37
STATUS PASIEN I. IDENTITAS Nama : Tn. N Umur : 61 tahun Jenis Kelamin : Laki - laki Agama : Islam Pekerjaan : Pensiunan PNS Alamat : Mancasan 2/2, Baki, Sukoharjo Tgl pemeriksaan : 31 Mei 2011 No. RM : 964107 II. ANAMNESIS A. Keluhan utama Penglihatan mata kiri kabur B. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang mengeluhkan mata kiri terasa kabur untuk melihat, baik untuk melihat dekat maupun untuk melihat jauh. Sebelumnya pasien tidak pernah mengeluh penglihatan kabur seperti sekarang ini dan dapat melihat dengan jelas tanpa adanya keluhan. Keluhan berupa penglihatan yang kabur tersebut disertai dengan rasa ngeganjel dan silau serta rasa nyeri pada bola mata kiri. Pasien juga 1

Preskes Teddy s Mata

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Preskes Teddy s Mata

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Tn. N

Umur : 61 tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Alamat : Mancasan 2/2, Baki, Sukoharjo

Tgl pemeriksaan : 31 Mei 2011

No. RM : 964107

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama

Penglihatan mata kiri kabur

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang mengeluhkan mata kiri terasa kabur untuk melihat,

baik untuk melihat dekat maupun untuk melihat jauh. Sebelumnya pasien

tidak pernah mengeluh penglihatan kabur seperti sekarang ini dan dapat

melihat dengan jelas tanpa adanya keluhan.

Keluhan berupa penglihatan yang kabur tersebut disertai dengan

rasa ngeganjel dan silau serta rasa nyeri pada bola mata kiri. Pasien juga

mengeluhkan mual seperti ingin muntah, terkadang pusing, selain itu

pasien merasa penglihatan mata kri juga terasa berat. Pasien tidak

mengeluhkan mata nyerocos, dan mata merah, pasien juga tidak

mengeluhkan melihat adanya pelangi saat melihat lampu dan pandangan

tertutup kabut, untuk lapang pandang, pasien tidak mengeluhkan adanya

kehilangan lapang pandang atau adanya bayangan yang bergerak-gerak

didepan mata.

1

Page 2: Preskes Teddy s Mata

Keluhan tersebut dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu,

setelah mata kiri penderita terkena shuttle cock saat bermain bulu tangkis.

Awalnya pasien tidak mengeluh adanya gejala setelah terkena shuttel

cock, akan tetapi seminggu kemudian keluhan-keluhan pada mata kirinya

mulai muncul. Keluhan tersebut dirasakan semakin lama semakin

memberat, keluhan tersebut terutama makin terasa berat pada pagi hari

setelah bangun tidur dan saat beraktifitas.

Sehingga untuk beraktiftas penderita mengalami kesulitan karena

pandangannya yang kabur. Karena keluhannya tersebut pasien

memeriksakan diri ke RSUD Sukoharjo, dan diberikan obat-obataan

berupa obat tetes dan obat minum, namun pasien lupa jenis obat tersebut,

kemudian karena gejala yang tidak membaik pasien berobat ke RSUD Dr.

Moewardi.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat Hipertensi : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

- Riwayat asma : disangkal

- Riwayat trauma : trauma shuttel cock 3 bulan yang

lalu

- Riwayat pakai kaca mata : memakai kaca mata baca sejak 15

tahun yang lalu.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

- Riwayat asma : disangkal

- Riwayat sakit serupa : disangkal

2

Page 3: Preskes Teddy s Mata

E. Kesimpulan Anamnesis

OD OS

Proses - penglihatan kabur

Lokalisasi - Kamera okuli

Sebab - Trauma

Perjalanan - Kronis

Komplikasi - Belum ada

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Kesan umum

Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup

T = 130/90 mmHg N = 90x/1menit Rr = 20x/1menit S = afebril

B. Pemeriksaan subyektif OD OS

Visus sentralis jauh 6/7 5/60

Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan

Koreksi tidak dilakukan tidak dilakukan

Refraksi non refraksi non refraksi

Visus sentralis dekat

Koreksi tidak dilakukan tidak dilakukan

Visus Perifer

Konfrontasi test medan penglihatan medan penglihatan

pasien sama dengan pasien sama dengan

pemeriksa pemeriksa

Proyeksi sinar tidak dilakukan tidak dilakukan

Persepsi warna tidak dilakukan tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Obyektif

