28
Referat bayi dengan infeksi HIV Cover Isi kandungan Pendahuluan Epidemiologi Etiologi cara penularan Manifestasi klinis Diagnosis infeksi hiv pada anak Pemeriksaan laboratorium Penatalaksanaan Prognosis Kesimpulan Daftar pustaka Pendahuluan Infeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. Enam tahun kemudian (1989), AIDS sudah merupakan penyakit yang mengancam kesehatan anak di Amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih dari 8,000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik. Karena itu infeksi HIV

Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

Page 1: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

Referat bayi dengan infeksi HIV

Cover

Isi kandungan

Pendahuluan

Epidemiologi

Etiologi cara penularan

Manifestasi klinis

Diagnosis infeksi hiv pada anak

Pemeriksaan laboratorium

Penatalaksanaan

Prognosis

Kesimpulan

Daftar pustaka

Pendahuluan

Infeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome)

pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang dewasa homoseksual, sedangkan

pada anak tahun 1983. Enam tahun kemudian (1989), AIDS sudah merupakan penyakit yang

mengancam kesehatan anak di Amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih

dari 8,000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik. Karena itu infeksi HIV

dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.

Sejak dimulainya epidemi HIV, AIDS telah mematikan lebih dari 25 juta orang; lebih dari 14 juta

anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya akibat AIDS. Setiap tahun diperkirakan 3 juta

orang meninggal karena AIDS; 500,000 diantaranya adalah anak di bawah umur 15 tahun. Setiap

tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama di negara terbelakang dan berkembang;

700,000 diantaranya terjadi pada anak-anak. Dengan angka transmisi sebesar ini maka dari 37.8 juta

orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2.1 juta anak-anak di bawah 15 tahun.

Page 2: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

Infeksi HIV adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Virus). AIDS adalah penyakit yang menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai

akibat infeksi HIV.

Epidemiologi

Cara paling efisien dan efektif untuk menanggulangi infeksi HIV pada anak secara universal adalah

dengan mengurangi penularan dari ibu ke anaknya (mother-to-child transmission (MTCT). Namun

demikian setiap hari terjadi 1800 infeksi baru pada anak umur kurang dari 15 tahun, 90% nya di

negara berkembang atau terbelakang dan melalui penularan dari ibu ke anaknya. Upaya pencegahan

transmisi HIV pada anak menurut WHO dilakukan melalui 4 strategi, yaitu mencegah penularan HIV

pada wanita usia subur, mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita HIV, mencegah

penularan HIV dari ibu HIV hamil ke anak yang akan dilahirkannya dan memberikan dukungan,

layanan dan perawatan berkesinambungan bagi pengidap HIV. Pemberian obat Anti Retroviral (ARV)

untuk anak dan bayi yang terinfeksi karenanya menjadi satu jalan untuk menanggulangi pandemi HIV

pada anak di samping upaya untuk mencegah penularan infeksi HIV pada anak dan bayi.

Di RSCM hingga tahun 2006 terdapat 150 pasien terinfeksi HIV/AIDS pada anak < 15 tahun, dan 100

anak yang terpapar HIV tetapi tidak tertulari. Pada orang dewasa sampai dengan September 2005

terdapat 8,169 pengidap infeksi HIV. Penderita pria lebih banyak 3 kali lipat dari wanita. Sebagian

Page 3: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

besar pengidap usia dewasa ini adalah pada usia subur. Dengan kemampuan reproduksi penderita

dewasa, akan lahir anak-anak yang mungkin tertular HIV. Bila tidak dilakukan intervensi, dari setiap

100 wanita dewasa pengidap HIV yang hamil dan melahirkan, sebanyak 40-45 anak-anak ini akan

tertulari.

ETIOLOGI

Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang tergolong ke dalam keluarga retrovirus

subkelompok lentivirus, seperti virus Visna pada biri-biri, sapi, dan feline serta Simian

Immunodeficiency Virus (SIV). Lentivirus mampu menyebabkan efek sitopatik yang singkat dan

infeksi laten dalam jangka panjang, juga menyebabkan penyakit progresif dan fatal termasuk wasting

syndrom  dan degenerasi susunan saraf pusat.

Virus ini pertama kali ditemukan oleh Montagnier dari Perancis pada tahun 1983 dan oleh Gallo dari

Amerika pada tahun 1984. Terdapat 2 tipe HIV yang sangat mirip, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang

walaupun berbeda struktur genomik dan antigenesitasnya akan tetapi manifestasi klinisnya tidak dapat

dibedakan. Kedua tipe HIV tersebut diketahui membentuk antibodi yang dapat saling bereaksi silang.

            Secara epidemiologis, HIV-l terdapat pada AIDS di Afrika Tengah, Haiti, Eropa Barat dan

Amerika; sedangkan HIV-2 prevalensinya lebih rendah dan terdapat secara endemis di Afrika Barat.

Secara sporadis HIV-2 juga ditemukan di Inggris, beberapa negara Eropa, Brazil, dan baru-baru ini di

Amerika.

Dinamakan retrovirus karena virus ini mempunyai kemampuan dapat membentuk DNA dari RNA

sebab mempunyai enzim transkiptase reversi. Enzim ini dapat menggunakan RNA virus sebagai

template untuk membentuk DNA, yang kemudian berintegrasi ke dalam kromosom pejamu dan

selanjutnya bekerja sebagai dasar untuk proses replikasi HIV.

