38
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas berkah dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Uveitis” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di kepaniteraan klinik SMF Ilmu Mata di RSUD Budhi Asih. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan referat ini, terutama dr. Novi Anita, Sp.M yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga yang selalu memberikan motivasi hingga saat ini, serta kepada teman-teman yang sedang menjalani kepaniteraan klinik bersama di RSUD Budhi Asih. Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu saran serta kritik diharapkan dapat membangun penulisan guna perbaikan di kemudian hari untuk kepentingan bersama. Semoga referat ini dapat berguna serta bermanfaat bagi kita semua, baik sekarang maupun di hari yang akan datang. 1

REFERAT UVEITIS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Budhi Asih Periode 16 Maret 2015 - 18 April 2015

Citation preview

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas berkah dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul Uveitis sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di kepaniteraan klinik SMF Ilmu Mata di RSUD Budhi Asih.Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan referat ini, terutama dr. Novi Anita, Sp.M yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga yang selalu memberikan motivasi hingga saat ini, serta kepada teman-teman yang sedang menjalani kepaniteraan klinik bersama di RSUD Budhi Asih.Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu saran serta kritik diharapkan dapat membangun penulisan guna perbaikan di kemudian hari untuk kepentingan bersama. Semoga referat ini dapat berguna serta bermanfaat bagi kita semua, baik sekarang maupun di hari yang akan datang.

Jakarta, Maret 2015

Nabila Viera Yovita

DAFTAR ISI

Kata Pengantar1Daftar Isi2BAB IPENDAHULUAN3BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1Anatomi & Fisiologi 42.2Definisi 62.3Klasifikasi 62.4Epidemiologi82.5Uveitis anterior 102.6 Uveitis intermediate 162.7 Uveitis posterior 182.8 Penatalaksanaan 202.9 Komplikasi 202.10 Prognosis 21BAB IIIKESIMPULAN 23Daftar Pustaka 24

BAB IPENDAHULUANUveitis merupakan suatu kondisi yang melibatkan peradangan pada traktus uvealis (iris, badan siliar, dan koroid) atau struktur yang berdekatan seperti retina, nervus opticus, vitreous, dan sklera, sehingga dapat mengancam penglihatan secara signifikan. Pada umumnya, etiologi sulit ditemukan dan seringkali karena autoimun. Pada keadaan dimana etiologi diketahui, agen infeksius atau trauma merupakan sebab penting. Diagnosis diferensial sangat ekstensif dan epidemiologi mengalami perubahan dengan munculnya tipe-tipe uveitis yang baru. Banyak kasus yang dianggap idiopatik namun beberapa mungkin merupakan bagian suatu proses sistemik seperti sarkoidosis, multiple sclerosis, penyakit Behet, atau berhubungan dengan penyakit dengan HLA-B27 positif. Agen infeksius seperti grup virus Herpes, Toxoplasma gondii, Mycobacterium tuberculosis, dan Treponema pallidum juga merupakan sebab yang diketahui. Uveitis didapat pada rentang usia 20-50 tahun dan dapat mengenai salah satu atau kedua mata. Insiden uveitis bervariasi dari 14 to 52.4/100,000, dengan prevalensi keseluruhan di dunia yaitu 0.73%. Suatu studi menemukan bahwa estimasi insiden uveitis selama 10 tahun hampir 3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan 40 tahun yang lalu. Kebanyakan pasien uveitis berada pada umur produktif dan setengahnya pada decade ketiga atau keempat. Distribusi umur ini membuat uveitis sebagai grup penyakit ocular dengan dampak sosioekonomi yang penting. Kebanyakan kasus akan sembuh dengan cepat namun banyak pula pasien yang penyakitnya berkembang akibat kerusakan dari inflamasi menyebabkan gangguan penglihatan yang parah. Sebab utama gangguan penglihatan adalah cystoid macular edema, katarak dan glaucoma. Di negara berkembang, 5-20% kebutaan dikarenakan uveitis. Uveitis anterior akut adalah subtipe yang paling sering ditemukan dan memiliki prognosis penglihatan paling baik, dan diikuti oleh prognosis lebih buruk ada pasien dengan uveitis posterior dan panuveitis. Pada sebab non-infeksi, terapi ditargetkan pada penurunan respon imun dengan kortikosteroid sebagai lini pertama. Pada penyakit yang mengancam penglihatan, agen imunosupresif mungkin dibutuhkan untuk memperbaiki atau mempertahankan penglihatan.2.1 ANATOMI & FISIOLOGIUvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.

Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan (anterior). Iris membagi bilik mata ke dalam 2 bagian, yaitu camera oculi anterior dan camera oculi posterior. Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu:1. Musculus dilatator pupil yang melebarkan pupil2. Musculus sfingter pupil yang mengecilkan pupilKedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kurang lebih sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria.

Secara histologis, iris terdiri dari stroma yang jarang dan di antaranya terdapat lekukan-lekukan di permukaan anterior yang berjalan radier yang disebut kripta. Di dalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah dan serat saraf. Di permukaan anterior ditutup oleh endotel kecuali pada kripta. Bagian posterior iris dilapisi oleh 2 lapisan epitel, yang merupakan lanjutan dari epitel pigmen retina. Warna dari iris bervariasi, tergantung dari sel-sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma. Perdarahan pada iris diberikan oleh a. siliaris posterior longus, yang membentuk suatu jaringan pembuluh darah. Di sekeliling pupil, jaringan pembuluh darahnya disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Di antara keduanya terdapat anastomosis yang berupa pembuluh darah berbentuk spiral. Pembuluh darah baliknya mengikuti arteri dan selanjutnya masuk ke v. vortikosa. Iris dipersarafi oleh nervus nasoiliar cabang dari saraf kranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatik untuk miosis.

Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan koroid. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid, terdiri dari pars plikata (anterior, bergerigi, panjang sekitar 2 mm) dan pars plana (posterior, tidak bergerigi, panjang sekitar 4 mm).Pars plikata diliputi 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris. Bagian yang menonjol disebut prosesus siliaris, berwarna putih karena tidak mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya mengandung epitel dan berwarna hitam. Dari prosesus siliaris keluar serat-serat zonula Zinnii yang merupakan penggantung lensa mata. Pars plana terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah dan diliputi epitel. Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraokular = TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior melalui pupil, kemudian ke angulus iridokornealis, kemudian melewati trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera.Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah, dan pembuluh darah baliknya mengalirkan darahnya ke v. vortikosa. Badan siliar merupakan daerah terlemah dari mata. Trauma, peradangan dan neoplasma di daerah ini adalah suatu keadaan yang gawat.

Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vaskular yang terdiri atas anyaman pembuluh darah, kebanyakan terdiri dari pembuluh darah balik, yang kemudian bergabung menjadi v. vortikosa, menembus sklera menjadi v. oftalmika dan langsung masuk ke dalam sinus kavernosus. Pembuluh darah arteri berasal dari a. siliaris brevis. Koroid terdiri dari lapisan epitel pigmen, membrana Bruch (lamina vitrea), koriokapiler, pembuluh darah dan suprakoroid.

2. 2 DEFINISIUveitis merupakan suatu kondisi yang melibatkan peradangan pada traktus uvealis (iris, badan siliar, dan koroid) atau struktur yang berdekatan seperti retina, nervus opticus, vitreous, dan sklera, sehingga dapat mengancam penglihatan secara signifikan. Pada umumnya, etiologi sulit ditemukan dan seringkali karena autoimun. Pada keadaan dimana etiologi diketahui, agen infeksius atau trauma merupakan sebab penting. Diagnosis diferensial sangat ekstensif dan epidemiologi mengalami perubahan dengan munculnya macam uveitis yang baru.(1) 2.3 KLASIFIKASI.Klasifikasi dan standardisasi uveitis penting untuk meningkatkan presisi dan perbandingan riset klinis dari pusat-pusat berbeda dan membantu perkembangan pembentukan gambaran sepenuhnya penyakit tersebut serta responnya terhadap terapi. Klasifikasi uveitis yang paling banyak digunakan adalah oleh International Uveitis Study Group (IUSG) yang berdasarkan lokasi anatomis inflamasi.(2,3)

