Upload
saesaria-pradita-dhita
View
89
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
REFERAT ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
KETUBAN PECAH DINI (KPD)
Pradita Saesaria Andhini (08020123)
Clerk Obsetri & Ginekologi RS Bhayangkara PusdikGasum Porong
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan tugas Referat ini dengan judul KETUBAN PECAH DINI.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Kebidanan dan Kandungan periode Februari 2012 – Maret 2012 di RS Bhayangkara
Pusdikgasum Porong.
Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapakan terima kasih kepada dr. Moch. Ma’roef,
Sp.OG dan dr. Kusuma Andriana, Sp.OG, serta dari berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian penyusunan Referat ini.
Referat ini disusun dengan kemampuan saya yang terbatas, maka saya harapkan kritik
dan saran yang membangun untuk perbaikan Referat ini dan semoga dapat berguna untuk kita
semua.
Porong, Maret 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda – tanda
persalinan. Dilaporkan angka kejadian KPD antara 6 – 10%. 20% dari kasus – kasus tersebut
terjadi sebelum usia kehamilan sebelum 37 minggu. Bahkan 30 – 40% persalinan prematur
didahului oleh ketuban pecah dini. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. Hal ini
dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas ibu dan anak. KPD yang memanjang adalah KPD
yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
Gejala yang dialami penderita adalah adanya cairan yang keluar dari kemaluan secara tiba
– tiba dan terus menerus. Cairan itu tidak berbau, jernih, tidak disertai keluarnya lendir ataupun
darah. Seringkali penderita merasa basah atau sensasi tidak bisa berhenti berkemih.
Adapun penyebab KPD ini belum diketahui secara pasti namun kemungkinan yang
menjadi faktor presdisposisi adalah infeksi, kelainan letak janin, faktor golongan darah, faktor
multi graviditas/paritas, merokok, perdarahan antepartum,difisiensi gizi dari tembaga atau asam
askorbat. Sedangkan menurut manuaba 1998, penyebab dari KPD yaitu ketegangan rahim yang
berlebihan, kelainan letak janin dalam rahim, kesempitan panggul, kelainan bawaan dari selaput
ketuban, dan infeksi.
Dengan banyaknya kejadian KPD dan banyaknya komplikasi pada KPD maka perlu bagi
pembaca dan penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentang KPD.
BAB II
ISI
2.1 Batasan
Ketuban Pecah, 1 jam kemudian tidak diikuti tanda – tanda awal persalinan.
2.2 Struktur dan fungsi selaput ketuban
Selaput ketuban ketebalannya 0,02 – 0,5 mm. Mengikuti perkembangan dan
pertumbuhan janin. Terdiri dari 5 lapisan dari dalam keluar sebagai berikut :
1. lapisan epitel yang mengeluarkan kolagen dan non kolagen
2. membrana basalis
3. stratum kompakta yang merupakan kolagen yang dikeluarkan sel – sel pada lapisan
fibroblast yakni kolagen tipe 1 dan 3 yang berfungsi mempertahankan fungsi integritas
selaput ketuban
4. lapisan fibroblast, merupakan lapisan amnion yang paling tebal, terdiri dali sel – sel
mesenkim dan makrofag didalam jaringan ekstraseluler kolagen
5. zona spongiosa yang langsung berhadapan dengan korion terdiri dari proteoglikogen
berfungsi untuk mengurangi gesekan antara korion dengan amnion. Pada lapisan
terluar ini tidak didapatkan pembuluh darah, pembuluh limfe dan jaringan saraf. 2,4,5
Gambar 1. Selaput ketuban
Selaput ketuban dan air ketuban berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan
janin. Fungsi air ketuban adalah sebagai medium sehingga janin dapat bergerak bebas
dan sebagai bantalan untuk meredam dan mencegah dari benturan. Selain itu air ketuban
juga berfungsi untuk mempertahankan suhu tubuh janin dan bekerja hidrostatik pada saat
persalinan untuk memperluas ruang saluran serviks.
2.3 Etiologi dan Patogenesis Ketuban Pecah Dini
Adanya keseimbangan pembentukan dan degradasi kolagen pada selaput ketuban
menyebabkan ketuban mempunyai daya tahan. Faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini
adalah malnutrisi, merokok, infeksi traktus genetalis, polihidramnion dan kehamilan ganda.
Malnutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi ketuban pecah dini. Reaksi
kolagen diinisiasi Lisil Oksidase yang meningkatkan kekuatan dari serabut kolagen. Lisil
Oksidase dihasilkan oleh sel – sel mesenkim amnion yang terdapat pada stratum kompakta.
