Upload
rina-nur-apriyanti-chuabbie
View
45
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
cgfgfgfg
Citation preview
STATUS NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 68 thn
Alamat : Pasapen
Agama : Islam
Suku : Sunda
Status Perkawinan : menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk RS : 01 September 2013
No CM : 891035
II. Anamnesa (allonamnesis)
(tanggal 06 september 2013)
Keluhan Utama
Lemah pada lengan dan tungkai kanan
Keluhan tambahan
Susah berbicara dan sesak
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD 45 Kuningan dengan keluhan lengan dan
tungkai kanan lemah sejak 2 jam SMRS, keluhan dirasakan timbul secara
mendadak pada saat setelah bangun tidur dan bicara mulai susah
Menurut keluarga pasien mengeluh pusing.selain itu pasien merasa
mual tetapi tidak sampai muntah.menurut keluarga,pasien tidak
mengalami pingsan semenjak keluhan ini terjadi. Keluarga pasien
mengatakan pasien tidak pernah terjatuh dan atau terbentur kepalanya.
Menurut keluarga pasien BAK dan BAB tidak ada keluhan, Kemudian
karena keluhan yang dirasakan pasien semakin berat, maka keluarga
pasien memutuskan untuk berobat ke RSUD 45 Kuningan unutk
dilakukan perawatan lebih lanjut
Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut keluarga pasien, Keluhan lengan dan tungkai lemah ini
pernah dirasakan pasien tetapi tanpa ada keluhan sulit bicara.
Sebelumnya pasien memiliki riwayat Hipertensi tidak terkontrol dan
penyakit DM serta pernah dicurigai memiliki penyakit jantung
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengaku tidak ada yang mengalami hal yang serupa dengan
pasien, riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, asma dan
alergi disangkal
Riwayat Habituasi
Pasien tidak merokok,tidak mengkonsumsi alkohol maupun kopi.
Pasien jarang berolahraga, pasien jarang mengkonsumsi sayur sayuran
III. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 06 September 2013 )
Status Generalis
1. Keadaan Umum : tampak lemah
2. Kesadaran : somnolen
3. Vital sign
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 102 x/menit
Respirasi : 26 x/menit
Suhu : 36,6º C
4. Kepala
Bentuk : normochepal
Rambut : hitam lurus, distribusi merata
Wajah : asimetris bibir tertarik kekanan
Mata : pupil bulat isokor 3mm, edema kelopak mata (-/-),
CA (-/-), SI (-/-), exopthalmus (-/-), endopthalmus (-/-), ptosis (-/-),
reflek cahaya direk indrek (+/+)
Telinga : normal, tes pendengaran tidak dilakukan
Hidung : dalam batas normal
Mulut/lidah : bibir kering (-), lidah simetris tidak menyimpang
ke satu sisi, eutrofi lidah, fasikulasi (-)
5. Leher
Jejas tidak ada
Pembesaran kelenjar tidak ada
6. Thorak
Pulmo
Inspeksi : dinding dada simetris, gerakan dada kanan
simtris
Palpasi : vokal fremitus dextra = sinistra
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : teraba di sela iga V 1 cm lateral garis midklavikula
sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Askultasi : bunyi jantung 1-2 reguler, gallop (-), murmur (-)
7. Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen datar
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, supel, hepar lien tidak teraba
membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
8. Anogenital
Tidak dilakukan pemeriksaan
9. Ekstremitas
Superior : akral hangat, edema (-/-)
