26
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pendidikan Agama Islam Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pendidikan Islam, tetapi menurut penulis intinya ada dua, yaitu: pertama, pendidikan Islam merupakan system pendidikan yang sengaja diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawentahkan ajaran dan nilai-nilai Islam. 4 Kedua, pendidikan Islam adalah system pendidikan yang dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. 5 Di dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain pendidikan agama. Dan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar- umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. 6 4 Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2011) hal. 39 5 Ibid., hal. 40 6 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam:Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2008) hal. 75 1

Studi Kebijakan Pengembangan PAI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Studi Kebijakan Pendidikan Islam

Citation preview

Page 1: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pendidikan

Islam, tetapi menurut penulis intinya ada dua, yaitu: pertama, pendidikan Islam

merupakan system pendidikan yang sengaja diselenggarakan atau didirikan

dengan hasrat dan niat untuk mengejawentahkan ajaran dan nilai-nilai Islam.4

Kedua, pendidikan Islam adalah system pendidikan yang dikembangkan dari dan

disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.5

Di dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa isi

kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain

pendidikan agama. Dan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pendidikan

agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang

bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain

dalam hubungan kerukunan antar-umat beragama dalam masyarakat untuk

mewujudkan persatuan nasional.6

Di dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan

agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini,

memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk

menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam

masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.7

Hakikat pendidikan Islam adalah bahwa konsep dasarnya dapat difahami

dan dianalisis serta dikembangkan dari Al-Qur’an dan as-sunnah atau bertolak

dari spirit Islam. Konsep operasionalnya, dapat dipahami, dianalisis, dan

dikembangkan dari proses pembudayaan, pewaris dan pengembangan ajaran dan

nilai-nilai Islam, bidaya dan peradaban Islam dari generasi ke generasi. 4 Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2011) hal. 395 Ibid., hal. 406 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam:Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2008) hal. 757 Ibid., hal. 75-76

1

Page 2: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

Sedangkan secara praktis, dapat dipahami, dianalisis, dan dikembangkan dari

proses pembinaan dan pengembangan (pendidikan) pribadi muslim pada setiap

generasi dalam sejarah umat Islam.8

B. Pendidikan Agama di Sekolah dan PTU

Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum sesuai dengan ketentuan

undang-undang dapat dilihat pada beberapa pasal dari UUSP No. 20 Tahun 2003

tentang Sisdiknas Pasal 37 ayat (1) menyebutkan bahwa: Kurikulum pendidikan

dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan

kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan social, seni dan budaya,

pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal.

Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) tersebut diatas ditegaskan

bahwa: Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa serta

berakhlak mulia.9

Adapun tujuan pendidikan agama, yaitu untuk berkembangnya

kemampuan peserta didik dalam mengembangkan, memahami, menghormati, dan

mengamalkan nilai-nilai agama Islam, penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi

dan seni. Perlu diingat bahwa dalam pelaksanaan pendidikan agama harus

memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:

(1) Pelaksanaan pendidikan agama harus mengacu pada kurikulum pendidikan

agama yang berlaku sesuai dengan agama yang dianut peserta didik.

(2) Pendidikan agama harus mendorong peserta didik untuk taat menjalankan

ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama sebagai

landasan etika dan moral dalam berbangsa dan bernegara.

(3) Pendidikan agama harus dapat menumbuhkan sikap kritis, kreatif, inovatif,

dan dinamis, sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk menguasai

ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

(4) Pendidikan agama harus mampu mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan

rasa hormat internal agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain.

8 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya:Pustaka Pelajar) hal. 249 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada) hal. 16

2

Page 3: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

(5) Satuan pendidikan yang berciri khas agama dapat menciptakan suasana

keagamaan dan menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan,

seperti tambahan materi, jam pelajaran, dan kedalamannya.10

Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi baru dimulai sejak tahun 1960

dengan adanya ketetapan MPRS No. II/ MPRS/1960 yang berarti pendidikan

agama sebelum itu secara formalnya baru diberikan di Sekolah Rakyat sampai

dengan Sekolah Lanjutan Tingkat atas saja. Adapun dasar operasionalnya,

pelaksanaan pendidikan Agama di Perguruan Tinggi tersebut ditetapkan dalam

UU No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi. Dalam BAB III Pasal 9 ayat 2

sub b, terdapat ketentuan sebagai berikut: ”Pada Perguruan Tinggi Negeri

diberikan Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran dengan pengertian bahwa

mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatan”.