1. Sekitar mata

Tanda radang tidak ada tidak ada

Luka tidak ada tidak ada

Parut tidak ada tidak ada

3

Page 4: Preskes Teddy s Mata

Kelainan warna tidak ada tidak ada

Kelainan bentuk tidak ada tidak ada

2. Supercilium

Warna hitam hitam

Tumbuhnya normal normal

Kulit sawo matang sawo matang

Geraknya dalam batas normal dalam batas normal

3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita

Heteroforia tidak ada tidak ada

Strabismus tidak ada tidak ada

Pseudostrabismus tidak ada tidak ada

Exophtalmus tidak ada tidak ada

Enophtalmus tidak ada tidak ada

Anopthalmus tidak ada tidak ada

4. Ukuran bola mata

Mikrophtalmus tidak ada tidak ada

Makrophtalmus tidak ada tidak ada

Ptisis bulbi tidak ada tidak ada

Atrofi bulbi tidak ada tidak ada

Buftalmus tidak ada tidak ada

Megalokornea tidak ada tidak ada

5. Gerakan Bola Mata

Temporal superior normal normal

Temporal inferior normal normal

Temporal normal normal

Nasal normal normal

Nasal superior normal normal

Nasal inferior normal normal

6. Kelopak Mata

Gerakannya dalam batas normal dalam batas normal

Lebar rima 10 mm 10 mm

4

Page 5: Preskes Teddy s Mata

Blefarokalasis tidak ada tidak ada

Tepi kelopak mata

Oedem tidak ada tidak ada

Margo intermarginalis tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Entropion tidak ada tidak ada

Ekstropion tidak ada tidak ada

7. Sekitar saccus lakrimalis

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

8. Sekitar Glandula lakrimalis

Odem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

9. Tekanan Intra Okuler

Palpasi normal N+2

Tonometer Schiotz tidak dilakukan tidak dilakukan

Non Contact Tonometer 11,5 mmHg 37,5 mmHg

10. Konjungtiva

Konjungtiva palpebra

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

Konjungtiva Fornix

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

Konjungtiva Bulbi

Pterigium tidak ada tidak ada

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

5

Page 6: Preskes Teddy s Mata

Injeksi siliar tidak ada tidak ada

Caruncula dan Plika Semilunaris

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

11. Sklera

Warna putih putih

Penonjolan tidak ada tidak ada

12. Cornea

Ukuran 12 mm 12 mm

Limbus jernih jernih

Permukaan rata, mengkilap rata, mengkilap

Sensibilitas normal normal

Medium dalam batas normal dalam batas normal

Keratoskop (Placido) reguler reguler

Fluoresin Test tidak dilakukan tidak dilakukan

Arcus senilis (+) (+)

13. Kamera Okuli Anterior

Isi jernih jernih

Kedalaman dalam dangkal

14. Iris

Warna coklat coklat

Gambaran spongious spongious

Bentuk bulat bulat

Sinekia Anterior tidak ada tidak ada

Sinekia Posterior tidak ada tidak ada

15. Pupil

Ukuran 2 mm 2 mm

Bentuk bulat bulat

Tempat sentral sentral

Reflek direct (+) (+)

6

Page 7: Preskes Teddy s Mata

Reflek indirect (+) (+)

Reflek konvergensi (+) (+)

16. Lensa

Ada/tidak ada ada

Kejernihan cukup jernih cukup jernih

Letak sentral sub luksasi anterior

Shadow test (-) ( -)

