preskes PPOK

Embed Size (px)

Citation preview

Presentasi Kasus

SEORANG LAKI-LAKI USIA 55 TAHUN DENGAN PPOK EKSASERBASI AKUT

Oleh: Irfan Prasetya Y., S. Ked Betaria Ratri P., S.Ked Freddy Ferdian, S.Ked Rizka Dewi P., S.Ked Sari M., S.Ked Taufik Ali Zein, S.Ked G0006012 G0006187 G0007073 G0007144 G0007154 G0006161

Pembimbing: dr. Jatu A., Sp. P KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT PARU FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit yang menduduki urutan ke empat penyebab kematian terbesar di Amerika. Penyakit ini menyerang sekitar 4 juta penduduk Amerika Serikat. Pasien usia 25 tahun atau lebih (2005) diperkirakan 77,3 kematian tiap 100.000 pria dan 56 kematian tiap 100.000 wanita, atau 64,3 orang per 100.000 jiwa. Secara internasional kematian dari PPOK bervariasi, di romania lebih dari 400 kematian tiap penduduk pria usia 6574 tahun, di Jepang kurang dari 100 kematian tiap 100.000 penduduk. Pasien biasanya memiliki gejala dari bronkhitis kronik dan emfisema, tetapi pada trias klasik dapat dijumpai juga gejala asthma.1 Dahulu kondisi PPOK adalah suatu penyakit yang parah dan ireversibel., tetapi kini panduan dari Global Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) mendefinisikan PPOK sebagai kondisi dimana ada keterbatasan airflow yang reversibel secara tidak sempurna, biasanya progresif, dan berkaitan dengan proses inflamasi yang abnormal.1 Etiologi PPOK meliputi merokok, faktor lingkungan, hiperesponsif saluran nafas, defisiensi alpha 1-antitripsin, penggunaan obat intravena, HIV, sindroma vasculitis, kelainan jaringan ikat, dan penyakit salla.1 Studi epidemiologi dari Hanover, Jerman, menunjukkan prevalensi PPOK 8,6% pada pria dan 3,7% pada wanita. Perbedaan ini dapat dijelaskan karena perbedaan jenis kelamin pada prevalensi merokok.1 Meskipun saat ini prevalensi PPOK pada pria lebih tinggi daripada wanita, prevalensi pada wanita saat ini mulai mengalami peningkatan. PPOK umumnya terjadi pada individu yang berusia lebih dari 40 tahun.1

2

B.

Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. 2. 3. Mengetahui definisi, etiologi serta patofisiologi PPOK Mengidentifikasikan manifestasi klinis, diagnosis serta diagnoasis banding PPOK Menjelaskan penatalaksanaan, komplikasi serta prognosis PPOK

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI SYSTEMA RESPIRATORIOUS2,3,4 Sistem pernapasan manusia dewasa terbagi menjadi beberapa organ besar yaitu: 1. Hidung (nasi) 2. Pharynx 3. Larynx 4. 5. 6. ini . 1. NASI Nasi (hidung) dibentuk oleh os nasale dan tulang rawan. Pada nasi, terdapat: a. Nares anterior, menghubungkan rongga hidung atau cavum nasi dengan dunia luar. Nares ini akan bermuara menuju vestibulum nasi. b. Cavum nasi, dilapisi selaput lendir yang sangat kaya pembuluh darah dan selaput lendir pada sinus yang mempunyai lubang yang berhubungan dengan rongga hidung. Cavum nasi ini berhubungan dengan pharynx. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh os maxilla, os palatinum, sebagian os frontale, dan sebagian os sphenoidale. Terdapat tiga tulang yang melengkung halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : (1) concha superior (2) concha media, dan (3) concha inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membran mukosa. Dasar cavum nasi dibentuk oleh os maxilla dan os palatinum sedangkan atapnya merupakan celah sempit yang dibentuk oleh sebagian os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfactorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf 4 Trachea Bronchus Paru (pulmo)

