Upload
andri-adma-wijaya
View
41
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
PENDAHULUAN
Mioma/ Fibroid/ Leiomyoma adalah tumor dari otot polos uterus
merupakan tumor jinak miometrium.1-5 Mioma uteri adalah tumor genitalia
interna dengan insidens tertinggi, yaitu sekitar 20-30% wanita.1 Sehingga sering
ditemukan pada kehamilan pada pemeriksan rutin maupun dengan ultrasonogafi.
Insidens mioma uteri pada kehamilan bervariasi antara 0,1% sampai 3,9%, Rice
dan kawan-kawan6 melaporkan 1,4% mioma dari sekitar 6700 kehamilan, Sheiner
dan kawan-kawan7 melaporkan insiden mioma 0,65% dari sekitar 106.000
kehamilan, Katz dan kawan-kawan8 melaporkan 1 dari 500 kehamilan
berkomplikasi dengan adanya mioma, namun insiden tersebut dapat lebih tinggi
pada populasi tertentu, misalnya di Polandia mencapai 12%. 2
Hanya 42% mioma uteri dalam kehamilan dapat dideteksi secara klinis,
biasanya karena ukurannya yang besar, gejala yang terkait dengan mioma ini
hanya dikeluhkan oleh sekitar 35-50% pasien. Pada mioma dengan ukuran < 5
cm, hanya 12,5% dapat dideteksi secara klinis. Pemeriksaan ultrasonografi
Doppler dapat menampakkan pembuluh darah disekitar mioma, sehingga dapat
dibedakan dengan penebalan miometrium. 1,2,3,5,9,10
Pada wanita usia reproduksi, mioma diperkirakan penyebab 10% dari
kasus infertilitas. Mioma juga berhubungan dengan meningkatnya risiko
keguguran pada wanita yang sedang hamil dan menurunkan separuh rata-rata
kelahiran hidup pada siklus fertilisasi invitro.4
Efek mioma pada kehamilan mungkin tidak ada, tetapi dapat pula
menyebabkan efek penekanan pada kandung kemih (retensi) dan rektum
(konstipasi), keguguran, malpresentasi, tidak masuknya bagian terbawah janin
pada panggul (non-engagement), dan menyebabkan persalinan preterm. 5
Pada persalinan mioma mungkin tidak ada pengaruhnya, mungkin juga
dapat meningkatkan kejadian inersia uteri, distosia, perdarahan pasca persalinan
dan solusio plasenta. Pada masa nifas dapat menyebabkan subinvolusi uteri, Late
HPP dan infeksi. Bila mioma terletak pada jalan lahir (mioma servikalis dan
1
mioma pada ligamentum latum) akan mengganggu proses persalinan dan
menyebabkan distosia, maka pilihan persalinan adalah perabdominam. Selain itu
pilihan persalinan perabdominam dianjurkan pada malpresentasi dan
primigravida tua dengan mioma uteri. 1,2,5
Prinsip dasar bila menemukan kehamilan dengan mioma adalah tidak
melakukan apapun pada mioma bila memungkinkan. 2,5
Pada makalah ini akan dibahas mengenai kehamilan dengan mioma
sehingga diagnosis dan pemilihan cara persalinan dapat direncanakan sebaik
mungkin.
2
ILUSTRASI KASUS
Ny. AN, G2P1, pertama kali datang ke poliklinik obstetri RSCM tanggal 11
April 2002 pkl. 10.30 dirujuk oleh Spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG)
untuk ante natal care (ANC) di RSCM. Pasien mengaku hamil 38 minggu, hari
pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 8 juli 2001 dengan taksiran persalinan
tanggal 15 April 2002, Pasien mengaku ANC dilakukan secara teratur di rumah
bersalin. Hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) pada usia kehamilan 7 bulan
menunjukkan terdapat lilitan tali pusat dan kepala belum masuk panggul, oleh
karena itu ia dirujuk ke RSCM.
Hingga saat datang ke poliklinik RSCM, tidak didapatkan keluhan mules-mules
maupun keluar air-air. Gerakan bayi masih dirasakan aktif seperti biasa. Buang air
besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) lancar. Tidak ada riwayat penyakit
hipertensi, kencing manis, penyakit jantung dan asma pada pasien maupun
keluarga.
Ini adalah kehamilan kedua, yang pertama melahirkan anak perempuan tahun
1998 dengan berat lahir 2890gram di RSCM spontan, dari satu kali pernikahannya
pada tahun 1997. Riwayat menarche pada usia 14 tahun, siklus haid 28 hari
dengan lama kurang lebih 7 hari, tidak didapatkan keluhan nyeri saat haid. Selama
ini pasien tidak pernah menggunakan metode kontrasepsi tertentu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, tinggi
badan 148 cm dan berat badan 59 kg, stratus generalis lain dalam batas normal,
dengan status obstetrikus tinggi fundus uterus 33 cm, janin oblik, djj (+) 148 dpm,
his (-). Pada periksa dalam didapatkan porsio kenyal, arah belakang, ostium uteri
eksternum (OUE) tertutup teraba bagian bawah janin di atas pintu atas panggul
(PAP).
Pasien dianalisa dengan G2 P1 hamil 38 minggu janin oblik tunggal hidup
Hasil pemeriksaan USG feto maternal pada hari yang sama didapatkan,
janin tunggal hidup dengan presentasi bokong, diameter biparietal (DBP) 9,4 ,
Femur Length (FL) 7 , abdominal circumferentia (AC) 33 , taksiran berat janin
3
(TBJ) 3200 gram. Plasenta terletak di korpus depan, Air ketuban cukup, tampak
lilitan tali pusat satu kali di sekitar leher janin. Di depan serviks tampak massa
mioma ukuran 9,4 cm x 9,3 cm.
Gambar 1. Massa mioma pada serviks
Gambar 2. Pengukuran biometri janin , tampak ukuran abdominal circumference
(kiri)
4
Gambar 3. Pengukuran biometri janin , tampak ukuran diameter biparietal (kiri)
dan panjang femur (kanan)
Dengan hasil tersebut, dianalisis kemungkinan massa mioma menghalangi jalan
lahir, sehingga pasien direncanakan untuk menjalani operasi Seksio caesaria (SC)
primer dan bila memungkinkan dilakukan miomektomi..