17. Corpus vitreum

Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

OD OS

Visus sentralis jauh 6/7 5/60

Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan

Koreksi tidak dilakukan tidak dilakukan

Refraksi non-refraksi non-refraksi

Visus sentralis dekat tidak dilakukan tidak dilakukan

Sekitar mata dalam batas normal dalam batas normal

Supercilium dalam batas normal dalam batas normal

Pasangan bola mata dalam batas normal dalam batas normal

dalam orbita

Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normal

Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal

Kelopak mata dalam batas normal dalam batas normal

Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal

Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal

Tekanan IntraOkuler dalam batas normal N+2

Konjunctiva bulbi pterigium (-) pterigium (-)

Sklera dalam batas normal dalam batas normal

Kornea

Arcus senilis (+) (+)

7

Page 8: Preskes Teddy s Mata

Camera oculi anterior dalam batas normal dangkal

Iris dalam batas normal dalam batas normal

Pupil dalam batas normal dalam batas normal

Lensa

Kejernihan dalam batas normal dalam batas normal

Letak sentral subluksasi anterior

Shadow test (-) (-)

Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS BANDING

- Anomali refraksi

- Retinopati

- Ablatio retina

- Glaukoma primer

- Glaukoma sekunder et causa subluksasi lensa

VI. DIAGNOSIS

- Glaukoma sekunder et causa sub luksasi lensa OS

VII. TERAPI

- Sulfas atropin ed 3 x 1 tts ODS

- Timolol maleat 0,5% ed 2 x 1 tts ODS

- Asetazolamide 250 mg 3 x 1 tab

IX. PROGNOSIS OD OS

Ad vitam bonam bonam

Ad sanam bonam dubia et bonam

Ad fungsionam bonam dubia et bonam

Ad kosmetikum bonam bonam

X. PLANNING

- Pemeriksaan visus, pinhole test dan koreksi kaca mata

8

Page 9: Preskes Teddy s Mata

- Pemeriksaan funduskopi

- Pemeriksaan gonioskopi

- Pro Ekstraksi Lensa

9

Page 10: Preskes Teddy s Mata

TINJAUAN PUSTAKA

I. GLAUKOMA

Menurut Chandler & Grant (1977), glaukoma adalah suatu keadaan

pada mata, dimana ditemukan kenaikan tekanan bola mata yang sudah

menyebabkan kerusakan/kelainan pada diskus optikus dan lapang

pandangan/yojana penglihatan. Sedangkan menurut Kolker & Hetherington

(1983), glaukoma adalah suatu penyakit mata dengan tanda yang lengkap

berupa kenaikan tekanan bola mata, degenerasi dan ekskavasi diskus optikus

dan gangguan khas serabut saraf, yang menimbulkan gangguan lapang

pandangan/yojana penglihatan. Sementara itu, Liesegang (2003) menyatakan

bahwa glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa

adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan

penyempitan lapang pandangan yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan

bola mata.3

II. KLASIFIKASI GLAUKOMA

Menurut Vaughan (1995), klasifikasi glaukoma menurut etiologinya

dikelompokkan dalam glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma

sekunder dan glaukoma absolut.

A. Glaukoma Primer 3

1. Glaukoma sudut terbuka disebut juga glaukoma simpleks, glaukoma

simpleks menahun. Bentuk glaukoma ini adalah bentuk yang paling

sering ditemukan, dan presentasinya sekitar 85%-90% dari seluruh

kasus glaukoma.

2. Glaukoma sudut tertutup disebut juga glaukoma sudut sempit,bentuk

glaukoma ini dapat terjadi melalui beberapa stadium yaitu: akut,

subakut, khronik/menahun, dan iris plato/plateau iris.

B. Glaukoma Kongenital 3

1. Glaukoma kongenital primer

10

Page 11: Preskes Teddy s Mata

2. Glaukoma yang berkaitan dengan anomali kongenital dan perkembangan:

a.    Sindroma pembelahan bilik mata depan, yaitu  sindroma Axenfeld,

sindroma Rieger dan anomali Peter.

b.    Aniridia

3. Glaukoma berkaitan dengan gangguan perkembangan  ekstra okuler,

seperti Sindroma Sturge-Weber, Sindroma Marfan, Neurofibromatosis,

Sindroma Lowe, dan Rubela kongenital.

