27
BAB I STATUS PASIEN I. Identitas Pasien a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Tn.S / Laki-laki / 63 tahun b. Pekerjaan : Pensiunan c. Alamat : RT 06 Pematang Sulur d. Tanggal Berobat : 13 Mei 2015 II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan- keluarga a. Status Perkawinan : Menikah b. Jumlah anak : 2 orang c. Status ekonomi keluarga : Mampu d. KB : - e. Kondisi Rumah :Rumah terdiri dari ruang tamu, 4 kamar tidur ukuran 4 x 3 m 2 , 1 dapur dan 1 kamar mandi dengan pencahayaan ruangan dan ventilasi baik. Rumah pasien berada dipinggir jalan. f. Kondisi Lingkungan Keluarga: baik III. Aspek Psikologis di Keluarga : baik 1

PPOK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ppok

Citation preview

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Tn.S / Laki-laki / 63 tahun

b. Pekerjaan : Pensiunan

c. Alamat : RT 06 Pematang Sulur

d. Tanggal Berobat : 13 Mei 2015

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga

a. Status Perkawinan : Menikah

b. Jumlah anak : 2 orang

c. Status ekonomi keluarga : Mampu

d. KB : -

e. Kondisi Rumah : Rumah terdiri dari ruang tamu, 4 kamar

tidur ukuran 4 x 3 m2, 1 dapur dan 1 kamar mandi dengan pencahayaan

ruangan dan ventilasi baik. Rumah pasien berada dipinggir jalan.

f. Kondisi Lingkungan Keluarga: baik

III. Aspek Psikologis di Keluarga : baik

IV. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :

Riwayat alergi (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat diabetes mellitus (-)

Riwayat asma disangkal

Riwayat penyakit TB disangkal

Riwayat keluahan yang sama dalam keluarga disangkal

1

V. Keluhan Utama :

Batuk dan Sesak nafas yang bertambah hebat sejak ± 1 hari.

Keluhan tambahan: nyeri ulu hati

VI. Riwayat Penyakit Sekarang :

± 1 hari yang lalu, pasien mengeluh batuk dan sesak nafas, batuk

berdahak (+), warna putih, ± 1 sendok makan setiap kali batuk. Sesak

dirasakan setiap saat, aktivitas dan sesak tidak berkurang jika beristirahat.

Sesak sering timbul jika pasien terkena debu, terutama saat keluar rumah,

karena lokasi rumah pasien yang dekat dengan jalan. Sesak juga timbul jika

keadaan cuaca dingin. Ketika sesak nafas mulai dirasakan, nafas sering

berbunyi mengi (+) dan dahak susah untuk keluar. Nyeri dada (-), mual (-),

muntah (-), nafsu makan biasa, BAB dan BAK biasa. Pasien memiliki

riwayat merokok selama 50 tahun. Dalam sehari pasien bisa menghabiskan

1 bungkus rokok. Pasien juga mempunyai riwayat sakit maag.. Keluhan

yang dirasakan pasien sangat mengganggu terutama dalam beraktivitas

sehari-hari, sesak pada pasien baru menghilang setelah pasien minum obat.

Pasien sudah sering mengalami keluhan seperti ini sejak 3 tahun terakhir,

dan pasien rutin berobat ke puskesmas.

VII. Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

1. Keadaan umum : Baik

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Suhu : 37,7°C

4. Tekanan darah : 120/80 mmHg

5. Nadi : 84 x/menit

6. Pernafasan

- Frekuensi : 26 x/menit

7. Berat Badan : 55kg

2

8. Tinggi Badan : 160 cm

Body Mass Index : ( BB) / (TB)2

: (50) / (1,6)2 = 19,5 (normal)

Patokan BMI :

BMI < 18.5 = berat badan kurang (underweight)

BMI 18.5 - 24 = normal

BMI 25 - 29 = kelebihan berat badan (overweight)

BMI >30 = obesitas

Pemeriksaan Organ

1. Kepala Bentuk : normocephal

2. Mata Conjungtiva : anemis (-)

Sklera : ikterik (-)

3. Hidung : tak ada kelainan

4. Telinga : tak ada kelainan

5. Mulut Bibir : lembab

Bau pernafasan : normal

6. Leher : Pembengsaran KGB (-), JVP 5-2 cmH20

7. Thorak

Jantung: BJ I/II reguler normal, murmur(-), gallop(-)

Paru :

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri-

kanan, barrel chest (+), sela iga melebar (+)

Palpasi : stemfremitus sama kiri kanan

Perkusi : hipersonor kiri-kanan

Auskultasi :Nafas vesikuler +/+, ronkhi (+/+),

wheezing(+/+)

3

8. Abdomen : Soepel, nyeri tekan (-), BU(+) normal

9. Ekstermitas sup/inf: akral hangat, edema (+)

VIII.Diagnosis : PPOK

IX. Diagnosis Banding

Asma bronkial

Bronkitis

Bronkopneumonia

X. Pemeriksaan Penunjang:

Darah rutin

XI. Pemeriksaan Anjuran

Rontgen

Spirometri

XII. Manajemen

a. Promotif :

Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakitnya dan

pengobatannya.