Dua hari kemudian dilakukan SC elektif .
Dengan insisi Pfannensteil dan SCTPP tampak uterus gravidus tidak tampak
kelainan pada uterus. Selanjutnya dilahirkan bayi laki-laki. Berat badan 3140
gram panjang badan 47 dan apgar skor (AS) 9/10 terdapat lilitan tali pusat 1x
pada leher. Pada eksplorasi selanjutnya kavum uteri dan ovarium dalam batas
normal dan didapatkan massa mioma kenyal pada kavum douglasi dengan ukuran
7x7x8 cm yang berasal dari serviks posterior. Tidak dilakukan miomektomi pada
pasien. Perdarahan saat operasi sekitar 250cc
Setelah perawatan selama 3 hari di ruangan, pasien diperbolehkan pulang.
Luka operasi baik. Keadaan pasien dan bayi selama di ruangan baik.
Pasien kemudian menjadi akseptor KB suntik bulanan.
Lebih kurang tiga tahun kemudian tepatnya tanggal 2 Juni 2005, pasien kembali
datang ke poliklinik RSCM dengan keluhan mual muntah dan terlambat haid 3
minggu, haid terakhir 19 april. Tes kehamilan didapatkan hasil (+). Haid teratur
tiap bulannya. Dari pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal,
5
terdapat luka lama insisi pfanensteil pada perut pasien, dari periksa dalam
didapatkan kavum ueri sebesar telur bebek, teraba massa di serviks kearah kavum
douglasi ukuran 5x4x3 cm, adnexa tidak terdapat nyeri tekan dan parametrium
lemas.
Dengan pemeriksaan USG didapatkan uterus membesar dengan satu
massa hipoekhoik di serviks bagian belakang ukuran 7,9 x 7,2 x 8,2 cm , terdapat
GS intra uterin ukuran 25 mm, dengan fetal echo belum jelas.
Kesan mioma serviks dan kehamilan sesuai 6 minggu
Gambar 4. USG trimeter pertama dengan massa mioma
Gambar 5. USG trimester pertama dengan kantong gestasional (kanan)
Tiga bulan kemudian dilakukan pemeriksaan ulang USG dan didapatkan janin
tunggal hidup intra uterin, DBP 48, FL 34 TBJ 400 gram, Plasenta di korpus
6
belakang, indeks cairan amnion (ICA) cukup, dengan massa hipoekhoik berbatas
tegas di korpus cerviks belakang ukuran 75 x 66 mm
Kesan janin tunggal hidup sesuai kehamilan 20 minggu dengan mioma serviks.
Gambar 6. USG timester kedua dengan massa mioma
Gambar 7. USG trimester kedua, pengukuran biometri janin
Dari hasil USG tiga bulan kemudian, didapatkan janin letak lintang tunggal hidup
intra uterin, DBP 85, FL 64 TBJ 1950 gram, Plasenta di korpus belakang, ICA
cukup, plasenta di fundus, dengan massa hipoekhoik berbatas tegas di korpus
cerviks belakang ukuran 77 x 58 mm
7
Kesan janin letak lintang tunggal hidup sesuai kehamilan 33 minggu dengan
mioma serviks
Gambar 8. USG trimester ketiga dengan pengukuran biometri janin, abdominal
circumference (kiri) dan panjang femur (kanan)
Gambar 9. USG trimester ketiga dengan pengukuran biometri janin dan massa
mioma
Dari pemeriksaan laboratorium satu bulan kemudian untuk persiapan operasi
didapatkan :
DPL : 14,3/38,4/10.200/316.000
BT/CT : 2`30”/12`
UL : epitel +/ leukosit 12-15/eritrosit 0-1/-/kristal +/amorf +/ bakteri -/
8
BJ 1015 /pH 7.0/ Prot +/ lain-lain dbn
SGOT/PT = 21/11 Ur/Cr =10/0,6 GDP/PP = 78/99 Alb = 4
HbsAg : +
Dilakukan pemeriksaan cholin esterase pada pasien dengan hasil 5595
(normal). Konsultasi dengan teman sejawat (TS) penyakit dalam didapatkan kesan
fungsi hati baik. Dan pemeriksaan TS kardiologi didapatkan hasil fungsi jantung
baik. Dengan perencanaan pada bagian anak untuk menyediakan HbIg dan vaksin
Hepatitis B masing-masing 0,5 cc untuk bayi sampai dengan 12 jam post partum.
Pada tanggal 11 januari 2006 pasien dirawat di IRNA dengan perencanaan akan
dilakukan SC elektif lima hari sesudahnya .
Empat hari kemudian pasien dikirim ke IGD dengan mules-mules, pada
pukul (pkl) 06.00 dengan his 1x/10’/ 20”, satu setengah jam berikutnya dilakukan
pemeriksaan didapatkan his 3x/10’/35”, dari periksa dalam didapatkan
pembukaan 4cm, porsio tipis, kepala di H I-II
Dari pemeriksaan USG didapatkan ICA 11 dengan mioma ukuran 77mm x80 mm
dan vaginal birth after C-Section (VBAC) skor6
Karena kepala bayi di bawah mioma serviks direncanakan partus
pervaginam dengan angka keberhasilan 78,8%, dan dilakukan informed consent
tentang rencana tersebut pada pasien dan keluarga.
Empat jam kemudian didapatkan kemajuan persalinan dengan his adekuat dan
pembukaan serviks 7 cm, kepala di Hodge (H) I-II,
Tiga jam kemudian his berkurang dengan pembukaan 8 cm dianalisa dengan
inersia PK I aktif, dilakukan augmentasi dengan oksitosin 2 IU dalam 500cc
cairan ringer laktat (RL) sampai his adekuat,
Satu jam kemudian tercapai his adekuat dengan 16 tetes permenit.
