Upload
aisha-wardhani
View
433
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Artikel/makalah
Citation preview
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 1
PERSPEKTIF GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN BERSTANDAR
Oleh
Wisnu Wardhono
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan nasional sebagaimana digariskan
dalam Rencana Strategis Depdiknas diarahkan pada upaya mewujudkan daya
saing, pencitraan publik, dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Tolok
ukur efektivitas implementasi kebijakan tersebut dilihat dari ketercapaian
indikator-indikator mutu penyelenggaraan pendidikan yang telah ditetapkan
BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) dalam delapan (8) standar nasional
pendidikan (SNP).
Undang - undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 11
ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu (berkualitas) bagi setiap
warga negara. Terwujudnya pendidikan yang bermutu membutuhkan upaya yang
terus menerus untuk selalu meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya peningkatan
kualitas pendidikan memerlukan upaya peningkatan kualitas pembelajaran
(instructional quality) karena muara dari berbagai program pendidikan adalah
pada terlaksananya program pembelajaran yang berkualitas. Oleh karena itu,
usaha meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan tercapai tanpa adanya
peningkatan kualitas pembelajaran.
Peningkatan kualitas pembelajaran memerlukan upaya peningkatan peran
serta fungsi guru, untuk itu guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu
menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka
pembangunan pendidikan. Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 2
strategis dalam pembangunan bidang pendidikan, dan oleh karena itu perlu
dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Undang-Undang No. 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen pasal 4 menegaskan bahwa guru sebagai agen
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk
dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat
tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi.
Hal ini ditegaskan pula dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,7 Pasal 28 dinyatakan bahwa :
“Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Kualifikasi akademik adalah tingkat
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan
dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi: kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Dalam implementasinya profesionalitas seorang guru tercermin dalam
kegiatan pembelajaran yang dikelolanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
umumnya kegiatan pembelajaran masih bersifat konvensional, atau masih
berpusat pada guru (teacher centered), kurang mendorong siswa mengembangkan
potensi, dan cenderung lebih menekankan pada penyampaian materi pelajaran
(subject matters oriented). di mana guru tampak aktif sendiri menyampaikan
materi pelajaran, sedangkan siswa hanya mendengar, menyimak dan mencatat.
Kegiatan pembelajaran ternyata tidak semuanya dilakukan secara
konvensional, karena beberapa guru telah melakukan pembelajaran sesuai kaidah
PAIKEM (pembelajaran aktif, interaktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan). Hal
ini ditandai dengan adanya penerapan berbagai metode pembelajaran,
pemanfaatan berbagai sumber belajar termasuk lingkungan, dan menekankan pada
keaktifan siswa untuk belajar serta mengembangkan berbagai potensi.
Guru yang melaksanakan pembelajaran seperti ini memiliki prinsip, bahwa
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 3
dalam proses pembelajaran bukanlah hanya menyampaikan materi pelajaran,
melainkan mendorong siswa untuk belajar mempelajari segala sesuatu sesuai
dengan minat. Guru dituntut selalu meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Guru pendidikan dasar perlu
memiliki kemampuan memantau atas kemajuan belajar siswanya sebagai bagian
dari kompetensi pedagogik dengan menggunakan berbagai teknik assesmen
alternatif seperti pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, portofolio,
memajangkan karya siswanya.
Demikian pula seorang guru perlu memiliki seperangkat keterampilan dan
kompetensi agar dapat mengajar secara efektif, yaitu 1) Pengetahuan tentang
watak dan kebutuhan siswa berbakat, 2) Keterampilan menggunakan teks dan tes,
3) Keterampilan menggunakan dinamika kelompok, 4) Keterampilan dalam
bimbingan dan konseling, 5) Keterampilan dalam pengembangan pemikiran
kreatif, 6) Keterampilan menggunakan strategi seperti simulasi, 7) Keterampilan
memberikan kesempatan belajar pada semua tingkat kognitif (mulai tingkat
rendah sampai tingkat tinggi), 8) Keterampilan dalam menghubungkan dimensi
kognitif dan afektif, 9) Pengetahuan tentang perkembangan baru dari pendidikan,
10) memiliki pengetahuan tentang riset mutakhir mengenai perkembangan siswa
(Munandar, 2001).
Selain guru yang berperan penting terhadap berhasilnya proses pembelajar-
an disekolah adalah tenaga kependidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Tenaga kependidikan dapat pula disebut sebagai
tenaga penyelenggara pendidikan. Tugasnya ialah melaksanakan pengawasan dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada suatu satuan
pendidikan. Tenaga kependidikan berkewajiban untuk membantu menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis.
Selain itu, juga harus dapat menjadi teladan dan menjaga nama baik lembaga,
profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 4
Guru dan tenaga kependidikan adalah dua “profesi” yang sangat berkaitan
erat dengan dunia pendidikan, sekalipun lingkup keduanya berbeda. Hal ini dapat
dilihat dari pengertian keduanya yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Dalam undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Sementara guru adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Dari definisi di atas jelas bahwa tenaga
kependidikan memiliki lingkup “profesi” yang lebih luas, yang juga mencakup di
dalamnya tenaga pendidik. Pustakawan, staf administrasi, staf pusat sumber
belajar. Demikian pula kepala sekolah termasuk diantara kelompok “profesi” yang
masuk dalam kategori sebagai tenaga kependidikan.
Dalam Pasal 39 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, menyatakan
bahwa (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk
menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, dan (2) guru merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Segala aktifitas yang dilakukan oleh para guru dan tenaga kependidikan
harus mengarah pada keberhasilan pembelajaran yang dialami oleh para peserta
didiknya. Berbagai bentuk pelayanan administrasi yang dilakukan oleh para
administratur dilaksanakan dalam rangka menunjang kelancaran proses
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru; proses pengelolaan dan
pengembangan serta pelayanan-pelayanan teknis lainnya yang dilakukan oleh para
manajer sekolah juga harus mendorong terjadinya proses pembelajaran yang
berkualitas dan efektif. Lebih lagi para pendidik (guru), mereka harus mampu
merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan melibatkan berbagai
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 5
komponen yang akan terlibat dalamnya.
Ruang lingkup tugas yang luas menuntut para pendidik dan tenaga
kependidikan untuk mampu melaksanakan aktifitasnya secara sistematis dan
sistemik. Karena itu tidak heran kalau ada tuntutan akan kompetensi yang jelas
dan tegas yang dipersyaratkan bagi para pendidik, semata-mata agar mereka
mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Bila kita cermati peran dan tugas para pendidik dan tenaga kependidikan di
atas, yang intinya adalah menciptakan berbagai aktivitas untuk keberhasilan siswa
belajar, dan karakteristik teknologi pembelajaran yang memfokuskan kajiannya
pada disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian proses dan
hasil belajar, maka nyata bahwa teknologi pembelajaran akan dapat membantu
para pendidik dan tenaga kependidikan melaksanakan tugasnya dengan baik.