Berikutnya pada tanggal 27 Maret 1989 hadirlah UU No. 2 tahun 1989.

Kedudukan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi dalam Undang-Undang

ini secara umum tertuang dalam tujuan Pendidikan Nasional tercantum dalam Bab

II pasal 4 yang berbunyi:

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan

bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Kemudian diperjelas dalam PP No. 30 tahun 1990 tentang Pendidikan

Tinggi tanggal 10 Juli 1990. Dalam PP ini tepatnya pada Bab II pasal 2 tentang

Tujuan Pendidikan Tinggi dinyatakan:

1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki

kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,

mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau

kesenian

2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau

kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf

kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

10 Ibid., hal. 21

3

Page 4: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

Mengacu pada kutipan di atas, maka jelaslah bahwa kedudukan

pendidikan agama Islam di Perguruan Tinggi Umum dalam UU No. 2 tahun 1989

dan UU No. 20 tahun 2003 menempati posisi yang diperhitungkan, yaitu sebagai

mata kuliah wajib. Namun sayangnya masih ada Perguruan Tinggi Umum yang

belum melaksanakannya, terutama Perguruan Tinggi Umum swasta yang tidak

memiliki political will yang jelas.

Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi dalam proses

belajarnya menggunakan sistem kredit semester yang masing-masing perguruan

tinggi menggunakan jumlah dan besar SKS yang bervariasi. Rata-rata pendidikan

agama Islam di perguruan tinggi hanya mendapat 2 SKS dalam satu semester awal

yang dimasukkan dalam komponen mata kulian MKDU (Mata Kuliah Dasar

Umum).

Kemudian muncul SK Mendiknas No.232/U/2000 pada tanggal 20

Desember 2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan

Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pada Bab I; Ketentuan Umum, yaitu pada

pasal 1 ayat 7 dinyatakan bahwa Kelompok matakuliah pengembangan

kepribadian (MPK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk

mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan

Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri

serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.11

Sebenarnya pendidikan Islam di perguruan tinggi umum saat ini masih

belum maksimal, di samping karena kehetrogenan mahasiswa /mahasiswinya dan

dengan tingkat pengetahuan agama yang berbeda-beda. Maka pada dasarnya harus

juga dilakukan pendekatan yang berbeda kepada mereka. Kecuali beberapa

formulasi yang dianggap bisa digeneralisasi, seperti shalat dan puasa pada tataran

praktek. Tapi seperti membaca al-Qur’an tidak dapat digeneralisasi, karena

kemampuan mahasiswa dan mahasiswi berbeda-beda, maka pendekatan yang

dilakukan pun berbeda-beda.

Di sini diperlukan perubahan mindset terlebih dahulu oleh seorang dosen

agar mahasiswa/mahasiswi mempunyai arah pemahaman yang sama akan apa

yang dipelajari dalam Pendidikan Agama Islam, sehingga paling tidak membuat

11 http://pelawiselatan.blogspot.com/2011/07/pendidikan-agama-islam-pada-perguruan.html

4

Page 5: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

mereka sadar akan apa yang dipelajari, sehingga mahasiswa/mahasiswi dapat

memperkirakan tingkat kemampuan mereka akan Pendidikan Agama Islam yang

dipelajari.

Yang tidak kalah penting adalah Perubahan kebijakan pendidikan agama

Islam, baik dari departemen yang membuat kebijakan tertinggi, sampai pada

tataran kebijakan di tingkat rektorat perguruan tinggi umum.

