Upload
resi-lystianto-putra
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/18/2019 SLE Referat
1/34
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun yang
melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang
ringan sampai berat. Pada keadaan awal, sering sulit dikenal sebagai SLE, karena
manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan. Sampai saat ini penyebab SLE belum
diketahui. erdapat dugaan faktor genetik, infeksi, dan lingkungan ikut berperan
pada patofisiologi SLE (Sukmana,!""#).
Prevalensi SLE bervariasi di tiap negara. $i %ndonesia sampai saat ini belum
pernah dilaporkan. Pada dekade terakhir, terlihat adanya kenaikan kasus yang
berobat di &S' akarta. Salah satu faktor adalah kewaspadaan dokter yang
meningkat. *ntuk ini perlu upaya penyebarluasan gambaran klinis kasus SLE yang
perlu diketahui sehingga diagnosis lebih dini dan pengobatan lebih adekuat. +aron
dkk melaporkan keterlibatan ginjal lebih sering ditemukan pada SLE dengan onset
usia kurang dari - tahun. Sedangkan pada penelitian ont dkk, lesi diskoid dan
serositis lebih sering ditemukan sebagai manifestasi awal pasien SLE laki/laki,
sedangkan artritis lebih jarang.(Sukmana,!""#)
Prevalensi SLE sangat bervariasi, semua suku bangsa dapat terkena tetapi
lebih sering pada ras kulit hitam dan ada tendensi familiar. %nsidensi tidak diketahui,
dapat ditemukan pada semua usia. $ua puluh persen kasus SLE mulai pada masa
anak/anak, biasanya anak yang telah berusia lebih dari - tahun. Samanta dkk pada
8/18/2019 SLE Referat
2/34
!
penelitian populasi 0sia dan kulit putih di %nggris melaporkan kelainan ginjal lebih
sering ditemukan di populasi 0sia. 1anita lebih sering terkena dibanding laki/laki,
dengan perbandingan perempuan dan laki/laki -2, dan umumnya pada kelompok
usia produktif (Sukmana,!""#3 4adang,556).
engingat pentingnya manfaat pengetahuan mengenai penyakit SLE, maka
pada makalah ini akan dipaparkan semua hal yang berkenaan dengan SLE, dengan
tujuan untuk memudahkan memahami patofisiologi penyakit, diagnosis, dan
tatalaksana yang tepat.
1.2 Tujuan
Penulisan makalah tinjauan kepustakaan ini bertujuan memberikan
informasi mengenai penyakit lupus eritematosus sistemik, yang merupakan salah
satu penyakit yang sukar didiagnosis se7ara dini.
8/18/2019 SLE Referat
3/34
8
BAB II
ISI
2.1 Pengertian dan Epidemiologi
Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan suatu penyakit autoimun
dimana organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissue-binding
autoantibodi dan kompleks imun. Sembilan puluh persen pasien adalah wanita umur
subur, walaupun semua jenis kelamin, umur, dan kelompok ras dapat terkena.
Prevalensi SLE di 0merika Seikat adalah 6/6" dari "".""" penduduk, prevalensi
tertinggi di antara kelompok etnis pada penilitian ini adalah kelompok 0frika
0merika (9egro) (:ahn et al,!""6).
Penyakit Systemic Lupus Erythethematosus adalah suatu penyakit yang
menyerang seluruh organ tubuh mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut, yang
disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh manusia, dan lebih dikenal penyakit
sebagai autoimun. Penyakit ini sebenarnya telah dikenal sejak jaman ;unani kuno
oleh :i pokrates, namun pengobatan yang tepat belum diketahui. Penyakit ini tidak
menular, tetapi didapatkan hampir seluruh penderita Systemic Lupus Erythematosus
adalah perempuan (-"
8/18/2019 SLE Referat
4/34
#
(!) 0mbang aktivasi sel imun adaptif yang menurun (Limfosit antigen/spe7ifi7 dan
Limfosit +)3 (8) &egularitas dan inhibisi Sel '$#? dan '$-? dan (#)
berkurangnya klirens sel apoptotik dan kompleks imun. Self-antigen (protein>$90
nukleosomal3 &90>protein pada Sm, &o, dan La3 fosfolipid) dapat ditemukan oleh
sistem imun pada gelembung permukaan sel apoptotik, sehingga antigen,
autoantibodi, dan kompleks imun tersebut dapat bertahan untuk beberapa jangka
waktu yang panjang, menyebabkan inflamasi dan penyakit berkembang se7ara
lambat (:ahn et al,!""6).
"am!ar 1. Patogenei SLE. %nteraksi gen/lingkungan menghasilkan respons imun
abnormal yang menghasilkan autoantibodi patogen dan deposisi
kompleks imun pada jaringan, komplemen aktif, menyebabkan inflamasi
dan lama kelamaan mengakibatkan kerusakan organ irreversible.#eterangan$ 0g, antigen3 '@, 7omplement system3 '8, 7omplement
7omponent3 '9S, 7entral nervous system3 $', dendriti7 7ell3 E+A,
Epstein/+arr virus3 :L0, human leuko7yte antigen3 7&,
immunoglobulin 7/binding re7eptor3 %L, interleukin3 +L, mannose/
binding ligand3 'P, mono7yte 7hemota7ti7 protein3 PP9,
phosphotyrosine phosphatase3 *A, ultraviolet
8/18/2019 SLE Referat
5/34
6
0ktivasi imun dari sel yang bersirkulasi atau yang terikat jaringan diikuti
dengan peningkatan sekresi proinflammatorik tumor ne7rosis fa7tor (9) dan
interferon tipe dan ! (%9s), dan sitokin pengendali sel +, B lymphocyte stimulator
(+LyS) serta %nter leuk in (%L)/". Peningkatan regulasi gen yang dipi7u oleh
interferon merupakan suatu petanda genetik SLE. 9amun, sel lupus dan natural
killer (94) gagal menghasilkan %L/! dan transforming growth factor (=) yang
7ukup untuk memi7u '$#? dan inhibisi '$-?. 0kibatnya adalah produksi
autoantibodi yang terus menerus dan terbentuknya kompleks imun, dimana akan
berikatan dengan jaringan target, disertai dengan aktivasi komplemen dan sel
fagositik yang menemukan sel darah yang berikatan dengan %munoglobulin. 0ktivasi
dari komplemen dan sel imun mengakibatkan pelepasan kemotoksin, sitokin,
kemokin, peptida vasoaktif, dan enBim perusak. Pada keadaan inflamasi kronis,
akumulasi growth factors dan sel imun akan memi7u pelepasan kemotoksin, sitokin,
kemokin, peptide vasoaktif, dan enBim perusak. Selain itu, akumulasi dari growth
factor dan produk oksidase kronis berperan terhadap kerusakan jaringan ireversibel
pada glomerulus, arteri, paru/paru, dan jaringan lainnya. (:ahn et al,!""6)
enis kelamin wanita sering terkena SLE3 betina dari semua spesies mamalia
memang memiliki respons antibodi yang lebih kuat daripada pejantan. 1anita yang
terpapar kontraseptif oral yang mengandung estrogen atau terapi sulih hormone
memiliki peningkatan risiko SLE (,! hingga ! kali lipat). Estradiol berikatan dengan
reseptor pada limfosit dan +, kemudian akan meningkatkan aktivasi dan daya
tahan dari sel ini, sehingga menunjang respons imun yang memanjang (:ahn et
al,!""6).
