21
BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini tuntutan akan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang konsisten, bermutu tinggi, dengan cara paling efektif, biaya terjangkau, serta akuntabel semakin menguat. Bagi rumah sakit negeri, pengendalian biaya pelayanan kesehatan seringkali menjadi persoalan yang cukup memberatkan di tengah ketatnya persaingan dengan rumah sakit dan klinik swasta. Dalam jangka panjang persoalan ini dikhawatirkan akan menjadi beban berat bagi anggaran belanja rumah sakit negeri. Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perorangan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat, Oleh karena itu rumah sakit dituntut memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.Pelayanan kesehatan yang bermutu dengan pembiayaan yang efisien menjadi pilihan masyarakat saat 1

Refrat obgin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat obgin

Citation preview

Page 1: Refrat obgin

BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini tuntutan akan penyelenggaraan pelayanan kesehatan

yang konsisten, bermutu tinggi, dengan cara paling efektif, biaya

terjangkau, serta akuntabel semakin menguat. Bagi rumah sakit negeri,

pengendalian biaya pelayanan kesehatan seringkali menjadi persoalan

yang cukup memberatkan di tengah ketatnya persaingan dengan rumah

sakit dan klinik swasta. Dalam jangka panjang persoalan ini dikhawatirkan

akan menjadi beban berat bagi anggaran belanja rumah sakit negeri.

Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang

memberikan pelayanan kesehatan perorangan kepada masyarakat

memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan

derajat kesehatan masyarakat, Oleh karena itu rumah sakit dituntut

memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang

ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.Pelayanan

kesehatan yang bermutu dengan pembiayaan yang efisien menjadi pilihan

masyarakat saat ini. Sebagai konsekuensinya setiap pemberi pelayanan

kesehatan dituntut untuk bisa memberikan pelayanan yang berkualitas

agar dapat menarik pelanggan. Namun hal ini berbeda jika dipandang dari

segi masyarakat sebagai pihak yang menggunakan jasa pelayanan

tersebut, dimana biaya pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor

penentu utilisasi terhadap pelayanan kesehatan. Fenomena yang terjadi

saat ini adalah biaya pelayanan kesehatan cendrung naik dari tahun ke

1

Page 2: Refrat obgin

tahun, terutama biaya pelayanan di rumah sakit. Untuk itu perlu dicari

suatu solusi untuk mengendalikan biaya pelayanan di rumah sakit melalui

mekanisme pembayaran pra upaya (prospective payment system) di

rumah sakit. Prospective Payment System (PPS) adalah sistem

pembayaran kepada pemberi pelayanan kesehatan dalam jumlah uang

yang sudah ditetapkan sebelum pelayanan diberikan dengan sebelumnya

memperhitungkan tindakan medic yang diperlukan dan lama hari rawatan.

PPS dapat berupa per diem package (tarif rumah sakit harian), buget tarif

rumah sakit,sistem kapitasi. Yang popular saat ini adalah penerapan

tagihan rumah sakit melalui pendekatan case mix, yaitu suatu cara

pendekatan ilmiah untuk mengklarifikasi dan (1)menggambarkan out put

dari suatu Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK).Pendekatan ini

menggolongkan kasus penyakit dan tindakan dalam sejumlah kelompok

yang disebut Diagnosis Related Group’s (DRG’s).

Sampai saat ini Departemen Kesehatan belum membuat tarif

yangbersifat tetap per episode penyakit atau diagnosis penyakit sehingga

memungkinkan pasien membayar sesuai dengan kemampuannya. Sistem

casemic atau yang lebih popular nama Diagnosis Related Group (DRG)

merupakan salah satu alternative yang dikembangkan oleh Negara-

negara didunia dengan menggunakan prinsipprospective payment system

(PPS) di rumah sakit. Di Indonesia konsep casemic dikenal dengan nama

Indonesia Diagnosis Related Group (INA-DRG) yang disusun oleh

pemerintah dengan mengacu pada standar penyusunan tarif pelayanan

rumah sakit Internasional atau International Refined Diagnosis Related

2

Page 3: Refrat obgin

Group (IR-DRG) versi dua. Standar tarif baku ini dibuat berdasarkan

kumpulan data biaya pelayanan rumah sakit dan uji coba penerapan

system pembiayaan terpadu berbasis layanan di 15 rumah sakit vertikal

di Indonesia tahun 2006.

