22
BAB I PENDAHULUAN Delirium adalah kondisi yang sering dijumpai di rumah sakit. Sindrom ini sering tidak terdignosis dengan baik saat pasien berada di rumah (akibat kurangnya kewaspadaan keluarga) maupun saat pasien berada di unit gawat darurat atau unit rawat jalan. Gejaladan tanda yang tidak khas merupakan salah satu penyebabnya. Setidaknya 32 – 67 % dari sindrom ini tidak dapat terdiagnosis oleh dokter. Padahal kondisi ini dapat dicegah. Literature lain menyebutkan 70 % dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis atau salah terapi oleh dokter. Sindrom delirium sering muncul dalam keluhan utama atau tidak jarang justru terjadi pada hari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang berfluktuasi. Prevalensi sindrom delirium di ruang geriatric RSCM adalah 23 % (tahun 2004) sedangkan insidennya mencapai 17 % pada pasien yang sedang dirawat inap (tahun 2004). Sindrom delirium mempunya dampak buruk, tidak saya dapat meningkatkan resiko kematian sampai 10 kali lipat namun juga karena memperpanjang masa rawat serta meningkatkan kebutuhan perawatan ( bantuan ADL) dari petugas kesehatan. Kepentingan untuk mengenali delirium dalah (1) lebutuhan klinis untuk mengidentifikasi dan menobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium. 1

Referat Delirium

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penjelasan ttg delirium

Citation preview

Page 1: Referat Delirium

BAB I

PENDAHULUAN

Delirium adalah kondisi yang sering dijumpai di rumah sakit. Sindrom ini sering tidak

terdignosis dengan baik saat pasien berada di rumah (akibat kurangnya kewaspadaan

keluarga) maupun saat pasien berada di unit gawat darurat atau unit rawat jalan. Gejaladan

tanda yang tidak khas merupakan salah satu penyebabnya. Setidaknya 32 – 67 % dari

sindrom ini tidak dapat terdiagnosis oleh dokter. Padahal kondisi ini dapat dicegah. Literature

lain menyebutkan 70 % dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis atau salah terapi oleh

dokter. Sindrom delirium sering muncul dalam keluhan utama atau tidak jarang justru terjadi

pada hari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang berfluktuasi.

Prevalensi sindrom delirium di ruang geriatric RSCM adalah 23 % (tahun 2004)

sedangkan insidennya mencapai 17 % pada pasien yang sedang dirawat inap (tahun 2004).

Sindrom delirium mempunya dampak buruk, tidak saya dapat meningkatkan resiko kematian

sampai 10 kali lipat namun juga karena memperpanjang masa rawat serta meningkatkan

kebutuhan perawatan ( bantuan ADL) dari petugas kesehatan.

Kepentingan untuk mengenali delirium dalah (1) lebutuhan klinis untuk

mengidentifikasi dan menobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah

perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium.

1

Page 2: Referat Delirium

BAB II

DELIRIUM

I. DEFINISI

Delirium adalah diagnosis klinis gangguan otak difus yang dikarakteristikkan dengan

variasi kognitif dan gangguan tingkah laku. Delirium ditandai oleh gangguan kesadaran,

biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood,

persepsi dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum. Tremor, asteriksis, nistagmus,

inkoordinasi dan inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum.

Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak ( beberapa jam atau hari),

perjalanan yang singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab

diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat

bervariasi pada pasien individual.delirium dapat terjadi pada berbagai tingkat usia namun

tersering pada usia diatas 60 tahun. Mengigau merupakan gejala sementara dan dapat

berfluktuasi intesitasnya, kebanyakan kasus dapat sembuh dalam waktu 4 minggu atau

kurang. Akan tetapi jika delirium dengan fluktuasi yang menetap lebih dari 6 bulan sangat

jarang dan dapat menjadi progresif kearah dementia.

