Ratih_HunZ

Embed Size (px)

Citation preview

ACARA I KARBOHIDRAT

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karbohidrat adalah senyawa yang terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen yang beruntai dengan panjang dan pola yang berbeda-beda. Pada bahan makanan, karbohidrat didapat dalam bentuk monosakarida (glukosa, fruktosa, dan galaktosa), disakarida (laktosa, sukrosa, maltosa, isomaltosa), dan polisakarida (tepung, dekstrin, selulosa, glikogen). Melalui berbagai reaksi kimia dan aktivitas enzim dalam saluran pencernaan, berbagai jenis karbohidrat ini dipecah senyawa yang lebih sederhana. Contoh

karbohidratnya adalah glukosa. Glukosa merupakan monomer atau unit/satuan penyusun polimer karbohidrat seperti pati dan selulosa. Pati yang merupakan polimer dari glukosa, ada dua macam yaitu amilosa dan amilopektin. Pati tidak dapat larut dalam air jadi dapat dimanfaatkan sebagai depot penyimpanan glukosa. Seperti halnya dengan pati, selulosa adalah suatu polisakarida dengan glukosa sebagai monomernya. Tetapi bentuk ikatan antar glukosanya berbeda dengan ikatan antar glukosa pada pati. Karbohidrat merupakan sumber kalori atau makronutrien utama bagi organisme heterotrof. Berbeda dengan organisme autotrof yang dapat

mensintesa biomolekul untuk satu keperluan hidupnya dari bahan-bahan anorganik (CO2 dan H2 O). Mikroorganisme, manusia dan hewan hanya dapat menggunakan hasil sintesa organisme autotrof untuk keperluan hidupnya. Kebutuhan karbohidrat berbeda antara individu satu dengan individu yang lain. Misalnya saja kebutuhan karbohidrat pada anak kira-kira 45%-55% dari kebutuhan kalori. Sumber karbohidrat tersebut dapat siperoleh antara lain dari tepung-tepungan, beras, gandum, buah, kentang dan sayur mayur.

Sebagai zat gizi karbohidrat merupakan nama kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda, meski terdapat persamaan-persamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Karbohidrat yang terasa manis disebut gula (sakar). Dari beberapa golongan karbohidrat, ada yang sebagai penghasil serat-serat yang sangat bermanfaat sebagai diet (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan manusia. 2. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum acara Karbohidrat ini adalah : a. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa. b. Mengetahui pengaruh alkali dan asam terhadap gula reduksi. c. Menentukan suhu gelatinasi pati tapioka dan maizena. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Bahan Sebagai negara yang banyak menghasilkan bahan berpati, ubi kayu, dan sagu Indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan industri yang menghasilkan amilase. Nilai ekonomi ubi kayu maupun tapioka akan dapat ditingkatkan apabila dihasilkan produk yang bernilai ekonomi tinggi seperti sirup glukosa, fruktosa, dan maltosa. Saat awal kultivasi bakteri akan memecah gula-gula sederhana seperti glukosa, setelah gula sederhana habis barulah bakteri memecah substrat kompleks, yaitu pati. Glukosa berperan sebagai sumber karbon yang berguna dalam aktivitas metabolisme sel bakteri. Apabila sumber karbonnya ialah glukosa maka gula reduksi saat awal fermentasi menunjukkan jumlah tertinggi namun apabila substratnya ialah pati menunjukkan nilai gula reduksi yang rendah, selaras dengan aktivitas enzim (Puji, 2001). Pati adalah salah satu jenis polisakarida yang diekstrak dari tanaman, seperti beras, jagung, ketela pohon, ubi jalar, sagu, dan lainnya. Pati dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk granula, yaitu tempat dimana amilosa

