Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
v
ABSTRAK
Muharromah
NIM: 1113051000104
Konflik Agraria Suku Marind Orang Mahuze dan Kebijakan
Pemerintah Indonesia: Studi Film Dokumenter The Mahuzes Karya
Watchdoc
Film The Mahuzes merupakan film yang diangkat dari kisah
nyata suku Marind marga Mahuze yang memperjuangkan tanah
mereka dari perusahaan yang telah bekerjasama dengan Pemerintah
Republik Indonesia dalam program kerja MIFEE (Merauke Integrated
Food and Energy Estate). PT ACP (Agriprima Cipta Persada)
merupakaan perusahaan kelapa sawit yang bekerjasama dengan
pemerintah Indonesia meminta para warga Mahuze untuk menjual
tanah mereka dan akan dijadikan perkebunan kelapa sawit. Perjuangan
dan kegigihan warga Mahuze dalam mempertahankan tanah nenek
moyang mereka digambarkan secara jelas dan detail dalam film ini.
Adapun masalah yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini
adalah ingin mengetahui alur yang ada di film The Mahuzes? dan bagaimana penokohan yang terkandung dalam film The Mahuzes
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian analisis naratif yang dikembangkan
oleh Tzveten Todorov dan Vladimir Propp. Pengumpulan data dilakukan melalui research document, kemudian melakukan
pengamatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang
diselidiki kemudian mencatat dan memilih adegan yang sesuai dengan penelitian.
Tema besar dalam film ini adalah mengenai konflik agraria di
film dokumenter yang berjudul The Mahuzes. Dalam film ini terbagi
menjadi tiga alur yaitu, alur awal yang menjelaskan awal permasalahan
program MIFEE yang masuk ke daerah Merauke. Lalu dilanjutkan ke
alur tengah menjelaskan bagaimana konflik warga Mahuze dengan PT
ACP (Agriprima Cipta Persada) yang merebutkan tanah ulayat. dan
alur akhir. Selain dibagi menjadi beberapa alur dalam film ini juga
terdapat beberapa tokoh, seperti dijelasakan oleh teori Vladimir Propp.
Penokohan tersebut antara lain the hero adalah pemeran utama yang
diperankan oleh Agustinus Mahuze dan Darius Nenob, the villain
adalah yang memunculkan masalah dalam film ini yang memunculkan
masalah adalah PT ACP (Agriprima Cipta Persada), the donor
merupakan tokoh yang membantu pemeran utama, dalam film ini
diperankan oleh Nico Rumbayan tokoh agama dan Max Mahuze tokoh
masyarakat , the false hero dalam film ini diceritakan bahwa para
aparatur pemerintah seperti TNI dan polisi bukan membela rakyat
vi
malah justru memihak kepada investor, dan the helper dalam film ini
ada Gibze Mahuze yang turut andil untuk menolong Agustinus dan
Darius Nenob.
Film ini menunjukkan bahwa program kerja MIFEE ini yang
sebenarnya masih belum selesai dibuat kebijakannya, hal ini dapat
dilihat pada alur akhir film The Mahuzes yang menjelaskan masih
adanya pro kontra oleh para petinggi birokrasi daerah Papua.
Walaupun dalam permasalahan hukum, program kerja pemerintah
yang satu ini sudah mempunyai undang-undang sendiri. Selain itu
masih banyak juga warga yang keberatan seperti dijelaskan di alur
tengah, banyak warga yang melakukan penolakan terkait penanaman
kelapa sawit yang merusak hutan adat setempat. Walaupun program
kerja ini tetap dipaksakan terjadi.
Kata kunci: Naratif, Film Dokumenter, dan Konflik Agraria
KATA PENGATAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas
nikmat dan karuniaNya penelitian skripsi ini dapat berjalan dengan baik tanpa
halangan yang berarti. Shalawat dan serta salam juga tidak lupa ditunjukkan
kepada Nabi besar Muhamad SAW.
Begitu banyak kesan dan manfaat yang dirasakan oleh peneliti saat
menyelesaikan skripsi ini. Peneliti tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga
mendapatkan pelajaran bahwa tidak ada kesuksesan tanpa usaha dan kerja keras.
Selain itu, peneliti menjadi lebih terbuka dalam berpikir bahwa Islam adalah
agama yang begitu menjunjung tinggi perbedaan serta penuh cinta kepada seluruh
manusia.
Peneliti skripsi ini tentu memiliki beragam tantangan dalam
pengerjaannya. Namun, dengan adanya dukungan dan semangat dari berbagai
pihak, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya. Karena itu,
dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada:
1. Orangtua tercinta, Ayahnda Muchlis dan Ibunda Djumiati yang sangat luar
biasa memerjuangkan dan mendukung peneliti untuk bisa meraih
pendidikan setinggi-tingginya, memberikan kasih sayang do’a yang tak
terhingga sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. Suparto, M.Ed., Ph.D., Wakil Dekan II Bidang Administrasi
Umum, Dr.Roudhonah, M.Ag., Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan
Dr. Suhaimi, M.Si.
3. Ketua Jurusan Jurnalistik Kholis Ridho, M.Si., Serketaris Jurusan
Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. yang telah meluangkan
waktunya untuk sekedar berkonsultasi dan meminta bantuan dalam hal
perkulihan.
4. Dr. Tantan Hermansah, S.Ag., M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang
telah begitu bijaksana memberikan ilmunya kepada peneliti di tengah
kesibukan yang padat, serta membimbing peneliti dengan sabar agar
skripsi ini selesai dengan baik dan juga bermanfaat.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
mengajari dan memberi ilmu kepada peneliti. Mohon maaf apabila ada
kesalahan kata atau sikap yang menyinggung selama perkulihan.
6. Segenap Staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tela berbaik hati dalam
meberikan buku-buku yang dibutuhkan oleh peneliti.
7. Kepada Dhandy Laksonoyang karya filmnya telah di teliti pada skripsi ini.
8. Teruntuk kakak dan adik tersayang, Muwafiq, Muyassaroh, Muh. Sani
(Obay), Nur Dzihan Sofie, dan Nur Rabi’ah Annisa yang selalu memberi
motivasi dan semangat setiap harinya.
9. Seluruh teman-teman Jurnalistik 2013 yang selalu menjadi tempat berbagi
dan belajar banyak hal di dalam kelas, semoga silaturahmi di antara kami
tidak terputus sampai di sini.
10. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi yang tidak dapat
disebutan stau persatu. Semoga amal dan kebaikan kalian selalu di jabah
oleh Allah SWT.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan peneliti dalam menyelesaikan
skripsi ini, semoga apa yang telah peneliti lakukan dapat bermanfaat untuk para
pembaca, memberikan nilai kebaikan khususnya bagi peneliti maupun pembaca
sekalian dan semoga dapat menjadi kebaikan dalam bidang dakwah dan
komunikasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Aamiin Ya Rabbal Alamiiin
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Jakarta, 09 April 2019
Muharromah
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... iii
KATA PENGATAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ................................ 7
D. Metodologi Penelitian .............................................................. 7
E. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORITIS ................................................................. 13
A. Film .......................................................................................... 13
1. Pengertian Film .................................................................. 13
2. Jenis-jenis Film .................................................................. 14
3. Film Dokumenter ............................................................... 16
B. Watchdog .................................................................................. 20
C. Konflik ...................................................................................... 21
D. KonflikAgraria .......................................................................... 26
E. KebijakanPemerintah ................................................................ 30
F. AnalisisNaratif .......................................................................... 33
1. Pengertian Naratif .............................................................. 33
2. Pola Struktur Naratif .......................................................... 34
3. Urutan Waktu ..................................................................... 36
BAB III GAMBARAN UMUM WATCHDOC, DAN SUKU MARIND
ORANG MAHUZES ....................................................................... 40
A. Watchdoc................................................................................... 4
1. Profil Watchdoc ................................................................. 40
x
2. Nilai, Visi, dan Misi Watchdoc .......................................... 42
3. Karya-karya Wacthdoc ...................................................... 42
B. Suku Marind .............................................................................. 46
A. Papua ......................................................................................... 46
B. Sejarah Singkat Suku Marind.................................................... 52
C. Sinopsis Film TheMahuzes ....................................................... 54
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................. 57
A. KONFLIK AGRARIA DALAM VISUALISASI FILM .......... 57
1. Alur Film ............................................................................ 57
2. Pelaku ................................................................................. 72
B. FILM SEBAGAI MEDIUM ADVOKASI KONFLIK ............. 78
1. Alur Film ............................................................................ 78
2. Pelaku Film ........................................................................ 83
3. Konflik Agraria marga Marind Deq dan PT Agriprima
Cipta Persada ..................................................................... 84
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 87
A. Kesimpulan ............................................................................... 87
B. Saran .......................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 91
LAMPIRAN GAMBAR
LAMPIRAN WAWANCARA
11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Presiden RI sedang melakukan peninjaun di Distrik Kurik, Merauke
(05:08) ................................................................................................................... 59
Gambar 2. Prolog Gambaran peyetakan sawah pada masa kolonial belanda
(07:02) ................................................................................................................... 60
Gambar 3. Prolog Perbandingan lahan (08:20) ..................................................... 60
Gambar 4. Prolog akhir film The Mahuzes (08:56) .............................................. 61
Gambar 5. Penjelasan mengapa orang Marind Deq tetap memilih sagu sebagai
bahan pangan pokok (22:15) ................................................................................. 62
Gambar 6. Perusahaan yang membeli tanah suku marind dan telah menjadikan
kebun kelapa sawit (34:56) ................................................................................... 64
Gambar 7. Skema bagi hasil antara perusahaan dengan warga (36:01) .............. 64
Gambar 8. Salah satu warga curiga dengan warga lain yang diduga menjadi
oknum yang bertemu dengan pihak kealapa sawit (38:11) ................................... 65
Gambar 9. Salah satu ketegangan yang terjadi anatar warga (38:58) ................... 65
Gambar 10. Salah seorang warga yang menjelaskan lamanya kontrak perusahaan
(39:48) ................................................................................................................... 66
Gambar 11. Para warga membawa perlengkapan untuk memasang patok tanah
(40:28) ................................................................................................................... 66
Gambar 12. Agustinus Mahuze orang Marind yang sedang meminta kepada
petugas untuk mengeluarakan alat berat itu dari hutan (41:45) ............................ 67
Gambar 13. Sepasang anak kecil yang sedang digendong melewati hutan yang
sudah teratakan oleh tanah (45:38) ....................................................................... 68
Gambar 14. Pembuatan patok dan papan isi keberatan warga terhadap pihak
perusahaan kelapa sawit (50:02) ........................................................................... 68
Gambar 15. Salah satu bentuk protes warga juga terhadap perusahaan kelapa sawit
(51:11) ................................................................................................................... 69
Gambar 16. Rapat yang diadakan dikediaman Max Mahuze (55:41) ................... 70
Gambar 17. narasi penjelasan yang dibuat ooleh kreatoar film untuk menjelaskan
laporan warga terkait PT ACP (60:11).................................................................. 72
12
Gambar 18. Makanan pokok Suku Marind yang sudah ada sejak nenek moyang
dating (60:10) ........................................................................................................ 73
Gambar 19. Salah satu bentuk aksi penolakan warga dengan menandatangani
petisi (60:13) ......................................................................................................... 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2014 presiden negara Indonesia Joko Widodo dan juga
wakilnya Jusuf Kalla telah merancang Sembilan agenda prioritas yang
menjadikan itu sebagai landasan sambilan program kerja mereka yang disebut
Nawacita. Salah satu isi Nawacita tersebut adalah mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik,1
yang tertuang dalam Nawacita nomer tujuh. Adapun sub-bab dalam Nawacita
nomer tujuh ini antara lain adalah membangun kedaulatan pangan yang
menjadi cikal bakal terlahirnya program MIFEE (Merauke Integreted Food
and Energy Estate).
MIFEE merupakan hasil evolusi atas perjalanan dari proyek
sebelumnya yang dinamakan MIRE (Merauke Integrated Rice Estate) pada
tahun 2007. dan atas instruksi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
keluarlah Perpers No. 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi tahun
2008-2009 serta meminta Menteri Pertanian untuk mengeluarkan kebijakan
pengembangan “food estate” di wilayah paling ujung timur Indonesia, dimana
program tersebut merupakan respon pemerintah Indonesia atas krisis pangan
dan energy yang terjadi pada tahun 2008.2 Hingga pada tanggal 12 Januari
2010 akhirnya MIRE dirubah menjadi MIFEE yang merupakan bagian kecil
dari rencana pembangunan MP3EI (Master Plan Percepatan dan Perluasan
1KPU “Visi-Misi Jokowi-JK” http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf,
di akses pada 16 Juli 2018 2 Handewi P.S Rachman “Dampak Krisis Pangan – Energi – Finansial terhadap kinera
ketahanan pangan nasional” http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE28-2c.pdf, diakses
pada 16 Juli 2018
2
Pembangunan Indonesia) yang berada di posisi koridor nomor enam yang
dinamai koridor ekonomi kepulauan Maluku dan Papua.3
MIFEE sendiri merupakan program pengembangan produksi pangan
dan energi yang dilakukan secara terintegritas mencakup pangan, perkebunan,
peternakan, dan perikanan, dengan total luas skala produksi 1.282.833 ha atau
sekitar 30 persen dari luas wilayah Kabupaten Merauke saat ini disamping
menurut hasil riset Greenomics Indonesia bahwa 1,28 juta ha itu sebanyak
125.485,5 ha di antaranya adalah bukan berada di kawasan hutan atau dalam
hal ini seluas 1.157.347,5 ha merupakan kawasan hutan yang akan dikonversi
secara massif menjadi lahan agrobisnis.4
Dengan melibatkan 36 perusahaan yang bergerak di bidang
perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan darat, peternakan,
konstruksi, dan industri pengolahan kayu yang kemudian pembagian dalam
penggunaan lahannya dibagi menjadi 50% lahan untuk proyeksi pangan, 30%
untuk proyeksi tanaman gula dan 20% yang akan digunakan untuk CPO atau
tanaman sawit,5 serta ekspektasi pemerintah pada tahun 2030 oleh pemerintah
Indonesia dengan total produksi bahwa Indonesia akan mempunyai tambahan
cadangan pangan seperti : beras 1,95 juta (ton), jagung 2,02 juta (ton), kedelai
167.000 (ton), ternak sapi 64.000 (ekor), gula 2,5 juta (ton), dan kelapa sawit
937.000 (ton) per tahun dan dengan hal tersebut devisa negara-pun dapat
dihemat hingga ke-angka Rp. 4,7 triliun melalui pengurangan impor pangan.6
3 Mutanza, 2014, Mifee dan Perempuan Adat Malind, Sajgoyo Institute, no 2 tahun 2014,
diakses : http://www.sajogyo-institute.or.id/files/WP%20Sajogyo%2) Institute%20No.%202,%
202014. pdf, diakses pada 12 Juli 2018 4 Sabiq Carbesth dan Syaiful Bahari, 2012, MERAUKE INTEGRATED FOOD AND
ENERGY ESTATE (MIFEE) Berkah atau Bencana Bagi Rakyat Papua? , vol 3, diakses :
http://binadesa.org/wp-content/uploads/2013/08/MIFEE-Berkah-atau-Bencana-bagi-Rakyat-
Papua.pdf, diakses pada 12 Juli 2018 5 Awasmifee.org, 2013, An Agribusiness Attack in West Papua: Unravelling the Merauke
Integrated Food and Energy Estate, vol 3, diakses : http://awasmifee.potager.org/uploads/2012/03
/mifee_en.pdf, diakses 12 Juli 2018 6Sabiq Carbesth dan Syaiful Bahari, 2012, MERAUKE INTEGRATED FOOD AND
ENERGY ESTATE (MIFEE) Berkah atau Bencana Bagi Rakyat Papua? , vol 3, diakses :
http://binadesa.org/ wp-content/uploads/2013/08/MIFEE-Berkah-atau-Bencana-bagi-Rakyat-
Papua.pdf, diakses pada 12 Juli 2018
3
Kabupaten merauke yang memiliki luas wilayah 46.791,63 km2
membawahi 20 Distrik, sebelas kelurahan dan 179 kampung. Kabupaten
Merauke merupakan salah satu dari 29 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi
Papua, terletak dibagian selatan yang memiliki wilayah terluas diantara
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua. Secara geografis letak Kabupaten
Merauke berada antara 1370-1410 BT dan 50 00’9 00’ LS.7Curah hujan
pertahun di Kabupaten Merauke rata-rata mencapai 1.558,7 mm. Secara
umum terjadi peningkatan curah hujan pertahun dari daerah Merauke Selatan
(1000-1500) di bagian Muting, kemudian curah hujan dengan jumlah 1500-
2000 mm/tahun terdapat di Kecamatan Okaba dan sebagian Muting,
selebihnya semakin menuju ke Utara curah hujannya semakin tinggi. Kondisi
iklim yang demikian berpeluang untuk dua kali tanam.
Dengan keadaan geografis dan topografi yang seperti itu pemerintah
bukan hanya memberikan segala regulasi yang mempermudahkan para
investor namun juga memberikan ijin atau akses untuk menguasai lahan seluas
10.000 ha untuk jangka pengusahaan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang
dua kali, masing-masing 35 tahun dan 25 tahun.8Bukan hanya skema investasi
ini berdiri dalam tataran finansial atau modal semata, namun seperti yang
harus kembali dijelaskan bahwa skema investasi ini juga berdiri berdampingan
dengan kekuatan regulasi maupun secara teknis didukung oleh kekuatan aparat
negara,9 sebagai contoh peran apparat dilapangan yang membela absoluditas
hak pengelola dari kuasa dan control akan lahan di samping masyarakat asli
masih belum mengenal tatanan maupun struktur hukum formal negara.