Inferior : akral hangat, edema (-/-)
Status neurologik
Meningeal sign
Kaku kuduk : negatif
Brudzinski I : tidak dilakukan
Brudzinski II : tidak dilakukan
Brudzinski III : tidak dilakukan
Kernig sign : tidak dilakukan
Laseque sign : tidak dilakukan
Perangsangan radikuler
Cross laseque test : tidak dilakukan
Lhermitte test : tidak dilakukan
Nafzinger test : tidak dilakukan
N. Craniales
Nervus I Olfaktorius
Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus II Optikus
Ketajaman penglihatan (visus) : tidak dilakukan
Lapang pandang : tidak dilakukan
Fundus okuli : tidak dilakukan
Nervus III Okulomotorius
Ptosis : (-/-)
Gerakan bola mata keatas dalam : (+/+) normal
Gerakan bola mata medial : (+/+) normal
Gerakan bola mata kebawah luar : (+/+) normal
Pupil : ukuran ; (3mm/3mm),
bentuk ; bulat, isokor
Ref. Cahaya direk : (+/+) normal
Ref. Cahaya indirek : (+/+) normal
Reflek akomodasi : (+/+) normal
Diplopia : (-/-)
Nervus IV Trochlearis
Gerak bola mata ke bawah dalam : (+/+) normal
Strabismus divergen : (-/-)
Diplopia : (-/-)
Nervus V Trigeminus
Reflek kornea : tidak dilakukan
Sensibilitas opthalmik : tidak dilakukan
Sensibilitas maxilla : tidak dilakukan
Sensibiltas mandibula : tidak dilakukan
Membuka mulut (deviasi rahang bawah) : tidak ada deviasi
Jaw reflek : (+)
Nervus VI Abdusens
Gerak bola mata ke lateral : (+/+) normal
Strabismus konvergen : (-/-)
Diplopia : (-/-)
Nervus VII Fasialis
Kerutan dahi : (+) simetris
Mengangkat alis : (+/+) simetris
Memejamkan mata : (+/+) simetris
Menyeringai : simetris
Daya kecap Sensasi rasa 2/3 anterior lidah : tidak dilakukan
Mendengar suara berbisik : tidak dilakukan
Tes rinne : tidak dilakukan
Tes Weber : tidak dilakukan
Tes Schwabach : tidak dilakukan
Nervus IX Glossopharyngeal
Arkus faring : tidak dilakukan
Uvula : tidak dilakukan
Sensasi 1/3 posterior lidah : tidak dilakukan
Disatria : tidak dilakukan
Reflek gag ; tidak dilakukan
Menelan : tidak dilakukan
Nervus X vagus
Memalingkan kepala : tidak dilakukan
Mengangkat bahu : tidak dilakukan
Trofi otot bahu : tidak dilakukan
Nervus XII Hypoglossus
Sikap lidah : simetris, mencong (-)
Artikulasi : sulit dinilai (afasia)
Tremor lidah : (-)
Menjulurkan lidah : (+) simetris
Trofi otot lidah : eutrofi
Fasikulasi lidah : (-)
Sistem motorik
Badan :
Px. m. erektor spina : tidak dilakukan
Px. otot dinding perut : tidak dilakukan
Extrmitas superior :
Nyeri tekan : (-/-)
Kontur otot : eutrofi (+ = +)
Tonus otot : normal (+ = +)
Kekuatan otot (gerakan aktif) : (1/5)
Ekstrmitas inferior :
Nyeri tekan : (-/-)
Kontur otot : eutrofi (+ = +)
Tonus otot : normal ( + = +)
Kekuatan otot (gerakan aktif) : (2/5)
Gerakan involunter :
Tremor : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Fasikulasi : (-)
Sistem sensorik
Eksterossptif :
rasa nyeri : (+)
rasa raba : (+)
rasa suhu : tidak dilakukan
Proprioseptif
Rasa gerak dan rasa sikap : tidak dilakukan
Rasa getar : tidak dilakukan
Rasa – raba – kasar (rasa tekan) : tidak dilakukan
Rasa – nyeri – dalam : tidak dilakukan
Reflek fisiologis
Reflek dalam ( fisiologis)
Reflek glabela : tidak dilakukan
Reflek rahang bawah : tidak dilakukan
Reflek biceps : (<< / + )
Reflek triceps : ( << / + )
Reflek brakhioradialis : ( << / + )
Reflek ulna : tidak dilakukan
Reflek fleksor jari-jari : tidak dilakukan
