25
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Flatfoot atau pes planus adalah suatu keadaan berkurangnya ataupun hilangnya lengkung medial longitudinal telapak kaki sehingga menyebabkan seluruh bagian dari telapak kaki tersebut menyentuh tanah. Flatfoot dapat bersifat fisiologik atau flexible flatfoot dan patologik atau rigid flatfoot. Perlu diketahui, bahwa semua anak terlahir dengan flatfoot, namun secara perlahan seiring dengan bertambahnya usia pada masa kanak-kanak, lengkung medial longitudinal telapak kaki akan mulai terbentuk, biasanya pada usia sekitar 5 atau 6 tahun. 1,2,3 Flatfoot atau pes planus pada umumnya tidak menyebabkan gangguan dan secara umum dapat membaik tanpa membutuhkan penanganan; jarang sekali kasus yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. Meski begitu, flatfoot atau pes planus menyebabkan kekhawatiran bagi para orang tua terkait dengan tampilan kaki yang abnormal serta timbulnya rasa sakit dan ketidakmampuan anak untuk berjalan normal ketika dewasa kelak. Akibatnya, flatfoot atau pes planus menjadi penyebab tersering terjadinya kunjungan ke praktisi ortopedik pediatrik. 3,4 Insidensi dari flatfoot atau pes planus tidak diketahui secara pasti, namun keadaan ini seringkali 1

Pes Planus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat

Citation preview

Page 1: Pes Planus

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Flatfoot atau pes planus adalah suatu keadaan berkurangnya ataupun

hilangnya lengkung medial longitudinal telapak kaki sehingga menyebabkan

seluruh bagian dari telapak kaki tersebut menyentuh tanah. Flatfoot dapat bersifat

fisiologik atau flexible flatfoot dan patologik atau rigid flatfoot. Perlu diketahui,

bahwa semua anak terlahir dengan flatfoot, namun secara perlahan seiring dengan

bertambahnya usia pada masa kanak-kanak, lengkung medial longitudinal telapak

kaki akan mulai terbentuk, biasanya pada usia sekitar 5 atau 6 tahun.1,2,3

Flatfoot atau pes planus pada umumnya tidak menyebabkan gangguan dan

secara umum dapat membaik tanpa membutuhkan penanganan; jarang sekali

kasus yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. Meski begitu, flatfoot atau pes

planus menyebabkan kekhawatiran bagi para orang tua terkait dengan tampilan

kaki yang abnormal serta timbulnya rasa sakit dan ketidakmampuan anak untuk

berjalan normal ketika dewasa kelak. Akibatnya, flatfoot atau pes planus menjadi

penyebab tersering terjadinya kunjungan ke praktisi ortopedik pediatrik.3,4

Insidensi dari flatfoot atau pes planus tidak diketahui secara pasti, namun

keadaan ini seringkali terjadi. Prevalensi dari flatfoot akan menurun seiring

dengan bertambahnya usia. Prevalensi flatfoot pada kelompok anak berusia 3

tahun adalah sebesar 54% dan pada kelompok anak berusia 6 tahun sebesar 24%.

Sebagian besar anak akan menunjukkan perkembangan normal dari telapak kaki

secara utuh pada usia 12 tahun.5,6

Pada keadaan tertentu, flatfoot dapat menimbulkan gejala seperti rasa sakit

yang bahkan dapat berkembang hingga dewasa, dan menyebabkan rasa sakit atau

tidak nyaman bagi penderitanya, serta dapat mengakibatkan kelainan gaya

berjalan. Oleh karena itu, penting kiranya untuk dapat mengevaluasi secara dini

flatfoot dengan atau tanpa gejala, serta bersifat fisiologik atau patologik, sehingga

dapat dilakukan tindakan intervensi sesegera mungkin.3,7

1

Page 2: Pes Planus

I.2. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan referat ini, diharapkan dapat menambah

dan meningkatkan pengetahuan penulis beserta pembaca mengenai flatfoot atau

pes planus.

