29
BAB I PENDAHULUAN Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan masyarakat. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Terdapat variasi angka insidensi dan outcome stroke diberbagai negara. Insidensi stroke di Asia umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat dan juga lebih banyak terjadi pada negara Eropa bagian timur dibandingkan bagian barat. Angka Insidensinya bervariasi dari 660/100.000 pria di Rusia sampai 303/100.000 pria di Swedia (Ali dkk,2009; Carandang dkk, 2006; Goldstein dkk, 2006). Setiap tahunnya, 795.000 orang mengalami kejadian stroke yang baru atau rekuren. Lebih kurang 610.000 orang diantaranya mengalami serangan pertama dan 185.000 orang merupakan rekuren. Insiden stroke pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan pada usia lebih muda, tetapi tidak demikian halnya pada usia tua. Rasio insiden pria terhadap wanita pada usia 55-64 tahun adalah 1,25, pada usia

Referat Stroke Iskemik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan masyarakat. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Terdapat variasi angka insidensi dan outcome stroke diberbagai negara. Insidensi stroke di Asia umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat dan juga lebih banyak terjadi pada negara Eropa bagian timur dibandingkan bagian barat. Angka Insidensinya bervariasi dari 660/100.000 pria di Rusia sampai 303/100.000 pria di Swedia (Ali dkk,2009; Carandang dkk, 2006; Goldstein dkk, 2006). Setiap tahunnya, 795.000 orang mengalami kejadian stroke yang baru atau rekuren. Lebih kurang 610.000 orang diantaranya mengalami serangan pertama dan 185.000 orang merupakan rekuren. Insiden stroke pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan pada usia lebih muda, tetapi tidak demikian halnya pada usia tua. Rasio insiden pria terhadap wanita pada usia 55-64 tahun adalah 1,25, pada usia 65-74 tahun adalah 1,50, pada usia 75-84 tahun adalah 1,07 dan pada usia 85 tahun adalah 0,76 (Carnethon dkk, 2009). Di Indonesia, penelitian berskala cukup besar pernah dilakukan oleh ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh Indonesia. Studi epidemiologi stroke ini bertujuan untuk melihat profile klinis stroke dimana dari 2065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8 tahun (range 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita. Rata-rata waktu masuk ke RS adalah lebih dari 48,5 jam (range 1-968 jam) dari onset. Rekuren stroke dijumpai hampir pada 20% pasien dan frekuensi stroke iskemik adalah yang paling sering terjadi (Misbach dkk, 2007) .

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 STROKE ISKEMIKA. DefinisiStroke merupakan penyakit serebrovaskular yang mengacu kepada setiap gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan dan terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri ke otak. Istilah stroke biasanya lebih spesifik digunakan untuk menjelaskan infrak serebrum (Price and Wilson, 2006).Stroke adalah hilanya fungsi neurologic secara mendadak akibat gangguan aliran darah ke serebrum yang disebabkan oleh iskemik dan perdarahan pembuluh darah otak. Bergantung pada durasi gangguan serebrovaskular, stroke dapat menyebabkan gangguan neurologi yang permanen, kecatatan bahkan kematian (Maas and Safdieh, 2009).B. Klasifikasi StrokeSistem klasifikasi lama biasnya membagi stroke menjadi 3 kategori berdasarkan penyebabnya: trombotik, embolik, dan hemoragik. Kategori ini sering didiagnosis berdasarkan riwayat perkembangan dan evaluasi gejala. Namun perbedaan antara thrombus dan embolus penyebab stroke iskemik belum tegas, maka klasifikasi utama stroke adalah iskemik infrak serebrum dan perdarahan intrakranium (Price and Wilson, 2006).Iskemik infrak serebrum (80-85%)Perdarahan intrakranium (15-20%)

1. Oklusi trombotik lakunar2. Oklusi embolik kardiogenik arteri-ke-arteri1. Intraserebrum (parenkim)2. Subarachnoid (PSA)3. Subdural4. Epidural