 

Struktur HIV

HIV mempunyai inti (nukleoid) berbentuk silindris dan eksentrik, mengandung 2 rangkaian genom

RNA diploid, dengan masing-masing rangkaian memiliki enzim transkriptase reversi (RT), dan

integrase. Selain itu di dalam inti juga terdapat enzim protease yang tidak melekat pada rangkaian

Page 4: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

RNA. Partikel yang membentuk inti silindris ini adalah protein kapsid (P24); yang menutupi

komponen nukleoid tersebut sehingga membentuk struktur nukleokapsid. Protein matriks p17

merupakan bagian dalam sampul virus HIV (lihat Gambar 32-1). Bagian paling luar adalah lapisan

membran fosfolipid yang berasal dari membran plasma sel pejamu. Pada membran permukaan virion

terdapat tonjolan yang terdiri atas molekul glikoprotein (gp120) dengan bagian transmembran yang

merupakan gp4l yang keduanya dibentuk oleh virus. 

Siklus hidup HIV

Siklus hidup HIV dimulai ketika virion HIV melekatkan diri pada sel pejamu. Perlekatan ini dimulai

dari interaksi antara kompleks env yang terdiri dari 3 pasang molekul gp120 dan molekul

transmembran gp 41 yang merupakan molekul trimerik membran virion dengan membran sel target.

Pertama-tama terbentuk ikatan antara satu subunit gp 120 dengan molekul CD4 sel pejamu.

Perlekatan ini menginduksi perubahan konformasional (membran virion melekuk agar gp120 kedua

dapat ikut melekat) yang memicu perlekatan gp120 kedua pada koreseptor kemokin (CXCR4, CCR5).

Ikatan dengan koreseptor ini selanjutnya menginduksi perubahan konformasional pada gp41 (semula

berada di lapisan lebih dalam membran virion) untuk mengekspos komponen hidrofobiknya sampai

ke lapisan membran pejamu, (karena mampu bergerak seperti ini maka gp41 dinamakan peptida fusi)

dan kemudian menyisipkan diri ke membran sel pejamu dan memudahkan terjadinya fusi membran

sel HIV dengan membran sel pejamu dan sel inti HIV dapat masuk ke dalam sitoplasma sel pejamu

(lihat Gambar 32-3).

            Di dalam sel pejamu bagian inti nukleoprotein keluar, enzim di dalam kompleks nukeoprotein

ini menjadi aktif. Genom RNA HIV ditranskripsi menjadi DNA oleh enzim transkriptase reversi (RT=

Reverse Transcriptase). DNA HIV yang terbentuk kemudian masuk ke nukleus sel pejamu melalui

Page 5: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

bantuan enzim integrase. Integrasi diperkuat bila pada saat yang sama DNA pejamu bereplikasi

karena terstimulasi oleh antigen atau bakteri superantigen. DNA virus HIV yang sudah berintegrasi ke

dalam DNA sel pejamu dinamakan DNA provirus. DNA provirus ini dapat dormant, atau tidak aktif

mentranskripsi sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun tanpa adanya protein baru atau virion. 

Transkripsi gen proviral DNA yang sudah terintegrasi diatur oleh:

LTR , bergerak ke arah hulu dari gen struktur virus

Sitokin/stimulus fisiologis terhadap sel T dan makrofag lain untuk memperkuat transkripsi.

LTR mengandung urutan sinyal poliadenilasi berupa promotor berturutan dalam bentuk kotak TATA

dan tempat ikatan/binding untuk 2 faktor transkripsi pejamu (NF-kB dan SP1). Awal  transkripsi gen

HIV dalam sel T terkait dengan pengaktivan sel T secara fisiologis oleh antigen atau sitokin lain.

Sebagai contoh, aktivator poliklonal sel T seperti fitohemaglutinin, IL-2, TNF dan limfotoksin akan

menstimulasi ekspresi gen HIV dalam sel T yang terinfeksi. Selain itu IL-1, IL-3, IL-6, TNF,

limfotoksin, IFN-γ dan GM-CSF merangsang ekspresi gen HIV dan replikasi virus dalam sel monosit

dan makrofag yang terinfeksi. Fenomena ini menunjukkan bahwa sel T yang terinfeksi HIV secara

laten dapat tetap memberi respons normal terhadap mikroba lain. Replikasi sel T mungkin menjadi

pemicu berakhirnya infeksi laten dan dimulainya produksi virus. Infeksi multipel yang dialami

penderita HIV akan menstimulasi produksi HIV untuk selanjutnya menginfeksi sel lainnya

Meskipun tampaknya replikasi virus HIV mudah dan terdapat sinyal optimal untuk memulai

transkripsi, hanya sedikit saja molekul mRNA HIV yang benar-benar disintesis. Hal itu terjadi karena

transkripsi gen HIV oleh enzim polimerase RNA mamalia tidak efisien dan kompleks polimer

biasanya berhenti ditranskripsi sebelum mRNA lengkap.

Protein Tat terikat pada mRNA yang baru mulai dibentuk, bukan pada DNA virus. Keterikatan ini

meningkatkan proses polimerase RNA hingga beberapa ratus kali lipat, dan mendorong

diselesaikannya transkripsi dengan hasil akhir RNA messenger(mRNA) HIV yang fungsional.

mRNA yang mengkode aneka protein HIV berasal dari transkrip helai tunggal genom lengkap yang

telah melalui proses penyambungan yang berbeda-beda. Ekspresi gen HIV dapat dibagi ke dalam

stadium awal saat gen regulator dibentuk dan stadium akhir dimana gen struktur diekspresikan dan

helai tunggal genom lengkap dibuat.

Protein Rev, Tat, Nev adalah produk awal gen  yang dicetak oleh mRNA yang tersambung sempurna

dan dikeluarkan dari nukleus dan diterjemahkan menjadi protein di sitoplasma segera sesudah infeksi

satu sel.