2

Page 3: Pes Planus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Istilah flatfoot atau pes planus merupakan suatu terminologi untuk

menggambarkan suatu keadaan berkurangnya ataupun hilangnya lengkung medial

longitudinal telapak kaki sehingga menyebabkan seluruh bagian dari telapak kaki

tersebut menyentuh tanah. Keadaan ini dapat bersifat fisiologik yang dikenal

dengan flexible flatfoot dan patologik yang dikenal dengan rigid flatfoot.1,2

II.2. Epidemiologi

Walaupun insidensi dari flatfoot atau pes planus tidak diketahui secara

pasti, namun keadaan ini seringkali terjadi dan faktanya adalah keadaan ini

menjadi salah satu penyebab tersering terjadinya kunjungan ke praktisi orthopedik

pediatrik. Prevalensi flatfoot akan menurun seiring dengan bertambahnya usia.

Saat berusia 2 tahun, sebesar 94% anak-anak mengalami flatfoot dan pada usia 10

tahun, hanya sebesar 4% yang mengalami keadaan tersebut. Prevalensi flatfoot

pada kelompok anak berusia 3 tahun adalah sebesar 54% dan pada kelompok anak

berusia 6 tahun sebesar 24%. Sebagian besar anak akan menunjukkan

perkembangan normal dari telapak kaki secara utuh pada usia 12 tahun.3,4,5

II.3. Anatomi

Struktur kaki didasarkan atas bagian penyusun pokoknya, termasuk

ligamen dari tujuh tulang tarsal, lima tulang metatarsal, dan lima digiti. Masing-

masing tulang tarsal memiliki gambaran bentuk dengan permukaan artikular yang

komplek, gambaran osifikasi, pertumbuhan sentripetal, dan hubugan dengan

tulang-tulang yang berdekatan melalui ligamentum tipis.8

Tulang-tulang kaki dipertahankan posisinya oleh ligamen-ligamen, dimana

persendian dari kaki sendiri tidak memiliki kestabilan intrinsik. Ligamen-ligamen

pada kaki yang berperan penting adalah ligamen interosseous, plantar

kalkaneonavikular, plantar kalkaneokuboid, dan ligamen kalkaneokuboid internal.

Ligamen interosseous merupakan kondensasi dari kapsula artikular antara talus

3

Page 4: Pes Planus

dan kalkaneus, yang melibatkan aspek posterior, medial, dan anterior dari sendi

subtalar. Ligamen kalkaneonavikular adalah ligamen yang luas dan tebal, yang

menghubungkan tepi anterior sustentakulum talae kalkaneus ke permukaan

plantar navikular. Ligamentum ini menghubungkan kalkaneus ke navikular dan

menyokong ujung talus. Ligamen kalkaneonavikular ini diperkuat oleh tendon

tibialis posterior pada permukaan medial plantarnya. Ligamentum interosseous

membentuk suatu sumbu rotasi pada sendi subtalar, sedangkan ligamentum

kalkaneonavikular menyokong ujung talus pada saat posisi berdiri. Ligamentum

kalkaneokuboid dan kalkaneonavikular berperan untuk menstabilkan persendian

antara hindfoot and midfoot, yang dikenal dengan sendi Chopart. Ketiga

cuneiforms dan metatarsal dihubungkan oleh serangkaian ligamen plantar dan

dorsal yang kuat dan tipis. Metatarsal distabilisasi oeh ligamentum intermetatarsal

di bagian proksimal. Pada bagian distal, metatarsal dihubungkan oleh berkas

fibrosa tranversal diantara kepala metatarsal, yang dikenal dengan ligamentum

metatarsal tranversal.8

Lengkungan longitudinal kaki dibentuk oleh kombinasi dari semua tulang

tarsal dan metatarsal. Struktur tersebut mendistribusikan beban secara merata pada

kaki saat posisi berdiri, yang memungkinkan beban terdistribusi pada kalkaneus,

serta pada ujung metatarsal. Tendon tibialis memerlukan sedikit tekanan untuk

dapat mempertahankan posisi berdiri. Basmajian dan Stecko menunjukkan bahwa

hampir tidak ada aktivitas elektromiografi pada otot kaki dan pergelangan kaki

ketika beban fisiologis diberikan pada kaki plantigrade dalam posisi berdiri.