Lisil Oksidase bergantung pada kadar tembaga serum. Pada wanita ketuban pecah dini
mempunyai kadar tembaga lebih rendah pada serum maternal dan tali pusat bayi dibanding
dengan wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini.
Wanita merokok mempunyai resiko lebih tinggi mengalami ketuban pecah dini, karena
merokok menurunkan kadar asam askorbat dalam serum. Asam askorbat dibutuhkan dalam
proses pembentukan kolagen.
Infeksi memproduksi Sitokinase, matrik Prometaloprotenase dan prostaglandin
sehingga menyebabkan degradasi kolagen.
Penyebab lain dari ketuban pecah dini adalah
1. Korio amnionitis, menyebabkan selaput ketuban menjadi rapuh.
2. Inkompetensia serviks, yaitu kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada serviks uteri ( akibat persalinan atau tindakan kuret).
3. Kelainan letak, sehingga tidak ada bagian terendah anak yang menutupi Pintu Atas
Panggul (PAP), yang dapat mengurangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
4. Trauma yang menyebabkan tekanan intra uterin (intra amniotic) mendadak meningkat.
2.4 Diagnosa Ketuban Pecah Dini
Bila air ketuban keluar banyak dan mengandung mekonium/ verniks maka diagnosis
dengan inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila keluar cairan sedikit, maka diagnosis harus
didasarkan pada :
1. Anamnesis :
a. Kapan keluar cairan
b. Warna
c. Bau
d. Adakah partikel – partikel di dalam cairan (lanugo vernix)
2. Inspeksi :
a. Keluar cairan pervaginam
3. Inspekulo :
a. Bila fundus ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari ostium
uteri dan terkumpul pada forniks posterior
4. Periksa dalam :
a. Ada cairan dalam vagina
b. Selaput ketuban sudah tidak ada lagi
5. Pemeriksaan lab :
a. Kertas lakmus : reaksi basa (lakmus merah berubah menjadi biru)
b. Mikroskopik : tampak lanugo, verniks kaseosa (tidak selalu dikerjakan)
Bila dengan cara di atas ternyata ketuban sudah pecah, maka diambil ketentuan sebagai
berikut :
1. Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesa pasti tentang kapan ketuban pecah.
2. Kalau anamnesis tidak pasti, maka saat ketuban pecah adalah saat penderita masuk kamar
bersalin.
2.5 Diagnosis Banding
1. Cairan dalam vagina bisa urine/ flour albus
2. “Hind water” dan “Fore water rupture of the membrane” pada kedua keadaan ini tidak
ada perbedaan penatalaksanaannya.
2.6 Kemungkinan komplikasi
Pada ibu :
1. Infeksi dalam rahim (khorioamnitis,endometritis,sepsis puerperalis).
2. Peningkatan tindakan operasi sesar.
3. Solusio plasenta.
Pada janin :
1. Oligohidramnion.
2. Kompresi dan prolaps tali pusat.
3. Pertumbuhan janin yang terhambat (IUGR).
4. Gawat janin hingga kematian janin dalam rahim.
5. Lahir premature.
6. Acute Respiratory Disstres Syndrome, Pulmonary hypoplasia dan pneumonia.
7. Lahir dengan kelainan bawaan (Amniotic Band Syndrome).
8. Infeksi pada janin hingga sepsis. Dikatakan secara klinis amnionitis terjadi antara 3–30%
dari kasus KPD prematur. Dan bayi yang lahir dari ibu secara klinis didapatkan tanda-
tanda korioamnionitis, 1–15% mempunyai kultur positif. Mortalitas neonatus dari kasus
KPD prematur yang mengalami sepsis berkisar 0–13%. Dan pemberian antibiotika yang
sesuai dapat menekan insiden sepsis pada neonatus.
9. Komplikasi yang menyebabkan peningkatan angka mortalitas pada perinatal akibat
prematuritas adalah Respiratory Distress Syndrome, Intraventricular Hemorrhage dan
Necrotizing Enterocolitis.