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 6
BAB II ULASAN DAN KAJIAN TEORI
A. Profesionalisme Guru Suatu profesi dapat diukur berdasarkan kepentingan dan tingkat kesulitan
yang dimiliki. Gilley dan Eggland (1989) mendefinisikan profesi sebagai
bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, dimana keahlian dan
pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi aspek
yaitu :
Ilmu pengetahuan tertentu
Aplikasi kemampuan/kecakapan, dan
Berkaitan dengan kepentingan umum
Aspek-aspek yang terkandung dalam profesi tersebut juga diterapkan
dalam standar pengukuran profesi guru. Proses profesional adalah proses
evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistemastis untuk
mengembangkan profesi ke arah status professional (peningkatan status).
Menurut Gilley dan Eggland (1989) pengertian professional dapat didekati
dengan empat prespektif pendekatan yaitu orientasi filosofis, perkembangan
bertahap, orientasi karakteristik, dan orientasi non-tradisional.
1. Orientasi Filosofi Ada tiga pendekatan dalam orientasi filosofi, yaitu pertama lambang
keprofesionalan adalah adanya sertifikat, lissensi, dan akreditasi. Akan tetapi
penggunaan lambang ini tidak diminati karena berkaitan dengan aturan-aturan
formal. Pendekatan kedua yang digunakan untuk tingkat keprofesionalan
adalah pendekatan sikap individu, yaitu pengembangan sikap individual,
kebebasan personal, pelayanan umum dan aturan yang bersifat pribadi. Yang
penting bahwa layanan individu pemegang profesi diakui oleh dan bermanfaat bagi
penggunanya. Pendekatan ketiga: electic, yaitu pendekatan yang
menggunakan prosedur, teknik, metode dan konsep dari berbagai sumber, sistim,
dan pemikiran akademis. Proses profesionalisasi dianggap merupakan
kesatuan dari kemampuan, hasil kesepakatan dan standar tertentu.
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 7
Pendekatan ini berpandangan bahwa pandangan individu tidak akan lebih
baik dari pandangan kolektif yang disepakati bersama.
2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan menekankan pada enam langkah
pengembangan profesionalisasi, yaitu:
a. Dimulai dari adanya asosiasi informal individu-individu yang memiliki
minat terhadap profesi.
b. Identifikasi dan adopsi pengetahuan tertentu.
c. Para praktisi biasanya lalu terorganisasi secara formal pada suatu
lembaga.
d. Penyepakatan adanya persyaratan profesi berdasarkan pengalaman atau
kualifikasi tertentu.
e. Penentuan kode etik.
f. Revisi persyaratan berdasarkan kualifikasi tertentu (termasuk syarat
akademis dan pengalaman di lapangan.
3. Orientasi Karakteristik
Profesionalisasi juga dapat ditinjau dari karakteristik profesi/pekerjaan.
Ada delapan karakteristik pengembangan profesionalisasi, satu dengan yang lain
saling terkait:
a. Kode etik
b. Pengetahuan yang terorganisir
c. Keahlian dan kompetensi yang bersifat khusus
d. Tingkat pendidikan minimal yang dipersyaratkan
e. Sertifikat keahlian
f. Proses tertentu sebelum memangku profesi untuk bisa memangku
tugas dan tanggung jawab
g. Kesempatan untuk penyebarluasan dan pertukaran ide di antara anggota
profesi
h. Adanya tindakan disiplin dan batasan tertentu jika terjadi malpraktek oleh
anggota profesi
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 8
4. Orientasi Non-Tradisional Prespektif non-tradisional menyatakan bahwa seseorang dengan bidang
ilmu tertentu diharapkan mampu melihat dan merumuskan karakteristik yang
unik dan kebutuhan dari sebuah profesi. Oleh karena itu perlu dilakukan
identifikasi elemen-elemen penting untuk sebuah profesi, misalnya termasuk
pentingnya sertifikasi profesional dan perlunya standarisasi profesi untuk
menguji kelayakannya dengan kebutuhan lapangan. Tentu saja, pekerjaan guru
tidak diragukan untuk dapat dikatakan sebagai profesi pendidikan dan pengajaran.
Namun, hingga kini pekerjaan untuk melakukan pendidikan dan pengajaran ini
masih sering dianggap dapat dilakukan oleh siapa saja. nilah tantangan
bagi profesi guru. Paling tidak hal ini masih sering terjadi di lapangan.
Profesionalisme guru perlu didukung oleh suatu kode etik guru yang
berfungsi sebagai norma hukum dan sekaligus sebagai norma kemasyarakatan.
Kelembagaan profesi guru (seperti PGRI, PGSRI) sangat diperlukan untuk
menghindari terkotak-kotaknya guru karena alasan struktur birokratis atau
kepentingan politik tertentu.
Profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang standar yang
harus dikuasai oleh para guru profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan
kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan
sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk menjadi
guru profesional. Menurut Surya (2003) guru yang profesional harus menguasai
keahlian dalam kemampuan materi keilmuan dan ketrampilan metodologi. Guru
juga harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi atas pekerjaannya baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, lembaga dan organisasi
profesi. Selain itu, guru juga harus mengembangkan rasa kesejawatan yang
tinggi dengan sesama guru. Disinilah peran Perguruan Tinggi Pendidikan dan
organisasi profesi guru sangat penting. Kerjasama antar keduanya menjadi sangat
diperlukan. Lembaga Pendidikan dalam menghasilkan guru yang profesional tidak
dapat berjalan sendiri, kecuali selain harus bekerjasama dengan lembaga
profesi guru, dan sebaliknya.
Untuk itu, maka pengembangan profesionalisme guru juga harus
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 9
mempersyaratkan hidup dan berperanannya organisasi profesi guru tenaga
kependidikan lainnya yang mampu menjadi tempat terjadinya penyebarluasan
dan pertukaran ide diantara anggota dalam menjaga kode etik dan pengembangan
profesi masing-masing. Orientasi mutu, profesionalisme dan menjunjung tinggi
profesi harus mampu menjadi etos kerja guru. Untuk itu maka, kode etik
profesi guru harus pula ditegakkan oleh anggotanya dan organisasi profesi guru
harus pula dikembangkan kearah memiliki otoritas yang tinggi agar dapat
mengawal profesi guru tersebut.
B. Profesionalisme Tenaga Kependidikan
Upaya yang dapat dilakukan untuk menungkatkan profesionalisme tenaga
kependidikan berupa :
1. Upaya Administratif
Hal ini berkaitan dengan sistem dan tata peraturan normatif kepegawaian yang
berlaku. Seperti yang tersirat dalam konstitusional pasal 41 UU No. 20/2003 tentang
Sisdiknas : menyebutkan bahwa tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas
daerah. Pengangkatan, penempatan, dan penyebab tenaga kependidikan diatur oleh
lembaga yang mengangkat berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.