7 Nugroho Asrianto, 2018, SEKILAS MERAUKE, diakses :
http://merauke.go.id/portal/news/ view/7/geografis.html, diakses pada 12 Juli 2018 8 (PP) No. 18 tahun 2010 tentang budidaya tanaman adalah payung hukum pengembangan
pangan skala luas atau food estate yang memperbolehkan investor –termasuk asing—untuk
menguasai lahan seluas 10.000 ha untuk jangka waktu pengusahaan selama 35 tahun dan 25 tahun.
Selain itu, pemerintah juga menjanjikan fasilitas khusus untuk investor yang akan
mengembangkan food estate. 9 Pertentangan antara masyarakat setempat dengan aparat Negara yang bertugas di sekitar
perusahaan dapat dilihat melalui kesaksian masyarakat malind, Mama Malind Su Hilang (our
Land Has Gone), dapat diakses melalui : https://www.youtube.com/watch?v=RqYoRhlaApg
4
Perlu juga beberapa penjabaran deskriptif dari permasalahan atau
kontradiktif yang terjadi di lapangan terkait program MIFEE, dimulai dari
permasalahan sosial budaya bahwa masyarakat papua memiliki cara produksi
yang berbeda dengan masyarakat yang sudah terkooptasi dengan pasar atau
dalam hal ini salah satu permasalahan yang terjadi bias digambarkan dengan
fenomena technology recepvity yang berangkat dari indikator atas kapasitas
maupun kapabilitas masyarakat asli Merauke untuk mengintegrasikan diri
dalam skema maupun cara produksi yang disediakan oleh perusahaan, yang
kedua adalah adanya perbedaan cara pandang antara masyrakat dengan
perusahaan yang cenderung hanya melihat lahan atau ruang hidup secara
kalkulatif jika dibandingkan masyarakat asli setempat yang bukan hanya
melihat lahan secara kalkulatif namun juga historis dan kultural, dengan
lanjutan yang sering kali kesepakatan hanya dilakukan dengan solusi temporal
(pemberian penghargaan dang anti rugi) atau dijadikan seremonial semata
yang akhirnya menghilangkan relasi yang harmonis antara perusahaan dengan
masyarakat setempat.10
Banyak warga Papua yang menolak kebijakan pemerintah ini, salah
satunya adalah Suku Marind, warga Mahuze menolak menjual tanah mereka
kepada perusahaan asing. Terlebih, sejak masuknya perusahaan Kelapa Sawit
disana, banyak sekali dmpak negatif yang dirasakan masyarakat setempat
seperti air sungai yang tercemar dan menghilangnya habitat hewan hutan,
dulunya Suku Marind ketika ingin mencari ikan, buaya, burung di hutan,
mereka bisa mengonsumsi air secara langsung dari sungai yang mereka lewati
dengan perahu tradisionalnya. Namun, sekarang iar sungai menjadi cokelat
dan ikan-ikan tidak terlihat karena keruhnya permukaan air. Tanah bagi orang
Papua sangatlah berharga. Mereka sangat menjaga pesan para moyang untuk
terus melestarikan alam bagi generasi selanjutnya. Di dalamnya tersimpan
kekayaan alam yang tumbuh secara alami. “Orang Papua harus makan Sagu.
10Emilianus Ola Kleden dan Y.L. Franky, MIFEE: Tak Terjangkau Angan Malind, Yayasan
PUSAKA: Jakarta. 2011. h. 49
5
Ini alam punya kuasa. Marga lain mereka mau kasih tanahnya itu terserah.
Tapi kami tidak. Kami punya dusun biar tinggal turun temurun”.
Berkaitan dengan peristiwa ini, pemberitaan media massa, baik media
cetak maupun media elektronik seperti televise juga berperan aktif dalam
menyampaikan perkembangan dari peristiwa tersebut. Penggunaan media
massa untuk penyampaian pesan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi
komunikasi yang ada, sehingga timbul komunikasi melalui media massa.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang sangat mengandalkan
pada ketepatan jumlah pesan yang disampaikan dalam waktu yang
singkat.11Media massa sendiri adalah media yang digunakan sebagai sarana
komunikasi yang melibatkan penerima pesan yang tersebar dimana-mana
tanpa diketahui keberadaannya. Media massa adalah alat yang digunakan
dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunkan
alat-alat komunikasi mekanis, seperti surat kabar, film, radio, televisi serta
internet. Media massa mempunyai beberapa peranan penting yang dimainkan
dalam masyarakat.12
Salah satu media yang mengangkat kasus mengenai perlawanan
masyarakat Papua terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia ini adalah
Watchdoc, sebuah rumah produksi yang mendokumentasikan hasil liputan
reportase mengenai kasus kebijakan pemerintah di Kabupaten Merauke Papua
yang kemudian di kemas menjadi sebuah film dokumenter yang berjudul The
Mahuzes.
Film sendiri merupakan medium komunikasi yang sangat efektif dalam
menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat. Karena dengan kelebihan
yang dimiliki film, pesan-pesan audio visual. Film dokumenter juga dikenal
sebagai film yang mendokumentasikan cerita nyata, dilakukan pada lokasi
yang sesungguhnya. Juga sebuah gaya dengan efek realitas yang diciptakan
11 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h.3. 12 Paul F, Lazarsfeld and Robert K. Merton, Media Studies: Mass Communication, Popular
taste and Organized Sosial Action, 2nd ed. (New York: NY University Press, 2000), h. 19.
6
dengan cara penggunaan kamera, suara, dan lokasi. Karena itu, film
dokumenter bisa menjadi wahana untuk mengungkapkan realitas dan
menstimulasi perubahan.13
Untuk mengungkap maksud dari film tersebut, peneliti menggunakan
analisis naratif. Naratif adalah salah satu bentuk wacana yang terikat oleh
unsur perbuatan dan waktu. Naratif merupakan suatu bentuk wacana yang
berusaha mengisahkan sautu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-
olah audiens mengalami sendiri peristiwa tersebut.14 Naratif juga sebuah teori
yang mencoba mempelajari perangkat dan konvensi yang mengatur organisasi
cerita (fiksi atau factual) secara berurutan, dan bagaimana hal tersebut
memengaruhi penontonnya dengan berbagai cara.15
Ada beberapa tokoh yang membahas secara mendalam teori naratif ini,
diantaranya Tzvetan Todorov dan Vladimir Propp. Tzvetan Todorov
menekankan teori naratifnya pada keseimbangan cerita dan membaginya ke
dalam tiga alur, yaitu awal, tengah, dan akhir.16 Sedangkan Vladimir Propp
menekankan teori naratifnya pada pelaku (peran) yang dimunculkan dalam
sebuah cerita.17
Dengan latar belakang seperti dijelaskan sebelumnya, peneliti akhirnya
mengangkat penelitian yang berjudul: “Konflik Agraria Suku Marind
Orang Mahuze dan Kebijakan Pemerintah Indonesia : Studi Film
Dokumenter The Mahuzes Karya Watchdoc”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Pada kasus ini, penelitian membatasi objek penelitian hanya pada
aspek alur cerita dan tokoh (peran) yang dimunculkan film dokumenter
13 Dzinga Vetrov, Defining Documentery Film (New York: LB Tauris, 2007), h.1-5. 14Gorys Keraf, Argumentasi dan Naratif (Jakarta: Gramedia, 1994), h.135. 15 Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s Book, 3rd ed (London: Routledge,
2003),h.32. 16 Ibid ,h.33. 17 Ibid ,h.32.
7
yang berjudul The Mahuzes karya Watchdoc yang keluar pada tanggal 28
Agustus 2015.
2. Rumusun Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah utama
yang dititikberatkan pada penelitian ini adalah bagaimana film dokumenter
The Mahuzes dinarasikan? Lebih khusus pertanyaan skripsi ini adalah:
a. Apa alur cerita film dokumenter The Mahuzes dari awal, tengah,
hingga akhir ?
b. Peran (tokoh) apa saja yang dimunculkan oleh film dokumenter
The Mahuzes ?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara
detil narasi film dokumenter The Mahuzes, selain itu penelitian ini juga
bertujuan:
a. Untuk mengetahui alur cerita film dokumenter The Mahuzes dari awal,
tengah hingga akhir
b. Untuk mengetahui peran (tokoh) apa saja yang dimunculkan oleh film
dokumenter The Mahuzes
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif
bagi pengembangan wacana keilmuan khususnya di bidang media serta
jurnalistik, serta diharapkan mampu menjadi referensi khususnya bagi
mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
ingin mengetahui mengenai film dokumenter.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan bagi
akademisi, praktisi jurnalistik, mahasiswa jurnalistik dan pembaca
pada umumnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi
8
seluruh lapisan masyarakat yang ingin belajar mengenai analisis film
dokumenter dengan pendekatan analisis naratif.
D. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Riset ini bertujuan
untuk menjelaskan fenomena atau sesuatu yang terjadi sedalam-dalamnya
melalui dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data premier
diperoleh dari gambar dan visual serta naskah dari film dokumenter The
Mahuzes, sedangkan data sekunder diperoleh dari literature-literatur yang
mendukung data premier seperti buku, kamus, jurnal, berita di media massa
mengenai penolakan warga terhadap kebijakn pemerintan terkait MIFEE juga
perkembangan kasusnya, serta wawancara.
Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif
yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memperhatikan proses daripada hasil.
Kedua, peneliti kualitatif lebih memperhatikan interpretasi. Ketiga, peneliti
kualitatif merupakan alat utama dalam pengumpulan data dan analisis data
serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan
observasi di lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa
peneliti terlibat dalam proses interpretasi data, dan pencapaian pemahaman
melalui kata atau gambar.18
Tujuan dari penulisan skripsi ini hanya memberi gambaran oleh
karena itu penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif timbul karena
ada atau munculnya suatu peristiwa yang menarik perhatian peneliti, tetapi
belum ada kerangka teoritis untuk menjelaskannya. Artinya penelitian
deskriptif digunakan untuk mendapat suatu gambaran yang dapat
menjelaskan peristiwa menarik tersebut. Metode kualitatif dengan desain
deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai
individu atau kelompok tertentu serta tentang keadaan dan gejala yang terjadi.
Untuk mempertajam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
analisis naratif atau narasi. Lebih khusus, naratif yang digunakan adalah naratif
18 Agus Salim, Teori dan Paradigma Sosial dari Denzin Guba dan Penerapannya,
(Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001) h.204.
9
milik Tzvetan Todorov dengan teori naratifnya yang menekankan pada
keseimbangan cerita dan membaginya menjadi beberapa alur, yaitu alur awal,
tengah dan akhir. Juga analisis naratif milik Vladimir Propp yang menekankan
tentang pelaku.19
1. Subjek dan objek penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah film dokumenter The Mahuzes
sedangkan objek penelitian ini adalah potongan gambar serta visual yang
terdapat dalam film tersebut berdasarkan alur cerita awal, tengah, dan akhir,
serta peran para aktor dalam film tersebut.
2. Sumber Data
a. Data primer, adalah data yang diperoleh dari gambar dan visual serta
Naskah film dokumenter The Mahuzes yang kemudian dipilih dan
ditentukan agar mendukung penelitian ini.
b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur yang
mendukung data primer seperti buku, kamus, jurnal, berita di media
massa mengenai penolakan warga terhadap kebijakan pemerintah terkait
MIFEE juga perkembangan kasusnya.
3. Teknik Penelitian
a. Dokumentasi
Dokumentasi tersebut berupa tulisan-tulisan berbentuk catatan,
buku, naskah, dokumen ataupun arsip-arsip lain yang terkait dengan
pembahasan penelitian ini. Dari dokumentasi tersebut, nantinya akan
peneliti gunakan untuk mengumpulkan data dengan mempelajari bahan
tertulis sehingga dapat membantu peneliti dalam mencari informasi yang
terkait dengan permasalahan penelitian.
b. Wawancara
Wawancara atau inerview adalah sebuah proses
memperoleh keterangan dari pihak yang bersangkutan dan
19Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s Book, 3rd ed, London:
Routledge, 2003. H. 33.
10
dianggap memahami masalah atau suatu peristiwa dan femonema
tertentu untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai.20 Dalam hal ini
wawancara berfungsi sebagai metode pelengkap yakni sebagai
alat untuk melengkapi informasi yang telah diperoleh.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara
terhadap pembuat film dokumenter tersebut dan juga pihak yang
terkait dengan film dokumenter The Mahuzes untuk melengkapi
data yang akan dianalisis.
4. Pedoman penulisan
Penulisan dalam penelitian ini menggunakan teknik yang mengacu
pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)
karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality
Development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini mengunakan beberapa referensi yang dapat
dijadikan ajuan. Tinjauan pustaka yang dipilih adalah skripsi yang
disusun oleh Rahmat Subekti dengan judul “Analisis Simiotik
Terhadap Film Balibo Five”. Dalam penelitian tersebut dijelaskan dan
digambarkan bagaimana tujuh adegan yang diteliti tersebut memiliki
makna denotasi di mana para jurnalis melakukan proses peliputan
jurnalistik di wilayah konflik bersenjata dengan penuh komitmen dan
tanggung jawab hingga akhirnya mereka tewas dalam tugas tersebut.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
metodologi kualitatif, yaitu pendekatan penelitian yang datanya tidak
menggunakan data statistik, namun dalam bentuk narasi atau gambar-
gambar. Sifat dari penelitian tersebut adalah deskripif yang
memaparkan sebuah situasi atau perstiwa. Adapun teori yang
20 Moh. Nazin, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999), h.234
11
digunakan dalam penelitian tersebut adalah teori simiotika model
Roland Barthes.
Selain skripsi di atas, peneliti juga meninjau skripsi yang ditulis
Awwaliyah Nasyiah Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul
“Semiotika Citra Kesultanan Turki Usmani Dalam Film Dracula
Untold”. Pada skripsi Awwaliyah, dijelaskan bagaimana film Dracula
Untold membangun citra positif dan negatif Turki Usmani. Citra
positif dalam film Dracula Untold terhadap Turki Usmani yang
digambarkan Awwaliyah adalah memiliki prajurit yang tangguh dan
memiliki wilayah kekuasaan yang luas. Sedangkan citra negatifnya,
Turki Usmani adalah dinasti yang kejam, selalu mengedepankan
kekerasan dalam mencapai kehendaknya.
Penelitian Awwaliyah menggunakan pendekatan kualitatif
dengan analisis semiotika Rolland Barthes, yakni mencari makna
denotasi, konotasi, dan mitos. Selain itu, penelitian ini juga
menggunakan konseptualisasi tentang citra, yakni citra positif dan
negatif.
Selanjutnya, peniliti juga meninjau skripsi R. Novayana
Kharisma Mahassiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur yang berjudul “Representasi Kekerasan Dalam Film Rumah
Dara: Studi Analisis Semiotik Tentang Representasi Kekerasan
Dalam Film Rumah Dara”. Pada penelitian tersebut, dijelaskan bahwa
dalam film Rumah Dara ditemukan perilaku kekerasan fisik,
kekerasan seksual, kekerasan verbal, dan kekerasan psikologis.
Kekerasan tersebut dilakukan karena ingin menyelamatkan diri dari
serangan keluarga Ibu Dara yang dialami tokoh-tokoh utama,
kekerasan yang dihadirkan merupakan bumbu untuk menimbulkan
kengerian dan ketakutan bagi penontonnya.
12
Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif
dengan analisis semiotika John Fiske (grammar and tv culture)
melalui level realitas, level representasi, dan level ideologi. Pada level
realitas, dianalisis penandaan yang terdapat pada kostum, make up,
setting dan dialog. Selanjutnya, pada level representasi dianalisis
penandaan pada level kerja kamera, pencahayaan dan penataan suara.
kemudian pada ideologi dianalisis penandaan terhadap ideologi yang
terkandung dalam film.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penelitian ini, peneliti menyusunnya ke dalam lima
bab. Diawali dari bab I yaitu pendahuluan, hingga bab V yang berisi penutup
berupa kesimpulan dan saran. Masing-masing bab memiliki sub-bab, berikut
penjelasannya:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan-batasan
masalah, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika
penulisan.
BAB II KERANGKA TEORITIS
Bab ini membahas tentang konflik, agraria, dan konflik agraria.
Dalam bab ini juga dijelaskan film dokumenter, analisis naratif,
dan teori naratif menurut Tzvetan Todorop dan Vladimir Propp.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini menggambarkan mengenai Watchdoc selaku pembuat Film
The Mahuzesyang kemudian dilengkapi dengan sinopsis film
tersebut. Selain itu,pada bab ini juga dijelaskan mengenai sejarah
singkat Suku Marind orang Mahuze dan Kebijakan Pemerintah
Indonesia terkait MIFEE.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
13
Bab ini membahas tentang analisis naratif berupa alur cerita dari
awal, tengah, dan akhir, juga pelaku (peran) berdasarkan temuan
data dari film The Mahuzes serta penggambaran konflik agraria
yang terjadi pada film tersebut.
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan penelitian terhadap beberapa pertanyaan dari
rumusan masalah yang kemudian diikuti oleh saran dari peneliti.
14
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Film
1. Pengertian Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis
yang dibuat dari selluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat
potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop). 1
Film adalah potongan gambar berupa adegan yang mempunyai jalan cerita
maju, mundur atau campuran dan di dalamnya memiliki pesan kepada
penonton.
