24
Teknologi Bioproses, Universitas Indonesia Review Jurnal “Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu Melalui Kultur In VitroTugas Individu Mata Kuliah Kultur Sel Mia Sari Setiawan (1006686635) Depok, 2012

Review Jurnal Mia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Review Jurnal Mia

Teknologi Bioproses, Universitas Indonesia

Review Jurnal “Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu Melalui Kultur In Vitro” Tugas Individu Mata Kuliah Kultur Sel

Mia Sari Setiawan (1006686635)

Depok, 2012

Page 2: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

1

Daftar Isi

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang………………………………………………………………………………2

1.2. Tujuan………………………………………………………………………………………..3

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Vanili (Vanilla planifolia)…..………………………………………………....................... 4

2.2 Syarat Pertumbuhan Vanili…….....………………..…………………………………….......5

2.3 Mutasi Dalam Pemuliaan Tanaman…..………….………………………………………......6

2.4 Media MS + BA…………………….…………………………………………………..........8

2.5 Jamur Fusarium sp.……………………………………………………………......................9

2.6 Penyakit Layu Fusarium........................................................................................................10

2.7 Pengendalian Hayati..............................................................................................................11

Bab III

3.1 Alat dan Bahan……………………………………………………………………………..13

3.2 Metodologi

3.2.1 Keragaman Somaklonal................................................................................................14

3.2.2 Seleksi In Vitro.............................................................................................................15

3.2.3 Penyelamatan Embrio Hasil Persilangan Vanili Budi Daya dan Kerabat Liarnya......16

Bab IV Hasil dan Diskusi

4.1 Keragaman Somaklonal………......………………………………………………………...17

4.2 Seleksi In Vitro…………………………………………………………………..................18

4.3 Penyelamatan Embrio Hasil Persilangan Vanili Budi Daya dan Kerabat Liarnya................20

BAB V Penutup

5.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….....22

5.2 Saran.......................................................................................................................................22

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….....23

Page 3: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir vanili (Vanilla planifolia A.)

terbesar kedua setelah Madagaskar (59%), dengan pangsa sekitar 20-30% dari kebutuhan

dunia. Vanili merupakan salah satu tanaman industri penting sebagai sumber pendapatan

petani dan devisa negara, karena vanili merupakan penyedap rasa termahal kedua di dunia.

Hingga saat ini, tanaman asal Meksiko ini merupakan salah satu komoditas pertanian yang

cukup prospektif untuk dikembangkan. Vanili memiliki harga jual yang relatif lebih tinggi

dibandingkan komoditas lain, khususnya di sub -sektor perkebunan. Berdasarkan harga yang

berlaku saat ini, harga vanili basah bisa mencapai Rp 500 ribu/kg, dan untuk vanili kering

bisa mencapai Rp 1,2 juta hingga Rp 2 juta/kg. Harga vanili mahal, karena budidaya dan

proses pasca panen lebih rumit dari tanaman lain. Produk dari tanaman ini adalah bubuk

vanili yang dapat digunakan sebagai penambah aroma pada industri makanan dan minuman.

Bubuk ini dihasilkan dari buahnya yang berbentuk polong.

Tanaman vanili produksi Indonesia digemari para konsumen karena memiliki kadar

bahan vanilline cukup tinggi, namun dalam pengembangannya menghadapi kendala sulitnya

mendapatkan bibit yang tahan terhadap penyakit serta bermutu tinggi, yaitu ukuran buah

besar dan kadar vanilinnya tinggi (Sukmadjaja et al. 1995). Selain itu, masalah utama dalam

pengembangan tanaman panili adalah belum tersedianya varietas tahan penyakit busuk

pangkal batang atau layu fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum,

padahal serangan penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan hingga 85%.

F. oxysporum menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tomat, kentang, dan

tanaman hias seperti lili, tulip, krisan, gladiol, dan anyelir (Nelson et al.1981). F. oxysporum

menyerang tanaman melalui ujung akar lateral atau ujung akar utama, kemudian bergerak

secara interseluler atau intraseluler dalam jaringan parenkim. Kerentanan terhadap penyakit

ini disebabkan oleh kurangnya keragaman genetik, karena tanaman ini selalu diperbanyak

secara vegetatif (Tombe et al. 2002). Padahal, keragaman genetik yang tinggi merupakan

Page 4: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

3

salah satu modal untuk mendapatkan varietas unggul (Kumar 1995; Ahloowalia dan

Maluszynski 2001). Perubahan informasi genetik sebagaimana yang dimaksud dapat

didukung dengan teknologi kultur jaringan yang telah dapat diaplikasikan pada vanili.

Teknik yang dapat dikembangkan antara lain adalah melalui induksi keragaman somaklonal,

seleksi in vitro, dan penyelamatan embrio hasil persilangan antara jenis vanili.

1.2 Tujuan

- Meningkatkan produktivitas tanaman vanili.

- Menahan ketahanan tanaman vanili terhadap penyakit layu fusarium.

Page 5: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vanili (Vanilla planifolia)

Vanili (Vanilla planifolia) adalah tanaman penghasil bubuk vanili yang biasa dijadikan

pengharum makanan. Bubuk ini dihasilkan dari buahnya yang berbentuk polong. Tanaman vanili

dikenal pertama kali oleh orang-orang Indian di Meksiko, negara asal tanaman tersebut. Nama

daerah dari vanili adalah panili atau perneli.