Promosi dan penghargaan bagi tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan: latar
belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang
pendidikan
2. Upaya Struktural dan Kesejawatan
Upaya struktural dan kesejawatan berkaitan dengan program-program
pengembangan dan peningkatan karier dan jabatan ketenagaan dalam melihat hasil
evaluasi kinerja maupun promosi. Sebagai contoh ialah dengan peningkatan mutu
bagi tenaga kependidikan yang dapat dilakukan melalui program-program sebagai
berikut :
a. Peningkatan Gaji Dan Kesejahteraan: Peningkatan mutu tenaga kependidikan
adalah memberikan kesejahteraan guru dengan gaji yang layak untuk
kehidupannya. Hal ini dinilai amat vital dan strategis untuk meningkatkan tenaga
kependidikan karena ada dua alasan. Pertama, ada lima syarat pekerjaan sebagai
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 10
profesi, yaitu (1) bahwa pekerjaan itu memiliki fungsi dan signifikansi bagi
masyarakat, (2) bahwa pekerjaan itu memerlukan bidang keahlian tertentu, (3)
bidang keahlian itu dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu
(body of knowledge), (4) bahwa pekerjaan itu memerlukan organisasi profesi dan
adanya kode etik tertentu, dan kemudian (5) bahwa pekerjaan tersebut
memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan itu dapat
dilaksanakan secara profesional. Dari kelima syarat tersebut, yang masih belum
terpenuhi sepenuhnya adalah gaji dan kompensasi yang memadai. Alasan kedua,
karena peningkatan gaji dan kesejahteraan merupakan langkah yang memiliki
dampak yang paling berpengaruh (multiplier effects) terhadap langkah-langkah
lainnya. Kenaikan gaji dapat dilakukan secara menyeluruh dan bertahap. Hal ini
terkait dengan maraknya tindak korupsi yang telah mencapai tingkat yang
berbahaya seperti virus yang telah menjangkiti semua aspek kehidupan manusia.
Tetapi jika standar gaji akan dinaikkan, maka standar kompetensi juga perlu
dinaikkan juga. Jadi yang akan diberikan kenaikan gaji adalah para tenaga
kependidikan yang telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
b. Membangun sistem sertifikasi tenaga kependidikan, serta sistem penjaminan
mutu pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan: Penataan sistem sertifikasi tenaga
kependidikan tidak boleh tidak harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya
berbagai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan. Jika sistem sertifikasi
ini telah mulai berjalan, maka sistem kenaikan pangkat bagi tenaga kependidikan
harus disesuaikan. Kenaikan pangkat tenaga kependidikan bukan semata-mata
sebagai proses administrasi semata-mata, melainkan lebih merupakan proses
penting dalam sertifikasi yang berdasarkan kompetensi.
c. Membangun satu standar pembinaan karir (career development path): Seiring
dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar pembinaan karier.
Sistem itu harus dalam bentuk dokumen yang disyahkan dalam bentuk undang-
undang atau setidaknya berupa peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan
oleh aparat otonomi daerah. Sebagai contoh, untuk menjadi instruktur, atau
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 11
menjadi kepala sekolah, atau pengawas, seorang pendidik harus memiliki standar
kompetensi yang diperlukan, dan harus melalui proses pencapaian yang telah
baku. Standar pembinaan karir ini akan dapat dilaksanakan dengan matap apabila
memenuhi prasyarat antara lain jika sistem sertifikasi tenaga kependidikan telah
berjalan dengan lancar.
d. Meneruskan peningkatan kompetensi melalui kegiatan diklat, dan pendidikan
profesi dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), serta melibatkan
organisasi pembinaan profesi guru dan tenaga kependidikan
e. Upaya peningkatan kompetensi tenaga kependidikan harus dilaksanakan secara
terencana dan terprogram dengan sistem yang jelas oleh semua instansi yang
terkait dengan preservice education, inservice training, dan on the job training.
Kegiatan sinergis peningkatan mutu tenaga kependidikan harus melibatkan
organisasi pembinaan profesi guru, seperti Kelompok Kerja Guru (KKG),
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah
(MKKS), dan Musyawarah Kerja Penilik Sekolah (MKPS). Sudah tentu
termasuk PGRI, organisasi perjuangan para guru
C. Tantangan Profesi Guru 1. Perkembangan Teknologi Informasi
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, terjadinya revolusi
teknologi informasi merupakan sebuah tantangan yang harus mampu dipecahkan
secara mendesak. Adanya perkembangan teknologi informasi yang demikian
akan mengubah pola hubungan guru-murid, teknologi instruksional dan sistem
pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan guru dituntut untuk menyesuaikan
hal demikian itu. Adanya revolusi informasi harus dapat dimanfaatkan oleh bidang
pendidikan sebagai alat mencapai tujuannya dan bukan sebaliknya justru menjadi
penghambat. Untuk itu, perlu didukung oleh suatu kehendak dan etika yang
dilandasi oleh ilmu pendidikan dengan dukungan berbagai pengalaman para
praktisi pendidikan di lapangan.
Perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi) menyebabkan
peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah tidak
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 12
lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak
lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-
satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan sumber informasi
yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar.
Menurut Wen (2003) “apabila anak diajarkan untuk mampu belajar sendiri,
mencipta, dan menjalani kehidupannya dengan berani dan percaya diri atas
fasilitasi lingkungannya (keluarga dan masyarakat) serta peran sekolah tidak
hanya menekankan untuk mendapatkan nilai-nilai ujian yang baik saja, maka
akan jauh lebih baik dapat menghasilkan generasi masa depan”. Orientasi
pendidikan yang terlupakan adalah bagaimana agar lulusan suatu sekolah dapat
cukup pengetahuannya dan kompeten dalam bidangnya, tapi juga matang dan
sehat kepribadiannya. Bahkan konsep tentang sekolah di masa yang akan
datang, menurutnya akan berubah secara drastis. Secara fisik, sekolah tidak perlu
lagi menyediakan sumber-sumber daya yang secara tradisional berisi bangunan-
bangunan besar, tenaga yang banyak dan perangkat lainnya. Sekolah harus
bekerja sama secara komplementer dengan sumber belajar lain terutama
fasilitas internet yang telah menjadi sekolah maya.
Bagaimanapun kemajuan teknologi informasi di masa yang akan
datang, keberadaan sekolah tetap akan diperlukan oleh masyarakat. Kita tidak
dapat menghapus sekolah, karena dengan alasan telah ada teknologi informasi
yang maju. Ada sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak
dapat tergantikan, misalnya hubungan guru-murid dalam fungsi
mengembangkan kepribadian atau membina hubungan sosial, rasa
kebersamaan, kohesi sosial, dan lain-lain. Teknologi informasi hanya mungkin
menjadi pengganti fungsi penyebaran informasi dan sumber belajar atau sumber
bahan ajar. Bahan ajar yang semula disampaikan di sekolah secara klasikal, lalu
dapat diubah menjadi pembelajaran yang diindividualisasikan melalui jaringan
internet yang dapat diakses oleh siapapun dari manapun secara individu.
Adanya revolusi informasi menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan
karena mungkin kita belum siap menyesuaikan. Sebaliknya, hal ini akan menjadi
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 13
peluang yang baik bila lembaga pendidikan mampu menyikapi dengan penuh
keterbukaan dan berusaha memilih jenis teknologi informasi yang tepat, sebagai
penunjang pencapaian mutu pendidikan. Pemilihan jenis media sebagai bentuk
aplikasi teknologi dalam pendidikan harus dipilih secara tepat, cermat dan sesuai
kebutuhan, serta bermakna bagi peningkatan mutu pendidikan kita.
2. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan
Paradigma pembangunan yang dominan telah mulai bergeser ke paradigma
desentralistik. Sejak diundangkan UU No.22/1999 tentang pemerintah daerah
maka menandai perlunya desentralisasi dalam banyak urusan yang semula
dikelola secara sentralistik. Menurut Tjokroamidjoyo dalam Jalal dan
Supriyadi, (2001), bahwa salah satu tujuan dari desentralisasi adalah untuk
meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan
pembangunan dan melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri.