dan amilo pektin berada. Granula pati berbeda ukuran dan bentuknya, tergantung sumber atau asal patinya. Pati memiliki sifat tidak larut dalam air dingin. Namun, suspensi pati dimasak perlahan-lahan hingga mencapai suhu pemasakan, kelarutan pati meningkat yang diikuti dengan meningkatnya kekentalan suspensi pati tersebut. Proses meningkatnya kelarutan dan pengentalan suspensi pati akibat pemanasan disebut dengan proses gelatinisasi. Adanya sifat gelatinisasi ini menyebabkan pati umum digunakan sebagai pengenta atau penstabil (Nuri, 2011). Sukrosa atau gula pasir biasa terdapat dalam jumlah besar dalam banyak tumbuhan dan secara niaga diperoleh dari tebu (Saccharum offinacum) atau bit gula (Beta vulgaris). Karena gugus mereduksi monosakiradanya terlibat pada pembentukan ikatan glikosida, sukrosa merupakan salah satu dari disakarida tidak mereduksi yang hanya sedikit. Sukrosa tidak mereduksi larutan Fehling dalam larutan yang tidak mengalami mutorasi. Karena ikatan karbonil ke karbonil yang unuik, sukrosa sangat labil dalam medium asam, dan hidrolisis asam terjasi lebih cepat daripada hidrolisis oligosakarida lain (John, 1997). Glukosa, dinakaman juga dekstrosa atau gula anggur , terdapat luas di alam dalam jumlah sedikit, yaitu di dalam sayur, buah, sirup jagung, sari pohon, dan bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Glukosa murni yang ada di pasar biasanya diperoleh dari hasil olahan pati. Glukosa memegang peranan sangat penting dalam ilmu gizi. Glukosa dalam bentuk bebas hanya terdapat dalam jumlah terbatas dalam bahan makanan. Tingkat kemanisan glukosa hanya separo dari sukrosa, sehingga digunakan lebih banyanyak untuk tingkat kamanisan yang sama (Sunita, 2004). Uji Benedict positif untuk gula pereduksi/gula inversi, seperti glukosa dan fruktosa. Uji ini terjadi dalam suasana alkalis atau basa karena gula akan mereduksi dalam suasana basa. Natrium karbonat berfungsi untuk menciptakan suasana basa karena gula ini akan mereduksi dalam suasana basa (Abdul, 2007).

2. Tinjauan Teori Bioetanol adalah salah satu bentuk energi terbarukan yang menjanjikan. Sumber energi bioetanol dapat berasal dari limbah pertanian yang jarang dimanfaatkan seperti bonggol pisang. Produksi bonggol pisang di Indonesia mencapai 107,5 M ton per tahun. Selulosa yang terkandung dalam bonggol pisang mencapai 58,89% dapat diubah menjadi etanol melalui proses biologi dan kimia (biokimia). Untuk mengubah selulosa menjadi glukosa (gula) diperlukan proses hidrolisis dengan bantuan asam, misalnya asam sulfat (H2SO4), sedangkan untuk mengubah gula menjadi bioetanol dipergunakan ragi Saccharomyces cereviseae. Pengaruh

perbandingan berat padatan dan waktu hidrolisis terhadap glukosa yang terambil pada reaksi hidrolisis untuk mengubah selulosa pada bonggol pisang menjadi glukosa yang dilakukan pada suhu 120oC (Sri, 2010). Gugus karbonil dari gula pereduksi degan gugus amino bebas merupakan komponen penting dalam reaksi Maillard. Konfigurasi

stereokimia dan ukuran molekul gula berpengaruh terhadap reaksi Maillard. Umumnya molekul gula yang lebih kecil bereaksi lebih cepat daripada yang besar. Pentosa bereaksi lebih cepat dibandingkan heksosa dan heksosa lebih cepat bereaksi dibanding disakarida. Galaktosa paling reaktif diantara heksosa pada umumnya. Fruktosa lebih cepat bereaksi dibanding glukosa pada tahap awal, tetapi untuk tahap selanjutnya sebaliknya (Dedin, 2006). Kandungan karbohidrat dalam bahan/produk pangan sangat beragam. Karbohidrat yang disusun oleh monomer yang sedikit disebut gula sederhana. Kelompok gula sederhana adalah monosakarida dan disakarida. D-galaktosa adalah penyusun gula utama dalam susu (dalam bentuk laktosa), sedangkan D-manosa adalah sumber utama dalam pembuatan gula alkohol (manitol) yang dapat digunakan sebagai pemanis alternatif dalam pengolahan pangan (Feri, 2011). Pati, homopolimer dengan satuan penyusun glukosa, terdiri dari 2 fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Peruraian pati dilaksanakan oleh enzim amilase ( -, - dan gllukoamilase) dan fosforilase spesifitas keempat