Kebijakan dapat berupa mata kuliah Pendidikan Islam sendiri atau

berkaitan dengan aplikasi waktu dan dana untuk pengembangan Pendidikan

Agama Islam, karena untuk memenuhi kebutuhan internalisasi agama

mahasiswa/mahasiswi diperlukan pendekatan yang berbeda dan tidak hanya

sekedar di dalam ruang kuliah. Mungkin diperlukan kuliah tamu dari pakar

tertentu, atau melakukan studi banding atau kegiatan-kegiatan keagamaan yang

dapat merangsang mreka untuk memahami Islam lebih baik. Tingkat lembaga lah

yang memerlukan mereka pada tahap awal, sehingga diperlukan anggaran untuk

mendukung kegiatan.12

C. Dasar Kebijakan Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah

1. Landasan Juridis

a) UUD 1945 (Amandemen) Pasal 31

1) Ayat 3, Pemerintah mengusahakan dan menyelengarakan satu sistem

pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan

serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang

diatur dengan UU.

2) Ayat 5, Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk

memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

b) Tap MPR no.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, dalam Bab

III dinyatakan bahwa arah kebijakan untuk membangun etika kehidupan

berbangsa diimplementasikan secara berikut;

1) Mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa dalam

kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara melalui

pendidikan formal, informal, dan non-formal dan pemberian contoh

12 http://mrgzone.blogspot.com/2014/06/pai-di-perguruan-tinggi-umum-ptu.html

5

Page 6: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

keteladanan dari para pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan pemimpin

masyarakat.

2) Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek pengenalan

menjadi pendidikan yang bersifat terpadu dengan menekankan ajaran etika

yang bersumber dari ajaran agama dan budaya luhur bangsa serta

pendidikan watak dan budi pekerti yang menekankan keseimbangan antara

kecerdasan intelektual, kematangan emosional dan spiritual serta amal

kebijakan.

3) Mengupayakan agar setiap program pembangunan dan keseluruhan

aktivitas kehidupan berbangsa dijiwai oleh nilai-nilai etika dan akhlak

mulia, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

c) Undang Undang No. 20 Tahun 2003

1) Pasal 3, Pendidikan Nasional mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

2) Pasal 12, ayat 1a “Setiap Peserta didik pada setiap satuan pendidikan

berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya.

d) PP NO 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

1) Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (1) kelompok mata

pelajaran agama dan akhlak mulia, (2) kelompok mata pelajaran

kewarganegaraan dan kepribadian, (3) kelompok mata pelajaran ilmu

pengetahuan dan teknologi, (4) kelompok mata pelajaran estetika, dan (5)

kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan/

2) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada

SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,

SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat

dilaksanakan melalui muatandan/ atau kegiatan agama, akhlak mulia,

kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika,

jasmani, olahraga, dan kesehatan.

6

Page 7: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

e) Peraturan Presiden NO.7 Tentang Rencana Pembangnan Jangka Menengah

Tahun 2004 pada Bab 31 bidang Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama.

Dalam arah kebijakannya dinyatakan bahwa sesuai dengan agenda

pembangunan nasional, disebutkan pada ;

1) butir b, peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan

keagamaan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.

2) butir c, peningkatan kualitas tenaga kependidikan agama dan keagamaan.

2. Landasan Filosofis

Dalam membicarakan dasar kebijakan Direktorat Pendidikan Agama Islam

pada Sekolah (Ditpais) perlu diketengahkan visi dan misi yang dijadikan landasan

filosofis bagi pengembangan program-program yang akan dijalankan. Visi dan

misi tersebut juga merupakan arah pemikiran atau gambaran tentang harapan yang

dicita-citakan.

a. Visi dan Misi Departemen Agama RI

1) Visi

Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera

dan cerdas serta saling menghormati antar sesama pemeluk agama dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah negara

Kesatuan Republik Indonesia.

2) Misi

a) Meningkatkan kualitas bimbingan, pemahaman, pengamalan, dan

pelayanan kehidupan beragama

b) Meningkatkan penghayatan moral dan etika keagamaan

c) Meningkatkan kualitas pendidikan umat beragama

d) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Haji

e) Memberdayakan umat beragama dan lembaga keagamaan

f) Memperkokoh kerukunan umat beragama

g) Mengembangkan keselarasan pemahaman keagamaan dengan wawasan

kebangsaan Indonesia.

b. Visi dan Misi Ditjen Pendidikan Islam

1) Visi

7

Page 8: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

Memberdayakan masyarakat dan lembaga pendidikan Islam agar dapat

memberikan layanan pendidikan yang bermutu kepada peserta didik sehingga

mereka dapat menjadi orang sukses dan diridhoi Allah SWT.

