Upload
dickypermana083091
View
28
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pirometalurgi
Citation preview
PIROMETALURGI
A. Definisi Pirometalurgi
Menurut Kirk-Othmer metalurgi ekstraktif adalah ilmu yang mempelajari
cara-cara pengambilan (ekstraksi) logam dari bijih (ore = naturally occuring
compounds) dan proses pemurniannya, sehingga sesuai dengan syarat-syarat
komersial. Metalurgi ekstraktif dibagi menjadi 3 (tiga) jalur dan salah satunya
yaitu Piro metalurgi (pyro metallurgy) yang dalam proses ekstraksinya
menggunakan energi panas yang tinggi (bisa sampai 2.000oC).
Pirometalurgi merupakan Suatu proses ekstraksi metal dengan memakai
energi panas. Suhu yang dicapai ada yang hanya 50o 250o C (proses Mond untuk
pemurnian nikel), tetapi ada yang mencapai 2.000o C (proses pembuatan paduan
baja). Yang umum dipakai hanya berkisar 500o 1.600o C ; pada suhu tersebut
kebanyakan metal atau paduan metal sudah dalam fase cair bahkan kadang-
kadang dalam fase gas.
Umpan yang baik adalah konsentrat dengan kadar metal yang tinggi agar
dapat mengurangi pemakaian energi panas. Penghematan energi panas dapat
juga dilakukan dengan memilih dan memanfaatkan reaksi kimia eksotermik
(exothermic). Sumber energi panas dapat berasal dari :
1. Energi kimia (chemical energy = reaksi kimia eksotermik).
2. Bahan bakar (hydrocarbon fuels) : kokas, gas dan minyak bumi.
3. Energi listrik.
4. Energi terselubung/tersembunyi (conserved energy = sensible heat), panas
buangan dipakai untuk pemanasan awal (preheating process).
B. Pirometalurgi Ferrous
Logam ferro adalah adalah logam besi(Fe). Besi merupakan logam yang
penting dalam bidang teknik, tetapi besi murni terlalu lunak dan rapuh sebagai
bahan kerja, bahan konstruksi dll. Oleh karena itu besi selalu bercampur dengan
unsur lain, terutama zat arang/karbon (C).
Logam ferro juga disebut besi karbon atau baja karbon. Bahan dasarnya
adalah unsur besi (Fe) dan karbon ( C) , tetapi sebenarnya juga mengandung
unsur lain seperti : silisium, mangan, fosfor, belerang dan sebagainya yang
kadarnya relatif rendah. Unsur-unsur dalam campuran itulah yang
mempengaruhi sifat-sifat besi atau baja pada umumnya, tetapi unsur zat arang
(karbon) yang paling besar pengaruhnya terhadap besi atau baja terutama
kekerasannya
Sejumlah besar proses metalurgi menggunakan suhu tinggi untuk
mengubah bijih logam menjadi logam bebas dengan cara reduksi. Penggunaan
kalor untuk proses reduksi disebut pirometalurgi. Pirometalurgi diterapkan dalam
pengolahan bijih besi. Reduksi besi oksida dilakukan dalam tanur sembur (blast
furnace), yang merupakan reaktor kimia dan beroperasi secara terus-menerus
Gambar 1. Proses Pirometalurgi Besi
Campuran material (bijih besi, kokas, dan kapur) dimasukkan ke dalam
tanur melalui puncak tanur. Kokas berperan sebagai bahan bakar dan sebagai
reduktor. Batu kapur berfungsi sebagai sumber oksida untuk mengikat pengotor
yang bersifat asam.
Udara panas yang mengandung oksigen disemburkan ke dalam tanur
dari bagian bawah untuk membakar kokas. Di dalam tanur, oksigen bereaksi
dengan kokas membentuk gas CO.
C. Pirometalurgi Non Ferrous
Logam non ferrous atau logam bukan besi adalah logam yang tidak
mengandung unsur besi (Fe). Logam non ferrous kebanyakan tidak digunakan
begitu saja tanpa dipadukan dengan logam lain, karena biasanya sifat-sifatnya
belum memenuhi syarat yang diinginkan. Kecuali logam non ferrous murni,
platina, emas dan perak tidak dipadukan karena sudah memiliki sifat yang baik,
misalnya ketahanan kimia dan daya hantar listrik yang baik serta cukup kuat,
sehingga dapat digunakan dalam keadaan murni. Tetapi karena harganya mahal,
ketiga jenis logam ini hanya digunakan untuk keperluan khusus. Misalnya dalam
teknik proses dan laboratorium di samping keperluan tertentu seperti perhiasan
dan sejenisnya.
Logam bukan besi/non ferro ini ditambang dalam bentuk bijih-bijihan,
akan tetapi tidak dalam keadaan murni melainkan bercampur dengan unsur-
unsur lain. pada umumnya bijih-bijih logam ini terdiri atas logam (0,5-20%)
dengan batu-batuan (kapur dan pasir) yang secara kimiawi terikat dengan
oksigen, belerang serta karbon dioksida.
