54
PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH DAN HUBUNGAN INSISAL PADA PASIEN ORTODONTI LEPASAN DI KLINIK RSGMP FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: UMASUNDARI A/P VIJAN 110600175 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL

VERTIKAL WAJAH DAN HUBUNGAN INSISAL

PADA PASIEN ORTODONTI LEPASAN

DI KLINIK RSGMP FKG USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

UMASUNDARI A/P VIJAN

110600175

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia

Tahun 2017

Umasundari a/p Vijan

Perbedaan Pola Pertumbuhan Skeletal Vertikal Wajah Dan Hubungan Insisal

Pada Pasien Ortodonti Lepasan Di RSGMP FKG USU.

X+ 28 Halaman

Pola pertumbuhan wajah dalam arah vertikal merupakan salah satu komponen

penting yang mempengaruhi perkembangan oklusi. Dimensi vertikal ini dipengaruhi

erupsi gigi geligi permanen dan bergantung pada hubungan vertikal serta horizontal

antara mandibula dengan maksila. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

yang data diolah secara analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional. Tujuan

penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap

hubungan insisal dalam arah vertikal pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di

RSGMP FKG USU. Populasi penelitian ini adalah pasien piranti ortodonsia lepasan

RSGMP FKG USU usia 6-12 tahun dan belum pernah mendapat perawatan ortodonsia.

Sampel penelitian adalah 150 radiografi sefalometri lateral dan dibagi atas kelompok

hiperdivergen, normodivergen dan hipodivergen. Hasil penelitian ini menunjukkan

hasil Uji Anova One Way menunjukkan perbedaan signifikan pada overjet sebesar

p=0.003 dan overbite sebesar p=0.002. Terdapat hubungan antara pola pertumbuhan

vertikal wajah dengan overjet dan overbite pada pasien ortodonti lepasan di RSGMP

FKG USU. Terlihat pola pertumbuhan skeletal wajah memiliki hubungan yang

bermakna terhadap hubungan insisal pada pasien ortodonti lepasan.

Daftar Rujukan : 31 (1965-2015)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadpan tim penguji

pada tanggal 20 November 2017

TIM PENGUJI SKRIPSI

KETUA : Ervina Sofyanti, drg., Sp. Ort

ANGGOTA : 1. Erna Sulistyawati, drg., Sp. Ort (K)

: 2. Aditya Rachmawati,drg.,Sp.Ort

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan

kurniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ‘Perbedaan

Pola Pertumbuhan Skeletal Vertikal Wajah Dan Hubungan Insisal Pada Pasien

Ortodonti Lepasan Di Klinik RSGMP FKG USU’ sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua

saya, yaitu Vijan Mariappan dan Anjali Devi Paramasivan, adik tercinta Segar Vijan

dan Nandini Vijan yang selalu ada untuk mendukung dan mendoakan penulis dalam

mengerjakan skripsi ini sehingga semakin termotivasi dalam pengerjaannya. Dalam

penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat banyak bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa

terima kasih kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., MKes., Sp.RKG (K) sebagai Dekan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp. Ort (K) sebagai Ketua Departemen

Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan

sebagai penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulis.

3. Aditya Rachmawati, drg., Sp.Ort., sebagai Koordinator Skripsi

di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

Utara dan sebagai penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk

penulis.

4. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort (K) sebagai pembimbing yang

telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan kesabaran untuk membimbing,

diskusi, dan memberi saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

5. Putri Welda Utami R, drg., MDSc, Sp.Pros sebagai dosen

pembimbing akademik atas motivasi dan bantuannya kepada penulis selama

masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ortodonsia

Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan motivasinya.

7. Teman-teman terkasih Renuka Kunasehkarin, Geethajini

Ganesan dan Meylia Lestari yang selalu ada dalam membantu dan memberi

semangat kepada penulis sehingga penulis termotivasi dalam menyusun

skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan

dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan semoga skripsi ini

dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara, pengembangan ilmu, dan masyarakat dtentang hubungan

asimetri mandibula dan pola pertumbuhan vertikal wajah.

Medan,20 November 2017

Penulis,

Umasundari a/p Vijan

NIM: 110600175

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN TIM PENGUJI

KATA PENGANTAR ................................................................................. iv

DAFTAR ISI ................................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Maloklusi ............................................................................................ 5

2.1.1 Maloklusi Dental ........................................................................ 5

2.1.1.1 Klas I Angle .......................................................................... 5

2.1.1.2 Klas II Angle .............................................................. 6

2.1.1.3 Klas III Angle ............................................................. 6

2.1.1.4 Hubungan Insisal ...................................................................... 7

2.1.2 Maloklusi Skeletal ....................................................................... 8

2.1.2.1 Pola Pertumbuhan Wajah Dalam Arah Sagital ........................ 8

2.1.2.2 Pola Pertumbuhan Wajah Dalam Arah Vertikal ..................... 9

2.2 Analisis Studi Model .......................................................................... 10

2.3 Analisisis Radiografi ......................................................................... 10

2.4 Hubungan Insisal Dengan Pola Pertumbuhan

Wajah Dalam Arah Vertikal............................................................. 12

2.5 Kerangka Teori................................................................................... 13

2.6 Kerangka Konsep ............................................................................... 14

Bab 3 Metode Penelitian

3.1 Jenis Penelitian ................................................................................... 15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

3.2 Lokasi Dan Waktu.............................................................................. 15

3.3 Populasi Dan

Sampel

................................................................................................................

15 ............................................................................................................

3.4 Variabel Dan Definisi Operasional .................................................... 16

3.4.1 Variabel ..................................................................................... 16

3.4.2 Definisi Operasional.................................................................. 17

3.5 Alat Dan Bahan .................................................................................. 17

3.5.1 Alat ............................................................................................ 17

3.5.2 Bahan ........................................................................................ 18

3.6 Prosedur Penelitian............................................................................. 19

3.7 Pengolahan Data................................................................................. 19

3.8 Analisis Data ...................................................................................... 20

Bab 4 Hasil Penelitian ................................................................................. 21

Bab 5 Pembahasan ...................................................................................... 25

Bab 6 Kesimpulan Dan Saran .................................................................... 28

6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 28

6.2 Saran ........................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai rata-rata overjet dengan sefalometri dan model studi

2. pasien di RSGMP USU dengan uji-t ....................................................21

3. Nilai rata-rata overbite dengan sefalometri dan model studi

4. Pasien di RSGMP USU dengan uji-t ...................................................22

5. Overjet berdasarkan tipe pertumbuhan wajah ......................................22

6. Overbite berdasarkan tipe pertumbuhan wajah ....................................23

7. Rerata overjet berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal wajah

dengan uji one way anova ....................................................................24

8. Rerata overbite berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal wajah

dengan uji one way anova ...................................................................24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Maloklusi Klas I, Klas II dan Klas III Angle ......................................... 7

2. Pengukuran Overbite/Overjet..................................................................8

3. Sudut MP-SN ..........................................................................................9

4. Panaromik ............................................................................................11

5. Sefalometri lateral ................................................................................11

6. Alat dan Bahan ......................................................................................18

7. Metode Penelitian .................................................................................19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Ethical Clearance

2. Jadwal Pelaksaan Penelitian

3. Rincian Biaya Penelitian

4. Hasil Data Penelitian

5. Hasil Uji Statistik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Definisi ortodonsia menurut American Board of Orthodontics (ABO) dan

diadopsi oleh American Association of Orthodontists adalah salah satu cabang ilmu

dalam kedokteran gigi yang bertanggungjawab terhadap studi pertumbuhan dan

perkembangan gigi serta struktur anatomi yang berkaitan sejak lahir sampai dewasa.

