Upload
joko-jaka
View
168
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. N
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Mancasan 2/2, Baki, Sukoharjo
Tgl pemeriksaan : 31 Mei 2011
No. RM : 964107
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Penglihatan mata kiri kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang mengeluhkan mata kiri terasa kabur untuk melihat,
baik untuk melihat dekat maupun untuk melihat jauh. Sebelumnya pasien
tidak pernah mengeluh penglihatan kabur seperti sekarang ini dan dapat
melihat dengan jelas tanpa adanya keluhan.
Keluhan berupa penglihatan yang kabur tersebut disertai dengan
rasa ngeganjel dan silau serta rasa nyeri pada bola mata kiri. Pasien juga
mengeluhkan mual seperti ingin muntah, terkadang pusing, selain itu
pasien merasa penglihatan mata kri juga terasa berat. Pasien tidak
mengeluhkan mata nyerocos, dan mata merah, pasien juga tidak
mengeluhkan melihat adanya pelangi saat melihat lampu dan pandangan
tertutup kabut, untuk lapang pandang, pasien tidak mengeluhkan adanya
kehilangan lapang pandang atau adanya bayangan yang bergerak-gerak
didepan mata.
1
Keluhan tersebut dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu,
setelah mata kiri penderita terkena shuttle cock saat bermain bulu tangkis.
Awalnya pasien tidak mengeluh adanya gejala setelah terkena shuttel
cock, akan tetapi seminggu kemudian keluhan-keluhan pada mata kirinya
mulai muncul. Keluhan tersebut dirasakan semakin lama semakin
memberat, keluhan tersebut terutama makin terasa berat pada pagi hari
setelah bangun tidur dan saat beraktifitas.
Sehingga untuk beraktiftas penderita mengalami kesulitan karena
pandangannya yang kabur. Karena keluhannya tersebut pasien
memeriksakan diri ke RSUD Sukoharjo, dan diberikan obat-obataan
berupa obat tetes dan obat minum, namun pasien lupa jenis obat tersebut,
kemudian karena gejala yang tidak membaik pasien berobat ke RSUD Dr.
Moewardi.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat trauma : trauma shuttel cock 3 bulan yang
lalu
- Riwayat pakai kaca mata : memakai kaca mata baca sejak 15
tahun yang lalu.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat sakit serupa : disangkal
2
E. Kesimpulan Anamnesis
OD OS
Proses - penglihatan kabur
Lokalisasi - Kamera okuli
Sebab - Trauma
Perjalanan - Kronis
Komplikasi - Belum ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
T = 130/90 mmHg N = 90x/1menit Rr = 20x/1menit S = afebril
B. Pemeriksaan subyektif OD OS
Visus sentralis jauh 6/7 5/60
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Koreksi tidak dilakukan tidak dilakukan
Refraksi non refraksi non refraksi
Visus sentralis dekat
Koreksi tidak dilakukan tidak dilakukan
Visus Perifer
Konfrontasi test medan penglihatan medan penglihatan
pasien sama dengan pasien sama dengan
pemeriksa pemeriksa
Proyeksi sinar tidak dilakukan tidak dilakukan
Persepsi warna tidak dilakukan tidak dilakukan
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
Tanda radang tidak ada tidak ada
Luka tidak ada tidak ada
Parut tidak ada tidak ada
3
Kelainan warna tidak ada tidak ada
Kelainan bentuk tidak ada tidak ada
2. Supercilium
Warna hitam hitam
Tumbuhnya normal normal
Kulit sawo matang sawo matang
Geraknya dalam batas normal dalam batas normal
3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita
Heteroforia tidak ada tidak ada
Strabismus tidak ada tidak ada
Pseudostrabismus tidak ada tidak ada
Exophtalmus tidak ada tidak ada
Enophtalmus tidak ada tidak ada
Anopthalmus tidak ada tidak ada
4. Ukuran bola mata
Mikrophtalmus tidak ada tidak ada
Makrophtalmus tidak ada tidak ada
Ptisis bulbi tidak ada tidak ada
Atrofi bulbi tidak ada tidak ada
Buftalmus tidak ada tidak ada
Megalokornea tidak ada tidak ada
5. Gerakan Bola Mata
Temporal superior normal normal
Temporal inferior normal normal
Temporal normal normal
Nasal normal normal
Nasal superior normal normal
Nasal inferior normal normal
6. Kelopak Mata
Gerakannya dalam batas normal dalam batas normal
Lebar rima 10 mm 10 mm
4
Blefarokalasis tidak ada tidak ada
Tepi kelopak mata
Oedem tidak ada tidak ada
Margo intermarginalis tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Entropion tidak ada tidak ada