Selain itu juga terdapat organ-organ lain yang akan dijelaskan lebih lanjut di bawah

khusus yang mendeteksi bau yaitu nervus olfactorius. N. olfactorius ini melewati lamina cribrosa os frontale dan ke dalam bulbus olfactorius nervus cranialis I.Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasopharynx melalui apertura nasalis posterior. c. Septum nasi, memisahkan cavum nasi menjadi dua. Struktur tipis ini terdiri dari tulang keras dan tulang rawan, dapat membengkok ke satu sisi lain, dan kedua sisinya dilapisi oleh membran mukosa. Di bagian posterior septum nasi, terdapat os ethmoidale di superior dan vomer di inferiornya. d. Sinus paranasalis, ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi. Sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka ke dalam cavum nasi : (1) nares anterior (2) sinus sphenoidalis, diatas concha superior (3) sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara concha media dan inferior (4) sinus frontalis, diantara concha media dan superior (5) ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior 2. PHARYNX Pharynx adalah saluran berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesophagus sebatas tulang rawan cricoid. Terletak di belakang larynx (laryngopharyngeal). Oropharynx adalah bagian dari pharynx dan merupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan. 3. LARYNX Terletak pada garis tengah bagian depan leher (sebelah dalam dari kulit, glandula thyroidea, dan beberapa otot kecil), di depan larynxopharynx dan bagian atas oesophagus. Membrana mukosa larynx sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Larynx merupakan struktur yang lengkap terdiri atas: a. Cartilago, yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan dua cartilago arytenoidea.Cartilago thyroidea berbentuk V yang menonjol ke depan leher membentuk jakun. Ujung batas posterior cartilago thyroidea bagian atas adalah cornu superior (penonjolan tempat melekatnya ligamen 5

thyrohyoideum) dan batas posterior bagian bawah adalah cornu yang lebih kecil tempat berartikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea. Membrana thyroidea menghubungkan batas atas cartilago thyroidea dan cornu superior ke os hyoideum. Membrana cricothyroideum menghubungkan batas bawah cartilago thyroidea dengan cartilago cricoidea. Epiglotis adalah cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglotis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan ke belakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk larynx. Cartilago cricoidea adalah cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak di bawah cartilago thyroidea, berhubungan melalui membrana cricothyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago cricoidea pada setiap sisi. Cartilago arytenoidea adalah dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vocalis pada tiap sisi melekat dibagian posterior sudut piramid yang menonjol kedepan. b. Membrana, menghubungkan cartilago satu sama lain dan menghubungkan kartilago dengan os hyoideum, membrana mukosa, plika vocalis, dan otot yang bekerja pada plica vocalis. Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamentum vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa. Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi, dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus). Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar. Fonasi suara dihasilkan oleh vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang

6

dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palatum molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis. 4. TRACHEA Trachea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea ke bawah pada bagian depan leher dan di belakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata thoracicae V dan bercabang menjadi dua bronchus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 cincin terbuka yang terbentuk dari tulang rawan hyalin yang berbentuk setengah lingkaran pada bagian antero lateralnya. Tulang rawan ini diikat bersama oleh jaringan elastis yang melengkapi lingkarannya di sebelah belakang trachea yang selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Kedua jaringan ini membentuk pars membranasea yang akan menyebabkan lumen trachea menyempit saat ekspirasi dalam ataupun batuk. Pada bagian dalam lapisan otot dan tulang rawan ini didapatkan suatu jaringan ikat ditemukan sel-sel goblet, sel-sel bersilia dan sel-sel epitel. 5. BRONCHUS-ALVEOLI Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kirakira vertebrae thoracica V, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan mukosanya dilapisi oleh jenis sel yang sama. Di bagian dalam dapat ditemukan tulang rawan, jaringan elastis, jaringan retikuler, otot polos kapiler, jaringan limfatik dan serabut saraf. Antara jaringan itu dapat ditemukan PMN, sel limfosit dan sel mast. Semakin kecil bronki, tulang rawannya semakin berbentuk lempeng kecil hingga akhirnya hilang pada bronkiolus. Jumlah sel goblet juga menurun dengan semakin kecilnya bronki hingga hilang pada bronkiolus respiratorius. Sekret mukus yang dihasilkan oleh sel goblet dan kelenjar mukus melapisi bagian luar sel silia. Bronchi (jamak) berjalan ke bawah dan menyamping, ke arah hilus pulmonalis. Bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah 7 yang mengandung serabut saraf dan kelenjar mukus. Di membran mukosanya dapat

