Upload
ariloveatika
View
245
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
presentasi kasus
Citation preview
PRESENTASI KASUSSKIZOFRENIA PARANOIDDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran JiwaRumah Sakit Jiwa Grhasia D.I. Yogyakarta
Disusun Oleh :
Ari Irawan20090310219Diajukan Kepada:
dr. Sulasmi, Sp.KJ
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWARUMAH SAKIT JIWA GRHASIAFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
HALAMAN PENGESAHANPRESENTASI KASUS
SKIZOFRENIA PARANOIDTelah dipresentasikan pada tanggal:18 Maret 2015Bertempat di RSJ Grhasia D.I. YogyakartaDisusun oleh:
Ari Irawan20090310219Disahkan dan disetujui oleh:
Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran JiwaRSJ Grhasia
dr. Sulasmi, Sp.KJKATA PENGANTARAssalamualaikum Wr.WbPuji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus Skizofrenia Paranoid.
Presentasi kasus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak ternilai kepada:1. dr. Sulasmi, Sp.KJ selaku dosen pembimbing bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSJ Grhasia yang telah mengarahkan dan membimbing dalam menjalani stase Ilmu Kedokteran Jiwa serta dalam penyusunan presentasi kasus ini.
2. Perawat bangsal RSJ Grhasia.3. Rekan-rekan Co-Assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
4. Dan seluruh pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian presentasi kasus ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.Dalam penyusunan presentasi kasus ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi kesempurnaan penyusunan presus di masa yang akan datang.Wassalamualaikum Wr.Wb
Yogyakarta, 18 Maret 2015 Ari IrawanDAFTAR ISIiHALAMAN JUDUL
iiHALAMAN PENGESAHAN
iiiKATA PENGANTAR
ivDAFTAR ISI
BAB I5LAPORAN KASUS
5I. IDENTITAS
5II. ANAMNESIS
9III.PEMERIKSAAN FISIK
9IV.PEMERIKSAAN LABORATORIUM
10V. STATUS PSIKIATRI
10VI.RANGKUMAN DATA
10VII.DIAGNOSIS BANDING
10VIII.DIAGNOSIS
11IX.TERAPI
11X. PROGNOSIS
BAB II12TINJAUAN PUSTAKA
121.Definisi
122.Etiologi
133.Penegakkan Diagnosa
154.Tipe tipe skizofrenia berdasarkan PPDGJ III
195.Penatalaksanaan
226.Prognosis
BAB III24PEMBAHASAN
25DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LAPORAN KASUSI. IDENTITAS
Nama : Tn. TWJenis kelamin: Laki-lakiUmur: 30 tahun
Agama: Islam
Pendidikan: SLTAPekerjaan : Tidak adaAlamat
: Permata Indah Sidoarum, Godean, Sleman, D.I. Yogyakarta.No RM: 0075620Masuk RS : 4 Maret 2015II. ANAMNESIS
Alloanamnesis diperoleh dari :
Narasumber1
NamaNy. U
AlamatGodean, Sleman
PendidikanS1
PekerjaanApoteker
Umur34 tahun
HubunganKakak Kandung
Lama KenalSejak Lahir
Sifat KenalAkrab, beda rumah
II.1 Sebab Dibawa ke Rumah Sakit (Keluhan Utama) Alloanamnesis
Pasien dibawa ke IGD RSJ Grhasia dari panti sosial pusat rehabilitasi diantar bersama kakak kandungnya pada tanggal 4 Maret 2015 karena terjadi peningkatan gejala berupa mengamuk, gelisah, bingung, dan bicara sendiri. II.2Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) + 5 hari SMRS pasien sempat berada di panti sosial pusat rehabilitasi, mengalami peningkatan gejala berupa mengamuk, gelisah, bingung, dan bicara sendiri. 2 tahun yang lalu kakak kandung pasien mulai menyadari jika pasien tampak mengalami perubahan yaitu suka berbicara sendiri dan kalau diajak berbicara terkadang ngelantur. Sejak tahun 2010 pasien tinggal sendiri di Jakarta karena kedua orang tuanya telah meninggal, sedangkan kakaknya sudah lama tinggal di Yogyakarta. Di Jakarta pasien sendirian dan tidak ada keluarga yang menemani, pasien bekerja tidak tetap mulai dari kuli bangunan sampai pelayan di rumah makan karena kesulitan beradaptasi. Riwayat keseharian pasien dan pergaulannya di Jakarta tidak diketahui oleh kakaknya. Sejak 1 bulan yang lalu pasien tinggal dengan kakaknya di Yogyakarta karena rumah di Jakarta direnovasi, di rumah kakaknya pasien merasa gelisah, bingung, dan berbicara sendiri sehingga pasien dibawa kakaknya ke panti sosial pusat rehabilitasi. Di tempat tersebut pasien mendapat tes untuk riwayat penggunaan NAPZA, dan hasilnya negatif. Akibat gejala pasien yang gelisah, mengamuk dan sering berbicara sendiri, pasien dipindah ke RSJ Grhasia. II.3Anamnesis Sistem
1. Sistem Saraf Pusat
: Nyeri kepala (-), kejang (-), demam (-).