8/18/2019 SLE Referat
6/34
C
+eberapa rangsangan lingkungan dapat mempengaruhi kemun7ulan SLE
("am!ar 1). Paparan terhadap 7ahaya ultraviolet akan menyebabkan serangan SLE
pada sekitar D"< pasien, kemungkinan terjadi akibat peningkatan apoptosis pada sel
kulit atau adanya perubahan $90 dan protein intraseluler dan membuatnya menjadi
antigenik. Sepertinya, beberapa infeksi memi7u respons imun yang normal dan
mengandung beberapa sel dan + yang mengenal self-antigen; pada SLE, sel/sel
tersebut tidak beregulasi dengan baik dan produksi autobodi kemudian terjadi.
4ebanyakan pasien SLE mempunyai autoantibodi hingga 8 tahun bahkan lebih
sebelum gejala per tama penyakit ini, menandakan bahwa regulasi mengendalikan
derajat autoimun untuk beberapa tahun sebelum kualitas dan kuantitas dari
autoantibodi dan sel + dan yang patogen 7ukup untuk menyebabkan gejala klinis.
Airus Eipsten +arr mungkin merupakan agen infeksi yang dapat memi7u SLE pada
seseorang yang memiliki predisposisi genetik. 0nak dan orang dewasa dengan SLE
7enderung terinfeksi E+A dibandingkan kelompok kendali umur, jenis kelamin, dan
etnis. E+A mengaktivasi dan menginfeksi limfosit + dan bertahan pada sel tersebut
dalam beberapa dekade3 %a juga mengandung sekuens asam amino yang mirip
dengan sekuens pada spil7eosome manusia (&90>antigen protein yang dikenali oleh
autoantibodi pada seseorang dengan SLE). Sehingga, interaksi antara predisposisi
genetik, lingkungan, jenis kelamin, dan respons imun abnormal akan mengakibatkan
autoimunitas (:ahn et al,!""6).
2.% &or!idita dan &ortalita
Perjalanan alamiah penyakit SLE sangat bervariasi dari penyakit dengan
gejala ringan hingga penyakit yang progresif 7epat dan fatal. Sebagian besar pasien
8/18/2019 SLE Referat
7/34
D
yang terdiagnosis berusia #/C# tahun, dan gejala SLE biasanya hilang timbul selama
hidup penderita. Pasien dengan kelainan kulit dan muskuloskeletal saja memiliki
angka harapan hidup yang lebih tinggi dibanding penyakit dengan keterlibatan renal
dan susunan saraf pusat. eski terdapat perbaikan angka harapan hidup, pasien
dengan SLE tetap memilik i risiko kematian 8 kali lebih tinggi dibanding populasi
umum (+artels,!""-).
0ngka harapan hidup " tahun saat ini telah mendekati 5"
8/18/2019 SLE Referat
8/34
-
multifaktorial, yaitu disfungsi endotel, mediator inflamasi, atherogenesis akibat
steroid, dan dislipidemia akibat gangguan renal. Lupus aktif (8#
8/18/2019 SLE Referat
9/34
5
bisa komplit atau tidak komplit yang dapat terjadi se7ara as7ending, daerah yang
terlibat sering pada torakal %%%/ F%, serta inkontinensia urin dan alvi. Lokasi
kelainan di torakal 6/- lebih sering karena pembuluh darah dan kolateral lebih
terbatas, sehingga lebih mudah mengalami gangguan (onam,!""#).
ekanisme patofisiologi mielopati pada SLE merupakan degenerasi
subtansia alba se7ara multipel. 1alaupun mekanismenya belum jelas, kemungkinan
menunjukkan suatu proses autoantibodi, depot kompleks imun yang menyebabkan
kerusakan parenkim, juga interaksi antara membran fosfolipid dengan antibodi
antifosfolipid yang dapat juga menyebabkan terjadinya vaskulitis dan trombosis,
sehingga terjadi proses iskemia, infak, dan nekrosis. Suatu hal yang sangat menarik
bahwa prevalensi sindroma antifosfolipid (aPL ) menunjukkan pada mielopati SLE
lebih tinggi dari SLE umumnya. Lavalle dkk. melaporkan " dari kasus memiliki
aPL positif dan pada penelitian lain dilaporkan sebanyak C#< penderita aPL positif.
$engan demikian, dianjurkan se7ara rutin pemeriksaan antibodi kardiolipin (0'0)
dan lupus antikoagulan (L0) harus diperiksa pada kasus yang melibatkan sistem
saraf (onam,!""#).
Pada SLE, biopsi dari kulit yang terkena memperlihatkan deposisi %g pada
lapisan antara dermal dan epidermal (dermal-epidermal unction>$E), jejas pada
keratinosit basal, dan peradangan yang didominasi oleh limfosit pada $E dan
sekitar pembuluh darah serta pada sebagian ke7il dari lapisan dermal. 4ulit yang
tidak terkena se7ara klinis juga dapat memperlihatkan deposisi %g pada $E (:ahn et
al,!""6).
8/18/2019 SLE Referat
10/34
"
Pada biopsi ginjal, pola dan keparahan jejas sangat penting dalam diagnosis
dan memilih penatalaksanaan yang tepat. Penelitian klinis lupus nephritis yang
banyak dipublikasi kebanyakan menggunakan klasifikasi 1orld :ealth GrganiBation
(1:G). etapi, The !nternational Society of "ephrology (%S9) dan #enal $athology
Society (&PS) telah mempublikasikan klasifikasi yang terbaru dan menyerupai
klasifikasi 1:G (Ta!el 1) yang kemungkinan akan mengganti standar 1:G.