Prosedur pencegahan, perbaikan, dan penyimpangan gigi yang memerlukan reposisi

gigi dengan cara fungsional dan mekanis untuk membangun oklusi normal dan kontur

wajah yang menyenangkan. Dalam bidang kedokteran gigi dimensi vertikal

merupakan salah satu topik yang sering dibahas. Dimensi vertikal adalah jarak antara

titik pada maksila dan titik pada mandibula dimana gigi berada dalam oklusi. Dimensi

vertikal merupakan salah satu komponen penting dalam perawatan ortodonsia karena

fungsi mastikasi, pengucapan dan estetika wajah bergantung pada hubungan vertikal

antara mandibula dengan maksila. Teknik penentuan dimensi vertikal wajah diukur

melaluibanyak cara antaranya adalah metode bicara, analisis fotografi, pengukuran

wajah dan secara intra oral merupakan radiografi sefalometri, baik dalam arah frontal

maupun lateral.1-4

Maloklusi merupakan penyimpangan dari oklusi normal. Maloklusi dapat

dinilai dalam arah sagital, vertikal, dan transversal. Etiologi maloklusi yang

melibatkan kelainan dalam arah vertikal skeletal merupakan masalah yang kompleks.

Kombinasi yang terjadi: pertumbuhan yang berlebihan atau berkurang dari satu atau

lebih segmen alveolar, pertumbuhan ramus dan basis kranial posterior yang berlebihan

memungkinkan rotasi mandibula ke atas sehingga memanjang panjang ramus dan

corpus mandible memendek serta sudut gonial yang menurun, basis rahang atas dan

bawah yang konvergen dan pola pertumbuhan horizontal atau rotasi ke depan atau

rotasi lawan arah jam dari rahang bawah.1 Berbagai klasifikasi diusulkan oleh peneliti

yang berbeda berdasarkan hasil yang ditemukan pada saat pemeriksaan klinis dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

dilihat hubungan. Klasifikasi maloklusi sangat penting bagi pemeriksaan klinis

kedokteran gigi karena menandakan identitas suatu maloklusi yang berkaitan dengan

diagnosis dalam penyusunan rencana perawatan yang tepat.4-6

Pada umumnya, radiografi sefalometri lateral digunakan untuk menganalisis

perubahan dimensi vertikal dan sagittal maksila dan mandibula. Dalam analisis

dimensi vertikal, sudut MP-SN menurut Steiner dipergunakan untuk melihat pola

pertumbuhan wajah. Pola pertumbuhan wajah dalam arah vertikal dibagi menjadi tiga

tipe, yaitu hipodivergen, normodivergen dan hiperdivergen. Nilai normal rata-rata

sudut MP-SN adalah 32°. Bila sudut MP-SN lebih kecil dari normal, berarti pola

pertumbuhan wajah ke arah depan dan berlawanan arah jarum jam sehingga wajah

terlihat lebih pendek (hipodivergen) sedangkan bila sudut MP-SN lebih besar dari

normal, berarti pola pertumbuhan wajah ke arah bawah dan searah jarum jam

asehingga wajah terlihat lebih panjang (hiperdivergen). Schudy menyatakan bahwa

inklinasi bidang mandibula merupakan indikator yang baik dalam menentukan rotasi

mandibula. Sudut MP-SN yang kecil mengindikasikan mandibula rotasi ke depan,

sedangkan sudut yang besar mengindikasi mandibula rotasi ke belakang. Bjork

menunjukkan batas bawah mandibula mengalami perubahan sehingga menutupi rotasi

rahang. Isaacson dkk., dalam studi yang dilakukannya menyatakan orang dengan besar

sudut MP-SN yang lebih kecil dari 26° tergolong hipodivergen dan sudut lebih besar

dari 38° tergolong tipe hiperdivergen.7-8

Beberapa penelitian telah menetapkan pedoman dalam diagnosis dan

penyusunan rencana perawatan pada kasus overjet yang besar dan overbite yang

dalam. Perubahan overbite tergantung pada proses perubahan alveolar. Variasi

overbite sulit untuk diprediksi di fase awal gigi desidui atau gigi campuran. Jika

overbite tidak dirawat selama periode pertumbuhan individu, ini akan menimbulkan

gangguan fungsional yang serius, abrasi patologis, masalah gangguan sendi rahang

dan mengganggu fungsi pengunyahan. Perubahan overjet tergantung pada pengeseran

garis median, bentuk lengkung gigi dan erupsi gigi. Perbaikan overbite dan overjet

sangat diperlukan karena mempengaruhi estetika wajah dan kesehatan gigi individu.9-

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Sasso dkk., (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

karakteristik open bite berdasarkan kajian sefalometri pada pola erupsi gigi. Tujuan

dari penelitian ini untuk membandingkan pola dental pasien dengan maloklusi

anterior open bite terhadap individu overbite normal pada subjek usia 7 hingga 10

tahun dengan menggunakan sefalometri lateral, radiografi panoramik dan studi model.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada

inklinasi dataran oklusal dan posisi gigi insisivus rahang atas dan rahang bawah, serta

sudut inklinasi insisal maksila dan mandibula berbeda secara statistik antara pasien

dengan anterior open bite dengan individu overbite normal, yang menunjukkan bahwa

anterior open bite mungkin berasal dari kelainan dental. Pada penelitian Patel dan

Sharma (2013) untuk mengetahui overbite pada maloklusi klas II divisi 1 dan klas II

divisi 2 Angle melalui evaluasi dentoalveolar dan skeletal. Hasil penelitian

menunjukan bahwa sudut mandibula (MP-SN) lebih kecil pada kasus Klas-II div.1

dibandingkan dengan kasus Klas-II div.2.11-12

Berdasarkan penelusuran kepustakaan diatas, terlihat bahwa pola skeletal

wajah vertikal mempunyai hubungan yang erat dengan pertumbuhan insisal

berdasarkan kajian sefalometri. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian

tentang hubungan skeletal wajah vertikal terhadap hubungan insisal (kajian

sefalometri) pada pasien yang sedang dalam tahap tumbuh kembang dirawat di

RSGMP FKG USU.

1.2 Rumusan Masalah

1.Bagaimana perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap overjet

pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP FKG USU?

2. Bagaimana perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap overbite

pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP FKG USU?

3. Bagaimana perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap hubungan

insisal dalam arah vertikal pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP

FKG USU?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk

1. Mengetahui perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap overjet

pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP FKG USU.

2. Mengetahui perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap overbite

pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP FKG USU.

3. Mengetahui perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap hubungan

insisal dalam arah vertikal pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP

FKG USU.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Membantu menegakkan diagnosis dan rencana perawatan ortodonsia

yang tepat sehingga dapat dilakukan antisipasi terhadap pola pertumbuhan skeletal

vertikal wajah.