Tabel 1. Klasifikasi Utama Stroke (Price and Wilson, 2006).C. Patofisiologi Umum StrokeGangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja didalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus willisi : arteri karotis interna dan sistem vertebrobasilaris dan cabang-cabangnya (Gambar 1). Secara umum apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infrak atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi disuatu arteri tidak selalu menyebabkan infrak di daerah otak yang diperdarahi arteri tersebut. Alasanyan adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi didalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologik dapat berupa 1). Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada arterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah dan peradangan; 2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hipervikositas darah; 3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh darah ekstrakranium; 4) rupture vascular di dalam jaringan otak atau ruang subarachnoid. D. Klasifikasi dan Definisi Stroke IskemikStroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah serebral yang menyebabkan terjadi iskemik dan nekrosis didaerah yang mengalami kekurangan pasokan aliran darah di bawah batas yang dibutuhkan sel otak untuk tetap bertahan (survive). Pada stroke iskemik aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Stroke iskemik terbagi lagi menjadi 3 yaitu ( Jovin; Demchuk; Gupta, 2008) 1. Stroke trombotik : proses terbentuknya trombus yang membuat penggumpalan. Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemia. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.2. Stroke embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi ateromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan infark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke non hemoragik (Maas and Safdieh, 2009).3. Hipoperfusi sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh kerena adanya gangguan denyut jantung.E. Fisiologi Otak Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak/cerebral perfusion pressure (CPP) dan resistensi serebrovaskular/cerebrovascular resistance (CVR).6,11 Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit. Hubungan antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut:CBF = = Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure (ICP), sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak. 6,11 Ambang batas aliran darah otak ada tiga, yaitu: a. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit. Bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf4 masih utuh. b. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses disintegrasi. c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah 15 cc/100 gram/menit. Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain: a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh trombus/embolus. b. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat akan menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak menurun. c. Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.F. Autoregulasi Otak Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata rata adalah 50 150 mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan. Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan. Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 200 mmHg dan tekanan diastolik 60 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang iskemia, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf otonom.G. Metabolisme Otak Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit dan aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O. Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat (metabolisme anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 25 ml/1005 gram otak/ menit maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan.

