28
EKONOMI PEMERINTAHAN MAKALAH INDIVIDU REINVENTING GOVERNMENTS PENGARUH KEBIJAKAN ANGGARAN TEHADAP PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN PUBLIK DISUSUN OLEH S U P R I A D I E 121 14 306

Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

  • Upload
    xaxila

  • View
    216

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

REINVENTING GOVERNMENTS

Citation preview

Page 1: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

EKONOMI PEMERINTAHAN

MAKALAH INDIVIDU REINVENTING GOVERNMENTS

PENGARUH KEBIJAKAN ANGGARAN TEHADAP PENINGKATAN

KUALITAS LAYANAN PUBLIK

DISUSUN OLEH

S U P R I A D I

E 121 14 306

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Page 2: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

DAFTAR ISI

Daftar Isi......................................................................................................1

Bab I Pendahuluan.......................................................................................2

A. Latar Belakang.................................................................................2

B. Rumusan Masalah............................................................................2

C. Tujuan Masalah................................................................................3

Bab II Pembahasan.......................................................................................4

A. Tugas dan Fungsi Pemerintah..........................................................4

B. Pemerintah yang berorientasi hasil..................................................5

C. Kualitas Pelayanan Umum...............................................................9

D. Peran Pemerintah dalam Pelayanan Umum.....................................11

E. Pengaruh Anggaran Terhadap Kualitas Pelayanan..........................12

Bab III Penutup............................................................................................13

A. Kesimpulan......................................................................................13

B. Saran.................................................................................................13

Daftar Pustaka..............................................................................................14

1

Page 3: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Melangkah hampir 17 tahun setelah pergolakan reformasi usai dan berlari

jauh dari hampir 70 tahun Indonesia merdeka kata makmur masih tergantung

tinggi jauh di langit angan-angan bangsa ini. Cita-cita pendiri banga untuk

mendirikan negara merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmu masih harus

diperjuangkan dengan darah dan keringat. Kata makmur tidak hanya menyangkut

kebutuhan materiil masyarakat semata tetapi menyangkut pula kebutuhan moriil

yakni kualitas pelayanan publik yang disediakan.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah dijadikan sebuah acuan bagi

negara dunia ketiga dalam perkembangannya konsep reinventing governments.

Konsep ini merupakan wujud pemerintah yang dianggap memenuhi kebutuhan

publik khususnya menuju masyarakat modern. Konsep yang dikemukakan David

Osborne dan Ted Gaebler ini dapat dijadikan referensi pembangunan di negara

berkembang yang memiliki kesesuaian kriteria dengan konsep tersebut.

Mengingat konsep ini dapat diterapkan dengan memperhatikan kondisi geopolitik,

sosial, ekonomi dan budaya negara bersangkutan.

Dalam pembahasannya konsep yang dianggap perlu dan bisa diterapkan di

Indoensia adalah result oriented government:funding based on the outcome rather

than the income. Melihat kondisi geopolitik dan sosioekonomi masyarakat

Indonesia konsep ini dapat mendorong berubah orientasi kebijakan instansi

publik. Instansi publik hanya akan diberikan anggaran yang sesuai dengan hasil

kerja yang telah didapatkan sehingga mendorong peningkatan prestasi kerja dan

kualitas pelayanan publik.

B. RUMUSAN MASALAH

2

Page 4: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang bagaimana pengaruh

pemerintah yang dibiayai berdasarkan hasil dalam peningkatan kualitas

pelayanan publik?

C. TUJUAN MASALAH

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian

anggaran pemerintah sesuai dengan hasil yang didapatkan terhadap peningkatan

kualitas pelayanan publik.

3

Page 5: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

BAB II

PEMBAHASAN

A. TUGAS DAN FUNGSI PEMERINTAH

Pemerintah merupakan suatu gejala yang berlangsung dalam kehidupan

bermasyarakat yaitu hubungan antara manusia dengan setiap kelompok termasuk

dalam keluarga. Masyarakat sebagai suatu gabungan dari sistem sosial, akan

senantiasa menyangkut dengan unsur-unsur pemenuhan kebutuhan dasar manusia

seperti keselamatan, istirahat, pakaian dan makanan. Dalam memenuhi kebutuhan

dasar itu, manusia perlu bekerja sama dan berkelompok dengan orang lain; dan

bagi kebutuhan sekunder maka diperlukan bahasa untuk berkomunikasi menurut

makna yang disepakati bersama, dan institusi sosial yang berlaku sebagai kontrol

dalam aktivitas dan mengembangkan masyarakat.