C. Glaukoma Sekunder 3

1. Glaukoma berpigmen

2. Sindroma eksfoliatif

3. Karena kelainan lensa, yaitu dislokasi, intumesensi, dan fakolitik

4. Karena kelainan uvea, yaitu uveitis, synechia posterior,  dan tumor

5. Sindroma iridokorneo endotelial

6. Trauma, yaitu Hiphema dan pendarahan bilik mata belakang yang

masif, serta pergeseran akar iris/cekungan sudut

7. Pasca Operasi :

Ciliary block glaucoma/glaukoma akibat hambatan siliaris

Sinekhia Anterior Perifer

Pertumbuhan epitel ke dalam bilik mata depan

Pasca operasi Keratoplasti

Pasca operasi ablasio retina

8. Glaukoma neovaskuler, oleh karena Diabetes mellitus, serta

pembuntuan/ sumbatan pembuluh darah vena retina yang sentral

9. Kenaikan tekanan vena epi sklera, yaitu Fistula kovernosa karotikus,

dan Sindroma Sturge-Weber

10. Akibat pemakaian kortikosteroid   

D. Glaukoma Absolut 3

Akhir dari semua glaukoma yang tidak terkontrol akan terjadi

glaukoma absolut, dengan ciri-ciri mata teraba keras, tajam penglihatan

nol, dan seringkali disertai dengan nyeri mata hebat. Keadaan ini dapat

11

Page 12: Preskes Teddy s Mata

terjadi pada bentuk Glaukoma sudut terbuka maupun glaukoma sudut

tertutup.

12

Page 13: Preskes Teddy s Mata

III. FISIOLOGI HUMOR AKUEUS

Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan

humor akueus dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor

akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan

posterior mata. Volumenya adalah 250 uL dan kecepatan pembentukannya

yang bervariasi diurnal adalah 1,5-2 uL/menit.tekanan osmotik sedikit

lebih tinggi daripada plasma. Komposisi humor akueus sama dengan

plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat,

dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih

rendah.

Humor akueus dihasilkan oleh korpus siliare. Setelah masuk ke

kamera posterior, humor akueus mengalir melalui pupil ke kamera anterior

lalu ke jalinan trabekula di sudut kamera anterior. Peradangan atau trauma

intraokular menyebabkan peningkatan konsentrasi protein. Hal ini disebut

humor akueus plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah.

IV. PENILAIAN GLAUKOMA SECARA KLINIS

a. Tonometri

Tonometri adalah istilah generik untuk pengukuran tekanan

intraokular. Instrumen yang paling luas digunakan adalah

tonometer aplanasi Goldmann , yang dilekatkan ke slitlamp dan

mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan luas tertentu

kornea. Tonometer-tonometer aplanasi lain yang ada antara alain

tonometer Perkin dan TonoPen yang portabel, pneumatotonometer

yang bermanfaat apabila permukaan kornea ireguler dan dapat

digunakan walaupun terdapat lensa kontak di tempatnya.

Tonometer Schiotz adalah tonometer portabel dan mengukur

indentasi kornea yang ditimbulkan oleh beban tertentu. Rentang

tekanan intraokular normal adalah 10-24 mmHg.

b. Gonioskopi

13

Page 14: Preskes Teddy s Mata

Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut antara korne perifer dan

iris yang diantaranya terdapat jalinan trabekular. Konfigurasi sudut

ini yakni apakah lebar (terbuka), sempit, atau tertutup

menimbulkan dampak penting pada aliran keluar humor akueus.

Faktor-faktor yang menentukan konfigurasi sudut kamera anterior

adalah bentuk kornea, mata miop besar memiliki sudut lebar dan

mata hipermetrop kecil memiliki sudut yang sempit.

c. Penilaian Diskus Optikus

Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya

(depresi sentral) yang ukurannnya bervariasi bergantung pada

jumlah relatif serat yang menyusun syaraf optikus terhadap ukuran

lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.

Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik

cekungan optik yang diikuti oleh pencekungan superior dan

inferior dan disertai pentakikan fokal tepi diskus optikus. Rasio

pencekungan diskus adalah cara yang bergunauntuk mencatat

ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Penilaian klinis

diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung atau

dengan pemeriksaan menggunakan lensa 70 dioptri, lensa Hruby,

atau lensa kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga

dimensi.

d. Pemeriksaan Lapang Pandang

Pemeriksaan lapang pandang secara teratur penting untuk

diagnosis dan tindak lanjut glaukoma. Gangguan lapang pandang

akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapang pandang

bagian tengah. Perubahan paling dini adalah nyatanya bintik buta.

V. GLAUKOMA PRIMER

a. Glaukoma sudut terbuka atau glaukoma simpleks 3

i. Definisi

14

Page 15: Preskes Teddy s Mata

Glaukoma sudut terbuka primer adalah neuropati yang khronik

progresif dengan karakteristik perubahan papila syaraf optik dan atau

lapang pandangan tanpa disertai penyebab sekunder. Glaukoma ini

mempunyai sebutan maling penglihatan karena kehilangan penglihatan

normalnya terjadi bertahap dalam jangka waktu yang lama dan sering

dikenali ketika sudah lanjut. 4

Gambar 1. Glaukoma primer sudut terbuka 5

ii. Etiologi

Terganggunya atau terjadinya hambatan outflow cairan akuos

melewati trabecular meshwork. Hambatan ini terjadi akibat hilang atau

berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, namun

mekanisme kejadiannya masih belum diketahui  secara jelas dan

sampai saat ini masih menjadi objek penelitian.3 Glaukoma simplek

ditemukan berhubungan dengan mutasi gen pada beberapa lokus.

Adanya peningkatan aliran darah juga dihubumgkan dengan

patogenesis glaukoma. 4

iii. Teori terjadinya glaukoma simpleks 3

1) Lutjen-Drecoll dan Rohen (1994) menemukan bahwa pada

glaukoma sudut terbuka primer terjadi pengurangan atau

15

Page 16: Preskes Teddy s Mata

menghilangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, disertai

penebalan lamela daerah uvea dan korneo-skeral. Penebalan

tersebut akan menimbulkan penyempitan ruang antar-trabekulum

yang berakhir dengan penutupan, sehingga terjadi hambatan

outflow cairan akuos. Akan tetapi peneliti tersebut tidak atau

belum menjelaskan mekanisme kejadian berkurang atau

menghilangnya sel endotel trabeculer meshwork pada glaukoma

sudut terbuka primer.

2) Vaughan (1995) menyatakan bahwa kondisi berkurang atau

hilangnya sel endotel trabecular meshwork tersebut terjadi akibat

degenerasi, tetapi bukan akibat degenerasi seperti pada proses

penuaan (ageing process).

1. Hogan dan Zimmerman (1962) mengatakan bahwa kondisi tersebut

merupakan akibat pembengkakan dan sklerosis sel endotel

trabecular meshwork.

2. Cotran (1999) menerangkan bahwa penyebabnya belum diketahui

dengan jelas. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas,

dapat dimunculkan dugaan kuat bahwa penyebab berkurangnya

jumlah sel endotel trabecular meshwork, adalah akibat kematian sel

itu sendiri oleh karena berbagai sebab. Pada hakekatnya, kematian

sel dapat terjadi karena rangsangan atau jejas letal yang berasal

dari luar atau dari dalam sel itu sendiri (bersifat aktif atau pasif).

Kematian sel yang berasal dari dalam sel dapat terjadi melalui

mekanisme genetik, yang merupakan suatu proses fisiologis dalam

usaha mempertahankan keadaan homeo¬stasis atau keseimbangan

fungsinya. Proses kematian  yang berasal dari luar sel dan bersifat

pasif dapat terjadi karena jejas atau injury yang letal akibat faktor

fisik, kimia, iskhemia maupun biologis (Cotran,1999).