2. Sebagai panduan untuk melakukan penelitian lanjutan.

3. Sebagai informasi bagi masyarakat bahwa pola pertumbuhan skeletal

vertikal wajah dapat mempengaruhi perkembangan maloklusi yang dimilikinya

apabila tidak dirawat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Maloklusi

Maloklusi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan ketidakteraturan oklusi

dalam pertumbuhan gigi geligi. Terdapat dua jenis maloklusi dalam arah vertikal yaitu

gigitan dalam (deep bite) dan gigitan terbuka (open bite). Deep bite terjadi bila jarak

vertikal antara gigi maksila dan mandibula lebih dari normal, sementara open bite

terjadi bila tidak ada kontak antara gigi maksila dan mandibula ketika pasien berada

dalam oklusi sentris.1 Maloklusi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu

skeletal, dental dan fungsional. Maloklusi tipe skeletal terjadi karena gangguan

pertumbuhan dan perkembangan rahang yang menyebabkan hubungan maksila dan

mandibula terhadap tulang yang tidak harmonis. Analisis sefalometri dari pemeriksaan

penunjang yaitu radiografi sefalometri, seperti radiografi sefalometri lateral atau

sefalometri antero-posterior. Analisis hubungan gigi, kranium, dan jaringan lunak

dalam perawatan ortodonsia umumnya menggunakan radiografi sefalometri lateral.4-6

2.1.1 Maloklusi Dental

Edward Angle memperkenalkan klasifikasi maloklusi pada tahun 1899.

Klasifikasi ini tetap digunakan setelah lebih dari 100 tahun karena kemudahan

aplikasinya. Menurut Angle, molar pertama maksila dan mandibula adalah kunci

oklusi. Klasifikasi Angle dibagi tiga yaitu Klas I Angle, Klas II Angle dan Klas III

Angle.1

2.1.1.1 Klas I Angle

Ciri utama Klas I Angle adalah relasi molar Klas I dimana puncak tonjol

mesiobukal gigi molar pertama permanen maksila berada pada groove bukal molar

pertama permanen mandibula, dengan satu atau lebih gigi anterior malposisi, crowding

atau spacing. Maloklusi yang sering ditemukan di sini adalah ketidakteraturan gigi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

anterior mandibula, kaninus maksila lebih erupsi ke arah bukal, rotasi insisivus dan

pergeseran gigi akibat kehilangan gigi (Gambar 1).1

2.1.1.2 Klas II Angle

Molar pertama permanen maksila terletak lebih ke mesial daripada molar

pertama permanen mandibula atau puncak tonjol mesiobukal gigi molar pertama

permanen maksila letaknya lebih ke anterior daripada groove bukal gigi molar pertama

permanen mandibula (Gambar 1).1,13.

a. Klas II divisi 1

Pada maloklusi ini, terdapat proklinasi insisivus atas yang sering ditemukan

bibir atas hipotonus, pendek dan tidak dapat menutup sempurna. Bentuk lengkung

rahang berbentuk ‘V’.

b. Klas II divisi 2

Maloklusi tipe menunjukkan relasi molar Klas II Angle dengan ciri-ciri

inklinasi insisivus sentralis atas ke lingual dan inklinasi insisivus lateral ke labial.

Overbite yang dalam dan bentuk lengkung rahang seperti huruf ‘U’ sering ditemukan

pada pasien ini.

Apabila dilihat dari kesimetrisan klasifikasi molar antara sisi kanan dan kiri,

maka dikenal maloklusi Klas II subdivisi yang ditandai dengan relasi molar Klas II

pada satu sisi dan relasi molar Klas I pada sisi yang lain. 1,13

2.1.1.3 Klas III Angle

Pada Klas III Angle, gigi molar pertama permanen maksila terletak lebih ke

distal dari gigi molar pertama permanen mandibula atau puncak tonjol mesiobukal gigi

molar pertama permanen maksila letaknya lebih ke posterior dari groove bukal gigi

molar pertama permanen mandibula (Gambar 1). Klas III terbagi dua, yaitu True Class

III dan Pseudo Class III.1,14

a) True Class III. Maloklusi ini merupakan maloklusi tipe skeletal yang

disebabkan faktor genetik. Maloklusi ini dapat disebabkan oleh ukuran mandibula

yang besar, mandibula yang terletak lebih ke anterior, maksila yang kecil atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

retroposisi. Inklinasi insisivus mandibula lebih ke arah lingual dan terdapat overjet

yang normal, tepi lawan tepi, atau gigitan terbalik anterior.

b) Pseudo Class III. Tipe maloklusi ini terjadi karena faktor habitual, yaitu

pergerakan mandibula ke depan ketika menutup rahang. Maloklusi ini juga dinamakan

sebagai maloklusi klas III ‘postural’ atau ‘habitual´.

Apabila dilihat dari kesimetrisan klasifikasi molar antara sisi kanan dan kiri,

maka dikenal maloklusi Klas III subdivisi yang ditandai dengan maloklusi dimana

terdapat relasi molar Klas III pada satu sisi dan relasi molar Klas I pada sisi yang

lain.1,14

Gambar 1. Klasifikasi maloklusi Angle’s

klas I, klas II dan klas III

2.1.1.4 Hubungan Insisal

Hubungan gigi anterior ditentukan berdasarkan jarak overjet dalam arah

horizontal dan overbite dalam arah vertikal memakai satuan milimeter (mm). Overjet

adalah jarak horizontal antara ujung insisal gigi insisivus rahang atas terhadap bidang

labial gigi insisivus pertama rahang bawah, dan tinggi overbite adalah jarak vertikal

antara ujung insisal rahang bawah sampai ujung insisal rahang atas.1,9-12

a) Overbite

Menurut Graber, istilah overbite adalah tepi insisal maksila menutup secara

vertikal terhadap mandibula dalam keadaan oklusi (Gambar 2). Pada oklusi sentrik

overbite normal adalah 1-3 mm. Gigitan dalam dapat dibedakan atas tipe dentoalveolar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

dan skeletal yang dipengaruhi oleh pola pertumbuhan rahang. Oleh karena itu,

pengendalian overbite harus diperhatikan dalam setiap rencana perawatan.1,9-12,15-19

b) Overjet

Istilah overjet adalah jarak horizontal antara ujung insisal gigi insisivus rahang

atas terhadap bidang labial gigi insisivus pertama rahang bawah. ( Gambar 2). Ukuran

standar untuk overjet adalah 2-4mm.1,9-10,14,17-20

Gambar 2. Overjet dan overbite

2.1.2 Maloklusi Skeletal

Aspek Maloklusi skeletal disebabkan karena abnormalitas pada maksila atau

mandibula. Abnormalitas ini dapat berupa ukuran, posisi, maupun hubungan antara

rahang. Maloklusi skeletal juga dapat terjadi dalam tiga arah yaitu sagital, vertikal,

maupun transversal. Pada arah sagital berupa rahang mengalami prognati ataupun

retrognati. Pada arah vertikal berupa tinggi wajah berkurang atau berlebih. Pada arah

transversal berupa rahang sempit ataupun lebar.1,14

a. Pola Pertumbuhan Wajah Dalam Arah Sagital

Pengerakan sagital pada skeletal wajah adalah maloklusi yang disebabkan

oleh malrelasi antara maksila dan mandibula. Hubungan sagital dibagi dalam tiga Klas

yaitu relasi Klas I skeletal merupakan hubungan yang normal dari maksila dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

mandibula dengan sudut ANB berkisar antara 0-4o, Klas II skeletal apabila sudut ANB

lebih besar dari 4o, dan Klas III skeletal apabila kurang dari 0o .1,14,21-22

b. Pola Pertumbuhan Wajah Dalam Arah Vertikal

Pengukuran morfologi vertikal pada skeletal wajah terbagi dua yaitu bidang

mandibula ke dataran frankfurt (MP:FH) dan bidang mandibula ke sella tursika

(MP:SN). Menurut Down’s, bidang mandibula adalah garis yang menghubungkan titik

gonion dan menton. Sudut MP:FH diperoleh dari perpotongan bidang mandibula (MP)

dan dataran frankfurt (FH). Jika sudut MP:FH meningkat, pola pertumbuhan wajah

cenderung ke arah vertikal atau hiperdivergen. Sudut MP:FH yang tinggi dapat

ditemukan pada wajah retrusif dan protrusif. Nilai ideal dari sudut ini berkisar antara

17o sampai 28o dengan nilai rata-rata 21,9o.1,22

Menurut Steiner, dataran mandibula adalah garis yang ditarik dari titik gonion

dan gnathion. MP:SN adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan dataran mandibula

ke basis kranial anterior (SN) ( Gambar 3 ). Nilai normal rata-rata sudut MP:SN adalah

32° ± 5°. Besar sudut MP:SN mengindikasikan pola pertumbuhan wajah individu.