enzim tersebut terhadap ikatan 1,4

glukosidik. Kecuali

amilse ketiga-

tiganya menyerang ikatan tahap demi tahap yang dimulai dari terminal non reduktif (Soeharsono, 2006). Salah satu sifat penting dari pati yaitu kemampuan untuk membengkak dan bahan resapan larut saat dipanaskan di atas suhu gelatinisasi dan ini menentukan properti spesifik fungsional ketika digunakan dalam produk makanan. Pati pasta dari sumber botani yang berbeda menunjukkan berbeda fisik karakteristik dan terkemuka di antara mereka adalah kentang pati pasta yang benang di alam dan jagung pati dapat digambarkan sebagai clumpy. Ketika digunakan dalam produk seperti kerupuk ikan atau keropok, hanya tapioka dan pati sagu yang digunakan, terutama karena sifat ekspansi miskin dari kerupuk ikan selama penggorengan saat pati lain seperti gandum digunakan (Noranizan, 2010). Pati memiliki aplikasi beragam dalam makanan produksi. Namun, sifat fisik asli pati yang membatasi aplikasinya. Biasanya, modifikasi kimia yang disiapkan sebelum pati fase untuk memperluas jangkauan fisik tertentu tersedia untuk kegunaan yang berbeda sifat. Aplikasi pati dalam industri makanan utama mengatur (terbatas) dengan sifat fungsional pati ini. Pati teroksidasi digunakan dalam sejumlah produk dalam makanan industri, terutama untuk produk yang memerlukan rendah viskositas dan rasa netral. Oksidasi sebagai bentuk modifikasi kimia, melibatkan pengenalan karboksil dan karbonil kelompok fungsional, dengan cara sub-berturut-turut

depolymerisation dari pati. Asetilasi pati merupakan metode substitusi yang penting. Metode ini telah diterapkan pada pati yang memberikan efek penebalan yang dibutuhkan dalam aplikasi makanan. Pati asetat adalah ester pati granular dengan CH3CO yang diterapkan pada suhu rendah. Pati asetat digunakan dalam pie buah, gravies, salad dressing dan kue diisi. Pati asetat diproduksi dengan anhidrida asetat dalam keberadaan dari agen alkali, seperti natrium hidroksida. Sifat-sifat ini memiliki keuntungan besar dalam makanan industri (misalnya dalam kembang gula). Pada prinsipnya, sifat pati dimodifikasi dipengaruhi oleh rasio amilosa-amilopektin (Nur, 2010).

Tingkat gelatinisasi pati yang dipengaruhi banyak faktor dari beras. Selama proses gelatinisasi, molekul amilosa dilepaskan keluar dari jaringan misel dan berdifusi ke dalam media berair di sekitarluar butirannya. Butiranbutiran pati menjadi sepenuhnya terhidrasi. Suhu dimana pembengkakan butiran pati cepat dimulai adalah dikenal sebagai suhu gelatinisasi dan timbulnya suhu transisi setengah disebut titik tengah transisi suhu. Perubahan yang terjadi pada saat pendinginan dan penyimpanan pati tergelatinisasi karena penataan kembali secara bertahap dari amilopektin dan kumpulan antarmolekul antara molekul amilosa yang disebut sebagai retrogradation (Kaddus, 2002). C. METODOLOGI 1. Alat a. Tabung reaksi (5 buah) b. Petridish c. Mikroskop d. Termomoter e. Pipet ukur 10 ml f. Pipet tetes g. Kompor listrik h. Beker glass 250 ml i. Beker glass 500 ml j. Gelas ukur 50 ml k. Gelas ukur 100 ml l. Pengaduk m. pH meter 2. Bahan a. Gula pasir (sukrosa) b. Glukosa c. Tepung tapioka d. Tepung maizena

e. Air kapur (CaCO3) f. Larutan HCl 0,1 N g. Akuades h. NaHCO3 i. Larutan Benedict j. Larutan Iodine 3. Cara Kerja a. Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Sukrosa Disiapkan 3 tabung reaksi, diisi dengan 2 ml larutan sukrosa 5%

Tabung 1 ditambahkan air kapur sebanyak 5 ml, tabung 2 Ditambahkan HCl 0,1 N sebanyak 5 ml, dan tabung 3 ditambahkan aquades sebanyak 5 ml.