Secara anatomis berdasarkan letak inflamasi primerPenyakit

Anterior Camera oculi anteriorIritis, iridocyclitis, dan anterior cyclitis

IntermediateVitreousPars planitis, posterior cyclitis, dan hyalitis

PosteriorRetina atau koroidFokal, multifokal atau choroiditis difus, chorioretinitis, retinitis, dan neuroretinitis

PanuveitisCamera oculi anterior, vitreous, retina atau koroid

Secara klinis

InfeksiusBacterial, viral, fungal, parasitic, lain-lain

Non-infeksiusHubungan sistemik yang diketahuiHubungan sistemik yang tidak diketahui

MasqueradeNeoplastic & non-neoplastik

Berdasarkan waktu, akut disebut berlangsung < 6 minggu dengan onset cepat dan bersifat simptomatik serta sembuh sempurna. Residif adalah uveitis yang berlangsung beberapa kali, diselingi periode sembuh/ inaktif selama 3 bulan. Uveitis kronis berlangsung > 3 bulan dengan onset yang sering kali tidak jelas dan asimptomatik, tidak pernah sembuh sempurna.Uveitis anterior terjadi pada mata bagian depan, merupakan bentuk uveitis paling sering ditemukan, secara predominan pada dewasa usia muda dan menengah. Kebanyakan kasus mengenai individu yang sehat dan hanya mengenai satu mata saja namun beberapa kasus dihubungkan dengan rematologi, kulit, gastrointestinal, dan penyakit infeksi.Uveitis intermediate seringkali ditemukan pada dewasa muda, dan berhubungan dengan beberapa penyakit seperti sarcoidosis dan multiple sclerosis. Uveitis posterior adalah bentuk uveitis yang paling sedikit ditemui. Secara primer terjadi pada bagian belakang mata, seringkali melibatkan retina dan koroid. Disebut juga koroiditis atau korioretinitis. Terdapat sebab infeksi maupun non-infeksi yang menyebabkan uveitis posteriorPan-uveitis adalah istilah yang digunakan ketika ketiga bagian mayor mata mengalami inflamasi. Penyakit Behcets adalah salah satu bentuk pan-uveitis yang diketahui dan sangat merusak retina.Intermediate, posterior, dan pan-uveitis adalah bentuk uveitis yang paling berat dan seringkali rekuren, serta menyebabkan kebutaan jika tidak ditangani.(4)

2.4 EPIDEMIOLOGIDemografi pasien dapat menyediakan data esensial dalam menentukan diagnosis diferensial, sehingga dibutuhkan riwayat yang komprehensif untuk mendiagnosis uveitis.UsiaJuvenile idiopathic arthritis, retinoblastoma dan toxocariasis secara predominan terdapat pada anak-anak. Multiple sclerosis, penyakit Behcet, pars planitis terdapat pada dewasa muda. Arthritis reaktif (Reiter syndrome), spondylitis ankilosa terdapat pada dewasa paruh baya, dan uveitis tuberkulosa maupun luetika dapat muncul pada umur manapun.GenderPada pria, spondylitis ankilosa, penyakit Behcet dan arthritis reaktif sering ditemukan, sedangkan uveitis yang berhubungan dengan juvenile idiopathic arthritis sering ditemukan pada wanita. Pada pria juga sering ditemukan endoftalmitis fungal dan oftalmia simpatis akibat trauma atau penggunaan obat-obatan secara intravena.

RasHLA-B27 atau human leukocyte antigen B27 yang berhubungan dengan arthritis lebih sering ditemukan pada kulit putih, termasuk spondylitis ankilosa, arthritis psoriasis dan arthritis reaktif. Sarcoidosis sering ditemukan pada kulit hitam. Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada ditemukan pada keturunan Asia dan American-Indian. Sindroma Behcet merupakan penyakit dari jalur sutra Eurasia, dari Cina sampai Turki. Namun kebanyakan sindrom uveitis tidak memiliki predileksi gender maupun ras.