cabang utama di bawah arteri yang disebut bronchus lobus inferior. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus pulmo atas dan bawah. Cabang utama bronchus principalis dextra et sinistra bercabang menjadi bronchus lobaris (generasi kedua, berpenampang 0,7cm) sesuai dengan banyak lobus yang ada di pulmo dextra ataupun sinistra, kemudian menjadi bronkus segmentalis (generasi ketiga, berpenampang 0,5cm) sesuai dengan banyak segmen yang ada. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus subsegmentalis (generasi ke-4) dan bronkus-bronkus kecil (generasi ke-5-10, berpenampang 0,4-0,1cm) yang ukurannya semakin kecil. Bronchiolus merupakan generasi ke-11 dan berpenampang 0,1cm. Bronchioli yang lebih kecil membagi diri menjadi bronchiolus terminalis (berpenampang 0,05cm), yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi terdiri dari jaringan elastis yang berjalan secara longitudinal dan menutup serabut-serabut otot polos yang berbentuk spiral sehingga ukurannya dapat berubah (Bentuk spiral dan double helical otot polos ini dapat dijumpai sejak bronkus kecil hingga alveoli). Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronchiolus terminalis berfungsi utama sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas pulmo. Tempat pertukaran gas asinus dimulai dari bronchiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Lalu bronchiolus respiratorius melanjutkan diri menjadi ductus alveolaris yang berujung pada sakus alveolaris terminalis yang merupakan akhir pulmo dan berisi alveolus. Dinding alveolus (alveolar-capillary membrane) berperan dalam pertukaran gas dari/ke udara/darah. Permukaan alveoli merupakan tempat sintesis bahan surfaktan dan terdapat pula sel histiosit dan makrofag yang bersifat fagositosis. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Terdapat sekitar 27 kali percabangan mulai dari trachea sampai saccus alveolaris. Lapisan alveolus dan endotel kapiler dihubungkan oleh jaringan interstisiil yang 8

terdiri dari jaringan elastis, retikuler, dan kolagen. Jaringan ini berfungsu untuk mencegah terjadinya perluasan yang berlebihan dari alveoli serta memberi sifat elastis pada paru. 6. PULMO Pulmo terdapat dalam rongga thorax kiri dan kanan. Pulmo memilki : a. Apex, apex pulmo meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula. b. Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada c. Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung d. Basis, berhadapan dengan diafragma Pulmo dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi dan mencegah uap-uap H2O yang ada di alveolus saling tarik-menarik. Pulmo kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan pulmo kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior dan satu lingula pulmo sebagai bakal lobus media yang tidak sempurna. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, saccus alveolar dan alveoli. Lobus paru terdiri dari primary lobules (asini/ terminal respiratory unit) dan secondary lobules yang merupakan gabungan dari 5-10 asini. Diperkirakan bahwa stiap pulmo mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas. Pulmo mendapat suplai darah dari arteri pulmonalis (pertukaran gas) dan arteri bronchialis (nutrisi) yang bercabang-cabang sesuai segmennya, serta diinnervasi oleh saraf parasimpatis melalui nervus vagus dan simpatis melalui truncus simpaticus. Impulas dari saraf parasimpatis akan menyebabkan kontraksi otot polos bronkial, meningkatkan pengeluaran sekresi kelenjar, dan dilatasi pembuluh darah. Impul dari simpatis kebalikannya. 7. OTOT-OTOT RESPIRASI a. Inspirasi Utama : m. Intercostalis externus mengangkat iga 9

m.intercartilagenous rawan iga.

parasternalelevasi,menghubungkan

antar

tulang

Diafragma melebarkan rongga dada dalam dimensi longitudinal, menyebabkan elevasi tulang iga bagian bawah. Tambahan : m.sternocleidomastoideus mengangkat sternum ke depan dan atas m.scalenus antor, medus, dan postorelevasi, memfiksir tulang iga bagian atas b. Ekspirasi Ekspirasi merupakan gerakan pasif, hasil dari relaksasi paru. Untuk menekan iga ke arah dalamm. Intercostalis internus kecuali m intercartilagenous parasternal. Untuk penekanan iga bagian bawah serta kompresi isi perutm. Rectus abdominis, m. Abdominis externa obliqua, m. Internal obliqua, m. Transversus abdominis. Rangka dada, yang menjadi tempat insersio dan origo otot-otot respirasi terdiri dari 12 ruas tulang belakang (columna vertebralis pars thoracalis) dan di sebelah depan terdapat sternum yang terdiri dari manubrium sterni, corpus sternum, dan processus xyphoideus. Ruas tulang belakang dengan sternum dihubungkan oleh tulang iga yang terdiri dari tulang iga asli yang merupakan tulang iga pertama sampai ketujuh, serta false ribs terdirir dari iga ke-8-10 dan floating ribss terdiri dari iga ke-11-12. SIRKULASI PULMONER Pulmo mendapat vaskularisasi dari a. Bronkialis dan a. Pulmonalis. a. Bronkialis berasal dari aorta thorakalis cbg dr aorta descendens dan akan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Sedangkan v. Bronkialis besar akan bermuara ke v. Azigos lalu ke v. Cava superior dan masuk ke jantung melalui atrium dextrum. Dari sirkulasi sistemik a. Sirkulasi bronkial menyuplai nutrisi untuk jalan napas dan bronkus hingga bronkiolus terminalis. A. pulmonalis yang berasal dari ventrikel dexter akan mengalirkan darah vena campuran ke paru, di mana akan terjadi pertukaran gas. Kemudian melalui v. Pulmonalis, darah yang teroksigenasi akan 10