Lumiere bersaudara membuat penemuan yang dapat menampilkan
orang yang duduk dalam ruang gelap menonton gambar bergerak yang
diproyeksikan ke layar. Pada tahun 1985 melalui alat cinematographe
sebuah alat berfungsi fotografi sekaligus alat proyeksi. Thomas Edison
(1896) kemudian menemukan Vitascope yang diputar perdana di New
York, sehingga dimulailah industri film.2
Film seperti pabrik mimpi, yang membuat orang menonton agar
dapat merasakan dan mencari-cari apakah ada kesusuaian antara
pengalaman pribadi dengan cerita film, dengan itu banyak pelajaran
penting di dalamnya. Sehingga film dapat membentuk budaya khalayak
dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat meniru cara berbicara, gaya,
mode, dari para aktris di dalamnya, bahkan penonton dapat memperoleh
pengetahuan baru di dalamnya yang tidak pernah terintas di benak
sebelumnya. Ada tiga komponen penting dalam industri fim di Amerika
Serikat yakni: (1) produksi film, (2) distribusi film, (3) pemutaran film.3
Film dianggap lebih sebagai media hiburan ketimbang media
pembujuk, namun yang jelas, film sebenarnya punya kekuatan bujukan
1Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002),h. 316. 2 Apriadi Tamburaka, Literasi Media: CERDAS BERMEDIA KHLAYAK MEDIA MASSA,
(Depok: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 60-61. 3 Ibid , h. 63-64.
15
atau persuasi yang besar. Kritik publik dan adanya lembaga sensor juga
menunjukan bahwa sebenarnya film sangat berpengaruh. 4
Dilihat dari sejarahnya, penemuan film sebenarnya berlangsung
cukup panjang. Ini disebabkan karena film melibatkan masalah-masalah
teknik yang cukup rumit, seperti masalah optik, lensa, kimia, proyektor,
kamera, roll film, bahkan sampai pada masalah psikologi. Usaha untuk
memepelajari bagaimana gambar dipantulklan lewat cahaya, konon telah
dilakukan sekitar 600 tahun sebelum masehi. Ketika itu Archimedes
berusaha memantulkan cahaya matahari kearah kapal-kapal perang
romawi untuk mempertahankan Syracuse. Benar tidaknya cerita ini, yang
jelas bahwa usaha memproyeksikan bayangan gambar telah dilakukan
pada tahun 1645 oleh seorang pendeta Jerman bernama Athanasius
Kinscher dengan memakai lentera untuk pelajaran agama College
Romano. Namun bayangan yang dibuat itu belum pernah ada yang melihat
sebelumnya, sehingga para murid-muridnya menyebut sebagai permainan
setan.5
2. Jenis-jenis Film
Dalam perkembangannya, baik karena kemajuan teknik-teknik
yangsemakin canggih maupun tuntutan masa penonton, pembuat film
semakinbervariasi. Untuk sekedar memperlihatkan variasi film yang
diproduksi, makajenis-jenis film dapat digolongkan sebagai berikut:6
1. Teatrical Film (Film teaterikal)
Film teatrikal disebut juga film cerita, merupakan film yang
didalamnya terdapat unsur drama yang memainkan emosi penonton.
Film teatrikal ini digolongkan mejadi empat, yakni:
a. Film Aksi (Action film), film yang adegannya sebagian besar
menonjolkan kekutan fisik serta ketangkasan dalam bertarung
4William L. Rivers, Media Massa dan Masyarakat Modern, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2003), ed.2, h. 252. 5Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h.
137. 6 Yoyon Mudjiono, Kajian Semiotika Dalam Film, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.1,
April 2011, h. 133.
16
seperti peperangan, tembak-tembakan, perkelahian dan adegan
yang mendebarkan lainnya. Misalnya film Fast And Furious, The
Mechanic, dan film tentang superhero.
b. Film Spikodrama, semacam film horroryang bertemakan
mengenai kekuatan supernatural, maupun hal-hal yang gaib.
Misalnya film the conjuring, insidious, jelangkung.
c. Film komedi, film yang isi ceritanya tentang kelucuan para
aktor/aktris. Alur ceritanya penuh lelucon sehingga tidak kaku
dan membuat penonton tertawa. Misalnya film warkop, Mr.Bean.
d. Film musik, dalam film musik ini beberapa dialog antar tokoh
biasanya dijadikan lagu hingga para aktor/aktris diharuskan
untuk bernyanyi. Misalnya film petualangan sherina, lala-land.
2. Film Non-teaterikal (Non-teatrical film)
Film-film jenis ini lebih cenderung untuk menjadi alat komunikasi
untuk menyampaikan informasi (penerangan) maupun pendidikan.
Film non-teaterikal dibagi menjadi tiga jenis yakni:7
a. Film pendidikan, film ini adalah untuk para siswa yang sudah
tertentu bahan pelajaran yang akan diikutinya. Sehingga film
pendidikan menjadi pelajaran ataupun instruksi belajar yang
direkam dalam wujud visual. Isi yang disampaikan sesuai dengan
kelompok penontonnya, dan dipertunjukkan di depan kelas. Setiap
film ini tetap memerlukan adanya guru atau instruktur yang
membimbing siswa.8
b. Film animasi, atau film kartun ceritanya biasanya campur. Ada
yang drama, komedi, action, namun aktor/aktris yang ditampilkan
tidaklah nyata melainkan sebuah animasi. Misalnya film produksi
Walt Disney.
c. Film dokumenter, adalah film yang ceritanya diangkat dari kisah
nyata. Alur ceritanya dibuat semirip mungkin dengan kejadian asli.
Film dokumenter dibuat dengan tujuan tertentu misalnya untuk
7Yoyon Mudjiono, Kajian Semiotika Dalam Film, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.1,
April 2011, h. 134. 8Ibid , h. 135.
17
pendidikan, sosial, propaganda, dan menyampaikan suatu
informasi.
3. Film Dokumenter
Dibandingkan produksi film fiksi, produksi film dokumenter hanya
membutuhkan tim kecil, umunya dua hingga lima orang. Jumlah tim yang
sangat sedikit ini sangat efektif dan praktis jika saat syuting diperlukan
gerak yang cepat dan leluasa. Dengan begitu kamera selalu siap merekam
gambar peristiwa yang tiap saat dapat saja terjadi tanpa diduga atau
direncanakan.9
Dari beberapa jenis film yang ada, film dokumenter menjadi pilihan
cocok untuk dijadikan sumber belajar oleh guru di sekolah bagi siswa-
siswanya. Karena film dokumenter merupakan penuturan fakta-fakta yang
sebenarnya sehingga tidak ada perekayasaan dalam produksinya. Film
dokumenter yang dijadikan dalam proses pembelajaran adalah film-film
yang mengangkat tema kebudayaan baik adat istiadat maupun kesenian-
kesenian daerah dan juga tema yang berkaitan dengan keilmuan, apapun
bidang keilmuannya seperti biologi, sejarah, fisika dan lainnya selagi
pemaparan dalam film dokumenternya memberi pengetahuan yang positif
kepada penontonnya.10
Ada empat kriteria yang menerangkan bahwa dokumenter adalah film
nonfiksi.11
1. Setiap adegan dalam film dokumenter merupakan rekaman kejadian
sebenarnya, tanpa interpretasi imajinatif seperti halnya dalam film
fiksi. Pada dokumenter latarbelakang harus spontan otentik dengan
situasi dan kondisi asli (apa adanya).
9Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter, Dari Ide Sampai Produksi, (Jakarta: FFTV-IKJ Press,
2008), h.8. 10Riki Rikarno,Film Dokumenter Sebagai Sumber Belajar Siswa, Jurnal Ekspresi Seni, Vol
17, No. 1, Juni 2015, h. 132. 11Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter, Dari Ide Sampai Produksi, (Jakarta: FFTV-IKJ Press,
2008), h.23-24.
18
2. Yang dituturkan dalam film dokumenter berdasarkan peristiwa nyata
(realita), sedangkan pada film fiksi isi ceritanya berdasarkan karangan
(imajinatif).
3. Sebagai sebuah film nonfiksi, sutradara melakukan observasi pada
suatu peristiwa nyata lalu melakukan perekaman gambar sesuai dengan
apa adanya.
4. Apabila struktur cerita pada film fiksi mengacu pada alur cerita atau
plot, dalam dokumenter konsentrasinya lebih pada isi dan pemaparan.
Ada banyak tipe, kategori, dan bentuk penuturan dalam dokumenter.
Dalam beberapa hal terlihat adanya kemiripan; yang membedakan adalah
spesifikasinya. Belakang hari banyak juga dokumenter yang menggabungkan
gaya dan bentuk dari bermacam pendekatan seni audio-visual. Beberapa
contoh yang berdasarkan gaya dan bentuk bertutur itu antara lain: 12
1. Laporan perjalanan.
Umumnya setiap perjalanan ekspedisi dibuat dokumentasinya,
baik berupa film maupun foto. Sekarang ini, tipe laporan perjalanan
memiliki variasi yang tidak selalu berupa rekaman perjalanan
petualangan tetapi juga perjalanan seseorang ke berbagai negara yang
dianggap memiliki panorama dan budaya unik. Bentuk dokumenter ini
juga dikenal dengan nama travel film, travel documenterary, adventure
film, dan road movies.
2. Sejarah
Umunya dokumenter sejarah berdurasi panjang. Dengan adanya
siaran televisi, dokumenter sejarah dapat direpresentasikan secara utuh,
mengingat lewat tayangan televisi dokumenter tersebut dapat
ditayangkan secara terperinci tanpa terikat oleh waktu sebagaimana film.
3. Potret/biografi
12Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter, Dari Ide Sampai Produksi, (Jakarta: FFTV-IKJ Press,
2008), h.41-53.
19
Isi film jenis ini merupakan representasi kisah pengalaman hidup
seorang tokoh terkenal ataupun anggota masyarakat biasanya yang
riwayat hidupnya diangap hebat, menarik, unik, atau menyedihkan.
Bentuk potret pada umunya berkaitan dengan aspek human interest,
sementara isi tuturan bisa merupakan kritik, penghormatan, atau simpati.
4. Perbandingan
Dokumenter ini dapat dikemas ke dalam bentuk dan tema yang
bervariasi, selain dapat pula digabungkan dengan bentuk penuturan
lainnya, untuk mengetengahkan sebuah perbandingan.
5. Kontradiksi
Dari sisi bentuk maupun isi, tipe kontradiksi memiliki kemiripan
dengan tipe perbandingan. Hanya saja tipe kontradiksi cenderung lebih
kritis dan radikal dalam mengupas permasalahan. Perbedaan jelas anatara
perbandingan dan kontradiksi adalah: tipe perbandingan hanya
memebrikan alternative saja, sedangkan tipe kontradiksi lebih
menekankan pada visi dan solusi mengenai proses menuju suatu inovasi.
6. Ilmu pengetahuan
Dokumenter tipe ilmu pengetahuan terbagi dalam dua bentuk
kemasan, dengan tujuan publik berbeda. Bila ditunjukan untuk publik
khusus bisa disebut film edukasi, sedangkan jika ditunjukan untuk publik
umum dan luas disebut film instruksional.
7. Nostalgia
Dokumenter nostalgia bisa mengenai seorang wartawan perang,
yang setelah sekian tahun kemudian kembali ke lokasi tempat dia dulu
pernah bertugas meliput berita peperangan atau revolusi. Bentuk
nostalgia terkadang dikemas dengan menggunakan penuturan
perbandingan, yang mengetengahkan perbandingan mengenai kondisi
dan situasi masa lampau dan masa kini.
8. Rekonstruksi
Pada umunya, dokumenter bentuk ini dapat ditemui pada
dokumenter investigasi dan sejarah, termasuk pula pada film etnografi
dan antropologi visual. Dalam tipe ini, pecahan-pecahan atau bagian–
20
bagian peristiwa masa lampau maupun masa kini disusun atau
direkontruksi berdasarkan fakta sejarah.
9. Investigasi
Dokumenter invetigasi mencoba mengungkap misteri sebuah
peristiwa yang belum atau tidak pernah terungkap jelas. Yang dipilih
biasanya berupa peristiwa besar yang pernah menjadi berita hangan
dalam media massa. Tipe ini disebut pula investigative journalism,
karena metode kerjanya dianggap berkaitan erat dengan jurnalistik,
karena itu ada pula yang menyebutnya dokumenter jurnalistik.
10. Association picture story
Disebut juga sebagai film eksperimen atau film seni. Sejumlah
pengamat film menganggap bentuk ini merupakan jenis film seni atau
eksperimen. Di sini dapat dilihat dan dirasakan bahwa anasir musik
memiliki peran penting, yakni memberi nuansa gerak kehidupan yang
dapat membangkitkan emosi.
11. Buku harian
Dokumenter jenis ini disebut juga diary film. Dari namanya, buku
harian jelas bahwa bentuk penuturannya sama seperti catatan pengalaman
hidup sehari-hari dalam buku harian pribadi. Karena buku harian bersifat
pribadi, tak mengherankan bila terlihat pula penuturan dokumenter sangat
subjektif, karena berkaitan dengan visi atau pandangan seseorang
terhadap komunitas atau lingkungan tempat dia berada.
12. Dokudrama
Jenis dokumenter ini merupakan bentuk dan gaya bertutur yang
memiliki motivasi komersial. Karena itu subjek yang berperan di sini
adalah artis film. Cerita yang disampaikan merupakan rekonstruksi suatu
peristiwa atau potret mengenai sosok sesorang, apakah seorang tokoh
atau masyarakat awam.
21
B. Watchdog
Watchdog journalism (Jurnalisme Pengawas, Jurnalisme Penjaga)
adalah aktivitas jurnalistik atau pemberitaan sebagai pelaksanaan fungsi
“pengawasan sosial” (social control) dalam fungsi pers sesuai dengan UU No.
40/1999. Berdasarkan Pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, fungsi
pers adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial,
serta menjadi lembaga ekonomi (bisnis).13 Dalam fungsi Kontrol Sosial
terkandung makna demokratis. Di dalamnya terdapat unsur-unsur Social
Participation (keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan), Social Responbility
(pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat), Social Support (dukungan
rakyat terhadap pemerintah), dan Social Control (pengawasan terhadap
tindakan-tindakan pemerintah dan masyarakat).
Pers atau media massa menjalankan fungsi sebagai anjing penjaga
(watchdog) yang melakukan pengawasan terhadap berbagai lembaga sosial,
politik maupun lembaga-lembaga ekonomis yang jika tidak diawasi dapat
melakukan monopoli kekuasaan politik, budaya maupun ekonomi.Salah satu
fungsi penting yang dijalankan pers dalam masyarakat demokratis adalah pers
sebagai lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan terhadap berbagai
lembaga yang memiliki kekuasaan besar dalam masyarakat.
Sebagai watchdog (anjing penjaga), media berfungsi untuk mengawasi
mereka yang memiliki kekuasaan baik dalam bidang politik (pemerintah),
organisasi nirlaba maupun dalam sektor swasta. Pengawasan terhadap mereka
yang memiliki kekuasaan perlu dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan
kekuasaan (abuse of power).14
Dalam kaitan ini, pers dianggap sebagai salah satu kekuatan untuk
menjamin adanya check and balances dari berbagai kekuasaan yang
berlangsung dalam berbagai lembaga yang ada. Konsep anjing penjaga ini
13 Kemkominfo, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 1999”
https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2012/11/uu-no-36-tahun-1999-tentang-
telekomuniksi.pdf , diakses pada 14 Juli 2018 14 Romli, “Watchdog Journalism dipraktikkan Pers Bawah Tanah (Underground Press)”
https://www.romelteamedia.com/2016/12/watchdog-journalism-dipraktikkan-pers.html, diakses
pada 14 Juli 2018
22
berakar pada gagasan liberal klasik tentang hubungan kekuasaan antara
pemerintah dan masyarakat dalam sebuah negara demokratis. Lebih jauh
gagasan ini muncul berkaitan dengan gagasan tentang the fourth estate yang
dikemukakan oleh Edmund Burke yang menempatkan pers sebagai kekuatan
keempat di samping tiga pilar penting demokrasi yang legislatif, eksekutif,
dan yudikatif.
Sebagai kekuatan keempat media atau pers menjalankan peran sebagai
forum untuk diskusi dan melakukan penyelidikan dan pengawasan terhadap
berbagai kekuasaan, terutama yang cenderung absolut atau menjadi
monopolistik. Peranan pers sebagai watchdog biasanya dijalankan melalui
peliputan investigatif (investigative reporting) terhadap bagaimana sebuah
kekuasaan dijalankan. Dengan demikian, pers akan mampu memberi
informasi yang berbeda dengan informasi yang mungkin sudah ‘dimanage’
oleh para pemegang kekuasaan untuk menjaga citra penguasa.
Melalui liputan investigatif yang dilakukan media massa sebagai
pengejawantahan peran sebagai watchdog, media mampu mempengaruhi
bagaimana sebuah kekuasaan bisa diarahkan untuk menjadi lebih baik, adil
dan membawa kemaslahatan bagi masyarakat.
C. Konflik
Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con”
yang berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan15.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konflik dimaknai:
percekcokan; perselisihan; pertentangan.16.
Konflik merupakan proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan
pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.17Konflik
juga bisa diartikan sebagai pertikaian, pertentangan yang terjadi antar
indivindu dengan indivindu atau kelompok dengan kelompok lain akibat dari
15 Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik(Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013), hal.54. 16Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996) hal. 518 17Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal.99.
23
perbedaan pandangan untuk mencapai sebuah tujuan yang diinginkan. Pada
dasarnya konflik bersumber dari kepentingan seseorang atau kelompok yang
berbeda dengan kepentingan orang lain18.