Jejas atau injury biologis dapat terjadi akibat pengaruh

infeksi mata akibat mikro-organisme, secara  intra maupun ekstra

seluler, baik akibat kuman, jamur, parasit ataupun virus, yang

16

Page 17: Preskes Teddy s Mata

kesemuanya dapat merupakan antigen yang dapat menimbulkan

inflamasi. Akhirnya  antigen  tersebut dapat mengaktivasi APC dan

limfosit T. Pendapat ini didukung oleh Clancy (1998), Handoyo 

(2003) dan Judajana (2004)

Tripathi (1994) juga menyatakan, bahwa yang lebih tinggi dari

orang pada glaukoma ditemukan kadar TGF- normal. Kedua

pendapat tersebut juga didukung oleh Welge-Luessen 2 dapat 1

dan TGF- (2000), yang menginformasikan juga bahwa TGF-

merangsang peningkatan akumulasi matriks ekstra seluler,

fibronectin dan peningkatan enzim Tissue–Transglutaminase, yang

sangat berperan  dalam proses kematian sel (apoptosis).

Berdasarkan hal tersebut, sitokin TNF- , IL-10 dan TGF- ,

mempunyai pengaruh yang besar pada proses inflamasi, sehingga

diperkirakan juga berperan terhadap kematian sel. Wallach (1999),

Petrolani (1999) dan Pimentel (1994) menyebutkan, bahwa ketiga

sitokin yaitu TNF , IL-10 dan TGF , memang berpengaruh

terhadap kematian sel. Namun sampai dengan saat ini, peran

ketiga sitokin tersebut khususnya terhadap kematian sel endotel

trabecular meshwork, belum pernah dijelaskan. Oleh karena itu,

mekanisme kejadian berkurangnya atau hilangnya sel endotel

trabecular meshwork belum dapat dijelaskan. Akibatnya,

pengobatan dan penanggulangan glaukoma sebagai salah satu

penyakit mata yang menyebabkan kebutaan utama masih belum

memberikan hasil yang memuaskan.

Jika peran ketiga sitokin tersebut dalam respons inflamasi

dan kematian sel tidak diperjelas, maka pemahaman tentang peran

ketiga sitokin tersebut tidak dapat dimanfaatkan bagi kepentingan

penanggulangan proses perjalanan dan perkembangan peningkatan

tekanan bola mata pada glaukoma sudut terbuka primer. Hal ini

menyebabkan jumlah kecacatan netra akibat glaukoma sudut

17

Page 18: Preskes Teddy s Mata

terbuka primer dengan tekanan bola mata yang meningkat akan

tetap saja tinggi atau bahkan lebih tinggi lagi.

5) Menurut hasil penelitian Prof. Dr. Admadi Soeroso, dr., Sp.M.,

MARS

Penderita glaukoma sudut terbuka primer dengan peningkatan

tekanan bola mata, kadar sitokin TNF , IL-10 dan TGF-  secara

statistik berpengaruh secara bermakna terhadap tekanan bola mata.

Pengaruh terbesar diberikan oleh TGF , diikuti oleh IL-10 dan

terakhir TNF . Sedangkan pada penderita katarak dengan tekanan

bola mata normal, ditemukan bahwa  kadar sitokin TNF , IL-10

dan TGF, secara statistik tidak berpengaruh secara bermakna

terhadap tekanan bola mata.

Kenyataan tersebut menimbulkan harapan, bahwa suatu

saat dimasa mendatang dapat ditemukan atau diproduksi suatu

bahan  bersifat anti ketiga sitokin tersebut (TNF-, IL-10 dan

TGF), yang diharapkan dapat menghambat laju peningkatan

tekanan bola mata  pada penderita glaukoma sudut terbuka primer.

d. Gejala 2

Glaukoma sudah terbuka tidak memberi tanda-tanda dari luar.

Perjalanan penyakit perlahan-lahan dan progresif dengan merusak

papil saraf optik (ekskafasi).

Diagnosis sering baru dibuat jika dilakukan tonometri rutin pada

penderita.