Ekstropion tidak ada tidak ada
7. Sekitar saccus lakrimalis
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
8. Sekitar Glandula lakrimalis
Odem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
9. Tekanan Intra Okuler
Palpasi normal N+2
Tonometer Schiotz tidak dilakukan tidak dilakukan
Non Contact Tonometer 11,5 mmHg 37,5 mmHg
10. Konjungtiva
Konjungtiva palpebra
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Konjungtiva Fornix
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Pterigium tidak ada tidak ada
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
5
Injeksi siliar tidak ada tidak ada
Caruncula dan Plika Semilunaris
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
11. Sklera
Warna putih putih
Penonjolan tidak ada tidak ada
12. Cornea
Ukuran 12 mm 12 mm
Limbus jernih jernih
Permukaan rata, mengkilap rata, mengkilap
Sensibilitas normal normal
Medium dalam batas normal dalam batas normal
Keratoskop (Placido) reguler reguler
Fluoresin Test tidak dilakukan tidak dilakukan
Arcus senilis (+) (+)
13. Kamera Okuli Anterior
Isi jernih jernih
Kedalaman dalam dangkal
14. Iris
Warna coklat coklat
Gambaran spongious spongious
Bentuk bulat bulat
Sinekia Anterior tidak ada tidak ada
Sinekia Posterior tidak ada tidak ada
15. Pupil
Ukuran 2 mm 2 mm
Bentuk bulat bulat
Tempat sentral sentral
Reflek direct (+) (+)
6
Reflek indirect (+) (+)
Reflek konvergensi (+) (+)
16. Lensa
Ada/tidak ada ada
Kejernihan cukup jernih cukup jernih
Letak sentral sub luksasi anterior
Shadow test (-) ( -)
17. Corpus vitreum
Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
Visus sentralis jauh 6/7 5/60
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Koreksi tidak dilakukan tidak dilakukan
Refraksi non-refraksi non-refraksi
Visus sentralis dekat tidak dilakukan tidak dilakukan
Sekitar mata dalam batas normal dalam batas normal
Supercilium dalam batas normal dalam batas normal
Pasangan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
dalam orbita
Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Kelopak mata dalam batas normal dalam batas normal
Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal
Tekanan IntraOkuler dalam batas normal N+2
Konjunctiva bulbi pterigium (-) pterigium (-)
Sklera dalam batas normal dalam batas normal
Kornea
Arcus senilis (+) (+)
7
Camera oculi anterior dalam batas normal dangkal
Iris dalam batas normal dalam batas normal
Pupil dalam batas normal dalam batas normal
Lensa
Kejernihan dalam batas normal dalam batas normal
Letak sentral subluksasi anterior
Shadow test (-) (-)
Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS BANDING
- Anomali refraksi
- Retinopati
- Ablatio retina
- Glaukoma primer
- Glaukoma sekunder et causa subluksasi lensa
VI. DIAGNOSIS
- Glaukoma sekunder et causa sub luksasi lensa OS
VII. TERAPI
- Sulfas atropin ed 3 x 1 tts ODS
- Timolol maleat 0,5% ed 2 x 1 tts ODS
- Asetazolamide 250 mg 3 x 1 tab
IX. PROGNOSIS OD OS
Ad vitam bonam bonam
Ad sanam bonam dubia et bonam
Ad fungsionam bonam dubia et bonam
Ad kosmetikum bonam bonam
X. PLANNING
- Pemeriksaan visus, pinhole test dan koreksi kaca mata
8
- Pemeriksaan funduskopi
- Pemeriksaan gonioskopi
- Pro Ekstraksi Lensa
9
TINJAUAN PUSTAKA
I. GLAUKOMA
Menurut Chandler & Grant (1977), glaukoma adalah suatu keadaan
pada mata, dimana ditemukan kenaikan tekanan bola mata yang sudah
menyebabkan kerusakan/kelainan pada diskus optikus dan lapang
pandangan/yojana penglihatan. Sedangkan menurut Kolker & Hetherington
(1983), glaukoma adalah suatu penyakit mata dengan tanda yang lengkap
berupa kenaikan tekanan bola mata, degenerasi dan ekskavasi diskus optikus
dan gangguan khas serabut saraf, yang menimbulkan gangguan lapang
pandangan/yojana penglihatan. Sementara itu, Liesegang (2003) menyatakan
bahwa glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa
adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan
penyempitan lapang pandangan yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan
bola mata.3
II. KLASIFIKASI GLAUKOMA
Menurut Vaughan (1995), klasifikasi glaukoma menurut etiologinya
dikelompokkan dalam glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma
sekunder dan glaukoma absolut.