Suatu pemerintahan hadir karena adanya suatu komitmen bersama yang

terjadi antara pemerintah dengan rakyatnya sebagai pihak yang diperintah dalam

suatu posisi dan peran, yang mana komitmen tersebut hanya dapat dipegang

apabila rakyat dapat merasa bahwa pemerintah itu memang diperlukan untuk

melindungi, memberdayakan dan mensejahterakan rakyat. Ndraha (2000 : 70)

mengatakan bahwa pemerintah memegang pertanggungjawaban atas kepentingan

rakyat. Lebih lanjut Ndraha juga mengatakan bahwa pemerintah adalah semua

beban yang memproduksi, mendistribusikan, atau menjual alat pemenuhan

kebutuhan masyarakat berbentuk jasa publik dan layanan civil.

Sejalan dengan itu, Kaufman menyebutkan bahwa: Tugas pemerintahan

adalah untuk melayani dan mengatur masyarakat. Kemudian dijelaskan lebih

4

Page 6: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

lanjut bahwa tugas pelayanan lebih menekankan upaya mendahulukan

kepentingan umum, mempermudah urusan publik dan memberikan kepuasan

kepada publik, sedangkan tugas mengatur lebih menekankan kekuasaan power

yang melekat pada posisi jabatan birokrasi.

Lebih lanjut di bagian lain tugas-tugas pokok tersebut dapat diringkas

menjadi 3 (tiga) fungsi hakiki yaitu: pelayanan (service), pemberdayaan

(empowerment), dan pembangunan (development). Pelayanan akan membuahkan

keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian

masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat.

Oleh Ndraha (2001 : 85), fungsi pemerintahan tersebut kemudian diringkas

menjadi 2 (dua) macam fungsi, yaitu:

Pertama, pemerintah mempunyai fungsi primer atau fungsi pelayanan

(service), sebagai provider jasa publik yang baik diprivatisasikan dan layanan

civil termasuk layanan birokrasi.

Kedua, pemerintah mempunyai fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan

(empowerment), sebagai penyelenggara pembangunan dan melakukan

program pemberdayaan.

Dengan begitu luas dan kompleksnya tugas dan fungsi pemerintahan,

menyebabkan pemerintah harus memikul tanggung jawab yang sangat besar.

Untuk mengemban tugas yang berat itu, selain diperlukan sumber daya, dukungan

lingkungan, dibutuhkan institusi yang kuat yang didukung oleh aparat yang

memiliki perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam

masyarakat dan pemerintahan. Langkah ini perlu dilakukan oleh pemerintah,

mengingat dimasa mendatang perubahan-perubahan yang terjadi di dalam

masyarakat akan semakin menambah pengetahuan masyarakat untuk mencermati

segala aktivitas pemerintahan dalam hubungannya dengan pemberian pelayanan

kepada masyarakat.

B. PEMERINTAH YANG BERORIENTASI HASIL

Pemerintah merupakan organisasi sektor publik yang mempunyai tanggung

jawab mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan barang dan

5

Page 7: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

layanan publik. Selama ini pemerintah dianggap gagal dalam memenuhi tanggung

jawabnya. Pemerintah dianggap tidak efisien dan tidak efektif karena terlalu

birokratis, tidak peka terhadap kebutuhan publik, dan keberadaannya bukan untuk

melayani publik melainkan ingin dilayani oleh publik.

Muncul berbagai konsep pemerintahan atau organisasi publik mendorong

meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap gagasan baru mengenai

manajemen sektor publik, melalui penggunaan alat-alat manajemen dari sektor

swasta, memunculkan tuntutan yang semakin tinggi atas akuntabilitas instansi

pemerintah. Masyarakat menuntut pemerintahan yang transparan dan akuntabel

baik secara finansial maupun kinerja.