Nilai sudut MP-SN yang lebih kecil mengindikasikan pola pertumbuhan wajah ke arah

horizontal sedangkan nilai sudut MP:SN yang lebih besar mengindikasikan pola

pertumbuhan wajah ke arah vertikal. 1, 5-8,12,15,22

Gambar 3. Sudut MP-SN

Tipe vertikal wajah menurut Steiner dibagi menjadi 3 yaitu tipe hipodivergen

dengan besar sudut MP:SN< 27°, tipe normodivergen dengan MP:SN 27°-37° dan tipe

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

hiperdivergen dengan MP-SN >37°. Nilai rata-rata sudut ini adalah 32o. Sudut MP-SN

yang kecil mengindikasikan pola pertumbuhan wajah yang cenderung ke arah

horizontal sedangkan sudut MP:SN yang besar menunjukkan pola pertumbuhan wajah

ke arah vertikal. Sudut MP:SN yang berlebih atau kurang menunjukkan pola

pertumbuhan yang tidak menguntungkan dalam menentukan rencana perawatan dan

dapat mempengaruhi hasil akhir perawatan.1,5-8,12,15,22-24

2.2 Analisis Model Studi

Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

menentukan diagnosis ortodonsia dan perencanaan perawatan. Rencana perawatan

yang lengkap dan akurat akan menentukan keberhasilan perawatan.Analisis model

studi secara umum dilakukan dalam tiga dimensi yaitu sagital, transversal, dan

vertikal. Penilaian dalam arah sagital meliputi: hubungan molar pertama, kaninus, dan

insisivus permanen, yaitu maloklusi klas I, klas II, atau klas III Angle; overjet dan

prognasi atau retrognasi maksila maupun mandibula. Penilaian dalam arah transversal

meliputi: pergeseran garis median, asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi.

Penilaian dalam arah vertikal antara lain meliputi: overbite, deepbite, openbite anterior

maupun posterior, serta ketinggian palatum.25-26

2.3 Analisis Radiografi

Radiografi pasien sangat penting bagi seorang dokter gigi untuk melihat

adanya kelainan secara jelas, sehingga dapat membantu dalam hal menentukan

diagnosa serta rencana perawatan. Salah satu teknik foto rontgen gigi ekstraoral adalah

panoramik (Gambar 4 ). Foto panoramik merupakan foto rontgen ekstra oral yang

menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur kranial termasuk mandibula

dan maksila beserta struktur pendukungnya. Hasil radiografi ini dapat digunakan untuk

mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi,

mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma.27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Gambar 4. Panaromik

Teknik foto rontgen gigi ekstraoral yang seterusnya adalah sefalometri lateral

(Gambar 5). Sefalometri lateral dapat membantu evaluasi dimensi vertikal, evaluasi

relasi skeletal antara rahang atas dan bawah serta implan yang akan dipasang, dengan

kemudahan akses pada peralatan dan biaya yang tidak mahal. Dalam melakukan

perawatan ortodonsia diperlukan anamnesa, analisis ekstra oral, analisis intra oral,

analisis model studi, analisis fungsional, analisis kebutuhan ruangan, dan analisis

sefalometri. Analisis sefalometri diperoleh dari pemeriksaan penunjang yaitu

radiografi sefalometri lateral atau antero-posterior. Radiografi sefalometri lateral

umumnya digunakan untuk menganalisis hubungan gigi, kranium dan jaringan lunak

dalam perawatan ortodonsia. Penelitian ini menggunakan sefalometri lateral untuk

menentukan pola pertumbuhan skeletal vertikal wajah dengan hubungan insisal..27-28

Gambar 5. Sefalometri lateral

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

2.4 Hubungan Insisal Dengan Pola Pertumbuhan Wajah Dalam Arah

Vertikal.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Bishara dkk., tentang asimetri gigi dan

wajah menunjukkan bahwa pertumbuhan pada kepala kondilus terjadi dalam arah ke

atas dan ke dalam. Pertumbuhan mandibula dinyatakan sebagai perpindahan ke arah

bawah dan ke depan, yang merupakan contoh translasi utama. Proses translasi ini dan

perubahan kompleks nasomaksilari memungkinkan untuk pertumbuhan faring, lidah

dan struktur lain yang terkait. Pertumbuhan pada kondilus berkompensasi untuk

perpindahan vertikal mandibula dan mengakomodasikan erupsi gigi secara vertikal.

Resorpsi tulang pada batas anterior dan deposisi pada batas posterior dari kedua dua

ramus juga mempengaruhi pertumbuhan anteroposterior dari ramus dan badan

mandibula. Perubahan ini mengakibatkan corpus mandible posterior bertambah

panjang untuk mengakomodikasikan erupsi gigi molar permanen.17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

2.5 Kerangka Teori

Maloklusi

Dental Skeletal

Sefalometri lateral

Vertikal

Analisis model

Fungsional

Transversal Transversal Sagital

Hubungan Insisal

Pola pertumbuhan skeletal

wajah

MP-SN

Vertikal Sagital

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

2.6 Kerangka konsep

Hubungan Insisal

Overjet / Overbite

Pola Pertumbuhan Wajah Arah

Vertikal

MP-SN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengolahan data secara

analitikuntuk mengetahui perbedaan pola pertumbuhan skeletal vertikal wajah dan

hubungan insisal pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP FKG USU.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara pada bulan Oktober 2016 - September 2017.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah pasien yang menggunakan ortodonsia

lepasan di klinik RSGMP FKG USU

Sampel yang digunakan memiliki kriteria inklusi yaitu:

1. Pasien dirawat pada tahun 2016.

2. Pasien berusia 6-12 tahun.

3. Gigi molar pertama telah erupsi sempurna.

4. Gigi insisivus rahang atas dan rahang bawah sudah erupsi sempurna.

5. Pasien belum menjalani perawatan ortodonsia.

Kriteria ekslusi:

1. Rekam medis pasien tidak lengkap

2. Model studi tidak dalam keadaan yang baik.

Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus:

𝑛 =( Z ∝ √Po(1 − Po) + 𝑍𝛽√𝑃𝑎(1 − 𝑃𝑎)) 2

(𝑃𝑎 − 𝑃𝑜) 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Keterangan:

α = 5% (1,96) (derajat kepercayaan, untuk α = 5% maka α = 1.96)

β = 10 (1,284) (derajat kepercayaan untuk, untuk β = 10% maka β = 1.282)

Po = 0.8 standar deviasi (menurut hasil penelitian Osmar.A dkk)

Pa-Po= 20% ( presisi mutlak, dipilih sebesar 20% sehingga = 0.2)

Perhitungan :

𝑛 =(1.96 √0.8(1 − 0.8) + 1.284√0.6(1 − 0.6)) 2

(0.2) 2

n = 0,78 + 0,63

0,04

n = 50

Jadi jumlah sampel minimal pada penelitian ini adalah 50 orang. Sampel minimal

adalah 50 orang per kelompok. Penelitian ini terbahagi 3 kelompok. Total sampel

adalah 150 orang.