Ini artinya, bahwa kemauan berpartisipasi masyarakat dalam pembangunan
(termasuk dalam pengembangan pendidikan) ditumbuhkan dan ruang partisipasi
dibuka selebar-lebarnya.
Bergesernya paradigma pembangunan yang sentralistik ke desentralistik
telah mengubah cara pandang penyelenggara negara dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan harus dipandang sebagai bagian
dari kebutuhan masyarakat itu sendiri dan bukan semata kepentingan negara.
Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada
posisi pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari solusi dan
meraih hasil pembangunan untuk dirinya dan lingkungannya dalam arti yang lebih
luas. Dengan demikian, masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas
kemandirian mengatasi masalah yang dihadapinya, baik secara individual
maupun secara kolektif.
Desentralisasi adalah penyerahan sebagian otoritas pemerintah pusat ke
daerah, untuk mendistribusikan beban pemerintah pusat ke daerah sehingga
daerah dan masyarakatnya ikut menanggung beban tersebut. Tujuannya
adalah: (1) mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 14
masalah-masalah kecil di tingkat lokal, (2) meningkatkan partisipasi
masyarakat, (3) menyusun program-program perbaikan pada tingkat lokal yang
lebih realistik, (4) melatih rakyat mengatur urusannya sendiri, (5) membina
kesatuan nasional yang merupakan motor penggerak memberdayakan
daerah. Dalam desentralisasi pendidikan, pemerintah pusat lebih berperan
dalam menghasilkan kebijaksanaan mendasar (menetapkan standar mutu
pendidikan secara nasional), sementara kebijaksanaan operasional yang
menyangkut variasi keadaan daerah didelegasikan kepada pejabat daerah bahkan
sekolah.
Untuk penyaluran partisipasi dalam era desentralisasi dapat diciptakan
dengan berbagai variasi cara sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau
komunitas tempat masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada. Kondisi ini
menuntut kesigapan para pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untuk
mendistribusi peran dan kekuasaannya agar bisa menampung sumbangan
partisipasi masyarakat. Sebaliknya, dari pihak masyarakat (termasuk orang tua
dan kelompok-kelompok masyarakat) juga harus belajar untuk kemudian bisa
memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam pengembangan
pendidikan.
D. Langkah Strategis Meningkatkan Kinerja Guru
Guru yang memiliki komitmen yang rendah biasanya kurang memberikan
perhatian kepada murid, demikian pula waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk
meningkatkan mutu pembelajaran yang sangat sedikit. Sebaliknya seseorang guru
yang memiliki komitmen yang tinggi biasanya tinggi sekali perhatiannya dalam
bekerja. Demikian pula waktu yang disediakan untuk peningkatan mutu
pendidikan sangat banyak. Sedangkan tingkat abstraksi yang dimaksudkan di sini
adalah tingkat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, mengklarifikasi
masalah-masalah pembelajaran, dan menentukan alternatif pemecahannya. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Glickman (dalam Bafadal I, 2003) yang
menyatakan bahwa “guru yang memiliki tingkat abstraksi yang tinggi adalah guru
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 15
yang mampu mengelola tugas, menemukan berbagai permasalahan dalam tugas
dan mampu secara mandiri memecahkannya”.
Langkah strategis dalam upaya meningkatkan kinerja guru dapat dilakukan
melalui beberapa terobosan antara lain :
1. Kepala Sekolah harus memahami dan melakukan tiga fungsi sebagai
penunjang peningkatan kinerja guru antara lain :
a. Membantu guru memahami, memilih dan merumuskan tujuan pendidikan
yang dicapai.
a. Mendorong guru agar mampu memecahkan masalah-masalah pembelajaran
yang dihadapi dan dapat melihat hasil kerjanya.
b. Memberikan pengakuan atau penghargaan terhadap prestasi kerja guru
secara layak, baik yang diberikan oleh kepala sekolah maupun yang
diberikan sesama guru, staf tata usaha, siswa, dan masyarakat umum
maupun yang diberikan pemerintah.
c. Mendelegasikan tanggung jawab dan kewenangan kerja kepada guru untuk
mengelola proses belajar mengajar dengan memberikan kebebasan dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil belajar.
d. Membantu memberikan kemudahan kepada guru dalam proses pengajuan
kenaikan pangkatnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. Membuat kebijakan sekolah dalam pembagian tugas guru, baik beban tugas
mengajar, beban administrasi guru maupun beban tugas tambahan lainnya
harus disesuaikan dengan kemampuan guru itu sendiri.
f. Melaksanakan tehnik supervisi yang tepat sesuai dengan kemampuannya
dan sesuai dengan keinginan guru-guru secara berkesinambungan dalam
upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam proses
pembelajaran.
g. Mengupayakan selalu meningkatkan kesejahteraannya yang dapat diterima
guru serta memberikan pelayanan sebaik-baiknya.
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 16
h. Menciptakan hubungan kerja yang sehat dan menyenangkan dilingkungan
sekolah baik antara guru dengan kepala sekolah, guru dengan guru, guru
dengan siswa, guru dengan tata usaha maupun yang lainnya.
i. Menciptakan dan menjaga kondisi dan iklim kerja yang sehat dan
menyenangkan di lingkungan sekolah, terutama di dalam kelas, tempat kerja
yang menyenangkan, alat pelajaran yang cukup dan bersifat up to date,
tempat beristirahat di sekolah yang nyaman, kebersihan dan keindahan
sekolah, penerangan yang cukup dan masih banyak lagi.
j. Memberikan peluang pada guru untuk tumbuh dalam meningkatkan
pengetahuan, meningkatkan keahlian mengajar, dan memperoleh
keterampilan yang baru.
k. Mengupayakan adanya efek kerja guru di sekolah terhadap keharmonisan
anggota keluarga, pendidikan anggota keluarga, dan terhadap kebahagiaan
keluarganya.
l. Mewujudkan dan menjaga keamanan kerja guru tetap stabil dan posisi
kerjanya tetap mantap sehingga guru merasa aman dalam pekerjaannya.
m. Memperhatikan peningkatan status guru dengan memenuhi kelengkapan
status berupa perlengkapan yang mendukung kedudukan kerja guru,
misalnya tersediahnya ruang khusus untuk melaksanakan tugas, tempat
istirahat khusus, tempat parkis khusus, kamar mandi khusus dan sebagainya.
( Junaidin, 2006).
n. Menggerakkan guru-guru, karyawan, siswa dan anggota masyarakat untuk
mensukseskan program-program pendidikan di sekolah.
o. Menciptakan sekolah sebagai lingkungan kerja yang harmonis, sehat,
dinamis dan nyaman sehingga segenap anggota dapat bekerja dengan penuh
produktivitas dan memperoleh kepuasan kerja yang tinggi.