Bijih-bijih logam yang yang diperoleh dari hasil penambangan terlebih
dahulu dipecah menjadi bagian-bagian kecil. Pecahan-pecahan tersebut
kemudian digiling halus, untuk selanjutnya dicampur dengan minyak dan air
diaduk hingga antara tepung, minyak dan air tercampur dengan baik, kemudian
ditenangkan. Minyak akan mengikat logam dan belerang yang akan berada di
bagian atas adonan, sedangkan air akan mengikat lumpur dan kotoran lain yang
berada di bagian bawah adonan. Setelah dipisahkan antara yang ada di bagian
bawah dengan bagian atas, campuran lumpur dan air dibuang. Campuran antara
minyak, logam dan belerang tersebut kemudian dipanasi dengan udara panas
untuk menghilangkan belerang hingga diperoleh logam oksid.
Bijih logam yang sudah diproses menjadi logam oksid dimasukkan ke
dalam dapur api untuk mereduksi oksigennya dalam suatu proses dioksidasi
dalam dapur tersebut. Logam oksid dipanasi hingga cair belerang yang tersisa
juga ikut terbakar pada saat yang sama. Kandungan-kandungan yang lain
misalnya silikon dan besi dioksidasikan menjadi terak yang mengapung di atas
cairan logam kemudian teraknya dipisahkan. Maka diperoleh cairan logam
dengan kadar kemurnian 99%.
Pengolahan logam non ferrous ini pada dasarnya hampir sama dengan
pengolahan logam ferrous (pengolahan dengan cara pirometalurgi). Tahap
pemekatan, reduksi dan pemurnian. Namun ada beberapa hal yang
membedakan, diantaranya adalah proses pada reduksi pirometalurgi non
ferrous, contohnya pada tembaga yang harus melarutkan dan meleburkan hasil
pemanggangan (kalsin) yang kemudian akan menghasilkan matte lalu di
koversikan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan tembaga yang meiliki kadar
tinggi. Hal ini juga berlaku pada logam non ferrous Nikel yang pada proses
pengolahannya hampir sama.
Gambar 2. Skema Pemurnian tembaga pada system dapur panas
Gambar 3. Pembuatan Tembaga
Berbeda halnya pengolahan timah hitam dengan pirometalurgi,
Kompleksitas dari pembuatan timah hitam, dimana konsentrat timah hitam yang
hanya mengandung (65 s/d 80) % Pb, harus di panggang terlabih dahulu untuk
menghilangkan sulfida-sulfida. Sebelum dilakukan proses sintering, maka batu
kapur, bijih besi, pasir dan terak dicampur dengan konsentrat timah, akibat sinter,
oksida sulfur akan menguap dan di tampung untuk diolah menjadi asam sulfat,
kemudian dimasukkan kedalam tanur tinggi dengan bahan bakar kokas. Gas dan
debu tanur tinggi ini masih mengandung klorida kadmium yang kelak dapat
diolah tersendir untuk menjadi kadmium murni. Muatan yang ada di dalam tanur
tinggi di sebut: bullion yang kemudian di dros, menghasilkan dross tembaga yang
akan terapung dan mengikat belerang, sehingga memudahkan pemisahan
tembaga dan dross. Setelah diperoleh timah cair, maka kemudian di alirkan ke
dalam dapur pelunakan (ketel desilverisasi) agar timah cair teroksidasi.
Didalam dapur pelunakan, akan terjadi terak yang mengandung antimon
dan arsen. Kedalam ketel yang berisi timah cair tersebut, di tambahkan seng
dan emas, tujuan nya, agar bila perak masih ada, maka akan bisa larut bersama-
sama dengan seng, dimana kemudian uap nya ditampung untuk menghasilkan
seng padat. Cairan yang tersisa, diolah secara elektrolisa untuk menghasilkan
emas dan perak. Timah cair yang ada didalam ketel dimurnikan terlebih dahulu,
baru kemudian dicampur dengan soda api, sehingga seng akan terpisah. Hal ini
dilakukan dengan cara menginjeksikan pancaran timah panas kedalam ruang
vakum, akibat nya seng akan menguap. Pada akhirnya, kotoran-kotoran yang
masih ada bercampur dengan timah, dipisahkan secara kimia, sehingga
diperoleh timah cair murni, yang kemudian dicor menjadi timah ingot dengan
berat standard 25 kg atau 90 kg.
