28
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013 5 BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI WILAYAH A. KONDISI GEOGRAFIS 1. Letak dan Luas Wilayah Kalimantan Barat terletak di posisi antara 2 0 08’ Lintang Utara – 3 0 05’ Lintang Selatan dan 1 0 30’ – 114 0 10’ Bujur Timur, dengan demikian garis khatulistiwa (garis lintang 0 0 ) melintasi provinsi ini dan menjadikan Kota Pontianak sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang di atasnya tepat dilalui oleh garis tersebut. Provinsi Kalimantan Barat memiliki luas wilayah 146.807,00 km 2 (14,68 juta Ha), membentang dari utara ke selatan sepanjang 600 km dan dari timur ke barat sepanjang 850 km, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Sarawak (Malaysia Timur). Sebelah selatan berbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Laut Jawa. Sebelah timur berbatasan dengan Sarawak dan Kalimantan Timur. Sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna dan Selat Karimata. Sejak 7 Januari 1953, melalui Undang-undang Darurat No. 2 Tahun 1953, Kalimantan Barat dinyatakan sebagai Daerah Otonom Tingkat Provinsi. Meskipun waktu itu kedudukan wilayah Kalimantan Barat masih tetap berstatus sebagai wilayah administrative Keresidenan. Melalui Undang-undang No. 25 Tahun 1956 (Lembar Negara No. 65) Pemerintah Indonesia membentuk daerah-daerah otonom tingkat provinsi, yaitu: Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi Kalimantan Timur, sekaligus mencabut berlakunya Undang-undang Darurat No. 2 Tahun 1953. Selanjutnya melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. DES.52/10/50 tanggal 12 Desember 1956 ditetapkan bahwa Undang-undang No. 25 tersebut mulai berlaku 1 Januari 1957. Dengan demikian sejak awal tahun 1957 Kalimantan Barat sepenuhnya menjadi satu Provinsi yang dikepalai oleh seorang Gubernur dengan Ibukota berkedudukan di Pontianak alias Kota Khatulistiwa. Provinsi Kalimantan Barat yang luas wilayahnya kurang lebih 1,13 kali luas pulau Jawa ini sekarang terbagi kepada 14 Pemerintahan Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Sambas luas 6.394,70 km 2 (4,36%), Kabupaten Bengkayang luas 5.397,30 km 2 (3,68%), Kabupaten Landak luas 9.909,10 km 2 (6,75%), Kabupaten Pontianak dan Kubu Raya luas 8.262,10 km 2 (5,63%), Kabupaten Sanggau luas 12.857,70 km 2 (8,76%), Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara luas 35.809,00 km 2 (24,39%), Kabupaten Sintang luas 21.635,00 km 2 (14,74%), Kabupaten Kapuas Hulu luas 29.842,00 km 2 (20,33%), Kabupaten Sekadau luas 5.444,30 km 2 (3,71%), Kabupaten Melawi luas 10.644,00 km 2 (7,25%), Kota Pontianak luas 107,80 km 2 (0,07%), dan Kota Singkawang luas 504,00 km 2 (0,34%). Provinsi Kalimantan Barat masih relatif terisolir terhadap provinsi lainnya yang ada di Kalimantan (Kalteng, Kaltim, dan Kalsel) baik ditinjau dari aspek transportasi, ekonomi, dan komunikasi, bahkan dalam hal pembagian waktu. Namun memperhatikan letak batas-batas tersebut di atas terlihat bahwa wilayah Kalimantan Barat mempunyai karakteristik geografis yang relatif terbuka dan memiliki akses yang lebih luas terhadap wilayah-wilayah potensial selain tiga provinsi lainnya di Kalimantan, yaitu ke wilayah Jawa dan Sumatera, wilayah kepulauan lainnya di Laut Natuna, dan ke luar negeri yaitu Serawak. Bahkan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara asing, Kalimantan Barat merupakan satu-satunya provinsi yang secara resmi memiliki akses jalan darat untuk masuk dan keluar ke/dari negara asing tersebut. Melihat posisi yang strategis wilayah ini tentu memberikan peluang untuk meningkatkan pembangunan dan aksesibilitas sosial budaya serta ekonomi yang lebih luas baik dalam skala lokal/internal dan nasional, yaitu terhadap daerah-daerah di dalam negeri, maupun dalam skala regional/internasional yaitu dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Secara umum sebagian besar lahan di Kalimantan Barat adalah hutan yang menutupi areal seluas 6.212.696 Ha (42,32%) serta padang/semak/belukar/alang-alang seluas 4.898.393 Ha (34,11%). Selain itu juga terdapat tanah kering seluas 527.944 Ha, dan tanah tandus (open ground) seluas 29.446.

Perda_8_2008 (Lampiran Bab II)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gugj

Citation preview

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    5

    BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI WILAYAH

    A. KONDISI GEOGRAFIS

    1. Letak dan Luas Wilayah

    Kalimantan Barat terletak di posisi antara 20 08 Lintang Utara 30 05 Lintang Selatan dan 10 30 1140 10 Bujur Timur, dengan demikian garis khatulistiwa (garis lintang 00) melintasi provinsi ini dan menjadikan Kota Pontianak sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang di atasnya tepat dilalui oleh garis tersebut.

    Provinsi Kalimantan Barat memiliki luas wilayah 146.807,00 km2 (14,68 juta Ha), membentang dari utara ke selatan sepanjang 600 km dan dari timur ke barat sepanjang 850 km, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

    Sebelah utara berbatasan dengan Sarawak (Malaysia Timur). Sebelah selatan berbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Laut Jawa. Sebelah timur berbatasan dengan Sarawak dan Kalimantan Timur. Sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna dan Selat Karimata.

    Sejak 7 Januari 1953, melalui Undang-undang Darurat No. 2 Tahun 1953, Kalimantan Barat dinyatakan sebagai Daerah Otonom Tingkat Provinsi. Meskipun waktu itu kedudukan wilayah Kalimantan Barat masih tetap berstatus sebagai wilayah administrative Keresidenan. Melalui Undang-undang No. 25 Tahun 1956 (Lembar Negara No. 65) Pemerintah Indonesia membentuk daerah-daerah otonom tingkat provinsi, yaitu: Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi Kalimantan Timur, sekaligus mencabut berlakunya Undang-undang Darurat No. 2 Tahun 1953. Selanjutnya melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. DES.52/10/50 tanggal 12 Desember 1956 ditetapkan bahwa Undang-undang No. 25 tersebut mulai berlaku 1 Januari 1957. Dengan demikian sejak awal tahun 1957 Kalimantan Barat sepenuhnya menjadi satu Provinsi yang dikepalai oleh seorang Gubernur dengan Ibukota berkedudukan di Pontianak alias Kota Khatulistiwa.

    Provinsi Kalimantan Barat yang luas wilayahnya kurang lebih 1,13 kali luas pulau Jawa ini sekarang terbagi kepada 14 Pemerintahan Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Sambas luas 6.394,70 km2 (4,36%), Kabupaten Bengkayang luas 5.397,30 km2 (3,68%), Kabupaten Landak luas 9.909,10 km2 (6,75%), Kabupaten Pontianak dan Kubu Raya luas 8.262,10 km2 (5,63%), Kabupaten Sanggau luas 12.857,70 km2 (8,76%), Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara luas 35.809,00 km2 (24,39%), Kabupaten Sintang luas 21.635,00 km2 (14,74%), Kabupaten Kapuas Hulu luas 29.842,00 km2 (20,33%), Kabupaten Sekadau luas 5.444,30 km2 (3,71%), Kabupaten Melawi luas 10.644,00 km2 (7,25%), Kota Pontianak luas 107,80 km2 (0,07%), dan Kota Singkawang luas 504,00 km2 (0,34%).

    Provinsi Kalimantan Barat masih relatif terisolir terhadap provinsi lainnya yang ada di Kalimantan (Kalteng, Kaltim, dan Kalsel) baik ditinjau dari aspek transportasi, ekonomi, dan komunikasi, bahkan dalam hal pembagian waktu. Namun memperhatikan letak batas-batas tersebut di atas terlihat bahwa wilayah Kalimantan Barat mempunyai karakteristik geografis yang relatif terbuka dan memiliki akses yang lebih luas terhadap wilayah-wilayah potensial selain tiga provinsi lainnya di Kalimantan, yaitu ke wilayah Jawa dan Sumatera, wilayah kepulauan lainnya di Laut Natuna, dan ke luar negeri yaitu Serawak. Bahkan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara asing, Kalimantan Barat merupakan satu-satunya provinsi yang secara resmi memiliki akses jalan darat untuk masuk dan keluar ke/dari negara asing tersebut.

    Melihat posisi yang strategis wilayah ini tentu memberikan peluang untuk meningkatkan pembangunan dan aksesibilitas sosial budaya serta ekonomi yang lebih luas baik dalam skala lokal/internal dan nasional, yaitu terhadap daerah-daerah di dalam negeri, maupun dalam skala regional/internasional yaitu dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Secara umum sebagian besar lahan di Kalimantan Barat adalah hutan yang menutupi areal seluas 6.212.696 Ha (42,32%) serta padang/semak/belukar/alang-alang seluas 4.898.393 Ha (34,11%). Selain itu juga terdapat tanah kering seluas 527.944 Ha, dan tanah tandus (open ground) seluas 29.446.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    6

    Adapun lahan yang telah digunakan (land utilization) mencakup: perkebunan seluas 1.574.855 Ha, ladang (sawah non irigasi) seluas 368.650 Ha, perairan darat (land fishery) 335.124 Ha, kebun campuran (cultuvate) seluas 238.701 Ha, peruntukan tempat tinggal atau pemukiman seluas 122.350 Ha (0,83%), sawah dengan sistem irigasi 63.872 Ha, pertambangan 4.840 Ha, industri seluas 2.030 Ha, dan lain-lain 296.640 Ha.

    2. Topografi dan Iklim

    Secara umum Kalimantan Barat merupakan dataran rendah dengan sedikit berbukit, diapit oleh dua jajaran gunung yaitu: pegunungan Kalingkang di Kapuas Hulu bagian utara dan pegunungan Schwener di selatan sepanjang perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah, serta dialiri oleh ratusan sungai yang aman untuk dilayari. Sebagian besar daerah daratannya berawa-rawa bercampur gambut dan hutan mangrove. Sekian banyak danau yang ada, dua terpenting di antaranya yaitu danau Sentarum (luas 117,500 Ha) yang nyaris kering di musim kemarau, dan danau Luar (luas 5,400 ha).

    Provinsi yang total luasnya 14.680.700 Ha ini sebagian besar wilayahnya (sekitar 36%) merupakan areal datar dengan kemiringan rendah < 2 persen mencakup wilayah seluas 5.273.053 Ha (wilayah terluas berada di Kabupaten Ketapang, 1.866.993 Ha / 35%). Sisanya adalah dataran dengan kemiringan masing-masing 2 15 persen seluas 3.569.149 Ha / 24% dari total wilayah Kalbar (yang terluas berada di Kabupaten Ketapang, 907.304 Ha / 25%), kemiringan 15 40 persen seluas 2.976.974 Ha / 20% dari total wilayah Kalbar (yang terluas berada di Kabupaten Sintang, 581.929 Ha / 16%), dan dengan kemiringan tinggi > 40 persen seluas 2.861.524 Ha / 20% dari wilayah Kalbar (yang terluas terdapat di Kabupaten Kapuas Hulu, 1.166.570 Ha / 41%).

    Sekitar 2.855.600 Ha (19,5%) dari seluruh wilayah Kalimantan Barat merupakan daerah tergenang (flooding area), yang paling luas di antaranya terdapat di Kabupaten Ketapang 1.005.000 Ha (35,2%), sedangkan sebagian besar sisanya (sekitar 80,5% dari total wilayah Kalbar) merupakan daerah tidak tergenang, yaitu seluas 11.825.100 Ha (paling luas berada di Kabupaten Kapuas Hulu yaitu 2.594.200 Ha / 22%).

    Dilihat dari jenis tanah permukaan (the type of soil surface), sebagian besar daratan Kalimantan Barat (sekitar 57%) berjenis tanah PMK (Podsolet Merah Kuning, termasuk kompleks PMK) mencakup seluas 8.367.807 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, seluas 2.266.975 Ha / 27%). Kemudian Aluvial seluas 1.459.033 Ha (terluas di Kabupaten Pontianak, 514.368 Ha), OGH seluas 1.418.711 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 669.125 Ha), Podsol seluas 454.400 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 171.200 Ha), Latosol seluas 212.800 Ha, (terluas di Kabupaten Bengkayang, 140.000 Ha), dan Regosol seluas 44.800 Ha yang hanya terdapat di Kabupaten Ketapang 40.000 Ha dan Kota Singkawang seluas 4.800 Ha.

