34
Tutorial Klinik ILMU PENYAKIT MATA MIOPIA Disusun Oleh : Satria Adi Putra G99141062 Yohana Trissya A G99141063 Totok Siswanto G99141064 Ivan Setiawan G99141065 Ibnu Kharisman G99141066 Eksy Andhika W G99141067 Amanda Yessica A G99141068 Pembimbing : dr. Raharjo Kuntoyo, SpM. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2015

Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Miopia, matane, rsdm, koas

Citation preview

Page 1: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Tutorial Klinik

ILMU PENYAKIT MATA

MIOPIA

Disusun Oleh :

Satria Adi Putra G99141062

Yohana Trissya A G99141063

Totok Siswanto G99141064

Ivan Setiawan G99141065

Ibnu Kharisman G99141066

Eksy Andhika W G99141067

Amanda Yessica A G99141068

Pembimbing :

dr. Raharjo Kuntoyo, SpM.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Nn. S

Umur : 26 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan

Alamat : Banjarsari, Surakarta

Tgl pemeriksaan : 23 September 2015

No. RM : 0129xxxx

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama : pusing berputar

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan pusing sejak ± 1 bulan lalu. Pusing

dirasakan terus menerus. Pusing dirasakan makin memberat saat pasien bekerja

di depan komputer. Pasien merasa bahwa pusing tidak berkurang dengan

pemberian obat yang dibelinya di warung. Selain pusing, pasien juga mulai

merasakan pandangan mata kabur untuk melihat jarak jauh. Hal ini sudah

dirasakan pasien semenjak ± 6 bulan yang lalu. Pasien pernah menggunakan

kacamata dan pandangannya dirasakan membaik. Namun 3 bulan yang lalu

kacamata pasien hilang sehingga pasien tidak menggunakan kacamata,

kemudian pandangan dirasakan semakin kabur. Pandangan kabur tidak disertai

dengan bayangan double, pandangan menyempit maupun rasa silau. Pasien

tidak mengeluh adanya mata merah, nrocos, blobokan, nyeri pada daerah

sekitar mata dan mata gatal.

Page 3: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

C. Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat keluhan serupa : disangkal

• Riwayat infeksi / iritasi mata : disangkal

• Riwayat trauma : disangkal

• Riwayat mata merah : disangkal

• Riwayat operasi mata : disangkal

• Riwayat asma : disangkal

• Riwayat alergi : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

• Riwayat keluhan serupa : disangkal

• Riwayat infeksi / iritasi mata : disangkal

• Riwayat asma : disangkal

• Riwayat alergi : disangkal

E. Kesimpulan Anamnesis

OD OS

Proses proses refraksi proses refraksi

Lokalisasi media refrakta media refrakta

Perjalanan kronis kronis

Komplikasi - -

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Kesan umum

Keadaan umum baik, GCS E4V5M6, gizi kesan cukup

Tekanan darah = 110/70 mmHg Nadi = 88x/menit

Frekuensi napas = 18x/menit Suhu= afebril

Page 4: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

B. Pemeriksaan subyektif

OD OS

Visus sentralis jauh 6/10 6/15

Pinhole 6/6 6/6

Refraksi S-0,50 S-0.75

Visus sentralis dekat 30/30 30/30

Koreksi - -

Visus Perifer

Konfrontasi test dalam batas normal dalam batas normal

Proyeksi sinar tidak dilakukan tidak dilakukan

Persepsi warna tidak dilakukan tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Obyektif

1. Sekitar mata

Tanda radang tidak ada tidak ada

Luka tidak ada tidak ada

Parut tidak ada tidak ada

Kelainan warna tidak ada tidak ada

Kelainan bentuk tidak ada tidak ada

2. Supercilium

Warna hitam hitam

Tumbuhnya normal normal

Kulit sawo matang sawo matang

Geraknya dalam batas normal dalam batas normal

3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita

Heteroforia tidak ada tidak ada

Strabismus tidak ada tidak ada

Pseudostrabismus tidak ada tidak ada

Page 5: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Exophtalmus tidak ada tidak ada