Dalam penyusunan DRG’s diperlukan sekali pemetaan pasien dari mulai

masuk rumah sakit sampai keluar, yang sangat terkait dengan sumber

daya yang dihabiskan/dipakai yang dikenal dengan clinical pathway. Saat

ini Departemen Kesehatan sudah membuat kebijakan untuk mewajibkan

semua rumah sakit mempunyai clinical pathway setiap kasus penyakit.

Menurut Depkes kasus yang diproritaskan untuk dibuatkan clinical

pathway adalah kasus yang sering ditemui, kasus yang banyak terjadi,

memerlukan biaya yang tinggi, perjalanan penyakit dapat diperkirakan

serta telah tersedia standar pelayanan medis (SPM) dan standar

operating procedure (SOP).

Salah satu contoh kasus yang memerlukan clinical pathway adalah

sectio caesaria. Di bagian kebidanan, kasus ini adalah pembedahan yang

paling sering ditemui dan memerlukan biaya yang tinggi, perjalanan dan

hasilnya dapat diperkirakan dan telah mempunyai SPM dan SOP dari

ikatan profesi (POGI). Untuk menentukan berapa biaya yang harus

dikeluarkan dalam pelayanan tindakan sectio caesaria ini perlu dilakukan

suatu perhitungan biaya atau yang dikenal dengan cost of treatment.

Cost of treatment merupakan perhitungan biaya yang terkait

dengan biaya langsung dan tidak langsung yang dibutuhkan layanan

kesehatan per penyakit terhadap pasien yang sesuai dengan clinical

3

Page 4: Refrat obgin

pathwaynya. Secara teknis perhitungan biaya tersebut akan

mempergunakan Activity Based Costing untuk biaya langsungnya yang

dimodifikasi dengan Simple Distribution Methode untuk biaya tidak

langsungnya.

Tak jarang pihak manajemen rumah sakit negeri mengeluhkan total

biaya penanganan diagnosis tertentu sering berbeda-beda pada setiap

dokter, bahkan sering lebih besar dari ketetapan Askes sehingga

berpotensi merugikan rumah sakit negeri saat mengajukan klaim biaya ke

pihak Askes, tidak sedikit dijumpai kasus keberagaman penyelenggaraan

pelayanan pasien dengan perbedaan perilaku dokter memberikan resep

obat, pemeriksaan penunjang medik yang menyebabkan jumlah

pembayaran untuk setiap kasus cenderung tinggi. Selain itu juga lamanya

rawat inap dirumah sakit (LOS), lambatnya proses administrasi, dan

lambatnya penanganan terhadap pasien merupakan persoalan yang

sering dikeluhkan pasien.Mengutip pernyataan Muller et al (2008),

penerapan clinical pathways merupakan sebuah pendekatan yang dapat

digunakan dalam rasionalisasi biaya tanpa mengurangi mutu. Metode ini

merupakan model manajemen pelayanan kesehatan yang telah banyak

diterapkan rumah sakit di berbagai belahan dunia. Pada tahun 2003

dilaporkan bahwa sebanyak 80% rumah sakit di Amerika Serikat telah

menerapkan clinical pathways.

4

Page 5: Refrat obgin

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFENISI

Clinical Pathways merupakan suatu konsep perencanaan pelayanan

terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien

berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang

berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu

selama di rumah sakit.

Clinical pathway adalah sebuah pemetaan mengenai tindakan klinis

untuk diagnosis tertentu dalam waktu tertentu, yang mendokumentasikan

clinical practice terbaik dan bukan hanya clinical practice sekarang.

Clinical pathway di rumah sakit adalah suatu pedoman yang

menerangkan aktivitas yang dialami pasien dari masuk hingga keluar

rumah sakit yang diperlukan sebagai alat bantu untuk meningkatkan mutu

pelayanan dan mengendalikan biaya pelayanan. Clinical pathway

merupakan dasar untuk melakukan evaluasi agar tercapai pelayanan

medic yang bermutu, menghindari tindakan atau aktivitas yang tidak perlu.

Konsep ini merupakan pedoman dasar pasien mendapatkan kepastian

biaya pelayanan agar pasien mendapatkan biaya dari upaya

penyembuhan penyakitnya.

5

Page 6: Refrat obgin

Clinical pathway yang diterapkan dengan baik dapat menjadi “alat”

kendali mutu pelayanan kesehatan RS. Di sisi yang lain, dalam era JKN

yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan kini, penerapan clinical pathway

dapat menjadi salah satu upaya kendali biaya. Biaya yang dikeluarkan

dari pemberi pelayanan kepada pasien dapat dihitung berdasarkan clinical

pathway dan dibandingkan dengan tarif INA CBG’s yang telah ditetapkan.