Tajam penglihatan umumnya masih baik kalau keadaan belum

lanjut.

Tekanan bola mata lebih dari 24 mm Hg dan tidak terlalu tinggi

seperti pada glaukoma kronik.

Pada funduskopi ditemukan ekskavasi apabila glaukoma sudah

berlangsung lama.

18

Page 19: Preskes Teddy s Mata

Pemeriksaan lapangan pandang perifer tidak menunjukkan

kelainan selama gaukom masih dini, tetapi lapangan pandang

sentral sudah menunjukkan skotoma parasentral.

Pada gonioskopi akan ditemukan sudut bilik mata depan yang

lebar.

e. Pengobatan 2

Miotik:

o Pilokarpin 2 – 4%, 3 – 6 kali 1 tetes sehari (membesarkan

pengeluaran cairan mata - outflow).

o Eserin ¼ - 1%, 3 – 6 kali 1 tetes sehari (membesarkan

pengeluran cairan mata - outflow)

Simpatomimetik

Epifrine 0,5 – 2%, 1 – 2 kail 1 tetes sehari (menghambat produksi

akuos humor)

Beta-blocker

Timolol maleate 0,25 – 0,50%, 1 – 2 kali tetes sehari (menghambat

produksi akuos humor)

Carbonic anhidrase inihibitor

Asetazolamid 250 mg, 4 kali I tablet (menghambat produksi akuos

humor).]

f. Pembedahan 2

Apabila obat-obatan yang maksimal tidak berhasil menahan

tekanan bola mata dibawah 21mm Hg dan lapang pandangan terus

mundur dilakukan pembedahan.

Jenis pembedahan yang dipakai adalah trepanasi Elliot atau

pembedahan sklerotomi Scheie. Akhir-akhir ini operasi yang menjadi

populer adalah trabekulektomi. Pembedahan ini memerlukan

mikroskop.

b. Glaukoma sudut tertutup primer atau glaukoma akut

19

Page 20: Preskes Teddy s Mata

Glaukoma akut hanya terjadi pada mata yang sudut bilik mata

depannya memang sudah sempit dari pembawaannya. Jadi ada faktor

predisposisi yang memungkinkan terjadinya penutupan sudut bilik mata

depan. 3

Gambar 2. Glaukoma primer sudut tertutup 5

i. Faktor predisposisi

Pada bilik mata depan yang dangkal akibat lensa dekat pada iris

maka akan terjadi hambatan aliran akuos humor dari bilik mata

belakang ke bilik mata depan, yang dinamakan hambatan pupil

(pupillary block). Hambatan ini dapat menyebabkan meningkatnya

tekanan di bilik mata belakang. Pada sudut bilik depan yang tadinya

sudah sempit, dorongan ini akan menyebabkan iris menutupi jaringan

trabekulelum. Akibatnya akuos humor tidak dapat atau sukar mencapai

jaringan ini dan tidak dapat disalurkan keluar. Terjadilah glaukoma

akut sudut tertutup.2

ii. Faktor Pencetus

Peningkatan jumlah akuos humor yang mendadak di bilik mata

belakang akan mendorong iris ke depan, hingga sudut bilik mata depan

yang memang sudah sempit akan mendadak tertutup. Tidak diketahui

dengan jelas apa yang menyebabkan hal tersebut.2

20

Page 21: Preskes Teddy s Mata

iii. Dilatasi Pupil

Apabila pupil melebar, iris bagian tepi akan menebal. Sudut

bilik mata depan yang asalnya sudah sempit akan mudah tertutup.2

iv. Gejala

Serangan Glaukoma yang terjadi secara tiba-tiba dengan rasa

sakit hebat di mata dan di kepala, perasaan mual dengan muntah, mata

merah, tajam penglihatan sangat menurun, melihat pelangi (halo)

sekitar lampu.1

v. Tanda2

1). Kelopak mata bengkak

2). Konjungtiva Bulbi sangat hiperemik (kongestif), injeksi siliar

3). Kornea suram, udem

4). Bilik mata depan dangkal

5). Pupil tampak melebar, lonjong, miring agak vertikal

6). Reflek puil lambat atau tidak ada

vi. Pemeriksaa Penunjang 2

Tonometer schiotz tekanan intraokuler sangat meningkat. Penyulit:

1). Sinekia anterior perifer: apabila glaukoma akut tidak cepat diobati,

terjadilah perekatan antara iris bagian tepi dan jaringan trabekulum.