2.2 PROPANOLOLPropanolol adalah prototipe obat penyekat . Antagonis penyekat beta memiliki kesamaan dengan katekolamin pada adenoseptor beta. Obat penyekat beta menempati reseptor beta secara kompetitif mengurangi pengurangan reseptor oleh katekolamin dan agonis lainnya. bioavailbilitas obat ini rendah karena mengalami metabolisme yang ekstensif di hati (lintas-pertama); dan bergantung pada dosis bentuk sediaan kerja panjang dari propanolol sudah tersedia; sehingga perpanjang masa absorbsi obat ini dapat terjadi diatas 24 jam. Efek obat ini terhadap reseptor dan muskarinik tidak berarti; namun obat ini dapat menyekat sejumlah reseptor serotonin di otak, meskipun makna klinisnya belum jelas. Tidak ditemukan kerja agonis parsial pada reseptor (Katzung, 2011).A. Farmakokinetik Beta Bloker atau PropanololSifat sifat farmakokinetik beta bloker dapat dibagi atas beberapa golongan : Beta bloker larut lemak (propanolol, alprenolol, oksprenolol, labetalol dan metoprolol) diabsorbsi baik (90%) Beta bloker larut air (sotolol, nadolol, atenolol) kurang baik absorbsinya Kardioselektif: asebutolol, metoprolol, atenolol, bisoprolol Non kardioselektif: propanolol, timolol, nadolol, pindolol, oksprenolol, alprenololBeta blocker menghambat secara kompetitif efek obat adrenergic, baik Norepinefrin danEpinefrin endogen maupun obat adrenergic eksogen, pada adrenoseptor beta. Potensi hambatandilihat dari kemampuan obat ini dalam menghambat takikardia yang ditimbulkan olehisoproterenol atau oleh exercise. Karena hambatan ini bersifat kompetitif reversible, maka dapatdiatasi dengan meningkatkan kadar obat adrenergic.Sifat kardioselektif artinya mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor beta 1daripada beta 2. Nonselektif artinya mempunyai afinitas yang sama terhadap kedua reseptor beta1 dan beta2. Tetapi, sifat kardioselektivitas ini relatif, artinya pada dosis yang lebih tinggi betablocker yang kardioselektif juga memblok reseptor beta 2.Beta blocker mempunyai aktivitas agonis parsial artinya, jika berinteraksi denganreseptor beta tanpa adanya obat adrenergik seperti epinefrin atau isoproterenol, menimbulkan efek adrenergik yang lemah tetapi jelas,inidisebut juga aktivitas simpatomimetik intrinsik.Beta blocker juga mempunyai aktivitas stabilisasi membran artinya, mempunyaiefekstabilisasi membrane atau efek seperti anestetik lokal atau seperti kuinidin. Ini disebut jugaaktivitas anestetik lokal atau aktivitas seperti kuinidin.Efek terhadap kardiovaskuler merupakan efek beta blocker yang terpenting, terutamaakibat kerjanya pada jantung. Beta blocker mengurangi denyut jantung dan kontraktilitasmiokard. Pemberian jangka pendek mengurangi curah jantung; resistensi perifer meningkatakibat reflex simpatis merangsang reseptor alfa pembuluh darah. Dengan beta blockernonselektif, terjadi hambatan reseptor beta 2 pembuluh darah, yang juga meningkatkan resistensiperifer (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).B. Farmakodinamik Propanolol Propanolol adalah protipe antagonis adrenergik- dan menyekat baik reseptor 1 ataupun 2. Sediaan lepas lambat yang ada saat ini memungkinkan pemberian dosis sekali per hari saja (Mycek et al, 2001).a). Kardiovaskular Propanolol mengurangi curah jantung yang mempunyai efek inotropik dan kronotopik negative. Obat ini berkerja langsung menekan aktivitas sino-aurikular dan atrioventikular. Akibatnya timbulnya bradikardia ternyata membatasi besarnya dosis obat ini. Curah jantung kekuatan dan komsumsi oksigen menurun semua penyekat reseptor ; efek seperti ini diperlukan untuk pengobatan angina. Obat penyekat efektif untuk memperlemahkan aritmia jantung supraventikular, tetapi umumnya tidak efektif terhadap aritmia ventricular.b). Vasokonstriksi PeriferPenyekat reseptor beta mencegah vasodilatasi perantaraan beta 2. Pengurangan curah jantung menyebabkan penurunan tekanan darah. Hipotensi ini memicu reflex vasokonstriksi tepi yang akibatnya berkurangnya aliran darah ke tepi tubuh. Pada keaadaan seimbang, maka akan