Vanili bertipe liar (Vanilla planifolia) dapat diklasifikasi secara ilmiah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Orchidales

Famili : Orchidaceae

Genus : Vanilla

Spesies : V. planifolia

Batang tanaman vanili kira-kira sebesar jari, berwarna hijau, agak lunak, beruas, dan

berbuku. Panjang rata-rata 15 cm. Tumbuhan melekat pada pohon atau tonggak yang telah

disediakan. Daun vanili merupakan daun tunggal. Letaknya berselang-seling pada masing-masing

buku. Warnanya hijau terang, dengan kepanjangan 10-25 cm serta lebar 5-7 cm. Bentuk daun

pipih, berdaging, bulat telur, jorong atau lanset dengan ujung lancip. Tulang daun sejajar, tampak

setelah daun tersebut tua atau mengering, sedangkan pada waktu daun masih muda tidak jelas

kelihatan. Rangkaian bunga vanili adalah bunga tandan yang terdiri dari 15-20 bunga. Bunga

keluar dari ketiak daun bagian pucuk batang. Bentuk bunganya duduk, berwarna hijau-biru agak

pucat, panjang 4-8 cm dan berbau agak harum. Bunga vanili terdiri dari 6 daun bunga (3 sepal, 3

petal) yang terletak dalam dua lingkaran. Daun bunga bagian luar (sepal) sedikit lebih besar

daripada bagian dalam petal. Satu dari petalnya berubah bentuk, menggulung seperti corong yang

disebut bibir (rostelum) (Sukmadjaja, D., I. Mariska, A. Husni, E.G. Lestari, S. Fatimah, D.

Surahman, dan Sutrisno. 1995).

Page 6: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

5

2.2 Syarat Pertumbuhan Vanili

Vanili dapat hidup di iklim tropis dengan curah hujan 1000-3000 mm/tahun. Intensitas

cahaya matahari ± 30%-50%, suhu udara optimum 200C-25

0C, kelembaban udara sekitar 60%-

80%, ketinggian tempat 300-800 m dpl. Tipe tanah yang mendukung untuk pertumbuhan

tanaman vanili adalah tanah gembur, ringan yaitu tipe tanah lempung berpasir (sandy loam) dan

lempung berpasir kerikil (gravelly sandy loam), mudah menyerap air, dengan pH ± 5,7 – 7

(Mauludi, 1994).

Tanaman vanili berbuah melalui penyerbukan. Putik pada bunga vanili tertutup oleh bibir,

sehingga penyerbukan secara alamiah terhalang. Kepala sari (anther) berisi dua butir tepung sari,

letaknya lebih tinggi daripada kepala putik. Keistimewaan dari bunga vanili yaitu kepala putiknya

berisi cairan perekat. Bila tepung sari diletakkan disana akan segera menempel dan terjadilah

pembuahan. Bunga vanili yang telah mekar hanya dapat bertahan satu hari. Jika bunga yang telah

mekar itu tidak segera dikawinkan, akan layu dan kemudian rontok. Oleh sebab itu harus sering

keliling kebun untuk mengontrol perkembangan vanili.

Saat yang baik untuk mengawinkan bunga vanili adalah pada pagi hari. Hari-hari basah dan

kering sekali tidak baik untuk penyerbukan. Berhasil atau tidaknya penyerbukan akan tampak

setelah dua atau tiga hari. Bunga yang berhasil diserbuki akan berubah warnanya menjadi lebih

pucat. Enam buah daun bunganya akan layu tetapi tangkai bunganya tetap menempel pada tandan

bunga. Bunga yang tidak berhasil diserbuki akan gugur. Setelah terjadi pembuahan antara 10-15

buah, bunga pada tandan yang masih kuncup sebaiknya dipangkas, agar zat makanan yang

dihisap oleh tanaman diakumulasikan pada pembentukan dan pembesaran buah.

Pada waktu bunga mekar, panjang bakal buah 2-4 cm dengan garis tengah 5 mm. Satu minggu

setelah penyerbukan bakal buah itu dapat mencapai panjang 8-10 cm. Lima minggu kemudian

buah telah mencapai panjang maksimal 20-25 cm, dengan garis tengah 1,5 cm. Setelah buah

mencapai perkembangan yang maksimal, lima atau enam bulan kemudian buah akan masak.

Warna buah mula-mula hijau muda, kemudian hijau tua disertai dengan garis-garis kuning

menjelang masak. Buah yang telah masak berwarna coklat tua. Jika dibiarkan masak di pohon,

buah akan pecah menjadi dua bagian, dan menyebarkan aroma vanili. Biji buah kecil-kecil,

banyak sekali jumlahnya, berwarna hitam dan berukuran kira-kira 0,2 mm.

Page 7: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

6

2.3 Mutasi dalam Pemuliaan Tanaman

Pemuliaan tanaman merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk memperbaiki sifat

tanaman, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pemuliaan tanaman bertujuan untuk

menghasilkan varietas tanaman dengan sifat-sifat (morfologi, fisiologi, biokimia, dan agronomi)

yang sesuai dengan sistem budidaya yang ada dan tujuan ekonomi yang diinginkan. Indikasi

keberhasilan pemuliaan tanaman adalah terdapatnya variasi genetik dalam suatu populasi. Variasi

genetik dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu koleksi, introduksi, hibridisasi, dan induksi

mutasi (Crowder, 1986). Pemuliaan tanaman secara konvensional dilakukan dengan hibridisasi,

sedangkan pemuliaan secara mutasi dapat diinduksi dengan iradiasi atau mutagen kimia.