Page 6: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

Produk akhir gen termasuk env, gag, dan pol yang mengkode komponen struktur virus dan

diterjemahkan dari RNA tunggal  yang sudah maupun belum tersambung. Protein Rev memulai

penukaran dari ekspresi awal menjadi gen akhir dengan cara mempromosikan ekspor RNA ke luar inti

sel. RNA ini  yang belum tersambung sempurna akan dikeluarkan dari inti. Produk gen pol adalah

protein prekursor yang dipotong secara berurutan untuk membentuk enzim transkriptase riversi,

protease, ribonuklease dan integrase. Gen gag mengkode protein berukuran 55-D. Protein ini

selanjutnya dipotong oleh enzim proteolitik menjadi polipeptida p24, p17, dan p15. Ketiga polipeptida

ini adalah protein inti yang diperlukan untuk membentuk partikel infeksius virus. Gen env

memproduksi terutama glikoprotein 160-kD yang selanjutnya dipotong oleh protease sel di retikulum

endoplasma menjadi protein gp 120 dan gp 41 yang diperlukan untuk menempelnya HIV pada sel.

Sesudah transkripsi oleh berbagai gen virus, protein virus dibentuk di sitoplasma pejamu. Seluruh

partikel infeksius kemudian disusun dalam satu kompleks nukleoprotein, termasuk gag dan pol yang

diperlukan untuk integrase siklus berikutnya.

Kompleks nukleoprotein ini kemudian dibungkus dengan 1 membran pembungkus dan dilepaskan

dari sel pejamu melalui proses ”budding” dari membran plasma. Kecepatan produksi virus dapat

sangat tinggi dan menyebabkan kematian sel pejamu.

 

PERJALANAN PENYAKIT

Perkembangan penyakit AIDS tergantung dari kemampuan virus HIV untuk menghancurkan sistem

imun pejamu dan ketidakmampuan sistem imun untuk menghancurkan HIV.

 Tahap-tahap dan patogenesis infeksi HIV

Penyakit HIV dimulai dengan infeksi akut yang tidak dapat diatasi sempurna oleh respons imun

adaptif, dan berlanjut menjadi infeksi jaringan limfoid perifer yang kronik dan progresif. Perjalanan

penyakit HIV dapat diikuti dengan memeriksa jumlah virus di plasma dan jumlah sel T CD4 + dalam

darah. Infeksi primer HIV pada fetus dan neonatus terjadi pada situasi sistim imun imatur, sehingga

penjelasan berikut merupakan ilustrasi patogenesis yang khas dapat diikuti pada orang dewasa.

Infeksi primer terjadi bila virion HIV dalam darah, semen, atau cairan tubuh lainnya dari seseorang

masuk ke dalam sel orang lain melalui fusi yang diperantarai oleh reseptor gp120 atau gp41.

Tergantung dari tempat masuknya virus, sel T CD4+ dan monosit di darah, atau sel T CD4+ dan

makrofag di jaringan mukosa merupakan sel yang pertama terkena. Sel dendrit di epitel tempat

masuknya virus akan menangkap virus kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening. Sel dendrit

Page 7: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

mengekspresikan protein yang berperan dalam pengikatan envelope HIV, sehingga sel dendrit

berperan besar dalam penyebaran HIV ke jaringan limfoid. Di jaringan limfoid, sel dendrit dapat

menularkan HIV ke sel T CD4+ melalui kontak langsung antar sel.

Beberapa hari setelah paparan pertama dengan HIV, replikasi virus dalam jumlah banyak dapat

dideteksi di kelenjar getah bening. Replikasi ini menyebabkan viremia disertai dengan sindrom HIV

akut (gejala dan tanda nonspesifik seperti infeksi virus lainnya). Virus menyebar ke seluruh tubuh dan

menginfeksi sel T subset CD4 atau T helper, makrofag, dan sel dendrit di jaringan limfoid perifer.

Setelah penyebaran infeksi HIV, terjadi respons imun adaptif baik humoral maupun selular terhadap

antigen virus. Respons imun dapat mengontrol sebagian dari infeksi dan produksi virus, yang

menyebabkan berkurangnya viremia dalam 12 minggu setelah paparan pertama.

            Setelah infeksi akut, terjadilah fase kedua dimana kelenjar getah bening dan limpa menjadi

tempat replikasi HIV dan destruksi sel. Pada tahap ini, sistem imun masih kompeten mengatasi infeksi

mikroba oportunistik dan belum muncul manifestasi klinis infeksi HIV, sehingga fase ini disebut juga

masa laten klinis (clinical latency period). Pada fase ini jumlah virus rendah dan sebagian besar sel T

perifer tidak mengandung HIV. Kendati demikian, penghancuran sel T CD4+ dalam jaringan limfoid

terus berlangsung dan jumlah sel T CD4+ yang bersirkulasi semakin berkurang. Lebih dari 90% sel T

yang berjumlah 1012 terdapat dalam jaringan limfoid, dan HIV diperkirakan menghancurkan 1-2 x 109

sel T CD4+ per hari. Pada awal penyakit, tubuh dapat menggantikan sel T CD4+ yang hancur dengan

yang baru. Namun setelah beberapa tahun, siklus infeksi virus, kematian sel T, dan infeksi baru

berjalan terus sehingga akhirnya menyebabkan penurunan jumlah sel T CD4+ di jaringan limfoid dan

sirkulasi.

            Pada fase kronik progresif, pasien rentan terhadap infeksi lain, dan respons imun terhadap

infeksi tersebut akan menstimulasi produksi HIV dan destruksi jaringan limfoid. Transkripsi gen HIV

dapat ditingkatkan oleh stimulus yang mengaktivasi sel T, seperti antigen dan sitokin. Sitokin

(misalnya TNF) yang diproduksi sistem imun alamiah sebagai respons terhadap infeksi mikroba,

sangat efektif untuk memacu produksi HIV. Jadi, pada saat sistem imun berusaha menghancurkan

mikroba lain, terjadi pula kerusakan terhadap sistem imun oleh HIV.