Mereka menyimpulkan bahwa kompleks tulang-ligamen menentukan ketinggian

lengkungan longitudinal, sedangkan otot menjaga keseimbangan, mengakomodasi

kaki di permukaan yang tidak rata, melindungi ligamen dari stres, dan mendorong

tubuh ke depan. Mann dan Inman mengkonfirmasi teori ini.8

Jari-jari kaki terdiri dari tulang falangeal yang distabilkan oleh ligamen,

yang mana hanya memungkinkan terjadinya gerakan fleksi dan eksensi pada

persendiannya. Setiap sendi memiliki permukaan berbentuk silinder pada bagian

proksimal dan permukaan cekung pada bagian distal. Tendon terinsersi pada

falang medial dan distal, dengan otot-otot intrinsik bertindak melenturkan sendi

metatarsal phalangeal (MP), berfungsi baik pada keadaan sehat.8

4

Page 5: Pes Planus

Selain struktur tulang dan ligamentum, perlu dipertimbangkan pula

otot-otot intrinsik maupun ekstrinsik yang mempengaruhi kompleks ini.

Otot-otot ekstrinsik memiliki asal di atas pergelangan kaki, yakni termasuk

tibialis anterior, tibialis posterior, halusis longus ekstensor, ekstensor

digitorum komunis, fleksor halusis longus, fleksor digitorum komunis, dua

otot peroneal, dan kompleks gastrocsoleus. Otot-otot intrinsik kaki yang

paling utama adalah plantar dan dapat dibagi menjadi empat lapisan.

Lapisan yang paling superfisial meliputi abductor halusis, fleksor

digitorum brevis, dan abductor digiti minimi. Lapisan kedua adalah plante

kuadratus dan lumbrikalis. Lapisan ketiga adalah fleksor halusis brevis,

halusis adduktor, dan fleksor digiti minimi brevis. Lapisan keempat

meliputi interosei. Otot-otot intrinsik pada bagian dorsal adalah otot

ekstensor digitorum brevis yang berasal dari kalkaneus lateral bagian

distal dan ligamen sendi yang berdekatan. Keseimbangan antara semua

otot-otot ini sangat penting untuk fungsi yang tepat serta menghindari

terjadinya deformitas cavus. Kompleks gastrocsoleus berperan sebagai

otot plantar fleksor yang kuat. Peran tersebut bertentangan dengan peran

otot tibialis anterior dan otot ekstensor jari-jari kaki. Otot tibialis anterior,

bagaimanapun juga, merupakan supinator dari kaki depan, terkecuali

dinetralkan oleh otot longus peroneus; otot tibialis anterior akan

mengakibatkan deformitas dengan supinasi forefoot dan bunion dorsal.