2) Misi

a) Meningkatkan kualitas pendidikan agama melalui penyempurnaan

sistem pendidikan agama, sehingga lebih terpadu dan integral dengan

sistem pendidikan nasional yang didukung oleh sarana dan prasarana

yang memadai.

b) Menjadikan institusi pendidikan (sekolah dan luar sekolah) sebagai

basis penanaman moral dan akhlak di samping pendidikan di keluarga

dan masyarakat.

c) Mengupayakan terwujudnya Pendidikan Keagamaan dan Pondok

Pesantren yang berkualitas, mandiri, berdaya saing, dan kuat

kedudukannya dalam Sistem Pendidikan Nasional, sehingga mampu

menjadi pusat unggulan pendidikan agama Islam dan pengembangan

masyarakat dalam rangka pembentukan watak dan kepribadian santri

sebagai muslim yang taat dan warga negara yang bertanggung jawab.

d) Meningkatkan peran dan fungsi lembaga keagamaan dalam mengatasi

dampak perubahan yang terjadi di semua aspek kehidupan untuk

memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa serta memperkuat

kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

e) Meningkatkan pendidikan agama pada masyarakat dan pembinaan

kehidupan beragama dan masyarakat.

c. Visi dan Misi Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah

1) Visi

Visi pendidikan Islam pada sekolah yang akan dituju oleh Direktorat

Pendidikan Agama Islam pada Sekolah pada dasarnya memberikan dukungan

terhadap pembangunan Indonesia di masa depan yang bersandar pada visi

Indonesia jangka panjang, yakni terwujudnya negara –bangsa Indonesia

modern yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kemerdekaan, dan persatuan

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di samping itu, visi pendidikan Islam

8

Page 9: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

pada sekolah juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan visi

Departemen Agama yaitu terwujudnya masyarakat yang taat beragama.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dirumuskan visi Direktorat Pendidikan

Agama Islam pada Sekolah (Ditpais), yakni ; Terwujudnya lulusan sekolah

yang beriman dan bertaqwa, taat beragama, inklusif, cerdas, berpikiran

maju, dan berakhlak mulia.

2) Misi

a) Mengoptimalkan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada sekolah;

b) Mengembangkan pembelajaran pendidikan agama Islam yang berkualitas;

c) Menciptakan nuansa religius dalam tatanan kehidupan sekolah;

d) Menumbuhkan sikap terbuka, toleran, dan menghormati keyakinan agama

orang lain;

e) Meningkatkan kualitas pembinaan terhadap siswa

Dari world view yang inheren pada juridis hingga filosofis penyangga

tersebut, penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah yang

berkualitas dan mengglobal seyogiyanya diimplementasikan dengan bijak, karena

anak pada usia sekolah inilah tepatnya masa pembentukan utama dimana mudah

diarahkan dan sekaligus rentan terhadap pengaruh yang menjerumuskan jika

terlambat atau salah arah.13

3. Dasar/Landasan Religius

Yang dimaksud dasar religious dalam uraian ini adalah dasar-dasar yang

bersumber dari ajaran agama Islam yang tertera dalam ayat Al-Qur’an maupun al

Hadits. Menurut ajaran Islam, bahwa melaksanakan pendidikan agama adalah

merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-Nya.

Dalam Al-Quran banyak ayat-ayat yang menunjukkan adanya perintah

tersebut, antara lain:

a. Dalam surat An-Nahl ayat 125, yang berbunyi:

�ِة� َن �َح�َس� اْل �َم�ْو�ِع�َظ�ِة� َو�اْل �َم�ِة� �َح�ْك �اْل ِب �َك� ِب َر� �يِل� ِب َس� �ْل�ى ِإ اْد�ُع�

Artinya: Ajaklah kepada Agama Tuhanmu dengan cara yang bijaksana dan

dengan nasehat yang baik.

b. Dalam surat Ali-Imran ayat 104, yang berbunyi:

13 httpwww.pendis.kemenag.go.idpaifiledokumenRenstraDitpais.pdf

9

Page 10: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

�َه�ْو�َن� �َن َو�َي َوِف� �َم�ْع�ُر� �اْل ِب َوَن� ُم�ُر�� �ْأ َو�َي �ُر� ي �َخ� اْل �ى �ْل ِإ �ْد�ِع�ْوَن� َي ُم(ِة)

� ُأ �ْم� �ْك ُم�َن �ْن� �ْك �َت َو�ْل

�ُر� �ْك �َم�َن اْل ِع�ْن�

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang

munkar.

c. Dalam surat At-Tahrim ayat 6, yang berbunyi:

ا �اَر. َن �ْم� �يْك �ْه�ِل َو�ُأ �ْم� ْك �ُف�َس� �َن ُأ ُق�ْوا �ْوا آُم�َن (ِذ�َيْن� اْل 6َه�ا َي� ُأ �ا َي

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari

api neraka.14

D. Paradigma Pengembangan Pendidikan Agama Islam di

Sekolah/Perguruan Tinggi Umum

1. Paradigma Dikotomis

Di dalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat

sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi atau diskrit. Segala sesuatu hanya

dilihat dari dua sisi yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, ada dan

tidak ada, bulat dan tidak bulat, pendidikan keagamaan atau pendidikan agama

dan pendidikan umum, demikian seterusnya. Pandangan dikotomis tersebut pada

gilirannya diembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia

dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani, sehingga pendidikan agama Islam

hanya diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja.

Seksi yang mengurusi masalah keagamaan disebut sebagai seksi kerohanian.

Dengan demikian pendidikan keagamaan dihadapkan dengan pendidikan non-

keagamaan, pendidikan keislaman dengan non-keislaman, pendidikan agama

dengan pendidikan umum, demikian seterusnya.15

Paradigma dikotomis mempunyai implikasi terhadap pengembangan

pendidikan agama Islam yang lebih berorientasi pada keakhiratan, sedangkan

masalah dunia dianggap tidak penting, serta menekankan pada pendalaman

al-‘ulum al-diniyah (ilmu-ilmu keagamaan) yang merupakan jalan pintas untuk

menuju kebahagiaan akhirat, sementara sains (ilmu pengetahuan) dianggap

14 Zuhairini. dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya:Usaha Nasional) hal. 23-24 15 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2005) hal. 31

10

Page 11: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

terpisah dari agama. Demikian pula pendekatan yang dipergunakan lebih bersifat

keagamaan yang normatif, doktriner dan absolutis. Peserta didik diarahkan untuk

menjadi pelaku (actor) yang loyal (setia), memiliki sikap commitment

(keberpihakan), dan dedikasi (pengabdian) yang tinggi terhadap agama yang

dipelajari. Sementara itu, kajian-kajian keilmuan yang bersifat empiris, rasional,

analitis-kritis, dianggap dapat menggoyahkan iman, sehingga perlu ditindih oleh

pendekatan keagamaan yang normatif dan doktriner tersebut.16

2. Paradigma Mekanisme

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), secara etimologis

mechanism berarti: hal kerja mesin, cara kerja suatu organisasi, atau hal saling

bekerja seperti mesin, yang masing-masing bergerak sesuai dengan fungsinya.

Paradigma mechanism memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan

pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai

kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya,

bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen,

yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu

dengan lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak.17

Paradigma tersebut tampak dikembangkan pada sekolah atau PT Umum

yang didalamnya diberikan seperangkat mata pelajaran atau ilmu pengetahuan

(mata kuliah), salah satunya adalah mata pelajaran atau mata kuliah pendidikan

agama yang hanya diberikan 2 atau 3 pelajaran per minggu, dan didudukkan

sebagai mata pelajaran atau mata kuliah dasar umum, yakni sebagai upaya

pembentukan kepribadian yang religius.

