Upload
friedi-kristian-carlos
View
18
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kedokteran
Citation preview
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDASMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT BAKHTI YUDHA
Nama Mahasiswa : Ratna Tri Permata TandaTangan:
NIM : 11-2013-138
Dokter Pembimbing : dr. Al Rasyid, Sp.S TandaTangan:
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 43 Tahun
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Al Hikmah RT.01/03 No.93 Rawadenok RKP Jaya Panmas
Tanggal masuk RS : 7 September 2014 pk.00.58 WIB
ANAMNESIS
Anamnesis secara autoanamnesa dan alloanamnesa (saudara pasien) pada 17 September 2014.
1. Keluhan utama : Kaki dan tangan sebelah kiri tiba–tiba lemah sejak 9 hari SMRS.
2. Keluhan tambahan : Bicara pelo, mulut mencong ke sebelah kanan, badan lemas.
1
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Bhakti Yudha dengan dipapah oleh keluarganya karena lemah
pada tangan dan kaki kiri sehingga sulit utuk berjalan sendiri. Keluhan dirasakan sejak ± 9 hari
SMRS pada saat pasien sedang duduk tidak melakukan aktivitas berat. Lemah berlangsung
perlahan pada tangan dan kaki kiri dirasakan muncul bersamaan dan tidak menjalar. Pasien
juga tidak merasakan terdapat nyeri pada bagian yang lemah tersebut. Lemah dirasakan terus
menerus, tidak memberat atau diperingan dengan aktivitas.
Selain itu pasien juga bicara pelo serta mulut mencong ke kanan saat menyeringai dan
berbicara. Keluhan dirasakan bersamaan dengan munculnya lemah separuh badan kiri pasien.
Pasien tidak mengalami trauma sebelumnya.
Pasien merasa baal pada tangan dan kaki kiri semenjak badan sebeah kiri menjadi
lemah. Baal ini terutama dirasakan pada telapak tangan dan kaki, tidak menjalar ke bagian lain.
Pada bagian yang baal tersebut tidak ada luka atau warna kulit yang berubah dari warna kulit
sekitarnya.
Pasien mengalami demam sejak 2 hari SMRS. Demam dirasakan tidak begitu tinggi,
disertai mual dan muntah 2x. Pasien sempat mengonsumsi obat panadol di warung, demam
menurun kemudian naik kembali. Pasien tidak ada pandangan kabur, kejang, pingsan, sakit
kepala, dan sesak napas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan lemah separuh badan baru dialami pasien pertama kali. Riwayat trauma kepala
dan stroke sebelumnya tidak ada. Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi sejak 4 tahun
lalu dan penyakit kencing manis sejak 2 tahun lalu, pasien tidak kontrol teratur untuk
penyakitnya tersebut. Pasien memiliki penyakit maag.
Riwayat Penyakit Keluarga
Orangtua pasien sudah meninggal saat pasien usia 3 tahun. Riwayat penyakit dalam
keluarga kurang diketahui pasien.
2
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok dan minum minuman beralkohol. Sehari-hari pasien tidak rutin
berolahraga.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M5V6
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 66 x / menit, reguler
Suhu : 38oC (axilla)
Respirasi : 20 x/menit
Habitus : astenikus
Gizi : kurang
Warna Kulit : Sawo matang
Kuku : Sianosis (-)
Turgor : Cukup
Kepala : Bentuk normosefali, tanda-tanda trauma (-)
Mata : Udem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-
Pupil bulat isokor 3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Hidung : Cavum nasi lapang, septum deviasi (-), Sekret -/-
Telinga : Normogtia, simetris
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, uvula di tengah
Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis, lidah deviasi ke kiri
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Toraks : Pergerakan simetris, kanan dan kiri
Jantung : Bunyi I dan II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Paru-paru : SN vesikuler, ronki -/-, Wheezing -/-
3
Abdomen : Supel, BU (+) 2 x /mnt, timpani
Hepar : Tidak teraba membesar
Lien : Tidak teraba membesar
Ekstremitas : Edem (-)
Status Psikis
1. Cara berpikir : Baik
2. Orientasi : Baik
3. Perasaan hati : Baik
4. Tingkah laku : Normal
5. Ingatan : Baik
6. Kecerdasan : Baik
Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M5V6 =15
Orientasi : Baik
Jalan Pikiran : Baik
Kecerdasan : Baik
Daya Ingat
Baru :Baik
Lama :Baik
Kemampuan Bicara :Baik
Sikap tubuh :Baik
Nervi Kranialis
Nervus I (Olfaktorius) : tidak dilakukan
Nervus II (Optikus)
Kanan Kiri
Daya penglihatan 6/60 6/60
4
Pengenalan warna N N
Medan penglihatan N N
Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Arteri / vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Ptosis (-) (-)
Gerak mata
(atas, medial, bawah)
N N
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat, isokor,
Batas licin
Bulat, isokor,
Batas licin
Reflek cahaya
Langsung
(+) (+)
Reflek cahaya tidak
langsung
(+) (+)
Reflek akomodatif N N
Strabismus divergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
Nervus IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerak mata ke lateral bawah N N
Strabismus konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
Nervus V (Trigeminus)
5
Kanan Kiri
Menggigit (+) (+)
Membuka mulut N N
Sensibilitas muka (+),(+),(+) (+),(+),(+)
Reflek kornea (+) (+)
Reflek bersin (+) (+)
Reflek maseter (-) (-)
Trismus (-) (-)
Nervus VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerak mata lateral N N
Strabismus konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
Nervus VII (Fascialis)
Kanan Kiri
Kedipan mata (+) (+)
Lipatan naso-labial (+) (+)
Mengerutkan dahi (+) (+)
Mengerutkan alis (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Meringis/menyeringai Sudut naik tertinggal
Mengembangkan pipi (+) (+) lemah
Tiks fasial (-) (-)
Lakrimasi N N
Daya kecap lidah 2/3 depan Tidak dilakukan
Reflek Glabella (+) (+)
Reflek auriculopalpebral Tidak dilakukan
6
Bersiul Tidak dilakukan
Nervus VIII (Akustikus)
Kanan Kiri
Mendengar suara berbisik N N
Mendengar detik arloji N N
Tes Rinne
Tidak dilakukanTes Swabach
Tes Weber
Nervus IX (Glossofaringeus)
Interpretasi
Arkus Farings simetris