Dua jam kemudian pembukaan lengkap kepala di H II-III UUK kanan lintang
Satu jam kemudian kepala turun di H III-IV. Pkl 18.50 setelah 20 menit pimpin
meneran diputuskan untuk mempercepat persalinan dengan ekstraksi vakum.
Dengan EV lahir bayi laki-laki 3200 gram PB 47 cm dan AS 9/10,air
ketuban hijau encer. Didapatkan luka perineum sesuai luka episiotomi. Dilakukan
jahitan hemostasis dan aproksimasi. Perdarahan kala III-IV 200cc.
9
Dua jam pasca persalinan didapatkan hemodinamik pasien stabil, pasien dikirim
untuk rawat ruangan.
Pasien dirawat satu hari di ruangan dari perawatan didapatkan kondisi pasien dan
bayi baik. Kemudian pasien diperbolehkan pulang untuk selanjutnya rawat jalan
di poliklinik obstetri RSCM. Pada saat kontrol di poliklinik dua minggu
kemudian, keadaan pasien baik, tidak terdapat masalah seperti perdarahan, nyeri,
demam, maupun keluhan lain.
10
TINJAUAN PUSTAKA
Mioma/ Fibroid/ Leiomyoma lebih sering didapatkan pada wanita Afrika
dan Afro-Karibia (dengan angka kejadian pada wanita kulit hitam 3-9 kali
dibanding wanita kulit putih), bukan perokok dan wanita yang menunda memiliki
anak secara sukarela maupun yang tidak. 1,2,3,5,10
Kebanyakan wanita dengan fibroid tidak tahu mereka mengidap penyakit
ini dan tidak mendapatkan gejala sama sekali akibat dari penyakit ini. Namun bila
menimbulkan keluhan dapat menyebabkan banyak komplikasi yang ditimbulkan,
mencakup menorrhagia-metrorrhagia, nyeri, dan infertilitas. Penyebab terjadinya
tumor ini masih belum diketahui. Mioma tidak terdeteksi sebelum usia pubertas
dan responsif terhadap kadar hormon, biasanya tumbuh pada saat usia reproduksi.
Mioma dapat tumbuh soliter dan lebih sering tumbuh multipel. Biasanya
berukuran kurang dari 15 cm namun pada kasus tertentu bisa mencapai ukuran
yang sangat besar, dengan berat lebih dari 45 kg. 1,2
Tipe mioma berdasarkan lokasi adalah intramural, submukosa, dan
subserosa. Tipe lain yang lebih jarang adalah servikal, interligamenter, dan
pedunkulasi 1,3,5
Gambar10. Jenis mioma berdasarkan lokasi
11
Patogenesis mioma
Penyebab timbulnya mioma masih belum diketahui. Terdapat bukti bahwa
tiap-tiap mioma berasal dari satu sel (monoklonal) dari penelitian Glucose-6-
Phosphate Dehidrogenase. 1 Sementara tidak ada bukti yang menyebutkan kalau
mioma disebabkan oleh estrogen, namun estrogen menunjukkan pengaruh pada
pertumbuhan mioma. Mioma mengandung reseptor estrogen dengan konsentrasi
yang tinggi dibanding jaringan miometrium sekitarnya, namun lebih rendah dari
endometrium. Progesteron meningkatkan aktifitas mitosis dari mioma pada
wanita muda, tapi mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat masih belum
dapat diidentifikasi. Progesteron juga menyebabkan pertumbuhan tumor secara
tidak langsung dengan menekan fungsi apoptosis sel tumor. Estrogen
mempengaruhi pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstra
selular. Mioma dapat membesar ukurannya dengan adanya terapi estrogen dan
selama kehamilan, walaupun tidak selalu menunjukkan hal tersebut. Mioma
biasanya akan mengecil ukurannya setelah menopause.
Hipotesis yang mengajukan bahwa hormon pertumbuhan manusia
(Human Growth Hormon = HGH) terkait dengan pembentukan mioma telah
secara luas ditolak dengan adanya penelitian radioimmunoassay dari HGH pada
wanita hamil dan wanita yang mengkonsumsi estrogen, tapi terdapat spekulasi
tentang perkembangan mioma dalam kehamilan terkait dengan efek sinergistik
dari estradiol dan Human placental lactogen (HPL). 1
Dari segi molekuler dasar, bila kita membicarakan tentang Growth factors
(hormon peptida rantai pendek) yang berfungsi pada banyak proses selular dan
dapat memediasi efek dari hormon steroid, maka dapat difokuskan pada dua jenis
growth factor yang berpengaruh penting pada proses pembentukan mioma, yaitu
basic fibrobast growth factor dan transforming growth factor-beta. Basic
fibrobast growth factor bersifat angiogenesis yang menyokong pembentukan
pembuluh darah baru yang juga menyebabkan proliferasi otot polos dalam mioma
dan sel miometrium, selain itu dengan mengikat komponen matriks ekstraselular,
growth factor ini dapat meningkatkan tekstur fibroid dari mioma. Pada wanita
12
dengan uterus normal, reseptor untuk growth factor ini mengalami supresi pada
fase awal luteal, sedangkan pada wanita dengan mioma hal ini tidak terjadi.
Sedangkan transforming growth factor beta meningkatkan proliferasi sel dan
memproduksi matriks ekstra selular, dimana pada mioma terjadi pembesaran
ukuran dengan adanya penambahan jumlah sel maupun penambahan jumlah
matriks ekstaselular dengan jumlah sel yang sama
Diperlukan penelitian lebih lanjut, apakah dengan supresi kedua growth
factor terpisah dapat mengurangi angka morbiditas yang spesifik, apakah
perdarahan uterus abnormal dapat ditekan dengan menekan basic fibrobast
growth factor dan apakah pembesaran ukuran mioma dapat ditekan dengan
menekan transforming growth factor beta?11,12,13,14,15
Penelitian genetik tentang asal mioma terkait dengan mutasi genetik
sedang berjalan, ditemukan hubungan antara gen HMGIC dan gen yang terkait
dengan HMGI(Y) berhubungan dengan keadan patologis tumor ini. Gen-gen
inimerupakan bagian dari kelompok gen High-Mobility Group (HMG) dan
mengikat pada DNA untuk mengatur gen lain. Gen ini berperan pada
pembentukan mioma terkait dengan jumlah abnormalitas kariotip dari kromosom
pada pasien mioma, dimana ditemukan 40% dari semua pasien mioma memiliki
abnormalitas sitogenetik. Namun penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk
menunjukkan bagaimana keadaan genetik ini berperan pada pembentukan mioma.