dikembalikan ke jantung melalui ventrikel sinister, yang kemudian berlanjut pada sirkulasi sistemik. Sirkulasi pulmonal menyuplai nutrisi untuk bronkiolus respiratorius, duktus dan sakus alveolaris. Sirkulasi pulmoner memiliki tekanan dan lebih dibanding sirkulasi sistemik. TD sistemik TD 120/80 sedangkan mmHg, resistensi rendah

Pulmonar 25/10 mmHg dengan tekanan rata 15 mmHg. Karena tekanan yang lebih rendah ini, maka ventrikel dexter akan memompa darah dengan lebih mudah bila dibandingkan ventrikel sinister, juga aliran darah pulmonar akan mudah ditingkatkan ketika melakukan aktivitas fisik tanpa harus terjadi kenaikan TD pulmonar yang bermakna. Tekanan Hidrostatik (HP) pulmonar normal 15 mmHg dan tekanan osmotik koloid (COP) 25 mmHg. Bila HP melampaui nilai COP, permeabilitas kapiler pulmonar meningkat sehingga cairan akan merembes masuk ke dalam intersisial atau alveolus menyebabkan edema paru. Edema paru ini akan menghambat proses difusi antara alveolus dan kapiler. B. PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) 1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon

11

inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.5 2. Epidemiologi Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.5 3. Etiologi a. Asap Rokok Penyebab utama dari PPOK adalah asap rokok, baik karena dihisap sendiri secara langsung (perokok aktif) maupun karena menghisap asap rokok orang lain (perokok pasif). Asap rokok dapat menekan sistem pertahan saluran napas, paralisis pada silia dan penurunan aktivitas makrofag alveolus, dan produksi mukus yang berlebihan sehingga terjadi obstruksi saluran napas.5, 6 b. Polusi Udara Berbagai macam deb, zat kimia, dan serta dalam lingkungan kerja mempunyai pengaruh merugikan pada sistem pernapasan. Selain itu hasil sampingan bahan bakar seperti minyak tanah, batu bara, kayu bakar, dan diesel dapat menjadi faktor resiko PPOK.4 c. d. Infeksi Saluran Napas Bawah Berulang Status Sosial Ekonomi 12

4. Klasifikasi Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru, PPOK diklasifikasikan ke dalam 4 stadium.4,5 a. Stadium 1 : Ringan Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi paru mengalami penurunan. Hasil spirometri menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan VEP1 80% nilai prediksi. b. Stadium 2 : Sedang Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya. Hasil spirometri menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan VEP1 50% - 80 % nilai prediksi. c. Stadium 3 : Berat Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien. Hasil spirometri menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan VEP1 30% - 50% nilai prediksi. d. Stadium 4 : Sangat Berat Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jikka eksaserbasi dapat mengancam jiwa. Hasil spirometri menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan VEP1 < 30% nilai prediksi atau VEP1 < 50% nilai prediksi disertai gagal napas kronik. 5. Patogenesis5,7 Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan inflamasi disaluran nafas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK. Respons inflamasi abnormal ini menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema, dan mengganggu mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran nafas kecil. Perubahan patologis menyebabkan udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara yang bersifat progresif. 13 Gambar 1. Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK

Gambar 1. Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK7 Pajanan gas beracun mengaktifkan makrofag alveolar dan sel epitel jalan napas dalam membentuk faktor kemotaktik, penglepasan faktor kemotaktik menginduksi mekanisme infiltrasi sel-sel hematopoetik pada paru yang dapat menimbulkan kerusakan struktur paru. Infiltrasi sel ini dapat menjadi sumber faktor kemotaktik yang baru dan memperpanjang reaksi inflamasi paru menjadi penyakit kronik dan progresif. Makrofag alveolar penderita PPOK meningkatkan penglepasan IL-8 dan TNF-. Ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase serta ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan berperan dalam patologi PPOK. Proteinase menginduksi inflamasi paru, destruksi parenkim dan perubahan struktur paru. Kim & Kadel menemukan peningkatan jumlah neutrofil yang nekrosis di jalan 14

napas penderita PPOK dapat menyebabkan penglepasan elastase dan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan hipersekresi mukus. Respons epitel jalan napas terhadap pajanan gas atau asap rokok berupa peningkatan jumlah kemokin seperti IL-8, macrophage inflamatory protein-1 (MIP1-) dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1). Peningkatan jumlah Limfosit T yang didominasi oleh CD8+ tidak hanya ditemukan pada jaringan paru tetapi juga pada kelenjar limfe paratrakeal. Sel sitotoksik CD8+ menyebabkan destruksi parenkim paru dengan melepaskan perforin dan granzymes. CD8+ pada pusat jalan napas merupakan sumber IL-4 dan IL-3 yang menyebabkan hipersekresi mukus pada penderita bronkitis kronik. Keterbatasan aliran udara dan air trapping Tingkat peradangan , fibrosis dan cairan eksudat di lumen saluran nafas kecil berkorelasi dengan penurunan VEP1 dan rasio VEP1/KVP. Penurunan VEP1 merupakan gejala yang khas pada PPOK,obstruksi jalan nafas perifer ini menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual fungsional,khususnya selama latihan(kelainan ini dikenal dengan hiperinflasi dinamis), yang terlihat sebagai hiperinflasi dinamis), yang terlihat sebagai sesak nafas dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya sesak nafas pada aktivitas.Bronchodilator yang bekerja pada saluran nafas perifer mengurangi air trapping,sehingga mengurangi volume residu dan gejala serta keterbatasan kapasitas latihan. Mekanisme pertukaran gas Ketidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemia dan hiperkapnia yang terjadi karena beberapa mekanisme. Secara umum, pertukaran gas memburuk selama penyakit berlangsung. Tingkat keparahan emfisema berkorelasi dengan PO2 arteri dan tanda lain ketidakseimbangan ventilasi-perfusi(VA/Q). 15

Hipersekresi Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mucus melalui aktivasi reseptor faktor EGFR. 6. Manifestasi Klinis5 Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan samapai ditemukan kelaianan yang jelas dan tanda inflasi paru. Gejala batuk cenderung meningkat bersifat kronik. Batuk bersifat hilang timbul dan mungkin tidak berdahak. Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK. Batuk produktif awalnya intermitten kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu. Sputum berwarna bening dan mukoid, namun dapat pula menjadi tebal, kuning, bahkan kadang ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik. Sesak bersifat progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu). Sesak napas bertambah berat setelah beraktivitas berat. Pada keadaan yang berat, sesak napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara. Pada pemeriksaan fisik, PPOK dini umumnya tidak ada kelainan. Pada inspeksi dapat ditemukan pursed-lips breathing, barrel chest, penggunaan otot bantu nafas,hipertrofi otot bantu nafas, pelebaran sel iga, bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis dileher dan edema tungkai, penampilan pink puffer atau blue bloater. Pada palpasi dapat ditemukan fremitus melemah,sel iga melebar. Perkusi pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diapragma rendah,hepar terdorong ke bawah. Pada auskultasi dapat ditemukan suara nafas vesikuler normal, atau melemah, terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang dan bunti jantung terdengan jauh. 7. Penegakkan diagnosis5 Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru 16

Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan : a. Gambaran klinis 1) Anamnesis a) Keluhan b) Riwayat penyakit c) Faktor predisposisi 2) Pemeriksaan fisik b. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan rutin 2) Pemeriksaan khusus a. Gambaran Klinis 1) Anamnesis Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara 2) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan a) Inspeksi: - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), yakni sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. 17

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) - Penggunaan otot bantu napas - Hipertropi otot bantu napas - Pelebaran sela iga - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai. - Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pink puffer merupakan gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips. Sedangkan blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer. b) Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar c) Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah. d) Auskultasi - suara napas vesikuler normal, atau melemah - terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa - ekspirasi memanjang - bunyi jantung terdengar jauh b. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan rutin a) Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) - Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi: % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % 18

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. - Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% Uji bronkodilator - Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. - Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml - Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil b) Darah rutin Hemoglobin, hematokrit, dan leukosit c) Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi Hiperlusen Ruang retrosternal melebar Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik: Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