            Penyakit HIV berjalan terus ke fase akhir dan letal yang disebut AIDS dimana terjadi destruksi

seluruh jaringan limfoid perifer, jumlah sel T CD4+ dalam darah kurang dari 200 sel/mm3, dan

viremia HIV meningkat drastis. Pasien AIDS menderita infeksi oportunistik, neoplasma, kaheksia

(HIV wasting syndrome),  gagal ginjal (nefropati HIV), dan degenerasi susunan saraf pusat

(ensefalopati HIV).

Manifestasi klinis infeksi HIV.

Page 8: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

Fase penyakit Manifestasi klinis

Penyakit HIV akut Demam, sakit kepala, sakit tenggorokan dengan faringitis,

limfadenopati generalisata, eritema

Masa laten klinis Berkurangnya jumlah sel T CD4+

AIDS Infeksi oportunistik

Protozoa (Pneumocystis carinii, Cryptosporidium)

Bakteri (Toxoplasma, Mycobacterium avium, Nocardia, Salmonella)

Jamur (Candida, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis,

Histoplasma capsulatum)

Virus (cytomegalovirus, herpes simplex, varicella-zoster)

Tumor

Limfoma (termasuk limfoma sel B yang berhubungan dengan EBV)

Sarkoma Kaposi

Karsinoma servikal

Ensefalopati

Wasting syndrome

 Respons imun terhadap HIV

Pada pasien HIV terjadi respons imun humoral dan selular terhadap produk gen HIV. Respons awal

terhadap infeksi HIV serupa dengan pada infeksi virus lainnya dan dapat menghancurkan sebagian

besar virus di dalam darah dan sel T yang bersirkulasi. Kendati demikian, respons imun ini gagal

untuk menghilangkan semua virus, dan selanjutnya infeksi HIV mengalahkan sistem imun pada

sebagian besar individu.

Terdapat 3 karakteristik respons imun terhadap HIV. Pertama, respons imun dapat berbahaya terhadap

pejamu, misalnya dengan menstimulasi uptake virus yang teropsonisasi kepada sel yang tidak

terinfeksi melalui endositosis yang diperantarai Fc reseptor atau melalui eradikasi sel T CD4+ yang

Page 9: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

mengekspresi antigen virus oleh sel T sitotoksik CD8+. Kedua, antibodi terhadap HIV merupakan

petanda infeksi HIV yang digunakan secara luas untuk uji tapis tetapi sedikit yang memiliki efek

netralisasi. Ketiga, pembuatan vaksin HIV memerlukan pengetahuan tentang epitop virus yang paling

mungkin menstimulasi imunitas protektif.

            Respons imun awal terhadap infeksi HIV mempunyai karakteristik ekspansi masif sel T

sitotoksik CD8+ yang spesifik terhadap protein HIV. Respons antibodi terhadap berbagai antigen HIV

dapat dideteksi dalam 6-9 minggu setelah infeksi, namun hanya sedikit bukti yang menunjukkan

bahwa antibodi mempunyai efek yang bermanfaat untuk mengontrol infeksi. Molekul HIV yang

menimbulkan respons antibodi terbesar adalah glikoprotein envelope, sehingga terdapat titer anti-

gp120 dan anti-gp41 yang tinggi pada sebagian besar pasien HIV. Antibodi anti-envelope merupakan

inhibitor yang buruk terhadap infektivitas virus atau efek sitopatik. Terdapat antibodi netralisasi

dengan titer rendah pada pasien HIV. Antibodi netralisasi ini dapat menginaktivasi HIV in vitro.

Terdapat pula antibodi yang memperantarai ADCC. Semua antibodi ini spesifik terhadap gp120.

Belum ditemukan korelasi antara titer antibodi dengan keadaan klinis. Uji tapis standar untuk HIV

menggunakan imunofluoresensi atau enzyme-linked immunoassay untuk mendeteksi antibodi anti-

HIV pada serum. Setelah dilakukan uji tapis dengan hasil yang positif, sering dilanjutkan dengan

Western blot atau radioimmunoassay untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap protein virus

tertentu.

Mekanisme penghindaran imun oleh HIV

Kegagalan respons imun selular dan humoral untuk mengatasi infeksi HIV disebabkan berbagai

faktor. Karena gangguan dalam hal jumlah dan fungsi sel T CD4+, respons imun tidak mampu

mengeliminasi virus. Selain itu, HIV mempunyai berbagai cara utuk menghindari imunitas tubuh.

HIV mempunyai tingkat mutasi yang sangat tinggi sehingga HIV dapat menghindari deteksi

oleh antibodi atau sel T yang terbentuk. Diperkirakan pada seseorang yang terinfeksi, mutasi

titik (point mutation) pada genom virus dapat terjadi setiap hari. Satu area protein pada

molekul gp120 yang disebut V3 loop mampu mengubah komponen antigeniknya, dan dapat

bervariasi walaupun bahannya diambil dari individu yang sama pada waktu yang berbeda.

Sel terinfeksi HIV dapat menghindari sel T sitotoksik dengan cara down-regulation ekspresi

molekul MHC kelas I. Protein HIV Nef menghambat ekspresi molekul MHC kelas I,

khususnya HLA-A dan HLA-B, dengan cara meningkatkan internalisasi molekul-molekul

tersebut.

Infeksi HIV dapat menghambat imunitas selular. Sel TH2 yang spesifik untuk HIV dan

mikroba lain dapat meningkat secara relatif terhadap sel TH1. Karena sitokin TH2 menghambat

imunitas selular, hasil dari ketidakseimbangan ini adalah disregulasi (disebut juga deviasi

Page 10: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

imun) yang meningkatkan kerentanan pejamu terhadap infeksi mikroba intraselular, termasuk

HIV itu sendiri.

