Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Keuangan APBD 20122

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Keuangan APBD 20122

Citation preview

Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Keuangan APBD 2012

Salam Bahagia. Artikel ini saya dapat dari http://www.kangdadang.com/. Tentang Sisdur Pengelolaan Keuangan, terkhusus untuk para bendahara pengeluaran dan pengelola keuangan SKPD. SOP ini masih menggunakan Perpres 54 tahun 2010, jadi sesuaikan kembali dengan Perpres 70/2012 dan peraturan yang berlaku.Bagi para bendaharawan yang memegang jabatan sebagai bendahara, barangkali masih banyak yang belum mengetahui seluk beluk dalam pengspj-an. Beberapa bendahara masih bingung dalam hal kelengkapan SPJ. Misalnya SPJ perjalanan dinas apa sih yang musti dilengkapi, SPJ konsumsi apa sih bukti pendukungnya, dll. Nah Apa saja kelengkapan atau bukti pendukung SPJ tersebut yang biasa di SPJkan Pemda, silahkan baca saja sampai selesai artikel ini. dan jika ada masukan maupun sharing silahkan email saya di: [email protected]

SOP Pengelolaan APBD 2012 :1. Pemerintah Provinsi Daerah (X)2. Menyeragamkan langkah dan tindakan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan dan barang daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Diharapkan menjadi acuan bagi pejabat/aparat pengelola keuangan dan barang milik daerah dalam rangka melaksanakan tertib administrasi pengelolaan keuangan dan barang milik daerah.3. Pelaksanaan Program dan Kegiatan Dinas dari Sisi Anggaran berjalan lancar, tertib, efektif, efisien, dan akuntabel. Laporan Keuangan Dinas tepat waktu dan wajar, memberikan kontribusi dalam meraih wajar tanpa pengecualian (WTP) bagi laporan keuangan Provinsi (X). Meminimalkan temuan Pemeriksa. Menghindari penumpukan pekerjaan pada akhir tahun.4.Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran

1.Pemeriksaan kas yang dikelola Bendahara Pengeluaran sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.

2.Menyetujui atau menolak SPJ pengeluaran yang diajukan olehBendahara Pengeluaran.

3.Mengawasi pelaksanaan anggaran yang dilaksanakan oleh PPTK.

4.Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah Provinsi (X).

5.Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab kepada Pengguna Anggaran.

6.Pengguna Anggaran akan melakukan evaluasi kegiatan setiapbulan sekali.

5.Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD)

1.Meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh BendaharaPengeluaran dan diketahui/disetujui oleh PPTK;

2.Meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS Gaji dan tunjangan PNS serta penghasilanlainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang disampaikan olehBendahara Pengeluaran;

3.Melakukan verifikasi SPP

4.Menyiapkan SPM

5. Melakukan verifikasi SPJ

6.Melaksanakan Akuntansi Dinas (X)

7.Menyiapkan Laporan Keuangan Dinas (X);

8.Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset(PPKA) Provinsi (X) secara berkala setiap sebulan sekali;

9.Membuat register SPJ pengeluaran yang disampaikan olah Bendahara Pengeluaran dalam bukuregister penerimaan SPJ pengeluaran;

10.Membuat register SPJ pengeluaran yang telah disahkan oleh Pengguna Anggaran ke dalam buku register pengesahan SPJ pengeluaran;

11.Membuat register SPJ pengeluaran yang telah ditolak oleh Pengguna Anggaran ke dalam buku register penolakan SPJ pengeluaran.

6.Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK

1.Mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

2.Menyiapkan dokumen anggaran atas beban Penerimaan dan pengeluaranpelaksanaan kegiatan;

3.Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Dinas(X) secara rutin dalam bentuk aporan.

4.Pada akhir kegiatan, PPTK menyusun laporan pelaksanaan kegiatan yangmenjadi tanggung jawabnya;

5.Dalam pertanggungjawaban keuangan, PPTK dapat dibantu Staf yangmenangani pembukuan keuangan kegiatan selanjutnya disebut PUMK.

6.Koordinasi dengan Pemegang Barang/Pengurus Barang terhadap realisasidan pengunaan belanja Bahan Pakai Habis, Belanja Bahan/Material danBelanja Modal.

7.PPTK bertanggung jawab kepada Pengguna Anggaran/Kuasa PenggunaAnggaran melalui atasan langsungnya.

7.Bendahara Penerimaan

1.Menerima, Menyetorkan, Menatausahakan, dan Mempertanggung-jawabkanpenerimaan PAD.

2.Dalam pelaksanaan tugas pengelolaan Pendapatan di UPTD dibantu oleh BendaharaPenerimaan Pembantu.

3.5. Bendahara Pengeluaran

4.meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PenggunaAnggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

5.menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam surat perintahpembayaran;

6.menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

7.Menguji kebenaran dan kelengkapan dokumen pertanggungjawaban ;

8.Melakukan pencatatan bukti-bukti pembelanjaan dana dari UP/GU/TU, dan LS padaBuku Kas Umum, Buku Pembantu Kas, Buku Pembantu Bank, Buku Pembantu Pajak,Buku Pembantu Panjar, dan Buku Pembantu Pengeluaran Perincian Objek Belanja;

8.Pengurus Barang dan Pemegang Barang

1.Melakukan pembukuan barang-barang yang berasal dari realisasi BelanjaBahan Pakai Habis dan Belanja Bahan/Material yang tercantum dalamDokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) pada Daftar Persediaan.

2.Melakukan pembukuan barang-barang yang berasal dari realisasi BelanjaModal yang tercantum dalam APBD pada Daftar Aset.

3.Koordinasi dengan PPTK terhadap realisasi belanja bahan pakai habis, belanjabahan/material dan belanja modal.

4.Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pengelolaan persediaan dan asetkepada Kepala Dinas.

8.Pengurus Barang dan Pemegang Barang

1.Melakukan pembukuan barang-barang yang berasal dari realisasi BelanjaBahan Pakai Habis dan Belanja Bahan/Material yang tercantum dalamDokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) pada Daftar Persediaan.

2.Melakukan pembukuan barang-barang yang berasal dari realisasi BelanjaModal yang tercantum dalam APBD pada Daftar Aset.

3.Koordinasi dengan PPTK terhadap realisasi belanja bahan pakai habis, belanjabahan/material dan belanja modal.

4.Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pengelolaan persediaan dan asetkepada Kepala Dinas.

9.Pemegang Panjar Kerja atau PUMK

1.Melaksanakan pembukuan keuangan dan kegiatan yangdiampunya;

2.Mempersiapkan bahan pengajuan SPP;

3.Menyusun rekapitulasi SPJ kegiatan;

4.Mengkompilasi dokumen kegiatan yang telah di setujui;

5.Mengarsip dan menyampaikan dokumen kegiatan ke Subbag.Keuangan;

6.Melakukan rekonsiliasi anggaran kegiatan dengan petugasakuntansi di Subbag. Keuangan, baik secara bulanan maupuntriwulan.

10.PELAKSANAAN PENDAPATAN APBD

1.Bendahara Penerimaan pembantu dalam waktu 1 hari setelah menerima pendapatan harus menyetor ke Kas Daerah dengan menggunakan surat tanda setor (STS). STS dibuat rangkap 7, yaitu 1 lembar asli dikirim ke Bendahara Penerimaan SKPD, 4 lembar untuk bank BPD, dan 2 lembar untuk Bendahara Penerimaan Pembantu.

2.Berdasar bukti setor asli, Bendahara Penerimaan membukukan dalam Buku Kas Umum Pendapatan dan melakukan penatausahaan berupa: Register Penerimaan, Buku Pembantu per Rincian Obyek, Laporan Fungsional dan Administratif.

3.Bendahara Penerimaan Pembantu melakukan pencatatan dan penyetoran penerimaan berdasar Tanda Bukti Penerimaan (TBP) dan Surat tanda Setor (STS).

4.Bendahara Penerimaan Pembantu melaporkan penerimaan kepada Bendahara Penerimaan dengan dilampiri TBP dan STS paling lambat tanggal 5 (lima) pada bulan berikutnya.

5.Bendahara Penerimaan melakukan pelaporan ke DPPKA setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya.

11.PPTK

1.Bendahara Penerimaan pembantu dalam waktu 1 hari setelah menerima pendapatan harus menyetor ke Kas Daerah dengan menggunakan surat tanda setor (STS). STS dibuat rangkap 7, yaitu 1 lembar asli dikirim ke Bendahara Penerimaan SKPD, 4 lembar untuk bank BPD, dan 2 lembar untuk Bendahara Penerimaan Pembantu.

2.Berdasar bukti setor asli, Bendahara Penerimaan membukukan dalam Buku Kas Umum Pendapatan dan melakukan penatausahaan berupa: Register Penerimaan, Buku Pembantu per Rincian Obyek, Laporan Fungsional dan Administratif.

3.Bendahara Penerimaan Pembantu melakukan pencatatan dan penyetoran penerimaan berdasar Tanda Bukti Penerimaan (TBP) dan Surat tanda Setor (STS).

4.Bendahara Penerimaan Pembantu melaporkan penerimaan kepada Bendahara Penerimaan dengan dilampiri TBP dan STS paling lambat tanggal 5 (lima) pada bulan berikutnya.

5.Bendahara Penerimaan melakukan pelaporan ke DPPKA setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya.

12.Persekot Kerja/Uang Muka Kegiatan

1.Persekot Kerja merupakan uang persediaan bagi PPTK yang disediakan oleh Pengguna Anggaran secara proporsional sesuai dengan anggaran yang tersedia dalam rangka pelaksanaan kegiatan masing-masing.

2.Sebelum mengajukan NPD kepada PA/KPA, PPTK terlebih dahulu melakukan klarifikasi ketersediaan Dana di Bendahara Pengeluaran.

3.Panjar Kerja diajukan PPTK kepada Bendahara Pengeluaran dengan menyampaikan NPD yang telah disetujui PA/KPA.

4.Bila PPTK berhalangan, pengajuan dapat dikuasakan secara tertulis kepada Pemegang Panjar Kerja (PUMK).

5.Panjar Kerja berpedoman pada UP di Bendahara Pengeluaran, DPA, Anggaran Kas, dan Jadwal yang telah disusun PPTK, serta kemampuan menyelesaikan SPJ Kegiatan.

6.Panjar Kerja paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, dihitung dari tanggal diterimanya Panjar Kerja, harus sudah dipertanggungjawabkan. Apabila terdapat Panjar Kerja yang belum dapat dipertanggungjawabkan, maka sisanya harus disetor kembali kepada Bendahara Pengeluaran.

7.Besaran Panjar Kerja diberikan sesuai kemampuan PPTK/PUMK dalam mempertanggungjawabkannya dalam 7 (tujuh) hari kerja. Selanjutnya dapat mengajukan tambahan Panjar Kerja.

13.Pertanggungjawaban PPTK

1.dalam waktu 7 hari dari tanggal diterimanya persekot kerja harus sudah menyerahkan SPJ secara lengkap dan benar untuk dipertanggungjawabkan (masuk verifikasi), dan apabila terdapat sisa persekot kerja maka yang tidak dapat dipertanggungjawabkan disetor kembali kepada Bendahara Pengeluaran.

2.Selanjutnya, SPJ tersebut akan dipergunakan oleh Bendahara Pengeluaran sebagai bahan permintaan pengisian kembali UP melalui SPP GU, minimum 75% dari UP yang pernah diterima. Kelengkapan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Bukti Pengeluaran (Bend 26a)

3.Tanda Terima yang dipersamakan dengan bukti pengeluaran (bend 26a).