19

2) Pemeriksaan khusus (tidak rutin) a) Faal paru Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional VR/KPT meningkat DLCO menurun pada emfisema Raw meningkat pada bronkitis kronik Sgaw meningkat Variabiliti Harian APE kurang dari 20 % Sepeda statis (ergocycle) Jentera (treadmill) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,

b) Uji latih kardiopulmoner

c) Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktivitastas bronkus derajat ringan. d) Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid. e) Analisis gas darah Terutama untuk menilai : - Gagal napas kronik stabil - Gagal napas akut pada gagal napas kronik f) Radiologi - CT - Scan resolusi tinggi

20

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos - Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru g) Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. h) i) Ekokardiografi Bakteriologi Menilai funfsi jantung kanan Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia. j) Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. 8. Diagnosis Banding5 a. Asma - Onset awal sering pada anak - Gejala bervariasi dari hari ke hari - Gejala pada malam/menjelang pagi - Disertai atopi, rinitis, atau eksim - Riwayat keluarga dengan asma - Sebagian besar hambatan aliran udara reversibel b. Gagal Jantung Kongestif - Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal - Foto thoraks tampak jantung membesar, edema paru. 21

- Uji faal menunjukkan retriksi bukan obstruksi c. Bronkiektasis - Sputum produktif dan purulen - Umumnya terkait dengan infeksi bakteri - Auskiltasi terdengar ronki kasar - Foto thoraks / CT scan thoraks menunjukkan pelebaran dan penebalan bronkus d. Tuberkulosis - Onset segala usia - Foto thoraks menunjukkan infiltrat - Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA) - Prevalensi tuberkulosis tinggi di daerah endemis 9. Penatalaksanaan5 Tujuan penatalaksanaan : - Mengurangi gejala - Mencegah eksaserbasi berulang - Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru - Meningkatkan kualitas hidup penderita Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : a. b. c. d. e. f. Edukasi Obat - obatan Terapi oksigen Ventilasi mekanik Nutrisi Rehabilitasi PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut. a. Edukasi Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. yaitu 22

menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah: 1). Pengetahuan dasar tentang PPOK 2). Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya 3). Cara pencegahan perburukan penyakit 4). Menghindari pencetus (berhenti merokok) 5). Penyesuaian aktivitas. Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut: 1) Berhenti merokok Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan 2) Pengunaan obat - obatan - Macam obat dan jenisnya - Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser ) - Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu saja ) - Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya 3) Penggunaan oksigen - Kapan oksigen harus digunakan - Berapa dosisnya - Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen 4) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen 23

5) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya Tanda eksaserbasi : - Batuk atau sesak bertambah - Sputum bertambah - Sputum berubah warna 6) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi 7) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit: 1) Ringan - Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel - Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok - Segera berobat bila timbul gejala 2) Sedang - Menggunakan obat dengan tepat - Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini - Program latihan fisik dan pernapasan 3) Berat - Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi - Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan - Penggunaan oksigen di rumah b. Obat - obatan 1) Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting ).

24

Macam - macam bronkodilator : - Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari). - Golongan agonis beta-2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. - Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2 Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. - Golongan xantin Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah. 2) Antiinflamasi Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg. 25

3) Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : - Lini I : amoksisilin, makrolid - Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru 4) Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan 5) Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin. 6) Antitusif c. Terapi Oksigen Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya. Indikasi terapi oksigen yaitu bila : - PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90% - PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain. Macam terapi oksigen: - Pemberian oksigen jangka panjang - Pemberian oksigen pada waktu aktivitas - Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak - Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

26

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan : - Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen Therapy = LTOT) - Pemberian oksigen pada waktu aktivitas - Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktivitas. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%. d. Ventilasi Mekanik Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai berikut: PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan Aktivitas sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik 27

-

VAP (ventilator acquired pneumonia) Barotrauma Kesukaran weaning Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena

e. Nutrisi bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan : Penurunan berat badan Kadar albumin darah Antropometri Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi) Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia) Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah : 28

-

Hipofosfatemi Hiperkalemi Hipokalsemi Hipomagnesemi Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan

pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering. f. Rehabilitasi PPOK Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai: - Simptom pernapasan berat - Beberapa kali masuk ruang gawat darurat - Kualitas hidup yang menurun Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan. 1) Latihan Fisik Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen dan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan. 2) Psikososial Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat diberikan obat. 3) Latihan Pernapasan Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimitas.