Kebijakan tentang PAI sebagai mata pelajaran atau mata kuliah dasar

umum, atau sebagai upaya pembentukan kepribadian yang religius, adalah sangat

prospektif dalam membangun watak, moral dan peradaban bangsa yang

bermatabat. Namun demikian, dalam realitasnya pendidikan agama Islam sering

termarginalkan, bahkan guru PAI di sekolah atau dosen PAI pada Perguruan

Tinggi Umum pun kadang-kadang terhambat kariernya untuk menggapai jabatan

fungsional tertinggi (guru besar), karena tidak tersedia program studi atau fakultas

sebagai induknya.

16 Ibid., hal. 3317 Ibid., hal. 35-36

11

Page 12: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

Kebijakan tentang pembinaan pendidikan agama Islam secara terpadu di

sekolah umum misalnya, antara lain menghendaki agar pendidikan agama dan

sekaligus para guru/dosen agamanya mampu memadukan antara mata pelajaran

agama dengan pelajaran umum. Kebijakan ini akan sulit diimplementasikan pada

sekolah atau perguruan tinggi umum yang cukup puas hanya mengembangkan

pola relasi horizontal-lateral (independent). Barangkali kebijakan tersebut relatif

mudah diimplementasikan pada lembaga pendidikan yang mengembangkan pola

lateral-sekuensial. Hanya saja implikasi dari kebijakan tersebut adalah para

guru/dosen agama harus menguasai ilmu agama dan memahami substansial ilmu-

ilmu umum, sebaliknya guru/dosen umum dituntut untuk menguasai ilmu umum

(bidang keahliannya) dan memahami ajaran dan nilai-nilai agama. Bahkan

guru/dosen agama dituntut untuk mampu menyusun buku-buku teks keagamaan

yang dapat menjelaskan hubungan antara keduanya.18

3. Paradigma Organism

Organism dapat berarti susunan yang bersistem dari berbagai bagian jasad

hidup untuk suatu tujuan. Dalam konteks pendidikan Islam, paradigma organism

bertolak dari pandangan bahwa aktivitas kependidikan merupakan suatu sistem

yang terdiri atas komponen-komponen yang hidup bersama dan bekerja sama

secara terpadu menuju tujuan tertentu, yaitu terwujudnya hidup yang religius atau

dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama.19

Sistem pendidikan diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai ilmu

pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik, serta mampu melahirkan manusia-

manusia yang menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,

memiliki kematangan profesional, dan sekaligus hidup di dalam nilai-nilai

agama.20

PAI di Perguruan Tinggi Umum, menurut Keputusan Dirjen Dikti

Depdiknas RI Nomor: 38/DIKTI/Kep/2002 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan

Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, merupakan salah

satu mata kuliah kelompok pengembangan kepribadian (MPK). Visi mata kuliah

ini menjadi sumber nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam

18 Ibid., hal. 37-3819 Ibid., hal. 3920 Ibid.,

12

Page 13: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

mengantarkan peserta didik mengembangkan kepribadiannya. Sedangkan misinya

adalah membantu peserta didik agar mampu mewujudkan nilai dasar agama dalam

menerapkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni yang dikuasainya dengan rasa

tanggung jawab kemanusiaan (Pasal 1 & 2).

Dilihat dari fungsi PAI di sekolah serta visi dan misi PAI di PTU tersebut,

maka secara konseptual-teoretis PAI dikembangkan ke arah paradigma organisme

atau sistemik, yang ingin menjadikan PAI sebagai sumber nilai dan pedoman bagi

peserta didik untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, serta bagi

penyelenggaraan program studi di PTU, dan membantu peserta didik agar mampu

mewujudkan nilai dasar agama dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi

dan seni. Namun demikian, realitasnya di lapangan menunjukkan bahwa pada

umumnya PAI di PTU dikembangkan dengan menggunakan paradigma dikotomis

atau mekanisme, dan jarang menggunakan paradigm organisme atau sistemik. Hal

ini tidak jauh berbeda dengan keadaan pendidikan agama islam di sekolah

umum.21

Paradigm organisme atau sistemik ini dapat dilakukan apabila pada guru

memahami keterkaitan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan dengan mata

pelajaran/bidang studi yang dibinanya. Dalam konteks ini ada dua permasalahan

yang dihadapi para guru, yaitu: (1) para guru/dosen harus melek (menguasai)