terjadi penurunan bertahap baik tekanan sistolik maupun diastolic pada pasien hipertensi. Obat ini dapat menimbulkan hipotensi postural, karena reseptor adrenegik alfa1, yang mengatur resistensi vascular tidak terganggu.c). BronkokonstriksiPenyekat reseptor beta2 paru pasien yang peka menimbulkan kontraksi otor polos bronchial. Keadaan ini menyebakan krisis respirasi pada pasien yang mengidap obstruksi paru menahun (PPOM) atau asma. Obat penyekat beta merupakan kontraindikasi pada pasien seperti ini.d). Peningkatan Retensi NatriumPenurunan tekanan darah menyebabkan pengurangan perfusi ke ginjal, yang mengakibatkan peningkatan natrium dan volume plasma. Respon kompensasi ini pada beberapa kasus cenderung meningkatkan tekanan darah. Untuk pasien demikian, maka obat penyekat beta sering dikombinasikan dengan suatu diuretika guna mencegah retensi natrium.e). Gangguan Metabolisme GlukosaPenyekat beta menimbulkan berkurannya glikogenolisis dan sekresi glucagon. Oleh karena itu, pasien diabetes tergantung insulin (tipe 1) yang mendapat propanolol perlu sekali berhati-hati dengan memonitor kadar glukosa darah, karena kemungkinan munculnya keadaan hipoglikemia berat setelah penyuntikan insulin. Obat penyekat beta melemahkan pula respon faali normal terhadap hipoglikemia.C. Efek Terapia). HipertensiPropanolol menurunkan tekanan darah pada hipertensi dengan menurunkan curah jantunga) GlaukomaPropanolol efektif dalam menurunkan tekanan dalam bola mata dan glaucoma. Efek ini disebabkan berkurangnya sekresi cairan humor yang diproduksi oleh badan siliaris. Umumnya, pasien dengan penggunaan obat ini bertahun-tahun. Obat ini tidak menggangu kemampuan mata untuk memfokuskan penglihatan dekat maupun merubah ukuran pupil, seperti yang disebbakan oleh obat kolinergik.c). MigrenPropanolol cukup efektif pula dalam mengurangi serangan berkala migren. Obat penyekat beta mampu mengurangi kejadian dan beratnya serangan pada migren menahun. Makanismenya bergantung pada penyekat vasodilatsi akibat katekolamin pada pembuluh darah otak.d). HipertiroidPropanolol dan obat penyekat beta lainnya efektif dlam menumpulkan pacu simpatetik yanga kuat pada penderita hipertiroid. Pada kasus hipertiroidisme akut, ternyata obat penyekat beta ini menyelamatkan si penderita dengan mencegah timbulkan aritmia jantung yang serius.e). Angina PectorisPropanolol menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dan oleh sebeb itu efektif meredam nyeri dada kiri yang merupakan gejala umum angina. Propanolol dalam hal ini bermanfaat untuk mengobat angina yang stabil dalam jangka panjang.f). Infrak MiokardialPropanolol dan obat penyekat beta lainnya mampu melindungi miokard. Oleh karena itu, pasien pasien yang pernah mengalami infark miokard nampaknya dapat dicegah dengan serangan jantung berikutnya dengan penggunaan profilaksis obat penyekat beta (Mycek et al, 2001). D. Efek Sampinga). Bronkokonstriksi : Propanolol dapat menimbulkan efek samping serius dan kematian potensial bila diberikan pada pasien asmatik. Kontraksi mendadak dari otot polos bronchial mencegah udara masuk ke dalam paru. Kematain akibat asfiksia pernah dilaporkan pada pasien asmatik yang menggunakan obat karena mendengar iklan. b). Aritmia Pengobatan dengan menggunakan obat penyekat beta tidak boleh dihentikan mendadak karena risiko munculnya aritmia jantung yang mungkin sangat berat. penyetopan obat penyekat beta harus bertahap selama 1 minggu. Pengobatan lama dengan menggunakan penyekat beta menimbulkan penambahan jumlah reseptor beta. Justru penambahan ini mengakibatkan angina dan hipertensi. c). Gangguan SeksualKarena fungsi seksual lelaki timbul melalui aktivitas reseptor alfa, maka penyekat beta tidak menggangu ejakulasi normal maupun fungsi sfingter kandung kemih dalam. Selain beberapa laki-laki justru mengeluh adanya gangguan seksual. d). Gangguan MetabolismeObat penyekat beta menyebabkan penurunan glikogenolisis dan berkurangnya sekresi glucagon. Hipoglikemia puasa sering terjadi (Mycek et al, 2001).