Menurut Georg Simmel konflik lahir dari konteks masyarakat yang
mengalami pergeseran nilai dan struktural, dan dinamika kekuasaan dalam
negara.19Selain itu, konflik juga didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang
berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang
saling menantang dengan ancaman kekerasan.20 Dalam bentuknya yang
ekstrem, konflik dapat berlangsung tidak hanya sekedar untuk
mempertahankan hidup dan eksistensi (jadi bersifat defensif), akan tetapi juga
bertujuan sampai ke taraf pembinasaan eksistensi orang atau kelompok lain
yang dipandang sebagai lawan atau saingannya.21
Dalam bukunya Materi Pokok Pengantar Sosiologi, Robet Lawang
mengartikan konflik sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang
langka seperti nilai, status, kekuasaan dan sebagainya dimana tujuan mereka
berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untuk
menundukkan pesaingnya. Konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan
dan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lain dalam proses
perebutan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial dan
budaya) yang relatif terbatas.22
Sedangkan Wirawan mendefinisikan konflik sebagai proses
pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling
tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi
konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Menurut Wirawan, secara
sosiologis konflik lahir karena adanya perbedaan-perbedaan yang tidak atau
18Amrizal, Tahapan Konflik Agraria Antara Masyarakat Dengan Pemerintah Daerah
(Studi: Konflik Masyarakat Nagarai Abai Dengan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan Mengenai
Hak Guna Usaha PT.Ranah Andalas Plantation), Jurnal, Universsitas Andalas, Padang : 2013,
Hal.4 19Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik (Jakarta: KencanaPernada Media Group,
2009), hal 17 20Robert lawang, Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi, (Jakarta:universitas terbuka
1994), hal.53 21J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta :
Kencana Prenada Group, 2004) Hal. 68 22Op.cit, hal.53
24
belum dapat diterima oleh satu individu dengan individu lain atau antara suatu
kelompok dengan kelompok tertentu. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan
antara individu-individu (ciri-ciri badaniah), perbedaan unsur-unsur
kebudayaan, emosi, perubahan sosial yang terlalu cepat, perbedaan pola-pola
perilaku, dan perbedaan kepentingan.23
Perbedaan kepentingan pada konteks ini, oleh Dahrendorf dibagi
menjadi dua, yakni kepentingan manifes dan kepentingan laten. Kepentingan
manifes adalah kepentingan yang disadari oleh semua pihak, sedangkan
kepentingan laten sendiri merupakan tingkah laku potensil yang telah
ditentukan bagi seseorang karena dia menduduki peranan tertentu.24
Berbeda dengan Dahrendorf, Coser membedakan konflik ke dalam dua
tipe, yaitu konflik realistis dan non realistis. Konflik realistis memiliki sumber
yang konkret atau bersifat materiil, seperti perebutan sumber ekonomi atau
wilayah. Sedangkan konflik non realistis merupakan suatu cara menurunkan
ketegangan atau mempertegas identitas suatu kelompok dan cara ini
mewujudkan bentuk-bentuk kekejian yang sesungguhnya turun dari sumber-
sumber lain.25
Menurut Wallerstein, konflik kekerasan yang sering kali muncul dalam
proses pembangunan karena sifat dasar pembangunan yang eksploitatif.
Menurutnya pembangunan adalah mekanisme eksploitasi dari lembaga
colonial terhadap masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan atau kalah untuk
mengelola sumber dayanya sendiri.26
Sementara itu, dalam proses terjadinya konflik Fisher menjelaskan
terdapat beberapa teori yang menyebabkan terjadinya konflik, antara lain:
“(1)Teori Hubungan Masyarakat; yang menganggap konflik disebabkan
oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara
kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. (2)Teori Negosiasi Prinsip;
yang menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak
23Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori. Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta:
Salemba. 2010. Humanika. Hal. 23 24Margaret M Poloma, Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada. 2003.
Hal. 36 25Muryanti, Damar Dwi Nugroho & Rokhiman, Teori Konflik & Konflik Agraria di
Pedesaan, Yogyakarta: Kreasi Wacana. 2013. Hal. 15 26Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik (Jakarta: KencanaPernada Media Group,
2009), hal 160
25
selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang
mengalami konflik. (3) Teori Kebutuhan Manusia; teori ini berasumsi bahwa
konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia-fisik,
mental, dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas,
pengakuan, partisipasi dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan.
(4)Teori Identitas; konflik disebabkan karena identitas yang terancam, sering
berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan dimasa lalu yang tidak
terselesaikan. (5)Teori Kesalahpahaman antar Budaya; konflik disebabkan
oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi diantara berbagai budaya
yang berbeda. (6)Teori Transformasi Konflik; konflik disebabkan
olehmasalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai
masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.”27
Meskipun konflik bersifat disosiatif dan sering berlangsung dengan
keras dan tajam, proses-proses konflik sering pula mempunyai akibat-akibat
yang positif bagi masyarakat.28 Konflik-konflik yang berlangsung dalam
diskusi misalnya, jelas akan unggul, sedangkan pikiran-pikiran yang kurang
terkaji secara benar akan tersisih. Positif atau tidaknya akibat konflik-konflik
memang tergantung dari persoalan yang dipertentangkan, dan tergantung pula
dari struktur sosial yang menjadi ajang berlangsungnya konflik.29
Oleh karena itu,terdapat dua dampak dari konflik terhadap masyarakat,
yaitu dampak positif dan negatif. Dampak positif dari konflik salah satunya
dapat meningkatkan solidaritas intern dan rasa in-group suatu
kelompok.30Apabila terjadi pertentangan antara kelompok-kelompok,
solidaritas antar anggota di dalam masing-masing kelompok itu akan
meningkat. Solidaritas di dalam suatu kelompok, yang pada situasi normal
sulit dikembangkan, akan langsung meningkat pesat saat terjadinya konflik
dengan pihak-pihak luar. Selain itu, adanya konflik juga akan menggugah
27Simon Fisher, Mengelola Konflik: Ketrampilan & Strategi Untuk Bertindak, Zed Book,
The British Council, 2001. Hal. 8-9 28Kusnadi, Masalah Kerja Sama, Konflik dan Kinerja, (Malang : Taroda, 2002), hal. 67 29Ibid , hal. 68 30J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2005), hal 68.
26
masyarakat yang semula pasif menjadi aktif dalam memainkan peranan
tertentu di dalam masyarakat.31
Di sisi lain, konflik dapat menghancurkan kesatuan kelompok. Jika
konflik yang tidak berhasil diselesaikan menimbulkan kekerasan atau perang,
maka sudah barang tentu kesatuan kelompok tersebut akan mengalami
kehancuran.32 Selain itu, konflik juga dapat mengubah kepribadian individu.
Artinya, di dalam suatu kelompok yang mengalami konflik, seseorang atau
sekelompok orang yang semula memiliki kepribadian pendiam atau penyabar
bisa menjadi beringas, agresif, dan mudah marah, lebih-lebih jika konflik
tersebut berujung pada kekerasan.33 Tak hanya itu, konfilik juga bisa
menghancurkan nilai-nilai dan norma sosial yang ada. Antara nilai-nilai dan
norma sosial dengan konflik terdapat hubungan yang bersifat korelasional,
artinya bisa saja terjadi konflik berdampak pada hancurnya nilai-nilai dan
norma sosial akibat ketidakpatuhan anggota masyarakat akibat dari konflik.34
Dalam bukunya The Function of Conflict, Coser mengatakan bahwa
konflik berfungsi positif ketika bisa dikelola dan diekspresikan sewajarnya.
Menurut Coser, konflik memiliki dua fungsi. Pertama, konflik sebagai suatu
hasil dari faktor-faktor lain daripada perlawanan kelompok kepentingan;
kedua, memperlihatkan konsekuensi konflik dalam stabilitas dan perubahan
sosial. Pada dimensi inilah fungsi positif konflik, bahwa konflik memiliki
fungsi terhadap sistem sosial dan menolak bahwa hanya konsensus dan
kerjasama yang memiliki fungsi terhadap integritas sosial.35
D. KonflikAgraria
31J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2005), hal 68. 32Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), hal 377. 33Ibid, hal 378. 34Op.cit, hal 70. 35Muryanti, Damar Dwi Nugroho & Rokhiman, Teori Konflik & Konflik Agraria di
Pedesaan, Yogyakarta: Kreasi Wacana. 2013. Hal. 15
27
Tanah, dalam sistem sosial, ekonomi, politik dianggap sebagai faktor
produksi utama. Yang membedakan dari masing-masing unsur tersebut
adalah fungsi, mekanisme pengaturan, dan cara pandang terhadap tanah itu
sendiri. Pemilikan maupun penguasaan tanah merupakan faktor penting
dalam setiap masyarakat, apapun model sistem sosial-ekonomi-politik yang
dianut didalamnya.36
Sejak dahulu, tanah sudah menimbulkan konflik atau sengketa dan
tidak jarang menimbulkan korban jiwa. Menurut Wiradi, sebagai suatu gejala
sosial, konflik agraria (tanah) adalah suatu proses interaksi antara dua (atau
lebih) orang atau keompok yang masing-masing memperjuangkan
kepentingannya atas objek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang
berkaitan dengan tanah.37
Dalam hal ini, negara merupakan salah satu faktor penting penyebab
konflik agraria, sementara solusi konflik itu sangat tergantung pula
kepadanya. Teori Marxis menyatakan bahwa konflik agraria terjadi akibat
perkembangan ekonomi kapitalis yang mengakibatkan penduduk terlempar
dari tanahnya. Konflik agraria dilihat sebagai perlawanan penduduk yang
tidak punya tanah atau yang tanahnya dirampas oleh kapitalis negara. Negara
ditempatkan sebagai instrument kapitalis.38
Teori Marxis memberikan perhatian kepada konflik antar dua kelas
yaitu, pertama konflik antar kelas pemilik atau pengontrol tanah dengan kelas
yang tidak memiliki tanah. ketertiban negara dalam konflik agraria dilihat
sebagai konsekuensi dari perkembangan ekonomi kapitalis di suatu
masyarakat di mana negara berprilaku sebagai instrumen kapitalis.39
Terkait dengan sengketa tanah, teori Marx masih relevan dalam proses
sejarah sengketa tanah di Indonesia. Secara kronologis, tanah mulai menjadi
36Afrizal, Negara dan Konflik Agraria:Studi Kasus pada Komunitas Pusat Perkebunan
Kelapa Sawit Berskala Besar di Sumatera Barat (Jurnal, Andalas, Padang: 2007). Hal.1 37Gunawan Wiradi, Reformasi Agraria Dalam Perspektif Transisi Agraris, Mimeo,
Makalah pada Seminar Agraria FSPI, 21 September 1998, Bandar Lampung, 1998. 38Mandel Ernest, Tesis – Tesis Pokok Marxisme, Yogyakarta, Resist Book, Agustus, 2006.
hal. 11 39Ibid. hal. 12-13
28
kendali dalam kekuasaan ketika dipegang oleh kalangan adat (tuan tanah)
yang dikemudian dikenal dengan feodalisme. Feodalisme dalam perangkat
yang sama diteruskan dalam kendali kolonialisme yang kadangkala keduanya
bekerja sama dan kadangkala berkonflik.Dalam hal ini, dasar kepemilikan
tanah didasarkan struktur kekuasaan.40
Konflik agraria bisa muncul karena disebabkan oleh banyak hal, akan
tetapi yang paling mengedepan akhir-akhir ini disebabkan oleh perebutan
sumber daya agraria yang dikuasai oleh masyarakat maupun yang belum
kelihatan dikuasai oleh masyarakat, tetapi sudah ada dalam penguasaan
masyarakat serta berbagai sebab lain yang melibatkan negara atau tidak.41
Akan tetapi, yang perlu digarisbawahi dari berbagai konflik agraria
yang selalu muncul yakni perlawanan dari masyarakat petani. Gerakan
perlawanan masyarakat, tampaknya sudah lama menjadi perhatian para ahli.42
Menurut Siahaan, perlawanan dan protes sosial masyarakat tani dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam, hal ini sesuai dengan apa yang
pernah dilakukan oleh para ahli, yaitu pendekatan moral ekonomi, pendekatan
historis dan pendekatan ekonomi politik.43
Dalam pendekatan moral ekonomi, kehidupan masyarakat petani
ditandai oleh hubungan moral yang melahirkan suatu oral ekonomi yang lebih
“mendahulukan selamat” (Safety Firt) dan menjauhkan diri dari garis bahaya
(danger line) etika subsistensi dan sosiologi subsistensi dikalangan
masyarakat petani merupakan suatu hal yang khas di dalam kehidupan
masyarakat petani-petani Asia. Selain itu para petani juga menganut asas
pemerataan, dengan pengertian membagikan secara sama rata apa yang
40Mandel Ernest, Tesis – Tesis Pokok Marxisme, Yogyakarta, Resist Book, Agustus, 2006.
hal. 15 41Setyo Utomo, penyelesaian sengketa agraria dan model-model penyelesaiannya,Jurnal,
Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti, Pontianak. Hal. 8 42Ibid 43Hotma M. Siahaan, PembangkanganTerselubungPetaniDalam Program
TebuRakyatIntensifikasi (TRI) SebagaiUpayaMempertahankanSubsistensi, DisertasiDoktor,
UNAIR, 1996.
29
terdapat di desa, karena rnereka percaya pada hak moral para masyarakat
petani untuk dapat hidup secara cukup.44
Pendekatan Historis, lebih menitikberatkan perhatiannya pada
komunitas kesejaratan yang terdapat pada suatu masyarakat. Berkaitan
dengan perlawanan masyarakat, dalam hal ini dipahami sebagai konsekuensi
terjadinya penyimpangan dan ancaman terhadap nilai, norma tradisi atau
kepercayaan yang merekamiliki.45
Sementara pendekatan ekonomi politik, lebih menitikberatkan pada
perlawanan masyarakat petani yang didasarkan pada pertimbangan individual
rasional petani terhadap perubahan yang dikalkulasikan akin merugikan dan
bahkan mengancani mereka, atau sekurang- kurangnya, perubahan ini telah
dinilai menghalang-halangi usaha yang mereka lakukan untuk meningkatkan
taraf hidup.46
Konflik agraria atau sengketa pertanahandapat dikategorikan ke dalam
konflik hukum. Pengkatagorian ini menjadi sangat penting jikapenyelesaian
yang ditempuh tidak hanya sekedar menghentikan bentrok fisik dan
meredakan keresahan sosial yang timbul dari konflik pertanahan. Dalam hal
ini, penyelesaian konflik hendaknya berimplikasi positif bagi penciptaan dan
peningkatan kemakmuran masyarakat.47
Konflik hukum melibatkan dua pihak yang berbeda pandangan
mengenai status hukum masing-masing dalam kaitannya dengan kepemilikan
atas tanah tertentu atau berbeda pandangan mengenai hal-hal berkenaan
dengan tanah. Intinya, konflik hukum menyangkut pertentangan tentang siapa
yang berhak atas sebidang tanah yang menjadi obyek konflik, pertentangan
mengenai luas atau batas atau letak tanah.
44Setyo Utomo, penyelesaian sengketa agraria dan model-model penyelesaiannya,Jurnal,
Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti, Pontianak. Hal. 8 45Ibid 46Ibid 47Titin Fatimah & Hengki Andora. Pola Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Sumatra
Barat. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang : Volume 4. Hal. 5
30
Konflik hukum dapat bersumber dari 4 (empat) sebab pokok, yaitu:48
pertama, adanya tindakan salah satu pihak yang dinilai sebagai perbuatan
melawan hukum atau melanggar hak-hak dari pihak yang lain. Perbuatan
melawan hukum yang melanggar hak-hak dari pihak lain dapat berupa
penyerobotan atau pendudukan tanah yang sudah dipunyai orang lain,
pemindahan patok tanda batas kepemilikan tanah, penyalahgunaan dokumen
surat-surat tanah atau keputusan hukum tertentu untuk mendapatkan atau
menguasai tanah, dan pemalsuan dokumen untuk memperoleh hak atas tanah
atau menguasai tanah orang lain.
Kedua, adanya keputusan Pejabat Tata Usaha Negara di bidang
pertanahan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau
melanggar dan merugikan hak-hak orang lain seperti pengesahan Berita
Acara Pengumpulan dan PemeriksaanData Fisik yang belum mengandung
kepastian hukum, penerbitan sertipikat yang data yuridisnya (subyek hak)
belum ada kepastian, dan surat keputusan pemberian dan perpanjangan hak
atas tanah yang tidak memenuhi syarat.49
Ketiga, putusan Pengadilan yang dianggap tidak adil dan merugikan
kepentingan pihak tertentu sehingga putusan tersebut bukan menyelesaikan
konflik namun justeru memacu terjadinya konflik.50
Keempat, kebijakan administrasi pertanahan yang belum terpadu dan
sektoral telah membuka peluang penggunaan dokumen tanah dari instansi
yang berbeda untuk mendapatkan penguasaan dan pemilikan tanah. Di tingkat
sektoral, ada data tanah yang dikumpulkan dan digunakan untuk kepentingan
pajak tanah, sedangkan di sisi lain terdapat data tanah yang disediakan oleh
Kelurahan/Nagari yang tetap fungsional namun kurang mendapatkan
perhatian penertibannya. Secara yuridis, data kepemilikan tanah dari instansi
48Titin Fatimah & Hengki Andora. Pola Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Sumatra
Barat. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang : Volume 4. Hal. 6 49Ibid 50Ibid
31
sektoral dari Kelurahan/Nagari seperti petuk, pipil atau girik masih diakui
sebagai alat bukti awal untuk mendapatkan pengakuan hak kepemilikannya.51
E. KebijakanPemerintah
Dalam perhelatan Pilpres 2014, Jokowi-JK merancang Sembilan
agenda prioritas yang kemudian dikenal publik dengan istilah Nawa Cita.52
Program Nawa Cita ini digagas untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan
menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang
ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Sehingga kemudian
dimasukkan kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
2015-2019.