2. Langkah lain yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan kinerja guru
melalui peningkatan pemanfaatan teknologi informasi yang sedang
berkembang sekarang ini dan mendorong guru untuk menguasainya. Melalui
teknologi informasi yang dimiliki baik oleh daerah maupun oleh individual
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 17
sekolah, guru dapat melakukan beberapa hal diantaranya : (1) melakukan
penelusuran dan pencarian bahan pustaka, (2) membangun Program Artificial
Intelligence (kecerdasan buatan) untuk memodelkan sebuah rencana
pengajaran, (3) memberi kemudahan untuk mengakses apa yang disebut
dengan virtual clasroom ataupun virtual university, (4) pemasaran dan
promosi hasil karya penelitian.
Dengan memanfaatkan teknologi informasi maka guru dapat secara cepat
mengakses materi pengetahuan yang dibutuhkan sehingga guru tidak terbatas pada
pengetahuan yang dimiliki dan hanya bidang studi tertentu yang dikuasai tetapi
seyogyanya guru harus mampu menguasai lebih dari bidang studi yang
ditekuninya sehingga bukan tidak mungkin suatu saat guru tersebut akan
mendalami hal lain yang masih memiliki hubungan erat dengan bidang tugasnya
guna meningkatkan kinerja ke arah yang lebih baik.
2. Dinas Pendidikan setempat selaku pihak yang ikut andil dalam mengeluarkan
dan memutuskan kebijakan pada sektor pendidikan dapat melakukan langkah
sebagai berikut :
a. Memberikan kemandirian kepada sekolah secara utuh
b. Mengontrol setiap perkembangan sekolah dan guru.
c. Menganalisis setiap persoalan yang muncul di sekolah
d. Menentukan alternatif pemecahan bersama dengan kepala sekolah dan
guru terhadap persoalan yang dihadapi guru
Kinerja guru tidak dapat berdiri sendiri melainkan sangat dipengaruhi oleh
faktor lain melalui interaksi sosial yang terjadi di antara diri mereka sendiri
maupun dengan komponen yang lain dalam sekolah. Hal lain yang dapat
dilakukan adalah melalui peningkatan moral kerja guru. Moral kerja sebagai suatu
sikap dan tingkah laku yang merupakan perwujudan suatu kemauan yang dibawa
serta ke sekolah dan kerjannya. Pemahaman tentang moral kerja yang belum
sempurna menyebabkan tidak dapat mempengaruhi kinerja secara spesifik.
Padahal moral kerja yang tinggi dapat meningkatkan semangat untuk bekerja
lebih baik. Moral kerja dapat pula dipengaruhi oleh motif-motif tertentu yang
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 18
bersifat subyektif maupun obyektif. Adapun yang menjadi motif untuk bekerja
lebih baik adalah kebutuhan-kebutuhan (needs) yang menimbulkan suatu
tindakan perbuatan yang menimbulkan suatu perbuatan (behaviour) yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut (goals). Bafadal I
(2003) memberikan suatu contoh akan pentingnya pemenuhan kebutuhan sebagai
berikut :
“misalnya seseorang pasti membutuhkan makanan untuk mempertahkankan eksistensi hidupnya. Apabila tidak mendapatkan makanan orang itu akan mati kelaparan. Makanan pada konteks ini merupakan kebutuhan (needs). Oleh karena itu makanan merupakan kebutuhan yang memaksa seseorang melakukan tindakan perbuatan (behaviour)”.
Hubungan kebutuhan dan tindak perbuatan divisualisasikan melalui gambar
berikut :
Kebutuhan ==== Tindakan Perbuatan ====== Tujuan
Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil
pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh
sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui
kegiatan belajar-mengajar. Namun demikian, posisi strategis guru untuk
meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan
profesional mengajar dan tingkat kesejahteraannya.
Reformasi pendidikan merupakan respons terhadap perkembangan tuntutan
global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang
mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman
yang sedang berkembang. Melalui reformasi, pendidikan harus berwawasan masa
depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azazi manusia untuk
mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal.
Menurut Louis V. Gerstner, Jr.,dkk (1995) (dalam Aqib Z, 2003) mengata-
kan bahwa :
“Sekolah abad masa depan memiliki ciri-ciri antara lain (1) kepala sekolah yang dinamis dan komunikatif dengan kemerdekaan memimpin menuju visi keunggulan pendidikan, (2) memiliki visi, misi, dan strategi untuk mencapai
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 19
tujuan yang telah dirumuskan dengan jelas, (3) guru-guru yang berkompeten damn berjiwa kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas profesionalnya secara inovatif, (4) siswa-siswa yang sibuk, bergairah, dan bekerja keras dalam mewujudkan perilaku pembelajaran, dan (5) masyarakat dan orang tua yang berperan serta dalam menunjang pendidikan”
Upaya mewujudkan sisi guru dalam reformasi pendidikan beberapa asumsi
dasar yang harus mendapat pertimbangan antara lain :
a. guru pada dasarnya merupakan faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan
b. jumlah guru dengan kecakapan akademik yang baik, cenderung menurun di
masa yang akan datang, sepanjang secara material sosial, jabatan guru tidak
menarik dan menjanjikan bagi generasi muda yang memiliki kualitas akademik
yang cemerlang
c. kepercayaan masyarakat terhadap guru sangat bergantung dari persepsi yang
berkenaan dengan status guru terutama yang berkaitan dengan kualitas pribadi,
kualitas kesejahteraan, penghargaan material, kualitas pendidikan, dan standar
profesi
d. anggaran belanja pendidikan, imbal jasa (gaji dan tunjangan lainnya), dan
kondisi kerja guru merupakan faktor yang mendasar bagi terselenggaranya
pendidikan yang berkualitas dan kinerja yang efektif
e. masyarakat dan orang tua mempunyai hak akan pendidikan yang terbaik buat
anak-anaknya
f. disisi lain guru diharapkan menunjukkan kinerja atas dasar moral dan
profesional yang dapat dipertanggung jawabkan. Dalam kaitan ini, guru
mempunyai keterikatan yang erat dengan kualitas dan hasil pendidikan.(Aqib
Z., 2003).
Ungkapan di atas bermakna bahwa posisi guru pada era dalam reformasi
pendidikan merupakan posisi yang memiliki peran besar yang harus dijalankan
guru dalam mewujudkan mutu pendidikan yang lebih baik. Sehingga berbagai
aspek yang dapat mempengaruhi kinerja guru perlu dilakukan
perbaikan seperti kualitas kesejahteraan, kualitas moral dan kualitas profesi dan
lain-lain yang dimiliki guru sebagai penentu keberhasilan pendidikan, maka tidak
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 20
salah jika ada keinginan memperbaiki mutu pendidikan akan berkaitan dengan
memperbaiki posisi guru.
Untuk mewujudkan kinerja guru yang profesional dalam reformasi
pendidikan, secara ideal ada beberapa karakteristik citra guru yang diharapkan
antara lain
a. guru harus memiliki semangat juang yang tinggi disertai dengan kualitas
keimanan dan ketaqwaan yang mantap.
b. guru yang mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan
tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek.
c. guru yang mempunyai kualitas kompetensi pribadi dan profesional yang
memadai disertai atas kerja yang kuat.
d. guru yang mempunyai kualitas kesejahteraan yang memadai.
e. guru yang mandiri, kreatif, dan berwawasan masa depan.