    Ditinjau dari jenis tekstur tanah (the type of soil texture), sebagian besar daratan Kalimantan Barat (59,2%) adalah bertekstur tanah sedang (moderate) yaitu seluas 8.697.831 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 1.987.700 Ha). Kemudian halus (smooth) seluas 3.327.677 ha (terluas di Kapuas Hulu, 1.453.400 Ha), kasar (hard) seluas 2.655.192 Ha (terluas di Kabupaten Sintang, 1.120.450 Ha), gambut (turf) seluas 1.729.653 ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 627.500 Ha), dan rawa (swamp) seluas 18.750 Ha masing-masing di Kabupaten Kapuas Hulu seluas 18.000 Ha dan di Kabupaten Ketapang seluas 750 Ha.

    Kalimantan Barat memiliki 19 macam kandungan tanah (the soil bearing), yang terbanyak adalah kwarter (Quartenary) sekitar 4.491.431 Ha (terbanyak di Kabupaten Ketapang, 1.886.017 Ha), kemudian Plistosen-Pliosen (Plistocene-Pliocene) sebanyak 3.667.686 Ha (terluas di Kabupaten Sintang, 1.705.379 Ha), Intrusif dan Plasonik Asam (Acid Intrusive and Plutonic) sebanyak 1.294.093 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 564.139 Ha), Intrusif dan Plutonik Basa Menengah (Intermediate Intrusive and

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    7

    Plutonic) sebanyak 925.951 Ha (terluas di Kabupaten Sekadau, 171.430 Ha), Efusif tak Dibagi (Effusive Undivided) sebanyak 787.713 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 623 956 Ha), Pra Tersier tak Dibagi (Pretertiary Undivided) sebanyak 665.833 Ha sebagian besar terletak di Kabupaten Hulu, Kapur (Cretaceous) 540.436 Ha (terluas di Kabupaten Sintang, 423.980 Ha), Trias (Triassic) sebanyak 471.865 Ha (terbanyak di Kabupaten Bengkayang, 183.579 Ha), Permokarbon Trias Atas (Permo Carboniferous-U Triassic) sebanyak 330.079 Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu, 224.759 Ha), Efusif Menengah (Intermediate Effusive) sebanyak 275.674 Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu, 181.943 Ha), Permokarbon (Permo Carboniferous) sebanyak 275.385 Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu, 109.273 Ha), Sekis Hablur (Crystalline Schist) sebanyak 112.654 Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu, 47 605 Ha), Paleozoik (Paleozoic) sebanyak 108.679 Ha (terluas di Kabupaten Sambas, 81.966 Ha), Efusif Basa (Basic Effusive) sebanyak 98.587 Ha (terluas di Kabupaten Bengkayang, 53.932 Ha), Efusif Asam (Acid Effusive Rocks) sebanyak 88.808 Ha (terluas di Kabupaten Landak, 52.301 Ha), Intrusif dan Plutonik Basa (Basic Intrusive and Plutonic) sebanyak 87.951 Ha (terluas di Kabupaten Sanggau, 27.645 Ha), Paleogen (Paleogene) sebanyak 38.150 Ha (terbanyak di Kabupaten Landak, 35.802 Ha), Jura (Jurassic) sebanyak 19.034 Ha (terluas di Kabupaten Bengkayang, 13.734 Ha), Neogen (Neogene) sebanyak 12.861 Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu 11.673 Ha).

    Kalimantan Barat termasuk daerah penghujan yang cukup tinggi intensitasnya. Tahun 2006 jumlah curah hujan (number of rainfall) tertinggi mencapai 327 - 663 milimeter terjadi di bulan Desember, pada umumnya terjadi di daerah-daerah yang berhutan tropis dan disertai kelembaban udara yang cukup tinggi. Sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli mencapai 9-29 milimeter.

    Jumlah hari hujan (number of rainday) di Kalimantan Barat pada tahun 2006 dengan rata-rata bulanan hari hujan tertinggi pada umumnya terjadi di bulan Desember, mencapai angka 23-27 hari. Sedangkan hari hujan terendah terjadi pada bulan Agustus yang hanya mencapai 3-11 hari. Karena dilewati oleh garis Khatulistiwa maka daerah ini memiliki suhu udara yang tinggi disertai kelembaban yang tinggi pula. Temperatur udara tertinggi mencapai suhu 33,5 0C, sedangkan yang terendah mencapai suhu 22,60C dengan rata-rata 250-280C. Adapun kecepatan angin (wind velocity) rata-rata 03-05 knots/jam, dan tertinggi rata-rata mencapai 28-29 knots/jam.

    B. PEREKONOMIAN DAERAH

    1. PDRB

    Perekonomian Kalbar selama lima tahun terakhir (20022006) menampakkan adanya kemajuan. Kebijakan pembangunan yang didukung oleh instrumen perencanaan yang mengacu pada potensi daerah menjadi salah satu faktor yang berperan dalam mendorong kemajuan tersebut. Pembangunan daerah relatif mampu menggerakkan komponen-komponen ekonomi untuk saling bersinergi dalam menggerakkan kegiatan perekonomian.

    Perkembangan perekonomian Kalbar secara umum diindikasikan dengan peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dalam kurun waktu 2002-2006 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2002, pencapaian PDRB sebesar Rp 23,91 trilyun, dan meningkat menjadi Rp 26,06 trilyun pada tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 mencapai Rp 29,75 trilyun, tahun 2005 Rp 33,87 trilyun, dan meningkat lagi menjadi Rp 37,71 pada tahun 2006. Selama periode tersebut, PDRB mengalami kenaikan rata-rata Rp 2,76 trilyun atau 11,54% per tahun. Sementara laju inflasi Kalbar dalam dua tahun terakhir ini cenderung menurun, yakni sebesar 14,43% tahun 2005 turun menjadi 6,32% tahun 2006. Perkembangan perekonomian daerah Kalimantan Barat 2002-2006 dapat dilihat pada tabel 2.1 halaman berikut ini.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    8

    Tabel 2.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Barat, 2002-2006

    Tahun PDRB Hrg Berlaku (Trilyun Rp) PDRB Hrg Konstan

    (Trilyun Rp) Pertumb. Ek. (%)

    2002 23,91 20,81 4,55 2003 26,06 21,46 3,12 2004 29,75 22,48 4,79 2005 33,87 23,54 4,69 2006 37,71 24,77 5,23

    Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2007

    Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Barat, 2002-2006

    Peningkatan PDRB menjadikan pencapaian laju pertumbuhan ekonomi Kalbar cukup mantap selama periode 2002-2006. Pertumbuhan ekonomi terendah terjadi tahun 2003 (3,12%) dan tertinggi tahun 2006 (5,23%). Selama periode 2002-2006, perekonomian Kalbar tumbuh rata-rata sebesar 4,48%.

    Bila dicermati, pertumbuhan ekonomi Kalbar sebagian besar dipengaruhi oleh kegiatan konsumsi. Pada tahun 2002, peran pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam PDRB sebesar 54,91% dan turun menjadi 51,79% pada tahun 2006. Kontribusi investasi (modal tetap bruto) juga mengalami penurunan, dari 25,80% menjadi 24,53%. Sementara, kontribusi pengeluaran pemerintah meningkat dari 10,33% menjadi 12,66%. Demikian pula halnya dengan kontribusi ekspor netto, meningkat dari 6,57% menjadi 9,30%.

    Secara keseluruhan, struktur ekonomi Kalbar tahun 2002-2006 menunjukkan transformasi yang cukup memadai. Selama periode tersebut, peranan sektor tertier (42,63%) lebih tinggi dibanding dengan sektor dibandingkan sektor primer (28,47%) maupun sektor sekunder (28,91%). Pada tahun 2002, kontribusi sektor primer (pertanian dan pertambangan) dalam PDRB Kalbar sebesar 27,90%, dan pada tahun 2006 menjadi 28,35%. Sektor sekunder (industri, listrik, air bersih, gas dan bangunan) sebesar 30,37% pada tahun 2002, dan pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 27,69%. Sementara untuk sektor tersier (perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa) terjadi peningkatan, yakni sebesar 41,37% pada tahun 2002 menjadi 43,96% pada tahun 2006.

    Bila dicermati peran masing-masing sektor dalam PDRB, menunjukkan bahwa perekonomian Kalbar selama tahun 2002-2006 masih didominasi sektor pertanian, dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,48%. Sektor lainnya yang memberi rata-rata kontribusi cukup tinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran (21,83%), sektor lain-lain (21,71%), dan sektor industri pengolahan (19,91%).

    4.55

    3.12

    4.79 4.695.23

    2002 2003 2004 2005 2006

    Pertu

    mbuh

    an E

    k (%

    )

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    9

    Grafik 2.2 Struktur Perekonomian Kalimantan Barat Tahun 2006 (%)

    Perkembangan makroekonomi Kalbar selama periode 2002-2006, ternyata diimbangi pula dengan peningkatan PDRB/kapita. Pada tahun 2002, PDRB perkapita sebesar Rp.6.170.132,27 dan meningkat menjadi Rp.9.113.425,09 pada tahun 2006.

    2. Investasi

    Kalimantan Barat menghadapi permasalahan klasik yang hampir dialami oleh provinsi lain di Indonesia, yaitu terbatasnya modal yang dimiliki sehingga pemanfaatan sumber daya alam menjadi tidak maksimal. Pencapaian target investasi rata-rata kurang dari 50%.

    Untuk investasi pemerintah, perkembangan yang diamati pada alokasi belanja pembangunan/belanja publik selama tahun 2002-2006 menunjukkan komposisi belanja publik terhadap total belanja terus membaik. Rata-rata belanja pembangunan selama periode tersebut mencapai 46,49%. Investasi pemerintah (belanja pembangunan) cukup tinggi pada tahun 2006 yakni Rp 597,17 Milyar atau sekitar 65,17% dari total belanja Rp 916,39 Milyar. Sebagian besar investasi pemerintah diperuntukkan untuk mengatasi permasalahan struktural seperti persoalan perekonomian, sosial, dan pembangunan infrastruktur publik dan prasarana pemerintahan.

    Dalam kurun waktu 2002-2006, investasi swasta khususnya investasi dengan fasilitas PMDN dan PMA mulai menampakkan peningkatan. Namun secara keseluruhan realisasi investasi swasta di Kalbar belum optimal sebagaimana yang diharapkan (realisasi

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    10

    3. Industri, Perdagangan, UMKM dan Koperasi

    Keberadaan industri kecil menengah dan industri besar/sedang di Kalbar memiliki nilai strategis, mengingat kegiatan industri tersebut mampu meningkatkan kapasitas produksi daerah dan menyerap cukup banyak tenaga kerja. Oleh karenanya, pengembangan industri mendapat perhatian ekstra dari Pemerintah Daerah.

    Sampai tahun 2006, pelaku usaha sektor industri kecil dan menengah (IKM) yang berkembang dan terus mendapatkan pembinaan sebanyak 14.226 unit usaha. Menurut jenisnya, sebagian besar sektor ini bergerak pada bidang pangan, industri sandang, dan industri kerajinan. Tenaga kerja yang terserap sebanyak 212.934 orang. Sementara jumlah industri besar/sedang sebanyak 253 unit usaha dan menampung sebanyak 136.949 tenaga kerja. Jumlah industri kecil menengah dan industri besar di Kalimantan Barat dapat dilihat pada tabel 2.3 Halaman Berikut ini.

    Tabel 2.3 Jumlah Industri Kecil Menengah dan Industri Besar di Kalimantan Barat, 2005-2006

    Industri Kecil Menengah Industri Besar/Sedang No Uraian 2005 2006 2005 2006

    1 Unit Usaha 13.080 14.226 248 253

    2 Tenaga Kerja (Org) 194.329 212.934 136.236 136.949

    3 Investasi (Ribu Rp) 72.069.975 78.573.667 3.841.316 4.414.853

    4 Produksi (Ribu Rp) 534.183.713 571.596.480 6.536.975 6.536.975 Sumber: Disperindag Kalbar, 2007

    Selanjutnya, kegiatan perdagangan di Kalbar telah menyumbang perolehan devisa ekspor daerah yang cukup memadai. Selama tiga tahun terakhir (2004-2006), beberapa komoditi ekspor strategis mengalami peningkatan volume maupun nilai devisa ekspor, seperti hasil industri karet olahan, hasil hutan ikutan dan hasil perikanan.

    Tahun 2006, devisa ekspor karet olahan mencapai US$ 324.501.306,72 atau naik 44,66% dibandingkan tahun 2005. Komoditi lain seperti ekspor hasil hutan ikutan juga menunjukkan perkembangan yang cukup berarti.