Dipanaskan ketiga tabung selama 2-3 menit

Diamati perubahannya

Dipanaskan pada penangas air selama 5 menit Dipindahkan masing-masing 2 ml larutan ke dalam 3 tabung

Ditambahkan masing-masing 3 ml pereaksi Benedict

Dipanaskan pada penangas air selama 5 menit

Diamati perubahan warna larutan dan ada atau tidaknya endapan

Ditabulasikan data dan dibuat pembahasan serta kesimpulan

b. Pengaruh Alkali dan Asam Terhadap Gula Reduksi Disiapkan 3 tabung reaksi, diisi dengan 5 ml larutan glukosa 0,1 M (s 2%)

Tabung 1 ditambahkan air kapur sebanyak 2 ml, tabung 2 ditambahkan HCl 0,1 N sebanyak 2 ml, dan tabung 3 ditambahkan akuades sebanyak 2 ml

Ketiga dipanaskan tabung selama 5 menit

Diamati perubahan warna yang terjadi

c. Penentuan Suhu Gelatinisasi Pati Tapioka dan Maizena Diambil 2 jenis pati (tapioka dan maizena) masing-masing sendok kecil

Dimasukkan ke dalam 4 buah gelas beker 100 ml

Ditambahkan aquades secara tetes demi tetes agar terbentuk pasta kental Secara berurutan ditambahkan 50 ml air bersuhu kamar (30oC), 55oC, 65oC, dan 70oC.

Diaduk dan diatur suhunya

Dipanaskan selama 5 menit untuk mempertahankan suhu

Dibuat masing-masing preparat mikroskopis pada gelas obyek

Ditambahkan larutan Iodine encer

Ditutup dengan gelas penutup dan diamati dengan mikroskop

Dibuat gambar granula pati untuk masing-masing preparat dan dibandingkan ukuran dan bentuknya

D. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa Kel. 7 10 8 Perlakuan 2 ml larutan sukrosa 5% + 5 ml Air kapur 2 ml larutan sukrosa 5% + 5 ml HCl 0,1N Pemanasan I Warna Endapan Warna awal : bening Warna akhir : bening Warna awal : keruh Warna akhir : keruh Warna awal : bening Warna akhir : bening Warna awal : bening Warna akhir : bening Benedict + Pemanasan II Warna Endapan Warna awal : biru jernih Warna akhir : biru jernih Warna awal : biru bening Warna akhir : biru bening Warna awal : biru Warna akhir : orange, endapan Warna awal : biru jernih Warna akhir : orange, keruh Warna awal : biru Warna akhir : biru Warna awal : biru gelap Warna akhir : biru bening

11 9

Warna awal : bening 2 ml larutan Warna akhir : bening sukrosa 5% + 5 ml Warna awal : bening 12 akuades Warna akhir : bening Sumber : Laporan Sementara Pembahasan :

Sukrosa atau gula tebu adalah disakarida dari glukosa dan fruktosa dengan reaksi hidrolisa dengan asam atau enzim sukrase. Disebut gula tebu karena banyak terdapat pada tebu dan bit. Sukrosa dibentuk oleh banyak tanaman tetapi tidak terdapat pada hewan tingkat tinggi. Sukrosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan. Sukrosa bereaksi negatif terhadap pereaksi fehling, benedict, dan tollens. Sukrosa tidak mempunyai gugus karbonil bebas, sehingga tidak mereduksi (non reducing sugar). Sukrosa terdiri dari D-glukopiranosa dan D-fruktopiranosa yang terhubung dengan ikatan

-1,2. Gula ini tidak membentuk osazon, tetapi dapat diragikan. Dalam percobaan ini digunakan sukrosa 5% yang dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi masing-masing 2 ml. Ketiga tabung reaksi tersebut kemudian diberi perlakuan yang berbeda, tabung reaksi pertama ditambahkan air kapur (CaCO3) sebanyak 5 ml, tabung reaksi yang kedua ditambahkan 5 ml HCl 0,1 N, dan tabung reaksi yang ketiga ditambahkan 5 ml aquades. Ketiga sampel tersebut kemudian dipanaskan. Pemanasan pertama ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi antara sukrosa dengan basa dari air kapur