Gambar 4. Pembuatan Timah Hitam
D. Pirometalurgi Tahap Matte Smelting Pada Tembaga
Pada tahap ini konsentrat tembaga dilebur menjadi lelehan matte. Proses
peleburan dilakukan dalam suasana yang oksidatif. Proses ini menghasilkan
lelehan matte, lelehan slag dan gas buang. Matte merupakan lelehan sulfida
yang kaya akan tembaga dengan mengandung sedikit besi sedangkan slag
adalah lelehan yang terdiri dari campuran oksida besi dan oksida logam pengotor
serta fluks (silika). Proses smelting ini menghasilkan matte dengan kandungan
tembaga sekitar 45 – 75 persen. Suasana oksidatif dalam tanur peleburan
diperoleh dengan menginjeksikan udara yang diperkaya oksigen atau oxygen-
enriched air.
Pada tahap konversi matte, matte dikonversi menjadi tembaga blister
atau blister copper. Pada tahap ini, matte dioksidasi menjadi tembaga blister, dan
kandungan tembaga naik menjadi sekitar 90 persen. Umumnya proses
converting dilakukan dalam Peirce-Smith Converter. Ke dalam concerter
dihembuskan udara melalui sejumlah tuyeres yang terendam dalam lelehan
(submerged tuyeres). Pada Proses converting ini ditambahkan juga oksigen
murni, silika sebagai uks, revert dan scrap. Slag yang dihasilkan mengandung
besi-silika.
Dan tahap selajutnya adalah fire refining. Fire refining adalah proses
pemurnian yang dilakukan terhadap tembaga blister. Proses fire refining
dilakukan dalam rotary furnace, reverberatory furnace atau hearth furnace.
Tahapan ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap satu adalah oksidasi selektif
terhadap sulfur dan elemen pengotor lainnya, dan tahap kedua adalah
deoksidasi untuk penurunan kandungan oksigen dalam tembaga. Proses fire
refining mampu menghasilkan logam tembaga yang memiliki kandungan
tembaga sekitar 99%.
Gambar 5. Reverberatory Furnace
Peleburan matte adalah peleburan netral, tujuannya memisahkan besi
oksida yang terbentuk pada pemanggangan oksidasi parsial dari sulfida tembaga
(Cu2S). Oleh karena itu sering dianggap sebagai proses pelelehan (“melting”),
meskipun sesungguhnya terjadi reaksi kimia juga.
Reaksi utama : xFeO + ySiO2 = (FeO)x(SiO2)y (terak)
Reaksi samping : Cu2O + FeS = Cu2S + FeO
Pada proses peleburan matte terjadi pemerolehan kembali tembaga yang
ikut teroksidasi pada proses pemanggangan, dan pemisahan dan pengikatan
oksida besi ke dalam terak
E. Pirometalurgi Oksida
Untuk menghasilkan logam dari bijihnya, diperlukan suatu proses
ekstraksi metalurgi. Karena di alam bijih logam umumnya dalam bentuk oksida
dan sulfida, maka untuk menghasilkan logam diperlukan reaksi reduksi dan
oksidasi. Syarat utama agar logam dapat dihasilkan langsung dengan cara
oksidasi senyawa sulfidanya adalah bahwa oksidanya relatif kurang stabil
dibandingkan SO2. Logam-logam yang memiliki ciri tersebut adalah Ag, Cu, Hg,
Pb dan kelompok logam-logam platinum. Sifat termodinamika ini dimanfaatkan
dalam praktek, khususnya pada pirometalurgi tembaga.
EKSTRAKSI TIMBAL DENGAN OKSIDASI LANGSUNG PbS
Timbal umumnya dihasilkan dari peleburan reduksi kalsin PbO di dalam tanur
tegak
Dalam skala kecil Pb dapat pula dihasilkan secara langsung dengan cara
oksidasi mineral sulfidanya (galena: PbS), menghasilkan leburan Pb, yang
dikenal sebagai “Newnham Hearth Process” atau “Ore Hearth Process”
Reaksi Umum:
PbS + O2 = Pb + SO2
Dari Diagram Kellogg untuk Pb-S-O terlihat adanya daerah-daerah kestabilan
senyawa-senyawa oksi-sulfat Pb (sulfat basa) sehingga reaksi pembentukan
logamnya berlangsung secara bertahap melalui PbSO4.PbO, PbSO4.2PbO,
PbSO4.PbO atau PbSO4.4PbO
EKSTRAKSI TEMBAGA
Tujuan utama proses ekstraksi tembaga melalui jalur pemanggangan
oksidasi parsial – peleburan matte – converting adalah untuk memisahkan
tembaga dari pengotor besi
Pemanggangan oksidasi parsial
Dimaksudkan untuk mengubah sebagian besar sulfida besi menjadi oksida
dengan tetap mempertahankan tembaga sebagai sulfidanya (oksidasi
selektif).
Peleburan Matte
Peleburan matte adalah peleburan netral
Tujuannya memisahkan besi oksida yang terbentuk pada pemanggangan
oksidasi parsial dari sulfida tembaga (Cu2S). Oleh karena itu sering
dianggap sebagai proses pelelehan (“melting”), meskipun sesungguhnya
terjadi reaksi kimia juga.