    Tabel 2.4 Perkembangan Ekspor Kalimantan Barat, 2004-2006

    Nilai Ekspor (US $) Komoditi 2004 2005 2006

    I. HASIL INDUSTRI 540.858.927,58 479.681.387,64 514.295.858,05

    a. Hasil Perkayuan 329.343.427,74 207.334.812,24 186.002.643,00

    b. Karet/Crumb Rubber 206.342.566,42 224.319.867,48 324.501.306,72

    c. Lain-Lain 4.598.163,04 46.855.324,80 417.711,85

    d. Reekspor 574.770,38 1.171.383,12 3.374.196,48

    II. HASIL NON INDUSTRI 33.911.452,42 106.010.172,36 35.084.515,22

    a. Hasil Hutan Ikutan 1.724.311,14 2.342.766,24 2.501.994,14

    b. Hasil Perikanan 25.289.896,72 38.069.951,40 13.043.738,33

    c. Lain-Lain 6.897.244,56 65.597.454,72 19.538.782,75

    Jumlah 574.770.380,00 585.691.560,00 549.380.373,27 Sumber: Disperindag Kalbar, 2007

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    11

    Selain kegiatan perdagangan skala ekspor, perkembangan perekonomian Kalbar secara kuantitas juga ditunjang dengan semakin berkembangnya kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi. Selama ini, UMKM dan koperasi merupakan kekuatan riil dalam membangun kehidupan ekonomi sebagian besar masyarakat Kalbar. Perkembangan UMKM dan koperasi tersebut merupakan hasil nyata dari komitmen pembangunan daerah yang meletakkan ekonomi kerakyatan sebagai tulang punggung perekonomian daerah.

    Sesuai dengan lingkup usahanya, di Kalimantan Barat saat ini tercatat UMKM formal sebanyak 2.824 unit usaha, dengan menyerap sekitar 11.215 tenaga kerja. Meskipun kontribusinya relatif kecil yakni 1,89 % terhadap PDRB, tentunya sumbangannya semakin bertambah besar manakala peran UMKM sektor informal dilibatkan. Sementara itu, jumlah koperasi konsumsi dan serba usaha termasuk koperasi jasa sebanyak 4.039 unit, dan jumlah KUD sebanyak 416 Unit dengan volume usaha mencapai Rp 43,52 Milyar. Persebaran koperasi konsumsi, koperasi serba usaha dan KUD cukup merata di 14 kabupaten/kota di Kalimantan Barat.

    C. SOSIAL BUDAYA

    1. Kependudukan dan Keluarga Berencana

    a. Jumlah penduduk Kalimantan Barat tahun 2006 diperkirakan sekitar 4,12 juta jiwa dengan rincian laki-laki 2,11 juta jiwa dan perempuan 2,01 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) periode 2000-2005 sebesar 1,56%, naik sedikit (0,03%) dibanding LPP periode 1990-2000. LPP Kalbar yang relatif rendah merupakan kontribusi (1) pertumbuhan alami (natural increase) sekaligus merupakan keberhasilan program KB dan (2) pertumbuhan sosial (social increase) yang ditandai dengan migrasi netto yang positip ( pada periode 20032006 transmigran yang ditempatkan di Kalimantan Barat berjumlah 2.714 KK atau 9.980 jiwa).

    b. Dilihat dari struktur umur, Kalbar masih tergolong berpenduduk muda. Komposisi penduduk Kalbar adalah 31,55% berumur 014 tahun; 63,11% berusia 15-59 tahun dan 5,11% berumur 60 tahun lebih (usia lanjut). Dengan kepadatan penduduk yang baru mencapai 28 jiwa per kilometer persegi, tidaklah berlebihan untuk mengatakan Kalbar masih kekurangan penduduk. Keadaan ini tentunya kurang menguntungkan dalam rangka percepatan pembangunan wilayah khususnya menyangkut pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dengan segala potensi dan keragamannya.

    c. Seiring dengan penurunan pertumbuhan penduduk, beban ketergantungan (dependency ratio) mengalami penurunan dari 59,4 tahun 2000 menjadi 53,5 tahun 2005. Angka ini menunjukkan tiap 100 penduduk usia produktif menanggung beban 54 penduduk usia tidak produktif. Meskipun menurun, angka beban ketergantungan ini masih tergolong besar.

    d. Penduduk yang pindah ke Kalimantan Barat (in-migration) pada umumnya berusia produktif (termasuk Pasangan Usia Subur). Hal ini berpotensi meningkatkan TFR dan menambah beban pembangunan daerah karena 11,7% diantaranya pendatang untuk mencari kerja.

    e. Persebaran penduduk Kalimantan Barat tidak merata antar wilayah baik antar kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, maupun antar kawasan pantai-bukan pantai atau kota-desa. Daerah pesisir dihuni oleh hampir 50 persen dari total penduduk Kalimantan Barat dengan kepadatan mencapai 36 jiwa lebih. Sebaliknya tujuh kabupaten lain (bukan pantai) selain Kota Pontianak secara rata-rata tingkat kepadatan penduduknya relatif lebih jarang.

    f. Angka Kelahiran Total (TFR) meskipun menurun namun masih tergolong tinggi. TFR Kalbar menurun dari 2,99 pada tahun 2000 menjadi 2,72 di tahun 2005.

    g. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi. Sebagian besar masyarakat, orang tua, maupun remaja belum memahami hak-hak dan kesehatan reproduksi remaja. Pemahaman dan kesadaran tentang hak dan kesehatan reproduksi remaja masih rendah dan tidak tepat.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    12

    2. Pemuda dan Olah Raga

    Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2005 dan 2006 menunjukkan adanya peningkatan proporsi pengangguran terbuka kelompok usia muda (15-24 tahun). Pada tahun 2005, dari 171.724 jiwa pengangguran terbuka 69,90% di antaranya adalah kelompok usia muda. Tahun 2006 proporsinya meningkat menjadi 70,99% dari 139.054 jiwa pengangguran.

    Disamping masalah pengangguran, pemuda juga manghadapi masalah lain yang tidak sederhana yaitu rendahnya kualitas pemuda menghadapi persaingan masa depan dikaitkan dengan daya saing bangsa yang semakin mengkhawatirkan. Indikatornya adalah penurunan Indeks Daya Saing Nasional dari peringkat 69 tahun 2004 menjadi peringkat 74 tahun 2005. Selain itu, minat baca di kalangan pemuda masih rendah. Masalah sosial seperti kriminalitas, premanisme, primordialisme sempit, narkotika, psikotropika, zat aditive lainnya, pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi dan HIV/AIDS cenderung meningkat.

    Di sisi lain prestasi pemuda di bidang Olah Raga belum menampakkan hasil yang menggembirakan baik di tingkat nasional maupun internasional. Frekuensi kegiatan olah raga bertaraf nasional relatif sangat rendah. Prestasi olah raga pada PON belum dapat dibanggakan (ranking 18 pada PON XVI 2004). Cabang olah raga yang mengukir prestasi nasional masih sedikit, yaitu Angkat Besi, Balap Sepeda dan Tinju Profesional. Hasil Sport Development Index (SDI) Kalimantan Barat baru mencapai 0,443. Ini membuktikan bahwa kondisi kesehatan dan kebugaran masyarakat Kalimantan Barat serta partisipasi masyarakat dalam melakukan aktivitas olahraga masih rendah. Permasalahan lain adalah jumlah dan mutu sumber daya manusia (SDM) olahraga masih rendah; kekurangan guru pendidikan jasmani; sarana dan prasarana tidak lagi memenuhi standar latihan, lemahnya koordinasi antar pemangku kepentingan (stakeholder) olahraga.

    3. Perempuan dan Anak

    Pemberdayaan perempuan telah menunjukkan peningkatan yang tercermin dari peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak, meskipun belum di semua bidang pembangunan. Keterlibatan kaum perempuan dalam pembangunan di berbagai bidang menunjukkan peningkatan. Kesempatan kaum perempuan mengenyam pendidikan hingg ke jenjang yeng lebih tinggi terbuka luas. Hal ini tampak dari kecendeungan peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG). IPG tahun 2002 adalah 57,0 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 58,8.

    Jika dibandingkan dengan jumlah perempuan yang relatif besar (48,8% dari jumlah penduduk Kalbar), peningkatan kualitas hidup perempuan ini Belum memberikan kontribusi yang signifikan. Masalah utama yang dihadapi kaum perempuan adalah rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik.

    Rendahnya kesejahteraan dan perlindungan anak. Upaya pemerintah yang telah dilakukan selama ini belum sepenuhnya mampu meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak. Lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak, termasuk ketersediaan data dan rendahnya partisipasi masyarakat. Sejalan dengan era desentralisasi, timbul masalah kelembagaan dan jaringan di daerah (propinsi dan kabupaten/kota), terutama yang menangani masalah-masalah pemberdayaan perempuan dan anak. Karena program-program pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak merupakan program lintas bidang, maka diperlukan koordinasi di tingkat nasional dan daerah, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi. Masalah lainnya adalah belum tersedianya data pembangunan yang terpilah menurut jenis kelamin, sehingga sulit dalam menemukenali masalah-masalah gender yang ada.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    13

    4. Ketenagakerjaan dan Pengangguran

    Dari 2.874.038 jiwa penduduk usia kerja (15 tahun ke atas), 68,5% di antaranya tergolong angkatan kerja. Angkatan kerja yang bekerja 92,9% dan yang sedang mencari pekerjaan (disebut Pengangguran Terbuka) adalah 7,1%. Tingginya TPT ini tidak hanya terdapat di perkotaan (40,8%) tetapi juga di perdesaan (59,2%) dan kebanyakan di antaranya adalah penganggur laki-laki (58,5%). Tingkat pendidikan para pengangguran sebagian besar (65,7%) adalah SMP ke bawah, yang berpendidikan SMA, Akademi dan Sarjana masing-masing 26,6%, 4,7% dan 2,0%. Mencermati keadaan pasar kerja sekarang ini yang lebih mengutamakan tamatan SMA dan D-3 dengan pola outsourcing, diperkirakan pada masa mendatang jumlah pengangguran sarjana akan bertambah banyak.

    Kualitas angkatan kerja yang bekerja dapat dilihat dari tingkat pendidikan dan produktivitas kerja. Berdasarkan dua aspek ini dapat dinyatakan bahwa kualitas pekerja masih tergolong rendah. Sebagian besar (81,9%) pekerja berpendidikan SLTP ke bawah. Para pekerja ini umumnya (63,8%) terserap di Sektor Pertanian. Produktivitas kerja para pekerja yang bekerja di sembilan sektor ekonomi adalah 13,53 juta rupiah per kapita per tahun. Produktivitas kerja terendah berada di sektor pertanian (5,43 juta/kapita/tahun) dan produktivitas kerja tertinggi di sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan (148,05 juta/kapita/tahun).

    Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp.550.000 per bulan dan Upah Minimum Kota (UMK) sebesar Rp. 600.000 masih lebih rendah dibanding rata-rata Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang kisarannya antara Rp.667.192 s.d. Rp.842.142 per bulan.

    Rendahnya upah yang berlaku di Kalimantan Barat merupakan salah satu alasan tenaga kerja mencari pekerjaan/bekerja di luar negeri, terutama di Malaysia dan Brunai. TKI asal Kalbar yang bekerja di luar negeri terbagi atas TKI Ilegal dan TKI legal. Jumlah penempatan tenaga kerja ke luar negeri (TKLN) bertambah dari 1.188 orang tahun 2004 menjadi 2.203 orang tahun 2005. Hingga tahun 2006, TKI legal asal Kalbar yang bekerja di luar negeri tercatat sebanyak 1.998 orang. Perlindungan dan advokasi bagi TKI relatif minim. Semakin banyak terungkap TKI yang mengalami tindak kekerasan (penganiayaan), diperlakukan tidak wajar.

    Jumlah Transmigran di Kalimantan Barat hingga tahun 2006 tercatat sebanyak 5.084 KK. Produktivitas kerja transmigran masih tergolong rendah yang berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan mereka.

    Kasus PHK bertambah banyak sebagai akibat perusahaan industri kayu yang tutup (tidak beroperasi lagi). Tahun 2004 kasus PHK tercatat sebanyak 7.076 kasus. Tahun 2005 bertambah sebanyak 3.242 kasus menjadi 10.318 kasus.

    Hingga tahun 2006 jumlah perusahaan di Kalbar 3.208 buah. Untuk perusahaan sebanyak ini, dengan rasio 1 berbanding 50, seharusnya dibutuhkan pengawas ketenagakerjaan sebanyak 64 orang. Kenyataannya, jumlah pengawas ketenagakerjaan saat ini sebanyak 25 orang atau 1 orang pengawas ketenagakerjaan mengawasi 128 perusahaan.