Informasi lebih lanjut mungkin membawa prognosis terapi, apakah pasien dengan
mutasi pada gen HMGIC yang dilakukan miomektomi angka rekurensinya lebih
tinggi dari yang tidak terdapat mutasi? Dan apakah terapi gen nantinya dapat
dilakukan untuk terapi mioma sebagai alternatif terapi yang noninvasif? 11,13,14
Pengaruh mioma dan infertilitas
Kehadiran parameter berupa tuba falopi yang paten, ovulasi yang normal,
dan keadaan sperma yang normal masih dapat berhubungan dengan subfertilitas,
karena adanya gangguan pada kavum uteri atau adanya endometriosis
intraperitoneal. Mioma diperkirakan menyebabkan efek yang mengganggu
kesuburan sampai dengan 10% dari kasus infertilitas. Mioma juga berhubungan
13
dengan meningkatnya resiko keguguran pada wanita yang sedang hamil dan
menurunkan separuh rata-rata kelahiran hidup pada siklus fertisisasi invitro.
Terpisah dari efek penekanan massa, mekanisme yang lebih jelas tentang
bagaimana mioma menyebabkan infertilitas masih belum diketahui. 4
Pengaruh kehamilan pada mioma uteri
Sebagai respons terhadap hormon kehamilan, terjadi hiperplasia
miometrium yang akan diikuti hipertrofi, namun terdapat kontroversi mengenai
apakah mioma selama kehamilan akan membesar, mengecil atau tetap ukurannya.
Dari suatu penelitian pada 113 pasien, mioma kecil (< 5 cm) bertambah besar dan
mioma besar mengecil pada trimester kedua, sedangkan semua mioma mengecil
pada trimester ketiga.
Rosati dkk 17: penambahan ukuran mioma pada 32,6% wanita hamil. Strobelt
dkk18 : 63% mengecil, terutama yang berukuran < 5 cm, sedangkan beberapa
menghilang post partum. Namun pengaruh mioma pada kehamilan amat
bervariasi dan memerlukan penelitian lebih lanjut. 2,3
Pengaruh mioma pada kehamilan
Umumnya mioma menyebabkan nyeri pada kehamilan. Nyeri dapat
disebabkan degenerasi merah (nekrobiosis), torsi tangkai atau impaksi mioma.
Pada suatu penelitian dengan ultrasonografi pada 12.708 pasien hamil, nyeri perut
lebih banyak ditemukan pada kehamilan dengan mioma, dan berhubungan dengan
volume mioma > 200 cm3, adanya gambaran heterogen, area anekoik atau kistik.
Suatu penelitian lain pada 113 wanita hamil dengan mioma, 70 % diantaranya
dengan gambaran heterogen atau kistik, menderita nyeri perut hebat, sedangkan
hanya 11,7% yang tanpa gambaran tersebut menderita nyeri hebat. Kebanyakan
pasien membaik dengan terapi analgesik oral atau parenteral, namun kadang
sampai memerlukan intervensi seperti analgesi epidural atau bahkan
miomektomi.1,2,3
14
Kehamilan trimester awal16
Sering terjadi perdarahan pada kehamilan dini dengan mioma. Risiko
abortus spontan juga meningkat. Dari suatu penelitian observasional diketahui
bahwa abortus lebih sering terjadi bila mioma terletak di fundus daripada bila
terletak korpus bawah. Sering dilakukan pengangkatan mioma submukosum
intrakaviter untuk menurunkan resiko abortus, namun apakah miomektomi rutin
akan menurunkan resiko abortus, masih kontroversi.
Glavind dkk19 melaporkan resiko abortus sama pada pasien yang tidak
maupun yang dilakukan miomektomi. Campo dkk20 melaporkan angka abortus
menurun dengan signifikan dari 57,1% menjadi 13,8% setelah miomektomi.
Prosedur invasif seperti amniosintesis, chorion villus sampling dan transfusi
intrauterine lebih sulit pada pasien dengan mioma.2
15
Gambar 11. Uraian alur tatalaksana pada keguguran yang berulang menunjukkan
mioma sebagai salah satu penyebab 16
Kehamilan trimester akhir 2
Hal yang menjadi perhatian pada kehamilan akhir dengan mioma adalah
persalinan preterm, solusio plasenta, gangguan pertumbuhan janin dan sindrom
kompresi janin.
16
Recurrent Pregnancy Loss
• Persalinan preterm
Insidens meningkat menjadi 21,5%. Faktor predisposisi adalah volume
mioma > 600 cm3 dan mioma multipel, yaitu 29,4% dibandingkan mioma tunggal
( 7,1%). Manajemen ekspektatif dengan tirah baring dan pemberian analgetik
dapat menghilangkan rasa nyeri, walaupun kadang memerlukan tokolisis untuk
mengurangi kontraksi sampai kehamilan aterm. Setelah periode akut terlewati,
biasanya banyak yang dapat mencapai kehamilan aterm tanpa adanya komplikasi
lanjut.
• Solusio plasenta
Plasentasi diatas mioma, mioma submukosum, dan volume > 200 cm3,
menjadi faktor resiko utama terjadinya solusio plasenta. Penelitian pada 474
pasien menemukan bahwa resiko solusio plasenta meningkat pada mioma (3,2%
vs.1,3%), namun tidak berhubungan dengan ukuran mioma. Penelitian lain
menemukan 57% solusio plasenta terjadi pada mioma retroplasenta, tapi hanya
2,5% dengan mioma bukan retroplasenta.