Kebiasaan seksualPria muda aktif secara seksual lebih rentan terhadap HIV dan infeksi yang berhubungan dengan AIDS seperti retinitis Cytomegalovirus, sarcoma Kaposi, atau oftalmikus herpes zoster. Sifilis, gonorrhea, dan klamidia dapat menyebabkan uveitis primer, yang dapat memicu uveitis yang berhubungan dengan HLA-B27 Riwayat keluargaPenyakit inflamasi seperti spondylitis ankilosa, arthritis reaktif dan inflammatory bowel diseases berkembang pada keluarga dengan HLA-B27 riwayat penyakit infeksi seperti tuberculosis dalam keluarga juga membantu ketika curiga adanya sebab tersebut.Riwayat kebiasaanMakanan mentah atau daging yang kurang matang dapat meningkatkan kemungkinan toxoplasmosis ocular. Feces kucing yang mengandung oosit Toxoplasma gondii maupun kontak dengan kucing dan anjing yang belum divaksinasi juga dicurigai.Pajanan okupasionalTerutama di lingkungan peternakan, brucellosis bisa terdapat pada pekerja hewan ternak atau rumah jagal, atau dari konsumsi susu yang tidak terpasteurisasi.. leptospirosis ditemukan pada penambang atau pekerja selokan, namun kebanyakan kasus sekarang karena pajanan air yang terkontaminasi binatang domestic yang membawa bakteri.(5)

2.5 UVEITIS ANTERIORDefinisiIritis merupakan inflamasi intraocular yang paling sering menyebabkan mata merah dan nyeri. Inflamasi iris dapat disebut iritis dan inflamasi iris serta badan siliaris disebut iridosiklitis. Iritis dapat dibagi menjadi 2 kategori luas yaitu granulomatosa dan non-granulomatosa. Iritis granulomatosa biasa ditemukan pada anak-anak sebagai bagian dari penyakit sistemik atau komponen dari sindrom ocular tertentu, namun diagnosis iritis granulomatosa tidak selalu mengindikasikan adanya proses sistemik. adanya invasi mikroba aktif ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya agregasi makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior. Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus uvealis, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear.

Review kritis dibutuhkan termasuk menanyakan mengenai adanya riwayat arthritis, ruam, sesak nafas, pembesaran KGB, nyeri kepala, kesulitan mendengar, kerontokan rambut, perubahan pigmentasi pada kulit, riwayat trauma ocular, gigitan serangga, penyakit menular seksual, pajanan terhadap TB, darah pada feces, serta riwayat perjalanan.(6)AnamnesisTanyakan mengenai gejala: Nyeri: sebagian pasien tidak merasakan nyeri pada mata namun mendeskripsikan sensasi benda asing. Lainnya mengeluh nyeri tumpul pada mata yang muncul tiba-tiba. Selain nyeri ocular dapat juga dirasakan periorbital. Fotofobia: terutama sinar matahari, memperburuk ketidaknyamanan terutama dengan eksaserbasi Mata merah: biasanya tidak disertai dengan secret Penglihatan: penurunan penglihatan dan mengeluh adanya floaters. Pemeriksaan fisikPerbedaan uveitis granulomatosa dan non-granulomatosaNon- GranulomatosaGranulomatosa

OnsetNyeriFotofobiaPenglihatan KaburMerah SirkumkornealKeratic precipitatesPupilSinekia posteriorNoduli irisLokasi

Perjalanan penyakitKekambuhan Akut NyataNyataSedangNyataPutih halusKecil dan tak teraturKadang-kadangTidak adaUvea anterior

AkutSeringTersembunyiTidak ada atau ringanRinganNyataRinganKelabu besar BervariasiKadang-kadangKadang-kadangUvea anterior, posteriorKronikKadang-kadang