3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas: pola skeletal vertikal wajah

2. Variabel tergantung: hubungan insisal (overbite / overjet) / pola vertikal

skeletal

3. Variabel terkendali: radiograf sefalometri lateral dan model gigi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

3.4.2 Defenisi Operasional

No Variabel Definisi

Operasional

Cara

Pengukuran

Hasil

Pengukuran

Skala

Pengukuran

1 Morfologi

vertikal

skeletal

wajah

Pola

pertumbuhan

wajah dalam

arah vertikal

yang diukur

pada sudut MP-

SN

Visual (

pada

sefalometri

lateral)

-Tipe

hipodivergen

dengan sudut

MP-SN < 27°

-Tipe normal

dengan MP-

SN 27°-37°

-Tipe

hiperdivergen

dengan MP-

SN >37°

Nominal

2 Hubungan

insisal

Overjet =

dimana gigi

bawah jauh di

belakang gigi

depan atas.

Overbite =

jarak vertikal

antara insisal

rahang bawah

sampai insisal

rahang atas.

Visual (pada

model studi)

-Overbite

normal = 1-

3mm

- Overjet

normal = 2-

4mm

Numerik

3.5 Alat Dan Bahan

3.5.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Tracing box

2. Penggaris busur

3. Penggaris tiga segi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

4. Penggaris besi

5. Pensil

6. Selotip

7. Jangka

8. Penghapus

3.5.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Model studi (maksila / mandibula)

2. Sefalometri lateral

3. Kertas penapak

Gambar 6. Alat dan bahan penelitian. (A) Tracing box, (B) Jangka, (C) Penghapus, (D)

Penggaris besi, (E) Pensil 2B, (F) Penggaris busur, (G) Selotip, (H) Penggaris segitiga, (I)

Model studi, (J) Sefalometri lateral sebelum perawatan, (K) Kertas penapak.

B A C D

E F

G

H

I

J K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

3.6 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan sefalometri lateral dan model studi pasien yang kualitasnya baik.

2. Mengumpulkan sampel sebanyak 150 model studi (dibahagi pada 3 kelompok)

beserta sefalometrinya untuk analisis.

3. Mengukur overjet/overbite dengan menggunakan jangka dan penggaris pada

setiap model studi dan sefalometri. (Gambar 4)

4. Mengidentifikasi pola morfologi vertikal skeletal wajah. (Gambar 4)

5. Melakukan penapakan sefalogram di atas tracing box dengan sinar lampu pada

kertas penapak yang telah difiksasi ke sefalogram.

6. Memasukkan data pengukuran ke dalam tabel.

7. Mengambil kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan dan tabulasi data.

Gambar 7. Peneliti sedang mengukur overjet/overbite dengan

menggunakan jangka dan penggaris pada 150 model studi dan

sefalometri lateral dan mengidentifikasi pola morfologi vertikal

skeletal wajah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

3.7 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi.

3.8 Analisis Data

Hasil data penelitian hubungan insisal dan pola pertumbuhan vertikal wajah

pada pasien ortodonsia dilakukan dengan menggunakan uji Anova one way untuk

mendapatkan hasil hubungan antara dua kelompok.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah pasien yang sedang dirawat di klinik ortodonsia

RSGMP FKG USU dengan piranti ortodonsia lepasan. Penelitian ini menggunakan

data sekunder berupa sefalometri lateral dan model studi yang telah memenuhi kriteria

sampel.

Tabel 1 menunjukkan nilai rerata overjet pada pasien ortodonsia di RSGMP

FKG USU dengan uji-t. Pengukuran overjet dilakukan pada sefalometri dan model

studi serta diuji secara intra-observer. Berdasarkan hasil uji-t, tidak terdapat perbedaan

yang bermakna antara sefalometri dan model studi dengan nilai p= 0.000 (p < 0.05).

Tabel 1. Nilai rerata overjet dengan sefalometri lateral dan model studi pasien di

RSGMP FKG USU

Overjet N Rerata SD P

Sefalometri Lateral 150 0.55 0.504

0.000* Model Studi 150 0.51 0.501

*Perbedaan bermakna= p < 0.05

Tabel 2 menunjukkan nilai rerata overbite pada pasien ortodonsia di RSGMP

FKG USU dengan uji-t. Pengukuran overbite dilakukan pada sefalometri dan model

studi serta diuji secara intra-observer. Berdasarkan hasil uji-t, tidak terdapat perbedaan

yang bermakna antara sefalometri lateral dan model studi dengan nilai p= 0.000 (p <

0.05).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Tabel 2. Nilai rerata overbite dengan sefalometri lateral dan model studi pasien di

RSGMP FKF USU.

Overbite N Rerata SD P

Sefalometri Lateral 150 0.55 0.507

0.000* Model studi 150 0.40 0.492

*Perbedaan bermakna= p < 0.05

Penilaian overbite dan overjet dari suatu maloklusi dapat ditemukan dari

pemeriksaan model studi dan analisis sefalometri lateral. Pengukuran dilakukan untuk

menguji hasil hubungan insisal antara model studi dan sefalometri lateral. Tidak

ditemukan perbedaan bermakna antara nilai overbite dan overjet pada sefalometri dan

model studi. (Tabel 3 dan Tabel 4)

Tabel 3 menunjukkan overjet berdasarkan tipe pertumbuhan wajah. Hasilnya

menunjukkan 58% (n=29) sampel memiliki overjet normal dan 42% (n=21) sampel

memiliki overjet diluar batas normal pada tipe wajah hiperdivergen. Pada tipe wajah

normodivergen, 46% (n=23) sampel memiliki overjet yang normal dan 54% (n=27)

samepl memiliki overjet diluar batas normal. Pada sampel hipodivergen, 40% (n=20)

sampel memiliki overjet yang normal dan 60% (n=30) sampel memiliki overjet yang

diluar batas normal.

Tabel 3. Overjet berdasarkan tipe pertumbuhan wajah.

Tipe pertumbuhan vertikal wajah N

Overjet

Normal % Tidak

normal %

Hiperdivergen 50 29 58 21 42

Normodivergen 50 23 46 27 54

Hipodivergen 50 20 40 30 60

Total 150 72 48 78 52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Tabel 4 menunjukkan overbite berdasarkan tipe pertumbuhan wajah. Hasilnya

menunjukkan 56% (n=28) sampel memiliki overbite normal dan 44% (n=22) sampel

memiliki overbite diluar batas normal. Pada sampel wajah normodivergen, 44%

(n=22) sampel memiliki overbite yang normal dan 56% (n=28) sampel memiliki

overbite yang diluar batas normal. Pada wajah hipodivergen, 80% (n=40) sampel

memiliki overbite yang normal dan 20% (n=10) sampel memiliki overbite yang diluar

batas normal.

Tabel 4. Overbite berdasarkan tipe pertumbuhan wajah.

Tipe pertumbuhan vertikal wajah N

Overbite

Normal % Tidak

normal %

Hiperdivergen 50 28 56 22 44

Normodivergen 50 22 44 28 56

Hipodivergen 50 40 80 10 20

Total 150 90 60 60 40

Tabel 5 menunjukkan rerata overjet berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal

wajah. Rerata overjet pada sampel hiperdivergen sebesar 2.840 ± 1.955 mm, pada

sampel normodivergen sebesar 3.230 ± 2.063 mm dan hipodivergen, sebesar 1.920 ±

1.145 mm. Hasil uji ANOVA one way menunjukkan perbedaan yang signifikan pada

overjet dan pola pertumbuhan wajah dengan nilai p= 0,003 (p<0,05).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Tabel 5. Rerata Overjetberdasarkan tipe pertumbuhan vertikal wajah.