CARA PENULARAN

Cara penularan HIV yang paling penting pada anak adalah dari ibu kandungnya yang sudah mengidap

HIV baik saat sebelum dan sesudah kehamilan. Penularan lain yang juga penting adalah dari transfusi

produk darah yang tercemar HIV, kontak seksual dini pada perlakuan salah seksual atau perkosaan

anak oleh penderita HIV, prostitusi anak, dan sebab-sebab lain yang buktinya sangat sedikit.

Meskipun HIV dapat ditemukan pada cairan tubuh pengidap HIV seperti air  ludah (saliva) dan air

mata serta urin, namun ciuman, berenang di kolam renang atau kontak sosial seperti pelukan dan

berjabatan tangan, serta dengan barang yang dipergunakan sehari-hari bukanlah merupakan cara

untuk penularan. Oleh karena itu, seorang anak yang terinfeksi HIV tetapi belum memberikan gejala

AIDS tidak perlu dikucilkan dari sekolah atau pergaulan.

 Ibu hamil dengan HIV (+)

Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang dikandungnya. Cara

transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta

(intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar dengan darah ibu atau sekret genitalia yang

mengandung HIVselama proses kelahiran, dan post partum melalui ASI. Transmisi dapat terjadi pada

20-50% kasus.

Faktor prediktor penularan adalah stadium infeksi ibu, kadar Limfosit T CD4 dan jumlah virus pada

tubuh ibu, penyakit koinfeksi hepatitis B, CMV atau penyakit menular seksual lain pada ibu, serta

apakah ibu pengguna narkoba suntik sebelumnya dan tidak minum obat ARV selama hamil. Proses

intrapartum yang sulit juga akan meningkatkan transmisi, yaitu lamanya ketuban pecah, persalinan

per vaginam dan dilakukannya prosedur invasif pada bayi. Selain itu prematuritas akan meningkatkan

angka transmisi HIV pada bayi.

HIV dapat diisolasi dari ASI pada ibu yang mengandung HIV di dalam tubuhnya baik dari cairan ASI

maupun sel-sel yang berada dalam cairan ASI (limfosit, epitel duktus laktiferus). Risiko untuk tertular

HIV melalui ASI adalah 11-29%. Bayi yang lahir dari ibu HIV (+) dan mendapat ASI tidak semuanya

tertular HIV, dan hingga kini belum didapatkan jawaban pasti; tetapi diduga IgA yang terlarut

berperan dalam proses pengurangan antigen. WHO menganjurkan untuk negara dengan angka

kematian bayi tinggi dan akses terhadap pengganti air susu ibu rendah, pemberian ASI eksklusif

Page 11: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

sebagai pilihan cara nutrisi bagi bayi yang lahir dari ibu HIV (+). Transmisi melalui perawatan ibu ke

bayinya belum pernah dilaporkan.

 Transfusi

Penularan dapat terjadi melalui transfusi darah yang mengandung HIV atau produk darah yang berasal

dari donor yang mengandung HIV. Dengan sudah dilakukannya skrining darah donor untuk HIV,

maka transmisi melalui cara ini menjadi jauh berkurang.

 

Jarum suntik yang tercemar HIV

Penularan melalui cara ini terutama ditemukan pada penyalahguna obat intravena yang menggunakan

jarum suntik bersama. Sekali tertulari, maka seorang pengguna akan dapat menulari pasangannya

melalui hubungan seksual. Untuk mengantisipasi tersebarnya aneka penyakit melalui cara ini, di

banyak negara maju sudah dilakukan program harm reduction bagi pengguna narkoba dengan

membagikan jarum suntik steril pada pemakai.

Hubungan seksual dengan pengidap HIV

Penularan cara ini ditemukan pada anak remaja yang berganti-ganti pasangan seksual, atau korban

perkosaan, atau prostitusi anak. Penderita AIDS yang berumur 20-an mendapat infeksi HIV pada

masa remaja.

 FAKTOR RISIKO

Dari cara penularan tersebut di atas maka faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah,

1) bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual, 2) bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan

berganti, 3) bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena, 4) bayi atau anak

yang mendapat transfusi darah atau produk darah berulang, 5) anak yang terpapar pada infeksi HIV

dari kekerasan seksual (perlakuan salah seksual), dan 6) anak remaja dengan hubungan seksual

berganti-ganti pasangan.

 MASA INKUBASI

Masa inkubasi pada orang dewasa berkisar 3 bulan sampai terbentuknya antibodi anti HIV.

Manifestasi klinis infeksi HIV dapat singkat maupun bertahun-tahun kemudian. Khusus pada bayi di

bawah umur 1 tahun, diketahui bahwa viremia sudah dapat dideteksi pada bulan-bulan awal

Page 12: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

kehidupan dan tetap terdeteksi hingga usia 1 tahun. Manifestasi klinis infeksi oportunistik sudah dapat

dilihat ketika usia 2 bulan.

 GAMBARAN KLINIS

Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit berat yang

dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian besar (>80%)

AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS anak

berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV

secara vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.

            Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di

lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa gagal

tumbuh, berat badan menurun, anemia, panas berulang, limfadenopati, dan hepatosplenomegali.

Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu

infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada

anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan

menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering

berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang

paru karena Pneumocystis carinii, radang paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis

otak. Bila anak terserang Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan

kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.

Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah pneumonia interstisialis limfositik,

yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada jaringan paru. Manifestasi klinisnya

berupa hipoksia, sesak napas, jari tabuh, dan limfadenopati. Secara radiologis terlihat adanya infiltrat

retikulonodular difus bilateral, terkadang dengan adenopati di hilus dan mediastinum.

Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan ensefalopati kronik yang mengakibatkan

hambatan perkembangan atau kemunduran ketrampilan motorik dan daya intelektual, sehingga terjadi

retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan manifestasi primer infeksi HIV. Otak

menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan kadangkala terdapat kalsifikasi. Antigen HIV dapat

ditemukan pada jaringan susunan saraf pusat atau cairan serebrospinal.

Secara khusus dilakukan klasifikasi manifestasi klinis ini oleh CDC Amerika Serikat (1994) dan

WHO (tahun 2006). Penggunaan klasifikasi ini untuk membantu dalam menentukan diagnosis,

tatalaksana dan prognosis. Klasifikasi klinis yang mengarahkan ke pengambilan keputusan

dilakukannya pemeriksaan laboratorium dikenal dengan nama AIDS Defining Illness

Page 13: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

Klasifikasi klinis menurut CDC adalah N, A, B dan C (AIDS) dengan tambahan prefix E pada semua

anak yang terpapar pada HIV dari orangtuanya. Klasifikasi klinis menurut WHO dapat dilihat pada

tabel berikut.

 Tabel 32-2. Klasifikasi WHO mengenai penyakit yang berhubungan dengan HIV

Klasifikasi Stadium klinis WHO

Asimtomatik 1

Ringan 2

Sedang 3

Berat 4

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan assay antibodi dapat mendeteksi antibodi terhadap HIV. Tetapi karena antibodi anti HIV

maternal ditransfer secara pasif selama kehamilan dan dapat dideteksi hingga usia anak 18 bulan,

maka adanya hasil antibodi yang positif pada anak kurang dari 18 bulan tidak serta merta menjadikan

seorang anak pasti terinfeksi HIV. Karenanya diperlukan uji laboratorik yang mampu mendeteksi

virus atau komponennya seperti:

assay untuk mendeteksi DNA HIV dari plasma

assay untuk mendeteksi RNA HIV dari plasma

assay untuk mendeteksi antigen p24 Immune Complex Dissociated (ICD)

Teknologi uji virologi masih dianggap mahal dan kompleks untuk negara berkembang. Real time

PCR(RT-PCR) mampu mendeteksi RNA dan DNA HIV, dan saat ini sudah dipasarkan dengan harga

yang jauh lebih murah dari sebelumnya. Assay ICD p24 yang sudah dikembangkan hingga generasi

keempat masih dapat dipergunakan secara terbatas. Evaluasi dan pemantauan kualitas uji

laboratorium harus terus dilakukan untuk kepastian program. Selain sampel darah lengkap (whole

blood) yang sulit diambil pada bayi kecil, saat ini juga telah dikembangkan di negara tertentu

penggunaan dried blood spots (DBS) pada kertas saring tertentu untuk uji DNA maupun RNA HIV.

Tetapi uji ini belum dipergunakan secara luas, masih terbatas pada penelitian.

Meskipun uji deteksi antibodi tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis definitif HIV pada

anak yang berumur kurang dari 18 bulan, antibodi HIV dapat digunakan untuk mengeksklusi infeksi

HIV, paling dini pada usia 9 sampai 12 bulan pada bayi yang tidak mendapat ASI atau yang sudah

dihentikan pemberian ASI sekurang-kurangnya 6 minggu sebelum dilakukannya uji antibodi.

Dasarnya adalah antibodi maternal akan sudah menghilang dari tubuh anak pada usia 12 bulan.

Page 14: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

Pada anak yang berumur lebih dari 18 bulan uji antibodi termasuk uji cepat (rapid test) dapat

digunakan untuk mendiagnosis infeksi HIV sama seperti orang dewasa.

Pemeriksaan laboratorium lain bersifat melengkapi informasi dan membantu dalam penentuan

stadium serta pemilihan obat ARV. Pada pemeriksaan darah tepi dapat dijumpai anemia,

leukositopenia, limfopenia, dan trombositopenia. Hal ini dapat disebabkan oleh efek langsung HIV

pada sel asal, adanya pembentukan autoantibodi terhadap sel asal, atau akibat infeksi oportunistik.

Jumlah limfosit CD4 menurun dan CD8 meningkat sehingga rasio CD4/CD8 menurun. Fungsi sel T

menurun, dapat dilihat dari menurunnya respons proliferatif sel T terhadap antigen atau mitogen.

Secara in vivo, menurunnya fungsi sel T ini dapat pula dilihat dari adanya anergi kulit terhadap

antigen yang menimbulkan hipersensitivitas tipe lambat. Kadar imunoglobulin meningkat secara

poliklonal. Tetapi meskipun terdapat hipergamaglobulinemia, respons antibodi spesifik terhadap

antigen baru, seperti respons terhadap vaksinasi difteri, tetanus, atau hepatitis B menurun.

DIAGNOSIS

Anak yang berumur kurang dari 18 bulan

Diagnosis definitif laboratoris infeksi HIV pada anak yang berumur kurang dari 18 bulan hanya dapat

ditegakkan melalui uji virologik. Hasil yang positif memastikan terdapat infeksi HIV. Tetapi bila

akses untuk uji virologik ini terbatas, WHO menganjurkan untuk dilakukan pada usia 6-8 minggu,

dimana bayi yang tertular in utero, maupun intra partum dapat tercakup.

Uji virologik yang dilakukan pada usia 48 jam dapat mengidentifikasi bayi yang tertular in utero,

tetapi sensitivitasnya masih sekitar 48%. Bila dilakukan pada usia 4 minggu maka sensitivitasnya naik

menjadi 98%.