Sehingga, jika biaya pelayanan yang diberikan kepada pasien melebihi

tarif INA CBG’s yang telah diterapkan maka rumah sakit dapat segera

mengupayakan efisisensi.

B. MANFAAT CLINICAL PATHWAYS

1. Hasil dan revisi CP dapat dipakai sebagai alat (entry point) untuk

melakukan perbaikan dan revisi Standar Pelayanan Medis dan asuhan

Keperawatan yang bersifat dinamis dan berdasarkan pendekatan

Evidence-based Medicine (EBM) dan Evidence-based Nurse (EBN).

Partisipasi aktif, komitmen dan konsistensi dari seluruh jajaran direksi,

manajemen dan profesi harus dijaga dan dipertahankan demi terlaksana

dan suksesnya program Casemix di rumah sakit. Bila Sistem Casemix

6

Page 7: Refrat obgin

Rumah Sakit telah berjalan, maka untuk selanjutnya akan lebih mudah

untuk masuk ke dalam sistem pembiayaan lebih lanjut yakni Health

Resources Group (HRG)

2. Clinical Pathways menjadi salah satu komponen dari Sistem DRG-

Casemix yang terdiri dari kodefikasi penyakit dan prosedur tindakan (ICD

10 dan ICD 9-CM) dan perhitungan biaya (baik secara top down costing

atau activity based costing maupun kombinasi keduanya), sehingga

Implementasi Clinical Pathways berkaitan erat dengan Clinical

Governance dalam hubungannya menjaga dan meningkatkan mutu

pelayanan dengan biaya yang dapat diestimasikan dan terjangkau.

3.Clinical Pathways bisa digunakan sebagai salah satu alat mekanisme

evaluasi penilaian risiko penilaian risiko untuk mendeteksi kesalahan aktif

(active errors) dan laten (latent / system errors) maupun nyaris terjadi

(near miss) dalam Manajemen Risiko Klinis (Clinical Risk Management)

dalam rangka menjaga dan meningkatkan keamanan dan keselamatan

pasien (patient safety).

C. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN CLINICAL PATHWAYS

Setelah memahami pentingnya clinical pathway, masalah baru

yang muncul adalah bagaimana membuat clinical pathway dengan benar?

Clinical pathway masih merupakan hal yang baru bagi sebagian besar

rumah sakit di Indonesia.

Penyusunan Format Clinical Pathways harus memperhatikan komponen

yang harus dicakup sebagaimana definisi dari Clinical Pathways.

7

Page 8: Refrat obgin

Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan kondisi

setempat dan sensus harian.Variabel varians varians dalam Clinical

Pathways dapat digunakan sebagai alat (entry point) untuk melakukan

audit medis dan manajemen baik untuk tingkat pertama maupun kedua

(1st party and 2nd party audits) dalam rangka menjaga dan meningkatkan

mutupelayanan.

Variabel tindakan tindakan dalam Clinical Pathways bisa digunakan

sebagai alat dalam melakukan surveilans Tim Pengendalian Infeksi

Nosokomial dan selanjutnya untuk menilai Health Impact Intervention.

Variabel obat obatan dalam Clinical Pathways dapat digunakan sebagai

alat (entry point) untuk melakukan kegiatan evaluasi dan monitoring dari 5

Langkah 12 Kegiatan Tim Farmasi dan Terapi Komite Medik RS.

Sekaligus secara tidak langsung menggalakkan penggunanan obat secara

rasional dan dapat melihat cermin dari penggunaan obat generik.

Berdasarkan PERMENKES Nomor 1438/MENKES/PER/IX/2010

tentang Standar Pelayanan Kedokteran, dokter dan dokter gigi dalam

melaksanakan praktik

kedokteran termasuk di Rumah Sakit harus sesuai dengan standar.

Standar tersebut meliputi Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran

(PNPK) dan SPM (Standar Pelayanan Medis). PNPK merupakan standar

pelayanan kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi

profesi serta disahkan oleh menteri, sementara

SPM dibuat dan diterapkan oleh pimpinan pelayanan kesehatan.