14.Penyelesaian Bend 26a perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1.Pernyataan belanja terukur berdasarkan DPA (nama kegiatan, nomor rekening, jenis pembayaran)

2.Penerimaan pembayaran ditulis dengan nama terang, alamat, bermaterai (sesuai jumlah pembayaran), bertandatangan serta berstempel/cap (jika yang menerima bukan perorangan).

3.Bend 26 beserta lampirannya dibuat rangkap 5 (lima) berwarna.

4.Paraf PPTK dibubuhkan di sebelah kanan baris nama Bendahara Pengeluaran, sedangkan paraf PPK di sebelah kanan baris nama PA/KPA, sebelum Bend 26a ditandatangani PA/KPA.

5.Untuk belanja barang habis pakai (ATK, Barang cetakan) penerima barang ditandatangani oleh Pemegang Barang.

6.Untuk pengadaan barang inventaris (aset tetap), penerima barang ditandatangani oleh Pengurus Barang.

7.Untuk Belanja Jasa kantor (pihak ke tiga/konsultan) penerima barang ditandatangani oleh Ketua Tim Penerima.

8.Tanda tangan Bendahara Pengeluaran dilaksanakan setelah isi dan kelengkapan sesuai dengan semua ketentuan di atas.

15.DOKUMENSURAT PERTANGGUNGJAWABAN (SPJ)

1.Honorarium PNS SPJ dilengkapi dengan:

aBend 26 a (kwitansi) atau Daftar Penerima Uang

bSSP (PPh pasal 21)

cSK Tim (SK Kepala Dinas)

dFoto Copy DPA 2.2.1

Catatan:

eDalam satu rincian obyek rekening honorarium, PNS tidak boleh mendapat honorarium lebih dari satu.

fJika satu orang merangkap jabatan/kedudukan maka dapat diberikan satu honor jabatan, kecuali honor pembuatan makalah dan honor narasumber.

gPelaksanaan kegiatan yang melibatkan Tim pengarah dan/atau Tim Teknis yang personilnya dari luar SKPD, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas.

2.Honorarium Non PNS /Narasumber SPJ dilengkapi dengan :

aBend 26 a (kwitansi) atau Daftar Penerima Uang

bSSP (PPh pasal 21)

cSK Tim (SK Kepala Dinas)

dDaftar Hadir

eFoto Copy DPA 2.2.1

2.Uang Lembur SPJ dilengkapi dengan :

aSurat Perintah Tugas lembur dari Kepala Dinas;

bDaftar Penerima Uang;

cDaftar Hadir Elektronik;

dBend 26a (kuitansi) jamuan lembur;

eSSP (PPh pasal 21)

fSSP (PPh pasal 23)

gFoto Copy DPA 2.2.1

hLaporan Hasil Pelaksanaan lembur.

3.Belanja Kursus, Pelatihan, Sosialisasi dan Bimbingan Teknis SPJ dilengkapi dengan:

aBend 26 a (kwitansi)

bSPT dari Kepala Dinas

cBukti keikutsertaan (surat keterangan) dari Penyelenggara;

dLaporan Hasil Kursus, Pelatihan dan Bimbingan Teknis

eSertifikat

fFoto Copy DPA 2.2.1

4.Belanja Beasiswa PNS SPJ dilengkapi dengan :

aMoU antara Pengguna Anggaran dengan Penerima Beasiswa

bSK Penetapan dari Kepala Dinas

cBend 26 a (kwitansi)

dBukti keikutsertaan dari Lembaga Penyelenggara (Kartu Mahasiswa)

eLaporan Hasil Studi (transkrip nilai)

fIjazah bagi yang telah lulus

gFoto Copy DPA 2.2.1

5.Belanja BBM SPJ dilengkapi dengan :

aBend 26 a (kwitansi)

bNota Pembelian dari SPBU setempat

cJika Pembelian berwujud Kupon, dilampiri Nomor Seri Kupon BBM

dFoto Copy DPA 2.2.1

6.Belanja ATK SPJ dilengkapi dengan :

aBend 26 a (kwitansi)

bRincian Belanja

cFaktur pengeluaran barang yang diketahui oleh Bendahara Barang

dSSP (PPh pasal 22 jika lebih dari 2 juta, PPN jika lebih dari 1 juta)

eFoto Copy DPA 2.2.1

7.Belanja Listrik, Telpon, Air, Internet SPJ dilengkapi dengan

aBend 26 a (kwitansi)

bRekening pembayaran PLN/Telkom/PDAM asli.

cFoto Copy DPA 2.2.1

8.Belanja Jasa kantor (Pihak Ketiga) SPJ dilengkapi dengan :

aBend 26 a (kwitansi)

bSalinan SPD

cSSP (PPN dan PPh pasal 23) disertai Faktur pajak

dKontrak

eKwitansi bermaterai yang ditandatangani pihak ketiga, PPTK dan disetujui oleh PA/KPA

fBerita Acara Penyelesaian pekerjaan

gBerita Acara Serah terima barang dan jasa

hBerita Acara Pembayaran

iBerita Acara Pemeriksaan

jSurat Angkutan

lFoto Copy DPA 2.2.1

9.Belanja Sewa SPJ dilengkapi dengan :

aBend 26 a (kwitansi)

bKontrak Sewa

cSSP (PPh pasal 23), jika lebih dari 1 juta dikenai PPN

dFoto Copy DPA 2.2.1

10.Belanja Makanan dan Minuman Rapat SPJ dilengkapi dengan :

aBend 26 a (kwitansi)

bUndangan

cDaftar hadir (disertai Penanggungjawab Daftar Hadir)

dNotulen (menyebutkan tanggal selesai acara)

eSSP (PPh pasal 23)

fFoto Copy DPA 2.2.1

11.Belanja Perjalanan Dinas SPJ dilengkapi dengan :

aSurat Perintah Tugas (SPT)

bJika perjalanan dilakukan banyak orang, dalam satu lembar SPT dicantumkan nama-nama yang melakukan perjalanan dinas.

cSPPD lembar 1 dan 2 yang telah disahkan (1 orang 1 SPPD)

dRincian permintaan uang yg telah ditandatangani.

eDaftar penerima (jika lebih dari 1 orang)

fLaporan Tertulis Hasil Perjalanan, paling lambat 7 hari kalender, kepada pejabat yg memberi perintah (1 orang 1 laporan)

gUndangan (jika perjalanan dinas berdasar undangan penyelenggara)

hTiket dan Boarding pass atas nama perorangan (untuk Perjalanan Dinas Luar Daerah)

iFoto Copy DPA 2.2.1

12.Belanja Pengadaan Barang/Jasa s.d Rp.5.000.000,- SPJ dilengkapi dengan :

aNota Pembelian

bBend 26 a (kwitansi)

cPerincian belanja

dSSP (PPN dan PPh pasal 22/ pasal 23)

eFoto Copy DPA 2.2.1

13.Belanja Pengadaan Barang/Jasa Rp 5.000.000,- s.d Rp 10.000.000,- pembayaran melalui Bendahara Pengeluaran SPJ dilengkapi dengan :

aBend 26a (kuitansi)

bBerita Acara Penyerahan Hasil Pekerjaan

cSSP (PPN dan PPh pasal 22/pasal 23)

dSK Pejabat Pengadaan

eUntuk Belanja Modal, dilampirkan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan

fFoto Copy DPA 2.2.1

14.Pengadaan Barang/Jasa Rp 10.000.000,- s.d Rp 50.000.000,- pembayaran Langsung (LS) SPJ dilengkapi dengan :

aBend 26 a (kwitansi)

bPermintaan/penawaran ke Perusahaan

cPenawaran dari Perusahaan

dBerita Acara Negosiasi

eSPK

fBerita Acara Pembayaran

gBerita Acara Serah Terima Barang

hSSP (PPN dan PPh pasal 22/ pasal 23) disertai faktur pajak

iSK Panitia/Pejabat Pengadaan

jFoto Copy Rekening Bank

kFoto Copy DPA 2.2.1

Catatan: Ketentuan mengenai harga barang/jasa, harga didasarkan pada harga pasar, dan setinggi-tingginya mengacu pada Peraturan Gubernur (X) yang mengatur tentang Standar Harga Barang dan Jasa (SHBJ).

15.Pajak dan Materai

aPenyetoran Pungutan/potongan pajak dikonfirmasi dahulu kepada Bendahara Pengeluaran atau Petugas Verifikasi sebelum disetorkan ke Bank.

bBukti setor pajak adalah Surat Setoran Pajak (SSP).

16.PPh pasal 21 Yaitu Pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan(peserta lomba, peserta rapat/konferensi/sidang, kunjungan kerja, keanggotaankepanitiaan, peserta pelatihan, dll).

aKode Jenis Pajak/MAP 411211 untuk PPN dalam negeri.Yang dikenakan PPh pasal 21:

Gaji, upah, honorarium, Tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama/bentukapapun. Pengenaan PPh gaji dan Tunjangan setelah dikurangi Biaya jabatan, IuranPensiun dan PTKP.

-Honor PNS dan Non PNS:

Golongan IV sebesar 15%

Golongan III sebesar 5% (ber-NPWP), 6% bila tidak punya NPWP

Golongan I dan II tidak dikenakan PPh pasal 21.

-Non PNS

Ber-NPWP dikenakan PPh pasal 21 sebesar 5%

Tidak ber-NPWP dikenakan PPh pasal 21 sebesar 6%

bPPh pasal 22 Yaitu Pajak atas transaksi barang (pembelian/pembayaran barang) diatas Rp.1.000.000,- tidak terpecah-pecah.

-Kode Jenis Pajak/MAP 411122.

-Tarif pajak adalah 1,5 %. Bila tidak ber-NPWP sebesar 3%Yang tidak dikenakan PPh pasal 22 :

-Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah, BUMD, dan BUMN tertentu yangjumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- dan tidak terpecah-pecah.

-Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, telepon, gas, air PAM,dan benda-benda Pos.

-Pembayaran yang diterima karena penyerahan sehubungan dengan pekerjaanyang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayaidengan hibah luar negeri.

-Pembayaran oleh bendaharawan kepada pribadi atas pengalihan hak atas tanahdan/atau bangunan untuk keperluan pembangunan yang memerlukanpersyaratan khusus dengan pemerintah.

cPPh pasal 23 Yaitu Pajak atas hadiah/penghargaan, deviden, bunga, royalti, dan atas sewa dan jasa lainnya.

-Kode Jenis Pajak/MAP 411124.Tarif Efektif PPh pasal 23 untuk:

-Tarif pajak Hadiah & Penghargaan, Deviden, Bunga, dan Royalti adalah15%

-Tarif pajak Jasa Konsultasi, jasa publikasi, Catering, Cleaning Service, Sewa Angkutan Darat, Jasa biro perjalanan/agen, jasa penyelidikan, jasa kurir,jasa Freight Forwarding, Jasa pengepakan, jasa Maklon, Jasa Konstruksi,Pembasmian Hama, dan jasa lain (misal: foto copy, service computer,kendaraan, penggandaan, cetak ) adalah 2%

dPPN

-Kode jenis pajak/MAP 411211 untuk PPN Dalam negeri.

-Tarif adalah 10% dari harga perolehan.

-Pembayaran yang tidak dipungut PPN:

-Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000,- (termasuk PPN)dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.

-Pembelian buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaranagama.

-Pembelian barang hasil pertambangan yang diambil langsung darisumbernya.

-Barang-barang kebutuhan pokok, barang hasil pertanian.

-Makanan ternak, unggas dan ikan.