Mutasi adalah suatu proses dimana suatu gen mengalami perubahan struktur (Crowder,

1986), sedangkan definisi mutasi oleh Poehlman and Sleper (1995) adalah suatu proses

perubahan yang mendadak pada materi genetik dari suatu sel, yang mencakup perubahan pada

tingkat gen, molekuler, atau kromosom. Induksi mutasi merupakan salah satu metode yang efektif

untuk meningkatkan keragaman tanaman (Wulan, 2007). Mutasi gen terjadi sebagai akibat

perubahan dalam gen dan timbul secara spontan. Gen yang berubah karena mutasi disebut mutan.

Mutasi dapat terjadi pada setiap tahap perkembangan dari suatu organisme, dalam sel-sel

dari setiap jaringan baik somatik maupun germinal. Mutasi dalam sel tunggal sering terlihat pada

sel epidermis dari mahkota bunga dan daun (Crowder, 1986).

2.3.1 Aplikasi Mutasi

Mutasi memiliki arti penting bagi pemuliaan tanaman, yaitu (1) Iradiasi

memungkinkan untuk meningkatkan hanya satu karakter yang diinginkan saja, tanpa

mengubah karakter yang lainnya. (2) Tanaman yang secara umum diperbanyak secara

vegetatif pada umumnya bersifat heterozigot yang dapat menimbulkan keragaman yang

tinggi setelah dilakukannya iradiasi. (3) Iradiasi merupakan satu-satunya cara yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan keragaman pada tanaman yang steril dan apomiksis (Melina,

2008). Mutasi juga dapat menghasilkan karagaman yang lebih cepat dibandingkan pemuliaan

secara konvensional. Selain itu, mutasi juga dapat menghasilkan keragaman yang tidak dapat

diprediksi dan diduga. Hal ini sangat baik dalam perkembangan tanaman hias. Pemuliaan

dengan mutasi, selain mempunyai beberapa keunggulan juga memiliki beberapa kelemahan,

Page 8: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

7

dimana sifat yang diperoleh tidak dapat diprediksi dan ketidakstabilan sifat-sifat genetik yang

muncul pada generasi berikutnya (Syukur, 2000).

Aplikasi induksi mutasi dengan mutagen fisik dapat dilakukan melalui beberapa teknik,

yaitu (a) iradiasi tunggal (acute iradiation), (b) chronic irradiation, (c) iradiasi terbagi

(frationated irradiation), dan (d) iradiasi berulang (Misniar, 2008). Iradiasi tunggal adalah

iradiasi yang dilakukan hanya dengan satu kali penembakan sekaligus. Chronic irradiation

adalah iradiasi dengan penembakan dosis rendah, namun dilakukan secara terus-menerus

selama beberapa bulan. Iradiasi terbagi adalah radiasi dengan penembakan yang seharusnya

dilakukan hanya satu kali, namun dilakukan dua kali penembakan dengan dosis setengahnya

sedangkan radiasi berulang adalah radiasi dengan memberikan penembakan secara berulang

dalam jarak dan waktu yang tidak terlalu lama.

2.3.2 Induksi Mutasi Radiasi pada Tanaman

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas,

partikel, atau gelombang elektromagnetik (foton) dari suatu sumber energi (BATAN,

2008). Radiasi energi tinggi adalah bentuk-bentuk energi yang melepaskan tenaga dalam

jumlah yang besar dan kadang-kadang disebut juga radiasi ionisasi (BATAN, 2008) karena

ion-ion dihasilkan dalam bahan yang dapat ditembus oleh energi tersebut (Crowder, 1986).

Radiasi dapat menginduksi terjadinya mutasi karena sel yang teradiasi akan dibebani oleh

tenaga kinetik yang tinggi, sehingga dapat mempengaruhi atau mengubah reaksi kimia sel

tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya perubahan susunan kromosom

tanaman (Poespodarsono, 1988).

Radiasi memiliki beberapa tipe, yaitu radiasi sinar X, radiasi sinar gamma, dan radiasi

sinar ultra violet (Crowder, 1986). Radiasi sinar gamma dipancarkan dari isotop radio aktif,

panjang gelombangnya lebih pendek dari sinar X, dan daya tembusnya adalah yang paling

kuat. Hidayat, (2004) mengatakan bahwa sinar gamma merupakan bentuk sinar yang paling

kuat dari bentuk radiasi yang diketahui, kekuatannya hampir 1 miliar kali lebih berenergi

dibandingkan radiasi sinar X.

Induksi mutasi telah dilakukan pada tanaman hias sejak tahun 1930 (Karniasan, 2005)

sedangkan mutasi induksi di Indonesia baru diperkenalkan sejak berdirinya Instalasi Sinar

Co60 di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Pasar Jumat tahun 1967 dan program penelitian

Page 9: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

8

dengan induksi mutasi secara intensif baru dimulai pada tahun 1972 (Soedjono, 2003).

Kultivar hasil iradiasi yang pertama kali dihasilkan adalah kultivar Faraday pada tahun

1936, pada kultivar tersebut terlihat adanya perubahan warna pada tanaman yang dinduksi

mutasi. Beberapa abad kemudian induksi mutasi telah dikembangkan pada berbagai

tanaman seperti dendranthema, dianthus, dan euphorbia. Pada tahun 1937-1976 telah

dihasilkan 5.819 varietas mawar yang 865 diantaranya adalah hasil dari induksi mutasi.

Pada tanaman azalea dan krisan, sekitar 50% varietas yang ada adalah hasil induksi mutasi.

