1
itu menyebut penyebab kotoran berbau ialah pencernaan pro- tein atau nutrisi yang kurang sempurna pada pakan ternak sehingga terjadi pembusukan. “Kalau pencernaannya sem- purna kotoran tidak berbau, tidak ada lalat yang bisa mem- bawa bakteri sehingga terhin- dar dari penyakit baik ayam, sapi, ataupun ikan,” terang Direktur LSM Peternakan dan Pertanian Gabe Nature Farming (GNF) Jawa Timur itu. Secara ilmiah BNF memi- liki sifat pengurai dan penyem- purna protein. Hal lain, cairan fermentasi mirip Yakult itu juga aman untuk manusia. “Kalau Anda kena penyakit mag, bisa langsung minum cairan ini 50 cc, insya Allah sembuh,” terang perokok berat itu. Berteman dengan bakteri Apa sebenarnya BNF? “Yang jelas ini bukan pupuk, bukan obat, bukan pula suplemen tanaman,” terang lelaki 49 tahun itu. BNF, kata Imam, hanya sebuah istilah yang ia ciptakan sendiri. Cairan itu semacam formula penyempurnaan zat nutrisi tanaman atau ternak secara alamiah. Disebut alamiah karena mikroorganisme non- patogen (bakteri bermanfaat) itulah yang berfungsi sebagai basis eksperimen formulanya. Dari serangkaian penelitian mandiri yang ia lakukan, Imam menemukan sedikitnya 170 koloni mikroorganisme yang kemudian diformulasikan men- jadi BNF. Imam lantas menemu- kan 4 hingga 62 spesies dalam tiap mikroorganisme itu. Dari situ proses meramu koloni bak- teri itu memunculkan apa yang disebutnya sebagai enzim. Formulasi ciptaan Imam memiliki sedikitnya tiga fungsi utama enzim yang unggul. Yaitu enzim amilase yang mengurai karbohidrat menjadi sempurna, enzim protease yang menyerap zat protein asam amino esen- sial dan nonesensial, serta en- zim lipase yang mengurai dan menyerap asam lemak jenuh menjadi energi bermanfaat bagi makhluk hidup. Enzim-enzim itulah yang meningkatkan efisiensi dan produktivitas ternak dan tanam- an. Ternak cukup diberi makan sedikit, tapi pencernaan pa- kannya berlangsung sempurna sehingga tidak menyebabkan proteinnya terbuang. Beri bukti Bagi Imam, BNF hanya kreativitas kecil dalam men- jawab kultur petani yang lebih menyukai bukti daripada teori. Dari pengalaman lapangan be- lasan tahun, kata dia, petani tra- disional lebih mudah didekati bila ada bukti bahwa temuan yang dibawa benar-benar mem- beri nilai lebih. Hal yang terpenting, lan- jut Imam, ialah mengubah mindset dan perilaku petani serta peternak di Tanah Air yang telah lama rusak oleh teknologi instan Revolusi Hijau ala Amerika. Kata Imam, pada masa Orde Baru, Revolusi Hi- jau diadopsi menjadi program Intensifikasi Massal (Inmas) dan Bimbingan Massal (Bimas). Imam mengakui, strategi itu berhasil melahirkan revolusi pertumbuhan dan produk- tivitas. “Tapi di sisi lain yang terjadi adalah penyebaran virus akut yang berasal dari distorsi pupuk kimia, racun pestisida, serta bibit unggul yang hanya menciptakan hama unggul,” terang Imam. Di tengah usianya yang te- rus menua, Imam tidak bosan berkeliling kampung, menyam- bangi petani dan peternak binaannya. Dia juga merelakan produk BNF secara gratis. Ada dua petuah teknis yang tak je- mu-jemunya diserukan kepada tiap petani yang baru dikenal- nya yakni soal memelihara tanaman dan mengelola hama. “Kita jangan cuma memelihara tanaman, tapi juga tanah yang cocok sesuai habitat, keasam- an, tekstur, struktur agregat, dan ketersediaan unsur hara,” ujarnya. Soal hama, kata Imam, tidak perlu dibasmi dengan racun pestisida tapi cukup diloka- lisasi. “Sebab secara kodrati hama seperti halnya bakteri bisa bermanfaat pada jenis tanaman lain,” imbuhnya serius. Enggan promosi Meski BNF banyak diminati, Imam enggan mematenkan temuannya yang berusia lebih dari lima tahun itu. “Buat apa dipatenkan. Kita harus kem- balikan hakikat ilmu itu untuk semua,” ujarnya beralasan. Walaupun begitu dia tetap mempunyai formula khusus sebagai komitmen moral mem- proteksi orisinalitas produknya. “Buat jaga-jaga saja untuk menghindari pemalsuan atau klaim pemodal,” tegas pria mantan aktivis Himpunan Ma- hasiswa Islam (HMI)tersebut. Dari sisi