Akibatnya bahwa pengeluaran akuos humor lebih terhambat.

2). Katarak: Di atas permukaan kapsul, depan lensa terlihat bercak

putih sesudah suatu serangan akut. Tampaknya seperti susu yang

tertumpah di atas meja. Gambaran ini dinamakan glaukomflecke,

yang menandakan pernah terjadi serangan akut pada mata tersebut.

3). Atrofi papil saraf optik.

vii. Pengobatan 2

1). Miotik: pilokarpin 2-4% tetes mata yang diteteskan tiap menit 1

tetes selama 5 menit, kemudian disusul 1 tetes tiap jam sampai 6

jam.

2). Karbonik anhidrasi inhibiter: tablet asetazolamik 250mg, 2 tablet

sekaligus, kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet sampai 24 jam.

21

Page 22: Preskes Teddy s Mata

3). Obat hiperosmotik: Larutan gliserum 50% dosis 1-1,5gr /kg BB.

Untuk praktisnya dapat dipakai 1cc/kg BB.

Obat-obatan diatas dapat diberi bersama-sama, tetapi hanya

merupakan pengobatan darurat dan jangka pendek, pembedahan harus

ditetapkan.

viii. Pembedahan 2

1). Iridektomi Perifer

2). Pembedahan Filtrasi

Indikasi: pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma

akut sudah berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium

glaukoma kongestif kronik.

Repanasi Elliot: Sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm

dibuat di daerah kornea skeral, kemudian ditutup oleh konjungtiva

dengan tujuan agar akuos mengalir langsung dari bilik mata depan

ke ruang subkonjungtiva.

Sklerotomi Scheie kornea–skleral dikauteraisasi agar luka

tidak menutup lagi dengan sempurna dengan tujuan akuos mengalir

langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.

Trabekulektomi yaiut dengan mengangkat trabekulum

sehingga terbentuk celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke

dalam kanal Schlemm.

VI. GLAUKOMA SEKUNDER AKIBAT TRAUMA

Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan dini

tekanan intraokular akibat perdarahan ke kamera anterior (hifema).

Darah bebas menyumbat jalinan trabekular, yang juga mengalami

edema akibat cedera. Terapi awal biasanya terapi medis, tetapi

mungkin diperlukan tindakan bedah apabila tekanan tetap tinggi.

Efek lambat cedera kontusio pada tekanan intraokular

disebabkan oleh kerusakan langsung sudut. Selang waktu antara

cedera dan timbulnya glaukoma mungkin menyamarkan hubungan

tersebut. Secara klinis, kamera anterior tampak lebih dalam

22

Page 23: Preskes Teddy s Mata

daripada mata yang satunya, dan gonioskopi memperlihatkan resesi

sudut. Terapi medis biasanya efektif, tetapi mungkin diperlukan

tindakan bedah.

Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior

diikuti hilangnya kamera anterior. Apabila kamera tidak segera

dibentuk kembali setelah cidera, baik secara spontan dengan

inkarserasi iris ke dalam luka, atau secara bedah akan terbentuk

sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang

ireversibel.

23

Page 24: Preskes Teddy s Mata

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S.: Glaukoma, Ed. kedua. Jakarta 2003, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

2. Hamurwono, G.B., dkk: Glaukoma. Ilmu Penyakit Mata PERDAMI, Ed.

Kedua. 239-262. Jakarta 2002, Sagung Seto.

3. http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=145 [14

Agustus 2009]

4. http://en.wikipedia.org/wiki/Glaucoma [14 Agustus 2009]

5. http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/12/10/glaukoma-subakut/ [14

Agustus 2009

24