-Bibit atau benih pertanian,perkebunan,kehutanan,peternakan dan perikanan.

-Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan dansejenisnya.

-Jasa dibidang penyiaran, seperti radio dan televisi yang bukan bersifat iklan.

-Jasa dibidang perhotelan meliputi jasa persewaan kamar termasuk fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap dan jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan dihotel, penginapan, motel, losmen dan hostel,

-Jenis jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

-Jasa di bidang Olahraga kecuali bersifat komersial.

-Kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan, termasuk jasa hiburan dibidang kesenian yang tidak bersifat komersial.

-Jenis jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

eContoh Penghitungan PPN dan PPhBendahara Pengeluaran membayarkan uang untuk jasa service kendaraansebesar Rp. 2.200.000,-Jawaban:

-Sebelum menghitung PPh 23, lebih dulu dihitung PPN yang kemudiandikeluarkan dari jumlah bruto:PPN = ( 1 : 11 ) X Rp. 2.200.000,- = Rp. 200.000,-PPh 23 = 2% X Rp (2.200.000 200.000) = 2% X Rp. 2.000.000,- = Rp. 40.000, -(Jika Rekanan tidak punya NPWP, tarif PPh 23 4 % )= 4% X Rp. 2.000.000,- =Rp. 80.000,-

-Bendahara Pengeluaran membayar pembelian ATK sebesarRp.2.500.000,- PPN = ( 1 : 11 ) X Rp. 2.500.000,- = Rp. 227.272,-PPh 22 = 1,5% X Rp. (2.500.000 227.272) = 1,5% X Rp. 2272728,-= Rp. 34.091,-(Jika Rekanan tidak punya NPWP, tarif PPh22 3% )= 3% X Rp 2272728,-= Rp.68.182,-

-Bendahara Pengeluaran membayar komputer seharga Rp. 10.000.000,-Harga Perolehan 100/110 X Rp. 10.000.000 = Rp 9.090.909,-PPN 10 % X Rp. 9.090.909 = Rp 909.091,- + = Rp 10.000.000,-PPh 22 = 1,5 % X Rp (10.000.000 909.091) = 1,5 % X Rp. 9.090.909 = Rp. 136.364,-(Jika Rekanan tidak punya NPWP, tarif PPh 22 3% )

Materai

Materai diberlakukan terhadap SPJ belanja pembelian/pengadaanbarang dan jasa dengan ketentuan:

Belanja senilai Rp. 250.000,- sampai dengan dibawah Rp. 1.000.000,- dikenakan materai Rp. 3.000,-

Belanja senilai Rp.1.000.000,- keatas dikenakan materai Rp.6.000,-

17Pengendalian kegiatan dilakukan oleh PPTK dengan berdasarkan pada :

aDokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD)

bAnggaran Kas

cStandarisasi Harga Barang dan Jasa (SHBJ)

dPedoman Perpajakan

Langkah-langkah Pengendalian oleh PPTK :

aMembuat rencana penggunaan dana setiap akan mengajukan pencairan dana,sesuai dengan aliran kas.

bMembuat rekapitulasi penyetoran SPJ pada setiap penyerahan SPJ kepada Bendahara Pengeluaran

cMembuat rekapitulasi kemajuan SPJ untuk pengendalian intern kegiatan

dMembuat laporan tentang kinerja keuangan dan kinerja kegiatan

eMemperbaiki/melengkapi SPJ apabila ada kesalahan/kekurangan SPJ yang telah diverifikasi oleh PPK.

fMelakukan kompilasi SPJ kegiatan yang telah disahkan PA/KPA, selanjutnyadiserahkan kembali ke Bendahara Pengeluaran.

18Pengendalian Anggaran oleh PPK-SKPD dengan Verifikasi SPJ yang disampaikan oleh Bendahara Pengeluaran berdasarkan pada:

aDokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD)

bAnggaran Kas

cStandar Harga Barang dan Jasa (SHBJ)

dPedoman Perpajakan

Langkah-langkah Pengendalian oleh PPTK :

aBendahara pengeluaran menyerahkan bukti pengeluaran kepada petugas verifikasimenyerahkan bukti pengeluaran yang telah diverifikasi untuk ditindaklanjuti. Jika telah benardan lengkap maka petugas verifikasi membubuhkan paraf di Bend 26a, jika masih adakesalahan/kekurangan maka petugas verifikasi memberikan catatan hal-hal yang perludiperbaiki.

bHasil Verifikasi dikomunikasikan kepada Bendahara Pengeluaran/PPTK jika ada buktipengeluaran dan lampiran yang perlu dibetulkan.

cJika Jumlah SPJ telah mencapai minimal 75% dari jumlah UP maka Bendahara Pengeluaranmengajukan SPP GU.

dSPP yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada PPK diverifikasi sebelumditerbitkan SPM. Pedoman untuk verifikasi adalah DPA, Anggaran Kas, Standarisasi HargaBarang dan Jasa dan Pedoman Perpajakan, dan peraturan lain yang berhubungan denganpelaksanaan APBD.

18Pelaksanaan pembukuan dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran denganmembuat dan mengerjakan pembukuan sesuai tugas pokok dan fungsi secaratertib, cermat dan teliti serta lengkap pada masing-masing format pembukuanyang telah dibukukan.Langkah-langkah :

aMenyiapkan Buku Kas Harian, untuk mencatat transaksi kas (SP2D danpengeluaran harian)

bMembuat Buku Pembantu Kas

cMembuat Buku Panjar/Persekot Kerja (mencatat pemberian panjar kerjakepada PPTK dan pengembalian panjar kerja)

dMembuat buku bantu pajak

eMembuat rekapitulasi belanja per rincian obyek9.Membuat buku pembantu simpanan di Bank

19Ketentuan Pembukuan Bendahara Pengeluaran:

aSetiap SPJ (Bend 26a yang lengkap dan sah ) dicatat pada BKU (di buku) setelahdiberi nomor/tanggal BKU langsung dibukukan pada REKAPITULASI PENGELUARANPER RINCIAN OBYEK, sesuai dengan rekening belanja masing-masing.

bBila pada Bend 26a terdapat transaksi pajak-pajak, dicatat pada BKU (di buku),setelah diberi nomor/tanggal BKU langsung dibukukan pada BUKU BANTUPENERIMAAN PENYETORAN PER RINCIAN OBYEK PAJAK, sesuai jenis pajak masing-masing.

cSetelah selesai membukukan secara ganda seperti tersebut, dibukukan pada formatLaporan Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran (Lembar Pengesahan SPJ)

dMenyiapkan lembar pemeriksaan kas oleh Pengguna Anggaran.

eMembuat lembar pengesahan SPJ.

fMembuat register penutupan kas.

gMenyiapkan SPP beserta lampirannya.

20SPP Uang Persediaan (UP)

aSPD UP diterbitkan berdasarkan kegiatan dalam DPA dan Anggaran Kas Dinas DIKPORA.

bSPP Uang Persediaan (UP) dibuat berdasar Surat Penyediaan Dana (SPD) UP yang diterbitkan oleh Bendahara Umum daerah (BUD).

cSPP UP dibuat pada masa awal tahun anggaran.SPP Ganti Uang Persediaan (GU)

dBendahara mengajukan SPP Ganti Uang Persediaan (GU) setelah menerimaSPD UP dari BUD.

eBendahara mengajukan SPP Ganti Uang Persediaan (GU) kepada KuasaPengguna Anggaran (KPA) melalui PPK SKPD sekurang-kurangnya 75% darijumlah UP yang telah diterima.

21SPP Tambah Uang Persediaan (TUP)

aSPP TU diajukan untuk menambah UP yang akan digunakan untuk melaksanakan kegiatan yangbersifat mendesak, dimana UP tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan yang akandilaksanakan.

bBesaran SPP TU harus mendapat persetujuan Pejabat Pengelola Pendapatan Keuangan danAset (PPKA) Provinsi (X).

cTU harus digunakan berdasrkan rencana penggunaan dan dipertanggungjawabkan padaperiode yang sama (pada bulan yang bersangkutan) pada saat permintaan TU.

dJika TU tidak habis digunakan maka sisa uang harus disetor kembali pada periode yang sama(pada bulan yang bersangkutan) pada saat permintaan.

eSisa TU yang disetor sudah membebani anggaran tidak dapat di cairkan lagi.SPP Langsung (LS)

fSPP LS dipergunakan untuk pembayaran langsung kepada pihak ketiga berdasarkan kontrakdan/atau Surat Perintah Kerja setelah diperhitungkan kewajiban pihak ketiga sesuai denganketentuan perundang-undangan.

gBendahara Pengeluaran mengajukan SPP LS pengadaan Barang dan Jasa kepada KPA melaluiPPK SKPD setelah ditandatangani oleh PPTK.

hLampiran SPP LS seperti pada Romawi III huruf B angka 9, 15 (sesuai peruntukannya)Berdasarkan SPP UP/GU/TU/LS, PPK meneliti dan melakukan verifikasi lampiran SPP UP/GU/TU/LS, apabila dinyatakan lengkap dan sah maka diterbitkan SPM UP/GU/TU/LS, dan diajukan kepada kuasa BUD untuk penerbitan SP2D UP/GU/TU/LS.

21Proses Pencairan Dan Pembayaran Dana Up/Gu/Tu Skpd Spm Up/Gu/Tu Kepala Skpd Pejabat Pengguna Anggaran/ Kuasa Kuasa Spj Bud Spm Up/Gu/Tu Spj Sp2d Pejabat Penatausahaan Skpdspp Up/Gu/Tu Spj Bank Bendahara Pengeluaran Uang

22Proses Pencairan Dan Pembayaran Ls Pejabat Pengguna Anggaran/Kuasa Kuasa Spm Bud Sp2d Ppk-Skpd Bendahara Bank Pengeluaran (Spp-Ls) Uang Tagihan & Laporan Kegiatan Pptk Pihak III (Menyiapkan Dokumen)

23Skema Pembayaran Sp2d Di Bank Bpd (X)

24PENCAIRAN SP2D PA/KPA (Bendahara Pengeluaran/ JENIS PENCAIRAN BIDANG PKD BANK BPD PIHAK III Bendahara Pengeluaran Pembantu)

25Laporan Bulanan

-Laporan Kinerja Keuangan dan Kegiatan dibuat oleh PPTK, dikirim selambat-lambatnya tanggal 3 bulan berikutnya ke Sub Bagian Keuangan.

-Laporan Mutasi Barang Inventaris dan barang Persediaan oleh Pengurus Barang dan Pemegang Barang.

-Pengesahan pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran (SPJ- Belanja), dibuat oleh Bendahara Pengeluaran.

-Laporan Keuangan dan Akuntansi dibuat oleh PPK.1. Laporan Triwulanan

-Laporan Kinerja Keuangan dan Kegiatan dibuat oleh PPTK.

-Laporan Mutasi Barang inventaris dan barang persediaan oleh Pengurus Barang dan pemegang Barang

-Laporan Keuangan dan akuntansi, dibuat oleh PPK.

26Laporan Akhir Tahun

-Laporan Mutasi Barang Inventaris dan Barang Persediaan , dibuat oleh Pengurus Barang dan pemegang Barang.

-Pengesahan Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran (SPJ-Belanja) Akhir Tahun, dibuat oleh Bendahara Pengeluaran.