A. Glaukoma Primer 3
1. Glaukoma sudut terbuka disebut juga glaukoma simpleks, glaukoma
simpleks menahun. Bentuk glaukoma ini adalah bentuk yang paling
sering ditemukan, dan presentasinya sekitar 85%-90% dari seluruh
kasus glaukoma.
2. Glaukoma sudut tertutup disebut juga glaukoma sudut sempit,bentuk
glaukoma ini dapat terjadi melalui beberapa stadium yaitu: akut,
subakut, khronik/menahun, dan iris plato/plateau iris.
B. Glaukoma Kongenital 3
1. Glaukoma kongenital primer
10
2. Glaukoma yang berkaitan dengan anomali kongenital dan perkembangan:
a. Sindroma pembelahan bilik mata depan, yaitu sindroma Axenfeld,
sindroma Rieger dan anomali Peter.
b. Aniridia
3. Glaukoma berkaitan dengan gangguan perkembangan ekstra okuler,
seperti Sindroma Sturge-Weber, Sindroma Marfan, Neurofibromatosis,
Sindroma Lowe, dan Rubela kongenital.
C. Glaukoma Sekunder 3
1. Glaukoma berpigmen
2. Sindroma eksfoliatif
3. Karena kelainan lensa, yaitu dislokasi, intumesensi, dan fakolitik
4. Karena kelainan uvea, yaitu uveitis, synechia posterior, dan tumor
5. Sindroma iridokorneo endotelial
6. Trauma, yaitu Hiphema dan pendarahan bilik mata belakang yang
masif, serta pergeseran akar iris/cekungan sudut
7. Pasca Operasi :
Ciliary block glaucoma/glaukoma akibat hambatan siliaris
Sinekhia Anterior Perifer
Pertumbuhan epitel ke dalam bilik mata depan
Pasca operasi Keratoplasti
Pasca operasi ablasio retina
8. Glaukoma neovaskuler, oleh karena Diabetes mellitus, serta
pembuntuan/ sumbatan pembuluh darah vena retina yang sentral
9. Kenaikan tekanan vena epi sklera, yaitu Fistula kovernosa karotikus,
dan Sindroma Sturge-Weber
10. Akibat pemakaian kortikosteroid
D. Glaukoma Absolut 3
Akhir dari semua glaukoma yang tidak terkontrol akan terjadi
glaukoma absolut, dengan ciri-ciri mata teraba keras, tajam penglihatan
nol, dan seringkali disertai dengan nyeri mata hebat. Keadaan ini dapat
11
terjadi pada bentuk Glaukoma sudut terbuka maupun glaukoma sudut
tertutup.
12
III. FISIOLOGI HUMOR AKUEUS
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan
humor akueus dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor
akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata. Volumenya adalah 250 uL dan kecepatan pembentukannya
yang bervariasi diurnal adalah 1,5-2 uL/menit.tekanan osmotik sedikit
lebih tinggi daripada plasma. Komposisi humor akueus sama dengan
plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat,
dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih
rendah.
Humor akueus dihasilkan oleh korpus siliare. Setelah masuk ke
kamera posterior, humor akueus mengalir melalui pupil ke kamera anterior
lalu ke jalinan trabekula di sudut kamera anterior. Peradangan atau trauma
intraokular menyebabkan peningkatan konsentrasi protein. Hal ini disebut
humor akueus plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah.