Daya kecap lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan
Reflek muntah (+)
Tersedak (-)
Sengau (-)
Nervus X (Vagus)
Interpretasi
Bersuara N
Gangguan menelan (-)
Nervus XI (Aksesorius)
Kanan Kiri
Kontraksi m.strenocleidomastoideus (+) (+)
Sikap bahu N (simetris) N ( simetris)
Mengangkat bahu (+) (+)
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
7
Nervus XII (Hipoglossus)
Interpretasi
Posisi lidah dalam mulut Mencong ke kiri
Artikulasi Disartria
Tremor lidah (-)
Menjulurkan lidah deviasi ke kiri
Kekuatan lidah (+) menurun
Trofi otot lidah Eutrofi
Fasikulasi lidah (-)
Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk : (-)
- Brudzinski 1 : (-)
- Brudzinski II : (-)
- Brudzinski III : (-)
- Brudzinski IV : (-)
- Laseque : (-)
- Kernig : (-)
Pemeriksaan motorik
Ekstrimitas atas Kanan kiri
Simetris Simetris
Trofik Eutrofik Eutrofik
Tonus Normotonus Normotonus
Tenaga 5555 1111
R. Bisep + +
R. Trisep + +
R. Hoffman Trommer - -
8
Sensibilitas
- Raba Baik (+) Turun
- Nyeri + +
- Suhu Tidak dilakukan
- Vibrasi Tidak dilakukan
- Sterognosisi Tidak dilakukan
Ekstremitas bawah Kanan Kiri
Bentuk Simetris Simetris
Trofik eutrofik eutrofik
Tonus Normotonus Normotonus
Tenaga 5555 1111
R. Patela + +
R. Achilles + +
R. Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Sensibilitas
- Raba + (+) turun
- Nyeri + +
- Suhu Tidak dilakukan
- Vibrasi Tidak dilakukan
- Grafestesia Tidak dilakukan
- Topognosis Tidak dilakukan
9
Koordinasi
Uji Telunjuk – hidung Tidak dilakukan
Uji hidung – telunjuk – hidung Tidak dilakukan
Uji Disdiadokokinensia Tidak dilakukan
Dismetri Tidak dilakukan
Stewart-holmes Tidak dilakukan
Asinergis cerebellar Tidak dilakukan
Uji tumit lutut Tidak dilakukan
Jalan menurut garis Tidak dilakukan
Romberg test Tidak dilakukan
Gerakan involunter Kanan Kiri
Tremor - -
Khorea - -
Ballismus - -
Mioklonus - -
Atetosis - -
Distonia - -
Spasmus - -
Fungsi Otonom
- Miksi : Normal
- Defekasi : Normal
- Keringat berlebihan : (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
7/9/14 15/9/14 Nilai Normal
Hb 10,8 10,3 L = 14-18 g/%
P = 12-16 g/%
Leukosit 8.300 6.300 5000-10.000/ mm3
10
Ht 30 29 38-47%
Trombosit 136.000 142.000 150-450 ribu/mm3
LED 15 < 15 mm/jam
MCV 76,9 82-92 mm3
MCH 27,4 27-31 Pg
MCHC 35,6 32-37 %
Hitung Jenis
Basofil 0 0 -1 %
EOS 0 1-3 %
Batang 1 2-6 %
Segmen 84 50-70 %
Limfosit 9 20-40 %
Monosit 6 2-8 %
GDS 149 146 < 180 mg/dl
SGOT 44 < 35 U/L
SGPT 100 < 40 U/L
Natrium 131 131 135-145 Meq/L
Kalium 2,97 3,49 3,5-5 Meq/L
Klorida 96 100 98-107 Meq/L
Ureum 28 10-50 mg/dl
Creatinin 0,8 0,5-1,5 m/dl
Hasil CT Scan pada 8 september 2014
MSCT dilakukan tanpa kontras, potongan axial, coronal, dan sagital.
Cortical sulci dan gyri tampak prominent.
Sisterna ambient, quadrigeminal dan basalis baik.
Tampak lesi hipoden region parietal dextra.
11
System ventrikel tidak menyempit atau melebar.
Mid line lurus di tengah.
Diferensiasi white dan grey matter normal.
Pons dan cerebellum serta CPA baik.
Sella dan parasellar region tidak tampak lesi patologis.
Tdak tampak fraktur/ destruksi tulang.
Kesan : Gambaran lesi iskemik regio parietal dekstra.
RESUME
Wanita usia 43 tahun datang dipapah oleh keluarganya karena lemas bagian tubuh kiri
yang dirasa sejak 9 hari SMRS. Lemah dialami saat pasien sedang duduk tidak melakukan
aktivitas berat. Lemah berlangsung perlahan pada tangan dan kaki kiri dirasakan muncul
bersamaan dan tidak menjalar. Pasien juga bicara pelo serta mulut mencong ke kanan saat
menyeringai dan berbicara bersamaan dengan munculnya lemah separuh badan kiri pasien.
Pasien merasa baal pada tangan dan kaki kiri semenjak badan sebeah kiri menjadi lemah. Baal
ini terutama dirasakan pada telapak tangan dan kaki. Pasien mengalami demam sejak 2 hari
SMRS disertai mual dan muntah 2x. Pasien sempat mengonsumsi obat panadol di warung,
demam menurun kemudian naik kembali. Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi sejak 4
tahun lalu dan penyakit kencing manis sejak 2 tahun lalu, pasien tidak kontrol teratur untuk
penyakitnya tersebut. Pasien memiliki penyakit maag. Sehari-hari pasien tidak rutin
berolahraga.
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis :
- Parese n. VII dan n.XII sinistra UMN
- Hemiparese sinistra UMN
- Observasi febris suspect viral infection
- Dispepsia
Diagnosis Topis : Gambaran lesi iskemik regio parietal dekstra.
Diagnosis Etiologi : Stroke iskemik dengan faktor risiko hipertensi dan DM.
12
Diagnosis Patologi : Iskemia
USULAN PEMERIKSAAN
EKG
Profil lipid
Elektrolit serum
HbA1c
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa : fisioterapi, mobilisasi
Medikamentosa
Infuse RL 20 tpm /12jam drip
Paracetamol 3 x 500 mg
Omeprazole injeksi 2 x 40 mg
Citicoline Inj 3 x 250 mg
Tromboaspilet tab 1x 80 mg
NaCl caps 2 x 500 mg
PROGNOSIS
Ada fungsionale: ad bonam
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal 16– 09 – 2014 17 – 09 – 2014
SUBYEKTIF Kaki & tangan kiri lemah, hanya
bisa diangkat (minimal)
Kaki & tangan kiri lemah, bisa diangkat
(minimal)
Pusing(-),mual(-),Muntah(-) Pusing(-),mual(-),Muntah(-)
Bicara pelo, mulut miring Bicara pelo, mulut miring
13
Bisa makan dan minum tidak
tersedak
Bisa makan dan minum tidak tersedak
OBYEKTIF
KU CM CM
VS : TD 150/90 mmHg 150 / 100 mmHg
HR 80 x / Menit 86 x / Menit
RR 20 x / Menit 22 x / Menit
S 36,50 C 36,80 C
GCS E4V5M6 E4V5M6
R. Fisiologis + / + + / +
R. Patologis -/ - -/ -
R.Sensorik +/+(menurun) +/+(menurun)
Nn.Craniales
N.VII Penurunan wajah sisi kiri Penurunan wajah sisi kiri
N.XII Bicara pelo Bicara pelo
ASSESMENT
Dx. Klinik
Parese n. VII dan n.XII
sinistra UMN
Hemiparese sinistra UMN
Parese n. VII dan n.XII sinistra
UMN
Hemiparese sinistra UMN
Dx. TopikGambaran lesi iskemik regio
parietal dekstra
Gambaran lesi iskemik regio parietal
dekstra
Dx. EtiologikStroke iskemik dengan faktor
risiko hipertensi dan DM
Stroke iskemik dengan faktor risiko
hipertensi dan DM
Dx.