Tuntutan masyarakat mendorong pemerintah untuk mengubah kebijakannya

yang semula berorientasi pada input menjadi pemerintahan yang berorientasi pada

hasil (result oriented government). Berorientasi pada input artinya program kerja

disusun berdasarkan ketersediaan dana yang berhasil dihimpun, bukan

berdasarkan kebutuhan publik. Kemampuan pemerintah dalam membelanjakan

seluruh dana yang berhasil dihimpun untuk menjalankan program dianggap

sebagai suatu bentuk pengukuran kinerja. Friedman (2009) menganggap kondisi

semacam ini sebagai salah satu bentuk kebangkrutan. Inilah yang menyebabkan

pemerintah gagal dalam memenuhi tuntutan akuntabilitas publik.

Suatu bentuk pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui peningkatan

akuntabilitas instansi pemerintah. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai

pencapaian kinerja dan memberikan gambaran tentang keberhasilan atau

kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran. Hal tersebut dapat dilakukan melalui

beberapa cara, misalnya pengukuran atas proses atau aktivitas, pengukuran atas

output, dan/atau pengukuran atas outcome (Propper dan Wilson, 2003; Hoque,

2008). Pemerintahan yang berorientasi pada hasil akan fokus pada outcome apa

yang bisa membuat keadaan atau kondisi publik menjadi lebih baik, bukan hanya

sekedar melakukan aktivitas dan menghasilkan output. Pengukuran kinerja

berbasis outcome merupakan hal yang paling utama karena secara langsung

menggambarkan pencapaian tujuan.

6

Page 8: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

Salah satu masalah dalam pengukuran kinerja adalah adanya credit trap.

Credit trap adalah keinginan pegawai atau bawahan untuk dihargai atau dinilai

berdasarkan apa yang mereka kerjakan (Friedman, 1997). Fokus kinerja ada pada

pertanyaan: “Berapa banyak yang sudah diselesaikan?”. Kinerja hanya diukur

berdasarkan kuantitas pekerjaan. Ini berarti kinerja hanya sebatas mengukur

aktivitas dan keluaran (output), belum pada outcome atau dampak (effect) dari

aktivitas yang dikerjakan. Menurut change-agent model of service, pengukuran

semacam ini dikategorikan sebagai effort (upaya) karena kegiatan ini bertujuan

memicu perubahan pada kondisi klien (Friedman, 2009).

Friedman (1997) menyarankan penggunaan four quadrant analysis sebagai

metode yang dapat digunakan untuk mengetahui orientasi dari ukuran kinerja,

apakah berorientasi pada effort (upaya) atau pada effect (dampak). Friedman’s

four quadrant analysis mengombinasikan dua perspektif dalam pengukuran

kinerja, yaitu kuantitas (quantity) dan kualitas (quality) atas upaya (effort) dan

dampak (effect). Hasil kombinasi tersebut menghasilkan klasifikasi ukuran kinerja

dalam empat kuadran yang terdiri dari kuantitas upaya (quantity of effort), kualitas

upaya (quality of effort), kuantitas dampak (quantity of effect), dan kualitas

dampak (quality of effect).

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah menjadi langkah awal reformasi

pengelolaan administrasi sektor publik di Indonesia. Akuntabilitas kinerja instansi

pemerintah menjadi wujud pertanggungjawaban instansi pemerintah dalam

mencapai misi dan tujuan organisasi terhadap masyarakat. Dalam pelaksanaannya

akuntabilitas kinerja ini mengembangkan sistem pelaporan yang meliputi

indikator, metode, cara kerja pengukuran dan tata cara pelaporan kinerja instansi

pemerintah.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan akuntabilitas juga dilakukan

melalui peningkatan kualitas pelayanan publik. Peningkatan kualitas pelayanan ini

diwujudkan dengan menetapkan standar pelayanan dan transparansi yang juga

berfungsi untuk meniadakan perilaku koruptif di dalam pemerintahan. Ketentuan

tersebut diatur dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004

7

Page 9: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Penetapan standar pelayanan, dalam

kaitannya dengan penetapan kinerja, mewajibkan setiap instansi untuk

menetapkan indikator dan target kinerja. Akuntansi sektor publik dalam proses

penetapan kinerja menyediakan informasi bagi pemerintah dalam mengelola

sektor publik mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap

pertanggungjawaban. Informasi akuntansi dibutuhkan terutama untuk menetapkan

indikator kinerja yang menjadi sarana mengukur kinerja pemerintah dalam tahap

pertanggungjawaban (Mardiasmo, 2004).