• Pertumbuhan janin terhambat
Insidens PJT pada mioma retroplasenta cukup tinggi ( 14% vs.6,6% )
dibandingkan bila plasentasi tidak dibelakang mioma. Namun pada beberapa
penelitian lain tidak didapatkan perbedaan insidens PJT pada mioma
retroplasenter.
• Sindroma kompresi janin
Mioma yang besar dapat menyebabkan penekanan janin. Terdapat satu
kasus sindroma kompresi pada janin laki-laki presentasi bokong, dengan mioma
uteri besar (11,1x6,67 cm). gejala yang tampak adalah dolicocephaly, moulase
kepala, ventrikel asimetris, humerus kanan memendek dan PJT.
Persalinan 1,2,3
Masalah yang mungkin timbul adalah malpresentasi, distosia, perdarahan
postpartum dan ruptur uteri pasca miomektomi.
• Malpresentasi dan distosia
17
Insidens seksio meningkat 2 kali pada kehamilan dengan mioma uteri,
dengan faktor predisposisi malpresentasi, mioma submukosum, mioma di segmen
bawah uterus, dan mioma multipel.
• Perdarahan postpartum dan sisa plasenta
Bukti mioma dapat menimbulkan perdarahan postpartum dan sisa plasenta
amat terbatas. Terdapat penelitian pada 113 wanita hamil dengan mioma, terjadi
peningkatan insidens sisa plasenta kemungkinan karena mioma di segmen bawah
uterus yang menghalangi plasenta lahir.
• Ruptur uteri pasca miomektomi
Banyak wanita hamil dengan riwayat miomektomi sebelumnya, sehingga
memerlukan perhatian mengenai integritas parut uterus dan resiko ruptur uteri
selama kehamilan dan persalinan. Karena insidens ruptur uteri rendah, maka data
ruptur pasca miomektomi juga sedikit. Dubuisson dkk21 melaporkan dari 145
kehamilan pasca momektomi 1 atau lebih mioma intramural atau subserosum
ukuran ≥ 2 cm, 100 diantaranya melahirkan. Pada 3 kasus terjadi ruptur uteri
spontan, 1 diantaranya terjadi pada parut miomektomi. Ruptur terjadi pada usia
kehamilan 25, 32 dan 34 minggu sebelum proses persalinan mulai. Pada
penelitian lain pada 72 pasien, terjadi 12 abortus, 1 kehamilan ektopik, 1 blighted
ovum dan 1 mola hidatidosa. Dari 57 kehamilan aterm, 31% melahirkan
pervaginam, 46% dengan seksio sesarea.
• Benign metastasizing pulmonary leiomamyomatosis
Adalah suatu kondisi yang langka, ditandai tumor jinak otot polos dan
jaringan ikat padat berdiferensiasi baik, dapat dijumpai di paru-paru, kelenjar
limfe, sistem vena, peritoneum, pericardium dan endocardium.kelainan ini
dihubungkan dengan mioma uteri dan dapat timbul setelah histerektomi. BML
diluar kehamilan umumnya terdiagnosis secara tidak disengaja, namun dapat juga
menimbulkan gangguan respirasi, batuk, sulit bernafas dan takipneu. BML dapat
menghilang pada kehamilan. Managemen aktif dapat medis maupun bedah.
Managemen medis meliputi terapi hormonal dengan MPA, tamoksifen, dan
GnRH analog. Terapi bedah dengan ooforektomi bilateral.
18
Tatalaksana mioma uteri pada kehamilan 1,2,3
Managemen tradisional mioma uteri dalam kehamilan adalah konservatif.
Keamanan terapi bedah untuk mioma pada kehamilan menjadi perhatian utama,
terutama perdarahan intraoperatif.
Miomektomi selama kehamilan 1,2,3,4
Nyeri hebat umumnya menjadi indikasi miomektomi selama kehamilan.
Ehigiegba dan Selo-Ojeme22 melaporkan wanita hamil dengn mioma bertangkai
inkarserata di dalam kantung hernia, dilakukan miomektomi dan repair hernia
pada kehamilan 28 minggu, dan melahirkan pervaginam aterm.
Whittich dkk23 melakukan miomektomi pada pasien hamil 12 minggu
dengan mioma di fundus dan keluhan nyeri hebat. Pasien melahirkan aterm
dengan seksio sesarea.
Pertumbuhan mioma yang cepat juga memerlukan tindakan operatif
segera. Pada satu pasien, mioma membesar cepat dari ukuran 7 cm sebelum hamil
menjadi 22 cm pada kehamilan 25 minggu sehingga menyebabkan kompresi pada
janin. Dilakukan miomektomi, pasien melahirkan pada usia kehamilan 35 minggu
dengan seksio sesarea.
Walaupun resiko abortus setelah miomektomi rendah, namun banyak
pasien melahirkan preterm. Burton dkk24 melaporkan 1 kasus abortus pada 14
wanita hamil yang menjalani miomektomi. Pada penelitian lain, 13 dari 492
wanita hamil menjalani miomektomi, tidak ada yang abortus spontan namun 5
diantaranya melahirkan preterm.
Glavind dkk19 melaporkan angka abortus 18% pada 76 wanita hamil yang
miomanya diterapi bedah maupun konservatif.
Penelitian prospektif kohort pada 15.579 wanita hamil selama 8 tahun, 622
menderita mioma, namun hanya 2,1% memerlukan intervensi bedah dan hanya 1
orang mengalami abortus.
Suatu penelitian lain pada 106 wanita hamil dengan mioma, luaran
kehamilan dibandingkan antara pasien yang dilakukan miomektomi, konservatif
dan 2463 orang kontrol. Abortus spontan 0 % pada kelompok miomektomi,
19
13,6% pada kelompok konservatif dan 9,3% pada kelompok kontrol. Angka
seksio sesarea 93,7% pada kelompok miomektomi, 34% pada kelompok
konservatif dan 16,3% pada kontrol. Insiden histerektomi pasca seksio adalah
0%, 4,5% dan 0,12 % pada ketiga kelompok. Hasil keluaran neonatus sama pada
ketiga kelompok.