PatologikIskemik Iskemik
P Diet rendah garam
Infuse RL 20 tpm +
Neurobat F drip 1 amp
Diet rendah garam
Infuse RL 20 tpm + Neurobat F
drip 1 amp
14
Neuroprotektan:
Citicoline Inj 1 g/ 12 jam j
Clopidrogel tab 75mg 1 x I
Ranitidin tab 2 x I
Rehabilitasi Medik
Fisioterapi pasif
Mobilisasi
Neuroprotektan:
Citicoline Inj 1 g/ 12 jam j
Clopidrogel tab 75mg 1 x I
Ranitidin tab 2 x I
Rehabilitasi Medik
Fisioterapi pasif
Mobilisasi
TINJAUAN PUSTAKA
Otak merupakan organ yang menjadi pusat dari tubuh manusia. Bagian tertentu otak
mernpunyai fungsi khusus, fungsi luhur dalam keadaan normal merupakan fungsi integritas
tertinggi otak yang dapat dinilai.
Anatomi
15
Permukaan korteks serebri superfisial terdiri dari 6 lapisan.
Kortek motor frontal terutama terdiri sel pramidal
Kortek sensoris parietal terutama lapisan granular
Gambar 1. Lapisan Otak
Kerusakan otak unilateral akan memberikan gejala berbeda. Hemisfer kiri merupakan
hemisfer dominan untuk orang tangan kanan (right handed), namun orang kidal 80% hemisfer
dominan tetap kiri. Kerusakan hemisfer kiri akan memberi gejala gangguan bahasa/aphasia,
sedangkan hemisfer kanan terutama untuk visuospatial.1-3
16
Gambar 2. Hemisfer kiri dan kanan
Lobus frontal
Gambar 3. Lobus Frontal
Fungsi
1. Girus presentralis atau korteks motorik merupakan pusat gerakan motorik kontralateral
17
2. Terdapat area Brocca yang merupakan pusat bicara ekspresf
3. area suplementer motorik yaitu pusat pergerakan konjugasi kepala dan mata kontralateral
4. area prefrontal merupakan pusat kepribadian dan inisiatif.
5. lobulus parasental merupakan pusat kontrol inhibisi untuk miksi dan defekasi.
Gangguan lobus frontal
1. Girus presentralis: monophlegia atau hemiphlegia
2. area Brocca: disfasia motorik (disfasia ekspresif)
3. area suplementer motorik : kepala dan gerakan bola mata ke arah lesi hemisfer
4.area prefrontal: kerusakan sering bilateral karean gangguan aneurisma arteri komunikan
anterior, mengakibatkan perubahan kepribadian dengan tingkah laku antisosial, kehilangan
inisiatif, akinetik mutism.
Lobus parietal
Gambar 4. Lobus Parietal
Fungsi
1. girus postcentral : merupakan kortek sensoris yang menerima jaras afferent untuk rasa
posisi, raba dan gerakan pasif.
2. Girus supramarginal dan angular hemisfer dominan untuk area reseptif untuk bahasa dimana
komprehensi antara aspek pendengaran dan visual berintegrasi.
18
3. kemampuan kalkulasi, kemampuan untuk konstruksi tubuh,dan pada hemisfer dominan
untuk konsep body image dan kesiagaan terhadap lingkungan eksternal.1-5
Gangguan lobus parietal
1. gangguan korteks sensoris dominan / non - dominan menyebabkan kelainan sensori kortikal
berupa gangguan : sensasi postural, gerakan pasif, lokalisasi akurat raba halus, diskriminasi dua
titik, astereognosia (gangguan mengenal bentuk melalui perabaan)," sensory inattention"
2. gyrus angularis dan supramarginal : aphasia Wernicke's.1-4
3. lobus non-dominan: anosognosia (tidak mengenal ekstremitas kontralateral dan tidak
mengakui kelumpuhannya), apraxia (kesulitan melakukan suatu tindakan yang kompleks,
seperti memakai baju, menalikan sepatu), agnosia geografikal (tidak mengenal lokasi tempat),
apraksia konstruksional (tidak dapat meniru gambar-gambar geometris).
4. lobus dominan : Gerstmann syndrome dengan gejala tidak dapat membedakan ekstremitas
kiri dan kanan, kesulitan mengenal jari tangan (finger agnosia), gangguan berhitung (akalkuli),
gangguan menulis (agrafia).
Lobus Temporal
Gambar 5. Lobus Temporal
19
Fungsi
1. kortek auditori terletak pada permukaan girus temporal superior ( = girus Heschl). Hemisfer
dominan penting untuk pendengaran bahasa, sedangkan hemisfer non-dominan untuk
mendengar nada, ritme dan musik.
2. gyrus temporalis media & inferior berperan dalam fungsi belajar & memori.
3. lobus limbik : terletak pada bagian inferior medial lobus temporal, termasuk hipokampus &
girus parahipokampus.lobus limbik merupakan media dari sensasi olfaktorik, emosi, dan
perilaku afektif.
Gangguan lobus Temporal
1. kortek auditori : tuli sensorik, yakni pada lobus dominan ketulian untuk mendengar
pembicaraan, sedangkan pada lobus non-dominan gangguan pendengaran irama (amusia)
2. girus temporal media & inferior : gangguan memori dan belajar
3. kerusakan lobus limbik : halusinasi olfaktorik, agresif / kelakuan antisosisal, tidak mampu
untuk menjaga memori jangka pendek.
Lobus Oksipital
Gambar 6. Lobus Occipital
20
Terdapat korteks visual yang berhubungan dengan fungsi persepsi visua yang terletak
pada sulkus calcarina (korteks striata) yang diapit oleh korteks parastriata. Korteks striata (area
17) merupakan korteks visual primer dan korteks parastriata (area 18-19) merupakan korteks
asosiasi visual.1,3,6
Gangguan lobus oksipital
1. Gangguan lapang pandang
2. Buta kortikal bila kelainannya di korteks striata (area 17)
3. Gangguan intepretasi visual bila kerusakan pada korteks striata dan parastriata.
Vaskularisasi Otak
Suplai darah ke otak dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri
karotis interna, yang cabang-cabangnya beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus serebri
Willisi. Otak menerima darah yang dipompakan dari jantung melalui arkus aorta yang terdiri
atas 3 cabang, yaitu arteri brakhiosefalik (arteri innominata), arteri karotis komunis kiri dan
arteri subklavia kiri. Arteri brakhiosefalik dan arteri karotis komunis kiri berasal dari bagian
kanan arkus aorta. Arteri brakhiosefalik selanjutnya bercabang dalam arteri karotis komunis
kanan dan arteri subklavia kanan. Arteri karotis komunis kiri dan kanan masing-masing
bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna (kiri dan kanan), arteri subklavia kiri dan
kanan masing-masing mempunyai salah satu cabang yaitu vertebralis kiri dan kanan.2,5-8
Aliran darah ke otak yang melalui arteri vertebralis berserta cabang-cabangnya disebut
sistem vertebrobasiler, sedangkan aliran yang melalui arteri karotis interna beserta cabang-
cabangnya disebut sistem karotis. Sistem karotis terdiri dari tiga arteri mayor, yaitu arteri
karotis komunis, karotis interna, dan karotis eksterna.