Pejabat atau aparat instansi pemerintah dan stakeholders hendaknya memiliki

pemahaman yang sama atas indikator kinerja yang digunakan oleh instansi

pemerintah (Mahsun, 2013). Adanya pemahaman yang sama oleh semua pihak

yang berkepentingan diharapkan dapat membentuk kesamaan interpretasi dalam

menilai keberhasilan pencapaian tujuan suatu instansi pemerintah. Bagi pihak

internal pemerintah, indikator kinerja digunakan untuk mengidentifikasi dan

mengukur capaian kinerjanya (Mahsun, 2013). Indikator kinerja ini menjadi

pedoman bagi pemerintah untuk mengambil keputusan dalam rangka identifikasi

dan perbaikan atas layanan yang mereka berikan. Indikator kinerja juga dapat

digunakan oleh pihak eksternal untuk mengawasi kinerja pemerintah sekaligus

untuk menilai akuntabilitas pemerintah terhadap publik (Mardiasmo, 2004).

Untuk menilai keberhasilan tersebut para pemangku kepentingan

(stakeholders) memerlukan indikator kinerja yang sesuai dengan apa yang diukur

dan dapat dimengerti (Mahsun, 2013). Indikator kinerja harus valid agar dapat

digunakan dalam pengukuran kinerja dan memonitor perkembangan pelaksanaan

program atau kegiatan. Suatu ukuran dikatakan valid atau benar jika secara tepat

mampu merepresentasikan fenomena yang ingin digambarkan atau jelaskan

Validitas indikator kinerja dapat diuji dengan menggunakan kriteria SMART

(specific,measurable, achievable, relevant, dan timed). Australian National Audit

Office (ANAO) merekomendasikan penggunaan kriteria SMART dalam

mengevaluasi indikator kinerja 89 program pada 50 entitas General Government

Sector (GGS) pada tahun 2011-2012. Kriteria SMART adalah alat diagnostik

8

Page 10: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

untuk menilai apakah indikator kinerja telah menggambarkan efektivitas kinerja

(ANAO, 2012).

Evaluasi secara periodik diperlukan untuk menjaga agar indikator-indikator

tersebut tetap sesuai dengan misi, sasaran, dan tujuan yang telah ditetapkan.

Evaluasi atas indikator kinerja merupakan kewajiban bagi pimpinan masing-

masing instansi. Namun, pemerintah juga mengatur evaluasi atas akuntabilitas

kinerja yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi (Kemen PAN & RB). Evaluasi oleh aparat pengawas

eksternal pemerintah dilakukan dalam rangka mewujudkan konsensus antara

pemerintah dengan stakeholders. Aparat pengawasan eksternal merupakan pihak

independen yang dapat menjamin keandalan informasi dalam laporan

akuntabilitas Evaluasi tersebut dapat dilakukan melalui audit kinerja (performance

audit). Audit kinerja terhadap pemerintah bertujuan menilai kinerja pemerintah

dari aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Rekomendasi hasil audit kinerja

dapat digunakan untuk meningkatkan akuntabilitas publik, salah satunya melalui

perbaikan indikator kinerja.

Indikator kinerja utama (IKU) di lingkungan instansi pemerintah disusun

dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan

Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah dan Nomor

PER/20/M.PAN/11/2008 tentang Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama.

Peraturan tersebut menetapkan kriteria indikator kinerja yang baik dan cukup

memadai bagi pengukuran kinerja instansi pemerintah. Pengembangan IKU pada

masing-masing instansi pemerintah diatur lebih lanjut oleh pimpinan instansi

pemerintah yang bersangkutan dengan berpedoman kepada peraturan menteri

tersebut.

C. KUALITAS PELAYANAN UMUM

Pelayanan adalah suatu interaksi atau hubungan yang terjadi antara seseorang

9

Page 11: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

dengan orang lain atau secara fisik oleh mesin dan memberikan kepuasan kepada

pelanggan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pelayanan sebaga usaha

memenuhi atau melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah

membantu atau mengurus apa yang diperlukan atau dibutuhkan oleh seseorang.

KEPMENPAN NO 81/93 mendefinisikan pelayanan umumm sebagai segala

bentuk pelayanan yang diberikan pemerintah pusat, daerah, BUMN dan atau

BUMD dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat atau menurut perundang-

undangan yang berlaku.