Selanjutnya, Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan perlu

8

Page 9: Refrat obgin

menyusun langkah pelayanan yang lebih detail yang diberikan pada

masing-masing pasien berdasarkan PNPK dan SPO yang diwujudkan

dalam clinical pathway .Adapun Langkah Penyusunan Clinical

Pathway dalam Rangka Kendali  Mutu & Kendali  Biaya Manaj

emen Rumah Sakit adalah :

1. Menentukan Topik

Topik yang dipilih terutama yang bersifat high volume, high cost,

high risk dan problem prone. Dapat pula dipilih kasus-kasus yang

mempunyai gap yang besar antara biaya yang dikeluarkan dengan tarif

INA CBG’s yang telah ditetapkan.

2. Menunjuk koordinator (penasehat multidisiplin)

Kordinator utama bertugas sebagai fasilitator, sehingga tidaklah

harus memahami clinical pathway secara konten. Sebelum menunjuk

koordinator, terlebih dahulu dikumpulkan anggota yang berasal dari

berbagai disiplin yang terlibat dalam pemberi pelayanan pasien. Tim

multidisiplin tersebut wajib menyampaikan item-item

pelayanan yang diberikan kepada pasien berdasarkan SPO kepada

masing-masing tim profesi dan mengikuti rangkaian rapat dalam

kelanjutan membuat clinical pathway.

3. Menentukan Pemain Kunci

Pemain kunci adalah siapa saja yang terlibat dalam pelayanan

yang diberikan kepada pasien. Misal, pemain kunci dalam pemberian

pelayanan kepada pasien

9

Page 10: Refrat obgin

Appendicits Akut tanpa komplikasi adalah dokter umum, dokter spesialis

bedah, dokter spesialis anastesi, perawat, dan ahli gizi.

4. Melakukan Kunjungan Lapangan

Setelah menentukan anggota dalam penyusunan clinical pathway,

maka selanjutnya dilakukan kunjungan lapangan untuk mencari pedoman

praktik klinis (PPK), misalnya dalam bentuk SPO atau SPM dan SAK

(Standar Asuhan Keperawatan). Kunjungan lapangan dilakukan agar

dapat menilai sejauh mana pelayanan yang didapatkan oleh pasien. Juga

menilai hambatan yang terjadi di bangsal dalam menjalankan SPO atau

SPM sehingga dapat dibuat rekomendasi dalam menyusun clinical

pathway. Dalam mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, dapat

pula dilakukan dengan melakukan benchmarking terhadap penerapan

clinical pathway di tempat lain. Perlu diingat bahwa, clinical pathway untuk

kasus dengan diagnosis yang sama yang diterapkan di rumah sakit lain

belum tentu dapat serta-merta diterapkan di rumah sakit kita. Hasil

benchmarking perlu dipadukan dengan kemampuan manajerial dan SDM

RS serta kondisi-kondisi lain yang terkait.

5. Mencari Literatur

Dalam mencari literatur dapat mencari best practice dalam skala

nasional yaitu PNPK, ataupun sumber-sumber guideline/ jurnal penelitian

internasional dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing rumah

sakit. Evidence Based Medicine diperlukan bilamana PNPK belum/ tidak

dikeluarkan oleh organisasi profesi ybs.

6. Melaksanakan Customer Focus Group

10

Page 11: Refrat obgin

Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan

disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit sehingga, kesenjangan

antara harapan dan pelayanan yang didapatkan pasien dapat diketahui

dan dapat diperbaiki.

7. Telaah Pedoman Praktik Klinis (PPK)

Langkah awal dalam tahap ini adalah melakukan revisi PPK (SPM

dan SAK), namun jika sebelumnya rumah sakit belum mempunyai PPK,

maka PPK harus dibuat, karena tidak ada clinical pathway tanpa adanya

PPK. Berdasarkan Permenkes. No 1438 tahun 2010, clinical pathway

bersifat sebagai pelengkap PPK. Menurut Permenkes tersebut, PPK harus

di-review setiap 2 tahun sekali, sehingga secara  tidak langsung

pembuatan clinical pathway dapat meningkatkan kepatuhan review PPK.

8. Analisis casemix

Dalam pengembangan clinical pathway, perlu dilakukan

mengumpulkan aktivitas-aktivitas untuk dikaitkan dengan besarnya biaya,

untuk mencegah adanya Fraud. Dalam hal ini perlu dilakukan identifikasi

LoS suatu diagnosis, biaya per-kasus, penggunanan obat apakah sudah

sesuai dengan formularium nasional, maupun tes penunjang diagnostik

suatu penyakit.