(CaCO3), asam dari HCl maupun dengan aquades serta untuk mempercepat terjadinya reaksi hidrolisa sakarosa dengan HCl tanpa merusak molekul gula menjadi monosakarida penyusunnya yaitu glukosa dan fruktosa (Tranggono, 1987). Setelah itu ditambahkan NaHCO3 kristal dan pereaksi Benedict yang selanjutnya dipanaskan lagi. Penambahan NaHCO3 ini bertujuan untuk memberikan suasana sedikit basa. Pada suasana yang sedikit basa, benedict mampu bekerja secara maksimal. Pereaksi Benedict tidak dapat bekerja dengan baik pada kondisi asam. Tujuan penambahan benedict adalah untuk mengetahui ada tidaknya gugus reduksi pada sukrosa sehingga dapat diketahui apakah terjadi hidrolisis atau tidak dengan penambahan larutan yang berbeda tingkat keasamannya (pH) yaitu dengan penambahan air kapur yang bersifat basa, HCl yang bersifat asam dan aquades yang memiliki pH netral. Hasil yang diperoleh dari percobaan tabung pertama dimana sukrosa ditambahkan air kapur (CaCO3) pada pemanasan pertama menunjukkan hasil yang tidak berbeda antara sebelum pemanasan maupun setelah pemanasan pertama. Pada sampel yang dilakukan kelompok 7 warna sebelum pemanasan yaitu bening dan setelah pemanasan warna tetap bening. Sedangkan hasil dari kelompok 10 dari warna keruh sebelum pemanasan dan setelah pemanasan tetap sama. Kemudian setelah diberi kristal NaHCO3 dan pereaksi Benedict yang kemudian dipanaskan lagi, larutan menjadi berwarna biru bening. Hal ini sesuai teori bahwa pada uji benedict dalam suasana basa, unsur atau ion yang penting yang terdapat pada larutan tersebut adalah Cu2+ yang berwarna biru. Sukrosa dalam suasana alkali bersifat stabil, tidak terhidrolisa. Jika sukrosa berada dalam keadaan alkalis, maka sukrosa akan memberikan hasil yang negatif pada uji Benedict. Larutan alkalis tidak mampu menghidrolisis ikatan glikosidik dalam sakarosa sehingga sakarosa tetap memiliki sifat non-reduksi. Dalam hal ini, larutan Benedict yang ditambahkan tidak tereduksi dan warna larutannya tetap, meskipun sudah dipanaskan (Soeharsono, 1978). Hasil percobaan tabung kedua dimana sukrosa ditambah dengan larutan HCl pada pemanasan pertama baik hasil dari kelompok 8 dan 11 menunjukkan warna bening. Setelah ditambah kristal NaHCO3 dan pereaksi Benedict yang

kemudian dipanaskan lagi, larutan menjadi berwarna orange dan terbentuk endapan. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi benedict bersifat positif terhadap larutan sukrosa dengan penambahan HCl. Perubahan warna orange yang terbentuk, terjadi karena adanya peristiwa hidrolisis sakarosa sebagai gula nonreduktif menjadi gula reduksi (glukosa dan fruktosa) yang akan mereduksi ion logam kuprioksida (CuO) menjadi cuprooksida (Cu2 O) (Sudarmadji, 2003). Pada tabung ketiga dimana sukrosa ditambah dengan aquades, hasil pemanasan pertama yang dikerjakan oleh kelompok 9 dan 12 larutan tetap menjadi berwarna bening. Kemudian setelah ditambah kristal NaHCO3 dan pereaksi Benedict yang kemudian dipanaskan lagi, warna larutan sebelum dan setelah dipanaskan tetap menjadi biru. Secara umum, penambahan aquades ke dalam larutan sukrosa berfungsi untuk menunjukkan sifat sukrosa dalam pH netral yaitu dalam kisaran pH aquades antara 6 sampai 7. Pada pH netral sukrosa relatif stabil karena tidak terjadi perubahan warna pada saat sebelum dan sesudah pemanasan kedua serta penambahan larutan Benedict.

Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Gula Reduksi Kel. 7 10 8 11 9 12 Sumber : Laporan Sementara Perlakuan 5 ml glukosa 0,1 M + 2 ml air kapur Pengamatan awal akhir Bening, tidak ada Kuning bening, tidak endapan ada endapan Bening, tidak ada Kuning bening, tidak endapan ada endapan Bening, tidak ada Bening, tidak ada endapan endapan Bening, tidak ada Bening, tidak ada endapan endapan Bening, tidak ada endapan Bening, tidak ada endapan Bening, tidak ada endapan Bening, tidak ada endapan