Induksi mutasi fisik dengan iradiasi sinar gamma memberikan pengaruh yang berbeda

antar tanaman hias. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh tingkat radiosensitivitas masing-

masing tanaman. Semakin tinggi tingkat radiosensitivitas tanaman, semakin mudah

tanaman tersebut mengalami mutasi. Radiosensitivitas A. Costatum dan A. Dona Carmen

tergolong tinggi, sehingga tidak terdapat LD50 pada dosis penembakan 10 Gy – 50 Gy

(Misniar, 2008).

2.4 Media MS + BA

Media yang digunakan dalam percobaan ini adalah media MS + BA. Media MS + BA

merupakan modifikasi dari media Murashige dan Skoog (MS) yang sering digunakan karena

cukup memenuhi unsur hara makro, mikro, dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. Perbedaan

pada komposisi media akan memberikan hasil yang berbeda terhadap perkembangan eksplan

yang ditumbuhkan secara in vitro. Pada media MS + BA, media MS ditambahkan 6-

Benzylaminopurin (BAP). Berdasarkan penelitian Wuriyanti dan Priyono (2004) diperoleh hasil

bahwa penambahan BAP dan kinetin dengan konsentrasi 0-1 ppm dalam media MS modifikasi

mampu memacu pertubuhan tunas V. planifolia dari eksplan nodus dan setengah nodus, dimana

penggunaan media MS modifikasi dengan penambahan 0,5 ppm kinetin pada eksplan nodus

menghasilkan pertumbuhan tunas yang baik selama kurun waktu satu bulan.

Perbandingan konsentrasi yang tepat antara sitokinin dan auksin baik untuk pertumbuhan

eksplan kultur in vitro, dimana konsentrasi sitokinin yang lebih tinggi dibandingkan auksin akan

memacu pertumbuhan tunas dan sebaliknya bila konsentrasi auksin lebih tinggi akan memacu

pertumbuhan akar (Hendaryono, 1994).

Page 10: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

9

2.5 Jamur Fusarium sp.

Fusarium merupakan jenis jamur yang tersebar luas dalam tanah dan substrat organik,

bersifat patogen pada tanaman dan penyebab mikotoksiskosis pada ternak. Jenis jamur Fusarium,

yaitu F. vertisilliodes, F. sporottrichiodes, F. acuminatum, F. aquaeducatuum, dan F.

penicilliodes. F. verticilliodes, F. aquaeductuum, dan F. penicilliodes (Ellis, 2007). Di alam

jamur Fusarium membentuk konidium. Konidiofor bercabang-cabang dan makro konidium

berbentuk sabit, bertangkai kecil, seringkali berpasangan. Miseliumnya terutama terdapat di

dalam sel khususnya di dalam pembuluh kayu, juga membentuk miselium yang terdapat di antara

sel-sel, yaitu di dalam kulit dan jaringan parenkim di dekat terjadinya infeksi. Jamur Fusarium sp.

terdiri atas makrokonidia, mikrokonidia, klamidospora dan miselia (Ellis, 2007).

Jamur Fusarium dapat bertahan lama di dalam tanah selama beberapa tahun. Patogen

dapat bertahan secara alami di dalam tanah dan pada akar-akar tanaman sakit. Apabila terdapat

tanaman peka, melalui akar yang luka dapat segera menimbulkan infeksi (Ellis, 2007). Adapun

taksonomi Fusarium sp. secara ilmiah menurut Alexopoulus (1979) dalam Onions, et al. (1981:

113) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Divisio : Deuteromycota

Subdivisio : Deuteromycotina

Classis : Hyphomycetes

Ordo : Moniliales

Familia : Turbeculariaceae

Genus : Fusarium

Species : Fusarium sp.

Jamur berfilamen yang bersifat saproba ini dapat memproduksi mycotoksin. Toksin utama

yang diproduksi adalah Fumonisins dan Trichothecenes (Ellis, 2007). Penampakan koloni

Fusarium sp. pada medium PSA terlihat berbentuk benang putih dan dapat tumbuh ke segala arah

(Gambar 2.1 a). Ciri-ciri umum Fusarium sp. secara mikroskopis (Gambar 2.1 b) menurut

Muchtadi (1980: 209) antara lain:

1. Konidia bersel banyak, berbentuk runcing atau berbentuk bulan sabit.

2. Spora aseksual dihasilkan dari dua atau lebih sel.

Page 11: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

10

3. Hifa terang dan transparan, tidak berwarna atau berwarna cerah.

4. Miselium mempunyai banyak septa.

konidiaGambar 2.1 (a) Biakan jamur Fusarium sp. pada medium PSA umur 5 hari; (b) Jamur

Fusarium sp. secara mikroskopis perbesaran 400x

Sumber: repository.upi.edu

Karakteristik lain dari Fusarium sp. menurut Berkenshow (1975: 218) antara lain adalah:

1. Hifa bersekat dan membentuk percabangan.

2. Awalnya tidak berwarna tetapi kemudian menjadi krem/ kuning muda.

3. Dapat menghasilkan metabolit sekunder sehingga warna koloni jamur menjadi merah muda /

ungu.

4. Spora terbentuk ketika patogen berada dalam pembuluh inangnya.

5. Dalam pembuluh xylem, miselium menghasilkan 3 macam toxin, yaitu asam fusarik, asam

dehidro-fusarik dan likomarasmin.

2.6 Penyakit Layu Fusarium

Layu menurut Agrios (1978: 703) adalah gejala sekunder yang menyeluruh dimana daun

atau tunas kehilangan turgor dan merunduk karena terganggunya sistem vaskular akar dan batang.