-Laporan Keuangan dan Akuntansi Akhir Tahun, dibuat oleh PPK.Laporan akuntansi dibuat oleh PPK setelah BendaharaPengeluaran membuat Laporan Pertanggungjawaban yangtelah diverifikasi pada setiap bulannya. Laporan akuntansidibuat berdasarkan sistem akuntansi pemerintahan denganberpedoman pada PP nomor 71 tahun 2010 dan BuletinTeknis yang dikeluarkan oleh Komite Standar AkuntansiPemerintahan.

-Laporan Mutasi Barang Inventaris dan Barang Persediaan , dibuat oleh Pengurus Barang dan pemegang Barang.

27Laporan Akhir Tahun

-PPTK secara administratif wajib menyampaikan Surat Pertanggungjawaban Keuangan (SPJ) secara lengkap dan benar paling lambat 20 hari kerja sejak tanggal pengambilan persekot kerja, kepada Kepala Dinas selaku Pengguna Anggaran melalui Bendahara Pengeluaran.

-PPTK setiap bulan wajib melaporkan Realisasi/Daya Serap Anggaran untuk masing-masing kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada Pengguna Anggaran melalui Sub bagian Keuangan paling lambat tanggal 3 setiap bulan berikutnya.

-Bendahara pengeluaran SKPD secara administratif wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan APBD setiap akhir bulan kepada Kepala SKPD melalui PPK- SKPD.

-Apabila berdasarkan hasil verifikasi laporan pertanggungjawaban telah lengkap dan benar serta sesuai dengan ketentuan/peraturan perundang-undangan, maka Pengguna Anggaran menerbitkan surat pengesahan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

-Dikecualikan dari ketentuan dimaksud nomor 4 di atas, terhadap penerbitan surat pengesahan pada bulan Desember pelaksanaan paling lambat tanggal 31 Desember tahun berkenaan.

-PPK secara adminsitratif menyusun Laporan Keuangan dan Akuntansi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

-Apabila PPTK secara administratif belum menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban penggunaan anggaran kegiatan dan mengembalikan sisa panjar kerja yang tidak dilaksanakan paling lambat 7 hari kerja sejak tanggal pengambilan panjar kerja kepada Bendahara Pengeluaran, dijatuhi sanksi berupa peringatan/teguran oleh PA/KPA.

-Apabila Laporan pertanggungjawaban dimaksud ayat (1) tidak dipenuhi sampai dengan 10 hari, maka PPTK dijatuhi sanksi berupa penundaan pengambilan panjar kerja berikut oleh PPK, kecuali atas pertimbangan tertentu dari Kepala Dinas selaku Pengguna Anggaran.

55. PENGELOLAAN BANTUAN Dasar Hukum: Permendagri no. 32 tahun 2011 Peraturan Gubernur no. 5 tahun 201256. Penyaluran Bantuan Gubernur sesuai DPA PPKD yang di bebankan Dinas Dikpora Provinsi (X); Penerima bantuan Gubernur sudah tercatat dalam DPA atau lampiran DPA penerima Hibah dan/atau bantuan sosial; Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi (X) menyusun Pedoman/Juknis Penyaluran bantuan Gubernur Provinsi (X) Dinas (X) atas nama Gubernur (X) melaksanakan sosialisasi program bantuan. Calon penerima baik lembaga/perorangan bantuan mengajukan permohonan bantuan, ditujukan kepada : Gubernur (X), melalui Kepala Dinas (X).57. Proposal sekurang-kurangnya memuat: Profil lembaga penerima bantuan; Program Kerja; SK Pendirian/Susunan Pengurus; RAB pemanfaatan dana bantuan; Jadwal pelaksanaan pemenfaatan dana bantuan.Penelitian/verifikasi proposal: Verifikasi meliputi: ketersediaan Anggaran bantuan dalam DP, kelengkapan berkas permohonan bantuan, kelayakan menerima bantuan, baik dari perhitungan RAB maupun kegiatan yang akan dijalankan; Terhadap lembaga penerima bantuan yang masih terdapat kekeliruan maupun kelengkapan administrasi akan dikembalikan untuk pembetulan seperlunya. Proposal yang telah lolos verifikasi, selanjutnya diusulkan untuk ditetapkan sebagai penerima bantuan dengan Surat Keputusan Gubernur (X).Kepala Dinas Provinsi (X) menerbitkan Surat Rekomendasi Pemberian Bantuan.Setelah kelengkapan administrasi penerimaan bantuan lengkap maka akan diajukan ke BUD untuk permohonan pencairan bantuan.58. Berdasar Permendagri No. 32 tahun 2011 dan Peraturan Gubernur Nomor 5 tahun 2011 , semua bantuan sosial harus sudah ditentukan diawal baik nama dan alamat dan kegunaan bantuan tersebut yang dituangkan dalam keputusan Gubernur, Semua bantuan yang dialokasikan dalam APBD disalurkan melalui transfer Bank ke rekening atas nama lembaga penerima bantuan.Mekanisme:1. Dokumen Pencairan Dana Bantuan Kelembagaan Proposal dan lampirannya dibuat rangkap 6 (enam) bendel, dijilid; Kwitansi Pengeluaran bermaterai cukup dan sudah ditandatangani oleh para pihak yang berkompeten; Foto Copy Rekening Bank/Buku Tabungan atas nama lembaga; Surat Pernyataan/Naskah Perjanjian Kerjasama Pemberian Bantuan; Laporan Pemanfaatan Dana Bantuan tahun sebelumnya, bagi lembaga yang tahun sebelumnya pernah menerima bantuan sejenis dari APBD.2. Pengusulan Pencairan Dana Dokumen Pencairan Dana sebagaimana tersebut diatas, diusulkan oleh Kepala Dinas kepada Gubernur (X) melalui Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Provinsi (X); Tranfer Dana dilakukan oleh Bendahara Umum Daerah langsung ke rekening penerima bantuan59. Penerima Bantuan Kelembagaan dilarang menyimpan bantuan di bank/mengendapkan dalam rangka mendapatkan bunga.Penerima bantuan wajib menyampaikan laporan pemanfaatan dana, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak dana bantuan diterima dan atau masuk dalam rekening bank penerima bantuan, atau batas akhir tahun anggaran yang bersangkutan.v Laporan Pertanggungjawaban dimaksud angka (1) diatas, minimal memuat: Uraian singkat program/kegiatan yang dilaksanakan dan dibiayai melalui dana bantuan kelembagaan yang diterima; Hambatan/Kendala yang dihadapi dan cara mengatasi hambatan/kendala; Rincian Pengeluaran dana, dan capaian program/kegiatan yang dibiayai melalui dana bantuan yang diterima, dilampiri bukti pengeluaran yang sah, dan foto kegiatan; Laporan Pertanggungjawaban dibuat rangkap 5 (lima) dijilid dan disampaikan kepada Gubernur (X) melalui Kepala Dinas Pendidikan Provinsi (X).60. Dinas Provinsi (X), dan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (PPKA) Provinsi (X) atas nama Gubernur (X) berhak melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan pemanfaatan dana bantuan kelembagaan.SANKSI Atas dasar hasil Pemantauan dan evaluasi, apabila terdapat penyimpangan pemanfaatan dana sebagaimana yang telah dicantumkan dalam proposal permohonan, maka penerima dana bantuan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

TATA CARA PEMBAYARAN DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA A. PERMASALAHANDalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010, PPK bertanggung jawab terhadap semua tahapan dalam pengadaan barang dan jasa, dimulai dari perencanaan hingga selesainya pelaksanaan pekerjaan termasuk pembayaran atas tagihan yang diajukan oleh penyedia. Selesainya pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan yang ditandatangani Penyedia dan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (Pasal 95 Perpres No. 54 Tahun 2010). Berita Acara Serah Terima Pekerjaan tersebut menjadi dasar bagi penyedia untuk dapat melakukan/mengajukan penagihan atas pekerjaan tersebut kepada Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Instansi yang bersangkutan, sedangkan bagi PPK berita acara tersebut sebagai dasar untuk melaporkan penyelesaian pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta menyerahkan hasil pekerjaan pengadaan barang dan jasa kepada PA/KPA berdasarkan pasal 11 ayat (1) huruf (f) dan huruf (g) Perpres No. 54 Tahun 2010. Perpres No. 54 Tahun 2010 tidak mengatur lebih lanjut tentang bagaimana prosedur penagihan atas pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan, padahal atas keterlambatan pembayaran kepada penyedia maka PPK dapat dimintakan ganti rugi bunga yang dihitung dari nilai tagihan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 122 huruf (a) Perpres No. 54 Tahun 2010. Hal ini dapat menjadi permasalahan tersendiri bilamana antara proses pengadaan dan proses pembayaran tidak sesuai sehingga dapat mengakibatkan seorang PPK dikenakan ganti rugi.Sumber anggaran untuk pengadaan barang dan jasa yang dilakukan berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010 adalah APBN dan APBD, sehingga tata cara untuk melakukan pembayaran atas pengadaan barang dan jasa mengikuti ketentuan yang mengatur pencairan alokasi dana yang bersumber dari APBN dan APBD. Dalam hal ini dikenal Surat Perintah Membayar (SPM), yaitu dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen lain yang dipersamakan.Untuk dapat memahami bagaimana proses pencairan alokasi dana yang bersumber dari APBN dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Peraturan Menteri Keuangan No. 170/PMK.05/2010 Tentang Penyelesaian Tagihan Atas Beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Pada Satuan Kerja. Untuk pencairan alokasi dana yang bersumber dari APBD berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.Keadaan ini cukup menarik dikaji mengingat akhir dari proses pengadaan barang dan jasa yang diatur dalam Peraturan Presiden berujung pada peraturan lain yaitu kekuasaan pengelolaan keuangan negara dan daerah, dalam hal ini diatur secara spesifik melalui Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Adanya pelimpahan kewenangan dari PA kepada pejabat yang bertanggungjawab dan melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa, serta pelimpahan kewenangan dari PA kepada pejabat yang melakukan proses pengeluaran anggaran belanja menunjukkan betapa kekuasaan PA harus dibagi berdasarkan amanat peraturan perundang-undangan. Permasalahan lain yang juga terkait adalah adanya PA/KPA yang merangkap sebagai PPK di daerah sehingga perlu dikaji bagaimana kedudukannya dikaitkan dengan peraturan yang tersebut diatas. Persoalan ini juga menjadi pertanyaan seorang anggota milis forum pengadaan yang meminta penulis untuk meninjau permasalahan tersebut berdasarkan ilmu hukum.B. SUMBER HUKUM1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.5. Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.6. Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.7.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.8. Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.9. Peraturan Menteri Keuangan No. 170/PMK.05/2010 Tentang Penyelesaian Tagihan Atas Beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Pada Satuan Kerja.C. ISU HUKUM1.Bagaimanakah tata cara melakukan pembayaran dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintah?2.Siapakah Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM)?3.Apakah PA/KPA yang merangkap sebagai PPK berhak menjadi Pejabat Penandatangan SPM?