Otot posterior tibialis mengakibatan hindfoot varus dan deviasi medial dari

forefoot, terkecuali jika diimbangi oleh otot-otot peroneal. Fungsi otot

yang kompleks namun sinergis akan menghasilkan suatu keadaan yang

terkoordinasi, serta aktivitas yang efisien. Namun, ketidakseimbangan

terkait keadaan patologis akan mengakibatkan deformitas.8

II.3. Perkembangan Normal Kaki pada Anak-Anak

Meskipun berukuran kecil, anatomi kaki bayi yang baru lahir sangatlah

kompleks, yang terdiri dari 26 sampai dengan 28 tulang. Anatomi kaki dapat

dibagi menjadi tiga daerah anatomi, yakni hindfoot atau rearfoot (talus dan

kalkaneus); midfoot (tulang navikular, tulang kuboid, dan tiga tulang runcing),

5

Page 6: Pes Planus

dan forefoot (metatarsal dan falang) (Gambar 1). Semua anak terlahir dengan

flatfoot. hampir setiap kaki anak awalnya memiliki bantalan lemak besar di dalam

lengkungan telapak kakinya, yang mana bantalan lemak tersebut secara perlahan

akan menurun seiring dengan pertumbuhan mereka. Lengkungan longitudinal

pada telapak kaki tidak ditemukan pada saat lahir, namun akan perlahan-lahan

berkembang selama masa kanak-kanak, biasanya pada usia sekitar lima atau enam

tahun. Hal tersebut merupakan proses yang terjadi sepanjang pertumbuhan dan

tidak terpengaruh oleh ada atau tidak adanya factor pendukung eksternal.3

Terkadang lengkungan telapak kaki tersebut membutuhkan waktu yang

lebih lama untuk mencapai bentuknya, dan normalnya lengkungan kaki

berkembang dalam dekade pertama kehidupan, Namun, hal tersebut biasanya

tidak menimbulkan masalah. Flexible flatfoot dianggap sebagai manifestasi dari

kelemahan konstitusional yang mempengaruhi semua ligamen dan sendi, dan jika

lengkungan kaki tampak tidak normal, maka hal tersebut dapat terjadi sebagai

akibat tegangan beban tubuh. Kebanyakan anak dengan flatfoot dapat mencapai

koreksi parsial secara spontan.3

6

Page 7: Pes Planus

Gambar 1. Struktur tulang dan pengelompokkan dari kaki manusia dewasa.

II.5. Klasifikasi & Etiologi

Flatfoot dapat diklasifikasikan menjadi fisiologik dan patologik. Flatfoot

yang bersifat fisiologik, dikenal dengan flexible flatfoot, ditandai dengan

lengkungan yang normal ketika tidak menyokong beban tubuh dan lengkungan

yang mendatar saat sedang menyokong beban tubuh (dalam keadaan berdiri).

Keadaan ini seringkali tampak selama dekade pertama kehidupan dan dapat

bersifat simtomatik ataupun asimtomatik. Sebagian besar penyebab dari keadaan

ini adalah kelemahan yang berlebihan dari kapsula sendi dan ligamen yang

berakibat hilangnya lengkungan tarsal ketika harus menyokong beban tubuh.