Reflek-dalam dinding perut : tidak dilakukan
Reflek patella : ( << / + )
Reflek tendon achilles : (<< / + )
Reflek supeficialis
Reflek kornea : tidak dilakukan
Reflek dinding perut superficialis : tidak dilakukan
Reflek kremaster : tidak dilakukan
Reflek anus superficialis : tidak dilakukan
Reflek patologis
Reflek Babinski : ( + / - )
Chaddock : ( - / - )
Gordon : ( - / - )
Oppenheim : ( - / - )
Gonda : ( - / - )
Schaefer : ( - / - )
Hoffman trommer : ( - / -)
Fungsi keseimbangan dan koordinasi
Tes romberg : tidak dilakukan
Disdiakokinesia : tidak dilakukan
Telunjuk – hidung : tidak dilakukan
Jari jari : tidak dilakukan
Tumit – lutut : tidak dilakukan
Rebound phenomenon : tidak dilakukan
Fungsi vegetatif
Miksi : (+) normal
Defekasi : (+) normal
Fungsi luhur
Bahasa : baik
Orientasi : sulit dinilai (afasia)
Memori : baik
Emosi : baik
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (02 – 09 – 2013)
Hb : 11,4 gr/dl
Ht : 35,9 %
Leukosit : 10.100/mm3
Trombosit : 262.000/mm3
Gula darah sewaktu : 332 mg/dl
SGOT : 45 U/l
SGPT : 51 U/l
Ureum : -
Kreatinin : 1,5
Na : 136
K : 4,4
Cl : 108
Tanggal 03-09-2013 :
kolesterol total : 227 mg/dl
HDL kolesterol : 69 mg/dl
LDL kolesterol : 125 mg/dl
Trigliserida : 164 mg/dl
Asam urat : 8,1 mg/dl
Ct- scan ( 05 – 09 – 2013 )
Infark lobus pariental kiri
Diagnosa fungsional : hemiparese dextra + afasia motorik e.c stroke
infark
Diagnosa anatomis : infark lobus pariental sinistra
Diagnosa etiologi : oklusi sistem a.karotis interna sinistra e.c
aterotrombotik dengan resiko hipertensi,hiperglikemi,hiperlipidemia
V. Penatalaksanaan
Medikamentosa
IVFD asering 12 jam
Tromboaspilet 2x1
Citicolin 500mg 2x1 amp
Ranitidin 2x1 amp
Amlodipin 1x 5 mg
Furosemid 1 x 5 mg
Metformin 1 x 580 mg
Rosuvastatin 20mg 1x1
Allopurinol 1x100mg
Non medikamentosa
Tirah baring
Diet rendah garam, kolesterol, asam urat
Edukasi : Rubah pola gaya hidup : konsumsi sayuran,olahraga
Rencana untuk fisioterapi
VI. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
VII. Follow up
9-09-2013
Keluhan : lengan dan tungkai kanan masih tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis,
Vital sign : TD : 160/90 mmHg
Nadi : 90x/menit, HR = nadi reguler
RR : 24x/menit
Suhu : 36,7o C
Px fisik: kepala, leher, thorak, abdomen dalam batas normal
Px neurologis: Parese N.VII dan N.XII sinistra central (sudah mulai
bicara)
Kekuatan otot (1/5), (2/5)
Reflek patologis babinski :Eks. Superior (+/-)
Hasil laboratorium : GDS 327
*perbaikan TD, berbicara dan penurunan GDS
PEMBAHASAN
Stroke adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi
otak secara fokal atau global, yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan
yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskuler
(WHO 1983). Stroke merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi, yang
berdasarkan laporan tahunan 2006 di RSSA angka kematian ini berkisar antara
16,31% (462/2832) dan menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasien dirawat
inapkan. Angka-angka tersebut tidak membedakan antara stroke iskemik dan
hemoragik. Di negara lain seperti Inggris dan Amerika, sebagian besar stroke
yang dijumpai pada pasien (88%) adalah jenis iskemik karena penyumbatan pada
pembuluh darah, sedangkan sisanya adalah stroke hemoragik karena pecahnya
pembuluh darah1.
