Rezim Ekonomi International

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hubungan internasional

Citation preview

Pada akhir Perang Dunia II, dunia perekomian internasional berubah menjadi suatu entitas yang makin luas dan kompleks. Hal ini disebabkan oleh semakin terintegrasinya perekonomian dunia dan liberalisme perdagangan yang mulai diterapkan oleh beberapa negara maju untuk saling menjalin kerjasama perdagangan antar satu dan lainnya. Kompleksitas dan makin dinamisnya perdagangan dan moneter internasional membentuk suatu gagasan pendirian suatu organisasi perekonomian yang mendaulati terbentuknya International Monetary Fund (IMF). IMF kemudian membentuk suau badan khusus yakni General Agreements on Tariffs and Trade (GATT) yang berfokus menyelesaikan dan mengatur persoalan perdagangan. Gagasan untuk mendirikan suatu organisasi perdagangan multilateral telah mulai dirintis dengan disepakatinya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947, sebagai awal dari rencana pembentukan International Trade Organization (ITO), yang merupakan satu dari 3 (tiga) kerangka Bretton Woods Institution. Kedua organisasi lainnya adalah International Monetary Fund (IMF) dan International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang sering dikenal dengan World Bank. GATT sebenarnya hanya salah satu dari IX Chapters yang direncanakan menjadi isi dari Havana Charter mengenai pembentukan International Trade Organization (ITO) pada tahun 1947, yaitu Chapter IV: Commercial Policy. [footnoteRef:1] [1: Riyanto, Astim. World Trade Organization. Cetakan Pertama. Bandung: YAPEMBO, hlm. 50]

General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) adalah sebagai suatu persetujuan internasional yang mengatur mengenai tarif tarif perdagangan yang dirumuskan di Jenewa, Swiss. GATT ini didirikan pada tahun 1948. Pembentukan GATT atau General Agreement on Tariffs and Trade ini dilatar belakangi oleh tidak adanya aturan mengenai perdagangan internasional sehingga menyebabkan terjadinya pelanggaran serta diskriminasi dalam perdagangan internasional tersebut. Namun, GATT atau General Agreement on Tariffs and Trade ini hanya berfokus pada pendistribusian barang dan kurang memperhatikan arus jasa yang terjadi saat itu.Hal ini disebabkan oleh sifat ad-hoc yang diusung oleh rezim tersebut. Namun, dibalik kelemahan rezim tersebut terdapat adanya perlakuan yang sama pada setiap anggota GATT atau General Agreement on Tariffs and Trade serta rezim mengusung transparansi dan kompetitifitas yang mewajibkan setiap negara untuk mengetahui kebijakan negara lain. Karena rezim ini berprinsip most favored nations (MFN). Namun International Trade Organization (ITO) tidak berhasil didirikan, walaupun Havana Charter sudah disepakati dan ditandatangani oleh 53 negara pada Maret 1948. Hal tersebut dikarenakan Amerika Serikat menolak untuk meratifikasinya di mana Kongres Amerika Serikat khawatir wewenangnya dalam menentukan kebijakan Amerika Serikat semakin berkurang. GATT kemudian dimasukkan hanya sebagai perjanjian sementara (interim) melalui sebuah Protocol of Provisional Application sampai Havana Charter dapat diberlakukan dan sebagai badan pelaksana GATT adalah Committee-ITO/GATT yang dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal.Memperhatikan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam hubungan perdagangan internasional sejak berdirinya GATT menimbulkan pandangan perlunya beberapa peraturan dan prosedur diperbaharui, khususnya didasarkan akan kebutuhan untuk memperketat prosedur penyelesaian sengketa. Timbul pemikiran untuk membentuk suatu badan tingkat tinggi yang permanen untuk mengawasi bekerjanya sistem perdagangan multilateral dan diarahkan pula untuk menjamin agar negara-negara peserta (Contracting parties) GATT mematuhi peraturan-peraturan yang telah disepakati dan memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dalam Perundingan Perdagangan Multilateral Putaran Uruguay (Uruguay Round), Punta Del Este, 20 September 2006, pemikiran tentang pembentukan suatu organisasi perdagangan multilateral dimaksud secara implisit termuat di dalam Deklarasi Punta del Este. [footnoteRef:2]Hal tersebut merupakan salah satu dari 15 bidang perundingan dalam Putaran Uruguay, yaitu negosiasi mengenai upaya untuk meningkatkan fungsi sistem GATT. Tujuan yang hendak dicapai dalam negosiasi fungsi sistem GATT ini adalah: [2: Business Guide To Uruguay Round. Cetakan Pertama. Geneva: International Trade Center UNCTAD/WTO (ITC), 1995.]