    5. Kemiskinan

    Berdasarkan hasil SUSENAS pada bulan Juli 2005 dan Maret 2007, potret kemiskinan di Kalimantan Barat menampakkan kecerahan yang ditandai dengan meningkatnya angka garis kemiskinan dan berkurangnya jumlah penduduk miskin. Garis kemiskinan meningkat dari Rp.124.804/kapita/bulan menjadi Rp.142.529/kapita/bulan. Hingga Maret 2007, jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 45.600 jiwa (1,33%) dari 629.900 jiwa pada Juli 2005 menjadi 584.300 jiwa pada Maret 2007. Penurunan penduduk miskin tidak hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di perkotaan berkurang sebanyak 27.500 jiwa (2,50%) menjadi 144.100 jiwa pada bulan Maret 2007. Demikian juga di perdesaan, jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 18.100 jiwa (0,88%) menjadi 440.200 jiwa pada periode yang sama.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    14

    Meskipun jumlah penduduk miskin berkurang, prestasi tersebut belumlah menggembirakan. Secara relatif proporsi kemiskinan tahun 2007 di Kalimantan Barat (12,91%) masih lebih banyak dibanding Kalsel (7,01%), Kalteng (9,38%) dan Kaltim (11,04%).

    Seiring dengan penurunan jumlah penduduk miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index disingkat P1) juga menunjukkan penurunan dari 2,44 tahun 2005 menjadi 1,79 tahun 2007. Demikian juga halnya dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index disingkat P2) menurun dari 0,64 tahun 2005 menjadi 0,41 tahun 2007. Semakin tinggi angka P1 dan P2 pertanda semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (P1) dan semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin (P2).

    Sisi lain penampakan kemiskinan di tengah-tengah masyarakat dapat dilihat dari:

    a. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak dan memenuhi persyaratan gizi masih menjadi persoalan bagi masyarakat miskin. Rendahnya kemampuan daya beli merupakan persoalan utama bagi masyarakat miskin. Sementara itu permasalahan pada tingkat petani sebagai produsen, berkaitan dengan belum efisiennya proses produksi pangan, serta rendahnya harga jual yang diterima petani.

    b. Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Kesehatan. Pada umumnya tingkat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Angka Kematian Bayi (AKB) pada kelompok berpendapatan rendah masih selalu di atas AKB masyarakat berpendapatan tinggi. Status kesehatan masyarakat miskin diperburuk dengan masih tingginya penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis paru, dan HIV/AIDS.

    c. Terbatasnya Akses dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu upaya penting dalam penanggulangan kemiskinan. Pembangunan pendidikan ternyata belum sepenuhnya mampu memberi pelayanan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat. Hingga saat ini, masih terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antar kelompok masyarakat terutama antara penduduk kaya dan penduduk miskin dan antara perdesaan dan perkotaan. Keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan pendidikan dasar terutama disebabkan tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung.

    d. Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha. Masyarakat miskin umumnya menghadapi permasalahan terbatasnya kesempatan kerja, terbatasnya peluang mengembangkan usaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga.

    e. Terbatasnya Akses terhadap Air Bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya akses, terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air.

    f. Proses pemiskinan terjadi dengan menyempitnya dan hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat miskin akibat penurunan mutu lingkungan hidup terutama hutan, laut, dan daerah pertambangan.

    g. Beban masyarakat miskin makin berat akibat besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Menurut data Badan Pusat Statistik, rumahtangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar daripada rumahtangga tidak miskin. Dengan beratnya beban rumahtangga, peluang anak dari keluarga miskin untuk melanjutkan pendidikan menjadi terhambat dan seringkali mereka harus bekerja untuk membantu membiayai kebutuhan keluarga.

    6. Pendidikan

    Upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadi perhatian penting. Sumber daya manusia (SDM) merupakan subjek dan sekaligus objek pembangunan mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak di dalam kandungan hingg akhir hayat.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    15

    Kualitas SDM Kalimantan Barat semakin meningkat namun belum dapat dikategorikan ke dalam kualitas baik. Ini dibuktikan dengan tingkat pendidikan pekerja (hampir 82 persen pendidikannya paling tinggi tamatan SLTP) dan pencapaian indeks pembangunan manusia (IPM). IPM meningkat dari 66,2 pada tahun 2005 menjadi 67,1 tahun 2006 (peringkat 28 dari 33 provinsi). Indikator-indikator yang dipakai dalam IPM, pencapainnya belum menggembirakan terutama jika dibandingkan dengan IPM DKI sebesar 76,3 (peringkat 1). Secara rinci nilai tersebut merupakan komposit dari (1) angka harapan hidup saat lahir (Kalbar = 66,0 tahun ; Nas = 68,5 tahun), (2) angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas (Kalbar = 89,07 persen ; Nas. = 91,5 persen), (3) angka rata-rata lama sekolah ( Kalbar 6,7 tahun; Nas. = 7,4 tahun), dan (4) Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan (Kalbar = Rp.613.900 per kapita per bulan ; Nas. = Rp. 621.300 per kapita per bulan).

    Taraf pendidikan penduduk Kalimantan Barat meskipun menunjukkan peningkatan, namun capaiannya masih di bawah capaian nasional. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam proses pelaksanaannya menunjukkan hasil yang positip. Hingga tahun 2006 proporsi penduduk usia 2-6 tahun yang mengikuti pra sekolah atau PAUD 8,13% (Nasional 19,53%). Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia SD (7 -12 tahun) meningkat sebesar satu persen dari 95,5% tahun 2005 menjadi 96,5% tahun 2006. APS usia SMP (13-15 tahun) bertambah dari 80,4% tahun 2005 menjadi 83,5 tahun 2006. APS usia 1618 tahun meningkat sebesar 1,0% dari 47,6% tahun 2005 menjadi 48,6% tahun 2006. Pencapaian APS Kalbar masih berada di bawah pencapaian APS Nasional di semua kelompok umur. Hingga tahun 2006, APS Nasional usia SD sebesar 97,4% ; usia SMP sebesar 84,1% dan usia SMA sebesar 53,9%. Angka Parisipasi Kasar (APK) pada jenjang pendidikan SD/MI tergolong baik (melebihi APK SD/MI Nasional) sedangkan APK SMP/MTs dan SMA/SMK/MA masih jauh di bawah Nasional. Pencapaian APK pada masing-masing jenjang pendidikan adalah SD/MI =114,6% (Nasional = 110,0) ; SMP/MTs = 77,9% (Nasional = 81,9); dan SMA/SMK/MA = 43,8% (Nasional = 56,7). Angka Partisipasi Murni (APM) Kalbar meskipun menunjukkan peningkatan namun pencapaiannya masih di bawah APM Nasional. Hingga tahun 2006 pencapaian APM SD/MI; SMP/MTs dan SMA/MA/SMK di Kalbar masing-masing sebesar 93,5% ; 60,9% dan 34,8%.

    Sedangkan APM Nasional sudah mencapai 93,5% untuk tingkat SD/MI; 66,5% untuk tingkat SMP/MTs dan 43,8% untuk tingkat SMA/MA/SMK. Di antara 33 Provinsi, capaian APM SMA/MA/SMK berada di urutan 28.

    Pemerataan kesempatan belajar belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat usia sekolah. Program Wajib Belajar 9 tahun belum terselesaikan hingga saat ini. Kenyataan ini didukung dengan pencapaian indikator pembangunan pendidikan Angka Putus Sekolah di Kalbar cukup tinggi. Hingga tahun 2005, Angka Putus Sekolah di Kalbar dan angka mengulang pada tiap jenjang pendidikan adalah SD/MI = 1,21% dengan angka mengulang = 7,78%; SMP/MTs = 1,67% dengan angka mengulang = 0,76%; SMA/SMK/MA = 1,54% dengan angka mengulang = 0,79%.

    Angka Melek Huruf usia 15 tahun ke atas baru mencapai 87,7% (Nasional 90,9%). Ini berarti masih terdapat 12,3% penduduk Kalbar usia 15 tahun ke atas yang belum dapat membaca dan menulis alias buta huruf.

    Kuantitas guru yang memenuhi kualifikasi mengajar di Kalbar ternyata cukup memprihatinkan. Data Dinas Pendidikan Nasional Kalbar pada Maret 2006 menyebutkan, Guru SD/MI yang memenuhi kualifikasi akademik S-1 dan D-4 hanya mencapai 2,43 persen. Sementara guru SMP/MTs yang memenuhi kualifikasi mengajar sebanyak 37,18 persen dan guru SMA/SMK/MA berjumlah 56,74 persen. Sedangkan guru TK/RA/BA yang memenuhi kualifikasi tersebut berjumlah 7,56 persen.

    Jumlah Guru yang dibutuhkan masih kurang. Data dari Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Kalbar tahun 2006 menyebutkan bahwa kekurangan guru karena pensiun berjumlah 22.517 orang, termasuk guru Taman Kanak-kanak sebanyak 302 orang. Rinciannya adalah sebagai berikut : Guru SD 12.347 orang, SMP 6.328 orang, SMA 2.746 orang, dan SMK 751 orang dan PLB 43 orang. .

    Kondisi sekolah atau ruang kelas yang rusak berat dan rusak ringan relatif banyak. Pada tahun 2006, dari 21.645 unit gedung SD/MI yang tersedia, 14,1% di antaranya dalam kondisi rusak berat dan 21,8% rusak ringan. Gedung SMP/MTs yang berjumlah 5.567 unit, 4,6% di antaranya rusak berat dan 15,7% rusak ringan.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    16

    7. Kesehatan

    Status kesehatan masyarakat Kalimantan Barat secara umum menunjukkan peningkatan namun masih lebih rendah dibandingkan nasional. Usia Harapan Hidup masyarakat Kalimantan Barat meningkat dari 64,8 tahun pada tahun 2004 menjadi 66,0 tahun pada tahun 2006. (Nasional pada tahun 2006 = 68,5 tahun). Angka Kematian Bayi (IMR) menurun dari 44 per 1000 kh tahun 2003 menjadi 38,41 per 1000 kh tahun 2005 (Nasional = 32,3 per 1000 kh tahun 2005). Angka Kematian Ibu (MMR) berkurang dari 592 per 100.000 kh pada tahun 2002/03 menjadi 403 per 100.000 kh pada tahun 2004/05 (Nasional 307 per 100.000 kh). Prevalensi Gizi buruk dan kurang pada balita berkurang sebesar 0,3% dari 2,1% tahun 2005 menjadi 1,8% pada tahun 2006.

    Pengetahuan dan pemahaman kesehatan reproduksi, khususnya di kalangan remaja, masih rendah. Fenomena kehamilan yang tidak diinginkan yang mengarah pada tindakan aborsi dan meluasnya HIV/AIDS di Kalbar bagai gunung es. Saat ini Kalbar sudah berada pada kondisi yang mengkhawatirkan dalam hal penyebaran dan penderita HIV/AIDS (berada pada urutan ke 6 di antara 33 provinsi). Hingga Desember 2007 penderita HIV/AIDS di Kalimantan Barat sebanyak 2.000 orang dengan rincian penderita HIV sebanyak 1.235 orang dan penderita AIDS sebanyak 765 orang. Penderita HIV/AIDS ini tersebar di 14 Kabupaten/Kota. Trend penularan HIV/AIDS terkait erat dengan hubungan sex yang tidak aman.

    a. Derajat Kesehatan Makro

    Usia Harapan Hidup masyarakat Kalimantan Barat meningkat dari 64,8 tahun pada tahun 2004 menjadi 66,2 tahun pada tahun 2006. (Nasional pada tahun 2006 = 67,6 tahun). Angka Kematian Bayi (IMR) menurun dari 44 per 1000 kh tahun 2003 menjadi 33,4 per 1000 kh tahun 2005 (Nasional = 32,3 per 1000 kh tahun 2005). Angka Kematian Ibu (MMR) bertambah dari 520 per 100.000 kh tahun 2000 menjadi 566 per 100.000 kh tahun 2003. Prevalensi Gizi buruk dan kurang pada balita bertambah sebesar 0,2% dari 2,3% tahun 2003 menjadi 2,5% tahun 2004.

    b. Derajat Kesehatan Mikro

    Kondisi lingkungan dan sanitasi dasar tergolong kurang sehat. Keluarga/RT yang menempati rumah sehat baru mencapai 57,3%, yang menggunakan jamban sehat baru mencapai 54,1%, yang menggunakan air bersih 52,9%. Pelaksanaan Imunisasi Polio tahun 2005 sudah mencapai 98,1% dari 464.670 Balita yang terdata.