4elebihan dari klasifikasi %S9>&PS adalah penambahan HaI untuk perubahan aktif
dan H7I untuk kronis, sehingga memberikan informasi kepada seorang dokter
mengenai prognosis dari penyakit ini (dapat reversible atau irreversible). Semua
klasifikasi berfokus pada penyakit glomerular, walaupun keberadaan penyakit
tubular interstitial dan vaskuler juga penting dalam manifestasi klinis. Pada
umumnya, penyakit kelompok %%% dan %A, begitu pula dengan penyakit kelompok A
yang disertai dengan kelompok %%% atau %A, sebaiknya ditangani dengan imunosupresi
yang agresif jika memungkinkan, karena terdapat risiko tinggi gagal ginjal tahap
akhir (end-stage renal disease>ES&$) jika pasien tidak ditangani atau terlambat
ditangani. Penanganan lupus nefritis tidak dianjurkan pada pasien dengan penyakit
kelopok % dan %% atau dengan perubahan irreversible yang luas. Pada anak, diagnosis
SLE dapat ditegakkan berdasarkan gambaran histologis renal walaupun tanpa kriteria
diagnosis lainnya (:ahn et al,!""6).
8/18/2019 SLE Referat
11/34
Ta!el 1. 4lasifikasi nefritis lupus menurut %nternational So7iety of 9ephrology
(%S9) dan &enal Pathology So7iety (&PS)
)la I$ &inimal &eangial Lupu Nep*riti
=lomerulus normal dengan mikroskop biasa, namun deposit imun mesangial nampak
dengan immunofluoresensi
)la II$&eangial Proli(erati+e Lupu Nep*riti
:iperselularitas mesangial murni dengan derajat apapun atau perluasan matriks
mesangial dengan mikroskop biasa disertai dengan deposit imun. +eberapa deposit
subepitel dan subendotel samar dapat terlihat dengan immunofluoresensi atau
mikroskop elektron namun tidak tampak dengan mikroskop biasa.
)la III$ ,o-al Lupu Nep*riti
=lomerulonephritis fokal aktif atau inaktif, segmental atau global endokapilar atau
ekstrakapiler terjadi pada J6"')2 Lesi aktif dan kronis / fo7al proliferative dan s7lerosing lupus
nephritis
'lass %%% (')2 Lesi inaktif kronis disertai dengan jaringan parut glomerularfo7al
s7lerosing lupus nephritis
)la I$ Di((ue Lupu Nep*riti
=lomerulonephritis difus aktif atau inaktif, segmental atau global endo atau
ekstrakapiler yang melibatkan 6"< dari seluruh glomerulus, biasanya dengan deposit
imun yang difus, disertai atau tanpa perubahan mesangial. 4elas ini dibagi atas lupus
nephritis segmental difus (%A/S) jika 6"< dari glomerulus yang terkena memiliki lesi
yang segmental dan lupus nephritis difus global (%A/=) jika 6"< dari glomerulus yang
terlibat memiliki lesi yang global. Segmental diartikan sebagai lesi glomerulus yang
melibatkan tidak lebih dari setengah dari unit glomerulus. 4elas ini termasuk kasus
dengan deposisi pada loop yang difus namun dengan sedikit atau tanpa proliferasi
glomerulus.
'lass %A/S (0)2 Lesi aktif Lupus nephritis diffuse segmental proliferative
'lass %A/= (0)2 Lesi aktif Lupus nephritis diffuse global proliferative
'lass %A/S (0>')2 Lesi aktif dan kronik lupus nephritis diffuse segmental
proliferative dan lupus nephritis s7lerosing
'lass %A/= (0>')2 Lesi aktif dan kronik lupus nephritis diffuse global proliferative
dan lupus nephritis s7lerosing
8/18/2019 SLE Referat
12/34
!
'lass %A/S (')2 Lesi inaktif kronis dengan jaringan parut lupus nephritis diffuse
segmental s7lerosing
'lass %A/= (')2 Lesi inaktif kronis dengan jaringan parut lupus nephritis diffuse
global s7lerosing
)la $ &em!ranou Lupu Nep*riti
$eposit imun subepitel global atau segmental atau dengan sekuele morfologis dilihat
dari pemeriksaan mikroskop dan dengan immunofluoros7en7e atau mikroskop
elektron, disertai atau tanpa perubahan mesangial. Lupus nephritis kelas A dapat
terjadi dengan kombinasi kelas %%% dan %A, dimana pada kasus ini keduanya dapat
didiagnosis. Lupus nephritis kelas A dapat memperlihatkan s7lerosis yang sudah berat.
)la I$Ad+an-ed S-leroti- Lupu Nep*riti
5"< dari glomerulus telah mengalami s7lerosis se7ara global tanpa aktivitas residual
4elainan hematologik berupa anemia hemolitik dengan retikulositosis,
lekopeni, limfopeni dan trombositopeni sering terjadi, bahkan purpura
trombositopeni idiopatik sering merupakan manifestasi pertama SLE. (4adang,
556).
2./ Diagnoi dan Pemerikaan
$iagnosis SLE ditegakkan berdasarkan kriteria %merican &ollege of
#heumatology '%) 5-! yang telah direvisi, yaitu jika paling sedikit ditemukan #
dari kriteria yang ada. 4riteria tersebut dapat dilihat pada ta!el 2 berikut
(onam,!""#)2
8/18/2019 SLE Referat
13/34
8
Ta!el 2. 4riteria diagnostik untuk SLE
No "ejala Penjelaan
alar &ash (+utterf ly
rash)
0danya eritema berbatas tegas, datar, atau
berelevasi pada wilayah pipi sekitar hidung
(wilayah malar)
! $is7oid rash +er7ak eritematous berelevasi sirkuler disertai
dengan sisik keratotik adherent. aringan parut
atropi dapat terjadi.
8 otosensitivitas Paparan terhadap sinar *A yang dapat
menimbulkan ber7ak/ber7ak
# *lkus oral ermasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapat
ditemukan
6 0rthritis 0rthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi
perifer disertai rasa nyeri, bengkak, atau efusi
C Serositis Pleurits atau perikarditis yang ditemukan melalui
E'= atau bukti adanya efusi pleura
D =angguan =injal Proteinuria K",6 g>hari atau 8?, atas serpihan
seluler
- =angguan neurologik Psikosis atau kejang tanpa penyebab yang jelas
5 =angguan hematologik 0nemia atau leukopenia hemolitik
" =angguan %munologis 0nti/ds$90, anti/Sm, dan>atau anti/phospholipid
0ntibodi 0ntinuklear umlah 090 yang abnormal ditemukan dengan
immunofluoros7en7e atau pemeriksaan serupa
jika diketahui tidak ada pemberian obat yang
dapat memi7u 090 sebelumnya.