Anatomi Sistem Karotis
Sistem karotis memperdarahi mata, ganglia basalis, sebagian besar hipotalamus, dan
lobus frontalis, lobus parietalis, serta sebagian besar lobus temporal serebrum. Pada tingkat
kartilago tiroid, arteri karotis komunis terbagi menjadi arteri karotis eksterna dan interna.
Pada bagian akhir arteri karotis interna terdapat:2, 5-8
21
a. Arteri serebri anterior, memperdarahi korteks orbitalis, frontalis dan parietalis serta cabang
sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri anterior yaitu :
1. Arteri striate medial / arteri rekuren Heubner, mengurus bagian rostroventral nukleus
kaudatus, putamen dan kapsula interna.
2. Arteri komunikans anterior, yang menghubungkan arteri serebri anterior kedua sisi satu
dengan lain.
3. Arteri frontopolaris, memperdarahi korpus kalosum, lobus frontalis pada permukaan
median dan superior dan superior permukaan lateral.
4. Arteri kallosomarginalis, Arteri perikallosal, memperdarahi permukaan dorsal
korpuskalosum.
5. Arteri parietalis, mengurus bagian permukaan medial lobusparietalis.
b. Arteri serebri media, memperdarahi korteks orbitalis, lobus frontalis, parietal dan temporal
serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri media yaitu. :
1. Arteri lentikulostriata dengan cabang kecil ke ganglia basalis.
2. Arteri orbitofrontalis lateralis, memperdarahi girus frontalis inferior dan bagian lateral
girus-girus orbitalis.
3. Arteri pre-rolandika (arteri sulkus presentralis) arterir olandika (arteri sulkus sentralis).
Kedua arteri ini mangurus vaskularisasi girus frontalis inferior, girus frontalis medius, dan
girus presentralis.
4. Arteri parietalis posterior, memperdarahi girus post sentralis, lobulus parietalis superior
dan lobulus parietalis inferior.
5. Arteri angularis, memperdarahi girus angularis.
6. Arteri parieto temporalis, memperdarahi kulit kepala dan regio parietal.
7. Arteri temporalis posterior dan anterior memperdarahi kortek permulaan lateral dari
lobus temporalis.
Meskipun sistem karotis dan sistem vertebrobasiler disatukan oleh pembuluh-pembuluh
anastomosis yang membentuk sirkulus arteriosus Willisi. Arteri serebri posterior dihubungkan
dengan arteri serebri media (dan arteri serebri anterior) lewat arteri komunikan posterior.
22
Kedua arteri serebri anterior dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk
lingkaran yang lengkap. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam arteri komunikan hanya
sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat bila terjadi perubahan tekanan arteri yang dramatis.2,8-
10
Gambar 7. Sirkulus Arteriosus Willisi dan Cabang
STROKE
Definisi
WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik fokal maupun
global(menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah di otak, yang berlangsung selama 24 jam atau lebih.9-13
Faktor Risiko
Yang dimaksud dengan faktor risiko disini adalah faktor-faktor atau keadaan yang
memungkinkan terjadinya stroke. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi:3,5,6,8
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
o Usia
o Jenis Kelamin
o Heriditer
o Ras / etnik
23
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
o Riwayat stroke
o Hipertensi
o Penyakit jantung
o Diabetes mellitus
o Transient ischemic attack
o Hiperkolesterol
o Penggunaan kontrasepsi oral
o Obesitas
o Merokok
Etiologi
Ada beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya stroke non hemorrhagik, antara lain:3,6,7
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terhadap serangan stroke, terutama stroke
iskemik baik pada pria maupun wanita. Menurut perhitungan statistik dengan variabel
usia, hipertensi, dan normotensi mempunyai mempunyai risiko stroke sebesar 3:1 untuk
pria dan 2,9:1 untuk wanita.
Diabetes Melitus
Diabetes diketahui dapat meningkatkan kemungkinan aterosklerosis karena gangguan
metabolisme lipid pada arteri koroner, arteri femoral, dan arteri serebral. Apabila gula
darah diatas 150mg/100ml akan terjadi infark otak aterotrombotik.
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium merupakan gangguan irama yang banyak menyerang pria dewasa,
dibrilasi atrium ditemukan pada 1-1,5% populasi di negara barat dan merupakan salah
satu risiko independen stroke.
Dislipidemia
Serum kolesterol total merupakan variabel independen dan bermakna terhadap
timbulnya penyakit jantung koroner dan stroke. Insidensi tersebut diperlihatkan oleh
24
peningkatan ratio kolesterol total berbanding dengan HDL kolesterol yang
menyebabkan aterosklerosis.
Merokok
Merokok merupakan faktor risiko kuat terjadinya infark miokard dan kematian
mendadak. Merokok meningkatkan risiko stroke trombotik dan perdarahan
subarakhnoid akibat kandungan nikotin dalam rokok yang menyebabkan vasokonstriksi
pada arteri, mengurangi deformitas eritrosit, meningkatkan agregasi trombosit,
meningkatkan konsentrasi kolesterol, trigliserida dan LDL serta menurunkan kadar HDL
dan vitamin C.
Kontrasepsi oral
Pemakaian kontrasepsi oral akan meningkatkan risiko stroke terutama pada wanita
berusia >35tahun. Peningkatan ini akan lebih nyata pada orang yang menderita penyakit
kardiovaskular, perokok dan hipertensi. Infark serebri yang terjadi disebabkan oleh
gangguan trombotik dan bukan karena aterosklerosis.
Obesitas
Obesitas abdomen adalah sebuah faktor risiko independen dan potensial untuk stroke
iskemik. Merupakan faktor risiko yang lebih kuat daripada BMI dan memiliki efek yang
lebih kuat daripada orang yang lebih muda.
Patofisiologi
Iskemik cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:4,7,9
Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus dan perdarahan ateroma
Dapat terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih
tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak :
25
Keadaan pembuluh darah
Keadaan darah: viskositas darah menngkat, aliran darah ke otak jadi lebih lambat,
anemia berat hematokrit meningkat oksigenasi otak menurun.
Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu
kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak
tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya
embolus sehingga menimbulkan iskemia otak.
Klasifikasi
Pada dasarnya stroke itu mempunyai 2 tipe yaitu Stroke Perdarahan (Stroke
Hemorrhagic) dan Stroke Sumbatan (Stroke Ischemic / Stroke non Hemorrhagic). Berdasarkan
perjalanan klinisnya, stroke non hemorrhagic dikelompokkan menjadi:3,4,7,10
TIA (Transient Ischemic Attack)
Stroke tipe ini disebut juga stroke sepintas karena kejadiannya berlangsung sementara
waktu, beberapa detik hingga beberapa jam, tapi tidak lebih dari 24 jam.
RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
Progessive stroke (Stroke in Evolution)
Deficit neurology yang berlangsung secara bertahap dari ringan sampai makin lama
makin berat
Completed Stroke (Permanent Stroke)
Kelainan neurologis sudah menetap dan tidak bisa berkembang lagi.
Berdasarkan etiologinya stroke non hemorrhagic dikelompokkan menjadi:
o Aterotrombotik, yaitu penyumbatan pembuluh darah otak karena plaque
o Kardioemboli, yaitu penyumbatan pembuluh darah otak karena pecahan plaque dari
pembuluh darah jantung
o Arteritis, yaitu pembuluh darah yang mengalami infeksi
26
Manifestasi klinis
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Gejala utama stroke iskemik
akibat trombosis cerebri adalah timbulnya defisit neurologik yang mendadak, didahului
dengan gejala prodromal, terjadi saat istirahat atau bangun pagi dengan kesadaran yang
menurun.5-9,14
Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis
Gejala penyumbatan arteri karotis interna:
Buta mendadak
Disfasia jika gangguan pada sisi yang dominan
Hemiparesis kontralateral
Gejala penyumbatan arteri cerebri anterior:
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol
Gangguan mental
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
Inkontinensia
Kejang-kejang
Gejala penyumbatan arteri cerebri media:
Hemihipestesia
Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang terserang afasia sensorik/
motorik.
Gangguan pada kedua sisi:
Hemiplegia dupleks
Sukar menelan
Gangguan emosional, mudah menangis
Gejala-gejala ganguan sistem Vertebro-basiler
Gangguan pada arteri cerebri posterior:
Hemianopsia homonim kontralateral dari sisi lesi
27
Hemiparesis kontralateral
Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik propioseptif kontralateral (hemianestesia)
Gangguan pada arteri vertebralis:
Vertigo, muntah, disertai cegukan
Analgesis dan termoanestesi wajah homolatearl dan pada badan dan anggota pada sisi
kontralateral
Gangguan pada arteri cerebri posterior inferior
Disfagia
Nistagmus
Hemihipestesia
Diagnosis
Pemeriksaan fisik3,6,8,9
i. Status generalis: Tanda vital, keadaan gizi/habitus, irama jantung, bising kardial.
ii. Fungsi kognitif: Tingkat kesadaran, tingkah laku, orientasi, perhatian, fungsi bahasa
(kelancaran, komprehensi, repetisi), gangguan memori jangka pendek (3 kata dalam 5
menit).
iii. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal
iv. Pemeriksaan saraf otak: Ptosis, refleks cahaya pupil, konfrontasi lapangan pandang,
gerakan okuler, nistagmus, paralisis fasial dan sensasi, eviasi lidah dan palatum,
disartria.
v. Pemeriksaan motorik: inspeksi, palpasi, gerak pasif dan gerak aktif.
vi. Pemeriksaan sensorik: karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik
berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai
dengan gangguan motorik ringan.
vii. Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis: pada fase akut refleks fisiologis pada sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali yang didahului dengan refleks patologis.
viii. Pemeriksaan koordinasi (tidak dapat dilakukan pada pasien hemiparese)
28
a. Tes kesimbangan: Tes Romberg, berjalan digaris lurus, jalan di tempat
b. Tes non keseimbangan (disemetri: tes tunjuk hidung, tes telunjuk-telunjuk, tes
tumit-lutut, disgrafia dan disdiadokokinesia: melakukan gerak cepat secara
berselingan)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap
b. Elektrolit serum
c. Kimia darah : GDS, ureum, kreatinin, asam urat, SGOT, SGPT, albumin, globulin,
protein total, profil lipid (trigliserid, LDH cholesterol, HDL cholesterol , lipid total)
d. Analisis Gas Darah
e. Pemeriksaan hemostasis: INR, Prothrombin time (PT), aktifasi waktu tromboplastin
parsial (aPTT), kadar fibrinogen, D-dimer, viskositas darah
f. C-reactive protein (CRP), laju endap darah (LED)
g. Pemeriksaan tambahan atas indikasi: protein S, protein C, ACA, AT III,
homosistein, enzim jantung (CK, CK-MB, tingkat troponin), vaskulitis screening
(ANA, Lupus AC)
Pemeriksaan radiologi
a. CT scan nonkontras
CT scan memiliki sensitivitas lebih dari 95% bila digunakan dalam identifikasi
perdarahan intrakranial dalam 24 jam pertama onset serangan, jadi dapat
digunakan untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis perdarahan
intracranial sebelum dimulainya tindakan selanjutnya pada pasien stroke.
Kelemahan CT scan termasuk sensitivitas rendah untuk iskemia awal (6-8 jam
setelah serangan). Kematian sel dan edema akan memperlihatkan daerah
hipodens akibat infark jaringan yang diganti oleh cairan serebrospinal.
b. Transcranial Doppler (TCD)
29
TCD digunakan dalam evaluasi penyakit serebrovaskular, tetapi sering tidak
akurat. Tidak adanya sinyal dalam pemeriksaan awal tidak selalu berarti oklusi.
TCD sangat membantu untuk tujuan tindak lanjut setelah evaluasi awal
menunjukkan lesi.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan magnetic resonance angiography (MRA)
MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan dalam identifikasi iskemia (karena tulang
tidak menurunkan gambar). MRI dan magnetic resonance angiography (MRA)
sangat membantu dalam menemukan lesi okusif. MRAmemiliki sensitivitas
hingga 97% dan spesifisitas hingga 98% bila digunakan untuk mengidentifikasi
oklusi vertebrobasilar.
d. Arteriografi
Prosedur ini memberikan pandangan arteri di dalam otak tidak biasanya terlihat
dalam sinar-X. Dokter memasukkan tabung tipis, fleksibel (kateter) melalui
sayatan kecil, biasanya di pangkal paha. Kateter dimanipulasi melalui arteri
utama dan ke dalam arteri karotis atau vertebralis. Kemudian dokter
menyuntikkan pewarna melalui kateter untuk menyediakan X-ray dari arteri.
e. Rontgen thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke
dan adakah kelainan lain pada jantung. Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan
paru yang potensial mempengaruhi proses manajeman dan memperburuk
prognosis.
Pemeriksaan neurokardiologi
a. Elektrokardiografi
Electrocardiography harus dilakukan pada semua pasien pada evaluasi awal.
Perubahan iskemik dalam EKG harus diselidiki lebih lanjut dengan serum creatine
kinase, isoenzim jantung, dan tingkat troponin karena sampai dengan 20%
pasien dengan stroke akut memiliki aritmia, juga serangan jantung terjadi pada
2-3% pasien.
30
b. Echocardiografi (transthoracic/transesofagial)
Teknologi USG ini menciptakan gambar jantung, memungkinkan dokter untuk
melihat apakah bekuan (embolus) dari jantung meuju ke otak dan menyebabkan
stroke. Prosedur tambahan dengan menggunakan transesophageal
echocardiography (TEE) untuk melihat jantung dengan jelas dan memungkinkan
pandangan yang lebih baik dari bekuan darah yang mungkin tidak terlihat jelas
dalam ujian ekokardiografi tradisional.