2. Sistem Kardiovaskular : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-).3. Sistem Respirasi
: Sesak nafas (-), batuk (-).4. Sistem Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), kembung (-), nyeri
perut (-), diare (-).
5. Sistem Urogenital
: BAK normal, nyeri kemih (-).
6. Sitem Muskoloskeletal: Gerak bebas aktif (+).7. Sistem Integumentum: Suhu raba hangat (+), ikterik (-).
Kesimpulan : Tidak ditemukan adanya kelainan pada fungsi fisiologis yang berhubungan dengan keluhan utama yang dialami pasien.
II.4Hal-hal yang Mendahului Penyakit
II.4.1Faktor OrganikPasien tidak memiliki riwayat kejang, demam tinggi, dan trauma sebelumnya. II.4.2Faktor Psikososial (stressor psikososial)
Tidak ada informasi.II.5Riwayat Penyakit Dahulu + 1 tahun yang lalu pasien sempat terkena TB Paru, dan menjalani pengobatan sampai tuntas. Riwayat pengobatan penyakit gangguan jiwa disangkal.
II.6 Riwayat Sakit Berat/Opname
Pasien belum pernah dirawat sebelumnya karena penyakit tertentu.
II.7Riwayat Keluarga
II.7.1Pola Asuh Keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ibu pasien merupakan istri kedua ayahnya setelah ayah pasien bercerai dengan istri pertamanya. Pasien dibesarkan dengan cara dimanja oleh kedua orangtuanya. Ayah pasien sudah meninggal pada tahun 2010, sedangkan ibunya meninggal dunia pada tahun 2004.II.7.2Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa seperti yang dialami pasien.
II.7.3Silsilah Keluarga
II.9Riwayat Pribadi
II.9.1Riwayat KelahiranPasien lahir spontan dibantu bidan, usia kehamilan cukup bulan, langsung menangis dari kehamilan yang dikehendaki.II.9.2Latar Belakang Perkembangan Mental
Orang tua pasien selalu memanjakan pasien.
II.9.3Perkembangan Awal
Pasien tidak mengalami gangguan tumbuh kembang. Pasien berkembang sesuai dengan usianya.II.9.4Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah sampai setingkat SLTA tetapi tidak sampai lulus karena mengalami kesulitan dalam belajar.II.9.5Riwayat Pekerjaan
Pasien sering bergonta-ganti pekerjaan, mulai dari pelayan di tempat makan sampai buruh bangunan akibat sulit beradaptasi dengan pekerjaannya.II.9.6Riwayat Perkembangan Seksual
Tidak ditemukan adanya kelainan perkembangan seksual. Cara berpakaian sesuai dengan gender, menyukai lawan jenis, dan perilaku sesuai gender.