Stroke Non Hemoragik (iskemik dan infark) adalah gangguan peredaran darah
pada otak yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga
menimbulkan infark/ iskemik. Umumnya terjadi pada saat penderita istirahat.
Tidak terjadi perdarahan dan kesadaran umumnya baik. Stroke non-hemoragik
terjadi karena penurunan aliran darah sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi
gangguan fungsi pada sebagian jaringan otak. Bila hal ini lebih berat dan
berlangsung lebih lama dapat terjadi infark dan kematian. Berkurangnya aliran
darah ke otak dapat disebabkan oleh berbagai hal misalnya thrombus, emboli yang
menyumbat salah satu pembuluh darah, atau gagalnya pengaliran darah oleh
sebab lain, misalnya kelainan jantung (fibrilasi, asistol). Stroke non-hemoragik
lebih sering dijumpai daripada yang hemoragik, diagnosis mudah ditegakan, yaitu
timbulnya deficit neureologik secara mendadak (misalnya hemiparesis), dan
kesadaran penderita umumnya tidak menurun2,3.
Hiperlipidemia :
Peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal,
kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke,
merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl,
trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010),
dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%,
hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.
Tingginya kadar kolesterol dalam darah akan menyebabkan pengendapan
kolesterol pada dinding pembuluh darah, yang mengakibatkan pembuluh darah
menjadi sempit, keras dan kaku karena kehilangan sifat elastisitasnya. Kadar
kolesterol tinggi merupakan salah satu faktor yang memacu timbulnya penyakit
pembuluh darah termasuk pembuluh darah di otak dan merupakan faktor
timbulnya stroke.
Hiperurisemia
Hiperurikemia juga sebagai prediktor kejadian hipertensi dan penyakit
jantung. Peningkatan kadar asam urat pada penderita hipertensi juga
meningkatkan
mortalitas dan morbilitas penyakit kardiovaskuler. Peningkatan kadar asam urat
secara independen merupakan prediktor untuk stroke dan kematian pada penderita
Diabetes mellitus. Pada sindroma metabolik peningkatan kadar asam urat
bertanggung jawab dalam terjadinya disfungsi endotel.
Hemiparesis, terjadi jika lesi di a.cerebri media (ACM) dan a.cerebri
anterior (ACA). ACM memperdarahi lobus temporal yang mengatur motorik
lengan, sedangkan ACA memperdarahi lobus frontal yang mengatur motorik
tungkai
Parese N.VII, pada gangguan central, skitar mata dan dahi yang mendapat
persarafan dari dua sisi tidak lumpuh, yang lumpuh ialah bagian bawah dari
wajah. Bagian inti motorik yang mengurus bagian wajah bagian bawah mendapat
persarafan dari korteks motorik konralateral, sedangkan yang mengurus wajah
bagian atas mendapat persarfan dari kedua sisi kortek motorik (bilatreal).
Karenanya kerusakan sesisi pada UMN dari nervus VII (lesi pada traktus
piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot
bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Penderitanya masih dapat
mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan bilateral, tetapi
ia kurang dapat mengangkat sudut mulut ( menyeringain memperlihatkan gigi
geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh.
Parese N. XII, ganguan pada N.XII dapat terjadi karena lesi supranuklir,
nuklir atau infranuklir. Lesi supranuklir (=sentral , UMN) dapat terjadi karena
krusakn dikorteks, atau traktus piramidalis (di kapsula interna dan batang otak),
misalnya oleh karena gangguan perdaran otak. Dalam hal ini didaptkan
kelumpuhan otot lidah tanpa adanya atropi (infarnuklir) dan fasikulasi.