Tabel 1. Perbedaan stroke iskemik dan hemoragik secara klinis
Tabel 2. Perbedaan antara lesi di korteks dan subkorteks
Penegakkan diagnosis stroke didasarkan pada anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik-
neurologik dan pemeriksaan penunjang. Sedang untuk membedakan jenis stroke iskemik
dengan stroke hemoragik dilakukan pemeriksaan radiologi Computed Tomography Scanning (CT
– Scan) otak.3
Tabel 3. Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score
31
Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik
(iskemik)
Gejala defisit lokal Berat Berat/ringan
Permulaan (onset) Menit/jam Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Ringan/tak ada
Muntah pada awalnya Sering Tidak, kecuali lesi di batang
otak
Hipertensi Hampir selalu Seringkali
Kesadaran Dapat hilang Dapat hilang
Kaku kuduk Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering sejak awal Sering dari awal
Gangguan bicara Sering Sering
Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik
(iskemik)
Gejala defisit lokal Berat Berat/ringan
Permulaan (onset) Menit/jam Pelan (jam/hari)
GEJALA/TANDA KORTIKAL SUBKORTIKAL
Afasia ++ -
Astereognosis ++ -
2 point tactil discrimination terganggu ++ -
Graphesthesi terganggu ++ -
Extinction phenomenon ++ -
Loss of body image ++ -
Kelumpuhan lengan dan tungkai tak sama ++ -
Dystonic posture - ++
Gangguan sensibilitas nyeri + raba - ++
Kedua mata melihat ke hidung - ++
No. Gejala / Tanda Penilaian Indeks Skor
1. Kesadaran (0) Kompos mentis
(1) Mengantuk
(2) Semi koma / koma
X 2,5 +
2. Muntah (0) Tidak
(1) Ya
X 2 +
3. Nyeri kepala (0) Tidak
(1) Ya
X 2 +
4. Tekanan darah Diastolik X 10% +
5. Ateroma
a. DM
b. Angina pectoris
Klaudikasio intermiten
(0) Tidak
(1) Ya
X (-3) -
6. Konstanta -12 -12
Interpretasi
(1) SS> 1 : Stroke Hemoragik
-1 < SS < 1 : perlu konfirmasi CT Scan
SS < -1 : Stroke Non Hemoragik
Klasifikasi stroke berdasarkan algoritma stroke Gajah Mada
32
Gambar 8. Algoritma stroke Gajah Mada
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke iskemik
Konsep tentang area penumbra merupakan dasar dalam penatalaksanaan stroke
iskemik. Jika suatu arteri mengalami oklusi, maka bagian otak yang mengalami infark akan
dikelilingi oleh area penumbra. Aliran darah ke area ini berkurang sehingga fungsinya pun akan
terganggu, akan tetapi kerusakan yang terjadi tidak seberat area infark dan masih bersifat
reversible jika aaliran darah ke area ini cukup adekuat selama masa kritis, maka area ini dapat
diselamatkan.5-10
33
Terapi Umum
i. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
a. Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu, dan saturasi oksigen
b. Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ ETT, bila >2minggu
dianjurkan trakeostomi
c. Pada pasien hipoksia saturasi O2 <95%, diberi suplai oksigen
d. Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2
ii. Stabilisasi hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
b. Optimalisasi tekanan darah
c. Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140mmHg.
d. Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
e. Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke iskemik akut
Tekanan darah diturunkan 15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama
setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic
(TDD) >120 mmHg. Pada pasien yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah
diturunkan sehingga TDS 185mmHg dan TDD <110mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus
dipantau sehingga TDS <180 dan TDD <105mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.
Penurunan tekanan darah tidak boleh drastis. Obat anti hipertensi yang dianjurkan
adalah captopril 6.25-12.5 mg/ 6.5-25 mg peroral, ARB peroral, klonidin 0.1-0.2 mg peroral,
labetolol 20-80 mg iv, nikardipin 5-25 mg/jam iv, diltiazim 5-40 mg/kgbb/menit, esmolol 200-
500 ug/kgbb/menit, hindari calcium channel blocker terutama nifedipin. 13-15
Terapi spesifik stroke iskemik akut
Trombolisis menggunakan trombolitik rt-PA intravena merupakan pengobatan stroke
iskemik akut satu-satunya yang disetujui oleh FDA sejak tahun 1996 karena terbukti efektif
34
membatasi kerusakan otak akibat stroke iskemik. Terapi ini meningkatkan keluaran stroke
pada kelompok penderita yang telah diseleksi ketat dan terapi diberikan dalam waktu 3 jam
sejak onset stroke. Komplikasi terapi ini adalah perdarahan intraserebral (hanya ditemukan
pada 6,4% pasien bila menggunakan protokol NINDS secara ketat).
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan trombolisis rt-PA intravena
i. Kriteria inklusi:
a. Stroke iskemik akut dengan onset tidak lebih dari 3 jam
b. Usia >18tahun
c. Defisit neurologik yang jelas
d. Pemeriksaan CT Scan, tidak ditemukan perdarahan intracranial
e. Pasien dan keluarganya menyetujui tindakan tersebut dan mengerti resiko dan
keuntungannya
ii. Kriteria eksklusi:
a. Defisit neurologis yang cepat membaik
b. Defisit neurologik ringan dan tunggal seperti ataksia atau gangguan sensorik saja,
disartria saja atau kelemahan minimal
c. CT Scan menunjukkan perdarahan intracranial
d. Gambaran hipodensitas >1/3 hemisfer serebri pada CT Scan
e. Riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya atau perkiraan perdarahan
subarachnoid
f. Kejang pada saat onset stroke
g. Riwayat stroke sebelumnya atau trauma kapitis dalam waktu 3 bulan
sebelumnya
h. Operasi besar dalam waktu 14 hari
i. Pungsi lumbal dalam 1 minggu
j. Perdarahan saluran cerna atau urin dalam 21hari
k. Infark miokard akut dalam 3 bulan
l. TD sistolik sebelum terapi >185 mmHg atau TD diastolik >110 mmHg
m. Gula darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/Dl
35
n. Penggunaan obat antikoagulan oral atau waktu protrombin >15 detik, INR >1,7
o. Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplastin parsial
memanjang
p. Trombosit <100.000/mm3
Protocol penggunaan trombolitik rt-PA intravena:
1. Infus 0,9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis diberikan bolus pada menit
pertama, 90% sisanya infus kontinyu selama 60 menit.
2. Pemantauan dilakukan di ICU atau unit stroke
3. Lakukan analisa neurologik setiap 15 menit selama infus rt-PA dan setiap 30 menit
dalam 6 jam, selanjutnya setiap jam sampai 24 jam pertama
4. Jika timbul sakit kepala hebat, hipertensi akut, nausea atau vomiting, hentikan infus
dan segera lakuan pemeriksaan CT Scan
5. Ukur TD setiap 15 menit dalam 2 jam pertama, tiap 30 menit dalam 6 jam berikutnya,
tiap 60 menit sampai 24 jam pertama
6. Lakukan pengukuran TD lebih sering jika TD sistolik >180 mmHg atau diastolik >105
mmHg.