II. EPIDEMIOLOGI

Delirium merupakan kelainan yang sering pada :

Sekitar 10 – 15 % adalah pasien bedah, 15 – 25 % pasien perawatan medis di rumah

sakit. Sekitar 30 % dirawat di ICU bedah dan ICU jantung, 40 -50 % pasien yang

dalam masa penyembuhan dari tindakan bedah pelvis memiliki episode delirium.

Yang tertinggi yaitu 90 % ditemukan pada pasien post cardiotomy.

Penyebab dari pasca operasi delirium termasuk dari stress dari pembedahan, sakit

pasca operasi, pengobatan anti nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, demam

dan kehilangan darah.

Sekitar 20 % pasien dengan luka bakar berat dan 30 – 40 % pasien dengan

imunodefisisensi (AIDS)

Usia lanjut merupakan faktor resiko terjadinya delirium, sekitar 30 – 40 % dari pasien

yang dirawat berusia 65 tahun dan memiliki episode delirium.

III. ETIOLOGI

Penyebab utama delirium :

2

Page 3: Referat Delirium

1. Penyakit pada Central Nervus System (CNS) : encephalitis, space occupying lesions,

peningkatan tekanan intrakranial setelah episode epilepsi.

2. Demam : penyakit sistemik

3. Intoksikasi dari obat-obatan atau zat toksik

4. Withdrawal alkohol

5. Kegagalan metabolik : cardio, respiratori, renal, hepatik dan hipoglikemi.

Faktor predisposisi :

1. Dementia

2. Multiple medications

3. Usia lanjut

4. Penyakit neurologis seperti stroke, penyakit parkinson

5. Gangguan penglihatan dan pendengaran

6. Ketidakmampuan fungsional

7. Ketergantungan alkohol

8. Isolasi sosial

9. Kondisi ko-morbid multiple

10. Depresi

11. Riwayat delirium pos-operasi sebelumnya

Faktor pencetus (presipitasi)

Penyakit akut berat :

1. Infeksi : 10 – 35 %

2. Intoksikasi obat atau racun : 22 – 39 %

3. Withdrawal benzodiazepin

4. Withdrawal alkohol + defisiensi thiamin

5. Encephalopati metabolik : 25 %

6. Gangguan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa

7. Hipoglikemi

8. Hipoksia atau hiperkapnia

9. Gagal ginjal atau hepar

Polifarmasi

Bedah dan anestesi

Nyeri post operasi yang tidak terkontrol dengan baik

Neurologis 8 % ( anoksia,stroke, epilepsi dll)

Perubahan dari lingkungan keluarga

3

Page 4: Referat Delirium

Sleep deprivation

Albumin serum rendah

Demam / hipotermia

Hipotensi perioperatif

Pengekangan fisik

Kardiovaskuler

Tidak ditemukan penyebab

Medikasi terkait delirium :

Beberapa jenis obat-obatan baik yang resmi atau terlarang yang dapat menyebabkan delirium

antara lain :

1. Sedatif hipnotik

Benzodiazepin

Kloralhidrat, barbiturat

Anti kolinergik

Benztropin, oksibutirin

2. Antihistamin : difenhidramin

3. Antispasmodik : belladona, propanthelin

4. Fenothiazin : thioridazin

5. Antidepresan

6. Antiparkinson : levodopa, amantadin,pergolid, bromokriptin

7. Analgetik : opiat (khususnya petidin), jarang : NSAID, aspirin

8. Obat anastesi

9. Antipsikotik : khususnya berefek antikolinergik misal klozapin

10. Staroid : tergantung dosis

11. Antagonis histamin-2 : khususnya simetidin, tetapi juga golongan ranitidin

12. Antibiotik : aminoglikosida, penisilin, sefalosporin, sulfonamid, dan beberapa

florokuinolon seperti siprofloksasin

13. Obat kardiovaskuler dan antihipertensi : digoxin,amiodaron, propanolol, metildopa

14. Antikonvulsan : fenitoin, karbamazepin, valproat, pirimidin, klonazzeam, klobazam.

15. Lain-lain : lithium,flunoksilin, metoclopramid, imunosupresan

IV. PATOFISIOLOGI

4

Page 5: Referat Delirium

Tanda dan gejala delirum merukana manifestasi dari gangguan neuronal, biasanya

melibatkan area di korteks cerebri dan reticular activating sistem. Dua mekanisme yang

terlibat langsung dalam terjadinya delirium adalah pelepasan neurotransmitter yang

berlebihan (kolinergik muskarinik dan dopamin) serta jalannya impuls yang abnormal.