Enophtalmus tidak ada tidak ada

Anopthalmus tidak ada tidak ada

4. Ukuran bola mata

Mikrophtalmus tidak ada tidak ada

Makrophtalmus tidak ada tidak ada

Ptisis bulbi tidak ada tidak ada

Atrofi bulbi tidak ada tidak ada

Buftalmus tidak ada tidak ada

Megalokornea tidak ada tidak ada

5. Gerakan Bola Mata

Temporal superior dalam batas normal dalam batas normal

Temporal inferior dalam batas normal dalam batas normal

Temporal dalam batas normal dalam batas normal

Nasal dalam batas normal dalam batas normal

Nasal superior dalam batas normal dalam batas normal

Nasal inferior dalam batas normal dalam batas normal

6. Kelopak Mata

Gerakannya dalam batas normal dalam batas normal

Lebar rima 10 mm 10 mm

Pseudoptosis tidak ada tidak ada

Benjolan tidak ada tidak ada

Nyeri tekan tidak ada tidak ada

Tepi kelopak mata

Oedem tidak ada tidak ada

Margo intermarginalis tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Entropion tidak ada tidak ada

Ekstropion tidak ada tidak ada

Page 6: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

7. Sekitar saccus lakrimalis

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

8. Sekitar Glandula lakrimalis

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

9. Tekanan Intra Okuler

Palpasi kesan normal kesan normal

Tonometer Schiotz tidak dilakukan tidak dilakukan

10. Konjungtiva

Konjungtiva palpebra superior

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

Konjungtiva palpebra inferior

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

Konjungtiva Fornix

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

Konjungtiva Bulbi

Pterigium tidak ada tidak ada

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

Injeksi konjungtiva tidak ada tidak ada

Page 7: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Caruncula dan Plika Semilunaris

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

11. Sklera

Warna putih putih

Penonjolan tidak ada tidak ada

12. Kornea

Ukuran 12 mm 12 mm

Limbus jernih jernih

Permukaan rata, mengkilat rata, mengkilat

Sensibilitas normal normal

Keratoskop (Placido) tidak dilakukan tidak dilakukan

Fluoresin Test tidak dilakukan tidak dilakukan

Arcus senilis tidak ada tidak ada

13. Kamera Okuli Anterior

Isi jernih jernih

Kedalaman dalam dalam

14. Iris

Warna coklat coklat

Gambaran spongious spongious

Bentuk bulat bulat

Sinekia tidak ada tidak ada

15. Pupil

Ukuran 3 mm 3 mm

Bentuk bulat bulat

Tempat sentral sentral

Reflek direct (+) (+)

Reflek indirect (+) (+)

Page 8: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Reflek konvergensi (+) (+)

16. Lensa

Ada/tidak ada ada

Kejernihan jernih jernih

Letak sentral sentral

Shadow test (-) (-)

17. Korpus vitreum

Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

OD OS

Visus sentralis jauh 6/10 6/15

Pinhole 6/6 -

Refraksi S -0,50 S-0,75

Visus sentralis dekat 30/30 30/30

Koreksi - -

Sekitar mata dalam batas normal dalam batas normal

Supercilium dalam batas normal dalam batas normal

Pasangan bola mata dalam batas normal dalam batas normal

dalam orbita

Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normal

Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal

Palpebra superior dalam batas normal dalam batas normal

Palpebra inferior dalam batas normal dalam batas normal

Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal

Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal

Tekanan intra okuler kesan normal kesan normal

Konjunctiva bulbi dalam batas normal dalam batas normal

Sklera dalam batas normal dalam batas normal

Page 9: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Kornea dalam batas normal dalam batas normal

Camera oculi anterior dalam batas normal dalam batas normal

Iris dalam batas normal dalam batas normal

Pupil dalam batas normal dalam batas normal

Lensa dalam batas normal dalam batas normal

Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan

a. b

Gambar. 1 Dokumentasi pasien: a). Occuli dextra; b). Occuli sinistra

VI. DIAGNOSIS

o Okuli Dextra et Sinistra Miopia

VII. DIAGNOSIS BANDING

o Glaukoma simpleks

VIII. PLANNING

o Koreksi kacamata

VII. TERAPI

Koreksi dengan kaca mata lensa kanan S -0,50 dan kiri S -0,75

Page 10: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

VIII. PROGNOSIS

OD OS

Ad vitam bonam bonam

Ad sanam bonam bonam

Ad kosmetikum bonam bonam

Ad fungsionam bonam bonam

Page 11: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

TINJAUAN PUSTAKA

AMETROPIA

A. Anatomi Media Penglihatan

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata.

Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya

bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media

penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut

sebagai mata emetropia dan akan menempatakan bayangan benda tepat diretinanya

pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

1. Kornea

Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah bagian selaput mata yang

tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah

depan. Kornea memiliki diameter horizontal 11-12 mm dan berkurang menjadi

9-11 mm secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa rata-rata

mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi.

Kornea memiliki tiga fungsi utama:

a. Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air

mata prekornea.

b. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.

c. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu

penampilan optikal.

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:

a. Epitel

Page 12: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk

yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel

gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda mi

terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan

menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di

sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan

macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan

glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat

kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

b. Membrana Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian

depan stroma.Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

c. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar

satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur

sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya

kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai

15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan

fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit

membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio

atau sesudah trauma.

d. Membrana Descement

Page 13: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat

elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

e. Endotel

Berasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-

40 um. Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom

dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf

siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Kornea bersifat avaskuler, mendapat

nutrisi secara difus dari humor aqous dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari

kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen

yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer menerima oksigen

secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior.

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem

pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema

kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian

mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan

sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri

pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea

disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.

2. Cairan mata

Cairan mata atau humor akuos diproduksi oleh prosesus siliaris. Badan

siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot

siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi; jika otot-

otot ini berkontraksi ia menarik proses siliaris dan koroid ke depan dan ke

dalam, mengendorkan zonula Zinn sehingga lensa menjadi lebih cembung.

3. Lensa

Page 14: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat

tembus cahaya yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadi akomodasi.

Lensa berbentuk cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang.

Pada keadaan normal, cahaya atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa

mata, kemudian akan diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan cahaya atau

gambar tadi akan diubah menjadi sinyal / impuls yang akan diteruskan ke otak

melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan diterjemahkan sehingga dapat

dipahami.

Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di

dalam kapsul lensa. Epitel lensa membentuk serat lensa secara terus-menerus

sehingga mengakibatkan memadatnya serat di bagian sentral sehingga

membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang

paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang paling tua. Di bagian luar nukleus

terdapat serat yang lebih muda disebut korteks lensa. Korteks yang terletak di

sebelah depan nukleus disebut korteks anterior, sedangkan yang di belakang

nukleus disebut korteks posterior. Nukleus memiliki konsistensi yang lebih

keras dibandingkan korteks. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat Zonula

Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh equatornya pada badan siliar.

Secara fisiologik, lensa memiliki sifat tertentu:

a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi

untuk menjadi cembung

b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan

c. Terletak di tempatnya

Keadaan patologik lensa dapat berupa:

a. Kekenyalan berkurang pada orang tua sehingga mengakibatkan presbiopi

b. Keruh atau disebut katarak

c. Tidak berada di tempatnya atau subluksasi atau luksasi

Page 15: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

4. Badan kaca

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak

antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata.

Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air.

Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu

mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk

meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu

jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata,

pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak

terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya

kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada

pemeriksaan oftalmoskopi.

B. Kelainan Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata.

Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya

bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media

penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut

sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di

retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat

jauh.

Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti pungtum proksimum

yang merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan

jelas. Pungtum remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat

melihat dengan jelas, yang merupakan titik dalam ruang yang berhubungan

dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia, pungtum remotum

terletak di depan mata.

Page 16: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Emetropia adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar atau jauh

dibiaskan atau difokuskan oleh sistem optik mata tepat pada daerah makula lutea

tanpa melakukan akomodasi. Pada mata emetropia, terdapat keseimbangan antara

kekuatan pembiasan sinar dengan panjangnya bola mata. Keseimbangan dalam

pembiasan sebagin besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea

serta panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat

dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa memegang peranan terutama

pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat.

Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan

pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan

panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat

terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia.

Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana mata

yang dalam keadaan tanpa akomodasi atau istirahat memberikan bayangan sinar

sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan

dalam bentuk-bentuk kelainan seperti miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun

dekat), dan astigmatisme (silinder). Kelainan lain pada pembiasan mata normal

adalah gangguan perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat

berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan

akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut

presbiopia.

Page 17: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Gambar 2. Pembiasan cahaya pada mata normal dan mata dengan kelainan refraksi.