7. Jika TD sistolik 180-230 mmHg atau diastolic 105-120 mmHg pada 2 atau lebih
pembacaan selang 5-10 menit, berikan Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis
dapat diulangi atau digandakan tiap 10-20 menit sampai dosis total 300 mg atau
berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8mg/menit. Pantau TD tiap 15 menit dan
perhatikan timbulnya hipotensi.
8. Jika TD sistolik > 230 mmHg atau diastolic 121-140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan
selang 5-10 menit, berikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis dapat diulangi
atau digandakan tiap 10 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan bolus pertama
diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Jika TD tidak terkontrol dapat dipertimbangkan
infus sodium nitroprusid.
9. Bila TD diastolik >140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, infus
sodium nitroprusid 0,5 ug/kgBB/menit.
36
10. Tunda pemasangan NGT dan kateter
11. Jangan lakukan pungsi arteri, prosedur invasif atau suntikan IM selama 24 jam pertama
Terapi perdarahan pasca trombolisis rt-PA intravena
1. Hentikan infus trombolitik.
2. Lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, fibrinogen, masa protrombin/INR, masa
tromboplastin parsial dan trombosit.
3. Pasien dipuasakan.
4. Siapkan tranfusi darah (PRC), FFP, kriopresipitat atau trombosit atau darah segar. Bila
perdarahan banyak (lebih dari 30 % volume sirkulasi), transfusi darah perlu dilakukan.
5. Pasang NGT dan lakukan irigasi dengan air es tiap 6 jam sampai perdarahan berhenti.
6. Pemberian PPI secara iv dengan dosis 80 mg bolus, kemudian diikuti pemberian infuse
8 mg /jam selama 72 jam berikutnya.
Pemberian antiplatelet
1. Aspirin dosis awal 325mg dalam 24-48jam setelah awitan stroke iskemik akut dianjurkan
bila tidak diterapi dengan trombolitik rt-PA intravena, namun tidak boleh sebagai
pengganti rt-PA.
2. Klopidogrel tunggal atau kombinasi dengan aspirin tidak dianjurkan kecuali pada pasien
dengan indikasi spesifik, misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau
recent stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian.
Pemberian neuroprotektan
Belum menunjukkan hasil yang efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan.
Namun, citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg iv 3 hari dan dilanjutkan dengan oral
2x1000mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholine Trial in
Acute Stroke, ongoing).10,13
37
Preventif
Pencegahan Primer, untuk mencegah terjadinya ateroma, yaitu:
Mengatur tekanan darah baik sistoli maupun diastolic
Mengurangi makan asam lemak jenuh
Berhenti merokok
Minum aspirin dua hari sekali (16), 300 mg/hari, pada :
o Individu dengan anamnesis keluarga dengan penyakit vaskuler
o Umur lebih dari 50 tahun
o Tidak ada ulkus lambung
o Tidak ada penyakit mudah berdarah
o Tidak ada alergi aspirin
Penggunaan aspirin setelah mengalami TIA, dapat mengurangi kematian dan dapat
meningkatkan kemungkinan untuk sembuh.
Pencegahan sekunder
Kontrol terhadap penyakit vaskular, seperti : 11,14
1. Hipertensi
Hipertensi harus diatasi untuk mencegah terjadinya serangan ulang stroke. Menurut
Canadian Hypertension Education Program (CHEP), target tekanan darah untuk pencegahan
stroke adalah <140/90mmHg (135/85mmHg untuk pengukuran di rumah).
2. Diabetes Melitus
Pada penderita diabetes, tekanan darah tetap kita kontrol dan nilainya <130/80mmHg.
Selain itu, kontrol yang paling penting adalah kontrol terhadap kadar glukosa dan dianjurkan
mencapai nilai hampir normal untuk mengurangi komplikasi vaskular. Menurut Canadian
Diabetes Association, target untuk kadar gula darah adalah 4.0-7.0mmol/L saat puasa dan 5.0-
10.0mmol/L 2 jam setelah makan.
3. Kolesterol
38
Pasien dengan kadar Low Density Lipoproteins-Cholesterol (LDL-C) >2.0 mmol/L harus
dilakukan modifikasi gaya hidup, diet, dan pengobatan dengan statin. Hal ini dilakukan sampai
didapati kadar LDL-C <2.0 mmol/L.
Prognosis
Sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna jika
ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak
mengalami kecacatan. Jika terdapat gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya
pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.10,13
Sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah
terjadinya serangan. Tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini
penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan
penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke. Upaya untuk memulihkan kondisi
kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari
setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda,
tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.
Pemeriksaan neurologik dalam penanganan kegawatdaruratan, termasuk kasus stroke
iskemik, haruslah cepat, tepat dan menyeluruh. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
skala atau sistem skoring yang formal seperti National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS).
NIHSS tidak hanya menilai derajat defisit neurologis, tetapi juga memfasilitasi komunikasi
antara pasien dan tenaga medis, mengidentifikasi kemungkinan sumbatan pembuluh darah,
menentukan prognosis awal dan komplikasi serta menentukan intervensi yang diperlukan. Skor
NIHSS <20 mengindikasikan stroke dalam tingkat ringan sampai sedang. Skor NIHSS ≥20
mengindikasikan stroke dalam tingkat yang parah.
Tabel 4. National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
39
40
41
PEMBAHASAN
Pasien ini adalah penderita dengan diagnosis stroke iskemik/non hemoragik. Diagnosis
ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan keluhan anggota
gerak bagian kiri sulit digerakkan, kesulitan bicara (pelo), mulut mencong, dan adanya riwayat
hipertensi sejak lebih dari 4 tahun yang lalu serta DM 2 tahun lalu tidak terkontrol. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada stroke non hemoragik diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan adanya keluhan defisit
neurologik secara mendadak tanpa adanya trauma, dan dari pemeriksaan fisik didapatkan
adanya defisit neurologikal fokal.
Tabel perbandingan stroke hemoragik dan non hemoragik (iskemik) yang sesuai dengan pasien.
Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik
(iskemik)
Gejala Pasien
Gejala defisit lokal Berat Berat/ringan Ringan
Permulaan (onset) Menit/jam Pelan (jam/hari) Pelan
Nyeri kepala Hebat Ringan/tak ada Tidak ada
Muntah pada
awalnya
Sering Tidak, kecuali lesi di
batang otak
Tidak ada
Hipertensi Hampir selalu Seringkali seringkali
Kesadaran Dapat hilang Dapat hilang Tidak hilang
Kaku kuduk Ada Tidak ada Tidak ada
Hemiparesis Sering sejak awal Sering dari awal Ada sejak awal serangan
Gangguan bicara Sering Sering Sering
Pada pasien ditemukan gejala lebih sesuai dengan gejala stroke non hemoragik (iskemik)
dibandingkan stroke hemoragik.
Berikut tabel mengenai stroke iskemik thrombosis dan emboli yang sesuai dengan pasien.