Dapat disimpulkan bahwa dengan seleksi yang tepat, miomektomi dalam
kehamilan dapat menurunkan angka abortus spontan namun meningkatkan angka
seksio sesarea.
Miolisis- penghancuran termal dari fibroid menggunakan serat laser- tidak
direkomendasikan untuk wanita yang masih ingin subur. Miolisis membawa
risiko pembentukan adhesi dan ruptur.
Miomektomi saat seksio sesarea 1,2,3
Miomektomi bersamaan seksio sesarea masih kontroversial, kecuali bila
miomektomi harus dilakukan untuk mencapai janin atau memudahkan repair
uterus. Miomektomi sebaiknya dilakukan diluar kehamilan untuk menghindari
perdarahan. Pada 9 kasus miomektomi saat seksio sesarea, perdarahan
intraoperatif masif terjadi pada 3 pasien, sehingga diperlukan histerektomi.
Ehigiegba dkk25 melakukan miomektomi pada 25 wanita hamil dengan
mioma berukuran 2-10 cm, rata-rata perdarahan adalah 876± 312 ml dan 20%
memerlukan transfusi namun tidak seorangpun memerlukan histerektomi.
Penelitian lain pada 22 pasien dengan ukuran mioma 5-19 cm, rata-rata
perdarahan 324,2±131,1 ml, tanpa komplikasi lanjut.
Suatu penelitian kasus kontrol retrospektif pada 16 pasien dan 16 orang
kontrol, tidak terdapat perbedaan signifikan dalam transfusi, demam postoperatif,
dan lama perawatan.
Penelitian lanjut mengenai gejala mioma yang timbul kembali setelah
dilakukan miomektomi berkisar 2-3% pertahun. Sehingga histerektomi
merupakan alternatif kuratif utama untuk mioma.
Histerektomi saat seksio sesarea 2
20
Histerektomi adalah terapi definitif bila terjadi perdarahan selama seksio
sesarea atau miomektomi saat seksio sesarea. Meskipun biasanya histerektomi ini
adalah prosedur darurat, namun pada keadaan tertentu perlu direncanakan,
misalnya pada mioma uteri besar, riwayat seksio sebelumnya dan plasenta previa
anterior.
Embolisasi arteri uterina 2,4
Biasanya dipakai untuk terapi mioma uteri, namun akhir-akhir ini
digunakan pada kasus perdarahan post partum. Angka keberhasilan untuk terapi
perdarahan post partum adalah antara 91,6%-94,9%. Komplikasi adalah perforasi
arteri iliaka eksterna, iskemia transient bokong dan kaki, gangren kandung kemih,
hematoma inguinal, demam, atau abses dinding perut, pelvis dan paravagina.
Sedangkan pada kasus infertilitas akibat mioma, keberhasilan kehamilan
yang dilaporkan relatif sedikit, dan resiko histerektomi akibat sepsis dari mioma
yang nekrosis dapat terjadi. Embolisasi arteri uterina bilateral (embolisasi mioma)
adalah teknik baru yang pada terapi mioma dengan pilihan keuntungan tertentu.
Laporan gabungan dari Royal College of Obsterics and Gynecologists (RCOG)
dan Royal College of Radiologists tidak merekomendasikan embolisasi mioma
pada wanita infertil sampai hal-hal mengenai hasil lebih lanjut diketahui.
21
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini terdapat beberapa keadaan patologis dari kehamilan, namun
dalam pembahasan akan lebih dititik beratkan pada adanya mioma dalam
kehamilan dan pengaruhnya dalam pemilihan proses persalinan.
Pada kasus ini awalnya pasien datang dengan kehamilan lanjut tepatnya
minggu ke 38. Pasien dianalisa dengan G2 P1 Hamil 38 minggu janin oblik
tunggal hidup. Dari pemeriksaan USG didapatkan, janin tunggal hidup dengan
presentasi bokong, TBJ 3200 gram. Plasenta di korpus depan, air ketuban cukup
tampak lilitan tali pusat sekitar leher janin. Dan tampak massa mioma didepan
serviks ukuran 9,4x9,3 cm. Dari hasil itu dianalisis penyebab janin oblik adalah
lilitan tali pusat dan mioma, dengan melihat mioma pada serviks belakang,
dianalisa untuk persalinan pervaginam akan sulit dilakukan, dan dipilih untuk
persalinan perabdominam.
Pada kasus ini diagnosa mioma didapatkan dari pemeriksaan USG,
sedangkan pada pemeriksaan fisik terutama pada pemeriksaan dalam tidak
didapatkan adanya kelainan namun didapatkan bahwa bagian terbawah janin
masih terletak di atas pintu atas panggul. Pasien tidak mengeluhkan apa-apa
mengenai miomanya baik di dalam maupun di luar kehamilan. Hal ini sesuai
dengan literatur1,2,3,5 yang menyebutkan walaupun didapatkan mioma pada hampir
20-30% wanita hanya sepertiganya yang mengeluhkan gejala terkait dengan
mioma. Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan skrining non invasif untuk
melihat kelainan dalam uterus dalam hal ini mioma, dengan tingkat sensitivitas
60% dan spesifitas 99%.
Saat dilakukan seksio sesaria tidak dilakukan miomektomi, hal ini sesuai
dengan literatur1,2,3,5 yang menyatakan sebaiknya tindakan miomektomi dilakukan
apabila terdapat hambatan dalam mencapai janin dan lebih baik lagi dilakukan di
luar kehamilan bila pasien menginginkannya. Hal ini terkait dengan perdarahan
masif yang mungkin timbul saat dilakukan miomektomi.
Pada kasus ini pilihan persalinan perabdominam sudah tepat mengingat mioma
menyebabkan terjadinya malpresentasi dan menghalangi jalan lahir. Dan dengan
22
tidak dilakukannya miomektomi maka menghindarkan terjadinya kemungkinan
perdarahan postpartum yang masif pada saat operasi tidak dilakukan miomektomi
karena ada kesulitan mengangkat massa mioma pada uterus gravidus. Mioma
pada pasien ini tidak menyebabkan komplikasi lain, baik bagi bayi maupun ibu
baik saat persalinan maupun nifas. Pada bayi tidak didapatkan terjadinya efek
penekanan maupun hambatan pertumbuhan, pada ibu tidak didapatkan efek
penekanan maupun perdarahan dan saat persalinan kontraksi uterus ibu baik.