    Hingga tahun 2005 indikator kinerja Bidang Kesehatan belum mencapai target seperti yang ditetapkan dalam SPM Kesehatan. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4 sebesar 86%, pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan sebesar 78%, Ibu hamil resiko tinggi yang dirujuk sebesar 65%, kunjungan pelayanan kesehatan kepada bayi baru lahir di satu wilayah sebesar 83%, kunjungan bayi sebesar 72%, Bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah yang dirujuk sebesar 65%, deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah oleh tenaga kesehatan 2 kali per tahun sebesar 60%, pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat di satu wilayah kerja sesuai standar oleh tenaga kesehatan/tenaga terlatih sebesar 50%, pelayanan kesehatan remaja sebesar 50%, peserta KB aktif sebesar 53%, pelayanan kesehatan pra usia lanjut dan usia lanjut sebesar 30%. Persentase Puskesmas ISO masih nihil. Puskesmas yang melaksanakan klinikal algoritma sebesar 25,5% dan sarana Layanan Kesehatan (Yankes) yang telah menerapkan PMK sebesar 2,3%.

    Sementara itu kualitas penanganan obat dan perbekalan kesehatan menunjukkan hasil sbb : persentase ketersediaan obat sesuai kebutuhan adalah 70%, pengadaan obat esensial sebesar 80%, pengadaan obat generik sebesar 85%, penulisan resep obat generik sebesar 70%.

    Ketersediaan sumberdaya kesehatan hingga saat ini adalah sebagai berikut :

    - Puskesmas yang memiliki tenaga dokter baru mencapai 76,4%. - Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang memiliki tenaga dokter spesialis dasar baru

    mencapai 45,5%. - Rasio dokter per 100.000 penduduk adalah 7,9.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    17

    - Rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk adalah 2,6. - Rasio dokter gigi per 100.000 penduduk sebesar 2,7. - Rasio bidan per 100.000 penduduk sebesar 31,9. - Rasio Apoteker per 100.000 penduduk sebesar 4,2. - Rasio perawat per 100.000 penduduk sebesar 75,8. - Rasio ahli gizi per 100.000 penduduk adalah 7,4. - Rasio ahli sanitasi per 100.000 penduduk sebesar 10,1. - Rasio ahli kesehatan masyarakat per 100.000 penduduk sebesar 2,7.

    8. Agama dan Budaya

    a. Suasana kehidupan keagamaan di Kalimantan Barat tetap kondusif. Sampai dengan tahun 2007 tidak terjadi konflik yang mengatasnamakan agama. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan jumlah rumah ibadah sebesar 12,87% yaitu sebanyak 12.237 unit (tahun 2005: 10.842 unit), sedangkan rohaniawan/penyuluh agama meningkat sebesar 13,37% seluruhnya berjumlah 1.518 orang (tahun 2005: 1.339 orang).

    b. Terpelihara kesadaran yang kuat di kalangan pemuka dan pemeluk agama untuk mengamalkan ajaran agama dan membangun kehidupan sosial keagamaan yang harmonis baik dalam hubungan intern maupun antar umat beragama secara aman, damai, dan saling menghargai.

    c. Secara kuantitatif terjadi peningkatan kehidupan keagamaan masyarakat. Namun secara kualitatif kehidupan keagamaan mereka masih belum optimal, hal ini terlihat dari belum sepenuhnya nilai dan norma ajaran agama dijadikan landasan berpikir dan berprilaku, serta kecendrungan beragama sebagian mereka yang formalistik dan hanya berkisar pada aspek kesalehan individual, belum menjangkau aspek-aspek kesalehan sosial (kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, dsb).

    d. Kehidupan Sosial Budaya Kalimantan Barat pada umumnya relatif baik. Sampai dengan tahun 2007 tidak terjadi konflik yang tergolong SARA.

    e. Beberapa aspek kehidupan sosial budaya masyarakat Kalimantan Barat mengalami kemajuan secara signifikan, seperti semakin kokohnya persatuan dalam keragaman, tumbuhnya toleransi, berkembangnya budaya damai, serta kondusifnya interaksi antar budaya.

    f. Namun ada beberapa aspek sosial budaya yang stagnan. Pada aspek pembangunan karakter dan jatidiri masyarakat yang maju, misalnya semangat menghargai dan mampu mengaktualkan nilai budaya luhur, kekeluargaan, solidaritas sosial, nasionalisme, serta kultur mandiri dan kreatif-inofatif, belum berkembang secara optimal dan merata. Selama dua tahun (2004-2006) Keluarga Sejahtera III plus hanya meningkat 9,04% atau bertambah 4.835 KK (2004: 53.310 KK, 2006: 58.145 KK), dan Keluarga Sejahtera III meningkat 21,06% atau bertambah 28.803 KK (2004: 136.735 KK, 2006: 165.536 KK). Sedangkan Keluarga Sejahtera II hanya menurun 1,02% atau berkurang 3.085 KK (2004: 332.807, 2006: 329.722 KK), dan Keluarga Sejahtera I menurun 19,82% atau berkurang 59.881 KK (2004: 361.984 KK, 2006: 302.103 KK). Ironisnya Keluarga Pra-Sejahtera meningkat pesat yaitu sebesar 147% atau bertambah 26.145 KK (dari 17.748 KK tahun 2004 menjadi 43.893 KK tahun 2006).

    9. Pariwisata

    a. Provinsi Kalimantan Barat sangat kaya dengan nilai dan keragaman budaya, serta kaya dengan keindahan alam yang semuanya merupakan bagian dari obyek potensial kepariwisataan.

    b. Sampai dengan saat ini potensi kepariwisataan tersebut belum digali, dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Kuantitas dan kualitas pengembangan jaringan jalan guna mendukung pengembangan destinasi pariwisata masih kurang/terbatas.

    c. Pengelolaan kekayaan budaya dan kekayaan alam untuk kepariwisataan, seperti pembangunan infra struktur kepariwisataan, pembuatan Perda kepariwisataan, serta inventarisasi koleksi khasanah kebudayaan dan kesejarahan Kalimantan Barat belum optimal terwujud secara komprehensif dan berkelanjutan.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    18

    D. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

    Propinsi Kalimantan Barat dengan luas 14.680.790 Ha, mempunyai berbagai potensi sumberdaya alam yang berupa lahan untuk pengembangan pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan serta dalam bentuk potensi bahan tambang dan sumberdaya energi.

    Dari luasan provinsi, peruntukkan untuk lahan pertanian seluas 14.649.120 Ha yang meliputi lahan sawah seluas 497.440 Ha dan lahan kering seluas 14.151.680 Ha. Pemanfaatan lahan kering meliputi pekarangan, tegalan, ladang, pengembalaan/padang rumput, tidak diusahakan, hutan rakyat, hutan negara, perkebunan, rawa, tambak, dan kolam/empang.

    1. Tanaman Pangan dan Hortikultura

    a. Produksi padi sawah dan ladang di Kalimantan Barat tahun 2006 sebesar 1.107.662 ton, luas panen 378.042 hektar dengan produksi rata-rata 29,3 kuintal per hektar. Produksi rata-rata padi kita masih dibawah produktivitas nasional yaitu sebesar 46,1 kuintal per hektar.

    b. Produksi jagung sebesar 136.777 ton, luas panen 38.271 hektar dengan produksi rata-rata 35,74 kuintal.

    c. Ubi kayu produksinya sebesar 250.173 ton, luas panen 17.775 hektar dengan produktivitas rata-rata 140,74 kuintal per hektar.

    d. Ubi jalar produksinya sebesar 13.356 ton, luas panen 1.853 hektar, dengan produksi rata-rata 72,08 kuintal per hektar.

    e. Kacang Tanah produksinya sebesar 2.397 ton, luas panen 2,178 hektar, dengan produksi rata-rata 11 kuintal per hektar.

    f. Kacang Kedelai produksinya sebesar 1.728 ton, luas panen 1.515 hektar, dengan produksi rata-rata 11,41 kuintal per hektar.

    g. Kacang Hijau produksinya sebesar 1.290 ton, luas panen 1.854 hektar, dengan produksi rata-rata 6,96 kuintal per hektar.

    h. Produksi buah-buahan seperti alpokat sebesar 345 ton, belimbing 1.198 ton, duku/langsat 5.058 ton, durian 32.744 ton, jambu biji 1.447 ton, jeruk 164.112 ton, manggis 837 ton, mangga 2.660 ton, nangka 8.978 ton, nenas 11.072 ton, pepaya 3.738 ton, pisang 58.260 ton, rambutan 19.275 ton, salak 2.149 ton, sawo 1.743 ton, sirsak 736 ton, dan sukun 2.382 ton.

    2. Perkebunan

    a. Usaha perkebunan di Kalimantan Barat berdasarkan luas dan sistem pengelolaannya dibagi 2 (dua) jenis, yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Luas areal perkebunan di Kalimantan Barat seluas 1.071.139 ha / 503.692 kk, Jumlah produksi 1.149.387 ton dengan rata-rata produksi 1.636 kg/ha/thn, Produktifitas per hektar pada umumnya perkebunan besar (2.823 kg/ha/thn) lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkebunan rakyat (1.213 kg/ha/thn).

    b. Komoditi unggulan Kalbar adalah karet, kelapa sawit, kelapa, kakao dan lada, yang paling dominan adalah karet, kelapa dan kelapa sawit. Produksi karet yang di produksi oleh Perkebunan besar adalah 1.506 ton, rata-rata produksi 319 ton, dengan luas tanam 7.475 hektar/8 perusahaan dan kelapa sawit produksinya 350.662 ton dengan luas tanam 178.441 hektar / 74 perusahaan dengan rata-rata produksi 2.930 kg/ha/thn.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    19

    c. Produksi karet yang diproduksi perkebunan rakyat adalah 220.882 ton dengan luas tanam 505.281 hektar / 259.028 kk dengan rata-rata produksi 761 kg/ha/thn, kelapa sawit produksinya 350.171 ton dengan luas tanam 186.677 hektar/82.733 kk dengan rata-rata produksi 2.228 kg/ha/thn, kelapa hibrida produksinya 5.926 ton dengan luas tanam 12.130 hektar / 16.738 kk dengan rata-rata produksi 924 kg/ha/thn, kelapa dalam produksinya 67.750 ton dengan luas tanam 98.682 hektar/75.884 kk dengan rata-rata produksinya 979 kg/ha/thn, lada produksinya 5.261 ton dengan luas tanam 9.894 hektar/19.709 kk dengan rata-rata produksinya 1.063 kg/ha/thn, kopi produksinya 4.303 ton dengan luas tanam 13.937 hektar / 23.247 kk dengan rata-rata produksinya 528 kg/ha/thn dan kakao produsinya 2.018 ton dengan luas tanam 8.514 hektar / 9.233 kk dengan rata-rata produksinya 560 kg/ha/thn.

    d. Belum tercukupinya benih dan bibit yang bermutu untuk pengembangan perkebunan rakyat maupun swasta serta beredarnya bibit illegal di kalangan masyarakat, sehingga berakibat belum optimalnya pengembangan perkebunan rakyat.

    e. Belum optimalnya peningkatan nilai tambah produk perkebunan melalui pasca panen, peningkatan mutu, pengolahan hasil dan pemasaran.

    f. Lambatnya realisasi penanaman perkebunan besar kelapa sawit dari target yang telah ditetapkan.

    g. Masih rendahnya akses terhadap sumberdaya produktif, terutama permodalan bagi petani perkebunan.

    h. Revitalisasi sistem penyuluhan perkebunan dengan jalan rasionalisasi tenaga penyuluh dalam agribisnis, kualitas penyuluh dan petani/pelaku agribisnia, serta pengembangan kawasan / sentra agribisnis belum optimal.

    i. Belum optimalnya akses terhadap pasar, melalui pelayanan informasi pasar dan peningkatan layanan promosi pasar.

    j. Masih rendahnya kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan inovasi teknologi pembukaan lahan tanpa bakar.

    k. Masih rendahnya tingkat pertisipasi masyarakat terhadap pengamatan dini, pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

    l. Masih rendahnya minat petani dalam penganekaragaman usaha perkebunan.

    3. Kehutanan

    a. Kawasan hutan di Kalimantan Barat mempunyai luas 9.178.760 hektar, dengan berbagai fungsi yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK Nomor : 259/Kpts-II/2000, yaitu kawasan konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi dan hutan produksi konversi.

    b. Kawasan lindung mempunyai luas 2.307.045 hektar dan kawasan konservasi seluas 1.915.530 ha yang terdiri dari cagar alam 153.275 hektar, taman nasional 1.252.895 hektar, hutan wisata alam 29.310 hektar, suaka alam laut daratan 22.215 hektar dan suaka alam perairan 187.885 hektar.

    c. Kawasan budidaya kehutanan mempunyai luas 5.226.135 hektar, yang terdiri dari hutan produksi terbatas 2.445.985 hektar, hutan produksi biasa 2.265.800 hektar, dan hutan produksi konversi seluas 514.350 hektar.

    d. Lahan kritis mencapai luas 5.043.037 hektar, yang terdiri dari lahan kritis dalam kawasan hutan seluas 2.069.158 hektar dan lahan kritis diluar kawasan hutan seluas 2.973.879 hektar.

    e. Belum mantapnya batas kawasan hutan.

    f. Belum mantapnya kemitraan antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari.

    g. Belum memadainya database untuk perencanaan kehutanan.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    20

    h. Terbatasnya SDM yang profesional dibidang kehutanan.

    i. Belum optimalnya operasi pengamanan dan perlindungan terhadap hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.

    j. Belum optimalnya pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

    k. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

    l. Belum optimalnya pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan.

    m. Terbatasnya kemampuan tenaga pengamanan, pengawasan peredaran hasil hutan baik kualitas maupun kuantitasnya.

    n. Sulitnya mendapat lahan yang clean and clear untuk pembangunan kehutanan.

    o. Tidak seimbangnya kapasitas industri Pengolahan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) dengan kemampuan produksi lestari sumber daya hutan Kalimantan Barat.