Pelayanan tidak memberi nilai pada diri sendiri tetapi memberikan nilai pada

orang lain berupa kuaitas yang baik. Kualitas dalam hal ini memiliki beribu

macam definisi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih praktis. Definisi

konvensional suatu produk biasanya merujuk kepada kinerja, keandalan,

kemudahan pemakaian, estetika dan sebagainya. Sedangkan definisi praktisnya

merujuk kepada pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Kualitas suatu produk dapat dilihat baik itu dari keistimewaan langsung

maupun keistimewaan aktraktif yang dimilikinya. Keistimewaan inilah yang

mampu memberikan kepuasan tersendiri pada pelanggan disamping pemenuhan

kebutuhannya. Kualitas suatu produk terlepas dari segala macam kekurangan yang

tidak diinginkan pelanggan. Kualitas adalah menjaga janji pelayanan untuk

memberikan kepuasan pada penerima layanan atau pelanggan. Hal ini menjadi

tanggungjawab setiap orang dalam menjamin kualitas layanan yang diberikan

sehingga tidak bisa didelegasikan pada seorang atau beberapa orang saja.

Dalam beberapa literatur ditemukan bahwa ada dua faktor yang

mempengaruhi kualitas layanan yakni layanan yang diharapkan masyarakat dan

layanan yang diberikan. Karena pemenuhan layanan publik berpusat pada

pemenuhan keinginan publik dan ketepatan penyampaiannya dapat disimpulkan

bahwa pelayanan alam hal ii merupakan upaya penyampaian maksimal terhadap

harapan masyarakat.

10

Page 12: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

Dalam perkembangan selanjutnya konsumen memberikan kualitas pemberian

jasa dari lima dimensi yakni:

a. bukti nyata (tangible), meliputi fasilitas fisik, pegawai, dan alat

komunikasi;

b. empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan

pelanggan;

c. tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf membantu pelanggan

dan memberikan layanan dengan tangap.

d. dapat dipercaya (realibility), yaitu kemampuan memberikan layanan yang

dijanjikan dengan segera, akurat, andal dan memuaskan;

e. kepastian (assurance), meliputi pengetahuan, tata perilaku, sifat dapat

dipercaya para staf, peraturan, manajemen kualitas, dan sebagainya;

Kualitas layanan yang baik bukan menurut persepsi penyedia layanan

melainkan menurut persepsi konsemen. Konsumen yang menerima layanan dan

mampu memberikan penilaian yang objektif sesuai dengan persepsinya.

Spesifikasi layanan yang baik menurut konsumen disesuaikan dengan tuntutan

dan kebutuhan konsumen. Konsumen yang menentukan kualitas sepertia apa dan

bagaimana layanan yang baik itu.

D. PERAN PEMERINTAH DALAM PELAYANAN MASYARAKAT

Kompetensi pelayanan prima selain dapat dilihat dalam pengaturan

Kemenpan dalam Keputusan Menteri No 81/1993 juga dipertegas dalam instruksi

Presiden No 1/1995 tentang peningkatan kualitas pelayanan aparatur negara

kepada masyarakat. Oleh karena itu, kualitas pelayanan publik dewasa ini tidak

boleh diabaikan bahkan harus seiring sejalan dengan tuntutan era globalisasi.

Tuntutan dalam menghadapi era globalisasi ini semakin besar dengan begitu

ketatnya persaingan di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Pelayan

publik dalam hal ini memiliki peran penting guna memfasilitasi masyarakat dalam

mengikuti persaingan dunis tersebut.

11

Page 13: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

Selama ini masyarakat memandang pelayanan yang diberikan sangat tidak

berkualitas karena tidak mampu memenuhi kebutuhan bahkan dapat dikatakan

tidak membantu. Pelayan publik yang pada hakikatnya adalah untuk memudahkan

masyarakat dalam melakukan perannya dalam masyarakat seolah-olah menjadi

penghambat dengan berbagai persoalannya. Keluhan masyarakat akan pelayanan

publik yang tidak sesuai harapan ini ditandai dengan banyaknya keluhan

masyarakat pada aparatur pemberi layanan.