Faktor lain yang diduga turut berkontribusi pada flatfoot ini adalah kelebihan

berat badan, obesitas, laki-laki, serta penggunaan sepatu sebelum anak berusia 6

tahun.2,4

Flatfoot yang bersifat patologik, atau dikenal dengan rigid flatfoot,

ditandai dengan lengkungan yang terfiksasi, artinya tidak dapat

dimodifikasi oleh ada atau tidaknya beban tubuh yang disokong. Keadaan

ini merupakan suatu deformitas kongenital dengan berbagai macam

penyebab dasar dan seringkali mengakibatkan rasa sakit dan keterbatasan

dalam melakukan aktivitas. Tatalaksana yang diberikan pada rigid flatfoot

ini biasanya berhubungan erat keadaan patologi dasarnya, seperti

congenital vertical talus, tarsal bars, idiopathic short Achilles tendon, and

accessory scaphoid bone.2

II.6. Manifestasi Klinik

Flexible flatfoot pada anak-anak hampir tidak pernah menimbulkan

permasalahan. Anak-anak dengan flexible flatfoot pada umumnya

asimtomatik. Jika keadaan flexible flatfoot tersebut bertahan hingga usia

dewasa muda, beberapa mungkin akan mengalami rasa sakit yang ringan

di sepanjang bagian bawah kaki. Flexible flatfoot mungkin saja baru

menimbulkan gejala ketika mencapai usia dewasa muda. Gejala-gejala

tersebut berkembang ketika kontraksi dari tendon achiles membatasi

7

Page 8: Pes Planus

pergerakan dorsofleksi pergelangan kaki secara penuh, yang kemudian

memindahkan tekanan atau gaya tersebut pada bagian midfoot, tekanan

ataupun gaya tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada

persendian tarsal. Pasien mengeluhkan rasa nyeri yang tidak jelas pada

lengkungan medial dan pergelangan kaki.3

Pada pemeriksaan fisik, kaki memiliki bagian bawah yang

mendatar, dan valgus kalkaneus akan tampak pada posisi berdiri (Gambar

2) . Ketika pasien berdiri dengan menggunakan ujung kakinya, kalkaneus

sedikit membalik, namun tidak secara penuh (Gambar 3). Dorsofleksi

pergelangan kaki dibatasi kurang dari 5 derajat untuk kontraksi tendon

achiles. Pergerakan normal dari subtalar dan tarsal tranversus akan

menurun hingga mencapai 50%.3

Pasien dengan koalisi tarsal mengalami nyeri yang tajam dan tiba-

tiba, dengan onset yang akut pada lengkungan telapak kaki, pergelangan

kaki, dan midfoot. Pasien ini beresiko lebih sering mengalami ankle

sprains sekunder untuk membatasi pergerakan subtalar.3

Gambar 2. Flexible flatfoot. Tumit dalam kondisi valgus, dengan takanan beban tubuh dipindahkan pada kolum medial kaki. Terjadinya kompensasi dengan abduksi forefoot sebagai hasil dari rusaknya midfoot mengarah pada tanda “too many toes” (tanda panah). Normalnya jari-jari kaki lateral tidak tampak pada pemeriksaan dari belakang.

8

Page 9: Pes Planus

Gambar 3. A. Sewaktu pada posisi berdiri, tumit mengarah pada kondisi varus, dan lengkungan telapak kaki akan terlihat, yang menandakan fleksibilitas dari flatfoot. ; B. Tumit pada kondisi

valgus dan lengkungan telapak kaki mendatar selama menopang beban tubuh II.7. Pemeriksaan Fisik

Mengingat bahwa rendahnya lengkungan medial longitudinal yang

terjadi pada masa awal kehidupan bayi merupakan kondisi yang hampir

terjadi secara universal, dan keadaan ini akan mengalami perbaikan

dengan sendirinya seiring dengan pertumbuhannya, maka secara umum

cukup sulit untuk mengatakan keadaan ini sebagai suatu kondisi yang

patologik. Namun begitu, pada beberapa kasus, perbaikan dari rendahnya

lengkungan medial longitudinal mungkin tidak terjadi secara spontan, dan

mengakibatkan timbulnya gejala-gejala yang cukup signifikan.

Kesulitannya adalah untuk membedakan suatu deformitas akibat flatfoot

yang patologik dari bentuk perkembangan normalnya. Pemeriksaan umum

sebaiknya meliputi penilaian terhadap ada tidaknya kelemahan ligamen,

begitu juga penilainan terhadap deformitas torsional dan angular. Perlu

diketahui bahwa deformitas yang terjadi terkait dengan flatfoot memiliki

kejadian yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan deformitas valgus

pada sendi lutut dan kelemahan ligamen. Secara umum, suatu keadaan

flexible flatfoot akan kembali pada posisi normalnya disertai dengan

adanya lengkungan longitudinal pada saat posisi duduk atau ketika kaki

tidak sedang menopang berat tubuh. Ketika berdiri dengan menggunakan

jari-jari kaki, lengkung longitudinal akan terbentuk dan ujung hindfoot

menjadi varus dengan adanya plantar fleksi dari hindfoot.8

9

Page 10: Pes Planus

Penilaian terhadap kaki pada posisi tidak sedang menopang berat

badan, dengan pasien berlutut di atas sebuah kursi, akan memperlihatkan

bahwa hindfoot akan pada posisi netralnya disertai dengan deformitas

supinasi dari forefoot. Pada saat posisi berdiri, pengangkatan dari ibu jari

(in the Jack toe-raise test) akan menghasilkan peninggian dari lengkung

longitudinal oleh karena adanya efek katrol dari fasia plantar. Dorsofleksi

pergelangan kaki pada keadaan ekstensi pada sendi lutut dan dengan

hindfoot sedikit inversi sebaiknya dilakukan untuk menilai adanya

ketegangan dari tendon achiles, sebagaimana hal tersebut merupakan suatu

kondisi patologik yang seringkali terjadi terkait dengan timbulnya rasa

sakit pada deformitas flatfoot. Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah

pola kulit di sisi plantar, adanya kalusitis pada ujung talus akan

berhubungan dengan gejala dan derajat beratnya deformitas flatfoot.8

PEMERIKSAAN FISIK PADA FLATFOOT9

Penyebabnya terjadinya kelemahan ligament harus dievaluasi. Deformitas angular pada ektremitas bawah harus diperhatikan. Anak-anak dengan

valgus fisiologik pada sendi lutut (usia 3 - 5 tahun) seringkali mengalami flatfoot terkait dengan mengecilnya sendi pergelangan kaki. Kondisi tersebut biasanya akan berubah ketika valgus membaik secara spontan.