Untuk mewujudkan guru yang memiliki karakteristik seperti di atas maka
perlu dilakukan langkah nyata yang dapat dilakukan pemerintah antara lain : (1)
pemerintah harus ada kemauan politik untuk menempatkan posisi guru dalam
keseluruhan pendidikan nasional, (2) mewujudkan sistem manajemen guru dan
tenaga kependidikan lainnya yang meliputi pengadaan, pengangkatan,
penempatan, pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan secara terpadu yang
sistematik, sinergik dan simbolik, (3) pembenahan sistem pendidikan guru yang
lebih fungsional untuk menjamin dihasilkannya kualitas profesional guru dan
tenaga kependidikan lainnya, (4) pengembangan satu sistem pengganjaran (gaji
dan tunjangan lainnya) bagi guru secara adil, bernilai ekonomis, dan memiliki
daya tarik sedemikian rupa sehingga merangsang guru untuk melaksanakan
tugasnya dengan penuh dedikasi dan memberikan kepuasan lahir batin (Aqiz Z.,
2003).
Pada era otonomi daerah, Pendapatan yang diterima guru bervariasi, baik
ditinjau dari jenjang sekolah maupun lokasi daerah. Tunjangan guru di sekolah
pada jenjang yang lebih rendah adalah lebih rendah dari pada tunjangan guru di
sekolah yang lebih tinggi. Demikian pula, tunjangan guru di sekolah yang berada
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 21
di kota adalah lebih tinggi daripada tunjangan guru di sekolah yang berada di
pinggir kota dan desa. Kondisi ini disebabkan oleh perbedaan kebutuhan sekolah
dan kemampuan orang tua dalam memberikan sumbangan dana terhadap sekolah.
Ekonomi orang tua di perkotaan adalah cenderung lebih kuat dibandingkan
dengan ekonomi orang tua di pinggir kota dan desa. Sedangkan, besarnya
tunjangan kepada guru yang diberikan sekolah didasarkan atas RAPBS dan
kekuatan orang tua siswa. Tunjangan kepada guru memberikan efek yang
signifikan terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa. Siswa yang berada di kota
lebih berprestasi daripada siswa di pinggir kota dan desa. Demikian pula, siswa
yang ada di pinggir kota lebih berprestasi dari pada siswa di desa. Meski prestasi
belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan daya dukung orang tua,
namun presatasi tersebut juga dipengaruhi oleh tunjangan kepada guru. Tunjangan
guru yang berada di kota adalah cenderung lebih besar, sehingga lebih dapat
berkonsentrasi dalam mengajar. Sebaliknya, tunjangan guru di desa adalah lebih
kecil dan hal ini menyebabkan konsentrasi mengajar kurang. Analisis-analisis
tersebut lebih nampak pada ilustrasi studi kualitatif sebagaimana dipaparkan di
bawah ini (Husin, Z. dan Sasongko R.N, 2003)
Kalau seorang guru dapat membeli pesawat televisi, radio tape, sepeda
motor, dan barang-barang mewah lainnya atau mengangsur perumahan, hal itu
karena utang dengan menggunakan agunan gaji mereka setiap bulan dipotong.
Sedangkan gaji guru di negara lain cukup untuk kebutuhan satu bulan, berekreasi,
membeli buku, dan menabung. Bila dibandingkan dengan kesejahteraan pegawai
negeri sipil lain di Indonesia, secara nominal gaji guru lebih tinggi untuk
golongan yang sama, misalnya sama- sama golongan III C antara pegawai negeri
sipil guru dan non-guru, karena guru mendapat tambahan tunjangan fungsional.
Tetapi, jam kerja pegawai negeri sipil (PNS) non-guru terbatas, sehari hanya
delapan jam atau seminggu 42 jam. Sedangkan jam kerja guru tidak terbatas.
memang mengajarnya hanya pukul 07.00-12.45, tetapi sebelum mengajar harus
menyiapkan bahan, administratif (buat satuan pelajaran), dan setelah mengajar
mereka harus mengoreksi hasil pekerjaan murid.
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 22
Disisi lain peluang untuk memperoleh pendapatan tambahan di luar gaji
bagi PNS non-guru lebih terbuka karena sering ada proyek-proyek atau urusan
lain dengan masyarakat. Adapun guru, peluangnya untuk memperoleh tambahan
pendapatan hanya bila melakukan pungutan tambahan kepada murid atau bisnis.
Namun, hal itu langsung akan mendapat respons negatif dari masyarakat. Harapan
masyarakat terhadap guru memang bukan hanya perannya di dalam kelas saja,
tetapi juga di luar kelas juga dapat memberikan teladan. Tetapi peran memberi
teladan ini tidak pernah dihargai secara material dan sosial.
Ada delapan hal yang diinginkan oleh guru melalui kerjannya yaitu (1)
adanya rasa aman dan hidup layak, (2) kondisi kerja yang diinginkan, (3) rasa
keikutsertaan, (4) rerlakuan yang wajar dan jujur, (5) rasa mampu, (6)
pengakuan dan penghargaan atas sumbangan, (7) ikut bagian dalam pembuatan
kebijakan sekolah, (8) kesempatan mengembangkan self respect (Bafadal I, 2003)
Sedangkan menurut teori kebutuhan Maslow bahwa kebutuhan manusia
dibagi dalam lima tingkatan antara lain (1) kebutuhan fisiologi secara universal
seperti makanan, minuman, pakaian dan perumahan, (2) kebutuhan rasa aman
(safety or security needs), (3) kebutuhan Kebutuhan sosial , (4) kebutuhan harga
diri (esteem or ego needs), (5) kebutuhan aktualisasi diri (self actualization
needs).
Menurut Hopson and Scally (dalam Husin, Z. dan Sasongko R.N, 2003)
bahwa diskursus paradigma pendidikan antara investment based vs out came
based membawa implikasi imperatif terhadap penataan manajemen pendidikan di
era otonomi daerah. Dalam era ini, manajemen perlu ditata secara demokratis,
kreatif, dan menguntungkan bersama. Fungsi pendidikan perlu ditata ulang tidak
hanya sekedar menjalankan tugas rutin mengajar. Namun lebih dari itu, yakni
mewujudkan educated man yang mempunyai life skills berkulitas tinggi.
E. Tenaga Kependidikan
Menurut perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yaitu Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, khususnya Bab I Pasal 1
ayat (5) menyebutkan bahwa tenaga kependidikan itu adalah anggota masyarakat
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 23
yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggarakan
pendidikan. Dilihat dari jabatannya, tenaga kependidikan dibedakan menjadi
tenaga struktural, tenaga fungsional dan tenaga teknis penyelenggara pendidikan.
Tenaga struktural merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan-
jabatan eksekutif umum (pimpinan) yang bertanggung jawab baik langsung
maupun tidak langsung atas satuan pendidikan. Tenaga fungsional merupakan
tenaga kependidikan yang menempati jabatan fungsional yaitu jabatan yang dalam
pelaksanaan pekerjaannya mengandalkan keahlian akademis kependidikan.
Sedangkan tenaga teknis kependidikan merupakan tenaga kependidikan yang
dalam pelaksanaan pekerjaannya lebih dituntut kecakapan teknis operasional atau
teknis administratif.
1. Tugas Tenaga Kependidikan
Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa tugas tenaga kependidikan itu adalah melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Jabatan Deskripsi Tugas
Kepala Sekolah
Bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya baik ke dalam maupun ke luar yakni dengan melaksanakan segala kebijaksanaan, peraturan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga yang lebih tinggi.