    4. Peternakan

    a. Pada Th 2007 populasi ternak sapi adalah 166.800 ekor, sapi perah 33 ekor, kerbau 2.222 ekor, babi 386.919 ekor, domba 129 ekor dan kambing 132.365 ekor.

    b. Sedangkan populasi unggas seperti ayam buras sebanyak 4.628.849 ekor, ayam ras pedaging 13.939.332 ekor, ayam ras petelur 2.930.905 ekor dan itik 439.306 ekor.

    c. Kalimantan Barat telah swasembada telur ayam dengan produksi 31.606 Ton/Tahun 20 % diantaranya dijual antar pulau seperti Natuna, Bangka Belitung, Tembelan, Pangkalanbun, Jakarta dll.

    d. Untuk daging sapi, dengan jumlah pemotongan pada Tahun 2007 sebanyak 36.597 ekor( 5.532 Ton Daging). 8.000 ekor ternak sapi diantaranya masih didatangkan dari luar Kalimantan Barat terutama dari Pulau Madura, NTB dan Jawa Timur.

    5. Perikanan dan Kelautan

    a. Produksi perikanan pada tahun 2007 sebesar 79.805,92 ton terdiri dari perikanan laut sebesar 63.808,10 ton, perairan umum 7.208,00 ton dan perikanan budidaya sebesar 8.789,82 ton.

    b. Volume ekspor hasil perikanan pada tahun 2007 tercatat sebesar 819.188,00 ekor untuk jenis ikan beku, ikan hidup dan ikan hias serta sebesar 2.641.969,46 kg untuk udang dan cumi beku.

    c. Jumlah rumah tangga perikanan untuk perikanan laut adalah 8.143, perairan umum 5.463, dan perikanan budidaya sebesar 14.534.

    d. Jumlah armada perikanan laut berjumlah 8.783 buah terdiri dari perahu motor berjumlah 2.112 buah, motor tempel berjumlah 2.956 buah dan kapal motor berjumlah 3.715 buah.

    6. Pertambangan dan Galian

    a. Pengelolaan pertambangan yang belum optimal. Deposit pertambangan yang cukup potensial adalah emas sebesar 590.900 ton terdapat di Kab. Pontianak, Kab. Sintang, Kab. Bengkayang dan Kab. Kapuas Hulu, bauksit sebesar 859.635.918 ton terdapat di kab Sanggau, pasir kwarsa sebesar 633.664.441 ton di daerah Sambas dan Ketapang, kaolin sebesar 317.048.857 ton di daerah Bengkayang dan Ketapang, granit sebesar 1.300.000 ton terdapat di daerah Sanggau, Pontianak, dan Landak, pasir sirkon sebesar 5.410.484.720 ton berada di kab Sambas, gambut sebesar 12.577.145.600 ton berada di Kab. Pontianak, Ketapang, dan Kota Pontianak, dan batubara sebesar 181.635.975 ton di daerah Sintang dan Kapuas Hulu, serta pasir kuarsa dengan potensi sebesar 633.664.441 ton terdapat di Kab. Sambas dan Ketapang.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    21

    b. Praktik penambangan emas tanpa izin (PETI), galian kaolin dan pasir yang tidak terkontrol menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan. Gangguan ekosistem akibat penambangan apabila terjadi dalam skala besar akan menyebabkan gangguan keseimbangan lingkungan yang berdampak buruk bagi kehidupan manusia.

    7. Lingkungan Hidup

    a. Kalimantan Barat memiliki lahan kritis yang luas, yaitu mencapai 5.043.037 hektar, terdiri dari tiga daerah aliran sungai (DAS), yaitu DAS Sambas dengan luas 1.177.735,5 hektar, DAS Kapuas dengan luas 10.011.780,70 hektar dan DAS Pawan dengan luas 3.265.855,10 hektar.

    b. Belum optimalnya pengendalian dampak kebakaran hutan dan lahan.

    c. Masih lemahnya pemantauan kualitas udara dan badan air secara kontinyu dan terkoordinasi antar daerah dan antar sektor.

    d. Masih lemahnya pengembangan sistem informasi terpadu antara sistem jaringan pemantauan kualitas lingkungan hidup.

    e. Masih belum adanya komitmen penuh dari pihak terkait dalam pengendalian dampak lingkungan.

    f. Belum optimalnya pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan, termasuk teknologi tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan limbah, dan teknologi industri yang ramah lingkungan.

    g. Kebijakan pemerintah dalam pengendalian pencemaran asap akibat kebakaran hutan, lahan dan pekarangan belum dilaksanakan secara komperhensif, disamping itu dampak asap masih belum menjadi prioritas penanganan dari dinas/instansi terkait.

    h. Masih lemahnya institusi di tingkat Kabupaten/Kota dalam penanganan kebakaran hutan, lahan dan pekarangan.

    i. Masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap dampak yang ditimbulkan akibat pencemaran air (khususnya pencemaran merkuri).

    j. Masih lemahnya kapasitas pengelola lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota dalam penanganan kasus-kasus dalam permasalahan lingkungan hidup.

    k. Pengaduan dan kasus-kasus lingkungan hidup yang disampaikan berbagai pihak kepada Pos Pengaduan Lingkungan Hidup belum dapat ditindaklanjuti sepenuhnya akibat benturan pendanaan dan jumlah personel PPLH dan PPNS-LH yang masih terbatas.

    E. SARANA DAN PRASARANA

    1. Penataan Ruang

    a. Topografi wilayah Provinsi Kalbar terdiri dari dataran rendah (datar), bergelombang, berbukit-bukit dan bergunung. Dalam konsep pembangunannya, Kalbar dibagi kedalam 3 (tiga) Wilayah Pengembangan (WP) yang meliputi WP Pesisir dan Kepulauan, WP Perbatasan Antar Provinsi dan Antar Negara, dan WP Pedalaman. WP Pedalaman terdiri dari 3 (tiga) kabupaten, yakni Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sekadau, dan Kabupaten Landak. WP Pesisir terdiri dari 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Pontianak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sambas, dan sebagian wilayah Kabupaten Ketapang, Kota Pontianak dan Kota Singkawang. WP Antar Provinsi meliputi Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Ketapang. Untuk WP Antar Negara mencukup 5 (lima) kabupaten yang meliputi Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    22

    b. WP Pedalaman yang difokuskan di Kawasan Tayan, diarahkan pada titik pusat pembangunan transportasi yang membuka keterisolasian wilayah pedalaman dan memperlancar aksesibilitas arus orang dan barang ke dan dari wilayah pesisir. Pengembangan Pedalaman meliputi kegiatan pembangunan jalan dan jembatan, pelabuhan sungai, penataan kota, pusat agribisnis, pertambangan, instalasi air bersih & kelistrikan, dan model pertanian dengan sistem keuangan mikro. WP Pesisir dan Kepulauan diarahkan pada pengembangan pelabuhan samudera (pelabuhan regional), promosi investasi, terminal perikanan, budidaya-tangkap ikan, agribisnis, dan parawisata (budaya, kesenian, pantai dan kepulauan). WP Perbatasan Antar Propinsi diarahkan pada pengembangan pertambangan, perkebunan, eco-tourism, dan promosi pariwisata. WP Perbatasan Antar Negara diarahkan pada pengembangan PKSN (border area development), perkebunan, industrial estate, promosi pariwisata, dan mobilisasi sumberdaya.

    c. Pada kenyataannya sampai saat ini prinsip pembangunan yang terintegrasi, terpadu dan serasi dalam rangka memperkecil disparitas ketimpangan wilayah antara daerah, disparitas ekonomi, disparitas pendapatan masyarakat, pemanfaatan ruang dan pengelolaan pertanahan belum dapat diwujudkan secara maksimal. Serta belum terealisasinya keserasian pemanfaatan ruang dan belum maksimalnya peningkatan pengembangan wilayah pesisir, wilayah tertinggal, perbatasan serta pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh.

    2. Transportasi

    a. Di sektor transportasi darat, panjang jalan yang tersedia sangat memprihatinkan, dan merupakan salah satu kendala utama dalam hal pengembangan wilayah. Kondisi jalan Nasional dengan kondisi baik pada tahun 2006 hanya sebesar 674.86 km (42,84 %), kondisi sedang sepanjang 482.18 km (30,61 %). Sementara yang mengalami rusak sepanjang 365.88 (23,22 %) dan kondisi mengalami Rusak Berat sepanjang 52.4 km (3,33 %). Kemudian jalan Provinsi , dengan kondisi Baik sepanjang 528.13 km (34,79 %), kondisi sedang sepanjang 356.77 km (23,50 %), dan kondisi rusak sepanjang 377.40 km (24,32 %) serta kondisi rusak berat sepanjang 255.63 km (16,85 %). Hasil ini menunjukkan masih banyaknya kondisi jalan provinsi yang perlu ditangani pada tahun-tahun mendatang.

    b. Di sektor transportasi sungai kondisi yang ada juga tidak begitu baik, meski sebenarnya sungai tetap merupakan urat nadi transportasi penduduk berhubung masih banyaknya kampung-kampung yang hanya bisa dihubungi lewat jalan air. Hal ini terjadi karena besarnya degradasi lingkungan pada DAS (Daerah Aliran Sungai) seperti halnya illegal logging, illegal mining (PETI). Selain itu pada dua puluh tahun terakhir ini banjir dan kekeringan agak meningkat frekuensinya. Akibatnya, seringkali pelayaran sungai terhenti, karena sungainya mengalami pendangkalan.

    c. Jalur pelayaran sungai memiliki peranan ganda dikaitkan dengan jalur transportasi jalan raya. Di satu sisi, pelayaran sungai merupakan pelengkap sistem transportasi jalan raya dan di sisi lain pelayaran sungai ini berperan sebagai alternatif lain bagi transportasi darat. Pada keadaan normal, di Kalimantan Barat terdapat banyak sungai yang dapat dilayari. Di antaranya yang utama adalah Sungai Kapuas panjang 1.086 km yang dalam keadaan normal secara efektif dapat dilayari sepanjang 870 km, Sungai Sambas (dengan panjang 233 km) di Kabupaten Sambas, Sungai Pawan, Sungai Kendawangan dan Sungai Jelai di Kabupaten Ketapang.

    d. Selain lalu lintas angkutan sungai, di Kalimantan Barat dioperasikan angkutan penyeberangan sebanyak enam lintasan penyeberangan yang menghubungkan jalan raya yang terputus oleh aliran sungai. Lintasan penyeberangan Bardan (Pontianak)Siantan adalah merupakan lintasan penyeberangan yang dioperasionalkan oleh pihak swasta (PT. Prima Vista), sedangkan lima lintasan penyeberangan lainnya dioperasikan oleh PT. ASDP Cabang Pontianak, yaitu lintasan penyeberangan TayanPiasak di Kabupaten Sanggau berperan untuk menunjang jalan raya lintas KalimantanTayanKetapang. Lintasan penyeberangan Telok KalongTanjung Harapan, dan Tebas KualaPerigi Piai di Kabupaten Sambas berperan menunjang jalan raya antara SambasPaloh sepanjang 45 km, Lintasan penyeberangan Rasau JayaTelok Batang melintasi sungai dan selat dengan panjang lintasan 140 km yang menghubungkan daerah Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kubu Raya. Dan merupakan lintasan penyeberangan yang baru dibuka adalah penyeberangan Parit Sarem Sungai Nipah di Kabupaten Kubu Raya.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    23

    e. Beberapa pelabuhan laut yang penting sebagai pintu gerbang ekonomi yang merupakan pintu keluar-masuknya barang dan penumpang antar pulau dan internasional adalah Pelabuhan Pontianak, Sintete (Kabupaten Sambas), Telok Air di Batu Ampar dan Pelabuhan Ketapang (Kabupaten Ketapang). Pelabuhan Pontianak adalah pelabuhan kelas satu di bawah pengelolaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II dan merupakan pelabuhan terbesar di Propinsi Kalimantan Barat dengan fungsi pelayanan adalah pelabuhan Internasional, terletak di pinggir sungai Kapuas Kecil dengan jarak 31 km dari muara sungai dan dapat ditempuh 2 jam pelayaran. Pelabuhan Sintete sebagai pelabuhan nasional akan tetapi pada umumnya melayani hubungan pelayaran antara Kalimantan Barat dengan negara-negara Asia seperti Singapura, Malaysia, Thailand bahkan sampai ke Jepang. Pelabuhan Sambas dan Singkawang hanya terbuka untuk pelayaran antarpulau, yaitu melayani hubungan pelayaran Kalimantan Barat dengan daerah di Pulau Sumatera dan tidak terbuka untuk pelayaran Internasional. Pelabuhan Telok Air dan Ketapang banyak melayani hubungan laut Kalimantan Barat dengan kota-kota di Pulau Jawa seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya.

    f. Sistem transportasi udara Propinsi Kalimantan Barat didukung oleh lima lokasi lapangan udara yang tersebar di empat kabupaten. Dua bandara yaitu Bandara Supadio di Pontianak. dan Bandara Rahadi Osman di Ketapang, dipergunakan untuk melayani jalur-jalur penerbangan eksternal (dari dan ke luar propinsi). Sedangkan bandara lain yaitu Bandara Pangsuma di Putussibau, Bandara Susilo di Sintang dan Bandara Nanga Pinoh (Kabupaten Sintang) merupakan bandara yang hanya melayani jalur penerbangan lokal (antar kabupaten). Dengan demikian, secara keseluruhan di Kalimantan Barat ada empat jalur penerbangan lokal, empat jalur penerbangan antarpropinsi dan dua jalur penerbangan internasional.