Salah satu keluhan yang sering muncul ke permukaan adalah berbelit-belitnya

proses administrasi yang dilalui dalam suatu pengurusan dokumen. Hal ini uga

membutuhkan waktu yang sudah pasti lama belum lagi perilaku pemberi layanan

yang kadang tidak memenuhi harapan masyarakat. Seharusnya para pemberi

layanan ini memperlihatkan kepeduliannya dengan memberikan layanan yang

baik, sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat dengan memberikan

kepuasan dalam pemberian layanan.

Peningkatan layanan masyarakat seperti dalam agenda reinventing

governments adalah pengembangan organisasi yang bermuara pada terwujudnya

organisasi pemerintahan yang mudah, murah, cepat, ramping, dan bermutu.

Penerapan konsep ini bertumpu pada prinsip pemerintah yang berorientasi

pelanggan. Sehingga praktik pelayanan yang melayani birokrat seiring dengan itu

dibalikkan menjadi pelayanan masyarakat. Untuk mendorong hal itu para birokrat

akan dipaksa dengan politik anggaran dimana pemberian anggaran nantinya

didasarkan pada hasil yang mereka capai. Sehingga memerlukan bukti nyata di

dalam masyarakat berupa pelayanan yang berkualitas.

E. PENGARUH ANGGARAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN

Pada pemerintahan tradisional pemberian anggaran pada berbagai instirusi

pemerintah dan pelaksanaan kebijakan selalu berorientasi pada kompleksitas

masalah yang dihadapi. Semakin komplek permasalahan itu maka semakin besar

anggaran yang diberikan dalam penyeleseiannya. Kebijakan ini nampaknya

menjadi konsekuensi lodis dan adil namun perlu dicermati bahwa hal ini tidak

12

Page 14: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

memberikan sedikitpu insentif pada peningkatan kinerja pemerintah. Bahkan

semakin lama permasalahan itu ditangani berarti semakin besar anggaran atau

dana yang diberikan. Sehingga pada akhirnya permasalahannya tidak kunjung

selesei anggaran penyeleseiannya sudah selesei atau habis. Kebijakan seperti ini

pada dasarnya mengarah pada pemborosan anggaran dan penurunan kinerja

pemerintah.

Reinventing governments mengembang suatu konsep baru dalam

pemeberian insentif kinerja pegawai pemerintah. Instansi pemerintah diberikan

suatu standar kinerja yang menilai hasil kerja setiap unit kerja dalam

menyeleseikan permasalahannya. Hasil inilah yang menjadi pertimbangan utama

dalam pembberian anggaran kepada unit kerja dalam menyeleseikan

permasalahannya. Kebijakan ini menjadi insentif dan pendorong bagi pegawai

pemerintah untuk berusaha keras menyeleseikan permasalahannya untuk

mendapat anggarang yang sesuai. Sehingga para pegawai pemerintah lebih haus

akan prestasi sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Hasil kinerja pegawai pemerintah ini merupakan wujud nyata pelayanan

publik yang diberikan kepada masyarakat. Pelayanan masyarakat yang berkualitas

menurut persepsi masyarakat sendiri menjadi patokan utama penilaian ini seperti

pada pembahasan sebelumnya. Selama ini pemberian anggaran kepada berbagai

instansi pemerintah hanya berdasar pada kebutuhan operasional pegawai semata

melihat jumlah pegawai yang bibutuhkan, perlengkapan yang dibutuhkan, atau

teknologi yang dibutuhkan. Semakin banyaknya pegawai, semakin canggihnya

teknologi tapi dengan tidak adanya insentif berupa dorongan kinerja kualitas

pelayanan publik tidak akan pernah meningkat.

Khususnya di Indonesia dengan gaya pemerintahan tradisional saat ini yang

masih menjadikan kompleksitas masalah yang dihadapi dalam menggelontorkan

anggaran seharusnya mengubah paradigma tersebut. Agar pelayanan yang

diberikan segera dapat tepat sasaran dan tepat masalah. Perlu diingat bahwa dunia

13

Page 15: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

saat ini adalah pinjaman generasi mendatang. Seharusnya pembangunan saat ini

lebih diarahkan agar tidak mewariskan permasalahan baru di masa depan.

Politik atau kebijakan anggaran seperti ini dapat dilihat dalam anggaran

pendidikan kita. Semua orang memang menganggap pendidikan adalah hal yang

sangat penting khususnya di era modernitas yang penuh persaingan ini. Selain itu,

pendidikan adalah permasalahan paling kompleks yang dihadapi negara

berkembang saat ini disamping harus mengejar ketertinggalan pembangunannya.