Wakil Kepala Sekolah (Urusan Kurikulum)
Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kurikulum dan proses belajar mengajar
Wakil Kepala Sekolah (Urusan Kesiswaan)
Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan kegiatan kesiswaan dan ekstrakurikuler
Wakil Kepala Sekolah (Urusan Sarana dan Prasarana)
Bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan inventaris pendayagunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana serta keuangan sekolah
Wakil Kepala Sekolah (Urusan Pelayanan Khusus)
Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan pelayanan-pelayanan khusus, seperti hubungan masyarakat, bimbingan dan penyuluhan, usaha kesehatan sekolah dan perpustakaan sekolah.
Pengembang Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program program-program pengembangan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan pengembangan alat bantu pengajaran
Pengembang Tes Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program-program
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 24
pengembangan alat pengukuran dan evaluasi kegiatan-kegiatan belajar dan kepribadian peserta didik
Pustakawan Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program kegiatan pengelolaan perpustakaan sekolah
Laboran Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program kegiatan pengelolaan laboratorium di sekolah
Teknisi Sumber Belajar Bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemberian bantuan teknis sumber-sember belajar bagi kepentingan belajar peserta didik dan pengajaran guru
Pelatih Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program-program kegiatan latihan seperti olahraga, kesenian, keterampilan yang diselenggarakan
Petugas Tata Usaha Bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan-kegiatan dan pelayanan administratif atau teknis operasional pendidikan di sekolah
Tabel. Jabatan dan Deskripsi Jabatan Tenaga Kependidikan di Sekolah
2. Pembinaan / Pengembangan Tenaga Kependidikan
Pembinaan atau pengembangan tenaga kependidikan merupakan usaha
mendayagunakan, memajukan dan meningkatkan produktivitas kerja setiap tenaga
kependidikan yang ada di seluruh tingkatan manajemen organisasi dan jenjang
pendidikan. Tujuan dari kegiatan pembianaan ini adalah tumbuhnya kemampuan
setiap tenaga kependidikan yang meliputi pertumbuhan keilmuan, wawasan
berpikir, sikap terhadap pekerjaan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari sehingga produktivitas kerja dapat ditingkatkan.
Prinsip yang patut diperhatikan dalam penyelenggaraan pembinaan teaga
kependidikan, yaitu:
a. Dilakukan untuk semua jenis tenaga kependidikan baik untuk tenaga stuktural,
tenaga fungsional maupun tenaga teknis penyelengara pendidikan
b. Berorientasi pada perubahan tingkah laku dalam rangka peningkatan
kemampuan profesional dan atau teknis untuk pelaksanaan tugas sehari-hari
sesuai dengan posisinya masing-masing
c. Mendorong peningkatan kontribusi setiap individu terhadap organisasi
pendidikan tau sistem sekolah; dan menyediakan bentuk-bentuk penghargaan,
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 25
kesejateraan dan insentif sebagai imbalan guna menjamin terpenuhinya secara
optimal kebutuhan sosial ekonomis maupun kebutuhan sosial-psikologi
d. Mendidik dan melatih seseorang sebelum maupun sesudah menduduki
jabatan/posisi
e. Dirancang untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan dalam jabatan,
pengembangan profesi, pemecahan masalah, kegiatan remidial, pemeliharaan
motivasi kerja dan ketahanan organisasi pendidikan
f. Pembinaan dan jenjang karir tenaga kependidikan disesuaikan dengan kategori
masing-masing jenis kependidikan itu sendiri.
Cara yang lebih populer adalah melalui penataran (inservice training) baik
dalam rangka penyegaran maupun dalam rangka peningkatan kemampuan tenaga
kependidikan. Cara-cara lainnya dapat dilakukan sendiri-sendiri (self propelling
growth) atau bersama-sama (collaborative effort), misalnya mengikuti kegiatan
atau kesempatan; ore-service training, on the job training, seminar, workshop,
diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi dan sebagainya.
3. Penilaian Tenaga Kependidikan
Penilaian tenaga kependidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk
mengetahui seberapa baik performa seseorang tenaga kependidikan dalam
melaksanakan tugas pekerjaannya dan seberapa besar potensinya untuk
berkembang. Performa ini mencakup prestasi kerja, cara kerja dan pribadi;
sedangkan potensi untuk berkembang mencakup kreativitas dan kemampuan
mengembangkan karir.
Penilaian tenaga kependidikan bukan hanya dimaksudkan untuk kenaikan
dalam jabatan atau promosi, perpindahan jabatan atau mutasi bahkan turun jabatan
atau demosi, melainkan juga berguna untuk perbaikan prestasi kerja, penyesuaian
gaji/tunjangan/insentif, penyelenggaraan pendidikan dan latihan, pengembangan
karir, perancang bangunan pekerjaan, pengembangan dan perolehan kesempatan
kerja secara adil an dalam rangka menghadapi tantangan-tantangan eksternal
keorganisasian. Penilaian diselenggarakan secara kooperatif, komprehensif.
Sedangkan cara-cara yang ditempuh dapat menggunakan berbagai metode,
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 26
seperti:
a. Rating scale, yaitu penilaian atas prestasi kerja personil yang didasarkan pada
skala tertentu misalnya sangat baik, baik, sedang, jelek, sangat jelek.
b. Weighted performance checklist, yaitu penilaian atas prestasi kerja personil
yang didasarkan pada kriteria tertentu dengan menggunakan bobot penilaian
c. Critical incident method, yaitu metode penilaian yang didasarkan atas perilaku-
perilaku sangat baik dari seseorang dalam pelaksanaan pekerjaan
d. Test and observation, yaitu penilaian prestasi kerja didasarkan atas tes
pengetahuan dan keterampilan dan atau melalui observasi
e. Rank method, yaitu penilaian yang dilakukan untuk menentukan siapa yang
lebih baik dengan menempatkan setiap personil dalam urutan terbaik hingga
terburuk
f. Forced distribution, yaitu penilaian atas personil yang kemudian dikategorikan
dalam kategori yang berbeda
g. Self appraisals yaitu penilaian oleh diri sendiri dimaksudkan untuk
mempelajari pengembangan diri dan sebagainya
Dalam perkembangan organisasi yang sedemikian pesat, penilaian bukan
hanya dilakukan terhadap individu saja, tetapi penilaian dapat merupakan
penilaian terhadap performa suatu kelompok kerja atau bahkan terhadap
organisasi.
4. Pelayana Prima
Pelayanan prima atau “excellence service” adalah suatu sikap atau cara
karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan (Elthainammy, 1990).
Pelayanan prima merupakan suatu pelayanan terbaik, melebihi, melampaui,
mengungguli pelayanan yang diberikan pihak lain atau daripada pelayanan waktu
yang lalu. Secara sederhana, pelayanan prima (excellent service) adalah suatu
pelayanan yang terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan.
Dengan kata lain, pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi
standar kualitas. Pelayanan yang memenuhi standar kualitas adalah suatu
pelayanan yang sesuai dengan harapan dan kepuasan pelanggan/masyarakat.