Satu hasil positif uji virologik pada usia berapa pun dianggap diagnostik pasti. Meskipun demikian

tetap direkomendasikan untuk melakukan uji ulang pada sampel darah yang berbeda. Bila tidak

mungkin dilakukan dua kali maka harus dipastikan kehandalan laboratorium penguji.

Pada anak yang didiagnosis infeksi HIV hanya dengan satu kali pemeriksaan virologik yang positif,

harus dilakukan uji antibodi anti HIV pada usia lebih dari 18 bulan.  

 

Diagnosis infeksi HIV pada bayi yang mendapat ASI

Page 15: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

Bila seorang bayi yang terpapar infeksi HIV mendapat ASI, ia akan terus berisiko tertulari HIV

selama masa pemberian ASI; karenanya uji virologik negatif pada bayi yang terus mendapat ASI

tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi HIV. Dianjurkan uji virologik dilakukan setelah bayi tidak

lagi mendapat ASI selama minimal 6 minggu. Bila saat itu bayi sudah berumur 9-18 bulan saat

pemberian ASI dihentikan, uji antibodi dapat dilakukan sebelum uji virologik, karena secara praktis

uji antibodi jauh lebih murah. Bila hasil uji antibodi positif, maka pemeriksaan uji virologik

diperlukan untuk mendiagnosis pasti, meskipun waktu yang pasti anak-anak membuat antibodi anti

HIV pada yang terinfeksi post partum belum diketahui.

Bayi dan anak yang terpapar HIV dan memiliki gejala klinis

Bila uji virologik tidak dapat dilakukan tetapi ada tempat yang mampu memeriksa, semua bayi kurang

dari 12 bulan yang terpapar HIV dan menunjukkan gejala dan tanda infeksi HIV harus dirujuk untuk

uji virologik. Hasil yang positif pada stadium apapun menunjukkan positif infeksi HIV.

Bayi dan anak yang terpapar HIV asimtomatik

Pada usia 12 bulan, sebagian besar bayi yang terpapar HIV sudah tidak lagi memiliki antibodi

maternal. Hasil uji antibodi yang positif pada usia ini dapat dianggap indikasi tertular (94.5%

seroreversi pada usia 12 bulan; Spesifisitas 96%) dan harus diulang pada usia 18 bulan.

Diagnosis infeksi HIV setelah ibu atau bayi mendapat Anti Retroviral (ARV) untuk program

pencegahan

(PMTCT=Prevention of Mother To Child Transmission)

Secara umum waktu pendeteksian tidak berbeda, assay DNA dapat mulai diperiksa pada usia 48 jam.

Pemakaian ARV pada ibu dan bayinya untuk PMTCT tidak akan mempengaruhi hasilnya. DNA HIV

akan tetap terdeteksi pada sel mononuklear darah tepi anak yang terinfeksi HIV dan sudah mendapat

ARV meskipun hasil assay RNA HIVnya tidak terdeteksi.

Sampai saat ini belum ada data pasti apakah sensitivitas RNA HIV atau assay antigen ICD p24

dipengaruhi oleh profilaksis ARV pada ibu dan bayi. WHO menyatakan bahwa pemeriksaan RNA

tidak berbeda dengan DNA, dalam hal sensitivitas dan spesifisitas, pada bayi yang lahir mendapat

ARV.

 Diagnosis infeksi bila ibu minum ARV

Page 16: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

Belum diketahui apakah pemakaian ARV pada ibu yang menyusui bayinya dapat mempengaruhi

deteksi RNA HIV atau p24 pada bayi, meskipun sudah dibuktikan uji DNA HIV tidak terpengaruh.

 

Anak yang berumur lebih dari 18 bulan 

Diagnosis definitif infeksi HIV pada anak yang berumur lebih dari 18 bulan (apakah paparannya

diketahui atau tidak) dapat menggunakan uji antibodi, sesuai proses diagnosis pada orang dewasa.

Konfirmasi hasil yang positif harus mengikuti algoritme standar nasional, paling tidak menggunakan

reagen uji antibodi yang berbeda.

 Diagnosis klinis presumtif infeksi HIV

Tidak ada algoritme diagnosis klinis tunggal yang terbukti sangat sensitif atau spesifik untuk

mendiagnosis HIV. Akurasi diagnosis berdasarkan algoritme klinis jarang yang mencapai sensitifitas

70% dan bervariasi menurut umur; bahkan tidak dapat diandalkan unutk mendiagnosis infeksi HIV

pada bayi yang berumur kurang dari 12 bulan. Uji antibodi anti HIV (dapat berupa rapid test) dan

peningkatan akses untuk uji virologik dini dapat membantu dokter membuat algoritme diagnostik

yang lebih baik. Dalam situasi sulit diperbolehkan menggunakan dasar klinis untuk memulai

pengobatan ARV pada anak kurang dari 18 bulan dan terpapar HIV yang berada dalam kondisi sakit

berat. Penegakan diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dikombinasikan dengan pemeriksaan CD4

atau parameter lain saat ini belum terbukti sebagai alat diagnosis infeksi HIV.

 Anak yang berumur kurang dari 18 bulan

Untuk bayi dan anak berumur kurang dari 18 bulan yang berada di tempat dimana uji virologik tidak

mungkin dilakukan, terdapat gejala yang sugestif infeksi HIV, diagnosis presumtif ineksi HIV secara

klinis dapat dibuat. Diagnosis infeksi ini dapat menjadi dasar untuk menilai apakah diperlukan

pemberian ARV segera.

 Anak yang berumur lebih dari 18 bulan

Pada anak yang berumur lebih dari 18 bulan dengan gejala dan tanda sugestif infeksi HIV, dapat

digunakan pemeriksaan antibodi untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis presumtif pada kondisi ini

tidak dianjurkan karena pemeriksaan antibodi saja dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis.