Pemeriksaaan neurologis sebaiknya dilakukan menyingkirkan adanya peningkatan tonus otot (misalnya flatfoot spastic), atau keadaaan neuromuskular lainnya.

Pemeriksaan dari kaki harus mencakup : Heel cord flexibility. Dengan sendi lutut ekstensi dan kaki dalam posisi

inversi, maka kwantitas dari dorsofleksi pergelangan kaki dapat dinilai. Callus pattern. Normalnya, harus ada kalus pada plantar tumit dan pada

ujung metatarsal pertama, dan secara difus pada metatarsal lainnya. Adanya peningkatan kalus, kemerahan, kerusakan kulit pada lengkungan atau medial ibu jari mengindikasikan adanya postur planovalgus pada saat berjalan.

Subtalar motion. Keadaan ini dapat diperiksa dengan melakukan inversi dan eversi kaki sementara hindfoot dalam posisi yang tetap. Aternatif lainnya, pasien diminta untuk berjalan dengan menggunakan tepi medial dan lateral kakinya.

Arch rest (non-weight bearing) dan dengan mengangkat jari kaki. Keadaan flexible flatfoot memiliki posisi yang normal pada saat duduk, dan ketika jari diangkat. Sewaktu jari kaki diangkat, tumit akan tampak dalam kondisi varus. Hal tersebut tidak tampak pada keadaan rigid flatfoot dengan koalisi tarsal.

Specific areas of pain. Adanya kondisi ini mungkin mengarah pada diagnosis lainnya, seperti osteokondrotis atau accessory navicular.

10

Page 11: Pes Planus

Gambar 4. In the Jack toe-raise test. Peninggian dari lengkung longitudinal oleh karena adanya efek katrol dari fasia plantar.

II.8. Temuan Radiologi

Pemeriksaan radiografi pada kasus kelainan flatfoot tidak

digunakan secara umum untuk eveluasi rutin. Pada kasus-kasus yang

berat, rangkaian dari radiografi lateral akan membantu untuk menentukan

arah kelainannya. Namun perlu diingat bahwa temuan pada pemeriksaan

radiografi ini tidak dapat digunakan untuk menentukan indikasi terapi.

Pemeriksaan radiografi harus dinilai pada keadaan kaki sedang

menyokong berat badan, dan diambil dari aspek anteroposterior, lateral,

dan oblik pada foto polos.8,7

Radiografi sisi lateral pada flatfoot akan menunjukkan Meary

ankle, yang mana megindikasikan beratnya suatu deformitas flatfoot.

Adanya lengkungan yang terlokalisir antara navicular dan cuneiform

pertama, memiiki implikasi yang signifikan untuk terapi. Ditemukannya

C-Sign pada radiografi lateral, dikatakan lebih spesifik untuk mendiagnosa

flatfoot daripada koalisi subtalar.8

11

Page 12: Pes Planus

Gambar 5. Weight bearing lateral radiograph. The calcaneal pitch (CP) and the talus-horizontal angle (T-H) merupakan cara pengukuran terbaik untuk menilai kelainan valgus pada hindfoot. The talus-first-metatarsal angle (T-1MT) yang dikenal sebagai the

Meary angle.

Gambar 6. Flatfoot. A. Radiografi lateral dalam posisi berdiri.Adanya talonavikular yang lentur dan plantar fleksi yang relatif dari talus, menunjukkan adanya kontraktur tendon Achilles. ; B.

Radiografi anteroposterior dalam posisi berdiri menunjukkan adanya eversi midfoot dan hindfoot serta keadaan valgus.