Salah satu janji yang terdapat dalam Nawa Cita poin kelima adalah
mendorong adanya landreform dan kepemilikan tanah seluas Sembilan juta
hektar. Program ini memang bukan program untuk pendistribusian tanah,
namun membantu masyarakat yang sudah memiliki bukti otentik kepemilikan
tanah yang sah yaitu Sertifikat Hak Milik (SHM). Program bagi-bagi
sertifikat ini ada di bawah kendali Kementrian ATR/BPN. Nama program
resminya sendiri adalah Pendafataran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Pemerintah juga menggulirkan Program Tanah Objek Reforma Agraria
(TORA). Tujuan TORA adalah memberikan kepastian hukum atas
penguasaan tanah oleh masyarakat yang tinggal di dalam kawasan hutan.
Karena permasalahan utama bagi masyarakat yang tinggal dikawasan hutan
adalah soal legalitas kepemilikan tanah yang merekatempati. Walaupun
mereka lahir, besar dan sudah turun temurun tinggal disana, mereka tidak
akan bisa memiliki sertifikat hak milik (SHM) karena terganjal oleh status
kawasan.
Selain itu, TORA dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan sengketa
dan konflik dalam kawasan hutan. Hingga saat ini luas lahan yang akan
dilepaskan statusnya oleh Kementrian LHK adalah 4,1 juta hektar. Untuk
51Titin Fatimah & Hengki Andora. Pola Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Sumatra
Barat. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang : Volume 4. Hal. 8 52http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf
32
mendukung percepatan realisasi program ini dilapangan pemerintah sudah
mengeluarkan Peraturan Presiden No. 88 Tahun 2017 tentang Penyelesain
Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH).53
Di samping itu pemerintah juga menggulirkan Program Perhutanan
Sosial yaitu program nasional yang bertujuan untuk melakukan pemerataan
ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar, yaitu:
lahan, kesempatan usaha dan sumber daya manusia. Perhutanan Sosial
memberikan akses legal kepada masyarakat yang ada disekitar kawasan hutan
untuk bisa mengelola kawasan hutan negara. Luasan areal perhutanan sosial
yang menjadi target KLHK adalah 12,7 juta hektar. Dalam perjalanannya
sampai dengan tahun 2017, menurut data dari BPN pemerintah sudah berhasil
menyelesaikan legalisasi aset tanah transmigrasi sebanyak 20.252 bidang,
legalisasi aset 6. 207. 818 bidang, dan redistribusi tanah sebanyak 262. 189
bidang.
MIFEE
Belum lama ini Pemerintah Indonesia telah menandatangani Nota
Kesepahaman (MoU) Kerjasama Perdagangan bersama pemerintah
Australia Bagian Utara untuk pengembangan agrobisnis di Papua. Hasil
produk agribisnis tersebut seperti, sayuran, buah-buahan, beras, jagung, dan
lain-lain akan dipasok ke Freeport sebagai perusahaan nasional yang
memegang peranan penting perputaran roda perekonomian Papua.
Rencana kerjasama investasi lain yang menimbulkan gelisahan dan
penolakan dari rakyat Papua sendiri adalah proyek Merauke Integrated Food
and Energy Estate (MIFEE). Proyek ini telah dicanangkan secara resmi oleh
Bupati Merauke, John Gluba Gebze pada perayaan HUT kota Merauke ke
108 tanggal 12 Februari 2010. MIFEE merupakan pengembangan produksi
pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pangan, perkebunan,
peternakan dan perikanan. Pemerintah melibatkan 32 investor yang bergerak
di bidang perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan darat,
53Mutanza, 2014, Mifee dan Perempuan Adat Malind, Sajgoyo Institute, no 2 tahun 2014,
diakses : http://www.sajogyo-
institute.or.id/files/WP%20Sajogyo%2)Institute%20No.%202,%202014.pdf
33
peternakan, konstruksi, dan industri pengolahan kayu. Di antara investor
tersebut adalah Medco, PT Bangun Tjipta Sarana, Artha Graha, Come-
Xindo Internasional, Digul Agro Lestari, Buana Agro Tama, Wolo Agro
Makmur, dan investor asal Arab Saudi dari Binladen Group yang akan taruh
modal sebesar 4,37 miliar US dollar. Bahkan dikabarkan Raja Arab Saudi
Abdullah bin Abdul Azis akan berkunjung untuk melihat proyek MIFEE.54
Para investor tersebut diajak untuk mengelola lahan seluas 1.282.833 ha
yang berdasarkan rekomendasi Badan Penataan Ruang Nasional (BKPRN)
layak dikembangkan menjadi kawasan pertanian pangan dan bahan bakar
hayati dalam skala luas.
Pemerintah memiliki mimpi bila proyek MIFEE berjalan dengan
baik maka pada tahun 2030, Indonesia akan mempunyai tambahan cadangan
pangan seperti, beras 1,95 juta ton, jagung 2,02 juta ton, kedelai 167.000
ton, ternak sapi 64.000 ekor, gula 2,5 juta ton, dan CPO 937.000 ton per
tahun. Sedangkan keuntungan yang diperoleh daerah adalah PDRB per
kapita Merauke terdongkrak menjadi 124,2 juta per tahun pada tahun 2030.
Devisa negara juga bisa dihemat hingga Rp. 4,7 triliun melalui pengurangan
impor pangan.55
Dalam rangka mendukung proyek MIFEE, pemerintah membuat
payung hukum agar proyek tersebut dapat berjalan, produk hukum tersebut
di antaranya, Undang-Undang (UU) Nomor 27tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah,
Peraturan Pemerintah (PP) 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional
(RTRWN), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis
dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari penggunaan
54Sabiq Carbesth dan Syaiful Bahari, 2012, MERAUKE INTEGRATED FOOD AND
ENERGY ESTATE (MIFEE) Berkah atau Bencana Bagi Rakyat Papua? , vol 3, diakses :
http://binadesa.org/wp-content/uploads/2013/08/MIFEE-Berkah-atau-Bencana-bagi-Rakyat-
Papua.pdf 55Awasmifee.org, 2013, An Agribusiness Attack in West Papua: Unravelling the Merauke
Integrated Food and Energy Estate, vol 3, diakses :
http://awasmifee.potager.org/uploads/2012/03/mifee_en.pdf
34
Kawasan Hutan untuk Kepentingan di Luar Kegiatan Kehutanan, Peraturan
Pemerintah (PP) No 24/2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan,
Peraturan Pemerintah (PP) No 10/2010 tentang Tata Cara Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, Inpres No.5 tahun 2008 tentang
Fokus Program Ekonomi tahun 2008-2009 dan Raperda Kabupaten
Merauke Tahun 2009 Tentang Merauke Integrated Food and Energy Estate.
F. AnalisisNaratif
1. Pengertian Naratif
Teori naratif atau narasi adalah sebuah teori yang mencoba
memahami perangkat dan konvensi yang mengatur tentang sebuah cerita.
Cerita tersebut bisa cerita yang berbentuk fiksi atau fakta yang sudah
disusun secara berurutan. Hal ini memungkinkan khalayak untuk ikut
terlibat dan masuk ke dalam cerita tersebut.56
Analisis narasi berfokus pada struktur formal, namun tetap dalam
perspektif narasi. Dalam analisis narasi, teks dipandang sebagai sebuah
jalinan kisah(stories). Pesan yang sudah digarap kemudian dihadirkan atau
diedit dalam versisekuel suatu peristiwa, yang mana elemen-elemennya
digambarkan dan diberi karakter menurut struktur yang dipakainya.
Prosedur analisis ini memfokuskan pada rekonstruksi dan deskripsi dari
struktur narasi yang menjadi dasar dari pelaku, pilihan, kesulitan dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri sang tokoh.57
Secara umum, analisis narasi mengharuskan kita mengungkapkan
struktur benda-benda kultural. Menaruh perhatian terhadap analisis narasi
menandakan bahwa kita tidak “terseret” oleh sebuah kisah yang kita teliti,
tapi tidak menolak untuk memercayai kisah tersebut. Kita mencoba
56Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s Book, 3rd ed (London: Routledge,
2003), Hal.32.
57Barie Gunter, Media Research Method (London: Sage Publication, 2000), Hal. 90.
35
menginterupsi sebuah kisah guna menganalisis dan menyelidiki kisah
tersebut.58
Seperti kebanyakan pendekatan semiotik, analisis narasi mencoba
untuk memisahkan teks dari konteksnya.59Pengertian yang menarik
mengenai definisi narasi dikemukakan oleh Baringan, menurutnya ini
merupakan cara mengelola data spasial dan temporal menjadi penyebab
dan menimbulkan efek keterkaitannya sebuah peristiwa antara awal,
tengah dan akhir cerita yang kemudian menimbulkan penilaian tentang
sifat dari kejadian tersebut.60 Segala hal yang terjadi pasti disebabkan oleh
sesuatu dan terikat satu sama lain oleh hukum sebab akibat. Dalam sebuah
film cerita sebuah kejadian pasti disebabkan oleh kejadian sebelumnya.
Misalnya, pada shot A tampak seorang bocah sedang menendang
bola dan shot B memperlihatkan kaca jendela yang pecah. Shot B terjadi
karena shot A. Penonton akan mudah memahaminya karena adanya
hubungan sebab akibat. Penonton secara sadar juga mengetahui jika lokasi
dua peristiwa tersebut berdekatan dan terjadi dalam waktu yang singkat.
Namun jika urutannya dibalik menjadi shot B lalu shot A. Penonton akan
sulit memahami karena tidak ada hubungan logika anatara kaca yang
pecah dengan seorang bocah yang menendang bola.61
2. Pola Struktur Naratif
Pola struktur naratif dalam film secara umum dibagi menjadi tiga
tahapan yakni, permulaan, pertengahan, serta penutupan. Tahap
pembukaan biasanya hanya memiliki panjang cerita seperempat durasi
filmnya. Tahap pertengahan adalah yang paling lama dan biasanya
panjangnya lebih dari separuh dari durasi film.62
58Jane Stokes, How to Do Media and Cultural Studies: Panduan untuk
MelaksanakanPenelitian dalam Kajian Media dan Budaya (Yogyakarta: Bentang, 2006), Hal.73.
59Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s Book, Hal. 32. 60Ibid, Hal. 33.
61 Himawan Pratista, Memahami film,(Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2008), h.33-34. 62 Ibid, h. 45.
36
a. Tahap Permulaan
Tahap permulaan atau pendahuluan adalah titik paling kritis
dalam sebuah cerita film karena dari sinilah segalanya bermula. Pada
titik inilah ditentukan aturan permainan cerita film. Pada tahap ini
biasanya telah ditetapkan pelaku utama dan pendukung.
Permulaan Pertengahan Penutupan
Aspek ruang dan
Waktu
Konflik Konfrontasi
Akhir
Para pelaku Konfrontasi Resolusi
Masalah Pengembangan
masalah
Tujuan
b. Tahap Pertengahan
Tahap pertengahan sebagaian besar berisi usaha dari tokoh
utama atau protagonis untuk menyelesaikan solusi dari masalah yang
telah ditentukan pada tahap permulaan. Pada tahap inilah alur cerita
mulai berubah arah dan biasanya disebabkan oleh aksi di luar
perkiraan yang dilakukan oleh karakter utama dan pendukung.
Tindakan inilah yang nantinya memicu munculnya konflik. Konflik
sering kali berisi konfrontasi (fisik) antara protagonis dengan
antagonis. Pada tahap ini juga umumnya karakter utama tidak mampu
begitu saja menyelesaikan masalahnya karena terdapat elemen-elemen
kejutan yang membuat masalah menjadi lebih sulit atau kompleks dari
sebelumnya. Pada tahap ini tempo cerita semakin meningkat hingga
klimaks cerita.
c. Tahap Penutupan
Puncak dari konflik atau konfrontasi akhir, pada titik inilah
cerita film mencapai pada titik ketegangan tertinggi. Setelah konflik
berakhir maka tercapailah penyelesaian masalah, kesimpulan cerita,
atau resolusi. Mulai titik inilah tempo cerita makin menurun hingga
akhir cerita film berakhir. Ketiga tahapan tersebut tidak harus saling
37
terikat aturan-aturan diatas, cerita dapat berkembang dan berubah
sesuai dengan tuntutan naratif atau campur tangan sineas.63
3. Urutan Waktu
Urutan waktu menunjuk pada pola berjalannya waktu cerita
sebuah film. Urutan waktu cerita secara umum dibagi menjadi dua
macam pola yakni, linear dan nonlinear.
a. Pola Linear
Plot film sebagian besar dituturkan dengan pola linear dimana
waktu berjalan sesuai urutan aksi peristiwa tanpa adanya interupsi
waktu yang signifikan. Penuturan cerita secara linier memudahkan
kita untuk melihat hubungan kasualitas jalinan satu peristiwa
dengan peristiwa lainnya. Jika urutan waktu cerita dianggap sebagai
A-B-C-D-E maka urutan waktu plotnya juga sama, yakni A-B-C-D-
E. Jika misalnya cerita film berlangsung selama sehari, maka
penuturan kisahnya disajikan secara urutan dari pagi, siang, sore
hingga malam harinya.
b. Pola Nonlinear
Nonlinear adalah pola urutan waktu plot yang jarang digunakan
dalam film cerita. Pola ini memanipulasi urutan waktu kejadian
dengan mengubah urutan plotnya sehingga membuat hubungan
kausalitas menjadi tidak jelas. Pola nonlinear cenderung
menyulitkan penonton untuk bisa mengikuti alur cerita filmnya.
Jika urutan waktu cerita dianggap A-B-C-D-E maka urutan waktu
plotnya dapat C-D-E-A-B atau D-B-C-A-E atau lainnya. jika cerita
film berlangsung selama sehari, maka penuturan kisahnya disajikan
secara tidak urut, misalkan malam, pagi, sore dan siang. Tentu saja
pola seperti ini akan menyulitkan penonton untuk memahami
ceritanya.64
63 Himawan Pratista, Memahami film, (Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2008), h. 45-46 64Ibid, h. 37
38
Ada beberapa tokoh yang mengkaji mengenai ini seperti
Vladimir Propp, Tzevan Todorov, Joseph Campbell, serta Levi-Strauss.
Mereka menganalisis dengan berbagai objek seperti mitos, novel dan
dongeng untuk menjelaskan bagaimana narasi membentuk nilai-nilai
budaya tertentu yang sesuai.
a. Joseph Campbell
Joseph Campbell adalah Seorang penulis Amerika,
pemikirannya mengenai analisis narasi dipengaruhi oleh Carl G.
Jung. Mengenai teori narasi Campbell berpendapat, bahwa mitos
dan simbol-simbol tertentu merupakan 'pola dasar' yang telah
menjadi pusat keberadaan manusia.65
Joseph Campbell sebagaimana dikutip oleh Kevin O‟Donnell
mengatakan bahwa ada empat manfaat mitos bagi manusia.
“Pertama, mitos berfungsi untuk menghubungkan nurani kita yang
sadar dengan keluasan dan misteri kosmos/alam semesta. Dengan
mitos manusia mengekspresikan perasaan kagum yang tak
tergambarkan.Kedua, mitos memiliki fungsi intepretatif
(menafsirkan). Dengan mitos, manusia berusaha memahami,
mengharmonisasikan, dan mensistematiskan alam dan
gejalanya.Ketiga, mitos memiliki fungsi etis, yaitu mempertahankan
peraturan sosial dan tempat seseorang dalam kelompok. Dan
terakhir, mitos memiliki fungsi yang berkaitan dengan pertumbuhan
pribadi dan individuasi, “Pemusatan dan pemekaran individu ke
dalam kesatuan utuh/integritas,” sesuai dengan diri sendiri,
komunitas, alam semesta, dan ilahi. Mitos berusaha menempatkan
kita ke dalam alam semesta dan ke dalam diri kita sendiri.”66
Oleh karenanya, analisis narasi yang digunakan oleh
Campbell sangat memfokuskan pada simbol-simbol yang
dimunculkan pada suatu kisah untuk mengetahui esensi tentang
65Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s Book, Hal. 33.
66Kevin O’Donnell, Sejarah Ide-Ide (Yogyakarta: Kanisius, 2009), Hal. 20-25.
39
keberadaan tokoh dalam cerita tersebut. Biasanya teori Campbell
lebih cocok digunakan untuk film horor atau misteri.
b. Tzvetan Todorov
Tzvetan Todorov menekankan analisisnya pada keseimbangan
sebuah cerita. Menurutnya, dalam sebuah cerita akan ditemukan hal-
hal yang berpotensi menimbulkan pertentangan dan mengganggu
keseimbangan cerita. Namun, hal tersebut akan membawa kita
kepada cerita selanjutnya dengan keseimbangan baru yang berbeda
atau tetap dengan keseimbangan seperti sebelumnya.67
Seperti dijelaskan, bahwa untuk mencapai ke cerita selanjutnya
Todorov beranggapan ada sebuah konflik yang akan mengantarkan
audiens untuk bisa menikmati alur dalam sebuah cerita. Dalam hal
ini, cerita berarti sebuah bagian-bagian yang di dalamnya terdapat
konflik yang cukup kompleks untuk dapat mengalir hingga akhir.68
c. Vladimir Propp
Proop mendaraskan analisisnya pada fungsi pelaku. Ia
menjelaskan bahwa suatu fungsi dipahami sebagai tindakan seorang
tokoh yang dibatasi dari maknanya demi berlangsungnya suatu
tindakan. Propp menyadari bahwa suatu cerita pada dasarnya
memiliki konstruksi. Konstruksi itu terdiri atas motif-motif yang
terbagi dalam tiga unsur, yaitu pelaku, perbuatan, dan penderita.