Pemeriksaan lengkap termasuk dilatasi pupil dan retina perifer dibutuhkan. Penglihatan: normal sampai menurun signifikan, tergantung luasnya inflamasi dan komplikasi seperti katarak, glaucoma, dan edema macula sistoid Tekanan intraokular: biasanya menurun karena produksi aqueous menurun oleh badan siliaris. Terkadang TIO meningkat akibat perubahan atau obstruksi aliran aqueous, meningkatnya TIO pada onset dapat mensugestikan etiologi virus terutama pada satu mata saja. Pemeriksaan eksternal: lihat adanya pembesaran kelenjar lakrimal dan parotid serta Bells palsy yang dapat mensugestikan adanya sarcoidosis. Konjungtiva: bisa didapat kemerahan pada konjungtiva bulbi, dapat pula ditemukan injeksi perilimbus dinamakan ciliary flush. Periksa secara seksama untuk nodul kecil yang jika dibiopsi dapat membantu menentukan sebab iritis. Vitiligo perilimbal (tanda Sugiura) adalah tanda penyakit Vogt-Koyanagi-Harada kronis, yang terjadi dalam satu bulan sejak onset. Terdapat pada 85% pasien uveitis kebangsaan Jepang namun jarang pada ras Kaukasia. Kornea: presipitat keratik (KP) ditemukan pada endotel, yaitu kumpulan leukosit. Mutton fat KP besar dan terlihat berminyak, sering ditemukan pada kornea bagian bawah. Edema kornea dapat terlihat. Endotelitis kornea ditandai oleh edema kornea, presipitat keratik serta reaksi COA ringan, dan merupakan spectrum penyakit dimana endotel kornea merupakan letak primer inflamasi. Infeksi virus seperti herpes simplex, varicella zoster, dan cytomegalovirus dapat memicu dekomposisi kornea. Kamera okuli anterior: terdapat flare dan cell. Flare merupakan hasil dari protein extra pada aqeous dan diklasifikasikan oleh SUN Working Group sebagai sel pada kamera okuli anterior: 0 < 1 sel 0.5 = 1-5 sel 1+ = 6-15 sel 2+ = 16-25 sel 3+ = 26-50 sel 4+ = > 50 sel Iris: dapat ditemukan sinekia anterior perifer dan sinekia posterior. Nodul inflamasi (Koeppe dan Busacca) biasanya berwarna kuning-kecoklatan dan merepresentasikan akumulasi sel inflamasi. Nodul Koeppe dapat ditemukan pada border pupil. Nodul Busacca terdapat pada permukaan iris. Jika nodul Busacca (+), etiologi yang mendasari hampir selalu proses granulomatosa.

Gambar 1. Uveitis anterior granulomatosa dengan keratic presipitat mutton-fat, Koeppe dan Busacca

Gambar 2. Uveitis anterior granulomatosa dengan nodul Busacca multiple pada permukaan iris dan beberapa keratik presipitat mutton-fat pada aspek inferior.

Lensa dan vitreous: presipitat lenticular dapat terlihat pada kapsul lensa posterior. Katarak subkapsular posterior bisa terjadi jika pasien mengalami episode iritis berulang atau inflamasi kronis. Lihat vitreous untuk sel inflamasi; jika ada dapat menandakan adanya sindrom uveitis yang lebih ekstensif. Segmen posterior: adakah edema nervus opticus, vasculitis, dan lesi fokal retina atau koroid. Pasien dengan iritis granulomatosa lebih cenderung memiliki uveitis ekstensif.SebabTidak semua pasien dengan iritis granulomatosa memiliki penyakit granulomatosa sistemik. Diferensial diagnosis untuk iritis granulomatosa unilateral maupun bilateral biasanya berhubungan dengan uveitis intermediate atau panuveitis.(7) PatofisiologiPeradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek Tyndall).Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu :1. Mutton fat KP: besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.2. Punctate KP: kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani, dapat pula terjadi oftalmitis simpatika pada mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.

KomplikasiUveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior dimana iris perifer melekat pada kornea, mengganggu aliran keluar aqueous humor di sudut bilik mata dan menyebabkan glaucoma., maupun sinekia posterior dimana iris melekat pada lensa sebagai akibat peradangan sebelumnya sehingga pupil irregular dan terfiksasi. Sinekia posterior yang luas dapat menyebabkan glaucoma sekunder sudut tertutup dengan terbentuknya seclusio pupil dan penonjolan iris ke depan (iris bombe). Penggunaan kortikosteroid dan sikloplegik agresif sejak dini dapat memperkecil kemungkinan komplikasi tersebut.2.6 UVEITIS INTERMEDIATEUveitis intermediate merupakan inflamasi pada vitreous dan retina perifer dengan letak inflamasi primer vitreous dan penyakitnya pars planitis, posterior siklitis, dan hialitis. Penyakit sistemik yang biasanya berhubungan dengan uveitis intermediate adalah multiple sclerosis atau sarcoidosis; dapat dilihat bahwa uveitis intermediate adalah eskpresi pertama adanya autoimunitas pada pasien tersebut.Pars planitis dikarakteristikkan dengan adanya eksudat putih (snowbanks) diatas pars plana dan ora serrata atau dengan sel inflamasi pada vitreous (snowballs) pada uveitis intermediate yang etiologinya non-infeksius (penyakit Lyme) atau penyakit sistemik (sarcoidosis). PatofisiologiKemungkinan adanya predisposisi imunogenetik pada penyakit ini dilihat dari riwayat keluarga. Adanya bukti dapat mensugestikan mekanisme atoimun, namun stimulus antigen masih sulit dipahami.