Penyakit layu fusarium disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. Penyakit ini tersebar luas

menyerang pertanian dan perkebunan di Indonesia (Sahlan, 1996 dalam Darnetty et al., 2003:

116). Penyebab terjadinya layu fusarium dikarenakan lingkungan / situasi yang memungkinkan

bertumbuhnya jamur Fusarium misalkan temperatur yang terlalu lembab.

Berbagai jenis tanaman perkebunan dapat terkena serangan layu fusarium. Sebagai contoh,

pada tanaman pisang patogen ini menyerang jaringan empulur batang melalui akar yang luka atau

Page 12: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

11

terinfeksi. Batang yang terserang akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi

kecoklatan, tepi bawah daun menjadi kuning tua (layu), merambat ke bagian dalam secara cepat

sehingga seluruh permukaan daun tersebut menguning. Tangkai daun patah pada bagian

pangkalnya yang berbatasan dengan batang palsu. Kadang-kadang lapisan luar batang palsu

terbelah mulai dari permukaan tanah (Sahlan, et al., 1996).

Jika pangkal batang dibelah membujur terlihat garis coklat atau hitam pada jaringan

pembuluh. Apabila bonggol pisang yang sakit dibongkar akan tampak sebagian besar leher akar

membusuk dan berwarna kehitam-hitaman. Tanaman yang terserang tidak akan mampu berbuah

atau buahnya tidak terisi. Lamanya waktu antara saat terjadinya infeksi penyakit sampai

munculnya gejala penyakit berlangsung kurang lebih 2 bulan (Univ. of Toronto, 2008).

Fusarium sp dapat menghasilkan senyawa kimia asam fusarat yang menyebabkan layu pada

tanaman. Asam fusarat atau asam 5-nbutilpiridin-2-karboksilat merupakan racun yang larut dalam

air yang sekaligus juga merupakan antibiotik. Toksin ini mengganggu permeabilitas membran

plasma dari sel tanaman inang sehingga menyebabkan tanaman yang terinfeksi lebih cepat

kehilangan air. Adanya hambatan pergerakan air dalam tubuh tanaman menyebabkan terjadinya

layu patologis yang tidak bisa balik yang berakibat kematian tanaman (Kadir, 2006).

Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan pergiliran masa tanam dan menjaga

kondisi lingkungan, menanam pada areal baru yang belum ditanami serta pemberian Natural

GLIO sebelum atau pada saat tanam (Prabowo, 2007).

2.7 Pengendalian Hayati

Pengendalian hayati menurut Istikorini (2002) adalah pengendalian dengan cara

memanfaatkan musuh alami untuk mengendalikan OPT termasuk memanipulasi inang,

lingkungan atau musuh alami itu sendiri. Pengendalian hayati umumnya beresiko kecil, tidak

mengakibatkan kekebalan atau resurgensi, tidak membahayakan kesehatan manusia maupun

lingkungan.

Pengendalian hayati secara terpadu diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak

mendukung bagi kehidupan organisme penyebab penyakit atau mengganggu siklus hidupnya

(Cook & Baker, 1974: 38). Suatu pendekatan yang relatif baru dalam pengendalian penyakit

tanaman adalah penggunaan mikroorganisme sebagai pengganti bahan kimia (Sudadi, 2005: 18),

Page 13: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

12

yaitu dengan memanfaatkan interaksi antar jasad renik. Salah satu mekanisme pengendalian

hayati yaitu antagonisme. Menurut Sudadi (2005: 22), Antagonis adalah mikroorganisme yang

mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan

berasosiasi dengannya. Organisme yang akan dijadikan antagonis hendaknya bersifat saprofit dan

tidak merugikan tanaman.

Pemanfaatan musuh alami dalam mengendalikan OPT dapat menjaga keseimbangan

lingkungan karena sumberdaya tersebut dikembalikan lagi ke alam sehingga kualitas lingkungan

terutama tanah dapat dipertahankan. Di alam musuh alami dapat terus berkembang selama nutrisi

dan faktor-faktor lain (kelembaban, suhu dan lain-lain) sesuai untuk pertumbuhannya. Cook &

Baker (1974: 39) menyatakan bahwa antagonisme antar jasad renik tanah merupakan faktor yang

penting dalam upaya pengendalian hayati penyakit tanaman (PHPT) asal tanah (soil-born

disease). Perhatian yang besar terutama ditujukan pada antagonisme bakteri dan fungi penyebab

penyakit tanaman di dalam tanah.

Antagonisme dan penghambatan antar jasad renik sangat erat kaitannya dengan fisiologis

jasad. Beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan aktivitas agensia pengendalian hayati

(biokontrol) meliputi kompetisi atas senyawa karbon, nitrogen dan hara mikro (Hemming, 1990

dalam Sudadi, 2005: 26). Antagonisme dapat terjadi melalui kontak langsung, melalui aktivitas

antibiotik, karena perubahan lingkungan akibat aktivitas metabolisme atau akibat persaingan atas

hara tertentu yang terbatas jumlahnya (Brock, 1966; Gray & Williams, 1971; Clark, 1979 dalam

Sudadi, 2005: 26). Kebutuhan faktor lingkungan yang berbeda antar jasad renik memudahkan

untuk memacu timbulnya antagonisme (Gray & Williams, 1971 dalam Sudadi, 2005: 27).