5 ml glukosa 0,1 M + 2 ml HCl

5 ml glukosa 0,1 M + 2 ml akuades

Pembahasan : Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keto bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi Glukosa yang disebut juga dekstrosa atau gula anggur merupakan monosakarida. Glukosa tersedia banyak di alam, diantaranya dalam buah, sayur, madu, dan lainnya. Glukosa sangat berperan penting dalam pangan. Glukosa merupakan hasil akhir pencernaan pati, sukrosa, maltosa, dan laktosa pada hewan dan manusia. Pada percobaan ini bertujuan untuk menguji pengaruh asam dan basa terhadap gula reduksi. Digunakan 5 ml glukosa dengan konsentrasi 0,1 M yang dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi. Ketiga tabung reaksi tersebut diberi perlakuan berbeda dengan menambahkan 2 ml air kapur pada tabung pertama, 2 ml HCl pada tabung kedua, dan 2 ml aquades pada tabung ketiga. Kemudian dipanaskan dan diamati perubahannya. Sampel pada tabung pertama yang merupakan campuran antara glukosa dan air kapur, yang dilakukan oleh kelompok 7 dan 10 warna awal larutannya bening dan tidak ada endapan. Kemudian setelah dipanaskan warna larutannya menjadi kuning bening tanpa ada endapan. Terbentuknya warna kuning bening ini karena penambahan basa mengakibatkan terjadinya dekomposisi dan karamelisasi yang biasa disebut pencoklatan enzimatis. Glukosa memiliki sifat tidak stabil pada suasana basa. Proses ini terjadi dengan adanya degradasi gula tanpa adanya enzim. Proses karamelisasi inilah yang menyebabkan terjadinya warna kuning pada percobaan diatas. Warna kuning ditimbulkan karena gula mengalami karamelisasi dengan adanya alkali (Tranggono, 1987). Tabung kedua yang diisi dengan campuran antara larutan glukosa dan HCl yang dilakukan oleh kelompok 8 dan 11 memberikan hasil warna awalnya bening tanpa ada endapan. Setelah sampel tersebut dipanaskan, warna sampel tetap bening dan tidak ada endapan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

hasilnya sesuai dengan teori yang ada dimana glukosa stabil pada kondisi asam. HCl yang besifat tidak mampu menghidrolisis glukosa. Pada pH 3-4 kebanyakan gula reduksi stabil (Fenema, 1976). Pada tabung ketiga yang diisi dengan glukosa dan aquades yang dilakukan oleh kelompok 9 dan 12, warna awal yang dihasilkan yaitu bening tanpa adanya endapan. Setelah dipanaskan warna larutan tetap bening dan tidak terbentuk endapan. Aquades bersifat netral sehingga tidak dapat menghidrolisa glukosa walaupun disertai pemanasan. Aquades hanya berfungsi sebagai pelarut.

Tabel1.3 Penentuan Suhu Gelatinisasi Pati (Tepung Tapioka) Kelompok Suhu Gambar Keterangan

7

Suhu Kamar

Perbesaran : 40 x 10

8

T = 55oC

Perbesaran : 40 x 10

9

T = 65oC

Perbesaran : 40 x 10

Kelompok

Suhu

Gambar

Keterangan

10

T = 75oC

Perbesaran : 40 x 10

11

Suhu Kamar

Perbesaran : 40 x 10

12

T = 55oC

Perbesaran : 40 x 10

Sumber : Laporan Sementara Pembahasan : Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbedabeda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Tapioka mempunyai amilopektin tinggi , tidak mudah menggumpal , daya lekatnya tinggi , tidak mudah pecah , atau rusak dan mempunyai suhu gelatinasasi relative rendah. Pati Tapioka mempunyai sifat mudah mengembang (swelling) dalam air panas. Selain itu , pati tapioka

mempunyai kadar amilosa sebesar 17%-23% dan suhu gelatinisasi berkisar 52C 64C. Pada percobaan ini bertujuan untuk menentukan suhu gelatinisasi protein yang dilakukan pada tepung tapioka dan tepung maizena pada berbagai suhu. Kelompok 7 sampai dengan kelompok 12 melakukan percobaan dengan sampel pati dari tepung tapioka. Percobaan dilakukan dengan mengambil pati dari tepung tapioka sebanyak sendok kecil, kemudian ditetesi aquades sedikit demi sedikit agar sampel menjadi bentuk yang lebih kental. Pasta kental dari tepung tapioka tersebut diberi perlakuan dengan kondisi suhu yang berbeda-beda, yaitu pada suhu (30oC), 55oC, 65oC, dan 70oC. Setelah itu dipanaskan, diaduk dan dipertahan suhunya. Tujuan ditambahkannya air dan diberikannya kondisi suhu yang berbeda adalah untuk mengetahui besarnya pembengkakan granula pati pada tiap-tiap kondisi air yang ditambahkan sekaligus untuk mengetahui suhu gelatinisasi pati dari masing-masing sampel. Penambahan air akan menyebabkan granula pati mengalami peningkatan volume menjadi lebih besar. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55-65C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 2002). Pengadukan yang dilakukan dimaksudkan agar campuran menjadi homogen. Setelah itu ditambahkan dengan larutan Iodine encer dan diamati dengan mikroskop. Penambahan larutan Iodine yaitu untuk mempermudah pengamatan terhadap granula pati yang tergelatinisasi. Struktur pati yang berbentuk spiral akan mengikat molekul iodin dan terbentuklah warna biru atau ungu. Tetapi bila pati dipanaskan, spiral akan meregang dan molekul-molekul iodin akan terlepas sehingga warna biru atau ungu akan hilang (Winarno, 2002).