UsiaWalau uveitis intermediate dapat terjadi pada umur manapun, secara primer mengenai anak-anak dan dewasa muda. Pada anak-anak, uveitis intermediate berhubungan dengan penurunan visus. Outcome lebih buruk terdapat pada diagnosis tertunda, imunodefisiensi, atau penyakit yang lebih agresif

Riwayat penyakitGejala paling sering adalah pandangan kabur dan adanya floaters. Nyeri dan fotofobia biasanya tidak ada atau hanya sedikit. 80% kasus adalah bilateral walau seringkali asimetris. 1/3 kasus unilateral akan menjadi bilateral. Pada perkembangan penyakit, penurunan visus dapat terjadi akibat CME kronis sekunder, glaucoma uveitis, perdarahan vitreous, katarak.Pada pemeriksaan mata, terdapat vitritis yang bervariasi keparahannya. Tidak adanya aktivitas selular pada vitreus precludes bahwa diagnosis adaah uveitis intermediate aktif. Visus data menurun sampai 20/40 (penurunan penglihatan sedang) karena vitritis ringan dan CME. Inflamasi segmen anterior tidaklah sering dan terkait dengan anak-anak. Terkadang pasien dengan multiple sclerosis mendapat uveitis anterior dengan karakteristik keratik presipitat mutton-fat. Agregat sel inflamasi dapat terlihat pada vitrous inferior seperti tuft putih atau kuning yang dinamakan snowball vitreous. Suatu snowbank, penemuan yang requisite pada pars planitis, dapat terlihat seperti eksudat kuning keabuan pada ora serrata inferior yang meluas ke pars plana. Namun tidak semua pasien memiliki manifestasi klinis snowbank. Pada kasus berat, eksudat dapat meluas ke seluruh perifer 360, walaupun jarang.Depresi sklera biasnaya dibutuhkan untuk meliat snowbank namun terkadang dapat terlihat dengan mata infraducted menggunakan oftalmoskop indirek tanpa lensa 20 D. Faktanya, snowbank dapat berupa massa fibroglial dan tidak merupakan eksudat protein asli.

Pada segmen anterior, penemuan terlambat dapat ditemukan adanya sinekia anterior dan posterior, keratopati band, katarak, dan glaucoma. Glaucoma dapat berhubungan dengan uveitis dan atau penggunaan kortikosteroid. Insiden pembentukan katarak yang paling sering pada subkapsular posterior telah dilaporkan dari 15-20% kasus dan bisa tidak bergantung secara independen pada penggunaan steroid. Tujuan pengobatan adalah untuk menekan inflamasi intraocular yang biasanya dicapai dengan kortikosteroid sistemik. Pada beberapa kasus, terapi ini inadekuat dan agen immunomodulating atau imunosupresan dibutuhkan untuk mengontrol penyakit. agen ini dapat digunakan dengan atau tanpa steroid.

2.7 UVEITIS POSTERIORRetina, koroid, dan nervus optikus dipengaruhi oleh sejumlah penyakit infeksi dan non-infeksi dengan kebanyakan behubungan dengan penyakit sistemik. Lesi pada segmen posterior biasa berbentuk fokal, multifocal, geografik, atau difus. Chorioretinitis merupakan proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau protozoa secara kongenital ada naeonatus. Infeksi toxoplasma dan CMV kongenital merupakan yang paling sering. Kadang kala korioretinitis merupakan proses sistemik non-infeksius. Etiologi yang disebabkan oleh infeksi CMV kongenital biasanya stabil dan membaik saat masa kanak-kanak, dibandingkan dengan toxoplasmosis kongenital yang berkembang setelah kelahiran dan secara klijis lebih signifikan setelah beberapa tahun. CMV dan toxoplasma juga dapat menyebabkan manifestasi ekstraokular seperti intrauterine growth retardation, mikrosefali, katarak, defek pendengaran, dan lain-lain. Pada individu yang memiliki imunodefisiensi, sebab chorioretinitis berhubungan dengan virus Epstein-Barr, CMV, varicella-zoster, jamur seperti Candida, Aspergillus, Fusarium, dan toxoplasma.