Antagonisme menurut Sudadi (2005: 29), meliputi (1) kompetisi nutrisi atau sesuatu yang

lain dalam jumlah terbatas tetapi diperlukan oleh OPT, (2) antibiosis sebagai hasil dari pelepasan

antibiotika atau senyawa kimia yang lain oleh mikroorganisme dan berbahaya bagi OPT dan (3)

predasi, hiperparasitisme, mikroparasitisme atau bentuk yang lain dari eksploitasi langsung

terhadap OPT oleh mikroorganisme yang lain.

Page 14: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

13

BAB III

PERLAKUAN DAN KULTUR EKSPLAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Bahan

Eksplan kalus, biji,dan kecambah struktur globular dan torpil untuk metode

keragaman somaklonal.

Media dasar MS+BA 2,50 mg/l.

Konidia dari F. oxysporum F-117-10 (VG1-02100B1).

Eksplan kecambah struktur globular ukuran 1 cm untuk metode seleksi in

vitro.

Asam fusarat 0, 15, 20, 40, 60, dan 75 mg/l.

Filtrat F. oxysporum.

Media ½ MS+BA 1 mg/l

Suspensi konidia F. oxysporum sp. vanillae F117-101VOC0201B1 dengan

kerapatan 104/ml

3.1.2 Alat

Pisau pemotong

Radiator sinar gamma

Labu erlenmeyer

Pipet steril

Pot

Ruang aklimatisasi (rumah kaca)

Lahan endemis

Page 15: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

14

3.2. Metodologi

3.2.1. Keragaman Somaklonal

Gambar 3.1 Bagan tahapan metode keragaman somaklonal

Keragaman somaklonal adalah metode untuk mengubah informasi genetik

dengan menginduksi menggunakan radiasi sinar gamma pada eksplan yang telah

disediakan (kalus, biji, serta kecambah gase globular dan torpil). Dosis radiasi untuk

masing-masing antara lain:

0; 0,1; 0,3; 0,4; dan 0,7 Gy untuk kalus.

0, 10, 20, dan 30 Gy untuk biji.

0, 1, 3, dan 5 Gy untuk kecambah struktur globular dan torpil.

Eksplan yang telah terinduksi proses mutasinya dengan diradiasi kemudian

ditanam pada media regenerasi, yaitu media dasar MS+BA 2.50mg/l. Plantet hasil

regenerasi dan biakan yang telah diradiasi ini kemudian diaklimatisasi di dalam

rumah kaca dan diamati pertumbuhannya (panjang ruas, jumlah daun, panjang daun,

lebar daun, dan rasio lebar dan panjang daun, L/B). Selanjutnya, hasil pertumbuhan

akan diseleksi atau diuji ketahanannya dengan menambahkan konidia dari F.

oxysporum F-117-10 (VG1-02100B1). Somaklon yang bertahan dan tidak

menunjukkan gejala pembusukan menghasilkan suatu galur murni yang tahan

terhadap penyakit layu fusarium. Tanaman yang lolos uji resistensi akan ditanamkan

Induksi bahan eksplan

radiasi

Regenerasi di media dasar MS+BA 2,50 mg/l

Aklimatisasi di rumah kaca dan uji resistensi

Pertumbuhan somaklon hasil seleksi di lahan endemis

Page 16: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

15

di lahan endemis Sukamulya, Sukabumi untuk dibandingkan dengan tanaman vanili

kontrol yang tidak diinduksi dengan radiasi.

3.2.2 Seleksi In Vitro

Gambar 3.2 Bagan tahapan metode Seleksi in vitro

Seleksi in vitro pada eksplan kecambah struktur globular ukuran 1 cm dengan

4 variasi konsentrasi, yaitu 0, 15, 20, 40, 60, dan 75 mg/l. Hasil biakan lalu diseleksi

lagi menggunakan asam fusarat berkonsentrasi lebih tinggi yaitu 75 mg/l. Eksplan-

eksplan ini kemudian diseleksi silang menggunakan filtrat F. oxysporum. Beberapa

galur yang lolos uji adaptasi dalam media seleksi akan memasuki tahap aklimatisasi

dan diuji lagi menggunakan konidia F. oxysporum seperti pada metode sebelumnya,

lalu galur yang dihasilkan (tanaman yang lolos seleksi) akan ditumbuhkan pada lahan

endemis.

Seleksi eksplan kecambah pada struktur torpil pada asam fusarat (tahap 1)

Seleksi kembali dalam asam fusarat (tahap 2)

Seleksi silang dengan filtrat F. oxysporum

Aklimatisasi dan penanaman pada lahan endemis (dibandingkan dengan kontrol)

Page 17: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

16

3.2.3 Penyelamatan Embrio Hasil Persilangan Vanili Budi Daya dan Kerabat

Liarnya

Gambar 3.3 Bagan tahapan metode penyelamatan embrio hasil persilangan vanili

Metode ini mengambil embrio hasil persilangan antara vanili budi daya dan

vanili liar yang mempunyai informasi genetik tahan terhadap penyakit layu fusarium

lalu dikulturkan secara in vitro pada media ½ MS+BA 1 mg/l (Mariska et al. 1997).

Setelah dikulturkan secara in vitro, kecambah hibrid akan ditumbuhkan pada lahan

endemis.

Pengujian ketahanan penyakit dilakukan menggunakan suspensi konidia F.

oxysporum sp. vanillae F117-101VOC0201B1 dengan kerapatan 104/ml pada

tanaman hasil persilangan menghasilkan galur yang tahan penyakit (Mariska et al.