2.7 Penatalaksanaan
1. KPP dengan kehamilan aterm
a. Berikan antibiotik
b. Observasi suhu rectal, bila tidak meningkat ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda
– tanda inpartu, dilakukan terminasi
c. Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam tidak ada tanda – tanda inpartu,
dilakukan terminasi
2. KPP dengan kehamilan prematur
a. EFW > 1500gr
i. Ampicilline 1gr/ hari tiap 6 jam, im/iv selama 2 hari dan Gentamycin 60 –
80 mg tiap 8 – 12 jam sehari selama 2 hari
ii. Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru → Betametasone 12 mg
iv 2x selang 24 jam
iii. Observasi 2x24 jam kalau belum inpartu segera terminasi
iv. Observasi suhu rectal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat >
37,6°C segera terminasi
b. EFW < 1500gr
i. Observasi 2x24 jam
ii. Observasi suhu rectal tiap 3 jam
iii. Pemberian antibiotika dan kortikosteroid
iv. VT selama observasi tidak dilakukan kecuali ada his/ inpartu
v. Bila T rectal meningkat > 37,6°C segera terminasi
vi. Bila 2x24 jam cairan tidak keluar → USG untuk melihat jumlah air
ketuban
1. Bila jumlah air ketuban cukup kehamilan dilanjutkan, perawatan di
ruangan s/d 5 hari
2. Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi
vii. Bila 2x24 jam cairan ketuban masih keluar segera terminasi
viii. Bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat :
1. Segera kembali ke RS bila ada tanda – tanda demam atau keluar
cairan lagi
2. Tidak boleh koitus
3. Tidak boleh manipulasi vagina
Terminasi kehamilan yang dimaksud adalah :
1. Induksi persalinan dengan memakai drip oxytocin (5U/500 cc D5%), bila
persyaratan klinis (USG dan NST) memenuhi
2. Seksio sesar, bila persyaratan untuk drip oxytocin tidak terpenuhi atau drip
oxytocin gagal
3. KPP yang dilakukan Induksi :
a. Bila 12 jam belum ada tanda – tanda awal persalinan dengan atau belum keluar
dari fase laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan diselesaikan dengan
seksio sesar.
b. Bila dengan 2 botol (a’5 U/500 cc D5 ), dengan tetesan maximum, belum inpartu
atau belum keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal, persalinan
diselesaikan dengan seksio sesar.
2. KPP yang sudah inpartu
a. Evaluasi, setelah 12 jam harus keluar dari fase laten.
Bila belum keluar dari fase laten dilakukan akselerasi persalinan dengan drip
oksitosin atau terminasi dengan seksio sesar bila ada kontra indikasi untuk drip
oksitosin (evaluasi klinis, USG & NST ).
b. Bila pada fase laten didapat tanda – tanda fase laten memanjang maka dilakukan
akselerasi persalinan dengan drip oksitosin atau terminasi dengan seksio sesar bila
ada kontra indikasi drip oksitosin.
CATATAN
1. Evaluasi Persalinan setelah masuk fase aktif, sesuai dengan persalinan yang lain (Kurva
Friedmann)
2. Pada keadaan dimana ketuban pecah pada fase laten ( inpartu ), maka penatalaksanaan
seperti KPP inpartu, dihitung mulai saat pecahnya ketuban.
BAB III
KESIMPULAN
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada usia kehamilan > 36 minggu (aterm) dapat juga
terjadi pada usia kehamilan < 36 minggu (preterm).
Faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah malnutrisi, merokok, infeksi traktus
genetalis, polihidramnion, kehamilan ganda, korio amnionitis, inkompetensia serviks, kelainan
letak dan trauma.
Untuk menegakkan KPD melalui anamnesis, inspeksi, inspekulo, pemeriksaan dalam dan
pemeriksaan lab.
Penyulit infeksi intrauterin, tali pusat membumbung dan persalinan preterm.
Penatalaksanaan berbeda sesuai dengan usia kehamilan. KPD aterm maupun preterm
bertujuan untuk mempertahankan kesehatan ibu dan janin dengan mengadakan terapi atau
tindakan lainnya. Dalam mengambil tindakan sebaiknya selalu mempertahankan kesehatan ibu
dan janin.
DAFTAR PUSTAKA
Magmon,E., Romero,R., Pacora P Gervasi M.T, Rdwin, S S Co Mez R. Sembert DS,
Matrilisin ( Matrix Metaloproteine 7) In Partiu Ration Premature Rupture of Membrane
and Intra Uterine Infection. AJ Obstetrist 1997 Gynecology : 2000 1545 – 1553
Wiknjosastro. H., Ilmu Kebidanan, edisi III, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2007.
Abadi, Agus; Abdullah, M. Nadir; dkk.Ketuban Pecah Prematur (KPP). Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bag/ SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Surabaya. RSU
Dokter Soetomo,2008.