Skanning dengan menggunakan computed tomography (CT) scan,

berguna untuk menyingkirkan adanya koalisi tarsal. Adanya deformitas

unilateral pada kaki harus menjalani pemeriksaan neurologik yang tepat,

MRI dapat diindikasikan untuk menyingirkan adanya tethered cord,

lipomeningocelle, dan sebagainya.9

II.9. Tatalaksana

Secara umum, flatfoot yang tidak menimbulkan rasa nyeri

(asimptomatik) tidak membutuhkan tatalaksana khusus. Flexible flatfoot

pada anak-anak hampir tidak pernah menimbulkan permasalahan dan

flexible flatfoot yang asimptomatik jarang sekali membutuhkan suatu

tindakan intervensi; bahkan tidak terdapat bukti yang mengindikasikan

12

Page 13: Pes Planus

bahwa pemberian terapi pada masa awal dapat mencegah berkembangnnya

flexible flatfoot yang bersifat simtomatik pada masa dewasa. Adapun

tatalaksana dari flatfoot ini dibagi menjadi 2, yakni10 :

A. Terapi Konservatif

Pada kasus-kasus hypermobile (flexible) flatfoot, tidak ada terapi yang

diindikasikan pada pasien anak yang asimtomatik. Edukasi serta jaminan rasa

aman mengenai kondisi tersebut, tetaplah menjadi hal yang utama.9,10

Sepatu ortopedik, termasuk dengan berbagai macam modifikasi tumit,

cetakan lengkungan tumit, dan ortosis lainnya, serta penyokong lengkungan

medial, secara tradisional telah dikenal sebagai salah satu metode terapi;

walaupun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa modifikasi tersebut efektif.

Meskipun beberapa penelitian berpendapat bahwa metode terapi ini dapat

mengembalikan lengkungan longitudinal pada keadaan normal dan mengurangi

tekanan yang bersifat patologik pada area kaki yang menopang beban tubuh,

namun penelitian dengan metode kontrol gagal untuk menunjukkan pengaruh

terapi modifikasi ini terhadap perkembangan ataupun pengembalian dari lengkung

longitudinal.10

Pada kasus flatfoot dengan gejala, penyokong lengkungan serta ortosis

mungkin memiliki manfaat bagi penderitnya. Gejala-gejala tipikalnya adalah

seperti rasa nyeri dan lelah pada lengkunan medial, serta keram di malam hari.

Sebagai tambahan, untuk latihan peregangan dan pelurusan otot-otot, sepatu yang

didesign untuk running memiliki kegunaan untuk menyokong tumit dan

lengkungan longitudinal dan pemakaian sepatu inipun lebih dapat diterima secara

luas.7

Jika terjadi kontraktur pada tendon achiles, maka peregangan secara

manual dapat dilakukan baik oleh orang tua maupun oleh anak itu sendiri, jika

13

Page 14: Pes Planus

anak sudah cukup mengerti dan kooperatif terhadap tindakan terapi tersebut.10

Gambar 7. Latihan untuk mengobati flatfoot. A. Peregangan manual dengan sendi lutut ekstensi dan inversi dari hindfoot. Pengulangan beberapa kali dalam sehari dapat dianjurkan. ; B.

Peregangan secara pasif dari surae triceps. Perhatikan bahwa kaki dalam kondisi inversi, sendi lutut dalam kondisi ekstensi dan tumit tetap harus menyentuh lantai

B. Terapi Pembedaan

Adapun indikasi terapi pembedahan pada pasien dengan flatfoot adalah

sebagai berikut.10

14

Page 15: Pes Planus

1. Adanya gejala-gejala yang tidak dapat ditelusuri dan tidak responsif terhadap

penggunaan sepatu dan ortotik modifikasi.

2. Ketidakmampuan dari penderita dalam memodifikasi suatu aktivitas yang

menimbulkan nyeri.

3. Pasien dengan kalus talonavikular dan peregangan dari lengkungan medial

yang membatasi aktivitas sehari-hari akibat rasa nyeri yang ditimbulkannya.