Teori Propp diilhami oleh strukturalisme dalam ilmu bahasa
(linguistik) sebagaimana dikembangkan oleh Saussure.69
Propp membagi tokoh menjadi delapan, yaitu:
• The hero (tokoh pahlawan yang ditonjolkan untuk selalu benar).
• The villain (adalah musuh yang selalu bertikai dengan pahlawan).
• The donor (seorang yang memberikan senjata kepada pahlawan).
67Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s Book, Hal. 36.
68Ibid.
69Ibid, Hal. 33.
40
• The dispatcher (seseorang yang muncul untuk memberikan
petunjukkepada pahlawan).
• The false hero (tokoh yang diawal diasumsikan menjadi
seorangpahlawan).
• The helper (tokoh yang memberikan dukungan kepada pahlawan).
• The princess (tokoh yang biasanya yang dimunculkan untuk
menjadipendamping pahlawan sebagai penghargaan dan biasanya
seorang puteri membutuhkan pahlawan untuk menjaganya dari
kejahatan musuh).
• Her father (seorang raja yang bisanya mempunyai anak seorang
puteri).70
70Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s Book, Hal. 34.
41
BAB III
GAMBARAN UMUM WATCHDOC, DAN SUKU MARIND ORANG
MAHUZES
A. Watchdoc
1. Profil Watchdoc
Watchdoc adalah rumah produksi dokumenter audio visual yang
didirikan oleh dua orang pegiat media, yaitu Andhy Panca Kurniawan dan
Dandhy Dwi Laksono sejak tahun 2009.1
Aandhy Panca Kurniawan merupakan adalah Pemimpin Redaksi
Voice of Human Rights (VHR) News Centre –sebuah media alternatif yang
bergerak dibidang sindikasi berita Hak Asasi Manusia (HAM) berupa
Website, jaringan radio dan penerbitan buku. Selain itu, pada 2005 hingga
2007 Panca menjadi pemimpin redaksi Saluran Informasi Akar Rumput
(SIAR) dan menjadi salah satu pendiri media perdamaian di Maluku, yang
diberi nama Bakubae Media. Hingga kini Panca menjadi pelatih untuk isu-
isu pembangunan media alternatif di Indonesia.
Sementara itu, Dandhy Dwi Laksono merupakan seorang jurnalis
yang pada 2008 lalu mendapat sekaligus tiga penghargaan dari tiga karya
yang berbeda saat memimpin tim redaksi di RCTI.
Sebelumnya,Dandhy pernah juga menjadi pemimpin redaksi situs
dan majalah Acehkita.com, produser di SCTV dan hingga kini menjadi
pelatih jurnalistik audiovisual di berbagai tempat.
Pada dasarnya, berdirinya Watchdoc sebagai rumah produksi
dokumenter adalah sikap ketidakpuasan kedua pendiri Watchdoc atas
kegiatan jurnalistik yang berkembang di Indonesia. Menurut Dandhy,2
media – khususnya di Indonesia – saat ini sudah dikuasai oleh kekuatan
bisnis sehingga sulit bagi dirinya untuk menggantungkan harapan yang
tinggi pada media massa di Indonesia untuk sebuah perubahan yang lebih
baik.
1Data diambil dari media profile Watchdoc pada 2 September 2018 2Artikel, watchdoc mengimbangi hiburan dengan pengetahuan lewat dokumenter. 2014.
poster.co.id
42
Karya-karya Watchdoc merupakan bentuk kritik Dandhy Dwi
Laksono dan Andhy Panca Kurniawan terhadap “keberisikan” program-
program stasiun TV Indonesia seperti reality show, sinetron, serta
infotainmen yang membosankan, tidak bermutu, dan lebih banyak
menyajikan konten negatif.
Pada akhirnya, Dandhy menganggap jurnalisme yang ada saat ini
merupakan jurnalisme infotaiment. Menurutnya, jurnalisme jenis ini tak
hanya berlaku pada pemberitaan tentang selebritas melainkan sudah
menjalar kepada setiap jenis pemberitaan seperti korupsi dan politik.
Melalui tayangan yang menawarkan wawasan, pembelajaran, dan
inspirasi, mereka tidak takut melawan kebudayaan para stasiun TV di
Indonesia yang selalu mengejar rating dan share.
“Saya dan Panca punya latar belakang yang agak berbeda,
walaupun sama-sama berasal dari industri media. Panca dari media
alternatif, sedangkan saya dari media industri. Kami punya keresahan
yang sama bahwa tayangan televisi dari 11 stasiun televisi nasional di
Indonesia relatif monoton. Isinya hanya sinetron, infotainmen, serta
talkshow politik yang membosankan dan tidak mencerdaskan. Sedangkan,
ada program berita informatif yang ditayangkan pada pukul dua dini
hari—berarti di Jayapura jam 4 pagi. Bagaimana penonton Indonesia
bisa mendapat informasi yang baik jika (tayangan tersebut) ditaruh saat
jam orang orang tidur?”3
Dandhy menjelaskan, atas dasar cover both sides wartawan selalu
mencari narasumber sesuai kapasitasnya. Namun, pada dasarnya
pertanyaan yang sudah di konstruksi oleh sang wartawan membuat berita
akan mengarah kepada keinginan wartawan atau media sendiri.
Kekhawatiran itulah yang kemudian membuat Watchdoc berdiri. Tanpa
adanya intervensi dari pihak luar mereka bebas mendokumentasikan isu
sosial, ekonomi hingga politik tanpa harus dibatasi waktu yang sedikit.
Selain itu, subjektivitas dalam film dokumeter menurutnya tidak selalu
mengkambing hitamkan kaidah jurnalistik.
3Artikel, watchdoc mengimbangi hiburan dengan pengetahuan lewat dokumenter. 2014.
poster.co.id
43
2. Nilai, Visi, dan Misi Watchdoc
a. Nilai-Nilai Dasar Wathcdoc
Watchdoc adalah rumah produksi audio visual yang
mengedepankan kerja keras dan belajar terus menerus sebagai
landasannya, agar dapat menghasilkan karya yang maksimal dan
bermanfaat bagi banyak orang. Dalam melakukan kerja-kerjanya
watchdoc tidak bekerja sama dengan kelompok anti demokrasi dan
menjunjung tinggi prinsip-prinsip anti korupsi (amplop), anti
kekerasan, menghargai perbedaan serta menerapkana firmatif action
bagi perempuan dan kelompok minoritas.
b. Visi
Lahirnya industri kreatif yang mampu bersaing dalam
meproduksi tayangan-tayangan audio visual yang cerdas, mendidik
dan mengadvokasi kepentingan masyarakat indonesia pada khususnya
dan internasional pada umumnya.
c. Misi
• Membangun redaksi yang kuat dan mampu menghasilkan produk-
produk audio visual yang baik.
• Bekerja sama dengan sebanyak-banyaknya media massa baik di
dalam negeri maupun internasional.
• Menjadi jembatan/sahabat bagi perusahaan, komunitas, organisasi
dan entitas lainnya dalam mewujudkan misi mereka.
• Membangun perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial,
ekonomi, budaya dan nilai-nilai kesejarahan.
3. Karya-karya Wacthdoc
Berikut ini merupakan karya-karya Watchdoc :
a. Dokumenter Hak Asasi Manusia
• Biografi Munir – Kiri Hijau Kanan Merah.
• Dokumenter Kongres Pejuang HAM (Dian jadi Bara).
• Kontras –Kekerasan di Aceh
44
b. Dokumenter Sosial
• Lini Massa – Gerakan Sosial Media di Indonesia.
• Lini Massa 2 – Gerakan Sosial Media di Indonesia.
• Lini Massa 3 – Gerakan Sosial Media di Indonesia
• Baret Coklat – Upaya Reformasi Satpol PP.
c. Dokumenter Lingkungan
• Kaki Langit Ullu Massen – Konservasi ekosistem berbasis adat di
Aceh.
• Keurajeun Mukim – Menghidupkan kembali struktur adat mukim
untuk kehidupan sosial dan lingkungan hidup.
• Zamrud Khatulistiwa – Cerita tentang perjalanan keliling Indonesia
oleh 2 wartawan senior, Farid Gaban dan Akhmad Yunus.
• WWF – Ekspedisi Saireri KM Gurano Bintang.
d. Dokumenter Sejarah
• “Mereka Kini” - 13 Episode, Cerita tentang profil pelaku sejarah dan
apa kabar mereka hari ini – ditayangkan di Kompas TV (masih
berlangsung – diputar ulang).
• “Bab Yang Hilang” – 13 Episode, Cerita tentang kasus-kasus yang
sengaja ditutupi/bias pemahaman di masyarakat. – ditayangkan di
Kompas TV (masih berlangsung – diputar ulang).
• “Bab Yang Hilang 2”-13 Episode, Sebuah program dokumenter yang
mengangkat mengenai Sejarah Indonesia yang jarang dipublikasikan.
• “Memoar” – 13 episode, cerita tentang profil pelaku sejarah yang
sudah meninggal dunia – ditayangkan di Kompas TV.
• “Jalan Pedang”– 11 episode, Sebuah program dokumenter sejarah
yang mengangkat pemberontakan di Indonesia dari Aceh sampai
Papua.
• “Cerita Indonesia”– 13 episode, Sebuah program yang membahas
tentang perjalanan karir dari seorang seniman Indonesia.
45
• “Jalan Soeharto” – 15 episode, Sebuah program dokumenter sejarah
yang secara khusus membahas tentang perjalanan seorang presiden
Soeharto yang selama 32 tahun menjabat sebagai pemimpin
Indonesia.
e. Dokumenter Jurnalistik
Satu paket video dokumenter semi tutorial yang berisi 5 tema
jurnalisme investigasi - kerjasama dengan LSPP.
• Sejarah Jurnalisme Investigasi di Indonesia.
• Profil Junalis Investigasi.
• Perencanaan Peliputan Investigasi.
• Metode Investigasi.
• Etika dan Hukum dalam Peliputan Investigasi.
f. Dokumenter Bisnis
• “Market Story”–13 episode, sebuah program dokumenter yang
memuat tentang potret pasar-pasar tradisional sebagai sebuah
ekosistem ekonomi dipenjuru Nusantara.
• “Urban Business” – 13 episode, sebuah program dokumenter yang
membahas tentang bisnis urban, wirausaha ,ekonomi kreatif di
Jakarta dan sekitarnya.
• “Klasik” – 13 episode, sebuah program dokumenter yang khusus
mengupas tentang barang atau jasa yang telah ada sejak puluhan
tahun yang lalu, namun masih bertahan hingga saat ini.
g. Company Profile
• Arsip Nasional Republik Indonesia.
• Boehringer Ingelheim.
• Diorama Arsip Nasional.
• JAS – Japan Airline Service.
• PT. Kaltim Pasifik Amoniak.
• Mitrabara
• ICTWatch
46
h. Iklan Layanan Masyarakat
• Iklan Layanan Masyarakat soal Peran Perempuan - Arsip Nasional
Republik Indonesia (ANRI) memperingati “Hari Ibu.”
• Iklan Diorama Arsip Nasional – layanan baru di Gedung Arsip
Nasional yang berupa replika sejarah perjalanan bangsa.
i. 13 (tiga belas) Episode talkshow dengan variasi sisipan mini feature di
Q TV dengan nama “Speak Out!.”
Talkshow yang berjumlah 13 episode ini mengangkat tema-tema
seputarHak Asasi Manusia (HAM) yang dekat dengan kehidupan
masyarakat luas seperti, pendidikan, kesehatan, perumahan, dll.
Talkshow dikemas dengan renyah dan hangat, dalam setiap episode
disisipi paket mini feature berdurasi 2 menit sebanyak dua kali dan
ditambah klip suara-suara masyarakat terkait harapan mereka. Talkshow
dipandu oleh Direktur LBH Jakarta, Asfinawati.
j. DPD RI
Film Dokumenter tentang perbatasan di Indonesia yang berjudul
“Dibatas Merah Putih” sebanyak 3 episode – Kalimantan Timur,
Kalimantan Barat, Papua.
k. Dokumenter Jurnalistik
Satu paket video dokumenter semi tutorial yang berisi 3 tema
jurnalisme investigasi – kerjasama dengan LSPP.
• Pentingnya Anggaran Publik.
• Mekanisme dan Prosedur Penganggaran.
• Titik-Titik Rawan Korupsi Proses Penganggaran Dalam.
l. World Bank
• Pembuatan Video Dokumenter PEACH.
m. International Organization For Migration ( IOM)
• Pembuatan Film Dokumenter Kasus Human Trafficking.
n. International Labour Organization (ILO)
• PembuatanVideo Dokumenter HIV/AIDS.
47
o. TIFA Foundation
• PembuatanVideo Dokumenter Kisah Sukses Paralegal
p. Pamflet
Pembuatan 2 Video Dokumenter sebagai media pembelajaran
Hak Asasi Manusia di Sekolah.
• Video Dokumenter “Rawagede” – SMAAl Azhar Kemang Pratama,
Bekasi.
• Video Dokumenter “Sejarah Depok” – SMAN 5 Depok
B. Suku Marind
1. Papua
Papua adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Australia
dan merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar
daratan Papua masih berupa hutan belantara. Papua merupakan pulau
terbesar kedua di dunia setelah Greenland. Sekitar 47% wilayah pulau
Papua merupakan bagian dari Indonesia, yaitu yang dikenal sebagai
Netherland New Guinea, Irian Barat, West Irian, serta Irian Jaya, dan
akhir-akhir ini dikenal sebagai Papua. Sebagian lainnya dari wilayah pulau
ini adalah wilayah negara Papua New Guinea (Papua Nugini), yaitu bekas
koloni Inggris. Populasi penduduk di antara kedua negara sebetulnya
memiliki kekerabatan etnis, tetapi kemudian dipisahkan oleh sebuah garis
perbatasan.
Papua memiliki luas area sekitar 421.981 kilometer persegi dengan
jumlah populasi penduduk hanya sekitar 2,3 juta. Lebih dari 71% wilayah
Papua merupakan hamparan hutan hujan tropis yang sulit ditembus karena
terdiri atas lembah-lembah yang curam dan pegunungan tinggi, dan
sebagian dari pegunungan tersebut diliputi oleh salju. Perbatasan antara
Indonesia dengan Papua Nugini ditandai dengan 141 garis Bujur
Timur yang memotong pulau Papua dari utara ke selatan.
48
Papua sendiri menggambarkan sejarah masa lalu Indonesia, karena
tercatat bahwa selama abad ke-18 Masehi, para penguasa dari
kerajaan Sriwijaya, yang berpusat di wilayah yang sekarang dikenal
sebagai Palembang, Sumatera Selatan, mengirimkan persembahan
kepada kerajaan Tiongkok. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa
ekor burung Cenderawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman
surga yang merupakan hewan asli dari Papua, yang pada waktu itu dikenal
sebagai ‘Janggi’.
Dalam catatan yang tertulis di dalam kitab Nagarakretagama,
Papua juga termasuk kedalam wilayah kerajaan Majapahit (1293–1520).
Selain tertulis dalam kitab yang merupakan himpunan sejarah yang dibuat
oleh pemerintahan Kerajaan Majapahit tersebut, masuknya Papua kedalam
wilayah kekuasaan Majapahit juga tercantum di dalam kitab Prapanca
yang disusun pada tahun 1365.
Walaupun terdapat kontroversi seputar catatan sejarah tersebut, hal
itu menegaskan bahwa Papua adalah sebagai bagian yang tidak terlepas
dari jaringan kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara yang berada di bawah
kontrol kekuasaan kerajaan Majapahit.
Selama berabad-abad dalam paruh pertama milenium kedua, telah
terjalin hubungan yang intensif antara Papua dengan pulau-pulau lainnya
di Indonesia, yang hubungan tersebut bukan hanya sekadar kontak
perdagangan yang bersifat sporadis antara penduduk Papua dengan orang-
orang yang berasal dari pulau-pulau terdekat.
Selama kurun waktu tersebut, orang-orang dari pulau terdekat yang
kemudian datang dan menjadi bagian dari Indonesia yang modern,
menyatukan berbagai keragaman yang terserak di dalam kawasan Papua.
Hal ini tentunya membutuhkan interaksi yang cukup intens dan waktu
yang tidak sebentar agar para penduduk di Papua bisa belajar bahasa
Melayu sebagai bahasa pengantar, apalagi mengingat keanekaragaman
bahasa yang mereka miliki. Pada tahun 1963, dari sekitar 700.000 populasi
49
penduduk yang ada, 500.000 di antara mereka berbicara dalam 200 macam
bahasa yang berbeda dan tidak dipahami antara satu dengan yang lainnya.
Beragamnya bahasa di antara sedikitnya populasi penduduk
tersebut diakibatkan oleh terbentuknya kelompok-kelompok yang diisolasi
oleh perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya selama berabad-abad
karena kepadatan hutan dan juga jurang yang curam yang sulit untuk
dilalui yang memisahkan mereka. Oleh karena itu, sekarang ini ada 234
bahasa pengantar di Papua, dua dari bahasa kedua tanpa pembicara asli.