Meningkatkan fungsi pengawasan GATT agar dapat memantau kebijakan dan perdagangan yang dilakukan oleh contracting parties (CPs) dan implikasi terhadap sistem perdagangan internasional. Memperbaiki seluruh aktivitas dan pengambil keputusan GATT sebagai suatu lembaga, termasuk keterlibatan para menteri yang berwenang menangani masalah perdagangan Meningkatkan kontribusi GATT untuk mencapai greater coherence dalam pembuatan kebijakan ekonomi global melalui peningkatan hubungan dengan organisasi internasional lainnya yang berwenang dalam masalah moneter dan keuangan. Sesudah melalui tahapan-tahapan proses perundingan yang alot dan konsultasi-konsultasi maraton yang intensif atas draft-draft yang diusulkan lebih dari 120 negara, akhirnya pada Pertemuan Tingkat Menteri Contracting Parties GATT di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 12-15 April 1994, disahkan Final Act tanggal 15 April 1994 dan tanggal berlakunya WTO. Persetujuan pembentukan WTO terbuka bagi ratifikasi oleh negara-negara dan diharapkan dapat diberlakukan efektif pada 1 Januari 1995. Untuk mengatasi adanya kekosongan antara Pertemuan Tingkat Menteri di Marrakesh, Maroko sampai dengan tanggal berlakunya WTO, dibentuklah suatu lembaga sementara yaitu Implementation Committee yang bertugas antara lain memperhatikan program kerja WTO, masalah anggaran dan kontribusi serta masalah keanggotaan WTO. Pada pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) IV di Doha (Doha Round), Qatar dari tanggal 9-14 November 2001, Indonesia mengikutsertakan 32 orang delegasi. Putaran Doha merupakan putaran kesembilan negosiasi perdagangan yang diluncurkan sejak sistem multilateral terbentuk tahun 1947. Delapan putaran selanjutnya diluncurkan di bawah payung GATT, yang kemudian berganti nama menjadi WTO tahun 1995. Disebabkan rezim GATT atau General Agreement on Tariffs and Trade ini hanya berfokus pada pendistribusian barang dan kurang memperhatikan arus jasa, pada tahun 1955 para anggota rezim tersebut menginginkan adanya perubahan dalam rezim tersebut. Sehingga pada Januari 1995 GATT atau General Agreement on Tariffs and Trade secara resmi berubah menjadi WTO atau World Trade Organization yang dihasilkan melalui negosiasi multirateral dalamUruguay Round tahun 1986 sampai 1994. Rezim WTO atau World Trade Organization ini diharapkan mampu memperlancar arus perdagangan bebas seperti yang diharapkan oleh para negara anggota rezim tersebut.Namun, dalam rezim WTO atau World Trade Organization ini, negara negara berkembang kurang mendapat keuntungan karena rezim ini didominasi oleh negara negara barat yang mampu merealisasikan interest mereka dalam rezim ini.Hegemoni Amerika Serikat tak dapat dipungkiri sebagai aktor dibalik perubahan rezim tersebut (Ford 2002).[footnoteRef:3] Berikut ini beberapa hal yang kemudian menjadi kelemahan GATT sehingga posisinya digantikan oleh WTO: [3: Ford, Jane. 2002. A Social Theory of Trade Regime Change: GATT to WTO, International Studies Review, Vol. 4, No. 3, USA: Blackwell Publishing.]

Dalam mengatur hubungan perdagangan internsional, GATT hanya berfokus pada arus jual beli barang antar negara saja. GATT tidak hirau pada perdagangan jasa yang sama- sama termasuk ke dalam aktifitas perdagangan. GATT tidak dapat dijalankan secara menyeluruh karena hanya membahas suatu tujuan atau bersifat ad hoc dan berlaku pada kurun waktu tertentu. Segala jenis kesepakatan dan hasil perjanjian yang dihasilkan oleh GATT tidak membutuhkan ratifikasi oleh parlemen dari negara anggota.Perubahan GATT menjadi WTO membawa fase baru.WTO menjadi suatu badan yang mengurusi perdagangan dunia lebih kompleks dan efektif dibanding GATT. WTO memberikan fokus yang besar bagi perdagangan seluruh sektor, termasuk barang dan jasa. Selain itu WTO juga terdiri dari anggota yang tetap , dimana keanggotaan suau negara melibatkan keputusan dari parlemen negara bersangkutan. Hal ini berkaitan dengan status WTO yang sebagai organisasi internasional.Sebagai suatu organisasi internasional, WTO memiliki aturan yang lebih jelas dan legal untuk dipatuhi.Hal ini kemudian mendorong legitimasi sah yang perlu dipatuhi oleh negara- negara anggota serta perdagangan internasional. Dalam stuktur organisasinya, WTO terdiri dari direktur jendral, deputi direktur jendral, dan sekretariat yang bertempat di Jenewa, Swiss (Peet, 2003).[footnoteRef:4] [4: Peet, Richard. 2003. The World Trade Organization, dalam Unholy Trinity: The IMF, World Bank and WTO, London: Zed Books, pp. 146-199]

Aktivitas WTO sendiri, meliputi pengadaan pertemuan antara perwakilan negara anggota dengan agenda meregulasi kembali sistem perdagangan yang ada. Regulasi-regulasi yang dihasilkan oleh WTO bertujuan untuk semakin membebaskan aktivitas perdagangan dan mereduksi segala bentuk tekanan dari pemerintah terhadap kegiatan perdagangan internasional. WTO disini memposisikan untuk bertindak netral dalam mengelola persetujuan perdagangan, bertindak sebagai forum dalam negosiasi perdagangan, membantu menyelesaikan perselisihan perdagangan, meninjau kebijakan perdagangan nasional, menyediakan bantuan untuk negara berkembang dalam isu kebijakan perdagangan melalui bantuan teknis dan program pelatihan, serta bekerjasama dengan organisasi internasional lainnya. (Peet, 2003). Sikap netral yang dipegang oleh WTO, membuat WTO sebagai suatu forum yang tidak memiliki kapasitas lebih dalam memberikan keputusan terhadap permasalahan yang dihadapi negara-negara.