    3. Energi dan Sumber Daya Mineral

    a. Kalimantan Barat sebagai bagian wilayah dari Craton-Kalimantan merupakan daerah yang potensial bagi terbentuknya berbagai cebakan bahan galian (mineral) yang memungkinkan untuk dikelola lebih lanjut sehingga menjadi bernilai ekonomis. Bahan galian tersebut terdari dari bahan galian logam (emas, bauksit, mangan, timah hitam, cinabar, antimoni, zircon, dll); bahan galian industri ( kaolin, ballclay, felspar, barit, yodium, pasir kuarsa, dll); bahan galian konstruksi (basalt, granit, dll); bahan galian energi (batubara, gambut, minyak dan gas bumi, dll) dan batumulia (Intan, kecubung,dll). Pada umumnya potensi bahan galian tersebut cadangannya belum diketahui dengan pasta atau belum terukur (Hipotetik/Speculatif). Sebagian besar bahan galian tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat telah diusahakan dalam bentuk perizinan berupa Kuasa Pertambangan (KP), Kontrak Karya (KK), Surat Izin Pertambangan Daerah (SPID) dan Surat Izin Pertambangan Rakyat (SIPR). Jumlah perizinan tersebut sampai dengan tahun akhir 2007 adalah berjumlah 292 (dua ratus sembilan puluh dua) buah perizinan.

    b. Wilayah Provinsi Kalimantan Barat mempunyai banyak potensi sumber daya alam yang merupakan sumber energi baru terbarukan yang memiliki prospek yang cukup tinggi untuk diolah lebih jauh agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, namun sampai saat ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Hanya beberapa potensi yang sebagian kecil sudah dimanfaatkan yaitu potensi energi air dan potensi energi surya di beberapa tempat atau lokasi. Dari hasil inventarisasi dan pengumpulan data terhadap potensi energi baru terbarukan yang ada di provinsi Kalimantan Barat, maka dapat disampaikan potensi-potensi energi tersebut sebagai berikut :

    1) Potensi energi air terinventarisasi dan teridentifikasi cukup besar dan tesebar di beberapa kecamatan dan kabupaten dengan total potensi daya mekanik teoritis sebesar 66,9 MW, suatu potensi yang tidak kecil nilainya sehingga perlu dikaji lebih jauh bagaimana memanfaatkan potensi energi air ini untuk kebutuhan sarana listrik masyarakat secara maksimal.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    24

    2) Sebagai negara tropis, hampir di seluruh wilayah Indonesia mempunyai potensi energi surya dengan radiasi harian matahari rata-rata 4,8 kWh/m2. Untuk Kalimantan Barat sendiri yang dilintasi garis Khatulistiwa mempunyai nilai intensitas energi surya yang cukup tinggi dengan radiasi energi surya harian rata-rata sebesar 2.768,7 Wh/m2 sampai dengan 9.583,9 Wh/m2 sehingga dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik melalui proses photovoltaic atau dengan menggunakan secara langsung panas matahari tersebut.

    3) Wilayah provinsi Kalimantan Barat juga memiliki potensi energi angin yang cukup banyak untuk dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber energi untuk pembangkitan energi listrik. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Supadio, secara umum kecepatan angin rata-rata per bulan di wilayah Kalimantan Barat adalah berkisar antara 2 6 knot dan kecepatan maksimum rata-rata per bulan adalah 6 26 knot.

    4) Dengan melihat potensi perkebunan sawit yang ada di Kalimantan Barat yaitu sebesar 626.181 ton per tahunnya. Maka dapat diperkirakan besar potensi daya listrik yang mampu dihasilkan. Dari 626.181 ton produksi TBS per tahun akan dihasilkan CPO sebanyak 22% atau sekitar 136.659,82 ton CPO. Jika kita memperkirakan bahwa 50% dari CPO tersebut dapat digunakan sebagai Biodiesel, maka dapat dihasilkan sekitar 68.329,91 ton biodiesel. Jika kita anggap 1 liter = 1 kg, maka biodiesel yang dihasilkan setara dengan 68.329.910 liter per tahunnya. Potensi daya yang dihasilkan dari Biodiesel tersebut adalah: 17.082.477,5 kW per tahunnya.

    5) Potensi Biomassa di Provinsi Kalimantan Barat juga memiliki potensi yang cukup besar jika dimanfaatkan semaksimal mungkin. Potensi ini didapat dari hasil pengelolaan limbah pertanian, antara lain: sekam padi yang memiliki potensi setara dengan 57.699.468,8 SLM atau dalam bentuk energi listrik setara dengan 524.540.625,45 kWh setiap tahunnya, karet setara dengan 257.071.995 SLM atau dalam bentuk energi setara dengan 2.337.018.136 kWh per tahun, kelapa setara dengan 60.585.993 SLM atau 550.781.754 kWh per tahun, kopi setara dengan 8.055.477 SLM atau 73.231.609 kWh per tahunnya, coklat/ kakao setara dengan 5.679.405 SLM atau 51.630.954,55 kWh per tahunnya, tandan kelapa sawit setara dengan 62.618.100 SLM atau 569.255.454,54 kWh per tahun.

    6) Potensi energi biogas di provinsi Kalimantan Barat dapat diperoleh dari limbah ternak yaitu sapi, kerbau, babi, maupun unggas. Dari hasil inventarisasi, pengumpulan data dan analisa yang dilakukan maka potensi energi dari pemanfaatan limbah ternak yang dapat dimanfaatkan untuk biogas ini dapat mencapai 33.712.804,66 SLM yang jika dikonversi menjadi energi listrik setara dengan 306.480.042,4 kWh.

    c. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan listrik yang kondisinya makin kritis di berbagai daerah. Penyebabnya dikarenakan masih rendahnya kemampuan investasi dan pengelolaan penyediaan sarana dan prasarana energi; masih rendahnya efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sarana dan prasarana yang sudah terpasang; masih tingginya ketergantungan pembangkit terhadap bahan bakar minyak. Pemenuhan kebutuhan energi yang tidak merata dihadapkan pada luasnya wilayah Kalimantan Barat. Hal itu juga dipengaruhi oleh lokasi potensi cadangan energi primer yang tersebar dan sebagian besar jauh dari pusat beban; keterbatasan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi; tingginya pertumbuhan permintaan berbagai jenis energi setiap tahun; serta kondisi daya beli masyarakat yang masih rendah.

    d. Sampai saat ini, upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi energi listrik yang merata bagi seluruh masyarakat yang ada di perkotaan maupun di perdesaan dilaksanakan melalui fasilitas yang ada pada PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat. Dalam melaksanakan tugasnya, PLN telah mengembangkan wilayah kerja menjadi 4 cabang dan 1 sektor, yaitu: Cabang Pontianak, Cabang Singkawang, Cabang Sanggau, Cabang Ketapang dan Sektor Kapuas. Sektor Kapuas menyuplai energi listrik untuk sistem Pontianak meliputi Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak. Cabang Pontianak mengelola kelistrikan di Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak dan Kabupaten Kubu Raya.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    25

    Cabang Ketapang mengelola kelistrikan untuk Kabupaten Ketapang dan Kayung Utara. Kelistrikan Kota Singkawang, Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang dikelola oleh Cabang Singkawang, sedangkan untuk wilayah Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu dikelola oleh Cabang Sanggau.

    e. Kapasitas terpasang total mesin pembangkit PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat sampai dengan tahun 2006 adalah 282,219 MW. Pertumbuhan energi listrik yang diproduksi oleh PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat juga telah mengalami kenaikan yang cukup baik, yaitu hampir 3 kali sebesar 894,23 GWh pada tahun 2002 menjadi 1.069,400 GWh pada tahun 2006.

    4. Telekomunikasi

    a. Perkembangan globalisasi yang diikuti dengan adanya AFTA dan BIMP-EAGA ditambah dengan perkembangan yang sangat cepat dalam bidang informasi dan komunikasi menyebabkan perkembangan infrastruktur di satu wilayah tidak terlepas dengan perkembangan wilayah lainnya. Kalimantan Barat yang sebagian besar wilayah daratnya berhubungan langsung dengan Malaysia, harus mengimbangi pembangunan infrastruktur di negeri jiran tersebut.

    b. Kebutuhan masyarakat akan fasilitas komunikasi sebagian besar sudah terlayani oleh pihak swasta berupa telepon seluler dan sudah hampir dapat menjangkau seluruh kabupaten di Kalimantan Barat. Selain harga pelayanan yang relatif makin murah juga memberikan kenyamanan bagi masyarakat dewasa ini.

    c. Secara umum teknologi internet belum dijadikan salah satu teknologi komunikasi yang utama pada masyarakat Kalimantan Barat dan perkembangannya pun masih terbatas di beberapa ibu kota kabupaten atau kota.

    5. Sumber Daya Air

    a. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber daya air permukaan maupun air tanah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang semakin luas dewasa ini. Akibat kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan menyimpan air. Hal yang memprihatinkan adalah indikasi terjadinya percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air dengan adanya deforestrasi, baik akibat penebangan komersil maupun pembalakan hutan secara liar (illegal logging). Kondisi ini sungguh sangat memprihatinkan karena pembalakan liar ini terbukti telah sampai menjarah hutan-hutan lindung di propinsi ini.

    b. Permasalahan yang terjadi di daerah kita adalah terletak pada ketersediaan air pada musim penghujan dan musim kemarau tidaklah merata. Di waktu musim kemarau, mendangkalnya alur-alur pelayaran dan intrusi air asin bukanlah hal baru lagi. Akibatnya, transportasi sungai ke daerah hulu menjadi terganggu. Meskipun transportasi darat dan udara telah berkembang, namun transportasi sungai tetap menjadi primadona. Bahkan ketersediaan air demikian tipisnya hingga penduduk di Kapuas Hulu dapat bermain bola di alur sungai. Di pihak lain, penduduk yang tinggal di muara sungai, mengalami kekurangan air bersih karena timbulnya intrusi air asin.

    c. Permasalahan yang dihadapi merupakan suatu kumulatif dari berbagai sebab, yang secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut ; Proses perencanaan sumber daya air yang terbatas, Minimnya data, Persaingan prioritas pembangunan, Kerusakan dan pencemaran sumber daya air, Peningkatan kebutuhan air, Peningkatan kebutuhan energi, Kerusakan daerah pantai dan rawa, Bahaya bencana alam, Kerangka perundang-undangan dan Kelembagaan yang tidak memadai.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    26

    d. Kondisi sektor pengairan dan irigasi cukup memprihatinkan. Pembangunan besar-besaran sistem persawahan pasang surut yang telah dimulai sejak tahun 1970, ternyata sampai saat ini tidak membuahkan hasil yang diinginkan terutama dalam hal swasembada beras. Kondisi jaringan irigasi dan jaringan rawa hasil analisa sesuai kriteria penilaian yaitu daerah irigasi dari jumlah 522 lokasi dengan luas 79.958 Ha kondisinya dalam keadaan baik (B) berjumlah 169 lokasi (32,38 %) dengan luas 24.587 Ha (30,75 %), dalam keadaan Rusak Ringan (RR) berjumlah 182 lokasi (34,87 %) dengan luas 28.484 Ha (35,62 %) dan dalam keadaan Rusak Berat (RB) berjumlah 171 lokasi (32,76 %) dengan luas 26.887 Ha (33,63 %). Sementara itu pembangunan sistem irigasi teknis di daerah pedalaman mendapat hambatan juga terutama dari segi jumlah tenaga penggarap (yang tidak terbiasa bercocok tanam cara sawah) maupun adanya konflik-konflik sosial.