Namun hal ini tidak dapat dijadikan patokan utama pemberian anggaran

pendidikan sebab apa gunanya anggaran yang besar ketika angka putus sekolah

semakin meningkat, tingkat kelulusan semakin menurun, prestasi belajar selalu

stagnan.

Anggaran memang menjadi faktor penentu paling penting dalam suatu

pelaksanaan kebijakan. Namun hal ini perlu dicermati dengan bijaksana apakah

anggaran itu secara realita menyeleseikan permasalahan yang ada. Untuk itu

pemberian anggaran juga perlu bahkan harus didasarkan pada hasil yang telah

dicapai agar anggaran tersebut menyentuh dan dirasakan masyarakat secara

langsung.

Secara hitung-hitungan hitam di atas putih anggaran pendidikan Indonesia

sangatlah besar yakni 20% dari APBN dan APBD. Namun realitanya tidak

dirasakan masyarakat karena pengelolaannya yang tidak beres.

14

Page 16: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pemerintahan yang berorientasi pada hasil mendorong peningkatan kulaitas

layanan publik oleh pegawai pemerintah. Pemberian anggaran yang didasarkan

pada hasil kinerja menjadi insentif dorongan yang kuat agar memberikan

pelayanan yang baik.

Tuntutan masyarakat mendorong pemerintah untuk mengubah kebijakannya

yang semula berorientasi pada input menjadi pemerintahan yang berorientasi pada

hasil (result oriented government). Berorientasi pada input artinya program kerja

disusun berdasarkan ketersediaan dana yang berhasil dihimpun, bukan

berdasarkan kebutuhan publik. Kemampuan pemerintah dalam membelanjakan

15

Page 17: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

seluruh dana yang berhasil dihimpun untuk menjalankan program dianggap

sebagai suatu bentuk pengukuran kinerja.

Suatu bentuk pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui peningkatan

akuntabilitas instansi pemerintah. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai

pencapaian kinerja dan memberikan gambaran tentang keberhasilan atau

kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran. Hal tersebut dapat dilakukan melalui

beberapa cara, misalnya pengukuran atas proses atau aktivitas, pengukuran atas

output, dan/atau pengukuran atas outcome

Pemerintahan yang berorientasi pada hasil akan fokus pada outcome apa yang

bisa membuat keadaan atau kondisi publik menjadi lebih baik, bukan hanya

sekedar melakukan aktivitas dan menghasilkan output. Pengukuran kinerja

berbasis outcome merupakan hal yang paling utama karena secara langsung

menggambarkan pencapaian tujuan.

B. SARAN

Konsep ini sangat dibutuhkan dalam efisiensi anggaran dan pemenuhan

kebutuhan masyarakat dengan kebijakan yang terarah dan tepat sasaran. Dalam

penulisan makalah ini masih mengandung berbagai macam permasalahan untuk

diperlukan kearifan pembaca dalam menilai dan menganalisanya.

16

Page 18: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menpan No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan

Umum

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 / Kep / M . PAN /

7/2003 tentang pedoman umum penyelnggaraan pelayanan publik

Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Menpan NO.63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pelayanan

Mahsun M.,Sulistyowati, dan Purwanugraha. (2007).  Akuntansi Sektor Publik  .

Osborne, David, Ted Gaebler, 1995, “Mewariskan Birokrasi", Penerjemaah :

Abdul Rosyid, PT. Pustaka Bianaman Pressindo : Jakarta

Osborne, David & Plastrik, Peter. 2000. Memangkas Birokrasi, (ter-jemahan)

Jakarta: PPM.

17

Page 19: Supriadi-REINVENTING GOVERNMENTS

Propper, Carol dan Wilson, Deborah, Summer 2003, The use and Usefulness of

Performance Measures in The Public sector, Oxford Review of Economic

Policy, Vol.19 no.2,hal.250-267

Rasyid, Ryaas M, Prof. Dr, 1997, “Pembangunan Pemerintahan Indonesia

Memasuki Abad 21’ PT. Yarsif WatamponeYogyakarta: BPFE.

Thoha, Miftah. 1996. Birokrasi Indonesia dalam Era Globalisasi, Jakarta: PD

Batang Gadis.

18