Menjelaskan kepada pasien untuk rutin berobat ke dokter.

4

b. Preventif :

Jika terjadi keluhan, segera berobat ke dokter.

Hindari faktor pencetus timbulnya keluhan.

Jangan merokok.

c. Kuratif :

Non Farmakologi

Terapi oksigen diberikan pada penderita dalam serangan yang berat

dan ada tanda-tanda hipoksemia.

Gunakan masker saat berada di lingkungan berdebu

Farmakologi

Salbutamol tablet 3x200 mg

Dexametason tablet 1x0,5 mg selama 3 hari

Antasida tablet 3x200 mg selama 3 hari

Pengobatan tradisional

Bahan

Jahe 3 gr

Lengkuas 3 gr

Daun pacu kuda 3 gr

Keningar 3 gr

Kencur 3 gr

Daun iler 3 gr

Air bersih 2 gelas

Cara Membuat:

Setelah semua bahan dicuci bersih, jahe dan lengkuas diparut, kencur

dihaluskaan atau ditumbuk bersama keningar, setelah itu campur jahe,

kengkuas, kencur dan keningar yang sudah dihaluskan tadi. Tambahkan

5

daun pacu kuda dan daun iler, potong-potong seperlunya terlebih dahulu.

Langkah selanjutnya adalah merebus semua bahan dengan dua gelas air

bersih, biarkan hingga airnya tinggal 1 gelas, saring ramuan.Minum

ramuan herbal obat tradisional secara rutin.

6

d. Rehabilitatif

Chest Fisioterapi

Psikoterapi untuk memotivasi dalam mengatasi beban pikiran karena

keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.

BAB II

7

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI

PUSKESMAS IMPANG IV SIPIN

DOKTER: AHMAD HABIBI

SIP: STR:

Tanggal: 13 Mei 2015

R/ Salbutamol mg 2 no.IX

s 3 d d tab 1

R/ Dexametason mg 0,5 no.IX

s 3 dd tab 1

R/ Antasida mg 200 no.IX

s 3 dd tab 1

Pro: Tn.S (63 Th)Alamat: RT 6 Pematang Sulur

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri

akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan

ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai

akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung

alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm.

Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos

sehingga ukurannya dapat berubah. 1-4

Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari

paru- paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan

sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki

diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea

sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di

dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang

memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun

jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas

8

satu lapangan tennis. Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang

dikelilingi oleh kapiler-kapiler darah.

Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Didalam mediastinum,

bronkus disebut sebagai bronkus primer yang terdiri dari bronkus dextra dan

bronchus sinistra.

Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan

letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan

dari arcus aorta pada ujung kaudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda

asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan

masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thorakalis VI. Vena Azygos

melengkung di sebelah cranialnya. Arteria pulmonalis pada mulanya berada di

sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya membentuk tiga cabang

(bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus medius, dan

lobus inferior.

Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi

bentuknya lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah kaudal arkus

aorta, menyilang disebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan

aortathoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu

di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya, sebelum bronkus

bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus

hyparterialis.

Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah

kranial a.pulmonalis dan disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang

menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah kaudal a.pulmonalis

disebut bronkus hyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut

mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.

2.2 Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)1-9

9

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat

progresif yang bersifat non reversibel atau reversibel parsial.

PPOK ditandai dengan onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada

usia pertengahan, Perkembangan gejala bersifat progresif lambat, Riwayat

pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar ruangan

dan tempat kerja), Sesak pada saat melakukan aktivitas, dan Hambatan aliran

udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).

2.3 Epidemiologi3

Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada

wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita.

2.4 Faktor Risiko5

Meliputi faktor-faktor host dan paparan lingkungan dan penyakit

biasanya muncul dari interaksi antara kedua faktor tersebut.

Faktor host:

1. Genetik : defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang jarang

ditemukan.

2. Hiperaktivitas bronkus : Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran napas

merupakan faktor resiko yang memberi andil timbulnya PPOK.

Faktor lingkungan:

1. Asap tembakau

2. Occupational dust and chemical

3. Polusi udara

4. Infeksi (Alsaggaf dkk, 2004).

10

2.5 Patofisiologi2,4

Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran

napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian

paru dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil.

Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti

Leukotrien B4, IL8, TNF yang mapu merusak struktur paru dan atau

mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain

yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres

oksidatif.

Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas

besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan

vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang

pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan

jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus.

Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya

siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan

menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran napas dengan

peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang

menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada

parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler.

Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa

terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.

Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah

yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang

pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan

infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah

lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding

pembuluh darah bertambah tebal.

Pada bronkiektasis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran

napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak.

11

Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm)

menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena

metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan

hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas

disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat Sharma, 2006).

2.6 Gejala klinis PPOK7-9

Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan

batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti :

1. Sesak Napas

Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan

lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah

berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.

2. Batuk Kronis

Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi

hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.

3. Sesak napas (wheezing)

Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan

komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya

penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga

(exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang

atau sikatrik.

4. Batuk Darah

Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran

napas yang radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum”.