IV. PENILAIAN GLAUKOMA SECARA KLINIS
a. Tonometri
Tonometri adalah istilah generik untuk pengukuran tekanan
intraokular. Instrumen yang paling luas digunakan adalah
tonometer aplanasi Goldmann , yang dilekatkan ke slitlamp dan
mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan luas tertentu
kornea. Tonometer-tonometer aplanasi lain yang ada antara alain
tonometer Perkin dan TonoPen yang portabel, pneumatotonometer
yang bermanfaat apabila permukaan kornea ireguler dan dapat
digunakan walaupun terdapat lensa kontak di tempatnya.
Tonometer Schiotz adalah tonometer portabel dan mengukur
indentasi kornea yang ditimbulkan oleh beban tertentu. Rentang
tekanan intraokular normal adalah 10-24 mmHg.
b. Gonioskopi
13
Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut antara korne perifer dan
iris yang diantaranya terdapat jalinan trabekular. Konfigurasi sudut
ini yakni apakah lebar (terbuka), sempit, atau tertutup
menimbulkan dampak penting pada aliran keluar humor akueus.
Faktor-faktor yang menentukan konfigurasi sudut kamera anterior
adalah bentuk kornea, mata miop besar memiliki sudut lebar dan
mata hipermetrop kecil memiliki sudut yang sempit.
c. Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya
(depresi sentral) yang ukurannnya bervariasi bergantung pada
jumlah relatif serat yang menyusun syaraf optikus terhadap ukuran
lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.
Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik
cekungan optik yang diikuti oleh pencekungan superior dan
inferior dan disertai pentakikan fokal tepi diskus optikus. Rasio
pencekungan diskus adalah cara yang bergunauntuk mencatat
ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Penilaian klinis
diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung atau
dengan pemeriksaan menggunakan lensa 70 dioptri, lensa Hruby,
atau lensa kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga
dimensi.
d. Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapang pandang secara teratur penting untuk
diagnosis dan tindak lanjut glaukoma. Gangguan lapang pandang
akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapang pandang
bagian tengah. Perubahan paling dini adalah nyatanya bintik buta.
V. GLAUKOMA PRIMER
a. Glaukoma sudut terbuka atau glaukoma simpleks 3
i. Definisi
14
Glaukoma sudut terbuka primer adalah neuropati yang khronik
progresif dengan karakteristik perubahan papila syaraf optik dan atau
lapang pandangan tanpa disertai penyebab sekunder. Glaukoma ini
mempunyai sebutan maling penglihatan karena kehilangan penglihatan
normalnya terjadi bertahap dalam jangka waktu yang lama dan sering
dikenali ketika sudah lanjut. 4
Gambar 1. Glaukoma primer sudut terbuka 5
ii. Etiologi
Terganggunya atau terjadinya hambatan outflow cairan akuos
melewati trabecular meshwork. Hambatan ini terjadi akibat hilang atau
berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, namun
mekanisme kejadiannya masih belum diketahui secara jelas dan
sampai saat ini masih menjadi objek penelitian.3 Glaukoma simplek
ditemukan berhubungan dengan mutasi gen pada beberapa lokus.
Adanya peningkatan aliran darah juga dihubumgkan dengan
patogenesis glaukoma. 4
iii. Teori terjadinya glaukoma simpleks 3
1) Lutjen-Drecoll dan Rohen (1994) menemukan bahwa pada
glaukoma sudut terbuka primer terjadi pengurangan atau
15
menghilangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, disertai
penebalan lamela daerah uvea dan korneo-skeral. Penebalan
tersebut akan menimbulkan penyempitan ruang antar-trabekulum
yang berakhir dengan penutupan, sehingga terjadi hambatan
outflow cairan akuos. Akan tetapi peneliti tersebut tidak atau
belum menjelaskan mekanisme kejadian berkurang atau
menghilangnya sel endotel trabeculer meshwork pada glaukoma
sudut terbuka primer.
2) Vaughan (1995) menyatakan bahwa kondisi berkurang atau
hilangnya sel endotel trabecular meshwork tersebut terjadi akibat
degenerasi, tetapi bukan akibat degenerasi seperti pada proses
penuaan (ageing process).