Aktivitas yang berlebih dari neuron kolinergik muskarinik pada reticular activating system,

korteks dan hipokampus berperan pada gangguan fungsi kognisis (disorientasi, berpikir

konkrit dan inattention) dalam delirium.

Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali dopamin yang berkurang

misalnya pada peningkatan stress metabolik. Adanya peningkatan dopamin yang abnormal

ini dapat bersifat neurotoksik melalui produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu

neurotransmitter eksitasi. Adanya gangguan neurotrasmitter menyebabkan hiperpolarisasi

membran yang akan menyebabkan penyebaran depresi membran.

Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga :

1. Delirium hiperaktif

Ditemukan pada pasien dalam keadaan penghentian alkohol yang tiba-tiba, intoksikasi

phencyclidine (PCP), amfetamin dan asam lisergic dietilamid (LSD). Pasien bisa

tampakgaduh gelisah, berteriak-teriak, jalan mondar-mandir atau hipotesis mengenai

delirium.

2. Delirium hipoaktif

Ditemukan pada pasien hepatic encephalopathy dan hiperkapnia

3. Delirium campuran

Pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari mengantuk tetapi pada malam

hari terjadi agitasi dan gangguan sikap.

Mekanisme delirium belum sepenuhnya dimengerti. Delirium dapat disebabkan oleh

gangguan struktural dan fisiologis. Hipotesis utama adalah adanya gangguan yang

irreversible terhadap metabolisme oksidatif otak dan adanya kelainan multiple

neurotransmitter.

Asetilkolin

Obat-obat anti kolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan acute confusional

states (bingung) dan pada pasien dengan gangguan transmisi kolinergik seperti pada

penyakit alzheimer. Pada pasien dengan post operatif delirium, aktivitas serum anti

kolinergik meningkat.

Dopamin

5

Page 6: Referat Delirium

Diotak terdapat hubungan reciprocal antara aktivitas kolinergik dan dopaminergik.

Pada delirium,terjadi peningkatan aktivitas dopaminergik. Gejala simptomatis

membaik dengan pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat

penghambat dopamin.

Neurotransmitter lain

Serotonin : ditemukan peningkatan serotonin pada pasien hepatic encephalopathy

dan sepsis delirium. Agen serotoninergik seperti LSD dapat pula menyebabkan

delirium. Peningkatan inhibitor GABA (Gamma aminobutyric acid) pada pasien

dengan hepatic encephalopathy dapat ditemukan. Peningkatan level ammonia terjadi

pada pasien hepatic encephalopathy, yang menyebabkan peningkatan pada asam

amino glutamate dan glutamin (kedua asam amino ini merupakan precursor GABA).

Penurunan level GABA pada susunan saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang

mengalami gejala putus benzodiazepine dan alkohol.

Cortisol dan beta endorphins : pada delirium yang disebabkan glukokortikoid

eksogen terjadi gangguan pada ritme circadian dan beta-endorphin.

Mekanisme inflamasi

Mekanisme inflamasi turut berperan pada patofisiologi delirium, yaitu karena

keterlibatan sitokin seperti interleukin-1 dan interleukin-6, stress psychososial dan

gangguan tidur berperan dalam onset delirium.

Mekanisme struktural

Formatio retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian

kesadaran dan jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental

dorsalis yang keluar dari formatio reticularis mesencephalic ke tegmentum dan

thalamus. Adanya gangguan metabolik (hepatic encephalopathy) dan gangguan

struktural (stroke, trauma kepala) yang mengganggu jalur anatomis tersebut dapat

menyebabkan delirium.

Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan delirium, mekanismenya

karena dapat menyebabkan agen neuro toksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk

menembus otak.