bidang ilmunya; dan (2) para guru/dosen harus mampu menerjemahkan bidang

ilmu tersebut dengan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan yang terkandung dalam

ajaran agama Islam. Paradigm tersebut seyogyangnya berjalan secara alamiah,

tidak melalui proses yang mengada-ada. Sebab, dalam kenyataannya ada beberapa

konsep ilmu pengatahuan yang tidak bias diterjemahkan ke dalam nilai-nilai

tersebut. Melalui paradigma tersebut bukan berarti setiap pokok bahasan harus

dilegalkan dengan ayat-ayat Alquran atau al-hadis, malainkan dari setiap pokok

bahasan tersebut diambil hikmah yang dapat diambil peserta didik bagi kehidupan

(nilai spiritual)-nya.

Dengan demikian, diperlukan upaya spiritualisasi pendidikan atau

berupaya menginternalisasi nilai-nilai atau spirit agama melalui proses pendidikan

ke dalam seluruh aspek pendidikan di sekolah-sekolah atau Perguruan Tinggi

21 Ibid., hal. 40-41

13

Page 14: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

Umum. Hal ini dimaksudkan untuk memadukan nilai-nilai sains dan teknologi

serta seni dengan keyakinan dan kesalehan dalam diri peserta didik. Ketika belajar

Biologi misalnya, maka pada waktu yang sama diharapkan pelajaran itu dapat

meningkatkan keyakinannya kepada Allah, karena di dalam ajaran agama

diterangkan bahwa Tuhanlah yang telah menciptakan keanekaragaman

(biodiversity) di muka bumi ini dan semuanya tunduk pada hukum-Nya.22

22 Ibid., hal. 42-43

14

Page 15: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Di dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa bahwa

pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta

didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati

agama lain dalam hubungan kerukunan antar-umat beragama dalam masyarakat

untuk mewujudkan persatuan nasional.

Sebenarnya pendidikan Islam di perguruan tinggi umum saat ini masih

belum maksimal, di samping karena kehetrogenan mahasiswa /mahasiswinya dan

dengan tingkat pengetahuan agama yang berbeda-beda. Kebijakan Direktorat

Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah antara lain:

1. Landasan Juridis

a. UUD 1945 (Amandemen) Pasal 31

b. Tap MPR no.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, dalam

Bab III

c. Undang Undang No. 20 Tahun 2003

d. PP NO 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

e. Peraturan Presiden NO.7 Tentang Rencana Pembangnan Jangka

Menengah Tahun 2004 pada Bab 31

2. Landasan filosofis

a. Visi dan Misi Departemen Agama RI

b. Visi dan Misi Ditjen Pendidikan Islam

c. Visi dan Misi Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah

3. Landasan Religius

a. surat An-Nahl ayat 125

b. surat Ali-Imran ayat 104

c. surat At-Tahrim ayat 6

15

Page 16: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

Sedangkan Paradigma Pengembangan Pendidikan Agama Islam di

Sekolah/Perguruan Tinggi Umum adalah:

1) Paradigma dikotomis

2) Paradigma mekanisme

3) Paradigma organism

16

Page 17: Studi Kebijakan Pengembangan PAI

DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam,

Jakarta:Rajawali Pers, 2011

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam:Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah, Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2008

Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa,

Jakarta:PT RajaGrafindo Persada

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta:PT

RajaGrafindo Persada, 2005

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya:Pustaka Pelajar

Zuhairini. dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya:Usaha Nasional

httpwww.pendis.kemenag.go.idpaifiledokumenRenstraDitpais.pdf

http://pelawiselatan.blogspot.com/2011/07/pendidikan-agama-islam-pada-

perguruan.html

http://www.ispi.or.id/2010/09/19/pengembangan-pendidikan-agama-islam-di-

sekolah/

https://usepsaepudin66.wordpress.com/kurikulum-pai-di-perguruan-tinggi-umum/

http://mrgzone.blogspot.com/2014/06/pai-di-perguruan-tinggi-umum-ptu.html

http://www.ibnushobah.web.id/2012/08/pai-di-ptu-sebuah-masalah-kritik-

dan.html

17