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Gangguan Sistem Imun Pada StrokeOtak dan sistem kekebalan tubuh secara fungsional dihubungkan melalui jalur sistem saraf dan sistem humoral, penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh dan tingginya kejadian infeksi telah ditunjukkan pada keadaan-keadaan yang disebabkan gangguan fungsi saraf akut. Cedera pada SSP, baik di otak maupun medula spinalis dapat mengakibatkan pelepasan mediator-mediator inflamasi pada SSP, atau gangguan dalam pengontrolan sirkuit neural-immune, keduanya mengakibatkan penurunan sistem imunitas, baik innate immunity maupun adaptive immunity, hal ini menyebabkan defisiensi dari sistem kekebalan tubuh, sehingga individu tersebut menjadi rentan terhadap invasi mikroorganisme. Walaupun respon awal lokal terhadap kerusakan otak adalah pelepasan mediator-mediator pro-inflamasi yang disertai dengan respon inflamasi sistemik, pasien-pasien dengan lesi di SSP juga menunjukkan adanya tanda-tanda immunodepresi. Umumnya gangguan fungsi sistem imunitas pada pasien-pasien setelah stroke dikarenakan penurunan jumlah limfosit darah tepi dan gangguan aktifitas sel Natural Killer (NK), adanya gangguan terhadap fungsi granulosit dan sel NK, serta menurunnya jumlah limfosit berdampak terhadap menurunnya sistem imunitas individu, penurunan sistem imunitas tersebut meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya infeksi atau stroke assosicated infection (SAI). Adanya SAI pada pasien stroke memberi dampak terhadap keluaran klinis yang buruk ( Wiley, 2013). Beberapa sitokin meningkat segera setelah awitan stroke dan mempengaruhi keluaran klinis. Sitokin merupakan mediator penting antara otak dan sistem kekebalan tubuh untuk mempertahankan homeostasis, aktivasi sistem neuro-immunity, seperti halnya hypothalamus-pituitary-adrenal axis (aksis HPA) atau sistem saraf otonom yang mengakibatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh yang menurun (Chamorro, Urra, dan Planas, 2007). Respon sitokin anti-inflamasi telah diamati pada pasien-pasien dengan resiko terjadinya infeksi yang tinggi pada kasus stroke akut (Chamorro, 2006). Stroke menginduksi proses apoptosis limfosit yang luas dan cepat pada organ-organ limfoid dan darah tepi. Hal ini tampak pada 12 jam setelah iskemik serebral. Disfungsi sistem imunitas ini dapat berlangsung sampai enam minggu setelah awitan stroke. Ketidakseimbangan interaksi otak-sistem imunitas mengakibatkan gangguan regulasi sistem imunitas pada pasien-pasien stroke yang berdampak akan terjadinya immunodepresi (Prass et al, 2003). Sistem saraf otonom sentral dan perifer menyampaikan informasi mengenai keadaan sistem imunitas, yang kemudian informasi ini diproses oleh SSP, memberikan sinyal homeostasis melalui tiga jalur utama yaitu aksis HPA, sistem saraf simpatis, dan sistem saraf parasimpatis (Dirnagl et al, 2006). Sitokin-sitokin yang dihasilkan karena proses inflamasi di SSP dapat mengontrol pusat neuro-immune secara langsung, melalui difusi pada ruang ekstraseluler dan cairan serebrospinal, atau secara tidak langsung melalui aliran darah. Pada umumnya, reseptor-reseptor sitokin pada SSP yang mempengaruhi sistem imunitas di otak banyak terdapat pada struktur-struktur sekitar ventrikel dan area medial preoptik, sinyal-sinyal tersebut dilanjutkan ke Paraventricular Nucleus (PVN) hipotalamus melalui proyeksi serat saraf ( Prass et al, 2003). HPA diaktivasi oleh sitokin-sitokin inflamasi (seperti IL-6 dan TNF, IL-1) yang dihasilkan selama proses inflamasi yang mengakibatkan peningkatan sekresi Corticotropin Releasingfaktor(CRF) dari PVN hipotalamus yang selanjutnya mengakibatkan keluaran Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) dari pituitari anterior. Peningkatan kadar IL-6 yang dikeluarkan ke dalam cairan serebrospinal dan plasma menunjukkan korelasi dengan peningkatan kadar hormone ACTH dan kortisol. Sitokin-sitokin sentral tersebut menstimulasi aksis HPA. IL-6 dalam plasma juga dapat meningkatkan sekresi kortisol secara langsung oleh adrenal (Chamorro, 2006). Kelenjar adrenal yang berespon terhadap adanya ACTH mengakibatkan peningkatan sekresi glukokortikoid yang pada akhirnya dapat menurunkan fungsi sistem imunitas (Licinio&Frost, 2000). Glukokortikoid pada zona faskuliata korteks adrenal mencegah inflamasi dengan menekan produksi beberapa mediator-mediator pro-inflamasi (IL-1, IL-11, IL-`12, interferon-gamma, TNF), prostaglandin dan nitric oxide, meningkatkan produksi mediator-mediator anti-inflamasi, dan memiliki efek anti proliferasi yang kuat serta menginduksi apoptosis eosinophil dan limfosit T (Katarzyna G. et al, 2011). Aktivasi simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin dari ujung-ujung saraf simpatis dan medula adrenal. Katekolamin dapat dengan cepat menginduksi peningkatan jumlah limfosit dan granulosit. Sitokin-sitokin pro-inflamasi yang dikeluarkan selama proses inflamasi memegang peranan penting dalam pertahanan terhadap bakteri dan proses penyembuhan. Produksi yang berlebihan dari sitokin pro-inflamasi dapat menyebabkan respon inflamasi sistemik yang hebat, dapat mengakibatkan syok dan kegagalan beberapa organ tubuh (Harms et al, 2011). Respon pro-inflamasi dan anti-inflamasi terhadap stress seharusnya seimbang untuk melawan patogen dan proses penyembuhan luka, dan mencegah proses inflamasi yang berlebihan maupun immunodepresi yang berat. Keseimbangan proses anti-inflamasi yang diatur oleh sistem saraf memiliki banyak keuntungan terhadap terjadinya inflamasi sistemik, namun respon ini menurunkan mekanisme pertahanan tubuh sehingga rentan akan terjadinya infeksi, apabila imunodepresi yang diinduksi oleh otak tidak seimbang dengan proses imunostimulasi secara umum (Chamorro, 2006).