Tabel1.3 Penentuan Suhu Gelatinisasi Pati (Tepung Maizena) Kel. Suhu Gambar Keterangan

1

T = 28 oC

Perbesaran : 40 x 10 Warna dasar : putih Warna hitam : titik

2

T = 55oC

Perbesaran : 40 x 10 Warna Ungu

3

T = 65oC

Perbesaran : 40 x 10 Warna Coklat Muda

4

T = 75 C

o

Perbesaran : 40 x 10 Titik : hitam warna ungu Titik putih : transparan Warna dasar putih

Kel.

Suhu

Gambar

Keterangan

5

T = 65 oC

Perbesaran : 40 x 10 Warna Coklat

6

T = 75 C

o

Perbesaran : 40 x 10 Molekul tepung pecahpecah jadi sangat kecil, warna hitam

Sumber : Laporan Sementara Pembahasan : Percobaan yang dilakkukan oleh kelompok 1 sampai dengan 6 pada prinsipnya sama dengan percobaan yang dilakukan kelompok 7 sampai 12, yang berbeda adalah sampelnya. Kelompok 1 sampai dengan kelompok 6 menggunakan pati dari tepung maizena. Tepung maizena merupakan tepung yang berasal dari jagung dimana merupakan sumber karbohidrat yang digunakan untuk bahan pembuat roti, kue kering, biskuit, makanan bayi dll, serta digunakan dalam industri farmasi. Hasil percobaan dari kelompok 1 yang mengamati pati dari tepung maizena pada suhu kamar (28oC) didapatkan warna dasar putih dan terdapat titik berwarna hitam. Kelompok 2 yang mengamati pada suhu 55oC didapatkan pada pengamatan mikroskop warna sampel menjadi ungu. Kelompok 3 yang melakukan pengamatan pada suhu 65oC mendapatkan warna dasar sampel menjadi coklat muda. Pada suhu 75oC yang dilakukan kelompok 4 didapatkan titik warna ungu, titik putih transparan dengan warna dasar putih. Kelompok 5 yang mengamati pada suhu 65oC mendapatkan pengamatan pada mikroskop warna sampel terlihat berwarna coklat. Sedangkan kelompok 6 yang

melakukan pengamatan pada suhu 75oC mendapatkan warna sampel terlihat berwarna hitam dan mengasumsikan bahwa molekul tepung pecah-pecah jadi sangat kecil. E. KESIMPULAN 1. Sukrosa atau gula tebu adalah disakarida dari glukosa dan fruktosa dengan reaksi hidrolisa dengan asam mereduksi. 2. Pemanasan pertama yang dilakukan terrhadap sampel bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi antara sukrosa dengan basa dari air kapur, asam dari HCl maupun dengan aquades serta untuk mempercepat terjadinya reaksi hidrolisa sakarosa dengan HCl tanpa merusak molekul gula menjadi monosakarida penyusunnya yaitu glukosa dan fruktosa. 3. Penambahan NaHCO3 bertujuan untuk memberikan suasana sedikit basa, karena pada suasana yang sedikit basa, benedict mampu bekerja secara maksimal. 4. Tujuan penambahan benedict adalah untuk mengetahui ada tidaknya gugus reduksi pada sukrosa sehingga dapat diketahui apakah terjadi hidrolisis atau tidak. 5. Pada sampel sukrosa ditambah air kapur pada kelompok 7 warna sebelum pemanasan yaitu bening dan setelah pemanasan warna tetap bening. Sedangkan hasil dari kelompok 10 dari warna keruh sebelum pemanasan dan setelah pemanasan tetap sama. Pada pemanasan kedua larutan menjadi berwarna biru bening. 6. Tabung kedua sukrosa ditambah HCl pada pemanasan pertama atau enzim sukrase dan bersifat tidak

menunjukkan warna bening. Pemanasan kedua larutan menjadi berwarna orange dan terbentuk endapan. 7. Reaksi benedict bersifat positif terhadap larutan sukrosa penambahan HCl. 8. Perubahan warna orange yang terbentuk terjadi karena adanya peristiwa hidrolisis sakarosa sebagai gula non-reduktif menjadi gula reduksi (glukosa dengan