$iagnosis SLE berdasarkan 7iri khas gejala klinisnya dan adanya
autoantibodi. 4riteria terkini untuk klasifikasi telah dijelaskan pada ta!el 2 dan
sebuah algoritme klasifikasi terdaftar pada gam!ar 2. 4riteria ini bertujuan untuk
mengkonfirmasi diagnosis SLE pada pasien yang termasuk dalam suatu penelitian3
penyusun penilitian menggunakan kriteria ini pada beberapa individu untuk menilai
ke7enderungan ter jadinya SLE. 4ombinasi # dari kriteria, yang terdokumentasi
8/18/2019 SLE Referat
14/34
#
pada saat apapun dalam riwayat medis pasien, membuat pasien 7enderung memilik i
SLE (spesifitas dan sensitivitas se7ara berurutan 56< dan D6
8/18/2019 SLE Referat
15/34
6
"am!ar 2. 0lgoritma diagnosis dan penatalaksanaan SLE
8/18/2019 SLE Referat
16/34
C
P e m ba h a s an u m u m d a n a ni f e s ta s i siste mik
Pada onsetnya, SLE dapat melibatkan satu atau beberapa sistem organ.
$alam selang waktu tertentu, gejala tambahan dapat terjadi. +eberapa autoantibodi
spesifik dapat ditemukan pada saat mun7ulnya gejala klinis. ingkat keparahan SLE
beragam mulai dari ringan dan intermediate sampai parah dan fulminan. +eberapa
pasien mengalami eksaserbasi diantarai oleh masa yang relatif tenang3 remisi
permanen sempurna (:ilangnya gejala tanpa pengobatan) jarang terjadi. =ejala
sistemik, utamanya malaise dan mialgia>arthralgia, sering didapatkan. Penyakit
sistemik yang berat memerlukan terapi glukokortikoid dapat terjadi dengan demam,
letih, berat badan berkurang, dan anemia disertai atau tanpa manifestasi organ target
lainnya (:ahn et al,!""6).
anif estasi uskuloskeletal
4ebanyakan pasien SLE memiliki poliarthritis intermitten, berderajat mulai
ringan hingga ke7a7atan, ditandai dengan pembengkakan jaringan lunak dan nyeri
pada sendi, paling sering pada tangan, pergelangan tangan, dan lutut. $eformitas
sendi (tangan dan kaki) terjadi hanya pada "< pasien. Erosi pada gambaran M/ray
sendi jarang ditemukan. 4eberadaannya menandakan peradangan arthropati non
lupus seperti rheumatoid arthritis. +eberapa ahli memperkirakan bahwa erosi dapat
juga terjadi pada SLE. ika nyeri bertahan pada satu sendi, seperti lutut, bahu, atau
pinggang, diagnosis nekrosis iskemik tulang perlu dipertimbangkan, terutama jika
tidak ada manifestasi SLE aktif lainnya (:ahn et al,!""6).
Prevalensi nekrosis iskemik tulang meningkat pada SLE, terutama pada
pasien yang ditangani dengan glukokortikoid sistemik. yositis dengan kelemahan
8/18/2019 SLE Referat
17/34
D
otot klinis, peningkatan kadar kreatinin kinase, &% S7an positif, dan nekrosis otot
dan peradangan pada biopsi dapat terjadi, walaupun kebanyakan pasien mengalami
myalgia tanpa myositis yang jelas. erapi glukokortikoid dan antimalaria dapat juga
menyebabkan kelemahan otot. Efek samping ini mesti dibedakan dari penyakit aktif
(:ahn et al,!""6).
ani f e s t asi Pen y akit 4 ulit
Lupus dermatitis dapat diklasifikasikan sebagai discoid lupus erythematosus ($LE),
ber7ak sistemik, subacute cutaneous lupus erythematosus (S'LE), atau lainnya. Lesi
diskoid merupakan lesi kasar sirkuler disertai dengan sedikit peninggian, lingkaran
eritematosa hiperpigmentasi bersisik, dan pusat depigmentasi dengan atropi dimana
semua bagian demal se7ara permanen rusak. Lesi dapat memperburuk estetik,
terutama pada wajah dan kulit kepala. Pengobatan utamanya merupakan
kortikosteroid topikal atau injeksi lokal dan antimalaria sistemik. :anya 6< individu
dengan $LE memiliki SLE (walaupun setengahnya memiliki 090 yang positif)3
namun, di antara individu dengan SLE, sebanyak !"< memiliki $LE. 4ebanyakan
ber7ak SLE yang umum bersifat fotosensitif, eritema sedikit meninggi, bersisik, pada
wajah (utamanya pada pipi dan sekitar hidung the Ibuterfly rashI), telinga, dagu,
daerah A pada leher, punggung atas, dan bagian ekstensor dari lengan. emberatnya
ber7ak ini kadang disertai dengan serangan penyakit sistemik. S'LE mengandung
ber7ak merah bersisik mirip dengan psoriasis atau lesi sirkuler datar kemerahan.
Pasien dengan manifestasi ini sangat fotosensitif3 kebanyakan memiliki antibodi
terhadap &o (SS/0). +er7ak SLE lainnya termasuk urtikaria rekuren, dermatitis
li7hen planus/like, bullar, dan pannikulitis (Hlupus profundusI). +er7ak dapat ringan
8/18/2019 SLE Referat
18/34
-
atau berat, dan dapat menjadi manifestasi utama penyakit ini. *lkus ke7il dan nyeri
pada mukosa oral dan nasal umum pada SLE, lesinya mirip dengan ulkus pada
sariawan (:ahn et al,!""6).
ani f e s t asi &e n al
9ephritis biasanya manifestasi SLE yang paling berat, terutama karena nephritis dan
infeksi merupakan penyebab utama mortalitas pada dekade pertama penyakit ini.