1. Hogan dan Zimmerman (1962) mengatakan bahwa kondisi tersebut
merupakan akibat pembengkakan dan sklerosis sel endotel
trabecular meshwork.
2. Cotran (1999) menerangkan bahwa penyebabnya belum diketahui
dengan jelas. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas,
dapat dimunculkan dugaan kuat bahwa penyebab berkurangnya
jumlah sel endotel trabecular meshwork, adalah akibat kematian sel
itu sendiri oleh karena berbagai sebab. Pada hakekatnya, kematian
sel dapat terjadi karena rangsangan atau jejas letal yang berasal
dari luar atau dari dalam sel itu sendiri (bersifat aktif atau pasif).
Kematian sel yang berasal dari dalam sel dapat terjadi melalui
mekanisme genetik, yang merupakan suatu proses fisiologis dalam
usaha mempertahankan keadaan homeo¬stasis atau keseimbangan
fungsinya. Proses kematian yang berasal dari luar sel dan bersifat
pasif dapat terjadi karena jejas atau injury yang letal akibat faktor
fisik, kimia, iskhemia maupun biologis (Cotran,1999).
Jejas atau injury biologis dapat terjadi akibat pengaruh
infeksi mata akibat mikro-organisme, secara intra maupun ekstra
seluler, baik akibat kuman, jamur, parasit ataupun virus, yang
16
kesemuanya dapat merupakan antigen yang dapat menimbulkan
inflamasi. Akhirnya antigen tersebut dapat mengaktivasi APC dan
limfosit T. Pendapat ini didukung oleh Clancy (1998), Handoyo
(2003) dan Judajana (2004)
Tripathi (1994) juga menyatakan, bahwa yang lebih tinggi dari
orang pada glaukoma ditemukan kadar TGF- normal. Kedua
pendapat tersebut juga didukung oleh Welge-Luessen 2 dapat 1
dan TGF- (2000), yang menginformasikan juga bahwa TGF-
merangsang peningkatan akumulasi matriks ekstra seluler,
fibronectin dan peningkatan enzim Tissue–Transglutaminase, yang
sangat berperan dalam proses kematian sel (apoptosis).
Berdasarkan hal tersebut, sitokin TNF- , IL-10 dan TGF- ,
mempunyai pengaruh yang besar pada proses inflamasi, sehingga
diperkirakan juga berperan terhadap kematian sel. Wallach (1999),
Petrolani (1999) dan Pimentel (1994) menyebutkan, bahwa ketiga
sitokin yaitu TNF , IL-10 dan TGF , memang berpengaruh
terhadap kematian sel. Namun sampai dengan saat ini, peran
ketiga sitokin tersebut khususnya terhadap kematian sel endotel
trabecular meshwork, belum pernah dijelaskan. Oleh karena itu,
mekanisme kejadian berkurangnya atau hilangnya sel endotel
trabecular meshwork belum dapat dijelaskan. Akibatnya,
pengobatan dan penanggulangan glaukoma sebagai salah satu
penyakit mata yang menyebabkan kebutaan utama masih belum
memberikan hasil yang memuaskan.
Jika peran ketiga sitokin tersebut dalam respons inflamasi
dan kematian sel tidak diperjelas, maka pemahaman tentang peran
ketiga sitokin tersebut tidak dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
penanggulangan proses perjalanan dan perkembangan peningkatan
tekanan bola mata pada glaukoma sudut terbuka primer. Hal ini
menyebabkan jumlah kecacatan netra akibat glaukoma sudut
17
terbuka primer dengan tekanan bola mata yang meningkat akan
tetap saja tinggi atau bahkan lebih tinggi lagi.
5) Menurut hasil penelitian Prof. Dr. Admadi Soeroso, dr., Sp.M.,
MARS
Penderita glaukoma sudut terbuka primer dengan peningkatan
tekanan bola mata, kadar sitokin TNF , IL-10 dan TGF- secara
statistik berpengaruh secara bermakna terhadap tekanan bola mata.
Pengaruh terbesar diberikan oleh TGF , diikuti oleh IL-10 dan
terakhir TNF . Sedangkan pada penderita katarak dengan tekanan
bola mata normal, ditemukan bahwa kadar sitokin TNF , IL-10
dan TGF, secara statistik tidak berpengaruh secara bermakna
terhadap tekanan bola mata.