Gambar 1. Patofisiologi Stroke dan Mekanisme Imunodepresi

3.2 Pengaruh Propanolol pada Stroke IskemikTerdapat beberapa reseptor beta adrenergic yang ditemukan di jaringan seperti di eritrosit, jantung dan otak. Pada otak reseptor beta adregenik yang mempunyai kepadatan tertinggi terdapat pada korteks serebri dan corpus striatum. Namun tidak terdapat reseptor beta adrenegik pada sel glial. Receptor beta pada mikrovaskular < 1% dan pada grey matter otak 1-2%, walaupun kapadatan reseptor beta pada mikrovaskular lebih kecil dibandingkan dengan reseptor beta di grey matter namun affinitas dalam peningikatan antagonis beta reseptor enam kali lebih kuat pada mikrovaskular. Hal ini berlaku pada kedua reseptor yaitu reseptor beta 1 dan beta 2. Dalam sebuah penelitian menemukan bahwa I-propanolol mengurangi kerja non adrenergik pada otak tikus dengan cara berperan sebagai agonis non adrenergic (Capraro et al, 1984). Katekolamin dapat mengganggu sawar darah otak dengan cara meningkatkan secara cepat tekanan darah atau melepaskan norepinefrin endogen yang ditandai dengan peningkatan CBF dan konsumsi oksigen atau CMRO. Peran pemberian propanolol dapat menurunkan konsumsi CMRO dan CBF (Schmalbruch et al, 2002). Propanolol juga dapat menghambat agregasi platelet dan pelepasan serotonin yang diinduksi oleh adenosine difosfat (ADP) epinefrin, kolagen dan thrombin. Kalsium sudah dibuktian berperan dalam kematian sel. Propanolol dapat menghambat influx kalium ke dalam sel dengan mengurangi jumlah reseptornya. Selain itu propanolol juga merusak kalsium yang terikat dengan phospolipase A2. Dimana phospholipase akan membentuk asam arakidonat yang berfungsi sebagai precursor prostaglandin dan tromboksan (Goyaki et al, 2006). Pada sebuah penelitian menunjukan bahwa propanolol dapat melindungi terjadinya infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negative dan juga bakteri gram positif pada penderita strok (Prass et al, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Capraro, J.A., Reedy, P., Latchaw, J.P., et al. 1984. Treatment of Acute Focal Cerebral Ischemia With Propanolol. Stroke Volume 15 No 3. Departemen of Neurology Cleveland Clinical Fondation.Chamorro, A., Urra, X., dan Planas, A.M. 2007. Infection after Acute Ischemic Stroke A Manifestation of Brain-Induced Immunodepression, Stroke 38:1097-1103.Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI.Dirnagl, U., Klehmet, J., et al. 2006. Stroke-Induced Immunodepression Experimental Evidence and Clinical Relevance. Department Of Neurology, 38:770-773.Goyaki, T., Kimura, T., et al. 2005. -Adrenoreceptor Antagonists Attenuate Brain Injury After Transient Focal Ischemia in Rats.Akita University School of Medicine. 103:658-63.Harms, H., Reimnitz, P., et al. 2011. Influence of Stroke Localization on Autonomic Activation, Immunodeprssion and Post Stroke Infection. Neurological Department and Center of Stroke Research Berlin. 32:552-560.Katzung, Bertam G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinis 2 Edisi 8. Jakarta : Salemba Medica Glance.Kazmierski, R., Guzik, P., Ambrosius, W., Ciesielska, A., Moskal, J., dan Kozubski, W. 2004. Predictive value of white blood cell count on admission for in-hospital mortality in acute stroke patients. Clin Neurol Neurosurg, 107:3843.

Licinio, J., dan Frost, P. 2000. The neuroimmune-endocrine axis: pathophysiological implication for the central nervous system cytokines and hypothalamus-pituitary-adrenal hormone dynamics. Brazilian Journal of Medical and Biological Research 33: 1141 1148.

Mycek, M.J., Harvey, R.A. Champe, P.C. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya Medika.Prass, K., Braun, J.S., 2006. Stroke Propagates Bacterial aspiration to Pneumonia in a Model of Cerebral Ischemic. Stroke AHA. 37:2607-2612. Prass,K., Miese,C.,et al. 2003. Stroke-induced Immunodeficiency Promotes Spontaneous Bacterial Infections and Is Mediated by Sympathetic Activation Reversal by Poststroke T Helper Cell Type 1-like Immunostimulation. Departement of Experimental Neurology, 3:725-736.Price dan Wilson, 1995, Fisiologi Proses-proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGCSchmalbruch, I.K., Linde, R., et al. 2002. Activation-Induced Resetting of Cerebral Metabolism and Flow Is Abolished by - Adrenergic Blockade with Propanolol. Stroke AHA. 33;251-255.Wiley John and Sons. 2013. Immunological Consequences of Ischemic Stroke. Acta Neurol Scand, 129:1-12.

16