II.9.7Sikap dan Kegiatan Moral Spiritual
Pasien adalah penganut agama Islam, kurang taat dalam beribadah, dan jarang mengikuti kegiatan keagamaan di luar rumah.II.9.8Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah.II.9.9Riwayat Kepribadian Premorbid
Pasien termasuk orang yang mudah bergaul, dan cukup terbuka.II.9.10Hubungan Sosial
Dalam Keluarga
: kurang Dengan Teman
: tidak ada informasi
Dalam pekerjaan
: tidak ada informasi
Sikap keluarga dengan penderita: baik
II.9.11Kebiasaan Merokok
: sering Minuman keras: tidak ada
II.9.12Status Sosial Ekonomi
Pasien dibesarkan dalam keluarga dengan ekonomi menengah.
II.10Resume AnamnesisDihadapkan seorang pasien laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke IGD RSJ Grhasia karena mengalami peningkatan gejala berupa gelisah, mengamuk, bingung, dan berbicara sendiri. Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan ganggguan jiwa sebelumnya. Sejak + 2 tahun SMRS, pasien mulai tampak sering berbicara sendiri dan kalau diajak berbicara sering ngelantur. Tidak ada anggota keluarga yang memiliiki keluhan serupa dengan yang dialami pasien.III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum
: Baik Kesadaran
: E4V5M6 Tanda Vital
: TD
: 120/80 mmHg Nadi: 80x/menit Respirasi: 20x/menit Suhu: 36, 70C Kepala
: Conjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/- Leher
: Pembesaran limfonodi (-) Thorax
: Dalam batas normal Abdomen
: Dalam batas normal Ekstremitas
: Dalam batas normal Pemeriksaan Neurologis: Dalam batas normalIV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah rutin dalam batas normal.V. STATUS PSIKIATRIPemeriksaanHasil Pemeriksaan
KesadaranCompos mentis
OrientasiO, T, W, S : baik, baik, baik, baik
Sikap/tingkah lakuGelisah
Roman mukaSedikit mimic
AfekAfek tumpul
Bentuk pikirNon Realistis, Autistik
Isi pikirWaham bizarre (-). Riwayat waham curiga (+) dan waham kebesaran (+)
Progresi pikirKualitatif : RelevanKuantitatif : Cukup bicara
HalusinasiTidak ada
IlusiTidak ada
Hubungan jiwaMudah
PerhatianMudah ditarik, mudah dicantum
InsightJelek (Derajat 1)
VI. RANGKUMAN DATAVI.1Tanda-tanda (Sign): Roman Muka: Sedikit mimik. Afek
: Tumpul.
VI.2Gejala (Simptom):
Isi Pikir: Waham bizarre (-), Riwayat waham curiga (+) dan waham kebesaran (+). Tidur terganggu
VI.3Kumpulan Gejala (Sindrom)
Sindrom Skizofrenia:
Riwayat waham curiga dan waham kebesaran, afek tumpul.Sindrom Paranoid:
Riwayat waham curiga
VII. DIAGNOSIS BANDING
Skizofrenia Paranoid
(F. 20.0) Skizofrenia Tak Terinci(F. 20.3) Gangguan Waham
(F. 22.0)VIII. DIAGNOSISAxis I: F20.0Axis II: Tidak ada diagnosisAxis III: Tidak ada diagnosisAxis IV: Hubungan dengan keluarga kurang baik, pasien tinggal sendiri.Axis V: GAF 60-51 gejala sedang (disabilitas sedang)IX. PEDOMAN DIAGNOSIS
a) Gangguan Waham : Waham satu-satunya gejala yang mencolok, dan harus ada sedikitnya 3 bulan lamanya. Gejala depresif mungkin terjadi secara intermitten.
Tidak ada bukti penyakit otak.
Tidak boleh ada halusinasi auditorik, atau hanya kadang-kadang dan bersifat sementara.
Tidak ada riwayat gejala skizofrenia (waham kendali, siar piker, penumpulan afek).
Kesimpulan : tidak memenuhi diagnosis.
b) Skizofrenia Tak Terinci :
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebrefenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual, atau depresi pasca skizofrenia.
Kesimpulan : tidak memenuhi diagnosis.c) Skizofrenia Paranoid :
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
Sebagai tambahan :
a. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol.
Suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah.
Halusinasi pembauan, pengecapan, atau lain-lain perasaan tubuh.