29

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi : Sesak bertambah Produksi sputum meningkat Perubahan warna sputum Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga : a. b. c. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah

infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline. Penyebab eksaserbasi akut Primer : Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus) Pnemonia Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia Emboli paru Pneumotoraks spontan Penggunaan oksigen yang tidak tepat Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit) Nutrisi buruk Lingkunagn memburuk/polusi udara Aspirasi berulang 30 Sekunder :

-

Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi) Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk

eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat) Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara : Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur Menambahkan mukolitik Menambahkan ekspektoran Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter. Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di : - Poliklinik rawat jalan Indikasi : Eksaserbasi ringan sampai sedang Gagal napas kronik Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik Sebagai evaluasi rutin meliputi: Pemberian obat-obatan yang optimal Evaluasi progresifiti penyakit Edukasi

- Unit gawat darurat Tentukan masalah yang menonjol, misalnya infeksi saluran napas, Triase untuk ke ruang rawat atau ICU gangguan keseimbangan asam basa, gawat napas - Ruang rawat inap Indikasi rawat : Esaserbasi sedang dan berat 31

Terdapat komplikasi infeksi saluran napas berat gagal napas akut pada gagal napas kronik gagal jantung kanan Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan Terapi oksigen dengan cara yang tepat Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dan Perhatikan keseimbangan asam basa Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang Rehabilitasi awal Edukasi untuk pasca rawat

Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan : cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat

nebuliser

Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi mekanik) Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi

mekanik - Ruang ICU Indikasi perawatan ICU Sesak berat setelah penangan adekuat di ruang gawat darurat atau Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirsi Setelah pemberian osigen tetap terjadi hipoksemia atau ruang rawat

perburukan Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif) Tujuan perawatan ICU 32

Pengawasan dan terapi intemsif Hindari inturbasi, bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi Mencegah kematian

mekanik yang tepat

Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi : Diagnosis beratnya eksaerbasi Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal Kesadaran Tanda vital Analisis gas darah Pneomonia

Terapi oksigen adekuat Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi. Pemberian obat-obatan yang maksimal Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut Antibiotik, diberikan jika : 33

Peningkatan jumlah sputum Sputum berubah menjadi purulen Peningkatan sesak Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan

Bronkodilator

dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersamasama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator. Kortikosteroid Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas Ventilasi mekanik Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi. Kondisi lain yang berkiatan: Monitor balans cairan elektrolit 34

-

Pengeluaran sputum Gagal jantung atau aritmia Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan

Evaluasi ketat progesiviti penyakit menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik. Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi : Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal Kesadaran menurun Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan emboli massif Penggunaan NIPPV yang gagal a. Gagal nafas 1) Gagal nafas kronik Ditandai dengan hasil analisi gas darah pO2 < 60 mmHg, pCO2 > 60 mmHg, dan pH normal. 2) Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik Ditandai dengan sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun. b. Kor pulmonal Ditandai dengan P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dan dapat disertai gagal jantung kanan. c. Infeksi berulang Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang. 35 10. Komplikasi5

Pada kondisi kronik, hal ini akan menyebabkan imunitas menjadi lebih rendah yang ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. 11. Prognosis Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.8

36

BAB III STATUS PENDERITA A. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat Tanggal masuk No. CM B. ANAMNESIS 1. 2. Keluhan Utama Riwayat Penyakit Sekarang Sesak nafas Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan + sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit dan memberat 1 hari SMRS. Sesak nafas tidak dipengaruhi cuaca atau allergen. Sesak nafas memberat pada saat beraktivitas. Sesak nafas ini dirasakan menetap sepanjang hari. Saat sesak nafas, pasien sudah menggunakan ventolin, tetapi tidak merasakan perubahan apapun. Pasien juga mengeluhkan batuk yang bertambah berat. Batuk berdahak dengan dahak warna putih kekuningan. Batuk darah (-), mengi (+), demam (+), bengkak di kaki (-), BAB dan BAK dalam batas normal tidak ada kelainan. Pasien merasa 2 tahun terakhir sering sesak nafas. Sesak dirasakan memberat dengan aktifitas karena hanya sanggup bersepeda 2 km dan diluar serangan sesak tidak dirasakan. Saat masih muda, sesak tidak pernah dirasakan. 3. Riwayat Penyakit Dahulu : disangkal : disangkal 37 Riwayat asma Riwayat Alergi : Tn. J : 55 tahun : laki-laki : tidak bekerja : Karang Rejo 02/07 Dukuh Ngargoyoso KRA : 23 Agustus 2011 : 01022381

Tanggal pemeriksaan : 24 Agustus 2011

Riwayat mondok Riwayat sakit gula Riwayat OAT Riwayat Kebiasaan Riwayat merokok Riwayat minum jamu Riwayat konsumsi obat 4. Riwayat asma Riwayat sakit gula Riwayat tekanan darah tinggi Riwayat alergi Riwayat sakit kuning Riwayat sakit TBC