Chorioretinitis pada pasien dengan AIDS.PatofisiologiInflamasi traktus uvealis posterior biasanya disebut choroiditis, karena retina seringkali terlibat maka chorioretinitis atau retinochoroiditis seringkali digunakan. Luasnya keterlibatan mata ditentukan oleh organisme penyebab. Fokal bilateral atau eksudat ekstensif chorioretinitis atau panuveitis biasaterlihat pada pasien dengan infeksi Toxoplasma. Lesi choroid luas dengan inflamasi ekstensif atau endoftalmitis terlihat pada infeksi oleh Toxocara, dan keratitis interstitial atau iritis pada CMV. Lesi retina sentral oleh CMV tidak dapat dibedakan secara klinis dari toxoplasmosis, namun retinitis oleh CMV tidak berkembang seperti infeksi toxoplasma kongenital.(8)

Pemeriksaan fisikJika inflamasi unilateral, anak seringkali menyipit dan melaporkan adanya penglihatan kabur atau tidak dapat melihat suatu objek. Anak yang lebih tua mendapatkan adanya fotofobia dan biasanya terdapat kecerobohan dengan keseimbangan berjalan yang buruk.Pada pemeriksaan didapatkan eksudat cotton ball yaitu atrofi fokal dan sikatriks berpigmen dari retina. Inflamasi vitreus dapat bermanifestasi sebagai transient floating opacities (kekeruhan yang mengambang sementara). Namun penemuan ini terdapat pada semua chorioretinitis tanpa melihat etiologi. Pemeriksaan fisik abnormal lainnya sebaiknya dicatat seperti intrauterine growth retardation, mikrosefali, microftalmia, katarak, uveitis, penurunan pendengaran, osteomyelitis, hepatosplenomegali, limpfadenopati, dermal erythropoiesis, carditis, dan penyakit jantung kongenital.Keterlibatan sistem saraf pusat dapat meliputi tonus otot abnormal, perubahan pada reflex atau keduanya. Jika amnionitis diprediksi pada kelahiran, lewat pemeriksaan lengkap dan kultur cairan amnion dan plasenta dapat ditentukan patogen penyebab.

OperatifVitrektomi biasanya tidak dibutuhkan dan hanya dilakukan pada kasus berat yang resisten terhadap terapi konservatif. Sitology ocular digunakan untuk mendeteksi adanya eosinophil, antibody ocular, dan IgE sebaiknya dilakukan untuk membedakan larva toxocara migrans dari retinoblastoma maligna untuk mencegah enukleasi yang tidak dibutuhkan.

2.8 PENATALAKSANAANTerapi utama uveitis adalah pemberian kortikosteroid dan sikloplegik/midriatik agar otot-otot iris dan badan silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan, dan mengurangi kongesti pada tempat peradangan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada.. Selama pemberian, perlu diperhatikan kemungkinan ada defek epitel dan trauma tembus yang harus disingkirkan pada riwayat trauma, periksa sensibilitas kornea dan TIO untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi herpes simpleks atau zoster. Terapi topical yang agresif adalah prednisolone asetat 1% 1-2 tetes tiap jam saat terjaga, biasanya dapat mengontrol inflamasi anterior. Homatropin 2-5% 2-4 kali/hari membantu mencegah terbentukya sinekia dan meredakan rasa tidak nyaman akibat spasme siliaris. Peradangan non-infeksi intermediate, posterior, dan difus berespon baik terhadap penyuntikan triamcinolone acetonide sub-Tenon 1 ml (40 mg) pada daerah superotemporal. Selain itu, triamcinolone acetonide intraocular 0.1 ml (4 mg) atau prednisone oral 0.5-1.5 mg/kg/hari juga efektif.Corticosteroid-sparing agent seperti methotrexate, azathioprine, mycophenolate mofetil, siklosporin, tacrolimus, siklofosfamid, atau klorambusil sering diperlukan pada peradangan non-infeksi bentuk berat atau kronis terutama jika ditemukan keterlibatan sistemik. Adapun terapi non-medikamentosa juga dapat dilakukan seperti: Penggunaan kacamata hitam: mengurangi fotofobia, terutama akibat pemberian midriatikum. Kompres hangat: mengurangi rasa nyeri & meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.(9)