5. Anoreksia dan berat badan menurun

Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk,

2004).

12

Normal Hyperinflation

2.7 Diagnosis3-6

1. Anamnesis:

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir

rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok

dan polusi udara

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

2. Pemeriksaan Fisik :

pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest

fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada

perkusi dada hipersonor, batas paru hati lebih rendah

suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau

wheezing)

3. Pemeriksaan penunjang :

a) Pemeriksaan radiologi

13

b) Pemeriksaan fungsi paru (spirometri)

c) Pemeriksaan gas darah

d) Pemeriksaan EKG

e) Pemeriksaan Laboratorium darah (gambaran leukositosis)

14

2.7 Penatalaksanaan1-8

Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi

gejala, mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru,

dan meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang digunakan terdiri

dari unsur edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan

rehabilitasi.

1. Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.

2. Terapi eksaserbasi akut dengan:

a. antibiotik

b. terapi oksigen

c. chest fisioterapi

d. bronkodilator

3. Terapi jangka panjang dengan:

a. antibiotik

b. bronkodilator

c. latihan fisik untuk meningkatkan toleransi fisik

d. mukolitik dan ekspektoran

e. terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas

tipe II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg).

f. Rehabilitasi:

1) chest fisioterapi

a) Pernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan pelatihan pasien

tersebut untuk menggunakan diafragmanya saat merelaksasi otot

abdominalnya selama inspirasi. Pasien tersebut dapat merasakan

naiknya abdomen, sementara dinding toraksnya masih diam.

b) Pursed Lip Breathing (pernapasan bibir yang disokong), bibir

pasien disokong saat ekspirasi untuk mencegah terjebaknya udara

akibat kolapsnya jalan udara yang kecil.

c) Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu oleh gravitasi

dapat memperbaiki mobilitas sekret.

15

d) Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat

membantu mobilisasi sekret.

e) Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan dan mulai

batuk yang disengaja pada waktu yang tepat dengan kekuatan yang

cukup untuk mobilisasi mukus tanpa memyebabkan kolapsnya

jalan napas.

f) Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada abdomen selama

ekshalasi.

2) Psikoterapi

Memberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran karena

keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.

3) Rehabilitasi pekerjaan (Okupasi Terapi)

a) Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan gerak dan

penguatan ekstremitas superior.

b) Anjurkan perlengkapan adaptif untuk meningkatkan kemandirian

dan meminimalkan penggunaan energi.

c) Evaluasi lingkungan rumah dan kerja.

d) Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian dan

peningkatan energi.

16

BAB III

ANALISIS KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar

Ada hubungan antara diagnosis pasien dengan keadaan lingkungan sekitar.

Dimana keadaan rumah ataupun lingkungan sekitar yang berdebu akan

mencetuskan kembali timbulnya keluhan pada pasien.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga

Diagnosis penyakit pasien tidak berhubungan keadaan keluarga ataupun

hubungan keluarga, tetapi berhubungan dengan adanya riwayat merokok yang

lama pada pasien.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan

lingkungan sekitar.

Ada hubungan antara penyakit pasien dengan perilaku kesehatannya. Dimana,

pasien adalah perokok aktif yang berisiko tinggi terkena PPOK.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit

Secara keseluruhan dari anamnesis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa penyakit yang diderita oleh pasien ini ada hubungannya dengan faktor

risiko ataupun etiologi . Pada pasien ditemukan adanya faktor risiko yaitu

riwayat merokok sekitar 50 tahun (pasien perokok aktif). Dan faktor pencetus

kambuhnya keluhan pada pasien adalah alergen terutam debu.

e. Analisis untuk mengurangi paparan/ memutuskan rantai penularan dengan

faktor risiko atau etiologi

Beberapa usaha yang bisa dilakukan:

17

Gunakan masker saat keluar rumah atau saat berada di lingungan berdebu

untuk menghindari paparan debu secara langsung.

Jika cuaca atau udara dingin, jangan keluar rumah. Jika terpaksa harus

keluar rumah, gunakan jaket.

Berhenti merokok.

Segera kontrol ke dokter jika keluhan mulai timbul.

BAB IV

18

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

19

1. Ekayuda I, editor. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai

penerbit FKUI. 2009; 108-9.

2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis &

Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

di Indonesia. Diunduh dari URL:

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok-

isi1.html

3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global

Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic

Obstructive Pulmonary Disease. National Institutes of Health. National

Heart, Lung and Blood Institute, Update 2009.

4. Mansjoer Arif, dkk (ed.). Penyakit PAru Obstruktif Kronik. Kapita Selekta

Kedokteran. 2001;3;480-2

5. Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary

Medicine, Department of Internal Medicine, University of Manitoba.

Diunduh dari URL: www.emedicine.com

6. Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu

Penyakit Paru FK Unair. Surabaya.

7. Patel PR. Lecture Notes Radiologi; 2007. Jakarta: Erlangga

8. Rasad S. Radiologi Diagnostik; 2009. Jakarta: FKUI

9. Malueka RG. Radiologi Diagnostik; 2011. Yogyakarta: Pustaka cendekia

Press.

20