9. Menetapkan Desain Clinical Pathway serta Pengukuran Proses dan

Outcome

Dalam menetapkan desain, hal yang terpenting adalah beberapa

informasi yang harus ada dalam clinical pathway, yaitu kolom pencatatan

informasi tambahan, variasi, kolom tanda tangan, serta kolom verifikasi

11

Page 12: Refrat obgin

dari bagian rekam medis. Kemudian, ditetapkanlah item-item aktivitas dari

masing-masing penyakit sesuai dengan literatur yang telah dipilih dan

disesuaikan dengan keadaan rumah sakit. Item aktivias ini sebaiknya

mudah dimengerti, sehingga meningkatkan kepatuhan dalam

menjalankannya.

10.Sosialisasi dan Edukasi

Tahap terakhir dalam membuat clinical pathway adalah,

melakukan sosialisasi dan edukasi kepada para pengguna, dalam hal ini

berbagai profesi yang berhubungan langsung pada pasien. Dalam tahap

awal dapat dilakukan uji coba penerapan clinical pathway yang telah

disusun guna mendapatkan feedback untuk mendapatkan bentuk yang

user friendly serta konten yang sesuai dengan kondisi di lapangan dalam

rangka mencapai kepatuhan penerapan clinical pathway yang lebih

optimal. Sosialisasi clinical pathway ini harus dilakukan intensif minimal

selam 6 bulan. Perlu ditekankan bahwa clinical pathway adalah “alat.”  

Efektifitas dalam kendali mutu dan kendali biaya amat tergantung pada

user yang menerapkannya. Sehingga, perlu disusun strategi sedemikian

rupa agar alat tersebut diterapkan sebagaimana mestinya dalam

kepatuhan maupun ketepatan penggunaannya.

12

Page 13: Refrat obgin

D. CONTOH FORMAT CLINICAL PATHWAY KASUS DI BAGIAN

KEBIDANAN DAN KANDUNGANl

Berikut akan dilampirkan adalah beberapa contoh clinical pathways

untuk kasus – kasus dibagian kebidanan (seksio sesarea tanpa penyulit)

dan clinical pathways beberapa kasus di bagian kandungan yang sudah

disahkan dan dipakai di beberapa Rumah Sakit di Indonesia.

13

Page 14: Refrat obgin

BAB III

KESIMPULAN

1. Clinical Pathways merupakan suatu konsep perencanaan

pelayanan terpadu yang merangkum pemetaan mengenai tindakan

klinis untuk diagnosis tertentu dalam waktu tertentu, yang

mendokumentasikan clinical practice terbaik dan bukan hanya

clinical practice sekarang.

2. Hasil dan revisi CP dapat dipakai untuk melakukan perbaikan dan

revisi Standar Pelayanan Medis dan asuhan Keperawatan,

Implementasi CP berkaitan erat dengan Clinical Governance yang

menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dengan biaya yang

dapat diestimasikan dan terjangkau serta CP juga bermanfaat

dalam rangka menjaga dan meningkatkan keamanan dan

keselamatan pasien (patient safety).

3. Langkah Penyusunan Clinical Pathway di buat oleh Rumah Sakit berdasarkan PNPK dan SPO.

14

Page 15: Refrat obgin

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Windi Pertiwi, Alur penyusunan CP at:http://Pasca Sarjana .umy. ac.

Id/ mmn/ wp-content/ uploads/ 2014

Pener apan.cl i ni cal .pathways.ter bukti .mampu.menur unkan.bi

aya.pengobatan.di .r s at: http://ugm.ac.i d/i d/ber i ta/3795, 2013

Depkes RI, Kep.Menkes RI No.228/Menkes/SK/III/2002, Tentang Standar

Pelayanan Minimal

Rivany, R, 1998 ” DRG’s dan Casemix, Reformasi Mikroekonomi di

Industri Layanan Kesehatan Modul

Depkes RI,2007, “Pedoman Tarif INA-DRG” URUN REMBUG, Jakarta

Satriabudi,B, 2005, “Pendanaan obat yang semakin berat dalam

Thabrany, Pendanaan Kesehatan an Alternatif Mobilisasi Dana

Kesehatan di Indonesia, PT Rajagrafindo” Jakarta.

Persi (Jum’at, 8 Juli 2005) “Determinan Tagihan Rawat Inap Rumah Sakit

(Studi Penelitian Kasus Dua Penyakit Akut di DKI Jakarta). Jurnal

elektronik.

15