Bentuk ametropia pada kelainan refraksi meliputi ametropia aksial,

ametropia refraktif, dan ametropia kurvatur.

Ametropia aksial adalah ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola

mata lebih panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di

depan atau dibelakang retina. Pada miopia aksial, fokus akan terletak di depan

retina karena bola mata lebih panjang. Sedangkan pada hipermetropia aksial,

fokus bayangan terletak di belakang retina. Kekuatan refraksi mata ametropia

aksial adalah normal.

Ametropia indeks refraktif adalah ametropia akibat kelainan indeks refraksi

media penglihatan. Sehingga walaupun panjang sumbu mata normal, sinar

terfokus di depan (miopia) atau di belakang retina (hipermetropia). Kelainan

indeks refraksi ini dapat terletak pada kornea atau pada lensa (cembung, diabetik).

Ametropia kurvatur disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak

normal sehingga terjadi perubahan pembiasan sinar. Kecembungan kornea yang

lebih berat akan mengakibatkan pembiasan lebih kuat sehingga bayangan dalam

mata difokuskan di depan bintik kuning sehingga mata ini akan menjadi mata

miopia atau rabun jauh. Sedangkan kecembungan kornea yang lebih kurang atau

merata (flat) akan mengakibatkan pembiasan menjadi lemah sehingga bayangan

Page 18: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

dalam mata difokuskan dibelakang bintik kuning dan mata ini menjadi

hipermetropia atau rabun dekat.

C. Miopia

Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan

sinar yang berlebihan sehingga sinar yang datang dibiaskan di depan retina (bintik

kuning). Miopia adalah sebuah keadaan dimana terjadi perbedaan antara

kekuatan pembiasan dan panjang aksial mata sehingga sinar cahaya yang

masuk ke bola mata berkumpul atau terkonvergensi di titik fokus di depan

atau anterior dari retina. Pada miopia, titik fokus sistem optik media

penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal ini disebabkan sistem optik

(pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata yang terlalu panjang,

miopia aksial atau sumbu. Tajam penglihatan padaa miopia selalu kurang dari 5/5.

Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih

dapat dilihat dengan jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau

berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia

konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, penderita akan terlihat juling ke

dalam atau esotropia.

Gambar 3. Refraksi mata pada miopia

Page 19: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Ada berbagai klasifikasi untuk miopia, yaitu klasifikasi berdasarkan

gambaran klinis, derajat miopia, dan usia saat terkena miopia (Tabel 1).

Pada mata dengan simple myopia, status refraksinya tergantung pada

kekuatan optik dari kornea dan lensa kristalin, dan panjang aksial mata. Pada

mata emetropik, panjang aksial dan kekuatan optik adalah berbanding terbalik.

Mata dengan kekuatan optik yang lebih besar dari rata-rata dapat menjadi

emetropik jika panjang aksialnya lebih pendek dari rata-rata, begitu juga mata

dengan kekuatan optik yang lebih rendah jika panjang aksialnya lebih panjang

dari rata-rata.

Mata dengan simple myopia adalah mata normal yang memiliki panjang

aksial yang terlalu panjang untuk kekuatan optiknya, atau kekuatan optiknya

terlalu besar untuk panjang aksialnya. Simple myopia, yang merupakan tipe yang

paling sering terjadi daripada tipe lainnya, biasanya kurang dari 6 dioptri (D).

Page 20: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Pada banyak pasien biasanya kurang dari 4 atau 5 D. Astigmatisme dapat terjadi

pada konjungsi dengan simple myopia.

Nocturnal myopia hanya terjadi pada penerangan yang kurang atau gelap.

Hal ini dikarenakan meningkatnya respon akomodasi sehubungan dengan

sedikitnya cahaya yang ada.

Pseudomyopia merupakan hasil dari peningkatan kekuatan refraksi okular

akibat overstimulasi terhadap mekanisme akomodasi mata atau spasme siliar.

Disebut pseudomyopia karena pasien hanya menderita miopia karena respon

akomodasi yang tidak sesuai.

Miopia yang berat yang berhubungan dengan perubahan degeneratif pada

segmen posterior mata disebut degenerative atau pathological myopia. Perubahan

degeneratif dapat menyebabkan fungsi penglihatan yang abnormal, seperti

perubahan lapangan pandang. Retinal detachment dan glaukoma adalah sekuele

yang biasa terjadi.