Banyak dari bahasa ini hanya digunakan oleh 50 penutur atau kurang.
Beberapa golongan kecil sudah punah, seperti Tandia, yang hanya
digunakan oleh dua pembicara dan Mapia yang hanya digunakan oleh satu
pembicara.
Sekarang ini bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa
Indonesia, yang menjadi bahasa pengantar yang diajarkan di sekolah-
sekolah dan merupakan bahasa di dalam melakukan berbagai transaksi.
Bahasa Indonesia sendiri berasal dari bahasa melayu, versi pasar.
Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Indonesia di Pulau
Papua. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, wilayah ini
dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch
New Guinea). Setelah berada bergabung dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak
tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya
oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport,
nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002.
UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua
mengamanatkan nama provinsi ini untuk diganti menjadi Papua. Pada
tahun 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah
dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah
Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian
baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian
50
menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi
Papua pada saat ini.
Nama Papua Barat (West Papua) masih sering digunakan
oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), suatu gerakan separatis yang ingin
memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri.
Di papua terdiri dari 29 kabupaten yakni : Kabupaten Asmat,
Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Deiyai,
Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jayapura,
Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Keerom, Kabupaten Kepulauan Yapen,
Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten
Mamberamo Tengah, Kabupaten Mappi, Kabupaten Merauke, Kabupaten
Mimike, Kabupaten Nabire, Kabupaten Nduga, Kabupaten Paniai,
Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak
Jaya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Supiori, Kabupaten Tolikara,
Kabupaten Waropen, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Yalimo,
Kabupaten Jayapura.
Jika dilihat dari karakteristik budaya, mata pencaharian dan pola
kehidupannya, penduduk asli Papua itu dapat dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu Papua pegunungan atau pedalaman, dataran tinggi dan Papua
dataran rendah dan pesisir. Pola kepercayaan agama tradisional
masyarakat Papua menyatu dan menyerap ke segala aspek kehidupan,
mereka memiliki suatu pandangan dunia yang integral yang erat kaitannya
satu sama lain antar dunia yang material dan spiritual, yang sekuler dan
sakral dan keduanya berfungsi bersama-sama.Kelompok suku asli di
Papua terdiri dari 25 suku, dengan bahasa yang masing-masing berbeda.
Merauke
Kabupaten Merauke merupakan Kabupaten Paling Timur di
Wilayah Negara Indonesia dan berbatasan langsung dengan Negara
tetangga yaitu Papua New Guine dibagian Timur dan Australia di Bagian
Selatan dengan luas wilayah 45.071 Km2atau hampir sama dengan luas
Pulau Jawa, terletak pada 137’- 141’ BT dan 5’ – 9’ LS. Iklim tropis
51
dengan musim hujan dan kemarau ada batasan yang jelas, musim hujan
antara bulan Nopember s/d April dan Musim Kemarau terjadi pada bulan
Mei s/d Oktober tetapi dengan perubahan iklim saat ini terjadi musim
pancaroba yang bergeser tetapi tidak terlalu signifikan dengan batasan
musim tersebut diatas dengan kelembaban Udara relatif tinggi mencapai
81,2% dan curah hujan menunjukan angka 1.963,0 mm dan hari hujan rata
rata 164 hari
Kondisi geografis Kabupaten Merauke yang sangat luas terdiri dari
dataran rendah yang relatif datar hanya pada bagian tertentu yang ada
perbukitan tetapi ketinggiannya tidak lebih dari 100 meter diatas
permukaan air laut. Dengan suhu berkisar antara 25 s/d 32 ‘ celsius tetapi
pada saat bulan agustus terpengaruh dengan hawa dingin australia
sehingga mencapai 19 ‘C. Selain itu terbentang alur sungai yang luas dan
panjang yang membatasi antara wilayah pemerintahan dan adat antara lain:
Sungai Mboraka, Sungai Bian, Sungai Kumbe dan Sungai Maro serta selat
Mariana yang menghubungkan Pulau Papua dan Pulau Kimaam (Yos
Sudarso), yang tentunya dibutuhkan berbagai upaya pembangunan sarana
transportasi berupa kendaraan air dan sedapat mungkin dibangun jembatan
penghubung sehingga mempermudah dan memperpendek jarak tempuh
dari kampung/desa ke ibukota distrik dan dari ibukota distrik ke ibukota
kabupaten. Namun karena luasnya wilayah dan kondisi geografis yang
cukup menantang sampai saat ini baru terbangun 2 (dua) jembatan yaitu di
Sungai Maro (pinggiran Kota) dan Jembatan Neto yang menghubungkan
Sungai Kumbe namun saat ini jembatan Neto ambruk karena Human Eror/
kelebihan beban pada kendaraan yang melintas pada tahun 2008 yang lalu
dan saat ini alternatif penghubung dengan menggunakan Kapal Mini
(Belang). Padahal untuk memasarkan hasil pertanian jembatan tersebut
sangat berarti dan betul-betul fital.
Kondisi Demografi Kabupaten Merauke merupakan Indonesia Mini
karena penduduk Merauke sudah heterogen dari berbagi etnis yang ada di
Nusantara ini mulai dari suku asli Merauke ( Marind, Jei, Kanum dan
52
Kimaam) juga suku suku lain seperti maluku, Timor, Bugis Makasar,
Menado, Banjar, Dayak, Jawa, Batak dan Aceh juga ada di Merauke ini,
dan hasil pendataan Biro Pusat Statistik dan juga Data Pemerintah
Kabupaten Merauke pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
menunjukan bahwa jumlah Penduduk yang Non Papua lebih besar
mencapai 63 % dari jumlah penduduk kurang lebih185.718 jiwa dan
sebagaian besar adalah suku Jawa. Hal ini disebabkan sejak masa
bergabungnya Irian Barat ke Pangkuan NKRI tahun 1963 sudah ada upaya
Pemerintah mendatangkan Transmigrasi yang ditempatkan pada Pinggiran
Kota Merauke (Sidomulyo, Kumbe dan Kurik). Dan pada masa orde Baru
era Tahun 80-an kembali Program Transmigrasi digalakan dalam rangka
pemerataan penduduk sekaligus mengolah Sumber Daya Alam yang begitu
luas dengan potensi pertanian yang sangat menjanjikan.
Wilayah pemerintahan pada Kabupaten Merauke terdiri dari 20
Distrik (Kecamatan), 8 (delapan) Kelurahan dan 160 (Seratus enam puluh)
Kampung/desa.
Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua,
Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Merauke. Kabupaten ini
adalah kabupaten terluas sekaligus paling timur di Indonesia. Asal mula
nama “Merauke” sebenarnya berasal dari sebuah salah paham yang
dilakukan oleh para pendatang pertama. Ketika para pendatang
menanyakan kepada penduduk asli apa nama sebuah perkampungan,
mereka menjawab “Maro-ke” yang sebenarnya berarti “itu sungai Maro”.
Orang Marind berpikir bahwa sungai maro (yang lebarnya 500 m) lebih
penting dari nama area tempat sebuah hutan yaitu Gandin. Penduduk asli
papua sendiri menyebut area tampak kampung tersebut terletak dengan
nama “Ermasoek”.
Jumlah penduduk Kabupaten Merauke per tanggal 31 Desember
2012, menurut pendataan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
berjumlah 246.852 Jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk laki-laki
mencapai 130.514 Jiwa dan perempuan mencapai 116.338 Jiwa. Jumlah
53
Kepala Keluarga tercatat sebanyak 60.406 KK. Jumlah penduduk
terbanyak terdapat di Distrik Merauke yang jumlahnya mencapai 115.359
Jiwa. Jumlah penduduk terkecil terdapat di Distrik Kaptel dengan jumlah
penduduk sebanyak 1.833 Jiwa.
Penduduk Merauke terdiri dari 17 suku setempat dengan perbedaan
Bahasa dan kebudayaan. Suku-sukunya
2. Sejarah Singkat Suku Marind
Suku asli terbesar yang tinggal di wilayah Merauke adalah suku
Marind, suku ini berada di perbatasan Papua Nugini sampai dengan Pulau
Yos Sudarsa dan seluruh daerah pedalaman sampai di daerah hulu Sungai
Maro, Kumbe, Bian, dan Bulaka, merupakan daerah asal suuku Marind-
anim. Daerah Marind-anim ini jelas terbagi atas jalur pantai dengan bukit-
bukit pasir yang ditumbuhi pohon-pohon kelapa, dan derah pedalaman
dengan rawa-rawa, tempat tumbuhnya pohon-pohon sagu berlimpah. Di
depannya terhampar laut, tempat orang dengan mudah menangkap ikan,
sementara di daerah pedalaman terdapat babi hutan dan wallabi (kanguru
kecil) yang dapat menjadi sasaran buruan.4
Daerah ini mengenal dua musim. Bila angin tenggara bertiup
terjadilah musim kering dan hal itu berarti keadaan penduduk sehat,
bepergian ke mana-mana. Tetapi bila angin barat laut berhembus di
seluruh daerah itu, maka tibalah musim hujan, maka tibalah musim hujan.
Semuanya basah, rawa-rawa tergenang air pasang (sehingga sulit
menangkap ikan atau berburu binatang liar), laut tidak dapat dilayari,
nyamuk malaria meraja lela di mana-mana.
Sebuah kampung (dengan jumlah penduduk sekitar seratus sampai
tujuh ratus orang) dibagi menjadi lingkungan-lingkungan yang dihuni oleh
klen-klen yang berlainan. Setiap kali dapat ditemukan pembagian yang
sama dari dua kelompok utama, masing-masing dengan subkelompok.
Kelompok-kelompok bawah ini terdiri dari klen-klen dan subklen.
4Ngurah Suryawan, “Markus Langgai Mahuze Kondo dan Leluhur Marga Mahuze”,
https://meraukelanguages.org/id/publications/markus-langgai-mahuze-kondo-dan-leluhur-marga-
mahuze/, diakses 24 Juli 2018
54
Begitulah akan dijumpai pada satu pihak Geb-ze (klen kelapa) dan Kei-ze
(klen kasuari) sedang pada pihak lain Da-sami (klen sagu) dan Bragai-ze
(klen buaya) yang di tempatkan berdampingan. Di daerah pantai (kelapa
dan kasuari) yang di tempatkan berhadapan dengan daerah pedalaman
(sagu dan buaya) atau tanah dataran berhadapan dengan rawa-rawa.
Sekurang-kurangnya para anggota kelompok yang memakai nama yang
sama, di berbagai kampung saling membantu satu sama lainnya tetapi
sesekali bukan hanya kelompok-kelompok dengan nama yang sama
melainkan semua orang Marind merasa diri mereka sebagai satu kesatuan.
Kebudayaan orang Marind itu tergolong jenis kebudayaan “kaum
peramu”. Hal ini berarti, seorang Marind bisa langsung menarik
keuntungan dari alam sekelilingnya dan sesama manusia yang hidup
bersama dia. Selalu bisa langsung memenuhi keinginan-keinginannya,
tinggal memetik, menangkap, meramu, memburu, dan menggali.
Marga Mahuze dan sebagian besar marga-marga Suku Marind
Marori lainnya di Kabupaten Merauke sering menyebutkan bahwa
Kampung Kondo adalah Kampung yang bersejarah dan mempunyai arti
penting bagi perkembangan orang-orang Marind Marori. Sejarah
perjalanan moyang dari marga Mahuze cikal bakalnya berawal dari
Kondo. Dari Kondo inilah berawal perjalanan leluhur/moyang marga
Mahuze. Perjalanan moyang Mahuze menuju Merauke dilalui dengan cara
menggunakan perahu. Mereka menyebut perahu tersebut dengan panggilan
Yom. Para moyang mendayung perahu menggunakan dua dayung yang
mereka sebut dengan nama Gaba-gaba. Sesampainya di daratan tersebut
moyang turun meninjak tanah dan berdiri menemukan pohon sagu di
depan mereka. Sejarah perjalanan para moyang marga Mahuze dengan
perahu dan menemukan pohon sagu ituluh yang mendasari kepercayaan
bahwa simbol dari marga Mahuze adalah sagu. Bagi mereka sagu
mempunyai arti penting karena menjadi tanaman yang bersejarah bagi
55
kehidupan para moyang mereka. Sagu bagi marga Mahuze disebut dengan
NgiMoro (pohonsagu).5
Begitu berarti dan bersejarahnya sagu sehingga tempat-tempat sakral
yang menjadi sumber kehidupan dari marga Mahuze di kampong-kampung
adalah dusun sagu yang tersebar di Kampung Wasur. Sagu ini tumbuh di
hutan-hutan yang menjadi tempat dilarang untuk dirusak. Kegunaannya
untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat sehari-hari.
Markus Mahuze mengungkapkan situasi kini di wasur khususnya,
dimana sagu mulai tidak dihargai dalam kehidupan sehari-harinya
masyarakat kampung. Markus Mahuze mengungkapkan bahwa di hutan-
hutan sagu orang Marori dan marga Mahuze khususnya sudah terbakar
meski masih ada sedikit yang tersisa. Yang merusaknya adalah orang
Marori sendiri untuk kepentingan uang, menebang kayu dan merusak
hutan sehingga kering dan menjadi terbakar saat musim kemarau.
Keterikatan/kekeluargaan di dalam darah yang sama, yang di
dalamnya para anggota memandang keseluruhan sebagai jumlah bagian-
bagian. Anggota-anggota membentuk persekutuan, selama semua berperan
serta, sementara di dalam generasi yang sama itu tidak seorangpun boleh
memerintahkan sesuatu kepada orang lain.
C. Sinopsis Film The Mahuzes
Diawali dengan senyuman anak-anak yang tinggal disana, meskipun
kehidupan mereka jauh dari kata layak bagi seseorang yang hidup di
perkotaan dengan mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok. Namun dari
yang dilihat dari film ini, mereka sangat menikmati kehidupannya dengan cara
mereka sendiri tanpa ada rasa beban di wajah mereka yang berada di Distrik
Muting, Merauke dalam Ekspedisi Indonesia Biru.
5 Ngurah Suryawan, “Markus Langgai Mahuze Kondo dan Leluhur Marga Mahuze”,
https://meraukelanguages.org/id/publications/markus-langgai-mahuze-kondo-dan-leluhur-marga-
mahuze/, diakses 24 Juli 2018
56
10 Mei 2015, Presiden RI Joko Widodo mengunjungi tanah Papua
daerah persawahan milik PT Perama Pangan Papua yang luasnya 300 Ha
tepatnya di Distrik Kurik, Marauke. Dalam pidatonya Presiden RI ingin
membuat area persawahan, dimana tanah itu milik rakyat papua dengan luas
1,2 juta Ha dengan target 3 tahun. Papua hendak dijadikan lumbung pangan
dan dan energi dunia berbasis perusahaan (Industri) proyek ini disebut
Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).
Kisah ini tentang orang-orang Malind Deq yang berjuang
memertahankan tanah menghadapi Kelapa Sawit yang memperebutkan tanah
seluas 200.000 Ha. Setiap kepala suku yang menghuni tanah itu sepakat untuk
mempertahankan tanahnya dari ancaman investor yang ingin merusak wilayah
tersebut. Peristiwa ini membuat para suku adat mengadakan perdamaian untuk
mempertahankan tanah adat yang mereka miliki secara turun temurun.
Penduduk Malind gelisah apabila perusahaan menggusur tanah yang mereka
miliki dan tempati sekarang ini akan merusak ekosistem dan kehidupan
mereka, karena hutan ini adalah sumber kehidupan bagi mereka yang tidak
tahu bagaimana jadinya apabila sumber kehidupan itu diratakan oleh
pemerintah dan para investor.
Penduduk Malind tidak setuju dengan adanya ketetapan pemerintah
yang hendak membuat lahan persawahan dengan menggunakan tanah mereka,
karena mereka menganggap tanah itu tidak perlu ditanami padi sebab akan
merusak kehidupan satwa yang ada di hutan yang pastinya akan diratakan
dengan tanah untuk dijadikan lahan persawahan. Selain itu mereka
menganggap kehidupan mereka, kehidupan orang papua tidak memerlukan
padi untuk makan mereka karena dari jaman dahulu mereka sudah
menggunakan sagu sebagai makanan pokok mereka hingga saat ini. Mereka
tidak ingin sagu diganti dengan padi karena proses nya akan lama untuk
dimakan, berbeda dengan sagu yang sudah mereka miliki. Untuk
kelangsungan hidup mereka hingga anak cucu mereka kelak, mereka akan
tetap mempertahankan tanah itu karena itu sudah menjadi budaya yang mesti
dijaga.
57
Kehidupan mereka sangat memperihatinkan setelah adanya perusahaan
industri yang beroperasi di tanah papua. Karena sebelum nya orang orang
pribumi papua merasa damai dengan keadaan alam yang sudah tersedia
dengan berbagai sumber alam yang ada dan dapat mereka manfaatkan untuk
kehidupan mereka lebih baik dibandingkan dengan keadaan yang sekarang ini
sumber alam tersebut tidak dapat mereka temui kembali. Pertemuan para
kepala suku yang membahas mengapa ada tanah yang sudah dipatok
perusahaan, namun tidak menemukan titik temu dan sekali lagi memutuskan
untuk menolak segala macam penggusuran yang dilakukan oleh perusahaan
karena selama kontrak 35 tahun sebelumnya mereka merasa tertindas.