D. ANALISIS1. Tata Cara Pembayaran Dalam Pengadaan Barang dan JasaUntuk menguraikan lebih lanjut mengenai pembayaran dalam pengadaan barang dan jasa, dapat ditinjau berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengatur tentang pengeluaran negara dan daerah. Pasal 6 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam ayat (2), yang menjelaskan pembagian kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut. Ada dua poin dari ayat (2) yang terkait dengan pembayaran pengadaan barang dan jasa, yaitu: (1)Untuk kementerian negara/lembaga, kekuasaan pengelolaan keuangan dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang. Hal ini mempunyai pengertian yang sama dengan Pasal 1 Angka (19) dan Pasal 4 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004;(2)Untuk Pemerintah Daerah, kekuasaan pengelolaan keuangan diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah dan juga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hal ini mempunyai pengertian yang sama dengan Pasal 5 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 dan Pasal 5 ayat (1) PP No. 58 Tahun 2005. Dalam pasal 5 ayat (3) PP No. 58 Tahun 2005 disebutkan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah tersebut diperluas dengan pelimpahan kewenangan kepada : Kepala SKPD selaku PPKD dan Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran / Pengguna Barang. Ketentuan tersebut diatas mengatur bahwa Pengguna Anggaran (PA) adalah pejabat yang diberikan kewenangan kekuasaan pengelolaan keuangan berdasarkan undang-undang, demikian juga untuk melakukan pembayaran atas pengadaan barang dan jasa yang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan adalah menjadi kewenangan Pengguna Anggaran.Alokasi dana untuk pengadaan barang dan jasa bersumber dari APBN dan APBD sehingga untuk membahas tata cara pembayaran, akan diuraikan berdasarkan sumber pendanaannya.a. Alokasi Dana Yang Berasal Dari APBNPasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 1 Tahun 2004 menyatakan bahwa Menteri/pimpinan lembaga, Kepala Daerah dan Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran, berwenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja. Ketentuan yang sama juga dimuat dalam Pasal 3 ayat (1) PMK No. 134/PMK.06/2005 yang menyatakan pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN oleh KPPN dilakukan berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.Ini berarti dalam melaksanakan pengeluaran anggaran belanja ada pemisahan antara pejabat yang mengeluarkan dana kepada pihak ketiga/penerima hak dalam hal ini penyedia barang, dengan pejabat yang mempunyai kewenangan untuk memerintahkan dikeluarkannya dana tersebut.Ketentuan yang mengatur secara jelas tentang pembayaran tagihan pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBN diatur dalam pasal 6 hingga pasal 10 PMK No. 170/PMK.05/2010 dan pasal 3, pasal 9 serta pasal 12 PMK No. 134/PMK.06/2005 dengan perincian yang telah penulis singkat sebagai berikut :1)Tagihan atas pengadaan barang/jasa yang membebani APBN diajukan dengan surat tagihan oleh Penerima Hak kepada KPA/PPK paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada Negara.2)Apabila 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada Negara Penerima Hak belum mengajukan surat tagihan, maka KPA/PPK harus segera memberitahukan secara tertulis kepada Penerima Hak untuk mengajukan tagihan.3)Dalam hal setelah 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penerima Hak belum mengajukan tagihan, maka Penerima Hak pada saat mengajukan tagihan harus memberikan penjelasan secara tertulis kepada KPA/PPK atas keterlambatan pengajuan tagihan tersebut.4)Tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas:a)Kontrak/Surat Perintah Kerja/Surat Tugas/Surat Perjanjian/Surat Keputusan; b)Berita Acara Kemajuan Pekerjaan; c)Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan; d)Berita Acara Serah Terima barang/pekerjaan; dan/atau e)Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan.5) Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) untuk non-belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PP-SPM) paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah dokumen pendukung SPP-LS diterima secara lengkap dan benar dari Penerima Hak. Dokumen pendukung yang dimaksud adalah :a) Resume kontrak/SPK pengadaan barang dan jasa yang ditandatangani oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; b) Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB); c) Faktur Pajak beserta SSP-nya.6) Dalam hal PPK menolak/mengembalikan tagihan karena dokumen pendukung tagihan tidak lengkap dan benar, maka PPK harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya surat tagihan.7)Pengujian SPP-LS sampai dengan penerbitan Surat Permintaan Membayar Langsung (SPM LS) oleh PP-SPM diselesaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah SPP-LS beserta dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar dari PPK.8)Dalam hal PP-SPM menolak/mengembalikan SPP karena dokumen pendukung SPP tidak lengkap dan benar, maka PP-SPM harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya SPP.9)Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN oleh KPPN dilakukan berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Pembayaran dilakukan dengan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara.10)SPM beserta dokumen pendukung yang dilengkapi dengan Arsip Data Komputer (ADK) SPM disampaikan kepada KPPN oleh KPA atau pejabat yang ditunjuk paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah SPM diterbitkan. Pelaksanaan ketentuan ini dikecualikan untuk Satker yang kondisi geografis dan transportasinya sulit, dengan memperhitungkan waktu yang dapat dipertanggungjawabkan. 11)Berdasarkan SPM yang disampaikan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, KPPN menerbitkan SP2D yang ditujukan kepada Bank Operasional mitra kerjanya. 12)KPPN menolak permintaan pembayaran yang diajukan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dalam hal : a) Pengeluaran untuk MAK yang melampaui Pagu; dan/atau b) Tidak didukung oleh bukti pendukung/pengeluaran yang sah. 13) Penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada angka (12) atau penolakan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka (13) wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu sebagai berikut: a) Penerbitan SP2D SPM Pembayaran Langsung (SPM-LS) paling lambat dalam waktu 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya SPM secara lengkap.b) Pengembalian SPM dilakukan paling lambat hari kerja berikutnya sejak diterimanya SPM berkenaan.14) KPA melakukan pengawasan terhadap proses penyelesaian tagihan atas beban APBN pada Satker-nya masing-masing.15) KPA bertanggungjawab atas ketepatan waktu penyelesaian tagihan atas beban APBN pada Satker-nya masing-masing.

b. Alokasi Dana Yang Berasal Dari APBDSebagaimana pengelolaan keuangan dalam APBN, berlaku pula hal yang sama dalam pengelolaan keuangan daerah yang alokasi dananya bersumber dari APBD. Dimana terdapat pemisahan antara pejabat yang mengeluarkan dana kepada pihak ketiga/penerima hak dalam hal ini penyedia barang, dengan pejabat yang mempunyai kewenangan untuk memerintahkan dikeluarkannya dana tersebut.Ketentuan yang mengatur secara jelas tentang pembayaran tagihan pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBD diatur dalam pasal 205, pasal 210 sampai pasal 213, dan pasal 216 sampai pasal 218 Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang merupakan penjabaran dari Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005. Adapun tata cara pembayaran tagihan pengadaan barang dan jasa yang telah penulis singkat sebagai berikut :1) Tagihan atas pengadaan barang/jasa yang membebani APBD diajukan dengan surat tagihan oleh Pihak Ketiga/Penerima Hak kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).2) Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) atau PPK menyiapkan dokumen Surat Perintah Pembayaran Langsung (SPP-LS) untuk pengadaan barang dan jasa untuk disampaikan kepada bendahara pengeluaran dalam rangka pengajuan permintaan pembayaran 3) Dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa terdiri dari : a. surat pengantar SPP-LS; b. ringkasan SPP-LS; c. rincian SPP-LS; dan d. lampiran SPP-LS. 4) Lampiran dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d mencakup: a. salinan Surat Penyediaan Dana (SPD); b. salinan surat rekomendasi dari SKPD teknis terkait; c. SSP disertai faktur pajak (PPN dan PPh) yang telah ditandatangani wajib pajak dan wajib pungut. Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara pada bank yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. surat perjanjian kerjasama/kontrak antara pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dengan Pihak Ketiga/Penerima Hak serta mencantumkan nomor rekening bank Pihak Ketiga/Penerima Hak; e. berita acara penyelesaian pekerjaan; f. berita acara serah terima barang dan jasa; g. berita acara pembayaran; h. kwitansi bermeterai, nota/faktur yang ditandangai Pihak Ketiga/Penerima Hak dan PPK sertai disetujui oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran; i. surat jaminan bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan non bank; j. dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya bersumber dari penerusan pinjaman/hibah luar negeri; k. berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pihak Ketiga/Penerima Hak/rekanan serta unsur panitia pemeriksaan barang berikut lampiran daftar barang yang diperiksa; l. surat angkutan atau konosemen apabila pengadaan barang dilaksanakan di luar wilayah kerja; m. surat pemberitahuan potongan denda keterlambatan pekerjaan dari PPK apabila pekerjaan mengalami keterlambatan; n. foto/buku/dokumentasi tingkat kemajuan/ penyelesaian pekerjaan; o. potongan jamsostek (potongan sesuai dengan ketentuan yang berlaku/surat pemberitahuan jamsostek); dan p. khusus untuk pekerjaan konsultan yang perhitungan harganya menggunakan biaya personil (billing rate), berita acara prestasi kemajuan pekerjaan dilampiri dengan bukti kehadiran dari tenaga konsultan sesuai pentahapan waktu pekerjaan dan bukti penyewaan/pembelian alat penunjang serta bukti pengeluaran lainnya berdasarkan rincian dalam surat penawaran.5) Dalam hal kelengkapan yang diajukan tidak lengkap, bendahara pengeluaran mengembalikan SPP-LS pengadaan barang dan jasa kepada PPK untuk dilengkapi. 6) Bendahara pengeluaran mengajukan SPP-LS kepada pengguna anggaran setelah ditandatangani oleh PPK guna memperoleh persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK-SKPD).7) SPP-LS belanja barang dan jasa untuk kebutuhan SKPD yang bukan pembayaran langsung kepada Pihak Ketiga/Penerima Hak dikelola oleh bendahara pengeluaran. 8) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran meneliti kelengkapan dokumen SPP-LS yang diajukan oleh bendahara pengeluaran. Pelaksanaannya dilakukan oleh PPK-SKPD, bilamana kelengkapan dokumen yang diajukan tidak lengkap maka PPK-SKPD mengembalikan dokumen SPP-LS kepada bendahara pengeluaran.9) Dalam hal dokumen SPP-LS dinyatakan lengkap dan sah, PA/KPA menerbitkan SPM paling lama 2 (dua) hari kerja. Jika SPP-LS dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah, PA/KPA menolak menerbitkan SPM paling lama dalam 1 (satu) hari kerja. Dalam hal pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SPM.10) Penerbitan SPM tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.11) SPM yang telah diterbitkan PA/KPA diajukan kepada Bendahara Umum Daerah (BUD)/Kuasa Bendahara Umum Daerah untuk penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).12) BUD/Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengeluaran yang diajukan tidak melampaui pagu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.13) Kelengkapan dokumen SPM-LS untuk penerbitan SP2D mencakup:a. surat pernyataan tanggungjawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran; dan b. bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap sesuai dengan kelengkapan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 14) Dalam hal dokumen SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap, kuasa BUD menerbitkan SP2D paling lama dalam 2 (dua) hari kerja. Jika dokumen SPM dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah dan/atau pengeluaran tersebut melampaui pagu anggaran, BUD/kuasa BUD menolak menerbitkan SP2D yang dinyatakan paling lama dalam 1 (satu) hari kerja. 15) Dalam hal BUD dan/atau kuasa BUD berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SP2D. 16) BUD/Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan pembayaran langsung kepada pihak ketiga/penerima hak.17) Pihak Ketiga/Penerima Hak mencairkan SP2D ke Bank yang telah ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan diberitahukan kepada DPRD.

2. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM)Dalam tata cara pembayaran pengadaan barang dan jasa yang telah penulis uraikan dalam poin nomor 1 terlihat bahwa pembayaran hanya dapat dilakukan oleh KPPN ataupun BUD berdasarkan pada SPM yang diterbitkan oleh PA/KPA. Pasal 1 angka 17 PMK No. 170/PMK.05/2010 memberikan pengertian Surat Perintah Membayar (SPM) adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan. Pengertian yang sama juga dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 70 Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang menyatakan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang digunakan/diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD.Berdasarkan pengertian diatas, SPM diterbitkan oleh PA sehingga yang menandatangani SPM seharusnya adalah PA, namun PA dapat melimpahkan kewenangan ini kepada Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar/PP-SPM berdasarkan pasal 3 dan pasal 5 PMK No. 170/PMK.05/2010 atau pejabat lain yang ditunjuk oleh PA berdasarkan pasal 11 dan pasal 185 Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011. Dasar hukum yang digunakan untuk menentukan pejabat yang dapat yang diberi kewenangan oleh PA untuk menandatangani SPM adalah :a) Pasal 3 PMK No. 170/PMK.05/2010 yang mengatur Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA dapat mendelegasikan kewenangan kepada KPA untuk menetapkan/menunjuk PPK, PP-SPM dan Bendahara Pengeluaran.b) Pasal 228 ayat (1) Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang mengatur bahwa Gubernur melimpahkan kewenangan kepada bupati/walikota untuk menetapkan pejabat kuasa pengguna anggaran pada SKPD kabupaten/kota yang menandatangani SPM/menguji SPP, PPTK dan bendahara pengeluaran yang melaksanakan tugas pembantuan di kabupaten/kota. c)Pasal 11 Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang mengatur pelimpahan kewenangan penandatangan SPM oleh PA kepada kepala unit kerja pada SKPD (atas usul kepala SKPD) adalah berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi, rentang kendali dan/atau pertimbangan objektif lainnya.d)Pasal 228 ayat (2) Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang mengatur bahwa Bupati/walikota melimpahkan kewenangan kepada kepala desa untuk menetapkan pejabat kuasa pengguna anggaran pada lingkungan pemerintahan desa yang menandatangani SPM/menguji SPP, PPTK dan bendahara pengeluaran yang melaksanakan tugas pembantuan di pemerintah desa.Selain ketentuan diatas, khusus dalam pengadaan barang dan jasa, ada larangan bagi PPK untuk ditetapkan sebagai PP-SPM sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 ayat (2) huruf f. Perpres No. 54 Tahun 2010 yang menyatakan salah satu persyaratan untuk ditetapkan sebagai PPK adalah tidak menjabat sebagai pengelola keuangan. Dalam penjelasan pasal 12 ayat (2) huruf f tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud pengelola keuangan disini yaitu bendahara/verifikator/Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar.3. Penandatangan SPM ketika PA/KPA yang merangkap sebagai PPKSebagaimana telah dijelaskan bahwa kewenangan untuk menandatangani SPM pada dasarnya ada pada Pengguna Anggaran (PA) sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan. Namun dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan kewenangan ini dapat dijalankan langsung ataupun dilimpahkan kepada KPA atau pejabat yang ditunjuk oleh PA. Hal ini menunjukkan bahwa ketentuan tersebut perwujudan dari Asas Proporsionalitas[1] dan Asas Profesionalitas[2] dalam asas-asas umum penyelenggaraan negara yang dinyatakan dalam Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN dan pasal 20 angka 1 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.Seiring dengan hal tersebut, perwujudan asas profesionalitas juga terdapat dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010 dimana Perpres mengamanatkan adanya pelimpahan kewenangan dari PA kepada PPK sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Permasalahan muncul ketika pemerintah daerah mengalami keterbatasan aparatur yang memenuhi persyaratan untuk diangkat sebagai PPK, sehingga pelimpahan kewenangan yang diamanatkan Perpres akhirnya dikembalikan kepada PA (PA merangkap sebagai PPK) agar pengadaan barang dan jasa dapat dilaksanakan tanpa perlu mencari ataupun mencetak aparatur daerah yang memenuhi kriteria sebagai PPK. Terlepas dari masih banyaknya perdebatan mengenai kedudukan PA yang merangkap sebagai PPK, praktek di daerah bisa jadi ada dan masih berlangsung hingga saat ini. Jika terjadi PA merangkap sebagai PPK maka hal ini berarti PA secara langsung melaksanakan semua proses pengadaan dari awal hingga selesai tanpa adanya pelimpahan kewenangan kepada pejabat lain, termasuk dalam melakukan pembayaran atas tagihan pengadaan barang dan jasa dari penyedia selaku pihak ketiga/penerima hak. Mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan hingga penyelesaian/pembayaran kontrak pengadaan barang dan jasa semua berada di tangan Pengguna Anggaran. Ini menunjukkan bahwa penyelenggara pemerintahan tidak lagi menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara (asas-asas umum pemerintahan yang baik). Begitu besarnya jumlah aparatur negara tetapi proses penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan dengan baik karena kualitas aparatur yang rendah, sehingga kewenangan yang seharusnya dilimpahkan, dalam pelaksanaannya dikembalikan lagi kepada yang melimpahkan kewenangan tersebut. Sungguh ironis sekali, padahal beban anggaran belanja untuk pegawai mendapat porsi yang besar dalam APBN dan APBD. E. KESIMPULAN1. Tata cara pembayaran dalam pengadaan barang dan jasa melalui beberapa tahapan yang disebabkan adanya pelimpahan kewenangan oleh Pengguna Anggaran kepada pejabat yang ditunjuk, serta adanya pemisahan antara pejabat yang mengeluarkan dana kepada penyedia barang, pejabat yang mempunyai kewenangan untuk mencairkan dana tersebut sebagai pengelolaan perwujudan kekuasaan keuangan negara2. Kewenangan untuk melakukan pembayaran dalam pengadaan barang dan jasa berada pada Pengguna Anggaran sebagai penerbit dan penandatangan SPM. Kewenangan tersebut dapat dilimpahkan kepada Pejabat Penandatangan SPM ataupun pejabat lain yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundag-undangan.3. PA yang merangkap sebagai PPK dalam pengadaan barang dan jasa menunjukkan bahwa semua proses pengadaan barang dan jasa, sejak perencanaan hingga pembayaran kepada penyedia, dikembalikan kepada PA sebagai pemegang kewenangan. Inilah salah satu bentuk penyelenggaraan negara yang tidak menaati asas-asas umum pemerintahan yang baik.[1] Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.[2] Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Biaya Perjalanan Dinas Pakai Sistem At Cost

TEMPO.CO, Jakarta- Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan biaya perjalanan dinas akan bersistem at cost atau dibayar sesuai dengan kebutuhan. Kementerian Dalam Negeri pada 23 Januari 2013 telah mengirimkan surat petunjuk anggaran yang baru kepada seluruh pemimpin daerah."Di semua daerah sekarang perjalanan dinas harus at cost," kata Gamawan saat ditemui usai Rapat Koordinasi Rencana Kerja Pemerintah di kantor Menteri Perekonomian, Kamis, 7 Februari 2013.Sebenarnya, menurut dia, sejak pengiriman surat petunjuk, ketentuan penggunaan biaya perjalanan dinas sudah harus berlaku. Tapi, Kementerian Dalam Negeri memberi waktu satu minggu sejak surat dikirim. "Untuk penyesuaianlah," katanya.Perubahan sistem penggunaan anggaran perjalanan dinas ini dia klaim mampu mengurangi penyelewengan anggaran. "Dengan sistem lumpsum, penyelewengan besar, misalnya, tiket harusnya eksekutif, tapi realisasinya ekonomi."

Gamawan menambahkan, nantinya setiap perjalanan dinas harus menunjukkan bukti kuitansi transportasi dan akomodasi sebelum pencairan anggaran. "Bukti kuitansi hotel, tiket pesawat, dan lainnya," kata dia.Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan 259 kasus yang muncul akibat penyimpangan perjalanan dinas di pemerintah pusat dan daerah yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 77 miliar. Temuan itu berdasarkan laporan hasil pemeriksaan kinerja terhadap 14 obyek pemeriksaan selama semester I-2012 yang dilakukan BPK.Ketua BPK, Hadi Poernomo, mengungkapkan dari total kerugian dari kasus penyimpangan perjalanan dinas tersebut, sebanyak 173 kasus dengan nilai Rp 36,87 miliar merupakan perjalanan dinas ganda dan/atau perjalanan dinas melebihi standar yang ditetapkan.

10 kompetensi yang harus dimiliki oleh Pengelola Keuangan Negara/Daerah

Sebagai konsekwensi dari tanggung jawab tersebut, perlu upaya-upaya serius agar pejabat negara dapat melakukan pengelolaan keuangan negara/daerah dengan lebih berkualitas.Materi ini akan membahas 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh semua pejabat/pegawai yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara/daerah. Terminologi Pengelola Keuangan Negara merujuk pada semua jabatan yang berkaitan dengan penyusunan dan pelaksanaan APBN/D dari pimpinan tertinggi sampai staf terrendah. 10 materi yang harus dipahami oleh pengelola keuangan negara adalah :

1. Cara penetapan APBN/D;2. Anatomi dokumen anggaran;3. Jenis dana yang tersedia;4. Sistem Pengendalian Intern;5. Komponen pokok organisasi Satuan Kerja;6. Cara pemilihan penyedia barang/jasa;7. Dokumen dasar belanja;8. Cara pembayaran;9. Perpajakan atas belanja negara/daerah;10. Pelaporan;

1. Cara Penetapan APBN/DAPBN/D adalah dokumen anggaran, yang pada dasarnya adalah kebijakan keuangan pemerintah pusat/daerah. Namun tidak dipungkiri, penyusunan APBN/D adalah proses politik yang melibatkan unsur legislatif dan eksekutif. Prinsip pokok penetapan APBN/D adalah :Anggaran disusun dalam perspektif waktu jangka menengah (3-5 tahun) sesuai visi dan misi Pimpinan Negara/Daerah bersangkutan. Visi dan misi pimpinan negara/daerah dituangkan dalam Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran. Setiap instansi menjabarkan Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran ke dalam Rencana Kerja (tahunan). Penyusunan Rencana Kerja oleh masing-masing instansi secara normatif bersifat bottom up oleh masing-masing Satuan Kerja yang akan melaksanakan Anggaran.Instansi yang bertanggungjawab dalam bidang perencanaan bertugas melakukan penelaahan konsistensi Rencana Kerja dengan Kebijakan Umum.Instansi yang bertanggungjawab dalam bidang keuangan bertugas melakukan penelaahan konsistensi Rencana Kerja dengan Prioritas Anggaran.Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja diajukan oleh Pimpinan Negara/Daerah kepada Lembaga Legislatif bersangkutan untuk dilakukan pembahasan guna mendapatkan persetujuan.