Overjet N Rata-rata SD p

Hiperdivergen 50 2.840 1.955

0.003* Normodivergen 50 3.230 2.063

Hipodivergen 50 1.920 1.145

Total 150 2.663 1.841

*Perbedaan bermakna= p < 0.05

Tabel 6 menunjukkan rerata overbite berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal

wajah. Rerata overjet pada sampel hiperdivergen sebesar 2.240 ± 1.509 mm, pada

sampel normodivergen sebesar2.530 ± 1.944 mm dan pada sampel hipodivergen

sebesar 1.950 ± 1.397 mm. Hasil uji ANOVA one way menunjukkan perbedaan yang

signifikan pada overbite dan pola pertumbuhan wajah dengan nilai p= 0,002

(p<0,005).

Tabel 6. Rerata Overbite berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal wajah.

Overbite N Rata-rata SD P

Hiperdivergen 50 2.240 1.509

0.002* Normodivergen 50 2.530 1.944

Hipodivergen 50 1.950 1.397

Total 150 2.240 1.640

*Perbedaan bermakna= p < 0.05

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

BAB 5

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan pola pertumbuhan skeletal

vertikal wajah dan hubungan insisal pada pasien yang menggunakan ortodonsia

lepasan. Populasi sampel pada penelitian ini adalah 150 pasien yang dirawat di klinik

ortodonsia RSGMP FKG USU yang berusia 6-14 tahun. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi dimensi vertikal selama tumbuh kembang adalah pertumbuhan ramus,

sudut gonial mandibula dan erupsi gigi.2 Ketiga hal ini dapat dinilai dari sefalometri

lateral. 27-28

Erupsi gigi geligi dapat mempengaruhi overjet dan overbite. Pengukuran

overjet dan overbite pada model studi yang dilakukan oleh Cuoghi. Odkk.,

menunjukkan bahwa overjet tetap konstan (±3mm) mulai erupsi gigi insisivus sentralis

permanen hingga erupsi gigi kaninus permanen atas. Overbite meningkat setelah

erupsi gigi insisivus lateral permanen atas dan tetap konstan sampai erupsi gigi kaninus

karena overbite juga berkaitan dengan erupsi gigi posterior. Pola pertumbuhan skeletal

vertikal pada pasien yang sedang erupsi gigi permanen harus diperhatikan.8 Overjet

dan overbite dapat diukur pada sefalometri lateral dan model studi.11 Pada penelitian

ini dilakukan uji intra-observer untuk melihat perbedaan pengukuran overjet dan

overbite.

Tabel 1 menunjukan nilai rerata overjet dengan sefalometri lateral dan model

studi pasien di RSGMP FKG USU. Tabel 3 menunjukan nilai rerata overbite dengan

sefalometri lateral dan model studi pasien di RSGMP FKG USU. Berdasarkan tabel 1

dan 2, pengukuran overjet dan overbite dilakukan dari sefalometri lateral dan model

studi. Hasil uji-t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara nilai

overbite dan overjet pada sefalometri dan model studi. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Sasso dkk., pada tahun 2006 yang melakukan penelitian di Brazil

untuk mengetahui karakteristik open bite pada pola erupsi gigi dengan 30 sampel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

menggunakan sefalometri lateral dan model studi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara inklinasi bidang oklusal dan posisi

gigi insisivus maksila serta mandibula antara kedua kelompok individu yang

dievaluasi antara pasien dengan anterior open bite dan overbite normal.11 Tabel 5

menunjukan rerata overjet berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal wajah. Berdasarkan

tabel 5 dari seluruh kelompok pola pertumbuhan wajah dalam arah vertikal, tipe

normodivergen mempunyai rerata sebesar (3.230 ± 2.063) mm yaitu lebih besar dari

kelompok hiperdivergen (2.840 ± 1.955) mm dan kelompok hipodivergen (1.920 ±

1.145) mm. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kim dkk., yang melaporkan

perbedaan yang signifikan antara overjet dan pola pertumbuhan wajah berdasarkan

klasifikasi variasi skeletal pada oklusi normal dengan menggunakan 294 sefalometri

lateral dari pasien ortodonsia. Salah satu faktor yang mempengaruhi sudut MP-SN

adalah aksis gigi premolar dan molar bawah terhadap bidang mandibula.6

Tabel 6 menunjukanrerata overbite berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal

wajah. Berdasarkan tabel 6, rerata overbite pada kelompok normodivergen (2.530 ±

1.944) mm lebih besar dari kelompok hiperdivergen (2.240 ±1.509) mm dan kelompok

hipodivergen (1.950 ±1.397) mm. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

Urzal.Vdkk., pada tahun 2014, yang meneliti posisi tulang hyoid dan pola skeletal

vertikal – open bite / deep bite pada 191 sampel. Hasil penelitian Urzal.V dkk.,

menunjukkan bahwa overbite dan deepbite merujuk pola vertikal wajah hiperdivergen

dan hipodivergen masing-masing. Dalam penelitiannya, openbite, deep bite dan

normal bite sesuai dengan pola pertumbuhan skeletal vertikal wajah.15 Pada penelitian

ini pengukuran pola pertumbuhan vertikal wajah dilakukan dengan sefalometri lateral

berdasarkan sudut yang dibentuk bidang mandibula terhadap basis kranial, yaitu

analisis Steiner. Steiner menggunakan sudut MP:SN dalam menentukan pertumbuhan

vertikal wajah. Sudut MP:SN dibentuk oleh pertemuan garis MP (Gonion-Gnathion)

dan SN (Sella-Nasion) manakala pada penelitian Rana.T dkk., menelititentang

hubungan maksila dengan basis kranial pada tipe wajah yang berbeda dari evaluasi

sefalometri pada 120 sampel di India.31

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan yaitu, jika sudut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

MP-SN normal maka ukuran overjet dan overbite dalam batas normal. Jaringan keras

dan lunak dapat mempengaruhi estetika dan stabilitas wajah serta merupakan faktor

yang perlu diperhatikan dalam perawatan ortodonsia untuk mendapatkan wajah yang

ideal.11,25,29,30 Pada perawatan pasien tumbuh kembang yang menggunakan piranti

ortodonsia lepasan harus memperhatikan peninggian gigitan karena dapat

mempengaruhi pertumbuhan mandibula dalam arah vertikal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Pada kelompok hiperdivergen sampel yang memiliki overjet dalam batas

normal sebesar 58% (29 sampel) dan di luar batas normal sebesar 42% (21 sampel).

Pada kelompok normodivergen sampel yang memiliki overjet dalam batas normal

sebesar 46% (23 sampel) dan di luar batas normal sebesar 54% (27 sampel). Pada

kelompok hipodivergen sampel yang memiliki overjet dalam batas normal sebesar

40% (20 sampel) dan di luar batas normal sebesar 60% (30 sampel).

2. Pada kelompok hiperdivergen sampel, yang memiliki overbite dalam batas

normal sebesar 56% (28 sampel) normal dan yang diluar batas normal adalah 44% (22

sampel). Pada kelompok normodivergen sampel yang memiliki overbite normal

sebesar 44% (22 sampel) dan diluar batas normal adalah 56% (28 sampel). Pada

kelompok hipodivergen sampel yang memiliki overbite dalam batas normal sebesar

80% (40 sampel) normal dan diluar batas normal adalah 20% (10 sampel).

3. Pola pertumbuhan skeletal vertikal wajah memiliki perbedaan yang

bermaknaterhadap hubungan insisal pada pasien ortodonsia lepasan.