Adapun berbagai tindakan prosedur pembedahan yang dapat

dilakukan untuk terapi pada flatfoot, adalah sebagai berikut.10

1. Arthroereisis

2. Heel Cord Lengthening

3. Subtalar Fusion

4. Lateral Column Lengthening

5. Imbrication of Talonaviculocuneiform Complex

15

Page 16: Pes Planus

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Istilah flatfoot atau pes planus merupakan suatu terminologi untuk

menggambarkan suatu keadaan berkurangnya ataupun hilangnya lengkung medial

longitudinal telapak kaki sehingga menyebabkan seluruh bagian dari telapak kaki

tersebut menyentuh tanah. Keadaan ini dapat bersifat fisiologik yang dikenal

dengan flexible flatfoot dan patologik yang dikenal dengan rigid flatfoot.

. Flatfoot yang bersifat fisiologik, dikenal dengan flexible flatfoot, ditandai

dengan lengkungan yang normal ketika tidak menyokong beban tubuh dan

lengkungan yang mendatar saat sedang menyokong beban tubuh (dalam keadaan

berdiri). Keadaan ini seringkali tampak selama dekade pertama kehidupan dan

dapat bersifat simtomatik ataupum asimtomatik.

Flatfoot yang bersifat patologik, atau dikenal dengan rigid flatfoot,

ditandai dengan lengkungan yang terfiksasi, artinya tidak dapat dimodifikasi oleh

ada atau tidaknya beban tubuh yang disokong. Keadaan ini merupakan suatu

deformitas kongenital dengan berbagai macam penyebab dan seringkali

mengakibatkan rasa sakit dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas.

Secara umum, flatfoot yang tidak menimbulkan rasa nyeri tidak

membutuhkan tatalaksana khusus. Flexible flatfoot pada anak-anak hampir tidak

pernah menimbulkan permasalahan dan flexible flatfoot yang asimptomatik jarang

sekali membutuhkan terapi. Pada rigid flatfoot, terapi yang diberikan biasanya

berhubungan erat keadaan patologi dasarnya, seperti congenital vertical talus,

tarsal bars, idiopathic short Achilles tendon, and accessory scaphoid bone.

Adapun tatalaksana flatfoot ini dibagi menjadi 2, yakni terapi konservatif dan

terapi pembedahan.

16

Page 17: Pes Planus

DAFTAR PUSTAKA

1. Harris EJ, Vanore JV, Thomas JL, et al. Diagnosis and treatment of pediatric

flatfoot. J Foot Ankle Surg. 2004;43(6):341-373.

2.

Enrrique, V. A., Serran, R. F., Posadaad, J. R., Molano, A. C., & Guevara, O. A. (2012). Prevalence of flatfoot in school between 3 and 10 years. Study of two different populations geographically and socially. Columbia Medica .

3. Mortazavi, S. J., & Espandar, R. (2007). Flatfoot in Children : How to

Approach ?

4. Luhmann SJ, Rich MM, Schoenecker PL. Painful idiopathic rigid flatfoot in

children and adolescents. Foot Ankle Int. 2000;21(1): 59-66.

5. Pfeiffer M, Kotz R, Ledl T, Hauser G, Sluga M. Prevalence of Flat Foot in

Preschool-Aged Children. Pediatrics. 2006;118(2):634-639.

6. Garcia-Rodriguez A, Martin-Jimenez F, Carnero-Varo M, Gomez-Gracia E,

Gomez-Aracena J, Fernandez-Crehuet J. Flexible flat feet in children: a real

problem? Pediatrics. 103(6):e84.

7.

Yeager, D., & Baronofsky, H. (2010). Evaluation and Surgical Management of Fexible Pediatric Flatfooot. Orthotics & Biomechnics .

8. Morrissy, R. T., & Weinstein, S. L. (2006). Lovell's & Winter Pediatric

Orthopaedics (6th ed.). Lippincott Williams & Wilkins.

9. Giovanni, C. D., & Greisberg, J. (2007). Foot & Ankle Core Knowledge in

Orthopaedics. Elsavier.

10. Herring, J. A. (2008). Tachdjian's Pediatric Orthopaedics (4th ed.). Elsavier.

17

Page 18: Pes Planus

18