42
Gejala Trombosis Emboli Gejala pasien
Umur >50 atau 60 tahun Segala umur (terutama
dewasa muda)
43 tahun
Onset Lebih bertahap
(menit-jam)
Cepat (detik-menit) bertahap
Kejadian Saat istirahat aktivitas Saat istirahat
Kejang jarang sering Tidak ada
Riwayat sakit
jantung
Tidak ada ada Tidak ada
Predisposisi Aterosklerosis,
obesitas, DM,
hipertensi
Kelainan extracranial
(penyakit jantung)
Hipertensi, DM tidak
terkontrol
Penyebab stroke iskemik pada pasien kemungkinan besar akibat thrombosis. Pasien
memiliki riwayat hipertensi dan DM. Tekanan darah sistemik meningkat membuat pembuluh
serebral akan berkonstriksi. Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila
tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan – bulan atau bertahun-tahun, akan
menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral yang mengakibatkan diameter
lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena pembuluh
serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari
tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke
jaringan otak tidak adekuat sehingga akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila
terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi
tinggi yang mengakibatkan terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan perdarahan pada otak.
Endotel menunjukkan fungsi dualistic dalam keadaan normal. Sifat ini secara simultan
mengekspresikan dan melepaskan zat-zat vasokonstriktor (angiotensin II, endotelin-I,
tromboksan A-2, dan radikal superoksida) serta vasodilator (prostaglandin dan nitrit oksida).
Faktorfaktor ini menyebabkan dan mencegah proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah
secara seimbang. Keseimbangan antara system antagonis ini dapat mengontrol secara optimal
43
fungsi dinding pembuluh darah. Akibat disfungsi endotel, terjadi vasokonstriksi, proliferasi sel-
sel otot polos pembuluh darah, agregasi trombosit, adhesi lekosit, dan peningkatan
permeabilitas untuk makromolekul, seperti lipoprotein, fibrinogen, dan imunoglobulin. Kondisi
ini akan mempercepat terjadinya aterosklerosis yang memegang peranan yang penting untuk
terjadinya stroke infark. Diabetes Melitus diketahui dapat meningkatkan kemungkinan
aterosklerosis karena gangguan metabolisme lipid pada arteri koroner, arteri femoral, dan
arteri serebral. Hipertensi dan DM termasuk faktor resiko yang dapat dimodifikasi.
Pasien juga jarang berolahraga yang menyebabkan elastisitas pembuluh darah jadi
berkurang karena timbunan lemak dan kontraksi dinding otot pembuluh darah berkurang.
Elastisitas pembuluh darah yang kurang akan menyebabkan aliran darah tidak lancar sehingga
mudah menyebabkan aterosklerosis dan hipertensi yang merupakan faktor pencetus dari
stroke.
Hasil sistem skor pada pasien:
Siriraj Score
(2,5xderajat kesadaran) + (2xVomitus) + (2x Nyeri kepala) + (0.1 x tekanan diastolic) – (3 x
petanda ateroma) -12
(2,5 × 0 (CM)) + (2 x 0 (tidak ada)) + (2 x 0 (tidak ada)) + (0.1 x 60) – (3×1(hipertensi dan DM
lama)) – 12 = -9 -> stroke iskemik
Gajah Mada Score
Penurunan kesadaran (-)
Nyeri kepala (-)
Refleks Babinski (-)
Kesimpulan: pasien pada kasus ini mengalami STROKE ISKEMIK.
Pada pasien ditemukan sensori raba menurun pada sisi tubuh yang lemah. Pusat
sensorik berada di lobus parietal girus postsentralis. Pada CT scan ditemukan lesi iskemik pada
44
lobus parietal kanan. Banyak pemeriksaan fisik yang belum dilakukan untuk mengetahui dan
membuktikan kerusakan yang terjadi pada lobus parietal.
Perbedaan antara lesi di korteks dan subkorteks yang ditemukan pada pasien
(pemeriksaan fisik yang dilakukan kurang lengkap sehingga data yang didapat tidak lengkap).
GEJALA/TANDA KORTIKAL SUBKORTIKAL Pasien
Afasia ++ - -
Astereognosis ++ - Tidak diperiksa
2 point tactil discrimination terganggu ++ - -
Graphesthesi terganggu ++ - Tidak diperiksa
Extinction phenomenon ++ - Tidak diperiksa
Loss of body image ++ - Tidak diperiksa
Kelumpuhan lengan dan tungkai tak sama ++ - -
Dystonic posture - ++ Tidak diperiksa
Gangguan sensibilitas nyeri + raba - ++ ++
Kedua mata melihat ke hidung - ++ Tidak diperiksa
Skor NIHSS
1A = 01B = 01C = 12 = 03 = 04 = 25 a = 3 , b = 06 a = 3 , b = 07 = 08 = 19 = 010 = 011 = 0Total 10, artinya termasuk stroke tingkat ringan-sedang. Prognosis pasien ini baik.
Penatalaksanaan
Pemberian infus cairan kristaloid RL sudah tepat.
45
Penurunan tekanan darah tidak boleh drastis. Bila MAP < 130 tunda pemberian
antihipertensi.
Pemberian Anti agregasi platelet: Aspilet 1x80 mg
Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg iv 3 hari dan
dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu. Pada kasus sudah diberikan citicolin
sejak awal perawatan.
NaCl caps 2 x 500 mg diberikan untuk membantu mengatasi hiponatremia dan
hipokloremia pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. McPhee SJ, Ganong WF. Patophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. Edisi
5.USA: McGraw-Hill Companies; 2005. Hal 582-4.
46
2. Gofir A., 2009. Klasifikasi Stroke dan Jenis Patologi Stroke, Dalam : Manajemen Stroke.
Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press hal.45-9.
3. Misbach J., Jannis J. Diagnosis Stroke, Dalam : Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi,
Manajemen. Jakarta : FKUI,2011. hal.62-9.
4. Junadi,Purnawan, Kapita selekta kedokteran, Jilid ke II, Penerbit FKUI, Jakarta. 2005.h. 17-26.
5. Aliah A, Kuswara F.F, Limoa RA, Wuysang. Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam: Kapita
Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2003, h.79-102.
6. Price SA, Wilson LM . Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2005. Hal.966-71.
7. Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon SD. Neurology: a queenshare textbook. USA:John Wiley
and Sons;2011.Hal 125-43.
8. Brust JCM. Current diagnosis and treatment in neurology. : McGraw-Hill Companies; 2006. Hal
107-41.
9. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis and treatment. International Edition. USA:
McGraw-Hill Companies; 2008. Hal 975-80.
10. Fauci AS, et al. Harrison’s principles of internal medicine.Edisi 18. USA: McGraw-Hill Companies;
2011. Hal. 3270-99.
11. Burnside JW, McGlynn TJ. Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta:EGC;2003.hal. 267-83.
12. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta:EGC;2009.hal.77-89.
13. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.edisi 8.
Jakarta:EGC;2009. Hal. 166-290.
14. Nasissi, Denise. Non Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview pada 29 Spetember 2014.
15. Algoritma Kegawatdaruratan Stroke menurut American Heart Association. Diunduh dari
http://ummc-acls.org/mod/resource/view.php?id=14. Diunduh tanggal 29 September 2014.
47