Kenyataan tersebut menimbulkan harapan, bahwa suatu
saat dimasa mendatang dapat ditemukan atau diproduksi suatu
bahan bersifat anti ketiga sitokin tersebut (TNF-, IL-10 dan
TGF), yang diharapkan dapat menghambat laju peningkatan
tekanan bola mata pada penderita glaukoma sudut terbuka primer.
d. Gejala 2
Glaukoma sudah terbuka tidak memberi tanda-tanda dari luar.
Perjalanan penyakit perlahan-lahan dan progresif dengan merusak
papil saraf optik (ekskafasi).
Diagnosis sering baru dibuat jika dilakukan tonometri rutin pada
penderita.
Tajam penglihatan umumnya masih baik kalau keadaan belum
lanjut.
Tekanan bola mata lebih dari 24 mm Hg dan tidak terlalu tinggi
seperti pada glaukoma kronik.
Pada funduskopi ditemukan ekskavasi apabila glaukoma sudah
berlangsung lama.
18
Pemeriksaan lapangan pandang perifer tidak menunjukkan
kelainan selama gaukom masih dini, tetapi lapangan pandang
sentral sudah menunjukkan skotoma parasentral.
Pada gonioskopi akan ditemukan sudut bilik mata depan yang
lebar.
e. Pengobatan 2
Miotik:
o Pilokarpin 2 – 4%, 3 – 6 kali 1 tetes sehari (membesarkan
pengeluaran cairan mata - outflow).
o Eserin ¼ - 1%, 3 – 6 kali 1 tetes sehari (membesarkan
pengeluran cairan mata - outflow)
Simpatomimetik
Epifrine 0,5 – 2%, 1 – 2 kail 1 tetes sehari (menghambat produksi
akuos humor)
Beta-blocker
Timolol maleate 0,25 – 0,50%, 1 – 2 kali tetes sehari (menghambat
produksi akuos humor)
Carbonic anhidrase inihibitor
Asetazolamid 250 mg, 4 kali I tablet (menghambat produksi akuos
humor).]
f. Pembedahan 2
Apabila obat-obatan yang maksimal tidak berhasil menahan
tekanan bola mata dibawah 21mm Hg dan lapang pandangan terus
mundur dilakukan pembedahan.
Jenis pembedahan yang dipakai adalah trepanasi Elliot atau
pembedahan sklerotomi Scheie. Akhir-akhir ini operasi yang menjadi
populer adalah trabekulektomi. Pembedahan ini memerlukan
mikroskop.
b. Glaukoma sudut tertutup primer atau glaukoma akut
19
Glaukoma akut hanya terjadi pada mata yang sudut bilik mata
depannya memang sudah sempit dari pembawaannya. Jadi ada faktor
predisposisi yang memungkinkan terjadinya penutupan sudut bilik mata
depan. 3
Gambar 2. Glaukoma primer sudut tertutup 5
i. Faktor predisposisi
Pada bilik mata depan yang dangkal akibat lensa dekat pada iris
maka akan terjadi hambatan aliran akuos humor dari bilik mata
belakang ke bilik mata depan, yang dinamakan hambatan pupil
(pupillary block). Hambatan ini dapat menyebabkan meningkatnya
tekanan di bilik mata belakang. Pada sudut bilik depan yang tadinya
sudah sempit, dorongan ini akan menyebabkan iris menutupi jaringan
trabekulelum. Akibatnya akuos humor tidak dapat atau sukar mencapai
jaringan ini dan tidak dapat disalurkan keluar. Terjadilah glaukoma
akut sudut tertutup.2
ii. Faktor Pencetus
Peningkatan jumlah akuos humor yang mendadak di bilik mata
belakang akan mendorong iris ke depan, hingga sudut bilik mata depan
yang memang sudah sempit akan mendadak tertutup. Tidak diketahui
dengan jelas apa yang menyebabkan hal tersebut.2
20
iii. Dilatasi Pupil
Apabila pupil melebar, iris bagian tepi akan menebal. Sudut
bilik mata depan yang asalnya sudah sempit akan mudah tertutup.2
iv. Gejala
Serangan Glaukoma yang terjadi secara tiba-tiba dengan rasa
sakit hebat di mata dan di kepala, perasaan mual dengan muntah, mata
merah, tajam penglihatan sangat menurun, melihat pelangi (halo)
sekitar lampu.1
v. Tanda2
1). Kelopak mata bengkak
2). Konjungtiva Bulbi sangat hiperemik (kongestif), injeksi siliar
3). Kornea suram, udem
4). Bilik mata depan dangkal
5). Pupil tampak melebar, lonjong, miring agak vertikal
6). Reflek puil lambat atau tidak ada
vi. Pemeriksaa Penunjang 2
Tonometer schiotz tekanan intraokuler sangat meningkat. Penyulit:
1). Sinekia anterior perifer: apabila glaukoma akut tidak cepat diobati,
terjadilah perekatan antara iris bagian tepi dan jaringan trabekulum.