Pada kehamilan ketiga, pasien datang dengan kehamilan muda tepatnya
minggu ke 6. Dari anamnesis pasien menyatakan memiliki mioma pada rahimnya,
sesuai dengan data medik. Dari pemeriksaan dalam didapatkan perabaan massa
pada serviks dan permeriksaan USG didapatkan uterus membesar dengan satu
massa hipoekhoik di serviks bagian belakang ukuran 8,2 x 7,2 cm , terdapat GS
intra uterin ukuran 25 mm, dengan fetal echo belum jelas. Dengan analisa mioma
serviks dan kehamilan sesuai 6 minggu.
Pada pemeriksaan ulang USG pada trimester II dan III terdapat pertumbuhan
janin yang baik, dan ukuran mioma tampaknya relatif berkurang. Pada minggu
ke-6 berukuran 8,2x7,2 cm, pada minggu ke-20 berukuran 7,5x6,6 cm dan pada
minggu ke-33 berukuran 7,7 x 5,8 cm. Hal ini sesuai dengan literatur yang
menyebutkan kemungkinan terdapat perubahan massa mioma pada trimester II
dan ke III2. Walaupun untuk pemeriksaan USG sendiri sangat terpengaruh oleh
kemampuan man behind the gun dan apakah pemeriksaan USG dilakukan oleh
orang sama. Hal terkait dengn perubahan massa mioma masih kontroversial.
Pemeriksaan MRI serial yang objektif dapat dilakukan untuk menghindari
kesalahan yang dilakukan pada permeriksaan USG namun masih sulit dilakukan
karena terkait dengan biaya yang mahal
Selama kehamilannya pasien tidak pernah mengeluhkan gejala-gejala yang terkait
dengan miomanya. Dari pemeriksaan USG didapatkan adanya perubahan letak
mioma yang saat kehamilan terdahulu terletak di serviks depan, saat ini mioma
terletak di serviks belakang. Hal ini terkait apakah pada postpartum anak kedua
terjadi pengecilan mioma atau sampai menghilang dan timbul kembali di lokasi
yang berbeda saat kehamilan yang ketiga? Data untuk masalah ini tidak ada,
23
karena pemeriksaan lanjutan tidak dilanjutkan pada saat pasien kontrol ke
poliklinik setelah SC kehamilan kedua. Pemeriksaan lanjutan sebaiknya dilakukan
untuk melihat apakah terdapat perubahan ukuran mioma setelah persalinan, dari
literatur disebutkan mioma dengan ukuran yang kecil menghilang sesudah
persalinan.2
Persalinan pervaginam pada pasien pernah seksio sesaria (P4S) adalah
persalinan pervaginam pada pasien dengan riwayat seksio sesaria satu kali atau
lebih. American College of Obstetri and Gynecology (ACOG) menyatakan
bahwa persalinan pervaginam pada pasien pernah seksio aman dan efektif dengan
angka keberhasilan 60-80%. Pada kenyataannya hampir 50% wanita pernah
seksio tetap memilih seksio elektif, karena takut akan risiko terjadinya ruptur uteri
dan morbiditas bayi.
Untuk meminimalisasi risiko kegagalan P4S dokter harus dapat
melakukan seleksi dan manajemen pasien secara tepat. Selain itu diperlukan
konseling pada pasien dalam memilih cara persalinannya. Keberhasilan P4S
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia ibu, indikasi seksio
sebelumnya, riwayat persalinan pervaginam, cara timbulnya persalinan dan skor
Bishop. Yang dalam kasus ini dipilih sistem skoring Alamia untuk memprediksi
angka keberhasilan P4S.
Sedangkan pasien di kasus ini, perencanaan awalnya adalah persalinan
perabdominam yang direncanakan yang kemudian berubah menjadi persalinan
pervaginam dengan bantuan vakum, hal ini disadari merupakan suatu perubahan
yang dinamis dari proses persalinan. Dari literatur1,2,3,5,, pilihan persalinan yang
direkomendasikan adalah ekspektatif, namun perencanaannya yang terkait dengan
ukuran dan lokasi yang mengganggu jalan lahir dapat direncanakan sebelum
timbulnya persalinan sehingga menghindarkan komplikasi adanya distosia,
perdarahan maupun tindakan invasif seperti histerektomi.3
Saat dikirim ke IGD pasien mempunyai skor P4S 6 (skor Alamia) dengan
kemungkinan keberhasilannya mencapai 78,8%. Dilakukan diskusi dengan
konsulen jaga dengan kepala bayi di bawah mioma serviks direncanakan partus
pervaginam, dan dilakukan informed consent tentang rencana tersebut pada pasien
24
dan keluarga. Pada perkembangannya pasien mengalami inersia uteri yang
menunjukkan adanya masalah untuk dilakukan persalinan pervaginam. Namun
dengan memperbaiki his dengan uterotonika persalinan dapat berjalan kembali
walaupun harus menggunakan bantuan ekstraksi vakum. Penatalaksaan pasien ini
dalam proses persalinannya sangat berisiko, pilihan yang dilakukan dapat menjadi
bumerang apabila timbul komplikasi yang berat. Namun pada persalinan segala
sesuatunya bersifat dinamis, berubah-ubah dan upaya yang dilakukan penolong
sangat bergantung pada situasi pada saat itu.
Dari fakta yang menunjukkan bahwa kepala janin melewati mioma yang
berukuran sebesar kepalan tinju dewasa, dapat ditarik kesimpulan bahwa letak
mioma mungkin tidak di serviks, namun lebih ke atas, di daerah segmen bawah
uterus. Hal ini menjadikan mioma tidak menghalangi jalan lahir.