6.2 Saran

1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut dengan mempertimbangkan hubungan

maloklusi yang dapat mempengaruhi MP-SN.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempertimbangkan pada

maloklusi dalam arah sagital dan transversal yang dapat mempengaruhi MP-SN.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

DAFTAR PUSTAKA

1. Singh G. Textbook of orthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers, 2007: 3-

4.159-166.

2. M. Spear F. Approaches to Vertical Dimension. Advanced Esthetics &

Interdisciplinary Dentistry. 2006; 2 (3):2-12.

3. Igic M. Krunic N. Aleksov L. Kostic M. Igic A. Petrovic M et al. Determination

of vertical dimension of occlusion by using the phonetic vowel “O” and “E”.

Vojnosanit Pregl. 2015; 72 (2):123-131.

4. Natamiharja. UA Lubis. Maloklusi pada remaja usia 12-17 tahun di medan.

Jurnal kedokteran gigi universitas Indonesia.1999; 6(2):26-30.

5. Sreedhar Cvvr C. Baratam S. Deep overbite - A review. Annals and essences

of dentistry. 2009; 1 (1):8-25

6. Kim J. Lee S. Kim T. Nahm D. Chang Y. Classification of the Skeletal

Variation in Normal Occlusion. Angle Orthodontist. 2005; 75 (3):303-311.

7. F.F. Schudy. The rotation of the mandible resulting from growth: its

implication in orthodontic treatment. 1965; 35(1): 36-50.

8. A.l. karisan. Craniofacial growth differences between low ang high MP-SN

angle males: a longitudinal study. The angle orthodontist. 1995; 65(5):341-

350.

9. Cuoghi O. Sella R. Mamede I. de Macedo F. Miranda-Zamalloa Y. de

Mendonça M. Overjet and overbite analysis during the eruption of the upper

permanent incisors. Acta Odontol Latinoam. 2016; 22 (3):221-226.

10. Squire D. Best AM. Steven J. Lindauer. Laskin D M. Determining the limits

of orthodontic treatment of overbite. overjet. and transverse discrepancy: A

pilot study. American Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics.

2006:129 (6): 804-808.

11. Stuani A. Stuani A. Stuani M. Saraiva M. Matsumoto M. Anterior open bite:

cephalometric evaluation of the dental pattern. Brazilian Dental Journal. 2006;

17(1).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

12. V.Patel. R.Sharma P. Anterior Deep Overbite in Angle’s Class II Division-1

and Angles Class II Division- 2— a Dentoalveolar and Skeletal Evaluation.

IJSR - international journal of scientific research. 2013; 2(6):511-514.

13. Echarri P. Treatment of Class II Malocclusions. Ladent. SL: Centro de

Ortodoncia; 2010:6-15.

14. Bittencourt M. Early treatment of patient with Class III skeletal and dental

patterns. Dental Press J Orthod. 2015; 20 (6):97-109.

15. V Urzal. AC Braga. AP Ferreira. Hyoid Bone Position and Vertical Skeletal

Pattern - Open Bite/Deep Bite. OHDM. 2014; 13 (2):341-347.

16. Freudenthaler J. Čelar A. Kubota M. Akimoto S. Sato S et al. Comparison of

Japanese and European overbite depth indicator and antero-posterior dysplasia

indicator values. European Journal of Orthodontics 2012: 114–118.

17. Heikinheimo K . Nyström M . Heikinheimo T. Pirttiniemi P. Pirinen S. Dental

arch width. overbite . and overjet in a Finnish population with normal occlusion

between the ages of 7 and 32 years. European Journal of Orthodontics. 2012:

(34):418-426.

18. Al-Huwaizi AF. Normal Iraqi values of overjet and overbite. J Bagh Coll

Dentistry 2006; 18(1): 80-83.

19. Tonni I. Pregarz M. Ciampalini G. Costantinides F . Bodin C. Overjet and

Overbite Influence on Cyclic Masticatory Movements: A CT Study. 2013: 1-

6.

20. Bendgude V. Correlation between Dental Traumatic Injuries and Overjet

among 11 to 17 years Indian Girls with Angle’s Class I Molar Relation. JCDP.

2012:142-146

21. Sharma R. Sharma K. Mathur A. Preethi N. Agarwal V. Singh S et al.

Comparison of W Angle with Different Angular and Linear Measurements in

Assessment of Sagittal Skeletal Relationship in Class I and Class II Patients in

Jaipur Population - A Cephalometric Study. OHDM. 2015; 14 (3):155-160.

22. Proffit WR. Contemporary Orthodontics. Canada: Elseivier. 2007: 1-18.

23. Dua R. Jindal R. Jnagal M. Mandibular Morphology in 10-12 years Children

with different Growth Patterns: A Comparative Cephalometric Study.

International Journal of Oral Health and Medical Research. 2016: 2 (6):24-27.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

24. Bondevik O. Espeland L. Stenvik A. Dental arch changes from 22 to 43 years

of age: are they different in individuals with high versus low mandibular plane

angle? European Journal of Orthodontics. 2015:367–372.

25. Masunaga M. Ueda H. Tanne K. Changes in the crown angulation and dental

arch widths after nonextraction orthodontic treatment: Model analysis of mild

crowding with high canines. Open Journal of Stomatology OJST. 2012; 2

(03):188–94.

26. Terrez YC. Fitzmaurice OS.TejadaII HP. Pont’s index in study models of

patients who fi nished a non-extraction orthodontic treatment at the

Orthodontic Clinic of the Postgraduate Studies and Research Division of the

National University of Mexico. Revista Mexicana de Ortodoncia 2013; 1(1):7-

12.

27. Naragond D. Diagnostic Limitations of Cephalometrics in Orthodontics-A

Review. IOSR-JDMS. 2012; 3 (1):30-35.

28. Durão A. Pittayapat P. Rockenbach M. Olszewski R. Ng S. Ferreira A et al.

Validity of 2D lateral cephalometry in orthodontics: a systematic review.

Progress in Orthodontics. 2013:14(1):31.

29. S.E Bishara. P.S Burkey. J.G Kharoul. Dental and facial asymmetries: a

review. The angle orthodontist. 1994; 64(2): 89-98.

30. Dinkova M. Vertical control of overbite in mixed dentition by trainer system.

JofIMAB. 2014; 20 (5):648-654.

31. Rana T. Khanna R. Tikku T. Sachan K. Relationship of maxilla to cranial base

in different facial types–a cephalometric evaluation. Journal of Oral Biology

and Craniofacial Research. 2012; 2 (1):30-35.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Lampiran 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Lampiran 2

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

No Kegiatan Waktu Penelitian

April Mei Juni Juli Augustus Oktober November Desember Januari

1 Penyusunan

Proposal

2 Persiapan

Lapangan

3 Pengumpulan

Data

No Kegiatan Waktu Penelitian

Feb Maret April Mei Juni

3 Pengumpulan

Data

4 Pengolahan

dan Analisis

Data

5 Penyusunan

Laporan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Lampiran 3

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA ASIMETRI MANDIBULA DAN POLA PERTUMBUHAN

VERTIKAL WAJAH PADA PASIEN ORTODONTI DI RSGMP FKG USU

Besar biaya yang diperlukan pada penelitian ini dalah sebesar Dua juta dua ratus ribu rupiah

dengan rincian sebagai berikut:

Biaya alat dan bahan : Rp 700.000,00

Biaya statistik : Rp 900.000,00

Biaya penggandaan proposal dan hasil penelitian : Rp 600.000,00

+

Jumlah : Rp 2 200.000,00

Biaya penelitian ditanggung sendiri oleh peneliti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Lampiran 4

DATA HASIL PENELITIAN

MP-SN = (0:hipo, 1:normo,2:hiper)