Induced myopia adalah akibat terpapar oleh berbagai obat-obatan, kadar

gula darah yang bervariasi, nuklear sklerosis pada lensa kristalin, atau kondisi

ganjil lainnya. Miopia ini seringnya bersifat sementara dan reversibel.

Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:

1. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa

2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya bola mata

3. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat

mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia

pernisiosa = miopia degeneratif

Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau

kekuatan pembiasan media refraksi terlalu besar. Penyebab miopia adalah sumbu

jarak (jarak kornea-retina) terlalu panjang, dinamakan miopia sumbu. Daya bias

kornea, lensa atau akuous humor terlalu kuat, dinamakan miopia pembiasan.

Page 21: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Terdapat dua pendapat yang menerangkan faktor resiko terjadinya miopia,

yaitu yang berhubungan dengan faktor herediter atau keturunan dan lingkungan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi miopia pada anak yang kedua

orang tuanya menderita miopia adalah sebesar 33-60%. Pada anak yang salah satu

orang tuanya menderita miopia, prevalensinya adalah 23-40%. Kebanyakan

penelitian menemukan bahwa anak yang kedua orang tuanya tidak menderita

miopia, hanya 6-15% yang menderita miopia. Perbedaan prevalensi ini

menunjukkan bahwa riwayat orang tua memang berperan pada kejadian miopia

bahkan pada anak pada beberapa tahun pertama sekolahnya.

Pada beberapa studi cross-sectional di Denmark, Israel, Amerika, dan

Finlandia menunjukkan prevalensi miopia yang lebih tinggi pada individu dengan

pendidikan yang lebih tinggi. Penelitian lain menujukkan adanya hubungan antara

miopia dengan inteligensi dan status sosioekonomi.

Faktor resiko yang lain yang telah diteliti mungkin berperan pada kejadian

miopia dan perkembangannya yaitu prematuritas, berat badan lahir rendah

(BBLR), tinggi badan, kepribadian, dan malnutrisi. Ada bukti yang kuat tentang

hubungan prematuritas dan BBLR dengan miopia, tetapi belum ada bukti yang

meyakinkan tentang hubungan miopia dengan tinggi badan, kepribadian, atau

malnutrisi.

Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan

bayangan benda tepat diretinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi

atau istirahat melihat jauh. Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya

kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal. Pada mata ini daya

bias mata adalah normal, dimana sinar jauh difokuskan sempurna di daerah

makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada

makula lutea disebut ametropia.

Mata memiliki media penglihatan berupa kornea, lensa, dan badan mata.

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oelh dataran depan dan

kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya

Page 22: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan

membiasakan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat

benda-benda yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea atau

adanya perubahan panjang bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada

makula.

Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau

kekuatan pembiasan refraksi terlalu kuat. Pada miopia, cahaya yang masuk ke

mata akan jatuh di depan retina sedangkan pada mata normal atau emetrop cahaya

akan jatuh tepat pada retina. Hal ini berarti bahwa tidak ada gambaran tajam yang

diterima oleh retina ketika mata melihat benda dalam jarak yang jauh. Pada miopia

dapa dikenal beberapa bentuk miopia seperti:

1. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi

pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga

pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia

yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang

terlalu kuat.

2. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan

kelengkungan kornea dan lensa yang normal.

Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli

seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer, dengan miopik kresen

pada papil saraf optik.

Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata

sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.

Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat

bahkan terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur (rabun jauh). Seseorang

dengan miopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah

aberasi sferis atau mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien biasanya juga

mengeluhkan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak mata

yang sempit. Kadang-kadang terlihat bakat untuk menjadi juling. Hal ini

Page 23: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

dikarenakan pasien miopia mempunyi pungtum remotum yang dekat sehingga

mata selalu dalam atau keadaan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan

astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan

terlihat juling ke dalam atau esotropia.

Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen, yaitu gambaran bulan

sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, yang terdapat pada

daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid. Pada mata

dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti

degenerasi makula dan retina bagian perifer.

Diagnosa miopia ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan hasil

pemeriksaan refraksi. Pasien dengan miopia akan memiliki penglihatan jarak

dekat yang sangat bagus. Namun pada saat melihat jarak jauh, pasien akan

berusaha mengkoreksi pandangannya dengan mengecilkan pupilnya dengan

menyipitkan matanya.