Reflek, reflek neurologis bergantung pada suatu lengkungan (lengkung
reflek) yang terdiri dari atas jalur aferen yang dicetus oleh reseptor dan sistem
eferen yang mengaktifasi organ efektor, serta hubungan antara kedua komponen
ini. Misal reflek tendon lutut (patella) timbul karena adanya rangsang (ketokan),
reseptor, serabut eferen, dan efektor (otot). Hal ini dinamakan lengkung reflek.
Bila lengkung ini rusak maka reflek akan hilang. Selain lengkungan tadi
didapatkan pula hubungan dengan pusat yang lebih tinggi diotak yang tugasnya
memodifikasi reflek tersebut. Bila hubngan dengan pusat yang lebih tinggi ini
terputus, misalnya pada kerusakan pada sistem piramidal, hal ini akan
mengakibatkan reflek meninggi. Reflek yang meninggi tidak selalu berati adanya
gangguan patologis, tetapi bila rflek pada sisi kanan berbeda pada sisi kiri, besar
sekali kemungkinan bahwa hal ini disebabkan oleh keadaan patologis
Pemberian cairan isotonis Asering karena pasien mengalami gangguan
homeostatis dan harus segera diberikan infus asering untuk mengembalikan
keseimbangan air dan elektrolit pasien.
Komposisi : Per L: Na 130 meq, K 4 meq, Cl 109 meq, Ca 3 meq, acetate 28 meq.
Indikasi : Asering : Terapi cairan pengganti untuk kondisi kehilangan cairan
secara akut.
Dosis : individual
Kontra indikasi : Penderita gagal jantung kongestif, kerusakan ginjal, edema paru
yang disebabkan oleh retensi Na & hiperproteinemia. Penderita hipernatremia,
hiperkloremia, hiperkalemia, hiperhidrasi.
Efek samping : Demam, infeksi, pada tempat injeksi, trombosis pada vena atau
Injeksi Citicoline (Brainact®)
Komposisi : Citicoline Amp 500 mg/4 mL
Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,
trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi
tungkai atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.
Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg
1-2x/hr secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral
1000 mg 1x/hr secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hr secara oral
atau injeksi IV
Pemberian obat : Berikan pada saat makan atau diantara waktu makan
Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.
Mekanisme Kerja :
Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak,
terutama system pengaktifan formatio reticularis ascendens yang
berhubungan dengan kesadaran.
Citicoline mengaktifan system pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan
system motoris.
Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolism
otak.
Injeksi citicoline 2×1 sebagai neuroprotektor yang dapat meningkatkan
aliran darah dan konsumsi oksigen di otak pada pengobatan gangguan serebro
vaskular sehingga dapat memperbaiki gangguan kesadaran
Injeksi Ranitidin
Komposisi : Ranitidine HCl Amp 50 mg/2 mL
Indikasi : Ulkus peptikum, ulkus gaster non maligna. Kondisi hipersekresi
patologis.
Dosis : Ulkus duodenum 150 mg 2x/hr atau 300 mg 1x/hr pada malam hari.
Pencegahan kekambuhan ulkus 150 mg sebelum tidur. Sindroma Zollinger
Ellison 150 mg 3x/hr.
Pemberian obat : Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan
Efek samping : Sakit kepala, pusing, gangguan GI, ruam kulit.
Interaksi obat : Mengurangi bersihan dari warfarin, prokaii danamide, N-acetil
prokainamid. Meningkatklan absorpsi dari midazolam, menurunkan absorpsi dari
cobalamin.
Rosuvastatin 20 mg/tab
Indikasi : Hiperkolesterolemia primer atau dislipidemia sebagai terapi tambahan
terhadap diet dan olahraga. Menurunkan kadar kolesterol total LDL, trigliserida,
dan meningkatkan HDL.
Dosis : Awal 5-10 mg 1x/hr, baik pada pasien yang belum pernah mendapat terapi
statin atau pasien yang menjalani pergantian terapi dari penghambat HMG-CoA
reduktase lain, bila perlu dosis dapat ditingkatkan s/d tingkat dosis berikutnya
sesudah 4 minggu. Lanjut Usia >70 tahun dan pasien dengan faktor predisposisi
miopati Awal 5 mg. Pasien dengan gagal ginjal berat (bersiha kreatinin <30
ml/mnt yang tidak menjalani hemodiallisis Awal 5 mg 1x/hr maks 10 mg 1x/hr.