V. MANIFESTASI KLINIS

Gangguan kesadaran

Disorientasi

Konsentrasi berkurang

6

Page 7: Referat Delirium

Tingkah laku

Hiperaktif

Hipoaktif

Pikiran

Bizarre

Ideas of reference

Waham

Mood

Cemas, irritable

depresi

Persepsi

Ilusi

Halusinasi (visual)

Memori : terganggu

Fluctuating course, worse in the evening

Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadarn yang dalam DSM IV

digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan dengan

penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian.

Keadaan delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan,

mengantuk, insomnia, halusinasi transient, mimpi menakutkan di malam hari, kegelisahan.

Delirium ditandai dari perubahan mental akut dari pasien, perubahan fluktuatif pada kognitif

termasuk memori, berbahasa dan organisasi.

1. Gangguan atensi

Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk memperhatikan. Mereka mudah

melupakan instruksi dan mungkin dapat menanyakan instruksi dan pertanyaan untuk

diulang berkali-kali. Metode untuk mengidentifikasi gangguan atensi yaitu dengan

meyuruh pasien menghitung angka terbalik dari 100 dengan kelipatan 7.

2. Gangguan memori dan disorientasi

Defisit memori, hal yang sering jelas terlihat pada pasien delirium. Disorientasi

waktu, tempat dan situasi juga sering didapatkan pada delirium.

3. Agitasi

Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari disorientasi dan

kebingungan yang mereka alami. Sebagai contoh; pasien yang disorientasi

7

Page 8: Referat Delirium

menganggap mereka di rumah meskipun ada di rumah sakit sehingga staff rumah

sakit dianggap sebagai orang asing yang menerobos rumahnya.

4. Apatis dan menarik diri terhadap sekitar / withdrawal

Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan withdrawal, mereka dapat

terlihat seperti depresi, penurunan nafsu makan, penurunan motivasi dan gangguan

pola tidur.

5. Gangguan tidur

Pada pasien delirium sering tidur pada waktu siang hari tapi bangun pada waktu

malam hari. Pola ini digabungkan dengan disorientasi dan kebingungan yang dapat

menimbulkan situasi berbahaya pada pasien, yaitu resiko jatuh dari tempat tidur,

menarik kateter atau IV dan pipa nasogastric.

6. Emosi yang labil

Delirium dapat menyebabkan emosi pasien yang labil seperti gelisah, sedih, menangis

dan kadang-kadang gembira yang berlebih. Emosi ini dapat muncul bersamaan ketika

seseorang mengalami delirium.

7. Gangguan persepsi

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk

membedakan stimulus sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan

pengalaman masa lalu. Sering terjadi halusinasi visual dan auditori. Ilusi visual

danauditoris juga sering pada delirium.

8. Tanda-tanda neurologis

Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain : tremor gait, asterixis

mioklonus, paratonia dari otot terutama leher, sulit untuk menulis dan membaca dan

gangguan visual.

VI. DIAGNOSIS

Secara klinis penegakkan diagnosis delirium dapat menggunakan DSM IV-TR. Di bawah ini

adalah kriteria diagnostik delirium berdasatkan DSM IV-TR :

Kriteria diagnostik delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum :

1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap lingkungan

dalam bentuk memusatkan, mempertahankan, dan mengalihkan perhatian).

2.  Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya ingat segera dan jangka pendek namun

daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi, dan halusinasi terutama

visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham

8

Page 9: Referat Delirium

sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorentasi waktu, tempat

dan orang).

3.  Awitannya tiba-tiba ( dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat

danada kecendrungan berfluktuasi sepanjang hari.

4.  Bedasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium

untuk menemukan penyebab delirium

Kriteria diagnostic Delirium yang disebabkan intoksikasi zat :

1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kerjernihan kesadaran terhadap lingkungan

dalam bentuk memusatkan, memperlihatkan dan mengalihkan perhatian).