Pengobatan pada miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif

terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila

pasien dikoreksi dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian

juga bila diberikan S-3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi S-3,0 agar

dapat memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi. Pada miopia

tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction. Lensa

kontak dapat dipergunakan pada penderita miopia. Pada saat ini telah terdapat

berbagai cara pembedahan pada miopia seperti keratotomi radial (radial

keratotomy - RK), keratektomi fotorefraktif (Photorefraktive Keratectomy -

PRK), danl laservasisted in situ interlamelar keratomilieusis (Lasik).

Page 24: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Gambar 4. koreksi miopia

Penyulit yang timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi

retina dan juling. Pasien miopia memliki pungtum remotum yang dekat sehingga

mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan

keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita

akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.. Bila terdapat juling ke luar, mungkin

fungsi salah satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.

Mata dengan miopia tinggi akan didapatkan kelainan pada fundus okuli pada

saat pemeriksaan funduskopi seperti degenerasi makula dan degenerasi retina

bagian perifer. Miopia maligna berpotensi terjadinya ablasi retina dan kebutaan.

Miopia progesif ditandai dengan penipisan pada sklera. Pemanjangan dari

bola mata akan menyebabkan pergeseran sumbu mata. Hal ini juga merangsang

terjadinya esotropia. Ruang anterior mata pun menjadi dalam. Atrofi otot siliaris

juga sering terjadi karena hampir tidak digunakan pada mata miopia. Pada

miopia, volume badan vitreous terlalu kecil untuk mata yang besar, hal ini dapat

menyebabkan terjadinya kolaps yang berdampak pada terjadinya vitreous

opacification dimana pasien merasakan ada sesuatu yang melayang.

Page 25: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

D. Hipermetropia

Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.

Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana

sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di

belakang makula lutea.

Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih

pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan dfokuskan di

belakang retina.

Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas:

1. Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi akibat

bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.

2. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang

sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.

3. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang

pada sistem optik mata.

Secara klinis, hipermetropia terbagi dalam 3 kategori:

1. Simple hyperopia, karena variasi normal biologis, bisa disebabkan oleh

panjang sumbu aksial mata ataupun karena refraksi.

2. Pathological hyperopia, disebabkan anatomi mata yang abnormal karena

gagal kembang, penyakit mata, atau karena trauma.

3. Functional hyperopia adalah akibat dari paralisis akomodasi.

Hipermetropia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat kelainan

refraksinya, yaitu:

1. Hipermetropia ringan (≤ +2,00 D)

2. Hipermetropia sedang (+2,25 - +5,00 D)

3. Hipermetropia berat (≥+5,00 D)

Terdapat berbagai gambaran klinik hipermetropia seperti:

Page 26: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

1. Hipermetropia manifes, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan

kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan

normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut

ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes

didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat

dengan koreksi kacamata maksimal.

2. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi

dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang

hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal

tanpa kacamata. Bila diberikan kacamata positif yang memberikan

penglihatan normal, maka otot akomodasinya akan mendapatkan

istirahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga

akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.

3. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan

akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.

Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan

hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak

memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai

hipermetropi absolut.

4. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia

(atau dengan otot yang melemahkan akomodasi) diimbangi

seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat

diukur bila diberikan siklopegia. Makin muda makin besar

komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan

terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi

hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia

absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan

Page 27: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien muda dan daya

akomodasinya masih kuat.

5. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah

diberikan siklopegia.

Gejala yang ditemukan pada hipermetropia yaitu sakit kepala terutama di

daerah dahi atau frontal, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda.

Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya

lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau

memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah

makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus-menerus

berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata

akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam.

Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat

mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila

terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi

ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir ke arah

temporal.

Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena

matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan

jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama

pada usia yang lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca.

Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.

Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas

adalah mata lelah, sakit kepala, dan penglihatan kabur bila melihat dekat.

Pada usia lanjut, seluruh titik fokus akan berada di belakang retina karena

berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.

Page 28: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes

dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang

memberikan tajam penglihatan normal (6/6).

Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi

hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka

diberikan kacamata koreksi positif kurang. Tidak ada pembedahan yang dapat

bertahan untuk mengatasi hipermetropia. RK dan PRK dicoba untuk merubah

permukaan kornea dengan hipermetropia.

Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah

esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien

selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi

otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.

E. Astigmatisme

Astigmatisme adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak

dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga

fokus pada retina tidak pada satu titik. Umumnya setiap orang memiliki

astigmatisme ringan.

Pada astigmatisme dapat dilihat berbagai faktor di bawah ini:

1. Lengkungan jari-jari pada satu meridian kornea lebih panjang dibanding

jari-jari meridian yang tegak lurus padanya.

2. Pembiasan sinar pada mata tidak sama pada semua bidang atau meridian.

3. Astigmatisme disebabkan karena pembiasan sinar yang tidak sama pada

berbagai sumbu penglihatan mata.

4. Keadaan dimana terjadi mata lebih rabun jauh pada salah satu sumbu

(misal 90 derajat) dibanding sumbu lainnya (180 derajat).

Astigmatisme merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur,

makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmatisme mata tersebut.

Page 29: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Astigmatisme biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir. Astigmatisme

biasanya berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak

terjadi perubahan selama hidup.

Pada usia pertengahan, kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga

astigmatisme menjadi astigmatism against the rule (astigmatisme tidak lazim).

Astigmatisme juga dapat terjadi akibat jaringan parut pada kornea atau

setelah pembedahan mata. Jahitan yang terlalu kuat pada bedah mata dapat

mengakibatkan perubahan pada permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan

dan pengenduran jahitan pada kornea maka dapat terjadi astigmatisme akibat

terjadi perubahan kelengkungan kornea.

Dikenal beberapa bentuk astigmatisme seperti astigmatisme regular dan

astigmatisme iregular.

Astigmatisme regular adalah suatu keadaan refraksi dimana terdapat dua

kekuatan pembiasan yang saling tegak lurus pada sistem pembiasan mata. Hal ini

diakibatkan kornea yang mempunyai daya bias berbeda-beda pada berbagai

meridian permukannya. Astigmatisme ini memperlihatkan kekuatan pembiasan

bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke

meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisme regular dengan

bentuk teratur dapat berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran.

Astigmatisme iregular yaitu astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2

meridian saling tegak lurus. Astigmatisme ireguler dapat terjadi akibat

kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan

menjadi iregular. Astigmatisme iregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan

distrofi, atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.

Astigmatisme lazim (astigmat with the rule) adalah suatu keadaan kelainan

refraksi astigmatisme regular dimana koreksi dengan silinder negatif dengan

sumbu horizontal (45-90 derajat). Keadaan ini lazim didapatkan pada anak atau

orang muda akibat perkembangan normal dari serabut-serabut kornea.

Page 30: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

Astigmatisme tidak lazim (astigmat against the rule) adalah suatu keadaan

kelainan refraksi astigmatisme regular dimanana koreksi dengan silinder negatif

dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder positif

sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan

kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea

vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Seseorang dengan astigmatisme akan memberikan keluhan seperti:

1. Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik

2. Melihat ganda dengan satu atau kedua mata

3. Melihat benda yang bulat menjadi lonjong

4. Pada astigmatisme, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat

5. Bentuk benda yang dilihat berubah

6. Mengecilkan celah kelopak mata

7. Sakit kepala

8. Mata tegang dan pegal

9. Mata dan fisik lelah

10. Astigmatisme tinggi (4 – 8 D) yang selalu melihat kabur sering

mengakibatkan ambliopia.

Untuk memperbaiki kelainan astigmatisme diberikan lensa silinder dengan

cara coba-coba, cara pengabur, ataupun cara silinder bersilang. Pengobatan

astigmatisme iregular dengan lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa

kontak lembut bila disebabkan infeksi, trauma, dan distrofi untuk memberikan

efek permukaan yang regular.

Pemeriksaan mata dengan astigmatisme dipergunakan alat berikut:

1. Cakram Placido, alat yang memproyeksikan sel lingkaran konsentris

pada permukaan kornea. Dengan alat ini dapat dilihat kelengkungan

Page 31: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

kornea yang regular (konsentris), iregular kornea, dan adanya

astigmatisme kornea.