Waham kendali, dipengaruhi, atau passivity, dan keyakinan dikejar-kejar adalah yang paling khas.
b. Gangguan afektif, pembicaraan, gejala katatonik secara relatif tidak nyata dan tidak menonjol.X. TERAPIIX.1Farmakologis :Antipsikotik Atipikal : Risperidon 1-6 mg/hari dibagi 2-3 kali perhari.Antikolinergik
: Triheksifenidil 2 mg diberikan 2-3 kali perhari (jika terjadi efek sindrom ekstrapiramidal).IX.2Non farmakologis (Terapi psikososial) : Pelatihan keterampilan sosial
Terapi berorientasi keluarga : edukasi keluarga tentang penyakit skizofrenia, pengenalan dini tanda dan gejala jika terjadi kekambuhan. Terapi kelompok
Terapi perilaku kognitif
Psikoterapi individual
XI. PROGNOSISX.1Faktor PremobidNo.PasienPrognosis
1Faktor kepribadian : mudah bergaul, terbukaBaik
2Faktor genetik : tidak adaBaik
3Pola asuh : dimanjaJelek
4Faktor organik : tidak adaBaik
5Dukungan keluarga : adaBaik
6Sosio ekonomi : ekonomi menengahJelek
7Faktor pencetus : adaBaik
8Kegiatan spiritual : kurangJelek
X.2Faktor MorbidNo.PasienPrognosis
1Onser mudaJelek
2Perjalanan penyakit : kronisJelek
3Respon terapi : baikBaik
4Riwayat sering kambuh : tidakBaik
5Aktivitas : kurangJelek
6Riwayat disiplin minum obat : baikBaik
Kesimpulan: Dubia ad bonamBAB IITINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronik atau kambuhan ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autism, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi.12. Etiologi
a. Faktor Biologis :11) Neuropatologi
Daerah otak utama yang terlibat adalah struktur limbik, lobus frontalis, ganglia basalis, otah tengah, talamus, dan batang otak.
2) Herediter
Seseorang kemungkinan menderita skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia. 3) Gangguan anatomik
Dicurigai ada beberapa bangunan anatomis di otak berperan terhadap kejadian skizofren yaitu lobus temporal, sistem limbik dan reticular activating sistem.
4) Teori Biokimia
a) Hipotesis dopamineb) Hipotesis serotonin
c) Hipotesis norepinefrin
d) Hipotesis asam amino
e) Teori Neuropeptide
f) Teori Glutamatg) Asetilkolin dan Nikotin
5) Psikoneuroendokrinologi
b. Faktor Psikososial.c. Faktor Risiko :1
1) Faktor genetik.2) Faktor psikososial :a) Teori tentang pasien individual : adanya defek ego dan regresi dalam respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain menyebabkan seseorang rentan terhadap stres (teori psikoanalisis).b) Teori Psikodinamika : defek stimulus lingkungan mempengaruhi hubungan interpersonal sehingga menimbulkan stres.c) Teori Belajar : Reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang mempunyai masalah emosional bermakna juga dapat ditiru oleh anak-anak mereka.d) Teori tentang keluarga : keluarga patologis memberikan stres emosional sehingga rentan menderita skizofrenia. Kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih sayang di tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas dan menarik diri dari hubungan sosial pada penderita skizofrenia.e) Teori-teori sosial : Pengaruh industrialisasi dan urbanisasi menyebabkan stres.3) Status sosial ekonomi.4) Stress.3. Penegakkan DiagnosaPenegakkan diagnosis Skizofrenia Menurut PPDGJ III :2a. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :21) Gangguan isi pikir :
Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal); dan
Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
2) Delusi : delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dati luar; atau
delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;(tentang dirinya: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
3) Halusinasi auditorik :
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), ataau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
4) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
5) Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;d) Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
6) Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).7) Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
4. Tipe tipe skizofrenia berdasarkan PPDGJ IIIGejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :2a. Skizofrenia ParanoidHalusinasi dan atau waham harus menonjol :21) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.2) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.3) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol. Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.b. Skizofrenia Hebefrenik Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :21) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;2) Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);3) Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.4) Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.c. Skizofrenia KatatonikSatu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :21) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara).
2) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal).
3) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh).
4) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan).
5) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya).
6) Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan7) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.2d. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)
Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu :2 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
e. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :21) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini.
2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.f. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :21) Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.
2) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia.
3) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia.
4) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.2g. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : Gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
5. Penatalaksanaan
a. Non farmakologis
1) Terapi Psikososial
Terapi psikososial pada umumnya lebih efektif diberikan pada saat penderita berada dalam fase perbaikan dibandingkan pada fase akut. Terapi ini meliputi terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, dan psikoterapi individual.1
a) Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa di rumah sakit, dengan demikian frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan. Terapi perilaku memiliki tiga model pelatihan keterampilan sosial pada penderita skizofrenia, yaitu :1 Model keterampilan dasar
Model keterampilan dasar sering juga disebut dengan istilah keterampilan motorik, merupakan model pendekatan yang mengidentifikasi disfungsi perilaku sosial, kemudian dipilah menjadi tugas-tugas yang lebih sederhana, dipelajari melalui pengulangan, dan elemen-elemen terasebut dikombinasikan menjadi perbendaharaan fungsional yang lebih lengkap.
Model pemecahan masalah sosial
Model pemecahan masalah sosial dilaksanakan melalui modul-modul pembelajaran seperti manajemen medikasi, manajemen gejala, rekreasi, percakapan dasar, dan pemeliharaan diri.
Cognitive remediationPenatalaksaanaan gangguan kognitif pada penderita skizofrenia bertujuan meningkatkan kapasitas individu untuk mempelajari berbagai variasi dari keterampilan sosial dan dapat hidup mandiri. Strategi penatalaksanaan meliputi langsung pada defisit kognitif yang mendasari dan terapi kognitif perilaku terhadap gejala psikotik. Penatalaksanaan langsung terhadap defisit kognitif yang mendasari meliputi pengulangan latihan, modifikasi instruksi berupa instruksi lengkap dengan isyarat dan umpan balik segera selama latihan. Sedangkan terapi kognitif perilaku terhadap gejala psikotik bertujuan mengidentifikasikan gejala spesifik dan menggunakan strategi coping kognitif untuk mengatasinya. Contohnya seperti strategi distraksi, reframing, self reinforcement, test realita, atau tantangan secara verbal. Penderita skizofrenia menggunakan strategi ini untuk menemukan dan menguji kualitas disfungsi dari keyakinan yang irasional.
b) Terapi berorintasi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial. Keluarga tempat pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.1 Terapi keluarga bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai skizofrenia. Materi yang diberikan berupa pengenalan tanda-tanda kekambuhan secara dini, peranan dari pengobatan, dan antisipasi dari efek samping pengobatan, dan peran keluarga terhadap penderita skizofrenia.1 Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5-10 % dengan terapi keluarga.1
c) Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan perhatian pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika, tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.1 Terapi kelompok meliputi terapi suportif, terstruktur, dan anggotanya terbatas, umumnya 3-15 orang. Kelebihan terapi kelompok adalah kesempatan untuk mendapatkan umpan balik segera dari teman kelompok, dan dapat mengamati respon psikologis, emosional, dan perilaku penderita skizofrenia terhadap berbagai sifat orang dan masalah yang timbul.1d) Psikoterapi individual
Psikoterapi individual yang diberikan pada penderita skizofrenia bertujuan sebagai promosi terhadap kesembuhan penderita atau mengurangi penderitaan pasien. Psikoterapi ini terdiri dari fase awal yang difokuskan pada hubungan antara stres dengan gejala, fase menengah difokuskan pada relaksasi dan kesadaran untuk mengatasi stres kemudian fase lanjut difokuskan pada inisiatif umum dan keterampilan di masyarakat dengan mempraktekkan apa yang telah dipelajari.1