4arena nephr itis asimptomatik pada kebanyakan pasien SLE, urinalisis sebaiknya
dilakukan pada pasien yang di7urigai mengalami SLE. 4lasifikasi dari lupus
nephritis berdasar dari gambaran histologis (ta!le 1). +iopsi renal berguna untuk
meren7anakan terapi terkini atau di masa akan datang. Pasien dengan bentuk
kerusakan glomerulus proliferatif berbahaya (%S9 %%% dan %A) biasanya memiliki
hematuria dan proteinuria mikroskopik (K6"" mg per !# jam). Sekitar setengah
pasien mengalami sindrom nephrotik, dan kebanyakan terjadi hipertensi. ika
glomerulonephritis proliferatif difus ($P=9) tidak ditangani, kebanyakan pasien
akan mengalami ES&$ dalam ! tahun diagnosis. Sehingga, imunosupresi agresif
diindikasikan (kebanyakan kortikosteroid sistemik disertai dengan obat sitotoksik),
ke7uali kerusakan irrversibel. Etnis 0frika/0merika lebih 7enderung mengidap
ES&$ dibandingkan dengan ras 4aukasia, bahkan dengan kebanyakan terapi terkini.
$i 0merika Serikat, sekitar !"< individu dengan lupus $P=9 meninggal atau
mengalami ES&$ setelah " tahun diagnosis ditegakkan. %ndividu tersebut
membutuhkan pengendalian SLE yang agresif dan dari komplikasi penyakit ginjal.
Segelintir pasien SLE dengan proteinuria (biasanya nephrotik) memiliki perubahan
glomerulus membranous tanpa proliferasi pada pemeriksaan biopsi gin jal.
8/18/2019 SLE Referat
19/34
5
Prognosisnya lebih baik daripada mereka dengan $P=9, namun proteinuria
7enderung merupakan keadaan yang berkelanjutan, disertai dengan serangan yang
membutuhkan penanganan ulang selama beberapa tahun. *ntuk kebanyakan orang
dengan lupus nephritis, per7epatan aterosklerosis menjadi penting setelah beberapa
tahun, perhatian berlebih diberikan untuk mengendalikan tekanan darah,
hiperlipidemia, dan hiperglikemia (Sukmana,!""#3 :ahn et al,!""63 +artels,!""-).
ani f e stasi Sist e m S a raf
0da banyak manifestasi sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer pada SLE,
pada beberapa pasien tertentu hal ini merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas.
Penting untuk melakukan pendekatan diagnostik dengan menanyakan apakah
gejalanya akibat SLE atau penyakit lain (seperti infeksi pada individu
immunocompromised ). ika gejala berhubungan dengan SLE, sebaiknya ditentukan
apakah mereka disebabkan oleh proses difus atau penyakit oklusif vaskuler.
anifestasi klinis SSP paling umum adalah disfungsi kognitif, termasuk kesulitan
dalam mengingat dan memberikan alasan. Sakit kepala juga umum terjadi. ika
terjadi mendadak berat, maka ini menandakan serangan SLE, jika lebih ringan, sulit
dibedakan dengan migraine atau sak it kepala tipe tegang (=risolia,!""6).
4ejang dari beberapa tipe dapat disebabkan oleh lupus, penanganan
seringkali membutuhkan antiseiBure dan immunosupresif. Psikosis dapat men jadi
manifestasi dominan pada SLE. :al ini mesti dibedakan dengan psikosis akibat
glukokortikoid. ;ang terakhir biasanya terjadi pada minggu pertama pemberian
glukokortikoid, pada dosis prednisone #" mg harian atau sederajat. Psikosis sembuh
beberapa hari setelah pemberian kortikosteroid diturunkan atau dihentikan.
8/18/2019 SLE Referat
20/34
!"
yelopati tidak jarang dan seringkali menimbulkan ke7a7atan, terapi
immunosupresif segera dimulai dengan glukokortikoid merupakan standar terapi
(:ahn et al,!""63 =risolia,!""6).
Gklusi A a skuler
Prevalensi dari transient ischemic attacks( stroke, dan infark myokard
meningkat pada pasien SLE. 4ejadian vaskuler ini meningkat, namun tidak ekslusif,
pada pasien SLE dengan antibodi terhadap fosfolipid (aPL). Sepertinya antibodi
antifosfoli pid ini berkaitan dengan hiperkoagulabilitas dan kejadian thrombotik akut,
dimana penyakit kronis berkaitan dengan per7epatan atheros7lerosis. %skemia pada
otak dapat disebabkan oleh oklusi fokal (baik noninflamasi atau berkaitan dengan
vaskulitis) atau dengan embolisasi dari plak arteri karotid atau dari vegetasi fibrinous
dari Libman/Sa7k endokarditis. Pemeriksaan yang tepat untuk aPL (lihat dibawah)
dan untuk sumber emboli sebaiknya dilakukan pada pasien seperti ini untuk
memperkirakan kebutuhan, intensitas, durasi dari terapi antiinflamasi dan>atau
antikoagulasi. Pada SLE, infark myokard merupakan manifestasi utama pada
atheros7lerosis. Peningkatan risiko kejadian vaskuler dapat men7apai D hingga
sepuluh kali lipat se7ara keseluruhan, dan lebih tinggi pada wanita. Peran dari terapi
statin pada SLE masih dalam penelitian (:ahn et al,!""63 =risolia,!""6).
anif estasi Pulmoner
anifestasi pulmoner yang paling sering terjadi pada SLE adalah pleuritis
dengan atau tanpa efusi pleural. =ejala ini, jika ringan, dapat berespons dengan
pemberian terapi 9S0%$ (nonsteroidal antiinflammatory drugs). ika lebih berat,
8/18/2019 SLE Referat
21/34
!
pasien membutuhkan terapi glukokortikoid. %nfiltrat pulmoner dapat juga terjadi
sebagai manifestasi SLE aktif dan sulit dibedakan dari infeksi pada gambaran
radiologi. anifestasi pulmoner yang membahayakan nyawa termasuk peradangan
interstitial yang menyebabkan fibrosis, sindrom paru menyusut, dan perdarahan
intraalveolar. Semua kemungkinan ini membutuhkan terapi immunosuppresif yang
agresif se7ara dini, begitu pula dengan perawatan suportif (:ahn et al,!""6).
ani f e stasi Pe n y akit a ntung
Peri7arditis merupakan manifestasi kardiak yang paling umum terjadi3
biasanya ini berespon dari terapi antiinflamasi dan jarang mengakibatkan tamponade
jantung. anifestasi kardiak yang lebih berat adalah miokarditis dan endo7arditis
Libman/Sa7ks fibrinous. 4eterlibatan endokardial dapat menyebabkan insufisiensi
valvular, kebanyakan katup mitral atau aorta, atau kejadian embolik. +elum terbukti
bahwa terapi glukokortikoid atau imunosuppressif dapat menyebabkan perbaikan
lupus miokarditis atau endo7arditis, namun umum dilakukan pemberian dosis tinggi
steroid bersamaan dengan terapi suportif yang tepat untuk gagal jantung, aritmia,
atau kejadian embolik. Pasien dengan SLE mengalami peningkatan risiko infark
miokard, biasanya akibat per7epatan terjadinya atheros7lerosis, dimana kemungkinan
diakibatkan oleh peradangan kronis dan>atau kerusakan oksidatif pada lipid dan pada
organ (onam,!""#3 :ahn et al,!""63 =r isolia,!""6).