    F. HUKUM

    1. Penegakan Hukum, Ketentraman dan Ketertiban Umum

    Keberhasilan Pembangunan dan penegakan hukum secara langsung maupun tidak langsung bisa dilihat dari beberapa indikator, misalnya indikator keamanan dan ketertiban masyarakat, tinggi rendahnya tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat.

    Secara umum dapat dikatakan kondisi keamanan dan ketertiban di Kalimantan Barat saat ini relatif stabil, hal ini dapat dilihat dalam lima tahun terakhir ini hampir tidak ada kerusuhan sosial yang bernuansakan SARA dan tindakan pelanggaran hukum yang menimbulkan dampak keresahan sosial yang bersifat massif. Hal ini berarti pemahaman kehidupan bermasyarakat yang plural, baik pluralitas agama, etnis dengan multikulturalismenya, serta keyakinan (ideologi) sudah dengan baik. Kondisi seperti ini tentunya harus dijaga karena bisa merupakan modal sosial (social capital) bagi terlaksananya proses pembangunan yang direncanakan, karena tanpa adanya saling pengertian, pengakuan akan plurisme kehidupan maka berbagai program pembangunan sulit bisa dilaksanakan dengan baik.

    Berbeda dengan kondisi tersebut di atas, kejahatan sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan bidang hukum memperlihatkan peningkatan yang cukup berarti hal ini bisa dilihat dari statistik kriminal yang dikeluarkan oleh Kepolisian daerah Kalimantan Barat dimana selama tahun 2005 2006 jumlah tindak pidana/kejahatan mengalami peningkatan sebesar 17, 35 persen yaitu dari 6.093 menjadi 7.150 tindak kejahatan. Jumlah tindak pidana paling banyak adalah di wilayah Poltabes Pontianak. Pada tahun 2005 tercatat sebanyak 3.300 kasus pelanggaran hukum yang dilaporkan dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 3.710 kasus (peningkatan 12,42 persen) yang berarti selama satu tahun terjadi penambahan sebanyak 410 kasus pelanggaran yang dilaporkan.

    Dari angka kejahatan yang dilaporkan apabila dilihat perjenis kejahatan maka angka yang terbanyak adalah kasus pencurian. Pada tahun 2005 sebanyak 1.406 kasus selanjutnya pada tahun 2006 meningkat menjadi 1.745 kasus pencurian atau selama satu tahun meningkat sebesar sebesar 24,11 persen. Jenis kejahatan yang menempati urutan kedua terbesar adalah kasus penganiayaan. Pada tahun 2005 tercatat sebanyak 809 kasus pembunuhan dan pada tahun 2006 menjadi sebanyak 892 kasus atau naik sebesar 10,26 persen. Dan kemudian angka terbesar berikutnya adalah kasus penggelapan yang tercatat sebanyak 504 kasus penggelapan di tahun 2005 dan mengalami peningkatan menjadi 593 kasus penggelapan ditahun 2006 atau meningkat sebesar 17,66 persen (lihat Grafik 2.3).

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    27

    Grafik 2.3 Persentase jenis Kejahatan yang Dilaporkan/Ditangani

    Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Tahun 2006

    Semakin meningkatnya jumlah tindak kejahatan tentu sangat berpengaruh pada kegiatan sosial ekonomi masyarakat maupun pelaksanaan program-program pembangunan baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Disamping itu angka kriminalitas yang tinggi juga mempunyai pengaruh negatif pada penanaman modal, terutama modal asing dan kunjungan wisatawan (nusantara maupun asing). Oleh karena itu, tingkat kriminalitas di Kalimantan Barat yang terus meningkat, perlu diupayakan penanggulangannya.

    Selama tahun 20052006 Angka tindak pidana (Crime Rate) Kalimantan Barat mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 sebesar 150,36 meningkat menjadi 173,62 pada tahun 2006, yang berarti pada tahun 2005 setiap 100.000 penduduk yang beresiko kena tindak kejahatan sekitar 150 orang dan selanjutnya meningkat menjadi 173 orang pada tahun 2006. Angka Tindak Pidana di Provinsi Kalimantan Barat yang paling tinggi terjadi di kota Pontianak yaitu pada tahun 2005 tercatat sebanyak 657,20 dan ditahun 2006 meningkat menjadi 727,73 kasus tindak pidana kejahatan. Hal tersebut menunjukan adanya peningkatan selama kurun waktu 1 tahun atau mengalami peningkatan sebesar 10,73 persen bila dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya.

    Di Provinsi Kalimantan Barat, Rasio aparat Kepolisian terhadap penduduk tercatat tahun 2005 sebesar 1,50 yang berarti bahwa untuk setiap seribu penduduk dilindungi oleh aparat kepolisian kurang dari dua orang polisi atau setiap orang petugas kepolisian melindungi sekitar 665 penduduk. Standar Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk rasio personil kepolisian terhadap penduduk adalah 1: 400. artinya setiap aparat kepolisian akan melindungi sekitar 400 penduduk.

    Rasio Polri terhadap penduduk yang paling tinggi adalah di Kota Pontianak yaitu sebanyak 6,57 berarti untuk 1000 penduduk aparat kepolisian yang melindungi penduduknya lebih dari enam orang aparat kepolisian atau setiap polisi melindungi sekitar 150 penduduk.

    Grafik 2.4. Rasio Aparat Kepolisian Terhadap Penduduk

    Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2005 (per 1.000 Penduduk)

    0,890,20

    1,07

    0,310,49

    1,27

    0,71

    0,780,37

    0,73

    6,57

    2,531,50

    0,00 2,00 4,00 6,00 8,00

    Sambas

    Landak

    Sanggau

    Sintang

    Sekadau

    Kota Pontianak

    Kalimantan Barat

    Lainnya (Gabungan)

    33,8%Pencurian

    24,4%

    Penganiayaan 12,5%

    Penggelapan8,3%

    Penipuan8,1%

    Pencurian sepeda motor

    7,2%

    Perampokan/ Curas2,8%

    Kesusilaan3,0%

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    28

    Sedangkan Rasio yang terendah adalah di Bengkayang yaitu sebesar 0,20 yang berarti setiap polisi harus melindungi lebih dari 5100 penduduk. Selanjutnya rasio rendah berikutnya adalah di Kabupaten Pontianak sebesar 0,31 untuk yang berarti setiap polisi harus melindungi lebih dari 3.200 penduduk dan Sekadau sebesar 0,37 untuk yang berarti setiap polisi harus melindungi lebih dari 2.700 penduduk.

    Di samping kejahatan konvensional seperti tersebut di atas, karena letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia Timur menjadi kajahatan yang ada di Kalimantan Barat memiliki karakteristik yang khas jika dibandingkan dengan wilayah lainnya, dimana kejahatan yang bersifat transnasional (transnasional crime), teroganisir (organized crime), maupun kejahatan yang bernuansakan ekonomi (economic crime) seperti illegal loging, illegal trading, illegal fishing, trafficking dan smuggling masih menjadi masalah yang cukup rawan dan potensial di Kalimantan Barat.

    Sosialisasi dan pendidikan hukum masyarakat (law socialization and law education) serta pengelolaan informasi hukum masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Pada hal kedua kondisi ini merupakan prasyarat utama bagi turut sertanya secara aktif masyarakat pada proses pembangunan, karena dengan sosialisasi dan pendidikan hukum maka masyarakat akan mengetahui hak dan kewajibannya selaku warga negara dan masyarakat.

    Salah satu ciri Kalimantan Barat jika dilihat dari komposisi etnisnya adalah adanya pluralitas etnis. Pluralitas etnisnya dengan sendirinya diikuti oleh adanya keragaman sistem budaya serta kelambagaan adat dengan perangkat hukum adatnya. Pada satu sisi eksistensi lembaga adat dengan segala kearifannya (local wisdom) harus dilindungi keberadaannya karena telah mendapat pengakuan konstitusi, baik konvensi internasional maupun Nasional (UUD 1945 Amandemen), namun pada sisi lain adanya lembaga dan hukum yang adat yang beragam tersebut bisa menjadi penghambat bagi proses penegakan hukum yang berasal dari negara (Pemerintah dan Legislatif) dikarenakan adanya benturan dengan hukum positif itu sendiri dan ini tentunya akan merugikan bagi daerah dalam upaya memanggil investor untuk bersama-sama membangun Provinsi Kalimantan Barat ini. Oleh karena itu penataan berbagai struktur dan kelembagaan adat perlu mendapatkan perhatian, agar eksistensi lembaga adat dengan segala perangkat hukumnya bisa menjadi modal dasar (basic capital) guna menunjang program pembangunan pada umumnya. Penataan struktur kelembagaan adat serta penggalian nilai dan kearifan lokal yang ada pada hukum adat ini juga berguna membantu pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup.

    2. Penataan PERDA

    Salah satu prinsip dalam pembangunan hukum adalah adanya sinergisitas dan singkronisasi baik vertikal maupun horizontal antara satu produk hukum dengan produk hukum yang lainnya. Hal ini penting diperhatikan, karena jika prinsip ini diabaikan maka akan menimbulkan persoalan yang tidak kecil akibatnya. Kebingungan dalam menentukan kewenangan serta munculnya hambatan yuridis normatif yang merupakan dasar bagi penyelenggaran pemerintahan yang baik dan benar adalah beberapa akibat yang bisa muncul kepermukaan jika prinsip singkronisasi vertikal dan horizontal ini tidak diperhatikan. Oleh karena itu, evaluasi dan monitoring secara komprehensif dan akademis terhadap berbagai produk hukum atau paraturan daerah perlu dilakukan secara sistematis dan periodik.

    Dari monitoring yang dilakukan terhadap produktivitas peraturan daerah Kalimantan Barat terlihat bahwa pada tahun 2003 hanya ada 9 Perda, pada tahun 2004 sebanyak 7 Perda, pada tahun 2005 sebanyak 12 Perda, pada tahun 2006 sebanyak 11 Perda dan pada tahun 2007 sebanyak 11 Perda. Pada tahun 2006 sebenarnya sudah teragendakan untuk melakukan pengkajian, penelaahan dan pengkoreksian sebanyak 890 Peraturan dan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat, namun hal tersebut belum dilakukan dengan maksimal.

  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

    29

    Belum dilaksanakannya pengkajian, penelaahan, pengkoreksian dan revisi peraturan (regeling) dan Keputusan (Beshicking) Gubernur Kalimantan Barat dikarenakan oleh beberapa hal diantaranya adalah, pertama masih terbatasnya tenaga aparatur yang dapat melakukan pengkajian, menelaah serta mengoreksi Peraturan daerah dan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat, baik secara kualitas maupun kuantitas tersebut. Kedua volume pekerjaan di biro hukum dan HAM cukup tinggi. Ketiga masih banyak instansi/Dinas/Badan pengolah keputusan dan Peraturan Gubernur yang belum mengerti secara teknis tentang tata cara penyusunan Keputusan dan Peraturan Gubernur yang baik dan benar.

    Di samping itu, sulitnya untuk melakukan kajian yang mendalam tentang singkronisasi baik vertikal maupun horizontal ini dikarenakan masih adanya Kabupaten/Kota yang belum menyampaikan Perda yang dibuatnya ke Pemerintah Provinsi, terutama yang menyangkut rancangan/peraturan daerah dalam bidang Pajak, Retribusi dan Tata Ruang.

    3. Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Penegakan Perda

    Kondisi kehidupan berbangsa setelah munculnya era reformasi tahun 1998, masih menyisakan berbagai persoalan pelik yang berimplikasi kurang baik kepada penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum. Hal tersebut timbul karena adanya penurunan taraf hidup masyarakat yang disebabkan terjadinya kenaikan harga barang-barang secara signifikan yang membuat lemahnya daya beli masyarakat, meningkatnya pengangguran baik terbuka dan terselubung, ekses penertiban yang dilakukan aparat secara berlebihanm serta belum efektifnya pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah (Perda) yang merupakan produk hukum daerah baik yang bersifat pro yusitisia (yang diselesaikan dipengadilan) maupun non yustisia (tindak penertiban). Kesemua dampak buruk itu pada muaranya meningkatkan gangguan ketentraman dan ketertiban umum berupa aksi demo/unjuk rasa, anarkis, dan hujatan kepada penyelenggara pemerintahan daerah yang sangat mengganggu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.

    4. Aparatur Pemerintah

    Paradigma baru dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dari pola sent