tanggung jawab intelektual, Imam mengaku sanggup mempertanggung- jawabkan temuannya itu. Namun, Imam konsisten menolak promosi produk se- cara komersial. Padahal dari segi kualitas dan kemanfaatan, produk yang dibuat dengan pola industri rumahan ini bisa masuk produk papan atas. Selama ini, pola pemasaran dilakukan secara tradisional yakni dari mulut ke mulut. Me- tode itu terbukti ampuh. Hingga kini puluhan ribu liter formula dan puluhan ribu petani yang memanfaatkan penemuannya menyebar di sejumlah kota di Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Lampung, dan Kalimantan. Imam juga selalu menghin- dari publikasi dan liputan. Me- dia Indonesia harus menunggu hingga dua bulan lebih untuk meyakinkan mantan pelatih nasional pencak silat Tapak Suci milik Muhammadiyah itu. Sepintas, prinsip yang dianut Imam tampak unik, ekstrem dan menyempal dari mainstream seorang peneliti pada umum- nya. Tapi dia beralasan, “Kalau kita setia kepada visi bahwa hasil temuan kita hanya kita darma baktikan kepada umat dan rakyat kecil, kita harus bisa menahan diri dari banyak godaan. Imam menyebut royalti, kapi- tal, dan popularitas sebagai godaan. Beberapa kali Imam ditawari menjadi konsultan perusahaan besar di bidang pertanian dan peternakan. Be- gitu pula beberapa partai politik mulai mengincar dirinya dan BNF sebagai pendulang suara. Namun Imam menolak, se- perti halnya ia menolak ajak- an berbagai pihak yang ingin mengikutsertakan BNF sebagai lomba produk unggulan dan kreatif dari Ngunut ke tingkat regional maupun nasional. “Saya belum bakat jadi orang kaya dan orang terkenal kali ya,” ujar pemelihara jenggot ini terkekeh. (M-4) edy_saputra @mediaindonesia.com Sosok | 21 SENIN, 13 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Revolusi Hijau dari Gang Roda Tanpa paten, kinerja formula organik ciptaan Imam Buchori bisa dinikmati banyak peternak dan petani. Edy Saputra MI/ EDY SAPUTRA R UMAH lawas ber- arsitektur kuno itu lebih mirip dengan bangunan zaman Be- landa. Terlihat begitu mencolok di antara bangunan-bangunan sekitar yang relatif lebih baru dan modern. Letaknya di te- ngah gang kota yang tak sebe- rapa luas. Namanya Gang Roda, sebuah gang ‘rumit’ bertabur polisi tidur di Kota Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur. Disebut rumit karena gang yang panjangnya kurang dari 300 meter itu mirip etalase toko serbaada. Dari ujung ke ujung berjejer mulai pondok pesan- tren, industri alat tempur TNI skala rumahan, masjid besar, lebih dari lima kafe, lembaga perkreditan, dan sebuah sta- siun radio swasta terkenal di Tulungagung. Maka rumah bergaya lawas tersebut jadi terlihat sederhana. Apalagi ketika berada dalam ruang tamu seluas 40 meter persegi, tanpa dinding pe- nyekat. Tak ada perabot mewah di sana. Hanya seperangkat sofa lama yang sudah tak lengkap lagi. Pada dinding kusam bercat kuning, terpampang sebuah poster bertuliskan ‘Biocircle Natural Farming (BNF), Visi: Biaya Hemat, Produksi Mening- kat, Rakyat Sehat dan Ramah Lingkungan’. Cairan ajaib Di kalangan petani dan pe- ternak di lingkungan itu, BNF populer dengan sebutan cairan ajaib. Bahkan, sampai ke sejum- lah daerah di Tanah Air. Formula organik mirip pu- puk cair ini terbukti membantu petani menghemat pengeluaran pupuk dan obat-obatan kimia hingga 40%. Penghematan se- rupa juga untuk pakan ternak unggas, hewan berkaki em- pat, dan ikan. Belum lagi hasil panen berkualitas dan sangat ramah lingkungan. BNF juga menjadi solusi ketika terjadi pertikaian soal pencemaran bau kotoran ternak antara peternak ayam potong dan petelur dengan warga sekitar. “Alhamdulillah, Yang Maha Kuasa menunjukkan kepada kita bahwa bau busuk kotoran itu bisa diatasi secara ilmiah dan alamiah, sehingga tidak lagi menjadi problem lingkungan dan sosial,” ujar Imam Buchori, pemilik rumah sekaligus penemu formula BNF ini merendah. Insinyur peternakan lulusan Universitas Brawijaya, Malang, Buat apa dipatenkan. Kita harus kembalikan hakikat ilmu itu untuk semua.”