OJ/OB = (0: normal, 1:tidak normal)

No MP-SN OJ (sefalo) OJ (model) OB (sefalo) OB (model)

1 0 0 1 1 1

2 0 1 1 1 1

3 0 1 1 1 1

4 0 1 1 0 0

5 0 1 1 0 0

6 0 1 1 0 0

7 0 1 1 0 0

8 0 1 1 0 0

9 0 0 0 0 0

10 0 1 1 0 0

11 0 1 1 1 1

12 0 1 1 1 1

13 0 1 1 0 0

14 0 1 1 1 1

15 0 1 1 0 0

16 0 0 0 0 0

17 0 0 0 0 0

18 0 0 0 0 0

19 0 1 1 0 0

20 0 1 1 0 0

21 0 0 0 0 0

22 0 1 1 0 0

23 0 1 1 0 0

24 0 1 1 0 0

25 0 1 1 1 1

26 0 1 1 0 0

27 0 0 0 1 1

28 0 0 0 1 1

29 0 1 1 0 0

30 0 1 1 0 0

31 0 0 0 0 0

32 0 0 0 0 0

33 0 1 1 0 0

34 0 0 0 0 0

35 0 1 1 0 0

36 0 0 0 0 0

37 0 0 0 0 0

38 0 0 0 0 0

39 0 0 0 0 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

40 0 1 1 0 0

41 0 1 1 0 0

42 0 1 1 1 1

43 0 1 1 0 0

44 0 0 0 0 0

45 0 0 0 0 0

46 0 0 0 0 0

47 0 1 1 0 0

48 0 0 0 0 0

49 0 0 0 0 0

50 0 0 0 0 0

51 1 1 1 0 0

52 1 1 1 1 1

53 1 0 0 0 0

54 1 1 1 1 1

55 1 1 1 1 1

56 1 1 1 0 0

57 1 0 0 1 1

58 1 1 1 1 1

59 1 0 0 0 0

60 1 0 0 1 1

61 1 1 1 0 0

62 1 0 0 1 1

63 1 0 0 1 1

64 1 1 1 1 1

65 1 1 1 1 1

66 1 0 0 1 1

67 1 1 1 1 1

68 1 0 0 0 0

69 1 0 0 1 1

70 1 0 0 0 0

71 1 1 1 0 0

72 1 1 1 0 0

73 1 0 0 0 0

74 1 1 1 1 1

75 1 1 1 0 0

76 1 0 0 1 1

77 1 1 1 1 1

78 1 0 0 1 1

79 1 0 0 0 0

80 1 1 1 1 1

81 1 1 1 1 1

82 1 1 1 1 1

83 1 0 0 0 0

84 1 1 1 1 1

85 1 0 0 1 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

86 1 0 0 0 0

87 1 1 1 1 1

88 1 1 1 0 0

89 1 1 1 0 0

90 1 1 1 1 1

91 1 0 0 0 0

92 1 0 0 0 0

93 1 1 1 0 0

94 1 1 1 1 1

95 1 0 0 0 0

96 1 1 1 1 1

97 1 1 1 1 1

98 1 0 0 0 0

99 1 0 0 1 1

100 1 0 0 0 0

101 2 0 0 0 0

102 2 1 1 1 1

103 2 0 0 0 0

104 2 1 1 0 0

105 2 0 0 1 1

106 2 0 0 1 1

107 2 1 1 1 1

108 2 1 1 0 0

109 2 0 0 1 1

110 2 0 0 0 0

111 2 0 0 1 1

112 2 1 1 1 1

113 2 0 0 0 0

114 2 1 1 1 1

115 2 0 0 0 0

116 2 1 1 1 1

117 2 0 0 0 0

118 2 0 0 1 1

119 2 0 0 1 1

120 2 0 0 0 0

121 2 0 0 1 1

122 2 1 1 1 1

123 2 1 1 1 1

124 2 1 1 0 0

125 2 0 0 0 0

126 2 0 0 0 0

127 2 0 0 1 1

128 2 1 1 0 0

129 2 0 0 0 0

130 2 0 0 1 1

131 2 0 0 0 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

132 2 0 0 0 0

133 2 0 0 1 1

134 2 0 0 0 0

135 2 0 0 0 0

136 2 0 0 1 1

137 2 1 1 0 0

138 2 1 1 0 0

139 2 1 1 1 1

140 2 0 0 0 0

141 2 0 0 0 0

142 2 1 1 1 1

142 2 0 0 0 0

144 2 1 1 0 0

145 2 0 0 0 0

146 2 1 1 0 0

147 2 1 1 1 1

148 2 1 1 0 0

149 2 0 0 0 0

150 2 1 1 1 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Lampiran 5

HASIL UJI STATISTIK

T-Test

Overbite

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

sefalo 150 .55 .507 .043

model 150 .40 .492 .040

One-Sample Test

Test Value = 0

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

sefalo 9.967 149 .000 .400 .32 .48

model 9.967 149 .000 .400 .32 .48

Overjet

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

sefalo 150 .55 .504 .041

model 150 .51 .501 .041

One-Sample Test

Test Value = 0

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

sefalo 12.537 149 .000 .513 .43 .59

model 12.537 149 .000 .513 .43 .59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Oneway

Descriptives

overjet

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence Interval

for Mean

Minimu

m

Maximu

m

Between-

Component

Variance

Lower

Bound

Upper

Bound

hipo 50 1.920 1.1445 .1619 1.595 2.245 .0 5.5

normo 50 3.230 2.0633 .2918 2.644 3.816 .0 8.5

hiper 50 2.840 1.9547 .2764 2.284 3.396 .0 11.0

Total 150 2.663 1.8414 .1504 2.366 2.960 .0 11.0

Model Fixed Effects 1.7690 .1444 2.378 2.949

Random

Effects

.3883 .992 4.334

.3898

ANOVA

overjet

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 45.243 2 22.622 7.229 .003

Within Groups 460.005 147 3.129

Total 505.248 149

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Oneway

Descriptives

overbite

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence Interval for

Mean

Minimu

m

Maximu

m

Between-

Component

Variance

Lower

Bound

Upper

Bound

hipo 50 1.950 1.3970 .1976 1.553 2.347 .0 7.0

normo 50 2.530 1.9441 .2749 1.977 3.083 .0 6.5

hiper 50 2.240 1.5093 .2134 1.811 2.669 .0 5.5

Total 150 2.240 1.6402 .1339 1.975 2.505 .0 7.0

Model Fixed Effects 1.6339 .1334 1.976 2.504

Random

Effects

.1674 1.520 2.960

.0307

ANOVA

overbite

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 8.410 2 4.205 1.575 .002

Within Groups 392.450 147 2.670

Total 400.860 149

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Overjet

Frequencies

Statistics

hiper normo hipo

N Valid 50 50 50

Missing 0 0 0

Frequency Table

hiper

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid normal 29 58.0 58.0 58.0

tidak normal 21 42.0 42.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

normo

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid normal 23 46.0 46.0 46.0

tidak normal 27 54.0 54.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

hipo

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid normal 20 40.0 40.0 40.0

tidak normal 30 60.0 60.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL VERTIKAL WAJAH …

Overbite

Frequencies

Statistics

hiper normo hipo

N Valid 50 50 50

Missing 0 0 0

Frequency Table

hiper

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid normal 28 56.0 56.0 56.0

tidak normal 22 44.0 44.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

normo

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid normal 22 44.0 44.0 44.0

tidak normal 28 56.0 56.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

hipo

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid normal 40 80.0 80.0 80.0

tidak normal 10 20.0 20.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA