and condition, maka ketentuan tersebut tidak diperbolehkan
menimbulkan kerugian kepada pihak lain. Berdasarkan semua pasal mengenai hak
dan kewajiban para pihak dan salah satu pasal lainnya di dalam perjanjian baku yang
sudah peneliti paparkan sebelumnya, terlihat jelas bahwa pihak yang dominan adalah
PT Adira Finance selaku pelaku usaha, sehingga terdapat perbedaan posisi para pihak
ketika perjanjian baku tersebut diadakan dimana konsumen berada diposisi yang
lemah.
Dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor di PT Adira
Finance yang telah diteliti oleh peneliti, ternyata masih terdapat beberapa pasal yang
secara prinsip melanggar ketentuan yang terdapat dalam UUPK dan POJK PKSK,
diantaranya adalah:
1. Pasal 2 ayat (10), “Seluruh kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR dapat
ditagih seketika dan sekaligus tanpa pemberitahuan/peringatan/teguran secara
tertulis terlebih dahulu kepada DEBITUR, sehingga suatu peringatan dengan surat
juru sita atau surat lainnya tidak diperlukan lagi apabila terjadi salah satu keadaan
seperti yang peneliti jabarkan sebelumnya, diantaranya adalah “Apabila
DEBITUR lalai membayar angsuran secara penuh pada tanggal yang telah
ditetapkan, atau DEBITUR lalai/tidak memenuhi syarat-syarat dalam perjanjian
ini atau perjanjian /pernyataan lain yang berhubungan dan merupakan satu
7 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (konsep, regulasi, dan
implementasinya), h. 33
65
kesatuan dengan perjanjian ini dan/atau perjanjian lainnya yag terpisah dari
perjajian ini.””
2. Pasal 2 ayat (11) huruf (e), “Selama jangka waktu perjanjian ini, segala beban
pajak dan/ atau beban lainnya atas jaminan baik sekarang maupun kemudian hari
(bila ada) akan menjadi beban DEBITUR. Selama jangka waktu perjanjian,
DEBITUR wajib mengasuransikan jaminan dan/ atau jasa. Segala kerusakan atau
resiko lain pada jaminan, DEBITUR harus segera melaporkannya kepada
KREDITUR dalam waktu 24 jam setelah kejadian tersebut berlangsung. Terhadap
ketentuan huruf e butir 11 ini tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak
melaksanakan atau menunda kewajiban pembayaran angsuran DEBITUR kepada
KREDITUR.”
3. Pasal 2 ayat (11) huruf (g), “Berdasarkan catatan pembukuan KREDITUR,
KREDITUR berhak menentukan seluruh jumlah kewajiban DEBITUR, baik
berupa pokok pinjaman, sisa pokok pinjaman, bunga, denda, biaya
pelelangan/penjualan, honorarium pengacara/kuasa untuk menagih, serta biaya-
biaya lain yang timbul dan menjadi beban DEBITUR berdasarkan perjanjian ini,.
DEBITUR dengan ini melepaskan semua haknya untuk mengajukan keberatan
atau tuntutan atas: i) penyerahan jaminan; ii) perhitungan yang diberikan
KREDITUR atas hasil penjualan jaminan dan potongannya; iii) jumlah kewajiban
atau sisa kewajiban bunga dan iv) biaya-biaya lain /denda-denda serta ongkos-
ongkos yang bersangkutan dengan penerimaan penjualan jaminan sebagaimana
yang diuraikan diatas.”
4. Pasal 2 ayat (4), “Untuk setiap hari keterlambatan pembayaran yang wajib
dibayar berdasarkan perjanjian ini, maka DEBITUR dikenakan denda atas jumlah
yang tertunggak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) per hari keterlambatan
untuk, fasilitas pembiayaan kendaraan roda dua atau roda tiga (sepeda motor) dan
0,2% (nol koma dua persen) per hari keterlambatan untuk fasilitas pembiayaan
kendaraan roda empat atau lebih (mobil) untuk fasilitas pembiayaan dengan
66
jaminan selain kendaraan bermotor (seperti tanah dan/ atau bangunan dan lain-
lain). Denda wajib dibayar seketika dan sekaligus tanpa diperlukan teguran untuk
itu pada saat ditagih.”
Menurut peneliti di dalam empat pasal tersebut jelas melanggar ketentuan yang
terdapat di dalam UUPK dan juga POJK PKSJK dan tentunya akan merugikan
konsumen di kemudian hari. Pasal yang bertentangan dengan peraturan yang ada di
dalam UUPK dan POJK PKSJK membuat tidak terpenuhinya asas keseimbangan
yang di jelaskan di dalam UUPK dan POJK PKSJK. Namun, tidak semua pasal yang
bertentangan tersebut melanggar asas keseimbangan, diantara klausula tersebut pada
kenyataannya atau pada aplikasinya pelaku usaha masih melakukan itikad baik
dengan memberikan kesempatan untuk melakukan negosiasi atau pengurangan denda
wajib dibayarkan oleh debitur walaupun tidak diterapkan pada semua klausula yang
bertentangan.
Dari empat pasal yang melanggar UUPK dan POJK PKSJK tersebut, terdapat 2
pasal yang menurut peneliti tidak melanggar asas keseimbangan, atau dengan kata
lain di dalam perjanjian tersebut pelaku usaha telah menerapkan asas keseimbangan
dalam aplikasinya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya negosiasi para pihak
saat konsumen melakukan kelalaian pembayaran angsuran maupun denda. Selain itu,
untuk penagihan pada kenyataannya pelaku usaha sudah terlebih dahulu melakukan
peneguran kepada konsumen. Tidak seperti yang dituliskan di dalam pasal perjanjian
bahwa untuk menagih seluruh kewajiban maka pelaku usaha tidak memerlukan
peringatan atau teguran terlebih dahulu. Hal tersebut jelas tidak melanggar asas
keseimbangan yang terdapat di dalam UUPK Pasal 2, dimana asas keseimbangan
dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
Jadi, 2 pasal tersebut walaupun di dalam perjanjian pembiayaan konsumen di PT
Adira Finance masih bertentangan dengan UUPK dan POJK PKSJK, namun pada
kenyataannya atau aplikasinya pelaku usaha sudah beritikad baik dengan tetap
67
memberikan hak kepada konsumen untuk bernegosiasi terkait pengurangan beban
pembayaran angsuran dan denda.
Sedangkan, untuk 2 pasal lainnya yaitu pasal 2 ayat (11) huruf (e) dan pasal 11
ayat (2) huruf (g) menurut peneliti ia bukan hanya melanggar ketentuan yang ada di
dalam UUPK dan POJK PKSJK, namun juga melanggar asas keseimbangan dan asas
keadilan karena di dalam perjanjian itu menjelaskan mengenai pembebanan biaya lain
serta pelepasan hak konsumen untuk menuntut dan mengajukan keberatan tanpa
adanya negosiasi lagi dengan konsumen. Jadi, dalam hal ini konsumen hanya bisa
menerima keputusan yang diberikan oleh pelaku usaha. Dengan demikian, tidak
terdapat perlindungan hukum terhadap konsumen dalam hal menuntut dan
mengajukan keberatan atas jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh konsumen.
Apabila konsumen merasa dirugikan dan terjadi sengketa dalam hal tidak
dipenuhinya asas keseimbangan tersebut, maka konsumen dapat mengadukannya
kepada pelaku usaha untuk dilakukan musyawarah dan di dalam POJK-PKSJK
pelaku usaha wajib melaksanakan mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan
bagi konsumen tersebut tanpa dikenakan biaya. Apabila setelah melakukan
pengaduan dan menjalankan mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan tidak
mencapai kesepakatan, maka konsumen dapat melakukan penyelesaian sengketa di
luar pengadilan ataupun melalui pengadilan.
Bagi klausula yang memang sudah jelas melanggar peraturan perundang-
undangan dan sudah tidak bisa di negosiasikan lagi oleh konsumen maka klausula
tersebut menurut pasal 18 ayat (3) dan (4) akan batal demi hukum dan tidak mengikat
para pihak. Pelaku usaha juga wajib menyesuaikan kembali klausula yang
bertentangan tersebut.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa pemaparan pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat
mengambil kesimpulan dan sekaligus sebagai jawaban atas beberapa perumusan
masalah yang penulis berikan.
1. Bahwa penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian pembiayaan konsumen di
PT Adira Finance belum sepenuhnya dilakukan, hal tersebut terlihat dari masih
adanya pasal-pasal yang bertentangan dengan UUPK dan POJK-PKSJK di dalam
perjanjian. Diantara pasal yang belum menerapkan asas keseimbangan dan
bertentangan dengan UUPK dan POJK-PKSJK tersebut ternyata setelah peneliti
teliti lebih lanjut pada aplikasinya PT Adira Finance telah memenuhi asas
keseimbangan dimana konsumen dapat bernegosiasi kepada pelaku usaha terkait
kelalaian pembayaran angsuran beserta denda. Pelaku usaha juga masih beritikad
baik dengan memberikan teguran atau peringatan terlebih dahulu bahkan
pengurangan denda serta penghilangan denda dengan pertimbangan-pertimbangan
tertentu. Namun, tidak semua pasal yang bertentangan tersebut bisa diberlakukan
negosiasi. Karena di dalam 4 pasal tersebut terdapat dua pasal yaitu pada pasal 2
ayat (11) huruf (e) dan pasal 11 ayat (2) huruf (g) yang benar-benar akan
merugikan konsumen dimana konsumen dipaksa untuk melepaskan haknya untuk
menuntut dan mengajukan keberatan dan mengenai pembebanan biaya lain tanpa
adanya negosiasi lagi dengan konsumen. Jadi walaupun hanya terdapat dua pasal
yang tidak menerapkan asas keseimbangan dan melanggar ketentuan yang
terdapat di dalam pasal 18 UUPK Jo. POJK-PKSJK, tetap saja membuat
perjanjian tersebut akan batal demi hukum dan harus menyesuaikannya dengan
undang-undang. Seperti yang dijelaskan di dalam UUPK Pasal 18 ayat (3) dan
(4).
69
2. Bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen apabila mengalami
kerugian dari tidak diterapkannya asas keseimbangan adalah dengan cara
konsumen yang bersangkutan melakukan musyawarah dengan pihak pelaku usaha
tersebut terlebih dahulu dan apabila hal tersebut tidak mencapai kata sepakat
maka konsumen dapat menempuh jalur di luar pengadilan melalui BPSK (Badan
Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan) yang dibentuk oleh pemerintah,
konsumen juga dapat menyampaikan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan
untuk memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh
pelaku usaha. Selain melalui jalur di luar pengadilan konsumen juga dapat
menempuh jalur pengadilan. Untuk jalur pengadilan disini, konsumen dapat
mengajukan gugatan atau keberatan melalui pengadilan negeri.
B. Rekomendasi
Sebagai penutup dari kesimpulan di atas, peneliti akan memberikan rekomendasi
terkait dengan penerapan asas keseimbangan di dalam perjanjian pembiayaan,
sebagai berikut:
1. Peneliti menyarankan kepada PT Adira Finance selaku pelaku usaha untuk lebih
memberikan hak kepada konsumen dalam hal bernegosiasi agar terciptanya
keseimbangan posisi antara konsumen dengan pelaku usaha dan tidak terjadi hal
yang akan merugikan konsumen dikemudian hari.
2. Peneliti menyarankan kepada pemerintah untuk lebih meningkatkan sosialisasi
serta pembinaan kepada masyarakat yang menggunakan jasa perusahaan
pembiayaan mengenai Undang-undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan, karena selama ini masyarakat tidak mengetahui bahwa sebagai
konsumen mereka dilindungi oleh UUPK dan POJK-PKSJK dan pelaku usaha
juga tidak bisa sewenang-wenang terhadap mereka.
3. Peneliti menyarankan kepada OJK untuk lebih meningkatkan pengawasannya
terhadap perusahaan-perusahaan pembiayaan terkait pencantuman klausula baku
70
di dalam perjanjian pembiayaan agar tidak terjadi hal yang akan merugikan
konsumen di kemudian hari.
4. Untuk masyarakat yang menggunakan jasa perusahaan pembiayaan maupun yang
ingin mendapatkan jasa dari perusahaan pembiayaan agar lebih teliti di dalam
membaca isi dari perjanjian, agar konsumen dapat terhindar dari hal-hal yang
merugikan di kemudian hari. Konsumen juga harus berani menuntut hak-hak
yang seharusnya mereka dapatkan
71
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Anshori, Abdul Ghofur, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (konsep, regulasi, dan
implementasinya), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010.
Arifin, Zainal, Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Badrulzaman, Mariam Darus, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001.
Badrulzaman, Mariam Darus, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001.
Budiono, Herlien, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian di Indonesia,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.
Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2003.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia, 1989.
Miru, Ahmad, Hukum Kontrak dan Perancangan kontrak, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007.
Moleong, Lexi J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002.
Muljadi, Kartini dan Gunawarman Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-IV, Jakarta: PT Gramedia
Pusaka Utama, 2008.
Simatupang, Richard Burthon, Aspek Hukum dalam Bisnis, Jakarta: Rineka Cipta,
2003.
Sjahdeini, Sutan remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang
bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti,2009.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Jakarta: Rajawali Pers, 2001
72
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Soesilo, Y.R. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Salemba empat, 2000.
Syaifuddin, Muhammad, Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalamPerspektif
Filsafat, Teori, Dogmatik dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum
Perikatan), Bandung: Mandar Maju, 2012.
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1998.
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Wirdjono, Prodjodikiro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cetakan VII, Bandung: Sumur
Bandung, 1997.
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.01/2006 tentang Perusahaan
Pembiayaan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan
Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomr 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Jurnal
Lawadi Aldo Agustinus, Achmad Busro, Ery Agus Priyono, “Tinjauan Yuridis
terhadap Perjanjian Pembiayaan Kendaraan Bermotor Roda Empat pada
Lembaga Pembiayaan PT BCA Finance”, Jurnal Hukum Diponegoro, Vol 5,
No 23, tahun 2016.
Web
Finance, Adira, “Sekilas Perusahaan”, Artikel diakses pada tanggal 26 Januari 2018
dari https://adira.co.id/sekilas-adira-Finance/.
Finance, Adira, “Visi, Misi, Filosfi dan Nilai”, Artikel diakses pada tanggal 26
Januari 2018 dari https://adira.co.id/visi-misi-filosofi-dan-nilai/.
Saputra, Yuddy, “Dua Macam Resiko Pembiayaan”, Artikel diakses pada tanggal 6
April 2018 https://yuddysaputra.blogspot.co.id/2011/08/.
73
LAMPIRAN
74
75