b. Farmakologis
Antipsikosis atau neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut dan kronik. Kegunaannya pada psikoneuresis dan penyakit psikosomatik belum jelas. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada pengobatan adalah sebagai berikut :11) Klinisi menentukan gejala sasaran yang akan diobati.2) Antipsikotik yang telah bekerja dengan baik (pada pengobatan sebelumnya) harus digunakan lagi.3) Lama percobaan 4-6 minggu pada dosis yang adekuat.4) Antipsikotik lebih dari 1 dalam satu waktu jarang dilakukan.5) Pasien diberikan dosis efektif serendah mungkin.Obat antipsikotik dibagi menjadi 2 macam, yaitu antipsikotik tipikal (obat generasi pertama seperti Haloperidol, Klorpromazin, dan Trifluoperazin) dan antipsikotik atipikal (obat generasi kedua seperti Risperidon, Klozapin, Olanzapin). Obat antipsikotik tipikal bermanfaat untuk mengatasi gejala positif (seperti waham, halusinasi, gaduh-gelisah) tetapi tidak bermanfaat untuk mengatasi gejala negatif (seperti afek datar, apati, menarik diri). Obat antipsikotik atipikal bermanfaat dalam mengatasi gejala positif dan negatif dari skizofrenia, selain itu efek samping ekstrapiramidalnya minimal dibandingkan dengan obat antipsikotik tipikal.36. Prognosis
Gambaran yang menunjukkan prognosis baik dan buruk dalam skizofrenia digambarkan di bawah ini :1a. Skizofrenia prognosis baik
Berkaitan dengan onset lambat, faktor pencetus yang jelas, onset akut, riwayat sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid yang baik, gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif), menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung yang baik dan gejala positif.1
b. Skizofrenia prognosis buruk
Berkaitan dengan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid yang buruk, perilaku menarik diri, austistik, tidak menikah, bercerai, atau janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung yang buruk, gejala negatif, tanda dan gejala neurologist, riwayat trauma prenatal, tidak ada remisi dalam tiga tahun, sering relaps dan riwayat penyerangan.1BAB IIIPEMBAHASAN
Dihadapkan seorang pasien laki-laki berusia 30 tahun, dibawa ke IGD RSJ Grhasia oleh keluarganya karena mengalami peningkatan gejala berupa gelisah, bingung, dan bicara sendiri. Pasien sebelumnya berada di panti sosial rehabilitasi 5 hari sebelum dirujuk ke RSJ Grhasia. Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan penyakit gangguan jiwa sebelumnya Pasien dibesarkan dengan cara disiplin dan keras oleh ayahnya. Ibu kandung pasien merupakan istri kedua ayahnya setelah ayahnya bercerai dengan istri pertama. Tidak ada anggota keluarga yang memiliiki keluhan serupa dengan yang dialami pasien.Berdasarkan gejala yang ditemukan pada pasien tersebut, pasien digolongkan ke dalam sindrom skizofrenia, yaitu afek tumpul, riwayat waham curiga, dan autistik. Pasien didiagnosis sebagai skizofrenia paranoid, sesuai dengan PPGDJ-III. Terapi yang diberikan pada pasien adalah obat antipsikotik atipikal atau generasi kedua (Risperidon, Klozapin, Olanzapin, dll) karena selain efektif untuk mengatasi gejala positif (seperti waham, halusinasi, gaduh-gelisah) dan gejala negatif (afek datar, menarik diri dan apati) obat antipsikotik atipikal juga minimal atau tidak terjadi efek samping sindrom ekstrapiramidal. Pemberian antikolinergik seperti Triheksifenidil (2 mg diberikan 2-3 kali perhari) dipertimbangkan jika terjadi efek samping sindrom ekstrapiramidal, tetapi jangan diberikan sebelum muncul gejala tersebut karena obat ini mengurangi efek obat antipsikotik. Selain terapi psikofarmaka diberikan juga terapi psikoterapi, yaitu dengan memperkuat motivasi untuk melakukakan hal-hal yang realistis, membantu pasien mengembangkan potensi yang dimiliki pasien, serta terapi rehabilitasi untuk mempersiapkan pasien agar dapat kembali pada masyarakat dengan fungsi pekerjaan dan sosial yang baik.DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, B. J., Sadock, V. A. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC.
2. Maslim, R. (2003). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.3. Indra, J., Jusni, I.S., Dan, H., Albert, M. (2010). Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: DEPKES RI 2008. 30
34
35
8
6
iii