2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya ingat segera dan jangka pendek pendek

namun daya ingat dan jangka ke pendek namun daya ingat jangka panjang tetap utuh,

ditorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama visual hendaya daya pikit dan pengertian

abstrak dengan atau tanpa waham sementara, tetapi yag khar terdapat inkoherensi

sedikit,disorentasi waktu, tempat, dan orang).

3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari,) perjalanan penyakitnya singkat

dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk

menemukan delirium ini (1) atau (2) :

1) Gejala pada criteria A dan B berkembang selam intoksikasi zat.

2) Penggunaan intoksikasi di sini untuk mengamati yang ada hubungan dengan

gangguannya.

Intoksikasi zat yang menimbulkan delirium adalah alcohol, amfetamin atau yang

miripdengan amfetamin, kanabisin, inhalan, opioid, fensiklin, sedative, hipnotikm ansiolitikm

dan lainsebagainya. Juga zat lain seperti simetidin, digitalis, benzodiazepine.

Kriteria diagnostic Delirium yang disebabkan putus zat :

1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap lingkungan

dalam bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian). 

2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dan jangka pendek

namundaya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasiter-

utamavisual, hendaya daya piker dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham

sementara,tetapi yang khas terhadap inkoherensi sedikit, diorentasi)

3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakit singkat dan

ada kecendrungan berfluktuasi sepanjang hari.

9

Page 10: Referat Delirium

4. Bedasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium

untuk menemukan penyakit delirium ini dalam criteria (A) dan (B). keadaan ini

berkembangselama atau dalam waktu singkat sesudah sindroma putus zat.

Kriteria diagnostic Delirium yang berkaitan dengan berbagai penyebab :

1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap lingkungan

dalam bentuk memusatkan, mempertahankan, dan mengalihkan perhatian). 

2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dan jangka pendek

namundaya ingat jangka panjang utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama

visual,hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham

sementara, tetapiyang khas terdapat inkoherensi sedikit, diorientasi waktu, tempat,

orang).

3. Awitan tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakit singkat dan ada

kecendrungan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Bedasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium

untuk menemukan etiologi delirium ini yang disebabkan oleh lebih dari satu penyebab

kondisimedic umum, disertai intoksikasi zat atau efek samping medikasi.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Dementia

Gangguan psikotik akut dan sementara

Schizophrenia

Beberapa pasien dengan schizophrenia atau episode manik mungkin pada satu

keadaan menunjukkan perilaku yang sangat kacau yang sulit dibedakan dengan

delirium. Secara umum, halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan

dan lebih terorganisasi dibandingkan dengan kondisi pasien delirium.

Gangguan mood (afektif)

10

DELIRIUM DEMENTIA

Onset akut

Berfluktuasi

Gangguan kesadaran

Organisasi pikiran terganggu

Sering terjadi gangguan persepsi

Kewaspadaan selalu terganggu

Onset perlahan-lahan

Satbil atau progresif

Kesadaran normal

Organisasi pikiran kurang

Jarang terjadi gangguan persepsi

Kewaspadaan normal

Page 11: Referat Delirium

Sindrom delirium dengan gejala yang hiperaktif sering keliru dianggap sebagai pasien

yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif dianggap sebagai depresi. Keduanya

dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat perubahan

yang bertahap dalam beberapa hari atau minggu. Sedangkan pada delirium biasanya

gejala berkembang dalam beberapa jam.

VIII. PENATALAKSANAAN

Dalam mengobati delirium, hal yang paling utama adalah mengobati penyebabnya.

Bila penyebabnya akibat toksisitas antikolinergik, maka digunakan pisostigmin salisilat 1-2

mg intravena atau intramuscular dan dapat diulangi 15-30 menit bila diperlukan.

Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik,

dan lingkungan. Bantuan fisik diperlukan pasien delirium agar tidak masuk ke dalam situasi

dimana mereka dapat mencelakakan diri sendiri. Pasien delirium tidak boleh dalam

lingkungan tanpa stimulus sensorik atau dengan stimulus yang berlebihan. Biasanya pasien

delirium di bantu dengan meminta teman keluarga di dalam ruangan.

a) Farmakoterapi

Dua gejala utama delirium yang memerlukan terapi obat yaitu psikosis dan

insomnia. Obat yang dianggap cocok untuk psikosis adalah halolperidol. Pemberian

dosis obat tergantung umur, berat badan, dan kondisi pasien tersebut. Pemberian

halolperidol berkisar antara 2-10 mg intramuscular dan dapat diulang satu jam

kemudian bila pasien masih menunjukkan agitasi. Segera bila pasien sudah tenang

dapat diberikan obat secara peroral yang terbagi atas dua dosis yaitu sepertiganya

diberikan pada pagi hari dan dua pertiganya pada saat tidur. Untuk mencapai dosis

yang sama seperti suntikan. Maka jumlah dosis yang diberikan peroral satu setengah

kali dari dosis suntik. Dosis efektif halolperidol pada kebanyakan penderita delirium

berkisar antara5-50 mg.

Droperidol (inapsine) adalah suatu butyrophenon yang tersedia sebagai suatu

formula intravena alterbative, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat

penting untuk pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien

delirium, karena obat tersebut disertai dengan aktivitas anti kolinergik yang

bermakna.

Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu

paruh pendek atau hydroxizine (vistaril) 25 – 100 mg. Golongan benzodiazepine

dengan waktu paruh panjang dan barbiturat harus dihindari pada pasien delirium

11

Page 12: Referat Delirium

karena obat tersebut telah digunakan sebagai bagian dari pengobatan untuk gangguan

dasar ( sebagai contoh : putus alkohol).

Pengobatan termasuk pengobatan pada penyakit yang mendasari dan

identifikasi medikasi yang mempengaruhi derajat kesadaran

Olanzapine (zyprexa) : adalah obat neuroleptic atipikal, dengan efek

ekstrapiramidal yang ringan, efektif untuk pengobatan delirium yang disertai

agitasi. Dosisnya dimulai dengan 2,5 mg dan meningkat sampai 20 mg per oral

jika dibutuhkan. Olanzapine dapat menurunkan ambang kejang, namun

sisanya dapat ditoleransi dengan cukup baik.

Risperidone (risperidal) juga efektif dan dapat ditoleransi dengan baik, dimulai

dengan 0,5 mg 2x sehari atau 1 mg sebelum tidur, meningkat sampai 3 mg 2x

sehari jika dibutuhkan.

Haloperido (haldol) dapat digunakan dengan dosis rendah (0,5 mg – 2 mg 2x

sehari), jika dibutuhkan secara intravena. Efek samping ekstrapiramidal dapat

terjadi,dapat ditambahkan dengan sedatif misalnya lorezepam diawali 0,5 mg –

1 mg setiap 3 – 8 jam jika dibutuhkan.

b) Non farmakologis (pencegahan)

Berbagai literatur menyebutkan bahwa p[engobatan sindrom delirium sering

tidak tuntas. 96 % pasien yang dirawat pulang dengan gejala sisa. Hanya 20 % dari

kasus-kasus tersebut yang tuntas dalam 6 bulan setelah pulang. Hal tersebut

menunjukkan bahwa sebenarnya prevalensi sindrom delirium dimasyarakat lebih

tinggi dari yang diduga sebelumnya. Pemeriksaan penapisan oleh dokter umum atau

dokter keluarga di masyarakat menjadi penting dalam rangka menemukan kasus dini

dan mencegah penyulit yang fatal.

Rudolph (2003) melaporkan bahwa separuh dari kasus yang diamatinya

mengalami delirium saat dirawat di rumah sakit.berarti ada karakteristik pasien

tertentu dan suasana / situasi rumah sakit sedemikian rupa yang dapat mencetuskan

delirium. Beberapa obat juga dapat mencetuskan delirium, terutama yang mempunyai

efek anti kolinergik dan gangguan faal kognitif. Beberapa obat yang diketahui

meningkatkan resiko delirium antara lain : benzodiazepine, kodein, amitriptilin

(antidepresan) difenhidramid, ranitidin, digoxin, amiodaron, metildopa, procainamid,

levodopa, fenitoin, siproflolsasin, beberapa tindakan sederhana yang dapat dilakukan

di rumah sakit (di ruang rawat akut geriatric) terbukti cukup efektif mampu mencegah

delirium.