2. Anatomi Dokumen AnggaranDokumen anggaran menjelaskan 4 hal penting :a.Untuk apa anggaran disediakan Anggaran disediakan untuk tujuan tertentu, secara teknis ditunjukkan dalam klasifikasi fungsi, sub fungsi. program, kegiatan, sub kegiatan. Ini artinya, tidak dapat dilakukan perubahan tujuan pengeluaran anggaran tanpa melakukan perubahan atas dokumen anggaran.b.Oleh siapa anggaran dilaksanakan Dokumen anggaran dilaksanakan oleh unit yang disebut dengan Satuan Kerja. Meskipun disebut dengan nama istilah khusus, pada dasarnya Satuan Kerja melekat pada Struktur Organisasi Formal Pemerintah Pusat/Daerah. Sebagai pelaksanaan dari penyatuan anggaran (unified budget), maka untuk satu unit organisasi hanya terdapat satu Satuan Kerja.c.Apa yang akan dihasilkan dari anggaran Dokumen anggaran juga menjelaskan klasifikasi penggunaan dana yang tersedia untuk belanja pegawai, belanja barang habis pakai, belanjamodal, belanja bantuan sosial atau transfer.d.Berapa batas tertinggi pengeluaran Angka yang tercantum dalam dokumen anggaran adalah batas batas pengeluaran tertinggi untuk unsur bersangkutan.3. Jenis Dana Yang TersediaJenis dana dalam APBN/D memberikan batasan penggunaan APBN/D bersangkutan. Bagi instansi yang berada di bawah pemerintah pusat, jenis dana tidak menjadi konstrain karena hanya mengelola satu jenis dana saja, yaitu dana pusat. Namun bagi instansi Pemerintah Daerah, yang juga merupakan kepanjangan Pemerintah Pusat di daerah, dana yang dikelola terdiri dari : Dana APBD; Dana Dekonsentrasi; Dana Tugas Perbantuan.Masing-masing jenis dana memiliki aturan khusus menyangkut jenis kegiatan dan belanja yang dapat dibiayai

4. Sistem Pengendalian Intern Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2008 sebagai pelaksanaan dari pasal 58 Undang-undang 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada tingkat Satuan Kerja, pengensalian intern dilaksanakan dalam bentuk :

a.Lingkungan PengendalianLingkungan pengendalian pada Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk penetapan Struktur Organisasi yang tepat sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing berdasarkan ketentuan yang berlaku.b.Penilaian resikoPenilaian resiko pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk pemahaman resiko yang mungkin mengganggu proses pengadaan barang/jasa.c.Kegiatan pengendalianKegiatan pengendalian pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam pengamanan atas asset-asset (termasuk dokumen) yang melekat dan yang akan dihasilkan oleh Satuan Kerja.d.Informasi dan KomunikasiInformasi dan komunikasi pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk penyusunan Laporan Keuangan Satuan Kerja.e.PemantauanPemantauan pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk pemantauan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.

5. Komponen Pokok Organisasi Satuan KerjaMelanjutkan pembahasan tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, pengelola Keuangan Negara harus memahami komponen pokok organisasi Satuan Kerja. Satuan Kerja dipimpin oleh Kepala Satuan Kerja/Kuasa Pengguna Anggaran dan sekurang-kurangnya harus terdiri dari tiga unit yang terpisah yaitu :a. Pejabat Pembuat KomitmenPejabat Pembuat Komitmen yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara. Karena jenis belanja yang berbeda, pada prinsipnya Pejabat Pembuat Komitmen bekerja sesuai karakteristik jenis belanja masing-masing. Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran belanja negara bisa dalam bentuk Surat Keputusan atau Kontrak Perikatan dengan Penyedia Barang/Jasa. Khusus untuk Pejabat Pembuat Komitmen Belanja Barang/Jasa sekurang-kurang nya harus dibantu oleh :1) Pejabat Pengadaan /Panitia Pengadaan/Unit Layanan PengadaanUnit ini membantu Pejabat Pembuat Komitmen mulai dari perencanaan pengadaan sampai dengan ditandatanganinya kontrak perikatan dengan penyedia barang/jasa2) Panitia Pemeriksa Barang/PekerjaanPanitia bekerja sejak ditandatanganinya kontrak perikatan dengan penyedia barang/jasa, bertugas melakukan pemeriksaan atas barang/hasil pekerjaan guna menjamin bahwa barang/jasa yang dihasilkan sesuai dengan kontraknya. Panitia bekerja serah terima barang/pekerjaan.b.Pejabat Penandatangan Surat Perintah MembayarUndang-undang Keuangan Negara telah mengamanatkan bahwa tanggung jawab pengeluaran negara ada pada Satuan Kerja melalui penerbitan Surat Perintah Membayar. Pembayaran melalui Surat Perintah Membayar dapat ditujukan ke rekening Bendaharawan maupun rekening pihak ke 3.c.BendaharawanBendaharawan bertugas melaksanakan pembayaran tunai kepada pihak ke 3 atau penerima pembayaran yang telah ditunjuk. Meskipun ketentuan pengelolaan keuangan negara sudah mengalami perubahan, kewajiban pembuatan Buku Kas Umum oleh Bendaharawan masih berlaku.d.Unit Perencanaan dan Pelaporan Unit ini tidak disyaratkan oleh ketentuan atau peraturan manapun. Namun dalam pelaksanaannya, Organisasi Kepala Satuan Kerja perlu dilengkapi dengan :1)Sub unit yang bertugas membuat rencana kerja, mempersiapkan data pendukung, mempersiapkan bahan revisi DIPA;2) Sub unit yang bertugas menyusun Laporan Keuangan dan melaksanakan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara pada tingkat Satuan Kerja.

6.Cara Pemilihan Penyedia Barang/JasaKetentuan tentang cara pemilihan penyedia barang/jasa diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Khusus pemahaman mengenai hal ini, telah diwajibkan adanya Sertifikasi Ahli Pengadaan. Pengadaan barang/jasa dilakukan dalam dua sistem yaitu :Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya dilakukan dengan cara lelang;Pengadaan Jasa Konsultansi dilakukan dengan cara seleksi. Penyedia barang/jasa yang dipilih berdasarkan lelang atau seleksi adalah penyedia barang/jasa yang :Memenuhi syarat kualifikasi; DAN Termurah dari segi harga ATAU terbaik dari segi teknis ATAU memiliki nilai terbaik dari segi teknis dan harga.7. Dokumen Dasar BelanjaDokumen dasar yang terkait dengan belanja berbeda tergantung pada jenis belanjanya, yaitu :a. Belanja PegawaiBelanja pegawai adalah pembayaran kepada pegawai di lingkungan Satuan Kerja bersangkutan dilaksanakan dengan menebitkan Surat Keputusan.b. Belanja Barang/Jasa dan Belanja ModalBelanja barang/jasa adalah pembayaran kepada pihak ke 3 atas dasar kontrak perikatan yang dapat berupa : Kwitansi, untuk belanja sampai dengan Rp 5 juta; Surat Perintah Kerja, untuk belanja sampai dengan Rp 50 juta; Kontrak Pengadaan Barang/Jasa, untuk belanja di atas Rp 50 juta; Kontrak Pengadaan Barang/Jasa dengan pendapat ahli hukum, untuk belanja di atas Rp 50 milyarc. Belanja Langgaran Daya dan JasaBelanja langganan daya dan jasa berupa listrik, telepon, gas dan air dilaksanakan berdasakan tagihan langganan yang diterbitkan oleh penyedia daya dan jasa kepada Satuan Kerja.d. Belanja PerjalananBelanja perjalanan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Perjalanan Dinas. Komponen belanja perjalanan adalah : Biaya transportasi yang harus dibuktikan dengan tiket dari perusahaan angkutan dan boarding pass (untuk angkutan udara); Biaya akomodasi yang harus dibuktikan dengan kwitansi dari penyedia jasa akomodasi; Uang harian yang dibayarkan lumpsume. Belanja Bantuan SosialBelanja bantuan sosial dilaksanakan berjanjian perjanjian kerjasama antara Satuan Kerja dengan lembaga penerima bantuan sosial.

8. Cara PembayaranPembayaran atas beban APBN/D dilaksanakan atas dasar : Ada permintaan pembayaran; Ada dokumen dasar belanja (lihat angka 7); Pembayaran dilaksanakan setelah serah terima barang atau setelah pekerjaan selesai dilaksanakan.Pembayaran dilaksanakan dengan 3 macam cara, yaitu :a. Pembayaran secara langsung ke rekening pihak ke 3 Satuan Kerja menerbitkan Surat Perintah Membayar LS kepada Instansi Perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening Pihak ke 3; Instansi Perbendaharaan melakukan transfer dana langsung ke rekening penerima pembayaran;b. Pembayaran menggunakan uang persediaan Satuan Kerja menerbitkan Surat Perintah Membayar Uang Persediaan kepada Instansi Perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening Bendaharawan; Instansi Perbendaharaan melakukan transfer dana ke rekening Bendaharawan; Bendaharawan melakukan pembayaran tunai kepada pihak ke 3;c. Pembayaran secara langsung melalui bendahara Satuan Kerja menerbitkan Surat Perintah Membayar LS kepada Instansi Perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening Bendaharawan dilampiri Daftar Nominatif penerima pembayaran; Instansi Perbendaharaan melakukan transfer dana ke rekening Bendaharawan; Bendaharawan melakukan pembayaran tunai kepada penerima yang namanya tercantum dalam Daftar Nominatif.

9. Perpajakan atas belanja negaraPembayaran belanja negara/daerah melalui APBN/D sudah termasuk segala pajak dan bea yang terutang. Ada 3 macam perlakuan pajak dan bea atas belanja yaitu :a. Pajak disetor oleh penerima pembayaran, yaitu : Bea Materai; PPN untuk pembelian kurang dari Rp 1 juta; PPN untuk langgaranan daya dan jasa.b. Pajak yang dipungut oleh Satuan Kerja, yaitu : Pajak Penghasilan pasal 21; Pajak Penghasilan pasal 22; Pajak Penghasilan pasal 23; Pajak Pertambahan Nilai untuk pembelian di atas Rp 1 juta; Pajak Penjualan atas Barang Mewah.c. Tidak dikenakan pajakBelanja perjalanan dan belanja bantuan sosial tidak dikenakan pajak.Pemungutan pajak oleh Satuan Kerja berdasarkan jenis belanja sebagai berikut :a. Belanja PegawaiBelanja Pegawai dikenakan pajak dengan 2 cara : Untuk penghasilan tetap berupa gaji yang rutin diterima setiap bulan dikenakan PPh pasal 21 sesuai ketentuan tatacara perhitungan yang berlaku; Untuk penghasilan tidak tetap berupa honorarium dikenakan pajak 15% final dari jumlah honorarium yang dibayarkan.b. Belanja Barang/Jasa Belanja barang/jasa dikenakan : PPN sebesar (10/110) dikalikan nilai pembayaran; PPh pasal 22 sebesar 1,5% dari harga jual untuk belanja barang; PPh pasal 23 sebesar tarif efektif dikalikan harga jual untuk belanja jasa. PPnBM sebesar tarif yang berlaku dikalikan harga jual untuk belanja barang yang terutang PPnBM.Sejak tanggal 1 Januari 2009, kepada penerima pembayaran yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif pajak sebesar 200% dari tarif yang berlaku.

10. PelaporanSatuan Kerja mempunyai kewajiban menyelenggarakan pelaporan dalam bentuk :a. Penyusunan Laporan Keuangan yang terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan atas Laporan Keuangan;b. Pelaksanaan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara;c. Pembuatan Buku Kas Umum Bendaharawan.

Demikian uraian pokok mengenai 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh Pengelola Keuangan Negara/Daerah. Pada setiap pokok bahasan, terdapat berbagai peraturan dan ketentuan yang selalu berkembang, meskipun secara substansial tidak mengalami perubahan.