Beberapa kondisi seperti pneumonia pneumositis, kandidiasis esofagus, meningitis kriptokokus jarang

Page 17: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

terjadi pada anak yang tidak terinfeksi HIV. Karenanya kondisi klinis seperti ini menjadi faktor

penentu untuk pemeriksaan antibodi anti HIV.

PENGOBATAN

Tatalaksana pada penderita HIV atau yang terpapar HIV harus lengkap, meliputi pemantauan tumbuh

kembang, nutrisi, imunisasi, tatalaksana medikamentosa, tatalaksana psikologis dan penanganan sisi

social yang akan berperan dalam kepatuhan program pemantauan dan terapi. Pemberian imunisasi

harus mempertimbangkan situasi klinis, status imunologis serta panduan yang berlaku. Panduan

imunisasi WHO berkenaan dengan anak pengidap HIV adalah, selama asimtomatik, semua jenis

vaksin dapat diberikan, termasuk vaksin hidup. Tetapi bila simtomatik, maka pemberian vaksin polio

oral dan BCG sebaiknya dihindari.

Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi oportunistik yang

tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan menunjukkan

kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada penderita HIV yang berusia kurang dari 12

bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia

akibat parasit Pneumocystis jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis

penyakit TBC pada penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah

ini bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan metode

diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di negara endemis TBC,

kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk

menetapkan kasus mana yang memerlukan pengobatan dan yang tidak.

Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk toksoplasma,

preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada

penderita. Untuk ini banyak panduan yang cukup baik dijadikan bahan bacaan.

Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat ARV terjadi

sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral

pada stadium dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan

paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog manusia.

Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid

deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini

digunakan sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa

bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT,

karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.

Page 18: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

Prinsip dasar dalam pemberian ARV adalah bahwa ARV sampai saat ini bukan untuk

menyembuhkan; bila digunakan dengan benar berhubungan dengan perbaikan kualitas hidup

penderita.Tujuan pengobatan yang ingin dicapai adalah (1) memperpanjang usia hidup anak yang

terinfeksi, (2) mencapai tumbuh dan kembang yang optimal, (3) menjaga, menguatkan dan

memperbaiki sistim imun dan mengurangi infeksi oportunistik, (4) menekan replikasi virus HIV dan

mencegah progresifitas penyakit, (5) mengurangi morbiditas anak-anak dan meningkatkan kualitas

hidupnya.

Hingga saat ini sudah terdapat lebih kurang 20 jenis obat ARV. Obat-obat ini pada dasarnya terdiri

dari 5 jenis berdasarkan tempat kerjanya, yaitu NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor),

NNRTI (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor), PI (protease Inhibitor), Fusion Inhibitor,

dan Anti-Integrase. Pemakaian kombinasi NRTI dengan NNRTI dan PI ini saat ini dikenal sebagai

Highly Active Anti Retroviral Therapy (HAART). Penamaan ini didasarkan atas peningkatan survival,

pengurangan kemungkinan infeksi oportunistik dan komplikasi lain, perbaikan pertumbuhan dan

fugnsi neurokognitif dan peningkatan kualitas hidup penderita HIV.

Virus HIV dalam darah diproduksi oleh sel T CD4+ yang terinfeksi dan sebagian kecil oleh sel lain

yang terinfeksi. Terapi obat dikembangkan untuk menghambat semua produksi HIV yang terdeteksi

untuk beberapa tahun. Penurunan viremia sebagai efek pemberian ARV dibagi dalam 3 fase. Fase

pertama adalah penurunan jumlah virus dalam plasma secara cepat dengan waktu paruh kurang dari 1

hari. Penurunan ini menunjukkan bahwa virus diproduksi oleh sel yang hanya hidup sebentar (short-

lived) yaitu sel T CD4+ yang merupakan reservoir utama (93 – 97% dari seluruh sel T) dan sumber

virus.

Fase kedua penurunan HIV plasma dengan waktu paruh 2 minggu menyebabkan jumlah virus dalam

plasma berkurang hingga di bawah ambang deteksi. Hal ini menunjukkan berkurangnya reservoir

virus dalam makrofag.

Fase ketiga yang sangat lambat menunjukkan terdapat penyimpanan virus di sel T memori yang

terinfeksi secara laten. Karena masa hidup yang panjang dari sel memori, diperlukan berpuluh-puluh

tahun untuk menghilangkan reservoir virus ini.

 PROGNOSIS

 Prognosis anak-anak pengidap HIV berbeda-beda sesuai stadium klinis dan terutama persentase CD4

yang dimiliki sebelum mulai terapi ARV. Secara umum tercapainya stadium ADIS pada anak lebih

cepat pada orang dewasa. Bila pada orang dewasa ada sejumlah pengidap HIV yang dapat tetap sehat

dengan hitung CD4 tetap normal bertahun-tahun lamanya, maka pada anak belum didapatkan studi

Page 19: Referat Bayi Dengan Infeksi HIV

kohort dengan hasil yang sebanding. Tetapi memang ditemukan anak-anak yang hingga usia paling

tidak 8 tahun tidak memilki gejala infeksi HIV dan hitung CD4nya normal, meskipun HIV seropositif.

Studi awal menunjukkan bahwa pada anak-anak yang tetap sehat memiliki produksi antibodi lebih

baik dan aktivitas sel Limfosit sitotoksik terhadap HIV yang lebih baik. Tetapi lebih banyak anak-

anak terinfeksi HIV yang sebelum usia 1 tahun pun sudah memerlukan terapi ARV. Dengan

perkembangan riset obat ARV pada anak dan keberhasilan pencegahan transmisi dari ibu pengidap

HIV ke anaknya, diharapkan angka keberhasilan hidup anak pengidap HIV lebih tinggi di masa yang

akan datang.