12

Page 13: Referat Delirium

Pencegahan delirium dan keluarannya :

Panduan intervensi Tindakan Keluaran P

Reorientasi Pasang jam dinding dan

kalender.

Memulihkan orientasi 0,04

Memulihkan siklus

tidur

Padamkan lampu

Minum susu hangat atau the

herbal

Musik yang tenang

Pemijatan (massage) punggung

Tidur tanpa obat 0,001

Mobilisasi Latihan lingkup gerak sendi

Mobilisasi bertahap

Batasi penggunaan restrain

Pulihnya mobilisasi 0,06

Penglihatan Kenakan kacamata

Menyediakan bacaan dengan

huruf berukuran besar

Meningkatkan

kemampuan penglihatan

0,27

Pendengaran Bersihkan serumen prop

Alat bantu dengar

Meningkatkan

kemampuan pendengaran

0,10

Rehidrasi Diagnosis dini rehidrasi

Tingkatan asupan cairan oral

kalau perlu per infuse

BUN/Cr < 18 0,04

IX. PROGNOSIS

Awitan delirium yang akut, gejala prodormalnya seperti gelisah dan perasaan takutmungkin

muncul pada awal awitan. Bila penyebabnya tidak diketahui dan dapat dihilangkanmaka

gejala-gejalanya akan menghilang dalam waktu 3-7 hari dan akan seluruhnya dalam waktu2

minggu. Jika delirium telah berakhir, biasanya hilang timbul, dan pasien

mungkinmenganggapnya sebagai mimpi buruk atau pengalaman yang mengerikan yang

hanya diingatsecara samar-samar

13

Page 14: Referat Delirium

BAB III

KESIMPULAN

Sindroma delirium sering tidak terdiagnosis dengan baik karena berbagai sebab.

Keterlambatan diagosis memperpanjang masa rawat dan meningkatkan mortalitas. Defisiensi

asetilkolin yang berhubungan dengan beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus

merupakan mekanisme dasar yang harus selalu diingat. Pencetus tersering pneumonia dan

ISK.

Gangguan fisik global, perubahan aktivitas psikomotor, perubahan siklus tidur, serta

perubahan kesadaran yang terjadi akut dan berfluktuatif merupakan gejala yang sering

ditemukan. Beberapa peneliti menggolongkan delirium ke dalam beberapa tipe. Kriteria

diagnosis baku menggunakan DSM IV; instrument baku yang digunakan untuk membantu

menegakkan diagnosis.

Beberapa penyakit mempunyai gejala dan tanda mirip sehingga diperlukan

kewaspadaan serta pemeikiran kemungkinan diferential diagnositik. Pengelolahan pasien

terutama ditujukan untuk mengidentifikasi serta menatalaksana faktor predisposisi dan

pencetus. Penatalaksanaan non farmakologik dan farmakologik sama pentingnya dan

diperlukan kerjasama dengan psikiater geriatric terutama dalam pengelolahan dalam

pengelolahan pasien yang gelisah.

14

Page 15: Referat Delirium

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Harold I. Sinopsis psikiatri; Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. 2010,

hal 519-528.

2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. 2010 hal 99 – 105

3. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1; 209 hal 907-912

4. Damping, Andri Cahries E.Majalah Kedokteran Indonesia. Peranan psikiatri dan

geriatri dalam penanganan pasien geriatri. 2007

5. http:/emedicine.medscape.com/article/288890-overview . Diakses pada tanggal 5

November 2013.

6. Buchanan R. W, & Carpenter W.T.Jr, Kaplan and Sadock’s Comprehensive

Textbook of Phyciatry 7th edition, Philadelpia, Lippincott Williams & Wilkins. 2000.

7. Direktorat Jendral Pelayanan Medis, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa di Indonesia III, Cetakan Pertama, Jakarta : Departemen Kesehatan

RI, 1993.

15