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 27
Dalam pelayanan prima terdapat dua elemen yang saling berkaitan, yaitu
pelayanan dan kualitas. Kedua elemen tersebut sangat penting untuk diperhatikan
oleh tenaga pelayanan (penjual, pedagang, pelayan, atau salesman). Konsep
pelayanan prima dapat diterapkan pada berbagai organisasi, instansi, pemerintah,
ataupun perusahaan bisnis.
Perlu diketahui bahwa kemajuan yang dicapai oleh suatu negara tercermin
dari standar pelayanan yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya. Negara-
negara yang tergolong miskin pada umumnya kualitas pelayanan yang diberikan
di bawah standar minimal. Pada negara-negara berkembang kualitas pelayanan
telah memenuhi standar minimal. Sedangkan di negara-negara maju kualitas
pelayanan terhadap rakyatnya di atas standar minimal.
Pada dasarnya pelayanan prima mengandung tiga aspek, yakni (1)
kemampuan yang professional, (2) kemampuan yang teguh, (3) sikap yang ikhlas,
tulus, senang membantu, menyelesaikan kepentingan, keluhan, memuaskan
kebutuhan pelanggan dengan memberikan pelayanan yang terbaik.
Salah satu cara dalam menciptakan dan mempertahankan hubungan yang
baik dan harmonis dengan para kolega dan pelanggan adalah dengan melakukan
konsep pelayanan prima berdasarkan A3 (attitude, attention, dan action).
Pelayanan prima berdasarkan konsep A3, artinya pelayanan yang diberikan
kepada pelanggan dengan menggunakan pendekatan sikap (attitude), perhatian
(attention), dan tindakan (action).
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 28
BAB III KESIMPULAN
Dalam rangka mencapai mutu yang tinggi dalam bidang pendidikan,
peranan guru sangatlah penting bahkan sangat utama. Untuk itu, maka
profesionalisme guru harus ditegakkan dengan cara pemenuhan syarat-syarat
kompetensi yang harus dikuasai oleh setiap guru, baik di bidang penguasaan
keahlian materi keilmuan maupun metodologi. Guru harus bertanggungjawab atas
tugas-tugasnya dan harus mengembangkan kesejawatan dengan sesama guru
melalui keikutsertaan dan pengembangan organisasi profesi guru.
Selain peran guru, keberhasian pendidikan tidak terlepas juga dari peran
strategis dari tenaga kependidikan apakah itu staf TU, pustakawan, laboran,
pesuruh/ penjaga sekolah, pengawas sekolah dan kepala sekolah, mulai dari
pengaturan jadwal pembelajaran yang teratur, kelengkapan sarana-prasarana
sekolah yang memadai dan memenuhi standar, kebersihan dan kenyamanan
lingkungan sekolah yang selalu terjaga, manajemen sekolah yang tegas serta
supervisi yang ketat.,
Untuk mencapai kondisi guru yang profesional, para guru harus menjadikan
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 29
orientasi mutu dan profesionalisme guru sebagai etos kerja mereka dan
menjadikannya sebagai landasan orientasi berperilaku dalam tugas-tugas
profesinya. Karenanya, maka kode etik profesi guru harus dijunjung tinggi.
Dalam perkembangannya, disadari bahwa profesi guru belum dalam posisi yang
ideal seperti yang diharapkan, namun harus terus diperjuangkan menuju yang
terbaik. Pada saat diberlakukannya otonomi daerah dan desentralisasi
pendidikan yang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya teknologi
informasi yang sangat pesat, dipahami bahwa banyak tantangan sekaligus peluang
yang harus dihadapi untuk dapat diselesaikan oleh para guru dan lembaga
penyelenggara pendidikan.
Tantangan dan peluang tersebut antara lain: berubahnya peran guru
dalam manajemen proses belajar mengajar, kurikulum yang terdesentralisasi,
pemanfaatan secara optimal sumber-sumber belajar lain dan teknologi
informasi, usaha pencapaian layanan mutu pendidikan yang optimal, dan
penegakan profesionalisme guru. Para guru mempunyai tantangan untuk dapat
beradaptasi dengan sebaik-baiknya dalam situasi transisi, agar dapat
memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positifnya. Menyikapi
hal-hal demikian, tidak lain maka para guru haruslah dapat mengembangkan
suatu perilaku adaptif agar berhasil mengemban profesinya di era otonomi daerah
dan era global ini. Dengan cara demikian, karena guru adalah soko guru
pendidikan, mudah-mudahan peningkatan mutu pendidikan di era otonomi
daerah segera akan tercapai.
Peningkatan mutu pendidikan tidak hanya melakukan perbaikan pada
kualitas guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar tetapi juga perlu dan
penting diikuti dengan penataan manajemen pendidikan yang mengarah pada
peningkatan kinerja guru melalui optimalisai peran sekolah dalam hal ini kepala
sekolah dan pihak dinas pendidikan setempat untuk memberikan rasa nyaman
bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu optimalisasi kegiatan
penataran harus betul-betul menyetuh kebutuhan guru agar bermanfaat bagi
peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas hasil belajar siswa
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 30
sehingga kedepan kegiatan pelatihan dan semacamnya harus mampu
diprogramkan supaya tidak tumpang tindih dan tidak mengganggu kegiatan
belajar mengajar sebagai dampak guru mengikuti kegiatan tersebut.
Pengelolaan tenaga kependidikan merupakan langkah penting dalam
mewujudkan sistem pendidikan nasional yang efektif dan efisien. Tenaga-tenaga
handal dalam dunia pendidikan hanya akan diperoleh jika sistem pendidikan telah
memiliki mekanisme yang ideal untuk melakukan perekrutan, seleksi,
penempatan, pembinaan, evaluasi dan pemberhentian yang tepat. Dengan kata lain
sistem pendidikan nasional memerlukan mekanisme pengelolaan tenaga pendidik
dan kependidikan yang searah dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
BSNP.2007. Standar Pengawasan Sekolah/Madrasah, Kemendiknas. Jakarta
BSNP.2007. Standar Kualifikasi akademik dan kompetensi Guru, Kemendiknas. Jakarta
Gilley, Jerry W. dan Steven A. Eggland, 1989. Principles of Human Resourches Development.: Addison Wesley Pub. Company. Inc. New York
http://mitrakuliah.blogspot.com/2009/06/upaya-dan-strategi-peningkatan-mutu. html
Jalal, Fasli dan Dedi Supriyadi (ed). 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. : Adicipta. Yogyakarta
Karsidi, Ravik. 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Bahan Ceramah di Pondok Assalam, Surakarta
Musthofa C. 2007, Kontroversi Tenaga Pendidik dan Kependidikan, Pontianak Pos, Kalbar
Surya, Muhammad. 2003. Percikan Perjuangan Guru. Aneka Ilmu. Semarang:
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 31
Wen, Sayling. 2003. Future of Education (Masa Depan Pendidikan), alih bahasa Arvin Saputra,: Lucky Publisher. Batam
Prasetyorini, Retno. 2003. “Pelayanan Prima” Bahan Ajar SMK Kelompok Bisnis dan Manajemen. Guruvalah Inc
Wiryatmi, Endang. “Filofofi, Strategi dan Teknik Pelayanan Prima di Sektor Publik” ceramah tentang Manajemen Pelayanan Prima di Lembaga Administrasi Negara, 8-9 Agustus 2001.