25
Kesimpulan
Mioma uteri merupakan tumor genitalia tersering yang dapat timbul
selama hamil dan mempengaruhi kehamilan dengan beberapa cara, dalam kasus
ini tidak terdapat keluhan apapun pada ibu terkait dengan miomanya. Belum jelas
apakah mioma membesar, mengecil atau tidak berubah selama kehamilan. Mioma
meningkatkan resiko morbiditas kehamilan pada ibu dan janin. Pada kasus ini
tidak ditemukan komplikasi yang berat baik pada ibu maupun janin selama
kehamilan maupun persalinan. Pemeriksaan ultrasonografi dapat mendeteksi
mioma, dan plasentasi abnormal dapat diketahui dengan doppler. Hanya sedikit
pilihan terapi mioma selama kehamilan, namun kadang diperlukan intervensi
bedah. Prinsipnya dalam menangani mioma dalam kehamilan adalah tidak
melakukan apapun pada mioma sedapat mungkin. Proses persalinan yang dipilih
pada kasus mioma pada kehamilan sangat tergantung pada situasi apakah mioma
mengganggu jalan lahir atau tidak.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Memarzadeh S, Broder MS, Wexler AS, Pernoll ML. Benign Disorder of
Uterine Corpus. In: Decherney. AH, Nathan L (editors) Current Obstertric
and Gynecologic Diagnosis and Treatment 9th Ed. Appleton & Lange,
California 2003; p:693-99
2. Cooper NP, Okolo S. Fiboids in Pregnancy Common but Poorly
Understood. Obstet and Gynecol Surv, Lippincott Williams & Wilkins
2005; 60(2) : 132-8
3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hautch JC.
Abnormalities of the Reproductive Tract. In: Cunnngham FG, Leveno KJ,
Bloom SL et.al.(editors) William Obstetrics, 22nd Ed. McGraw-Hill,
Philadelphia 2005 ; p:949-64
4. Hart R, Unexplained Infertility, Endometriosis and Fibroids. ABC of
Subfertility . Brit Med J 2003; 327: 721-4
5. Dutta DC. Gynaecological Disorders in Pregnancy. In: Text Book of
Obstetrics.4th Ed. New Central 1998 ; 327-8
6. Rice JP, Kay HH, Mahony BS. The clinical significance of uterine
leiomyomas in pregnancy. Am J obstet Gynecol 1989 ;160 :1212
7. Sheiner E, Bashiri A, Levy A, et.al. Obstetric charasteristics and perinatal
outcome of pregnancies with uterine leiomyomas. Obstet Gynecol Surv
2004 ; 59 : 649
8. Katz VL, Dotters DJ, Droegemuller W. Complications of uterine
leiomyomas in pregnancy. Obstet Gynecol 1989 ; 73 : 593
9. Campbell S, Lees C. Antenatal Obstetric complications. In: Obstetrics by
Ten Teachers.17th Ed. Arnold, London 2000 ; 199-200
10. Breech LL, Rock JA. Leiomyomata Uteri and Myomectomy. In: Te
Linde`s Operative Gynecology. 9th Ed. Lippincott Williams & Wilkins
Philadelphia 2003 ; 753-98
27
11. Stewart EA, Nowak RA. Leiomyoma-related bleeding : a classic
hypothesis updated for the molecular era. Human Reproduction Update
1996; 2 (4) : 295-306
12. Stewart EA, Nowak RA. New Concept in Treatment of Uterine
Leiomyomas. The American College of Obstetricians and Gynecologists
1998; 92 (4 Pt 1): 624-7
13. Gross KL, Morton CC. Genetics and the Development of Fibroids. Clin
Obstet and gynecol. Lippincott Williams & Wilkins 2001 ; 44(2) : 335-
349
14. Christman GM, McCarthy JD. Genetics and the Development of Fibroids.
Clin Obstet and gynecol, Lippincott Williams & Wilkins 2001; 44 (2) :
425-35
15. Wallach EE, Vlahos NF. Uterine Myomas: An Overview of Development,
Clinical Features, and Management. The American College of
Obstetricians and Gynecologists 2004 ; 104(2) : 393-406
16. Jacobs B. Recurrent Pregnancy Loss. Texas Fertility, 1998
17. Rosati P, Exacoustos C, Mancuso S. Longitudinal evaluation of uterine
myoma growth during pregnancy. A sonographic study. J Ultrasound Med
1992 ; 11 : 511-15
18. Strobelt N, Ghidini A, Cavallone M, dkk. Natural history of uterine
leiomyomas in pregnancy. J Ultarsound Med 1994 ;13 : 399-401
19. Glavind K, Palvio DH, Lauritsen JG. Uterine myoma in pregnancy. Acta
Obstet Gynecol Scand 1990; 69: 617–619.
20. Campo S, CampoV, Gambadauro P. Reproductive outcome before and
after laparoscopic or abdominal myomectomy for subserous or intramural
myomas. Eur J Obstet Gynecol Re-prod Biol 2003 ; 110: 215–219
21. Dubuisson JB, Fauconnier A, Deffarges JV, et al. Pregnancy outcome and
deliveries following laparoscopic myomectomy. Hum Reprod 2000 ; 15 :
869–873
28
22. Ehigiegba AE, Selo-Ojeme DO . Myomectomy in pregnancy :
incarcerated pedunculated fibroid in an umbilical hernia sac. Int J Clin
Pract 1999 ; 53:80
23. Wittich AC , Salminen ER, Yancey MK, etal. Myomectomy
during early pregnancy . Mil Med 2000 ; 165 :162–164
24. Burton CA, Grimes DA, March CM. Surgical management of
leiomyomata during pregnancy. Obstet Gynecol 1989 ; 74 : 707–709
25. Ehigiegba AE, AndeAB, Ojobo SI. Myomectomy during cesarean section.
Int J Gynaecol Obstet 2001 ; 75 : 21–25
29
Makalah Konferensi Ilmiah
PILIHAN PERSALINAN PADA KEHAMILAN DENGAN MIOMA UTERI
Disusun Oleh :dr. Gazali RusdiPPDS Tahap II A
Pembimbing :Dr. Med. Damar Prasmusinto, SpOG (K)
Departemen Obstetri dan GinekologiFakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta, April 2006
30