Revolusi Hijau dari Gang Roda - ftp.unpad.ac.id filekoloni mikroorganisme yang kemudian diformulasikan men-jadi BNF. Imam lantas menemu-kan 4 hingga 62 spesies dalam tiap mikroorganisme

  • Upload
    lamkien

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Revolusi Hijau dari Gang Roda - ftp.unpad.ac.id filekoloni mikroorganisme yang kemudian diformulasikan men-jadi BNF. Imam lantas menemu-kan 4 hingga 62 spesies dalam tiap mikroorganisme

itu menyebut penyebab kotoran berbau ialah pencernaan pro-tein atau nutrisi yang kurang sempurna pada pakan ternak sehingga terjadi pembusukan.

“Kalau pencernaannya sem-purna kotoran tidak berbau, tidak ada lalat yang bisa mem-bawa bakteri sehingga terhin-dar dari penyakit baik ayam, sapi, ataupun ikan,” terang Direktur LSM Peternakan dan Pertanian Gabe Nature Farming (GNF) Jawa Timur itu.

Secara ilmiah BNF memi-liki sifat pengurai dan penyem-purna protein. Hal lain, cairan fermentasi mirip Yakult itu juga aman untuk manusia. “Kalau Anda kena penyakit mag, bisa langsung minum cairan ini 50 cc, insya Allah sembuh,” terang perokok berat itu.

Berteman dengan bakteriApa sebenarnya BNF? “Yang

jelas ini bukan pupuk, bukan obat, bukan pula suplemen tanaman,” terang lelaki 49 tahun itu.

BNF, kata Imam, hanya sebuah istilah yang ia ciptakan sendiri. Cairan itu semacam formula penyempurnaan zat nutrisi tanaman atau ternak secara alamiah. Disebut alamiah karena mikroorganisme non-

patogen (bakteri bermanfaat) itulah yang berfungsi sebagai basis eksperimen formulanya.

Dari serangkaian penelitian mandiri yang ia lakukan, Imam menemukan sedikitnya 170 koloni mikroorganisme yang kemudian diformulasikan men-jadi BNF. Imam lantas menemu-kan 4 hingga 62 spesies dalam tiap mikroorganisme itu. Dari situ proses meramu koloni bak-teri itu memunculkan apa yang disebutnya sebagai enzim.