dan fruktosa) yang akan mereduksi ion logam kuprioksida (CuO) menjadi cuprooksida (Cu2 O). 9. Tabung ketiga sukrosa ditambah aquades, hasil pemanasan larutan tetap berwarna bening. Pemanasan kedua warna larutan sebelum dan setelah dipanaskan menjadi biru. 10. Penambahan aquades berfungsi untuk menunjukkan sifat sukrosa dalam pH netral yaitu dalam kisaran pH aquades antara 6 sampai 7 yang relatif stabil karena tidak terjadi perubahan warna baik sebelum dan sesudah pemanasan kedua serta penambahan larutan Benedict. 11. Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. 12. Glukosa merupakan gula pereduksi yang disebut juga dekstrosa atau gula anggur dan merupakan monosakarida. 13. Hasil dari campuran glukosa dan air kapur warna awal larutannya bening dan tidak ada endapan. Setelah dipanaskan warna larutannya menjadi kuning bening tanpa ada endapan. 14. Terbentuknya warna kuning bening karena penambahan basa

mengakibatkan terjadinya dekomposisi dan karamelisasi yang disebut pencoklatan enzimatis. 15. Hasil campuran larutan glukosa dan HCl warna awalnya bening tanpa ada endapan. Setelah dipanaskan, warna sampel tetap bening dan tidak ada endapan. 16. Glukosa stabil pada kondisi asam sehingga HCl yang besifat tidak mampu menghidrolisis glukosa. 17. Hasil campuran glukosa dan aquades warna awal yang dihasilkan yaitu bening tanpa adanya endapan. Setelah dipanaskan warna larutan tetap bening dan tidak terbentuk endapan. 18. Aquades bersifat netral sehingga tidak dapat menghidrolisa glukosa walaupun disertai pemanasan dan hanya berfungsi sebagai pelarut.

19. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. 20. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. 21. Pada percobaan ketiga bertujuan untuk menentukan suhu gelatinisasi protein yang dilakukan pada tepung tapioka dan tepung maizena pada berbagai suhu. 22. Penambahan air menyebabkan granula pati mengalami peningkatan volume menjadi lebih besar dimana terjadi pada suhu antara 55-65C dan dapat kembali pada kondisi semula. 23. Pasta pati diaduk dimaksudkan agar campuran menjadi homogen dan penambahan larutan Iodine encer untuk mempermudah pengamatan terhadap granula pati yang tergelatinisasi. 24. Hasil percobaan tepung maizena pada suhu suhu kamar dari kelompok 1 yang mengamati pati dari pada suhu kamar (28oC), 55oC, 65oC , dan 75oC yang dilakukan kelompok 1 sampai 6 didapatkan secara berturut-turut warna dasar putih dan terdapat titik berwarna hitam, warna sampel menjadi ungu, warna dasar sampel menjadi coklat muda, titik warna ungu, titik putih transparan dengan warna dasar putih, berwarna coklat. berwarna hitam.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nur. 2010. Gelatinization properties of white maize starch from three varieties of corn subject to oxidized and acetylated-oxidized modification. International Food Research Journal. Indonesia. Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia. Jakarta. Andarwulan, Nuri. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta. Dedin. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Melanodin Kecap Manis dan Perannya sebagai Antioksidan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. XVII. Bogor. Deman, John. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB. Bandung. Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta. Lestari, Puji. 2001. Anailsis Gula Reduksi Hasil Hidrolisis Enzimatik Pati Ubi Kayu oleh a-Amilase Termostabil dan Bacillus stearothermophilus T11. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. Bogor. Martoharsono, Soeharsono. 2006. Biokimia Jilid 2. Gajah Mada UnPress. Yogyakarta. Miah, Kaddus. 2002. Parboiling of rice. Part II: Effect of hot soaking time on the degree of starch gelatinization. International Journal of Food Science and Technology. UK. Noranizan. 2010. Effect of heat treatment on the physico-chemical properties of starch from different botanical sources. International Food Research Journal. Malaysia. Rahayu, Sri. 2010. Pengaruh Perbandingan Berat Padatan dan Waktu Reaksi terhadap Gula Pereduksi Terbentuk pada Hidrolisis Bonggol Pisang. Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 9 No. 3. Yogyakarta. Rohman, Abdul. 2007. Analisis Makanan. Gajah Mada Unpress. Yogyakarta.