Pemberian obat : Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan.
Kontra indikasi : Penyakit hati aktif termasuk peningkatan persisten kadar
transaminase serum 3x dari batas atas nilai normal, miopati, pengguanaan
bersama dengan siklosporin, wanita usia subur, hamil, dan laktasi.
Efek samping : Sakit kepala, pusing, konstipasi, mual, nyeri abdomen, mialgia,
astenia.
Interaksi obat : Antagonis vitamin K, gemfibrosil dan obat penurun lemak lain,
siklosporin, antasida, eritromisin, kontrasepsi oral, atau terapi sulih hormon.
Mekanisme kerja : Rosuvastatin bekerja secara kompetitif menghambat 3-
hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A (HMG-CoA) reduktase, enzim yang
sangat berperan dalam katalisasi biosíntesis colesterol.
Rencana edukasi :
Gunakan obat ini pada malam hari kecuali dinyatakan lain oleh dokter
atau apoteker.
Obat ini sangat efektif jika digunakan bersama dengan olah raga dan diet
mengurangi asupan makanan yang mengandung kolesterol (lemak) dan
lemak jenuh.
Pasien disarankan untuk segera memberitahukan dokter jika mengalami
nyeri otot, nyeri tekan (tenderness) dan kelemahan yang tidak dapat
dijelaskan.
Tes laboratorium diperlukan untuk memonitor terapi. Pastikan hal ini
dilakukan.
Jangan menghentikan pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi dengan
dokter
Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu
dokter yang merawat. Ini termasuk sediaan herbal atau suplemen makanan
yang lain
Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum obat setelah ingat.
Jika terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat
berikutnya jangan minum obat dengan dosis ganda.
Jika lebih dari satu kali dosis terlewat, mulai kembali pengobatan seperti
awal dan mintalah nasehat dokter pada kunjungan berikutnya.
Allopurinol bekerja menurunkan produksi asam urat dengan cara
penghambatan kerja enzim yang memproduksinya, yaitu enzim xantin oksidase.
Selain bermanfaat menekan produksi asam urat, allopurinol juga memiliki efek
positif dalam melawan kolesterol “jahat” dalam tubuh. Dengan demikian, obat ini
merupakan pilihan yang lebih baik bagi pasien penderita kelebihan asam urat
yang juga menderita penyumbatan arteri koroner.
Metformin adalah zat antihiperglikemik oral golongan biguanid untuk
penderita diabetes militus tanpa ketergantungan terhadap insulin. Mekanisme
kerja metformin yang tepat tidak jelas, walaupun demikian metformin dapat
memperbaiki sensitivitas hepatik dan periferal terhadap insulin tanpa
menstimulasi sekresi insulin serta menurunkan absorpsi glukosa dari saluran
lambung-usus. Metformin hanya mengurangi kadar glukosa darah dalam keadaan
hiperglikemia serta tidak menyebabkan hipoglikemia bila diberikan sebagai obat
tunggal.
Furosemid adalah diuretik kuat (air pil) yang digunakan untuk
menghilangkan air dan garam dari tubuh. Di ginjal, garam (terdiri dari natrium
dan klorida), air, dan molekul kecil lainnya yang biasanya akan disaring keluar
dari darah dan masuk ke dalam tubulus ginjal. Akhirnya cairan yang disaring
menjadi air seni. Sebagian besar natrium, klorida dan air yang disaring dari darah
diserap ke dalam darah sebelum cairan disaring menjadi air kencing dan
dihilangkan dari tubuh. Furosemide bekerja dengan menghalangi penyerapan
natrium, klorida, dan air dari cairan yang disaring dalam tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan yang mendalam output urin (diuresis).