Formulasi ciptaan Imam memiliki sedikitnya tiga fungsi utama enzim yang unggul. Yaitu enzim amilase yang mengurai karbohidrat menjadi sempurna, enzim protease yang menyerap zat protein asam amino esen-sial dan nonesensial, serta en-zim lipase yang mengurai dan menyerap asam lemak jenuh menjadi energi bermanfaat bagi makhluk hidup.

Enzim-enzim itulah yang meningkatkan efisiensi dan produktivitas ternak dan tanam-an. Ternak cukup diberi makan sedikit, tapi pencernaan pa-kannya berlangsung sempurna sehingga tidak menyebabkan proteinnya terbuang.

Beri bukti Bagi Imam, BNF hanya

kreativitas kecil dalam men-jawab kultur petani yang lebih menyukai bukti daripada teori. Dari pengalaman lapangan be-lasan tahun, kata dia, petani tra-disional lebih mudah didekati bila ada bukti bahwa temuan yang dibawa benar-benar mem-beri nilai lebih.

Hal yang terpenting, lan-jut Imam, ialah mengubah mindset dan perilaku petani serta peternak di Tanah Air yang telah lama rusak oleh teknologi instan Revolusi Hijau ala Amerika. Kata Imam, pada masa Orde Baru, Revolusi Hi-jau diadopsi menjadi program Intensifikasi Massal (Inmas) dan Bimbingan Massal (Bimas). Imam mengakui, strategi itu berhasil melahirkan revolusi pertumbuhan dan produk-tivitas. “Tapi di sisi lain yang terjadi adalah penyebaran virus akut yang berasal dari distorsi pupuk kimia, racun pestisida, serta bibit unggul yang hanya menciptakan hama unggul,” terang Imam.

Di tengah usianya yang te-rus menua, Imam tidak bosan berkeliling kampung, menyam-bangi petani dan peternak binaannya. Dia juga merelakan produk BNF secara gratis. Ada dua petuah teknis yang tak je-

mu-jemunya diserukan kepada tiap petani yang baru dikenal-nya yakni soal memelihara tanaman dan mengelola hama. “Kita jangan cuma memelihara tanaman, tapi juga tanah yang cocok sesuai habitat, keasam-an, tekstur, struktur agregat, dan ketersediaan unsur hara,” ujarnya.

Soal hama, kata Imam, tidak perlu dibasmi dengan racun pestisida tapi cukup diloka-lisasi. “Sebab secara kodrati hama seperti halnya bakteri bisa bermanfaat pada jenis tanaman lain,” imbuhnya serius.

Enggan promosiMeski BNF banyak diminati,

Imam enggan mematenkan temuannya yang berusia lebih dari lima tahun itu. “Buat apa dipatenkan. Kita harus kem-

balikan hakikat ilmu itu untuk semua,” ujarnya beralasan.

Walaupun begitu dia tetap mempunyai formula khusus sebagai komitmen moral mem-proteksi orisinalitas produknya. “Buat jaga-jaga saja untuk menghindari pemalsuan atau klaim pemodal,” tegas pria mantan aktivis Himpunan Ma-hasiswa Islam (HMI)tersebut.

Dari sisi tanggung jawab intelektual, Imam mengaku sanggup mempertanggung-jawabkan temuannya itu.

Namun, Imam konsisten menolak promosi produk se-cara komersial. Padahal dari segi kualitas dan kemanfaatan, produk yang dibuat dengan pola industri rumahan ini bisa masuk produk papan atas.

Selama ini, pola pemasaran dilakukan secara tradisional yakni dari mulut ke mulut. Me-tode itu terbukti ampuh. Hingga kini puluhan ribu liter formula dan puluhan ribu petani yang memanfaatkan penemuannya menyebar di sejumlah kota di Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Lampung, dan Kalimantan.

Imam juga selalu menghin-dari publikasi dan liputan. Me-dia Indonesia harus menunggu hingga dua bulan lebih untuk

meyakinkan mantan pelatih nasional pencak silat Tapak Suci milik Muhammadiyah itu.