anif est asi :e mato logi k
anifestasi hematologik yang paling sering pada SLE adalah anemia,
biasanya normokromik normositik, menandakan adanya penyakit kronis. :emolisis
8/18/2019 SLE Referat
22/34
!!
dapat 7epat dalam onset dan beratnya, sehingga membutuhkan terapi glukokortikoid
dosis tinggi, dan ini efektif pada kebanyakan pasien. Leukopenia juga sering dan
hampir selalu mengandung limfopenia, bukan granulositopenia. 4eadaan ini jarang
memudahkan terjadinya infeksi dan biasanya tidak membutuhkan terapi.
rombositopenia merupakan masalah yang berulang. ika hitung platelet K#".""">L
dan perdarahan abnormal tidak terjadi. erapi glukokortikoid dosis tinggi (misal,
mg>kg per hari dengan prednison atau yang seimbang) biasanya efektif untuk
beberapa episode per tama trombositopenia berat. 0nemia hemolitik dan
trombositopenia rekuren atau berkepanjangan, atau penyakit yang membutuhkan
dosis yang sangat tinggi dari glukokortikoid harian, sebaiknya ditangani dengan
strategi tambahan (onam,!""#3 :ahn et al,!""6).
ani f e s t asi =astroin te stinal
ual, seringkali dengan muntah, dan diare dapat menjadi manifestasi dari
suatu serangan SLE, seperti nyeri abdominal difus yang disebabkan oleh peritonitis
autoimun. Peningkatan serum aspartate aminotransferase (0S) dan alanine
aminotran f erase (0L) umum jika SLE sedang aktif. anifestasi ini biasanya
membaik se7ara perlahan selama pemberian terapi glukokortikoid sistemik.
Aaskulitis yang melibatkan usus dapat mengan7am nyawa. Perforasi, iskemia,
perdarahan, dan sepsis adalah komplikasi yang sering terjadi. erapi
immunosuppressif dengan glukokortikoid dosis tinggi disarankan untuk
pengendalian jangka pendek, terjadinya rekurensi merupakan indikasi dari terapi
tambahan (onam, 556).
8/18/2019 SLE Referat
23/34
!8
2.0 Penatalakanaan
idak ada terapi untuk menyembuhkan SLE, dan remisi sempurna jarang
terjadi. Sehingga dokter sebaiknya meren7anakan untuk mengendalikan serangan
akut yang berat dan kemudian mengembangkan strategi untuk menekan gejala pada
kadar yang dapat diterima dan men7egah kerusakan organ. Penatalaksanaan
men7akup penatalaksanaan umum dan terapi konservatif (:ahn, !""6).
+entuk penanganan umum pasien dengan SLE antara lain (Sukmana,!""#)2
1. #elela*an
:ampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya kita harus
mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau karena
penyakit lain yaitu2 anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal atau komplikasi
pengobatan dan emotional stress. =ejala ini merupakan manifestasi yang
berhubungan dengan disfungsi sitokin dalam proses inflamasi sehingga peningkatan
keluhan dapat sebagai parameter aktivitas inflamasi. *paya mengurangi kelelahan di
samping pemberian obat ialah2 7ukup istirahat, batasi aktivitas, dan mampu
mengubah gaya hidup.
2.&erokok
1alaupun prevalensi SLE lebih banyak pada wanita, 7ukup banyak wanita perokok.
4ebiasaan merokok akan mengurangi oksigenisasi, memperberat fenomena &aynaud
yang disebabkan penyempitan pembuluh darah akibat bahan yang terkandung pada
sigaret>rokok.
8/18/2019 SLE Referat
24/34
!#
%. )ua-a
1alaupun di %ndonesia tidak ditemukan 7ua7a yang sangat berbeda dan
hanya ada dua musim, akan tetapi pada sebagian penderita SLE khususnya dengan
keluhan artritis sebaiknya menghindari perubahan 7ua7a karena akan mempengaruhi
proses inf lamasi.
'. Stre dan trauma (iik
+eberapa penelitian mengemukakan bahwa perubahan emosi dan trauma fisik
dapat mempengaruhi sistem imun melalui2 penurunan respons mitogen limfosit,
menurunkan fungsi sitotoksik limfosit dan menaikkan aktivitas sel 94 ( "atural
)iller ). 4eadan stress tidak selalu mempengaruhi aktivasi penyakit, sedangkan
trauma fisik dilaporkan tidak berhubungan dengan aktivasi SLE/nya. *mumnya
beberapa peneliti sependapat bahwa stress dan trauma fisik sebaiknya dikurangi atau
dihindari karena keadaan yang prima akan memperbaiki penyak itnya.
/. Diet
idak ada diet khusus yang diperlukan pasien LES, makanan yang berimbang
dapat memperbaiki kondisi tubuh. +eberapa penelitian melaporkan bahwa minyak
ikan ( fish oil ) yang mengandung eicosapentanoic acid dan docosahe*anoic acid
dapat menghambat agregasi trombosit, leukotrien dan 6/lipoMygenase di sel monosit
dan polimorfonuklear. Sedangkan pada penderita dengan hiperkolesterol perlu
pembatasan makanan agar kadar lipid kembali normal.
0. Sinar mata*ari inar ultra +iolet2
Seperti diketahui bahwa sinar ultra violet mempunyai tiga gelombang, dua
dari tiga gelombang tersebut (8!" dan #"" nm) berperan dalam proses fototoksik.
8/18/2019 SLE Referat
25/34
!6
=elombang ini terpapar terutama pada pukul " pagi s>d pukul 8 sore, sehingga
semua pasien SLE dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari pada
waktu/waktu tersebut.
3. #ontraepi oral
Se7ara teoritis semua obat yang mengandung estrogen tinggi akan
memperberat LES, akan tetapi bila kadarnya rendah tidak akan membahayakan
penyakitnya. Pada penderita SLE yang mengeluh sakit kepala atau tromboflebitis
jangan menggunakan obat yang mengandung estrogen.