1999). Saat diaklimatisasi, populasi dipisahkan menjadi 2, yaitu populasi kontrol dan

populasi terikat. Populasi kontrol adalah hasil hibrid antara vanili budi daya dengan

sesamanya, sedangkan populasi terikat adalah hasil hibrid antara vanili budi daya

dengan tipe liarnya. Pada saat aklimatisasi akan dilakukan seleksi lebih lanjut seperti

pada metode selanjutnya. Hasil galur murni inilah yang akan ditanam pada lahan

endemis.

Kultur in vitro embrio hasil persilangan

Seleksi dengan suspensi konidia F. oxysporum. sp. vanillae F117-101VOC0201B1

Aklimatisasi dengan seleksi

Ditanam pada lahan endemis

Page 18: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keragaman Somaklonal

Radiasi menggunakan berbagai dosis ini menyesuaikan dengan jenis eksplan yang akan

digunakan. Dari yang paling halus yaitu eksplan kalus, lalu biji, dan yang paling tahan

terhadap radiasi adalah kecambah. Jika radiasi yang diberikan terlalu kuat dikhawatirkan

dapat merusak jaringan dan menonfungsikan pertumbuhannya ataupun perubahan yang

diakibatkan melenceng tidak sesuai dengan harapan.

Penanaman eksplan hasil radiasi ini pada media dasar MS+BA 2,50mg/l menghasilkan

pertumbuhan yang sangat lambat dari biakan eksplan kecambah struktur globular yang

telah diradiasi, terutama pada eksplan yang diradiasi dengan dosis 3 dan 5 Gy, sehingga

tunas yang dihasilkan sangat rendah (Sukmadjaja et al. 1995).

Aklimatisasi pada rumah kaca memberikan profil pertumbuhan sebagai berikut.

Tabel 4.1 Pertumbuhan tanaman vanili hasil radiasi pada umur 12 bulan di rumah kaca

Sumber: Sukmadjaja et al. (1996).

Pertumbuhan plantet di rumah kaca menunjukkan karakteristik yang serupa untuk kasus

eksplan kecambah struktur globular, sedangkan pada biji, terdapat peningkatan

pertumbuhan pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Hal ini menyatakan bahwa terdapat

rentang optimum dari jenis eksplan yang perlu disesuaikan besarnya agar mendapatkan

hasil yang baik.

Page 19: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

18

Seleksi menggunakan konidia F. oxysporum F-117-10 (VG1-02100B1) menghasilkan

beberapa somaklon yang tahan, yaitu tidak menunjukkan gejala bau busuk fusarium.

Gejala khas penyakit busuk fusarium umumnya mulai muncul pada minggu ke-1 sampai

ke-3 setelah inokulasi, dimulai dengan membusuknya pangkal batang dan daun menjadi

kekuningan (Sukmadjaja et al. 1997).

Tanaman yang tahan otomatis akan memberikan performa pertumbuhan yang baik saat

ditanam di lahan endemis Sukamulya, Sukabumi. Tanaman ini tetap hidup sampai 3

tahun, menunjukka tingkat ketahanan yang tinggi setelah diuji kembali menggunakan

konidia F. oxysporum (Lestari et al. 2001).

Hasil somaklon yang tidak terserang penyakit berasal dari eksplan biji yang diradiasi

dengan dosis 1 Gy dan eksplan kecambah pada struktur torpil yang diradiasi dengan

dosis 0,30G Gy (dapat dilihat pada Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Tingkat serangan penyakit layu pada tanaman vanili hasil radiasi pada bulan ke-4

setelah tanam

Sumber: Lestari et al. (2001).

4.2 Seleksi In Vitro

Eksplan yang telah melewati 2 tahap seleksi menggunakan asam fusarat, kemudian

diseleksi silang menggunakan filtrat F. Oxysporum menunjukkan pertumbuhan yang

sangat lambat dan regenerasinya memerlukan waktu yang sangat lama yakni sekitar 18

bulan (Kosmiatin et al. 2000). Hal ini disebabkan karena asam fusarat bersifat toksik

sehingga dapat merusak sel.

Page 20: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

19

Profil seleksinya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Pertumbuhan tunas vanili pada media seleksi silang filtrat Fusarium

oxysporum setelah diseleksi menggunakan asam fusarat

Sumber: Kosmiatin et al. (2000).

Setelah seleksi bertahap, pada seleksi awal menggunakan konsentrasi asam fusarat yang

rendah (15 mg/l dan 45 mg/l), menunjukkan kenaikan persentase biakan hidup.

Sedangkan pada konsentrasi tinggi (60 gr/l dan 75 mg/l) menunjukkan penurunan. Hal ini

karena kerusakan pada jaringan akibat konsentrasi asam fusarat yang terlalu tinggi. Pada

perlakuan tahap pertama tanpa komponen seleksi, menunjukkan hal serupa dengan

perlakuan awal dengan asam fusarat 75 mg/ dimana tidak ada eksplan yang tumbuh pada

media filtrat. Dengan demikian, seleksi perlu dilakukan secara bertahap untuk

meningkatkan kemampuan biakan beradaptasi pada media seleksi. Persentase biakan

hidup yang tinggi pada media seleksi menggunakan filtrat menunjukkan bahwa biakan

tersebut tahan pada media seleksi menggunakan asam fusarat (Mariska et al. 2000).

Pada saat diaklimatisasi di dalam rumah kaca dan diseleksi menggunakan media seleksi

filtrat F. oxysporum, diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Page 21: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

20

Tabel 4.4 Persentase hidup bibit panili hasil seleksi menggunakan F. Oxysporum

di rumah kaca dan di lahan endemis

Sumber: Mariska et al. (1999).