Sepintas, prinsip yang dianut Imam tampak unik, ekstrem dan menyempal dari mainstream seorang peneliti pada umum-nya. Tapi dia beralasan, “Kalau kita setia kepada visi bahwa hasil temuan kita hanya kita darma baktikan kepada umat dan rakyat kecil, kita harus bisa menahan diri dari banyak godaan.

Imam menyebut royalti, kapi-tal, dan popularitas sebagai godaan. Beberapa kali Imam ditawari menjadi konsultan perusahaan besar di bidang pertanian dan peternakan. Be-gitu pula beberapa partai politik mulai mengincar dirinya dan BNF sebagai pendulang suara.

Namun Imam menolak, se-perti halnya ia menolak ajak-an berbagai pihak yang ingin mengikutsertakan BNF sebagai lomba produk unggulan dan kreatif dari Ngunut ke tingkat regional maupun nasional. “Saya belum bakat jadi orang kaya dan orang terkenal kali ya,” ujar pemelihara jenggot ini terkekeh. (M-4)

[email protected]

Sosok | 21SENIN, 13 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Revolusi Hijau dari Gang Roda

Tanpa paten, kinerja formula organik ciptaan Imam Buchori bisa dinikmati banyak peternak dan petani.

Edy Saputra

MI/ EDY SAPUTRA

RUMAH lawas ber-arsitektur kuno itu lebih mirip dengan bangunan zaman Be-

landa. Terlihat begitu mencolok di antara bangunan-bangunan sekitar yang relatif lebih baru dan modern. Letaknya di te-ngah gang kota yang tak sebe-rapa luas. Namanya Gang Roda, sebuah gang ‘rumit’ bertabur polisi tidur di Kota Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur.

Disebut rumit karena gang yang panjangnya kurang dari 300 meter itu mirip etalase toko serbaada. Dari ujung ke ujung berjejer mulai pondok pesan-tren, industri alat tempur TNI skala rumahan, masjid besar, lebih dari lima kafe, lembaga perkreditan, dan sebuah sta-siun radio swasta terkenal di Tulungagung.

Maka rumah bergaya lawas tersebut jadi terlihat sederhana. Apalagi ketika berada dalam ruang tamu seluas 40 meter persegi, tanpa dinding pe-nyekat. Tak ada perabot mewah di sana. Hanya seperangkat sofa lama yang sudah tak lengkap lagi.

Pada dinding kusam bercat kuning, terpampang sebuah poster bertuliskan ‘Biocircle Natural Farming (BNF), Visi: Biaya Hemat, Produksi Mening-kat, Rakyat Sehat dan Ramah Lingkungan’.

Cairan ajaib Di kalangan petani dan pe-

ternak di lingkungan itu, BNF populer dengan sebutan cairan ajaib. Bahkan, sampai ke sejum-lah daerah di Tanah Air.

Formula organik mirip pu-puk cair ini terbukti membantu petani menghemat pengeluaran pupuk dan obat-obatan kimia hingga 40%. Penghematan se-rupa juga untuk pakan ternak unggas, hewan berkaki em-pat, dan ikan. Belum lagi hasil panen berkualitas dan sangat ramah lingkungan.

BNF juga menjadi solusi ketika terjadi pertikaian soal pencemaran bau kotoran ternak antara peternak ayam potong dan petelur dengan warga sekitar. “Alhamdulillah, Yang Maha Kuasa menunjukkan kepada kita bahwa bau busuk kotoran itu bisa diatasi secara ilmiah dan alamiah, sehingga tidak lagi menjadi problem lingkungan dan sosial,” ujar Imam Buchori, pemilik rumah sekaligus penemu formula BNF ini merendah.

Insinyur peternakan lulusan Universitas Brawijaya, Malang,

Buat apa dipatenkan. Kita harus kembalikan hakikat ilmu itu untuk semua.”