Pengobatan farmakologis untuk SLE, antara lain (Sukmana,!""#3
=risolia,!""63 +artels,!""-)2
1. Steroid itemik
;ang paling penting pada pengobatan SLE adalah pertimbangan untuk
memilih regimen pengobatan karena pengobatan akan berlangsung lama, dengan
berbagai efek samping yang akan terjadi. SLE dibagi dua kelompok besar ($ubois),
yaitu 2
/ 4elompok ringan
ermasuk pada kelompok ini ialah2 demam, artritis, perikarditis ringan, efusi
pleura>perikard ringan, kelelahan dan sakit kepala.
/ 4elompok berat
ermasuk pada kelompok ini ialah2 efusi pleura dan perikard masif, penyakit
ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut,
8/18/2019 SLE Referat
26/34
!C
miokarditis, lupus pneumonitis dan perdarahan paru. 4euntungan pembagian ini
ialah untuk menentukan dosis steroid atau obat lainnya.
2. Panduan umum derajat SLE ringan
4 0spirin dan obat antiinflamasi nonsteroid merupakan pilihan utama.
4 $osis disesuaikan dengan derajat penyakitnya.
4 Penambahan obat anti malaria hanya dikhususkan bila ada skin rash dan lesi di
mukosa membran.
4 +ila pengobatan tersebut gagal, dapat ditambah prednison !,6 mg / 6 mg>hari,
dapat dinaikkan se7ara bertahap !"< tiap /! minggu, sesuai kebutuhan.
%. Panduan umum derajat SLE !erat
/ Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama.
/ Gbat anti inflamasi nonsteroid dan anti malaria tidak di berikan.
/ Pemberian prednison dan lama pemberian disesuaikan dengan kelainan organ
sasaran yang terkena
'. Pengo!atan pada kau4kau k*uu
a. Anemia *emolitik autoimun.
Prednison2 C"/-" mg>hari (/,6 mg>4g++>hari). +ila dalam beberapa hari
sampai minggu belum ada perbaikan maka dosis dapat ditingkatkan sampai ""
mg/!" mg>hari. *mumnya respons penuh akan di7apai dalam -/! minggu.
!. Trom!oitopenia autoimun.
Prednison 2 C"/-" mg>hari (/,6 mg>4g++.>hari). +ila tidak ada respons dalam #
minggu ditambahkan %munoglobulin intravena (%A%=) ",# mg>4g++.>hari selama
6 hari berturut/turut.
8/18/2019 SLE Referat
27/34
!D
-. akuli itemik akut.
Prednison 2 C"/"" mg>hari, umumnya respons akan terlihat dalam beberapa hari3
ke7uali pada kasus dengan komplikasi gangren di tungkai, respons terlihat dalam
beberapa minggu. Pada keadaan akut diberikan steroid parenteral.
d. Perikarditi
- #ingan 2 obat anti inflamasi non steroid atau anti malaria. +ila dengan obat ini
tidak efektif dapat diberi prednison !"/#" mg>har i.
- Berat 2 prednison mg >4g++.>hari.
e. &iokarditi
Prednison mg>4g++>hari, bila tidak efektif dapat dikombinasi dengan
siklofosfamid.
(. E(ui pleura
Prednison 6/#" mg>hari. +ila efusi masif, lakukan pungsi pleura>drainage.
g. Lupu pneumoniti
Prednison /,6 mg>4g++.>hari selama #/C minggu.
*. Lupu ere!ral
etil prednisolon ! mg>4g++.>hari untuk 8/6 hari, bila berhasil dilan jutkan
pemberian oral 6/D hari lalu diturunkan perlahan.
etil prednisolon pulse dosis selama 8 hari berturut/turut.
i. Lupu Ne(riti
Penatalakanaan umum
N
+ila tidak ada kontraindikasi semua pasien dengan SLE sebaiknya dibiopsi.
+iopsi dapat diulang jika dalam perjalanan pengobatan, gejalanya menetap atau
memburuk.
N $iet rendah garam jika ditemukan hipertensi, rendah lemak jika ada
hiperlipidemia atau sindrom nefritis, begitu juga diet rendah protein disesuaikan
dengan derajat penyakitnya. 4alsium dapat diberikan untuk mengurangi efek
samping osteoporosis karena steroid.
8/18/2019 SLE Referat
28/34
!-N $iuretika dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan.
N Pemeriksaan rutin periodik meliputi pemeriksaan 2 Sedimen urin, *rin !# jam (
protein)5 4reatinin dan ''5 0lbumin serum5 anti $90
Pemeriksaan diulang sesuai dengan perkembangan penyakit2 pantau efek
samping steroid dan komplikasi yang terjadi selama pengobatan (infeksi dll), hindari
pemberian salisilat dan obat antiinflamasi non steroid karena akan memperberat kerja
ginjal, Penanganan hipertensi yang baik, hindari kehamilan bila L9 masih aktif.
0spirin hanya diberikan selektif bila ada anti fosfolipid (Sukmana,!""#).
Pengobatan L9 se7ara umum (memenuhi kriteria 0&0), yaitu Prednison2
mg>4g++>hari untuk C/! minggu. Setelah itu dapat diturunkan se7ara bertahap.
Pengelolaan L9 sampai sekarang masih kontroversial. ujuan utamanya adalah
men7egah perburukan penyakit.
Panduan pengo!atan euai kela 6H7 (Sukmana,!""#)
4elas % 2 idak ada pengobatan khusus.
4elas %% 2 esangial (%%0) tidak memerlukan pengobatan.
Pada pasien kelas %% +3 dengan protein lebih g, titer $90 tinggi,
dan '8 rendah dapat diberi prednison !"mg>hari selama C minggu
sampai 8 bulan, setelah itu diturunkan bertahap.
4elas %%% 2 *mumnya pemberian steroid digabung dengan siklofosfamid
4elas %A 2 Prednison 2 mg>4g++> hari selama C/! minggu
4elas A 2 *mumnya tidak diberi siklofosfamid.
Protokol pemberian siklofosfamid $osis ",6/ g>m!
luas permukaan badan
diberikan se7ara bolus (per infus) tiap bulan selama C bulan, selanjutnya tiap 8 bulan
sampai /! tahun kemudian, atau total dosis men7apai " g. Protokol pemberian
pulse metil prednisolon $osis g %A (bolus) selama 8 hari berturut/turut.
$iindikasikan pada oliguria akut 'renal failure+( lupus serebral dengan koma, dan
lupus krisis (acute ser ious SLE ) (Sukmana,!""#).
2.3 ,ollo8 Up
8/18/2019 SLE Referat
29/34
!5
$iet khusus perlu diperhatikan dengan melihat keadaan ginjal, jantung, atau
komplikasi SLE lainnya. Pembatasan aktivitas umum (berkendaraan,
mengoperasikan mesin, berenang), terutama bila pada pasien dijumpai kejang.