Pengujian menggunakan konidia F. oxysporum di rumah kaca pada berbagai galur

menunjukkan bahwa tanaman kontrol (tidak melalui tahap seleksi) tidak ada yang

menunjukkan gejala tahan terhadap penyakit (Mariska et al. 1999).

Tanaman hasil seleksi menggunakan konidia F. oxysporum menunjukkan tingkat

ketahanan yang tinggi pula setelah ditanam di lahan endemis (Tabel 4.4). Satu bulan

setelah penanaman di lahan endemis, sebagian tanaman kontrol (tanpa tahap seleksi) mati,

hanya 9% yang tidak terserang. Sebaliknya pada tanaman yang diseleksi.

4.3 Penyelamatan Embrio Hasil Persilangan Vanili Budi Daya dan Kerabat Liarnya

Pada pembiakan menggunakan media ½ MS+BA 1 mg/l, tingkat perkecambahan

mencapai 100% untuk eksplan biji hibrida umur 12 minggu setelah polinasi. Makin tua

umur biji (lebih dari 16 minggu) makin kecil keberhasilan perkecambahan. Eksplan biji

hibrida umur 8 minggu hanya mampu membentuk kalus. Keberhasilan pembentukan

kecambah menunjukkan bahwa kultur in vitro sangat efektif untuk menyelamatkan

embrio vanili hasil persilangan antarspesies.

Pengujian ketahanan penyakit menggunakan suspensi konidia F. oxysporum sp. vanillae

F117-101VOC0201B1 dengan kerapatan 104/ml pada tanaman hasil persilangan

menunjukkan profil seperti pada Tabel 4.5.

Page 22: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

21

Tabel 4.5 Pengujian ketahanan penyakit pada tanaman vanili hasil persilangan di rumah kaca dan

di lahan endemis

Sumber: Mariska et al. (1999).

Populasi M1 merupakan populasi yang tidak disilangkan dengan tanaman vanili liar,

sedangkan M3 merupakan populasi yang disilangkan dengan tanaman vanili liar. Pada

saat disilangkan, populasi M1 berhasil tumbuh sebanyak 40%, sedangkan pada saat

ditanamkan di lahan endemis, tanaman yang tidak disilangkan tidak ada yang berhasil

tumbuh.

Page 23: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

22

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pengendalian terhadap penyakit layu fusarium pada tanaman vanili dapat diantisipasi

dengan melakukan perubahan informasi genetik sehingga menghasilkan tanaman yang tahan

terhadap penyakit layu fusarium. Beberapa teknik yang bisa lakukan adalah menginduksi

mutasi menggunakan sinar gamma dikombinasikan dengan kultur in vitro, seleksi in vitro

menggunakan media seleksi berupa asam fusarat dan filtrat F. oxysporum, dan persilangan

antara vanili budi daya dengan vanili liar yang secara genetis tahan terhadap penyakit layu

fusarium, dikombinasikan dengan kultur in vitro untuk menyelamatkan embrio yang

dihasilkan. Hasil seleksi ini akan menghasilkan galur murni yang selanjutnya akan

diaklimatisasi dan ditanam di lahan endemis.

Secara sederhana metodenya dapat diartikan sebagai membuat tanaman vanili terbiasa

dan terseleksi menghasilkan kumpulan galur murni yang kuat terhadap seleksi media yang

diberikan, misalnya asam fusarat dan filtrat dari F. oxysporum. Dengan metode ini, akan

didapatkan tanaman vanili bernilai ekonomis tinggi karena dapat menekan tingkat serangan

penyakit.

Pada metode induksi mutasi menggunakan radiasi sinar gamma, pertumbuhan

optimum ditunjukkan oleh dosis 1 Gy untuk eksplan kecambah struktur globular dan 30 Gy

untuk eksplan biji. Metode seleksi in vitro akan mendapatkan hasil biakan hidup paling

tinggi pada konsentrasi asam fusarat berkonsentrasi 45 mg/l saat diseleksi pada tahap

pertama, sedangkan pada pemulihan embrio hasil persilangan terbukti bahwa kecambah hasil

dari biji persilangan antara tanaman vanili liar dan vanili budi daya menunjukkan ketahanan

terhadap penyakit layu fusarium saat ditanamkan pada lahan endemis.

5.2. Saran

Pengetahuan serta pengalaman yang luas mengenai teknik kultur jaringan tidak boleh

dilupakan karena akan sangat membantu dalam proses pengembangan ketiga metode ini.

Page 24: Review Jurnal Mia

Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vivo

`

Mia Sari S. (1006686635) | Teknologi Bioproses DTK FTUI

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Reproduksi tanaman Vanili. http://biologimediacentre.com/reproduksi-generatif-

pada-tumbuhan (diakses tanggal 25 Desember 2012, pukul 19.00).

Crowde, L. V. 1986. Mutagenesis. Hal 322 – 356. Dalam Soetarso (Ed). Genetika Tumbuhan.

Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.

Lestari, Endang G., dkk. 2006. Perbaikan Ketahanan Tanaman Panili Terhadap Penyakit Layu

Melalui Kultur In Vitro. Jurnal Litbang Penelitian, 25(4): Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU IPB dan LSI-IPB. Bogor.

168 hal.

Yunasfi, Hutan. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Layu

Fusarium.www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1043/1/hutan-yunasfi.pdf

(diakses tanggal 26 Desember 2012, pukul 22.00)