2.9 KOMPLIKASI Komplikasi dari uveitis dapat berupa:a. GlaukomaPada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan hambatan aliran aqueous humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penumpukan cairan ini bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur outflow aquos humor sehingga terjadi glaukoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatik.b. KatarakPeradangan di badan siliar dapat menyebabkan gangguan pada metabolisme lensa dan berujung pada timbulnya katarak. Selain itu, katarak dapat pula muncul akibat terapi dengan menggunakan kortikosteroid.c. Sinekia posterior perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.d. Sinekia anterior perlekatan iris dengan endotel kornea akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.e. Seklusio pupil perlekatan seluruh pinggir iris dengan lensa. f. Oklusio pupil seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radangg. Endoftalmitis peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca akibat dari peradangan yang meluas.h. Panoftalmitis peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses.i. Retinitis proliferansPada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca mengalami jaringan organisasi dan tampak sebagai membran yang terdiri dari jaringan ikat dengan neovaskularisasi yang berasal dari sistem retina.j. Ablasio retina

2.10 PROGNOSISPrognosis untuk penyakit uveitis ditentukan oleh ada/tidaknya penyulit. Bila peradangan hebat, sebagian besar badan siliar akan rusak dan menjadi atrofi, sehingga pembentukan aqueous humor akan menurun. Selanjutnya tekanan intraokuler akan menurun, bola mata menjadi lembek dan terjadilah atrofi bulbi. Terjadinya penutupan pupil oleh oklusi pupil dan katarak dapat menurunkan visus yang hebat, tetapi katarak masih dapat diangkat jika keadaan retina masih baik dan radang sudah tenang. Kemungkinan adanya ablasio retina memberikan prognosis yang sangat buruk. Namun bila penyakit dapat dideteksi secara dini dan segera mendapatkan pengobatan yang tepat, terutama dengan penggunaan kortikosteroid, hasilnya cukup memuaskan.(10)

BAB IIIKESIMPULAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen, endogen, infeksi maupun noninfeksi. Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidarta Ilyas, G.D, Asbury T, Riordan,P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Penerbit Widya Medika. Jakarta: 2000.2. Bloch-Michel E, Nussenblatt RB. International Uveitis Study Group recommendations for the evaluation of intraocular inflammatory disease. Am J Ophthalmol 1987;103:234-235.3. Deschenes J, Murray PI, Rao NA, Nussenblatt RB. International Uveitis Study Group. International Uveitis Study Group (IUSG): clinical classification of uveitis. Ocul Immunol Inflamm 2008;16:1-2.4. Nussenblatt RB & Whitcup SM:Uveitis: Fundamentals and Clinical Practice,Philadelphia, 2010, 4th edition Mosby (ISBN0-323-02237).5. Medscape Reference. Uveitis Classification: Patient Demographics. [Online]. Updated March 26, 2014. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1208936-overview#aw2aab6b4. Accessed March 20, 2015.6. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophtalmology. Edisi 17. Penerbit BUku Kedokteran EGC. Jakarta: 2010. 7. Durrani OM, Meads CA, Murray PI: Uveitis: A Potentially Blinding Disease,Ophthalmologica218: 223-236,2004.8. Power WJ: Introduction to Uveitis. In Albert DM & Jakobiec FA, editors:Principles and Practice of Ophthalmology,Philadephia, 2000, W.B.Saunders.9. Wijaya, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas Diponegoro.10. Sheppard JD & Nozik RA: Practical Diagnostic Approach to Uveitis. In Duane TD & Jaeger EA, editors:Duanes Clinical Ophthalmology,Philadephia, 1991,Lippincott.

20