Pembatasan aktivitas juga dilakukan pada pasien dengan kelainan otak, mielopati,
gangguan visual, dan sindrom neuromuskular (=r isolia,!""6).
4omplikasi yang paling sering terjadi pada pasien SLE adalah infeksi
oportunistik akibat terapi imunosupresan jangka panjang, osteonekrosis, dan
penyakit aterosklerosis dan infark miokard prematur. Prognosis penyakit sangat
8/18/2019 SLE Referat
30/34
8"
bervariasi. Prognosis lebih buruk bila terdapat kerusakan renal dan susunan saraf
pusat (+artels,!""-).
Edukasi yang penting bagi pasien adalah dengan menghindari pajanan sinar
matahari bila terdapat fotosensitivitas, meminimalkan penggunakan 9S0%$s dan
salisilat, dan selalu rutin berkunjung ke dokter (+artels,!""-).
8/18/2019 SLE Referat
31/34
8
BAB III
PENUTUP
%. 1 #eimpulan
4esimpulan dari penulisan makalah tinjauan kepustakaan ini antara lain 2
. Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan salah satu penyakit autoimun
dengan kerusakan target organ dan sel yang disebabkan oleh tissue-binding
autoantibodi dan kompleks imun.
!. $asar mekanisme patogenik dari SLE adalah adanya interaksi antara faktor gen
predisposisi dan lingkungan yang menghasilkan respons imun yang abnormal.
8. Perjalanan alamiah penyakit SLE sangat bervariasi dari penyakit dengan gejala
ringan hingga penyakit yang progresif 7epat dan fatal.
#. $iagnosis SLE ditegakkan berdasarkan kriteria %merican &ollege o f
#heumatology '%) 5-! yang telah direvisi, dapat ditegakkan jika paling
sedik it ditemukan # dari kriteria yang ada.
6. Pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya keterlibatan organ/organ vital, sehingga penanganan dan pen7egahan
komplikasi dapat dilakukan se7epat/7epatnya.
C. +elum ada terapi untuk menyembuhkan SLE, dan remisi sempurna jarang terjadi,
sehingga dokter perlu meren7anakan untuk mengendalikan serangan akut yang
berat dan kemudian mengembangkan strategi untuk menekan gejala penyakit.
8/18/2019 SLE Referat
32/34
8!
%.2 Saran
Penatalaksanaan SLE masih terus berkembang, berbagai sentra melakukan
penelitian dalam upaya meningkatkan kualitas hidup pasien SLE. ersedianya sarana
laboratorium dan diagnostik yang memadai memudahkan diagnosis dini. ingkat
ekonomi pasien perlu dipertimbangkan dengan bijak agar pembiayaan dapat ditekan
seke7il/ke7ilnya dengan memilih pemeriksaan yang sangat diperlukan sesuai dengan
skala prioritas.
8/18/2019 SLE Referat
33/34
86
DA,TA9 PUSTA#A
. Sukmana, 9anang. Penatalaksanaan SLE pada +erbagai arget Grgan. &ermin
,unia )edokteran !""63#!2!D/8"
!. 4adang, .4.3 0ndilolo,.4. Lupus Eritematosus Sistemik2 Laporan 4asus.
&ermin ,unia )edokteran !""63-C2 #"/!
8. :ahn, +evra :annahs. Systemi7 Lupus Erytematosus. ,alam :arrisonOs
Pr in7iples of %nternal edi7ine, edisi ke/C. Editor2 4asper, $.L.3 +raunwauld,
E.3 au7i, 0.3 :auser,S.3 Longo, $.3 ameson, L..3 et al . 7=raw/:ill
Professional, !""6.
#. &iyanto, :arun. Peniru *lung Lupus Eritematosus Sistemik. -emari
!""-3-6(5)2
6. &ahman 0, %senberg $0. e7hanisms of disease systemi7 lupus
erythematosus. 9 Engl ed. !""-386-25!5/85.
C. +artels, '..3 :ildebrand, . Systemi7 Lupus Erytematosus. Emergen7y
edi7ine eMtbook. Editor2 LoBada, '.. et al . 1eb$, !""-. (0vailable at
w w w.e edi7i n e . 7 o m, diakses pada tanggal C ebruari !"#).
D. onam3 urana, ;uda3 oeliono .L. anifestasi 9eurologi pada Lupus
Eritematosus Sistemik. &ermin ,unia )edokteran !""#3#!288/6
-. =risolia, .S.3 Systemi7 Lupus Erytematosus. Emergen7y edi7ine eMtbook.
Editor2 4ent, homas 0.3 et al . 1eb$, !""6. (0vailable at
w w w.e edi7i n e . 7 o m, diakses pada tanggal C ebruari !"#).
5. &ahman 0, %senberg $0. e7hanisms of disease systemi7 lupus erythematosus.
9 Engl ed. !""-386-25!5/85.
". 0grawal S. Lupus nephritis2 an update on pathogenesis. %ndian &heumatol
0sso7. !""63!2/6.
. ok '', Lau 'S. Pathogenesis of systemi7 lupus erythematosus. 'lin Pathol.
!""636C2#-/5".
!. 'ervera &, ont . herapeuti7 perspe7tives in systemi7 lupus erythematosus.
'urr &heuma &ev. !""632#6/D.
8. $O'ruB $P. Systemi7 lupus erythematosus. +r ed .!""C388!2-5"/#.
#. $avidson 0, $iamond +, 1ofsy $, $aikh $. +lo7k and ta7kle2 'L0#%g takes
on lupus. Lupus. !""63#25D/!"8.
http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/
8/18/2019 SLE Referat
34/34
6. udd P0, eague +9, arris 0$. &egulatory 7ells and systemi7 lupus
erythematosus. S7and %mmunol. !""C2C#2!/-.
C. Aalen7ia F, ;arboro ', %llei =, Lipsky PE. $efi7ient '$#?'$!6 (high)
regulatory 7ell fun7tion in patients with a7tive sys/ temi7 lupus
erythematosus. %mmunol. !""D3D-2!6D5/--.
D. 4ang :/4, i7haels 0, +erner +&, $atta S4. Aery low dose toleran7e with
nu7leosomal peptides 7ontrols lupus and indu7es potent regulatory /7ell
subsets. %mmunol. !""63D#28!#D/66.
-. 1ong 44. he '$!->'L0#>+D pathway in immunologi7al regulation2 the
basis of disease and the promise of therapy. *niv oronto ed .
!""D3-#3828/6.