Ditulis dalam rangka Workshop Penyusunan Dokumen Kontrak, SKPD Tk II Kab Tanah Laut di Pelaihari, 7 April 2009

Bukti Perjanjian dan Bukti Pembayaran

Tulisan ini bisa dibilang lanjutan dari keasyikan membedah pengadaan langsung menggunakan metode yang saya pakai pada buku Cara Mudah Membaca Peraturan Pengadaan Barang/Jasa. Pada artikel Pengadaan Langsung dan Bukti Perjanjian, diungkapkan bahwa ada pemahaman umum yang menempatkan metode pengadaan sebagai proses untuk mendapatkan bukti perjanjian tertentu. Diskusipun berlanjut pada pembahasan tentang keterkaitan bukti perjanjian dengan proses pembayaran. Karena pertanyaan ini sering muncul di daerah maka pembahasan difokuskan pada pada penggunaan anggaran APBD.Kesederhanaan proses pengadaan terkait bukti perjanjian dalam Perpres 54/2010 ternyata tidak sama dengan prosedur pembayaran/pencairan disisi keuangan. Misal untuk pengadaan langsung dengan nilai Rp.10.000.000,-. Menurut P54/2010 dan perubahannya, dapat menggunakan bukti pembelian/nota. Ternyata di sisi pembayaran, yang menjadi ranah tata kelola keuangan, bukti pembelian/nota bisa saja tidak diterima.Apalagi kalau objek belanja adalah barang modal. Seperti yang diatur dalam Permendagri 13/2006 pasal 53 ayat 1 bahwa belanja modal digunakan untuk pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.Kemudian surat edaran SE.900/316/BAKD tentang pedoman sistem dan prosedur penatausahaan dan akuntansi, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah, yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah, menklasifikasikan belanja modal ke dalam belanja yang dipertanggungjawabkan dengan ketentuan LS.Definisi LS dalam Permendagri 13/2006 pasal 1 ayat 69 adalah SPP Langsung yang selanjutnya disingkat SPP-LS. Yaitu dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan pembayaran langsung kepada pihak ketiga atas dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya dan pembayaran gaji dengan jumlah, penerima, peruntukan, dan waktu pembayaran tertentu yang dokumennya disiapkan oleh PPTK.Dari runtutan aturan tentang pembayaran apabila terdapat pembelian Laptop senilai Rp.10.000.000,- dari sisi bukti perjanjian diatur oleh P54/2010 adalah nota, kuitansi, SPK dan Surat Perjanjian. Ketika P54/2010 pasal 55 ayat 2 akan diterapkan pada pembelian ini, yaitu dengan bukti pembelian (nota), maka secara hukum sesuai P54/2010 adalah sah dan berlaku. Namun dari sisi pembayaran tidak akan diterima, karena Permendagri 13/2006 pasal 1 ayat 69 mensyaratkan SPK atau SP (Surat Perjanjian). Barang dapat dibeli tapi tidak dapat dibayar.Untuk itu dalam kerangka sinkronisasi pelaksanaan aturan diranah pengelolaan barang dan pengelolaan keuangan, harus dipilah pemahaman antara bukti perjanjian dan bukti pembayaran. Hasil dari pemilahan ini kemudian dijadikan dasar pengklasifikasian dan sinkronisasi.Apabila dikaitkan dengan kesimpulan artikel Pengadaan Langsung dan Bukti Perjanjian langkah ini akan saling mendukung. Metode pemilihan penyedia hingga penggunaan tanda bukti perjanjian adalah untuk mendapatkan barang/jasa sesuai kebutuhan. Bukti perjanjian bukanlah tujuan akhir dari pengadaan barang/jasa.Untuk mempermudah identifikasi dapat digunakan tabel atau matriks berikut ini:

Perpres 54/2010Permendagri 13/2006

Nilai PengadaanBukti PerjanjianBelanja Barang/JasaBukti Pembayaran

s/d 10jtNota/Kuitansi/SPK/SPNon ModalNota / Kuitansi/ SPK/SP

10jt s/d 50jtKuitansi/SPK/SPModalSPK/SP

50jt s/d 200jtSPK/SP

Di atas 200jtSP

Nilai BelanjaJenis BelanjaBarang/JasaBukti Perjanjian/Bukti Pembayaran

s/d 10jtNon ModalNota / Kuitansi/SPK/SP

s/d 10jtModalSPK/SP

10jt s/d 50jtNon ModalKuitansi/SPK/SP

10jt s/d 50jtModalSPK/SP

50jt s/d 200jtSemuaSPK/SP

Di atas 200jtSemuaSP

Dari matriks ini maka setidaknya dapat diambil langkah kompromi antara dua aturan yaitu belanja barang/jasa yang bersifat non modal atau operasional, definisinya salah satunya sama antara P54/2010 pasal 39 ayat 1 huruf a dan Permendagri 13/2006 pasal 52, yaitu barang/jasa yang nilai manfaatnya tidak lebih dari 12 bulan bukti perjanjian/bukti pembayaran minimal yang digunakan adalah bukti pembelian/nota disesuaikan dengan nilai pengadaan yang diatur P54/2010. Untuk belanja modal minimal bukti perjanjian/pembayaran yang dipergunakan adalah minimal SPK disesuaikan dengan nilai pengadaan yang diatur P54/2010.Sekarang mari kita aplikasikan kompromi ini pada metode pengadaan langsung:1. Pengadaan langsung s/d 10 juta untuk belanja non modal dapat menggunakan minimal bukti pembelian/nota yang diakui secara sah untuk mendapatkan pembayaran.2. Pengadaan langsung s/d 10 juta untuk belanja modal menggunakan minimal SPK/SP yang diakui secara sah untuk mendapatkan pembayaran.3. Pengadaan langsung 10 juta s/d 50 juta untuk belanja non modal menggunakan minimal Kuitansi yang diakui secara sah untuk mendapatkan pembayaran.4. Pengadaan langsung 10 juta s/d 50 juta untuk belanja modal menggunakan minimal SPK yang diakui secara sah untuk mendapatkan pembayaran.5. Pengadaan langsung 50 juta s/d 200 juta untuk belanja modal/nonmodal menggunakan minimal SPK yang diakui secara sah untuk mendapatkan pembayaran.6. Pengadaan diatas 200 juta untuk belanja modal/non modal menggunakan minimal SP yang diakui secara sah untuk mendapatkan pembayaran.Tentu akan ada pertanyaan tentang kebijakan penyederhaan aturan dan tata cara serta misi percepatan penyerapan anggaran yang diusung P70/2012 ketika pemikiran ini dituliskan. Khususan untuk belanja modal yang nilainya s/d 50jt tidak diperbolehkan menggunakan bukti perjanjian nota/kuitansi. Namun sekali lagi tulisan ini hanya mencoba mencari kompromi dari dua aturan yang inti semangatnya sama antara efisiensi dan akuntabilitas.Seperti yang tertuang pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor SE.900/316/BAKD tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah tanggal 5 april 2007 bahwa Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah merupakan dokumen yang dinamis (live documents), yang artinya akan senantiasa diperbaharui (up date), dan Pemerintah Daerah dapat menyesuaikannya sesuai kondisi daerah masing-masing dengan tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Sekarang tergantung pada daerah apakah berani membuat aturan yang berbeda?

Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD

( Permendagri 13 Tahun 2006 )

Pasal 1 5. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disingkat PPK-SKPD adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.

Bagian KetujuhPejabat Penatausahaan Keuangan SKPD

Pasal 13(1) Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai PPK-SKPD.(2) PPK-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:a. meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK;b.meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran;c. melakukan verifikasi SPP;d. menyiapkan SPM;e. melakukan verifikasi harian atas penerimaan;f. melaksanakan akuntansi SKPD; dang. menyiapkan laporan keuangan SKPD.

(3) PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.

Apakah fungsi PPTK? Dapatkah PPTK ikut menandatangani Kontrak

17 Desember 2012, 09:41 WIB Berdasarkan Surat Edaran Bersama Menteri dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 027/824/SJ dan Kepala LKPP nomor : 1/KA/LKPP /03/2011 tanggal 16 Maret 2011, Khusus untuk pemerintahan Daerah Kedudukan, Tugas Pokok, dan wewenang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pengguna Anggaran (PA), dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, maka disampaikan hal-hal sebagai berikut:a. Dalam hal PA belum menunjuk dan menetapkan PPK, maka PA menunjuk KPA yang ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk bertindak sebagai PPK. KPA sebagai PPK dapat dibantu oleh PPTK;b. Dalam hal kegiatan SKPD tidak memerlukan KPA seperti Kecamatan atau Kelurahan, maka PA (Kepala Desa/Lurah/Camat) bertindak sebagai PPK sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Dengan demikian Pengguna anggaran yang dapat menandatangani Kontrak adalah PA untuk tingkat kecamatan/kelurahan. Sedangkan penandatanganan Kontrak untuk unit kerja di pemerintah daerah didelegasikan kepada PPK atau KPA, bukan dilakukan oleh PA.c. Untuk Pengadaan Barang/Jasa yang sudah dilaksanakan sebelum terbitnya surat edaran bersama ini, PA/KPA yang telah menunjuk dan menetapkan PPK sesuai dengan tugas pokok dan kewenangannya dalam pengadaan barang/jasa, maka:1. PPK tetap melaksanakan tugas dan wewenang PA/KPA untuk menandatangai Kontrak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005.2. PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh PPTK sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005.Mengacu pada ketentuan diatas, maka PPTK tidak dapat menandatangani Kontrak.

Apakah dimungkinkan apabila PPK memberikan kompensasi dalam pelaksanaan Kontrak kepada Penyedia Barang/Jasa?

Kompensasi atau peristiwa kompensasi dalam pelaksanaan Kontrak pengadaan barang dan jasa adalah segala sesuatu yang diterima dapat berupa fisik maupun non fisik dari Pejabat pembuat komitmen kepada penyedia.Kompensasi yang dapat diberikan oleh PPK kepada penyedia barang dan jasa hanya dapat berupa dua hal yaitu :1.Perpanjangan waktu pelaksanaan Kontrak2.Ganti rugi Kompensasi timbul bilamana penyedia memberitahukan kepada PPK bahwa perintah PPK kepada penyedia tidak termasuk kewajiban Kontrak atau penyedia tidak dapat melaksanakan Kontrak karena PPK tidak menyediakan sesuai Kontrak.Jadi terdapat syarat adanya tanggapan dari penyedia bahwa perintah yang dibuat oleh PPK atau kondisi yang disiapkan oleh PPK tidak sesuai dengan Kontrak.

Contoh dalam Kontrak penyedia diperintahkan uji mutu beton dalam pelaksanaan pengerjaan, hal tersebut telah dilakukan oleh penyedia sesuai Kontrak namun PPK belum memperoleh informasi yang valid atau belum cukup yakin terhadap uji tersebut maka memerintahkan lagi kepada penyedia untuk melakukan uji ke tempat lain. Dengan demikian penyedia memberitahu bahwa berdasar Kontrak penyedia hanya diwajibkan uji sekali saja, maka penyedia harus memberitahukan bahwa hal tersebut untuk dihitung sebagai peristiwa kompensasi. Bila ternyata uji di tempat lain hasilnya sama sesuai dengan hasil sebelumnya maka hal demikian disebut sebagai peristiwa kompensasi. Namun bilamana hasilnya tidak sama dengan hasil uji sebelumnya maka bukan sebagai peristiwa kompensasi.Mengacu kepada ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan standar dokumen pengadaan mengenai kompensasi : PPK yang melakukan cidera janji terhadap ketentuan yang termuat dalam Kontrak, dapat dimintakan ganti rugi dengan ketentuan sebagai berikut:a. besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga terhadap nilai tagihan yang terlambat dibayar, berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan Bank Indonesia; ataub.Dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam Kontrak.Besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga terhadap nilai tagihan yang terlambat dibayar, berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan Bank Indonesia, atau dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam Dokumen Kontrak.Tata cara pembayaran denda dan/atau ganti rugi diatur di dalam Dokumen Kontrak.Jika PPK atau Pengawas Pekerjaan memerintahkan penyedia untuk melakukan pengujian Cacat Mutu yang tidak tercantum dalam Spesifikasi Teknis dan Gambar, dan hasil uji coba menunjukkan adanya Cacat Mutu maka penyedia berkewajiban untuk menanggung biaya pengujian tersebut. Jika tidak ditemukan adanya Cacat Mutu maka uji