Akibatnya bahwa pengeluaran akuos humor lebih terhambat.
2). Katarak: Di atas permukaan kapsul, depan lensa terlihat bercak
putih sesudah suatu serangan akut. Tampaknya seperti susu yang
tertumpah di atas meja. Gambaran ini dinamakan glaukomflecke,
yang menandakan pernah terjadi serangan akut pada mata tersebut.
3). Atrofi papil saraf optik.
vii. Pengobatan 2
1). Miotik: pilokarpin 2-4% tetes mata yang diteteskan tiap menit 1
tetes selama 5 menit, kemudian disusul 1 tetes tiap jam sampai 6
jam.
2). Karbonik anhidrasi inhibiter: tablet asetazolamik 250mg, 2 tablet
sekaligus, kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet sampai 24 jam.
21
3). Obat hiperosmotik: Larutan gliserum 50% dosis 1-1,5gr /kg BB.
Untuk praktisnya dapat dipakai 1cc/kg BB.
Obat-obatan diatas dapat diberi bersama-sama, tetapi hanya
merupakan pengobatan darurat dan jangka pendek, pembedahan harus
ditetapkan.
viii. Pembedahan 2
1). Iridektomi Perifer
2). Pembedahan Filtrasi
Indikasi: pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma
akut sudah berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium
glaukoma kongestif kronik.
Repanasi Elliot: Sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm
dibuat di daerah kornea skeral, kemudian ditutup oleh konjungtiva
dengan tujuan agar akuos mengalir langsung dari bilik mata depan
ke ruang subkonjungtiva.
Sklerotomi Scheie kornea–skleral dikauteraisasi agar luka
tidak menutup lagi dengan sempurna dengan tujuan akuos mengalir
langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
Trabekulektomi yaiut dengan mengangkat trabekulum
sehingga terbentuk celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke
dalam kanal Schlemm.
VI. GLAUKOMA SEKUNDER AKIBAT TRAUMA
Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan dini
tekanan intraokular akibat perdarahan ke kamera anterior (hifema).
Darah bebas menyumbat jalinan trabekular, yang juga mengalami
edema akibat cedera. Terapi awal biasanya terapi medis, tetapi
mungkin diperlukan tindakan bedah apabila tekanan tetap tinggi.
Efek lambat cedera kontusio pada tekanan intraokular
disebabkan oleh kerusakan langsung sudut. Selang waktu antara
cedera dan timbulnya glaukoma mungkin menyamarkan hubungan
tersebut. Secara klinis, kamera anterior tampak lebih dalam
22
daripada mata yang satunya, dan gonioskopi memperlihatkan resesi
sudut. Terapi medis biasanya efektif, tetapi mungkin diperlukan
tindakan bedah.
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior
diikuti hilangnya kamera anterior. Apabila kamera tidak segera
dibentuk kembali setelah cidera, baik secara spontan dengan
inkarserasi iris ke dalam luka, atau secara bedah akan terbentuk
sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang
ireversibel.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S.: Glaukoma, Ed. kedua. Jakarta 2003, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
2. Hamurwono, G.B., dkk: Glaukoma. Ilmu Penyakit Mata PERDAMI, Ed.
Kedua. 239-262. Jakarta 2002, Sagung Seto.
3. http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=145 [14
Agustus 2009]
4. http://en.wikipedia.org/wiki/Glaucoma [14 Agustus 2009]
5. http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/12/10/glaukoma-subakut/ [14
Agustus 2009
24