2. Juring atau kipas astigmatisme, yaitu garis berwarna hitam yang disusun

radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih,

dipergunakan untuk pemeriksaan subjektif ada dan besarnya

kelainan refraksi astigmatisme.

Selain itu, untuk menentukan adanya astigmatisme terlebih dahulu

dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen. Periksa kelainan

refraksi miopia atau hipermetropia yang ada. Untuk mengetahui kelengkungan

setiap meridian kornea dilakukan dengan keratometri, dengan mengingat hukum

Javal. Hukum Javal untuk keratometer, dimana disebut pada setiap penilaian

keratometer harus diingat:

1. Pada astigmat with the rule (penderita dengan silinder minus sumbu

180°), tambahkan astigmatisme yang ditemukan dengan 25% dan

kurangi dengan 0,50 D untuk koreksi astigmatismenya.

2. Pada astigmat against the rule (penderita dengan silinder minus sumbu

90°), tambahkan astigmatisme yang ditemukan dengan 25% dan

tambahkan dengan 0,50 D untuk koreksi atigmatismenya.

Tindakan bedah refraksi yang dapat dilakukan pada penderita astigmatisme

yaitu Lasik, PRK, dan Lasek (laser-assisted subepithelial keratomileusis).

F. Presbiopia

Presbiopia yaitu hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan

proses penuaan pada semua orang. Seseorang dengan mata emetropik (tanpa

kesalahan refraksi) akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil

atau membedakan benda-benda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar

44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya yang temaram dan biasanya

lebih nyata pada pagi hari atau apabila subyek lelah. Banyak orang mengeluh

Page 32: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

mengantuk apabila membaca. Gejala-gejala ini meningkat sampai usia 55 tahun,

kemudian stabil tetapi menetap.

Presbiopia terjadi akibat lensa makin keras sehingga elastisitasnya

berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya kontraksinya

berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran zonula Zinn yang sempurna. Pada

keadaan ini maka diperlukan kacamata bifokus, yaitu kacamata untuk melihat

jauh dan dekat.

Pada mata normal, maka pada saat melihat jauh mata tidak melakukan

akomodasi. Pada waktu melihat dekat maka mata akan mengumpulkan sinar ke

daerah retina dengan melakukan akomodasi.

Penderita miopia akan memberikan keluhan setelah membaca, yaitu berupa

mata lelah, berair, dan sering terasa pedas. Sering memerlukan sinar yang lebih

terang untuk membaca. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, sukar

mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat terutama malam hari.

Presbiopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengejar daya

fokus lensa yang hilang. Lensa plus dapat digunakan dalam beberapa cara.

Kacamata baca memiliki koreksi dekat di seluruh bukaan kacamata, sehingga

kacamata tersebut baik untuk membaca tetapi membuat benda-benda jauh

menjadi kabur. Untuk mengatasi gangguan ini, dapat digunakan kacamata separuh

yaitu kacamata yang bagian atasnya terbuka dan tidak dikoreksi untuk

penglihatan jauh. Kacamata bifokal melakukan hal serupa tetapi memungkinkan

koreksi kesalahan refraksi yang lain. Kacamata trifokal memperbaiki penglihatan

jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat

di segmen bawah. Lensa progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang,

dan jauh tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif bukan bertingkat.

Pada pasien presbiopia ini diperlukan kacamata baca atau adisi untuk

membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya:

+ 1.0 D untuk usia 40 tahun

+ 1.5 D untuk usia 45 tahun

Page 33: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

+ 2.0 D untuk usia 50 tahun

+ 2.5 D untuk usia 55 tahun

+ 3.0 D untuk usia 60 tahun

Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan

jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga

angka di atas tidak merupakan angka yang tetap.

Page 34: Preskes Mata Dengan Dr Rahardjo SpM

DAFTAR PUSTAKA

1. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology

17th ed. USA Appleton & Lange; 2008. p. 126-49

2. Lang GK.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 432-437

3. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi

ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13.

4. Ilyas S, Mailangkay, Saman R, Simarmata M, Widodo P. 2002. Optik dan

refraksi. Dalam: Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa

kedokteran Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto. H.41-47

5. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T,

Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2008.

P.8-10

6. Ilyas S. Tajam penglihatan dan kelainan refraksi penglihatan warna. Dalam :

Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008.

H.64-78-13.

7. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 1995: 14: 45