: (+) (PPOK) di RSDM 2 tahun yang lalu. : disangkal : disangkal : (+) 38 tahun, 12 batang perhari : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi : (+) tidak control rutin

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Sosial dan Ekonomi Pasien adalah seorang laki-laki berusia 55 tahun sekarang sudah tidak bekerja. Dahulu pasien bekerja di tempat penggilingan padi. Pasien memiliki 1 orang istri dan 3 orang anak. Rumahnya berdinding bata dan lantainya terbuat dari semen. Pasien dirawat di RSDM dengan fasilitas jamkesmas. 5. Riwayat Gizi Sebelum sakit, pasien makan teratur 3-4 kali sehari, sebanyak masingmasing 1 piring nasi sayur dengan lauk tempe, tahu, kadang-kadang daging atau ikan. Tetapi sejak pasien sakit nafsu makan berkurang, porsinya menjadi dari sebelum sakit. 6. Anamnesa Sistemik Keluhan utama Kulit Kepala Mata : sesak nafas : pucat (-), kebiruan (-), gatal (-), kuning (-) : pusing (-), nggliyer (-) : pandangan kabur (-/-), pandangan ganda (-/-), berkunangkunang (-/-) 38

Hidung Telinga Mulut Tenggorokan Sistem Respirasi

: pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-) : berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-) : mukosa basah (+), pucat (-), sariawan (-) : sakit menelan (-), gatal (-) : sesak nafas (+), batuk (+), dahak (+), mengi (+) aktivitas (-)

Sistem Kardiovaskuler: nyeri dada (-), rasa berdebar (-), sesak nafas karena Sistem Gastrointestinal: mual (-), nafsu makan menurun (-), muntah (-), sakit perut (-), nyeri BAB (-), BAB darah (-), kembung (-) Sistem Muskuloskeletal: nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-) Sistem Genitourinaria : nyeri BAK (-), sering BAK (-), BAK warna merah (-), kencing nanah (-), BAK warna seperti teh (-) Ekstremitas : Atas Bawah C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum 2. Tanda vital Tekanan Darah Nadi Laju Pernapasan Suhu 3. Kulit 4. Kepala 5. Mata 6. Hidung 7. Mulut : 130/90 mmHg : 92x/menit, regular, kuat, isi cukup : 28 x/menit : 36,5 0C per axiler : warna sawo matang, kelembaban baik, ujud kulit (-) : sakit kepala (-), rambut hitam sukar dicabut (-) : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pandangan kabur (-/-), berkunang-kunang (-) : sekret (-/-), darah kering (-) : Sianosis (-), gusi berdarah (-), gigi tanggal (-), bibir kering (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-). 39 kelainan : KU sedang, compos mentis, gizi kesan cukup : nyeri (-), tremor (-), bengkak (-) : nyeri (-), tremor (-), bengkak (-)

Neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-), menggigau (-)

8. Telinga 9. Tenggorok 10. Leher 11. Thorax Cor Palpasi Perkusi Auskultasi Pulmo Depan Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Inspeksi

: secret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-) : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1 T1, pseudomembran(-) : bentuk normocolli, Kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak meningkat : bentuk normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis teraba : batas jantung kesan tidak melebar : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-) : : pengembangan dada kanan = kiri : fremitus raba dada kanan = kiri : sonor / sonor : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan RBK (+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-), ekspirasi memanjang

Pulmo Belakang Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 12. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi : pengembangan dada kanan = kiri : pergerakan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri : sonor/sonor : suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan RBK (+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-), ekspirasi memanjang : : dinding perut sejajar dinding dada : peristaltik (+) normal : timpani, shifting dullness (-), test undulasi (-)

40

Palpasi 13. Ekstremitas :

: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik

Akral dingin -

Oedema -

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Darah tanggal 23 Agustus 2011 Hemoglobin : 16,1 g/dl Hematokrit : 47% Eritrosit Leukosit : 4,99.106 L : 9,2.103 L

Trombosit : 261.000 L Golongan Darah : B GDS Ureum Kreatinin Natrium Kalium Kalsium : 105 mg/dl : 22mg/dl : 0,5 mg/dl : 142 mmol/L : 4,3 mmol/L : 105 mmol/L

Hasil pemeriksaan radiologi Thorax PA (23 Agustus 2011)

41

Cor : CTR