Pada Juli 2015, marga Mahuze melaporkan PT ACP atas kasus
penyerobotan tanah dan pengrusakan hutan adat, Polsek Muting (Merauke)
menerima laporan tersebut namun tidak membuat berita acara pengaduan
perkara. Sebelum film dukumenter ini diproduksi, terdapat pertemuan para
petinggi pemerintahan yang membahas secara lanjut tentang warga papua
untuk menentukan kesejahtraan hidup mereka namun belum menemui titik
terang karena diantara dua kubu pro dan kontra tetap mempertahankan
argumen nya.6
6 Didid Haryadi, “The Mahuzes Manifestasi cultus cargo untuk generasi di Papua.
https://indoprogress.com/2017/02/the-mahuzes-manifestasi-cultus-cargo-untuk-generasi-di-papua/,
di akses 25 Juli 2018
58
58
58
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. KONFLIK AGRARIA DALAM VISUALISASI FILM
Pada pembahasan ini penulis melakukan kajian dengan teknik anlasis
naratif milik Tzvetan Todorov dan Vladimir Propp yang terdiri dari analisis
alur film dan analisis pelaku atau peran para aktor film. Pada alur film, penulis
membaginya menjadi tiga bagian yaitu alur awal, alur tengah, dan alur akhir.
Sementara pada pelaku atau peran para tokoh dalam film penulis membaginya
menjadi delapan bagian yaitu the hero, the villain, the donor, the dispatcher,
the false hero, the helper, the princes, dan the father.
1. Alur Film
Alur film atau bisa juga disebut plot film merupakan urutan peristiwa
dalam sebuah film yang sambung menyambung dan saling melengkapi.
Film The Mahuzes memiliki durasi kesulurahan selama 84 menit dan 59
detik. Sesuai penjelasan di atas, penulis membaginya kedalam tiga bagian
yaitu alur awal pada menit 1:00 hingga menit ke 15:28, alur tengah pada
menit 15:28 hingga menit ke 53:33 , dan alur akhir pada menit 53:33 sampai
menit ke 84:59.
a. Alur Awal
Alur awal merupakan bagian dari sebuah cerita atau film yang
mengantarkan penonton untuk mengikuti alur-alur berikutnya, atau bisa
juga disebut bagian pendahuluan. Film The Mahuzes memiliki dua
adegan pada alur awal yang merupakan gambaran umum dari
kesuluruhan film. Pada alur awal ini, film The Mahuzes menampilkan
data dan fakta terkait permasalahan yang menjadi dasar dari film
tersebut.
1) Adegan Pertama (Pembukaan) (04.43-08.57)
Film The Mahuzes dimulai dengan potret tiga orang anak kecil
yang sedang memperlihatkan hasil buruan orang tuanya berupa
burung serta beberapa aktivitas warga sepeti sedang ingin berangkat
59
berburu dan ada pula yang sedang membersihkan babi yang
merupakan hasil buruan dari hutan. Ada pula seorang ibu-ibu paruh
baya yang sedang membakar sagu untuk dimakan. Lalu dilanjut
dengan sebuah kalimat yang juga merupakan tema besar yang diusung
Watchdoc dalam membuat film-film dokumenter di daerah-daerah
Indonesia, yakni “Ekspedisi Indonesia Biru”
Setelah itu, film ini dibuka dengan hamparan hutan dan
beberapa pemandangan alam yang lainnya serta aktivitas warga yang
sedang menebang pohon sagu di hutan dan mencari ikan di hulu
sungai.
Tak hanya itu, pada prolog ini juga, film The Mahuzes
menunjukan data-data dan fakta menggunakan potongan video yang
dikutip dari Metro TV serta narasi kalimat tentang program kerja
pemerintah yang akan membangun sawah dengan program kerja
bernama MIFEE (Merauke Integreted Food and Energy Estate) di
Merauke, Papua.
Gambar 1. Presiden RI sedang melakukan peninjaun di Distrik Kurik, Merauke
(05:08)
Narasi pertama menyebutkan bahwa sawah pertama di papua
dicetak pada tahun 1954 oleh belanda seluas 96 hektare, butuh waktu
60 tahun (1954-2014) untuk menyetak sawah di papua seluas 43.000
hektare. Pada saat kunjungan presiden RI Joko Widodo tanggal 10
Mei 2015 di distrik Kurik, Merauke. Presiden mengatakan sudah
60
memutuskan akan menyetak sawah 1,2 juta hektare dalam kurun
waktu tiga tahun. 1,2 juta hectare setara dengan seperempat luas
Merauke, padahal sisa lahan hanya ada 500 ribu hectare.
Gambar 2. Prolog Gambaran peyetakan sawah pada masa kolonial belanda
(07:02)
Pada narasi berikutnya disebutkan luas lahan yang sudah
terpakai untuk persawahan seluas 43.000 hektare, dan untuk
perkebunan kelapa sawit seluas 220.000 hektare di merauke, pada
scane ini terlihat perbandingan antara tanah yang sudah tidak ada
pepohonannya dan hutan yang masih lebat pepohonannya.
Gambar 3. Prolog Perbandingan lahan (08:20)
Kemudian, prolog film The Mahuzes ditutup dengan kalimat
“maka orang MALIND menghadapi ancaman baru… kisah ini tentang
orang MALIND DEQ yang mempertahankan tanah menghadapi
KELAPA SAWIT, dengan kisah perebutan tanah 200.000 hektare
61
ini… kita punya gambaran bagaimana dengan 1,2 JUTA hectare.”
narasi menjelaskan bahwa orang Marind Deq sedang menghadapi
masalah baru, dimana tanah mereka akan dijadikan perkebunan sawit
oleh perusahaan sawit
.
Gambar 4. Prolog akhir film The Mahuzes (08:56)
2) Adegan Kedua (Pembukaan) (09.40-27.06)
Adegan kedua dimulai dengan gambar sebuah mini truk yang
bertuliskan MIFEE memasuki kawasan perhutanan. Lalu dilanjut
dengan aktivitas warga di gereja, warga melakukan musyawarah
yang membahas terkait sengketa lahan antara marga Haterop Angga
Munop dengan marga Endom yang dilanjutkan dengan upacara adat
untuk melakukan pelepasan lahan yang diduga sudah dibeli oleh
perusahaan kelapa sawit melalui oknum yang tak bertanggung jawab.
Di sisi lain, pada adegan kedua ini, memperlihatkan petani yang
sedang menanam padi dan beberapa orang yang sedang melakukan
kontrol terhadap perairan untuk irigasi padi. Efraim Seorang petugas
Dinas Pertanian Papua mengatakan bahwa tidak mungkin bisa
mengerjakan percetakan sawah dengan luas 1,2 juta hectare dengan
kurun waktu tiga tahun, menurutnya bahkan lima tahunpun mungkin
masih belum selesai alasannya adalah karena irigasi yang sulit untuk
dilakukan secara merata. Selain masalah irigasi, masalah tenaga kerja
untuk percetakan sawahpun disebutnya, sebab banyak yang mengurus
sawah hanya mengurus miliknya pribadi dan kalau warga asli tidak
62
banyak dan hampir jarang bisa ditemui yang dapat bertani atau
bercocok tanam. Untuk mencari buruhpun sudah sangat susah.
Dan masuk ke desa Muting dimana banyak masyarakat yang
masih memakan sagu sebagai bahan pokok pangan, mereka berasumsi
memakan sagu tidak sesulit memakan nasi dimana warga harus
menanam padi terlebih dahulu lalu merawat baru dapat memanen
yang memakan waktu kurang lebih enam bulan untuk memanen padi
tersebut, sedangkan sagu tidak perlu menanam lagi karena sagu selalu
tersedia di alam.
Gambar 5. Penjelasan mengapa orang Marind Deq tetap memilih sagu sebagai
bahan pangan pokok (22:15)
Sebelumnya pemerintah lokal telah memberikan bibit padi
kepada masyarakat muting secara cuma-cuma namun meraka tidak
dibekali bagaimana cara menanam padi yang baik dan benar, dan
bagaimana agar padi tidak diserang hama atau apapun itu. Mereka
hanya diberikan bibit lalu ditinggalkan begitu saja, sehingga mereka
akhirnya kembali ke sagu sebagai makanan pokok mereka. “kita tidak
bisa tanam padi, dorang hanya memberikan bibitnya saja lalu pergi
tanpa memberi tahu bagaimana caranya menanam padi, lagipula
hanya orang transmigran saja yang bisa bercocok tanam dorang asli
63
suku ini tidak, kami makan yang sudah disediakan oleh alam punya”
kata Darius Nenob, orang Marind.1
Banyak marga lain yang sudah menjual tanah mereka, dan hutan
adat mereka kepada pihak perusahaan kelapa sawit untuk
mendapatkan untung, tapi suku Mahuzes tetap mempertahankan hutan
adat mereka, terutama hutan sagu sebagai bahan pangan pokok.
Selain hutan yang dirusak oleh pengelola kelapa sawit, sungai
pun ikut tercemar akibat limbah kelapa sawit, banyak ikan yang sudah
tidak dapat lagi hidup diperairan sungai yang sudah tercemar, dan air
sungaipun sudah tidak dapat diminum seperti sedia kala karena airnya
keruh dan berbau. Selain membuat tidak adanya ikan di sungai, hal ini
juga menyebabkan burung yang sering orang Malind Deq buru juga
mulai tidak ada, karena ikan yang burung tersebut makan sudah tidak
adalagi di sungai. Limbah pabrik ini merusak ekosistem yang ada di
sekitaran sungai, bukan hanya di sungai saja.
b. Alur Tengah
Alur tengah merupakan inti dari sebuah film, alur tengah juga
merupakan rangkaian dari tahapan-tahapan yang membentuk seluruh
proses narasi. Pada bagian ini mulai muncul konflik, yang merupakan
pengembangan dari situasi awal di bagian pendahuluan dan semua
cerita biasanya terfokus pada bagian ini. Alur tengah pada film ini
dibagi kedalam beberapa adegan, berikut penjelasannya.
1) Adegan pertama (32.05-40-16)
Adegan pertama dari alur tengah ini dibuka dengan gambaran
kontradiksi antara warga dengan oknum warga yang telah
melakukan persetujuan lahannya diambil oleh PT. APM (Agrinusa
Persada Mulia) AMS Plantation (Grup Ganda) 40.000 hektare
sebuah perusahaan kelapa sawit tanpa seizin warga yang lainnya,
1 Scane film The Mahuzes menit 24:11
64
ada oknum yang berkhianat menjual tanah marga ke perusahaan
kelapa sawit demi keuntungan diri sendiri semata.
Gambar 6. Perusahaan yang membeli tanah suku marind dan telah menjadikan
kebun kelapa sawit (34:56)
Skema bagi hasil antara perusahaan dan warga pemilik tanah
adalah 80:20, dan tidak ada penjelasan terkait skema tersebut. para
warga marga berfikir jika 20% itu hanya untuk sesaat saja, lama
kelamaan warga akan dimintai pajak juga jadi terkait skema ini
warga tetap akan dirugikan.
Gambar 7. Skema bagi hasil antara perusahaan dengan warga (36:01)
Beberapa warga geram dan terjadi adu argument terhadap
warga yang diduga menjadi oknum dan telah menandatangani
65
kontrak tersebut dan menyetujuinya penggusuran hutan untuk
keperluan perkebunan kelapa sawit.
Gambar 8. Salah satu warga curiga dengan warga lain yang diduga menjadi oknum
yang bertemu dengan pihak kealapa sawit (38:11)
Bukan hanya tanah milik pribadi yang dijual melainkan tanah
milik suku marind dimana memang tanah tersebut tanah milik
bersama dan merupakan hutan adat.
Gambar 9. Salah satu ketegangan yang terjadi anatar warga (38:58)
Selain skema bagi hasil 80:20 perusahaan juga akan
menempati lahan tersebut selama 35 tahun dengan skema seperti
tersebut di atas. “Nol tahun saja kita sudah merasakan bagaimana
dampaknya terhadap kita, itu baru nol tahun belum ada satu tahun,
bagaimana kalau sampai 35 tahun bagaimana anak cucu dorang
66
nanti”2 salah seorang warga yang geram dengan skema perusahaan
kelapa sawit.
Gambar 10. Salah seorang warga yang menjelaskan lamanya kontrak
perusahaan (39:48)
Pada hasil rapat hari itu warga telah memutuskan untuk menolak
segala macam pemberian uang, ataupun hal apapun yang berbau
materi dan non-materi, hal ini sudah disepakati oleh semua warga
Marind Deq, namun perjuangan mereka baru dimulai.
2) Adegan Kedua (40.18-49.10)
Adegan ini dimulai dengan keberangkatan para warga marga
Mahuzes yang membawa beberapa perlengkapan untuk mematok
tanah ke dalam hutan yang sedang diratakan oleh petugas perkebunan
kelapa sawit.
Gambar 11. Para warga membawa perlengkapan untuk memasang patok tanah
(40:28)
2 Scane dalam film The Mahuzes (39:48)
67
Warga suku Marind sangat geram ketika melihat hutan sudah
banyak yang tidak ada pohonnya lagi. Bagi mereka hutan itu adalah
hutan kramat yang sudah ada sejak zaman nenek moyang ada, salah
satu bentuk ketegangan terluap ketika bertemu dengan beberapa
petugas dan menjelaskan bahwa sebelumnya warga sudah memasang
pembatas wilayah namun malah dicabut lagi “kami sudah palang
pertama kali secara adat kami itu tidak boleh dibbongkar, baiknya
adik bawa ini alat keluar3” kata Agustinus Mahuze Kepala Suku
Marind.
Gambar 12. Agustinus Mahuze orang Marind yang sedang meminta kepada
petugas untuk mengeluarakan alat berat itu dari hutan (41:45)
Warga mahuze berfikir jika lahan ini ditanami hanya dengan
kelapa sawit, kelak apa yang akan anak cucu mereka lakukan
kedepannya “kami khususnya marga mahuze berpikir nanti anak cucu
kami akan bagaimana hidupnya, iya kalau ada yang jadi pegawai
kalau tidak bagaimana mereka akan makan, dan bertahan hidup. Kami
menganggap tanah itu seperti rahim mama yang dapat memberikan
kehidupan bagi anak-anaknya4” ungkap Agustinus Mahuze.
3 Scane dalm film The Mahuze (41:30) 4 Scane dalam film The Mahuze (47:26)
68
Gambar 13. Sepasang anak kecil yang sedang digendong melewati hutan yang
sudah teratakan oleh tanah (45:38)
3) Adegan Ketiga (49.20-51.16)
Adegan ketiga dimulai dengan berkumpulnya kembali para
warga setelah berpencar melihat keadaan hutan. Menurut salah satu
warga mahuze yang telah melihat keadaan di dalam hutan sudah
banyak tumbuhan yang ditumbangkan bahkan banyak pohon besar
yang sudah tumbang, akibatnya ada salah satu warga yang geram dan
mengatakan tidak membuka tangan untuk perusahaan manapun “ini
tanah marga, kita tidak membuka tangan untuk perusahaan masuk!!5”
Setelah berkumpulnya warga lalu warga membuat patok/tanda
agar para alat berat itu tidak masuk lagi ke dalam hutan, dan tambah
merusak hutan.
Gambar 14. Pembuatan patok dan papan isi keberatan warga terhadap pihak
perusahaan kelapa sawit (50:02)
5 Scane dalam film The Mahuze (49:10)
69
Pada saat ritual pembuatan patok terlihat beberapa warga
membawa daun nyiur sebagai pelengkap upacara adat atas berdirinya
patok tersebut. Pada saat perjalanan menuju hutan lain Nampak patok
warga lain yang sudah berdiri di hutan yang lain.
Gambar 15. Salah satu bentuk protes warga juga terhadap perusahaan kelapa sawit
(51:11)
Sesampainya di hutan yang lain lalu warga melepaskan patok-
patok yang perusahaan kelapa sawit pasangkan, dan sutradara
menemukan beberapa pekerja yang notabennya orang jawa menuju ke
dalam hutan.
4) Adegan Keempat (51.53-57-14)
Selepas dari hutan beberapa warga langsung menyambangi PT.
ACP guna meminta kejelasan atas tanah mereka, dan dalam
pertemuan yang dilakukan pada tanggal 22 Juni 2015 itu terungkap,
praktik penguasaan tanah tanpa persetujuan seluruh marga.
Setelah bertemu dengan orang-orang PT. ACP wargapun
langsung melaju ke rumah Max Mahuze salah satu tokoh masyarakat
yang ditertuakan. Disana Darius Nenob menjelaskan bahwa PT. ACP
sudah mendapatkan persetujuan dari beberapa warga dan mereka
menunjukkan surat yang sudah ditanda tangani oleh beberapa petinggi
marga termasuk tanda tangan Darius Nenob yang sebenarnya dia
tidak pernah menandatangani apapun. Setelah dijelaskan atas apa
yang terjadi lalu PT. ACP meminta ganti rugi atas uang yang sudah
70
diberikan kepada salah satu oknum yang sudah menerima uang dari
mereka, dan Darius Nenob menjelaskan akan membawa kembali lagi
uang yang sudah mereka berikan kepada salah satu oknum tersebut.
Gambar 16. Rapat yang diadakan dikediaman Max Mahuze (55:41)
c. Alur Akhir
Alur akhir merupakan bagian penutup, pada bagian ini konflik-
konflik yang muncul pada alur tengah bagian perkembangan biasanya
diselesaikan atau ditemukan bagian perkembangan biasanya
diselesaikan atau ditemukan benang merah masalahnya juga
ditemukan jalan keluarnya. Tetapi bisa juga diberikan tambahan
adegan yang kemudian digantungkan untuk memulai adegan baru
dalam sekuel film selanjutnya atau dibiarkan seperti itu agar para
penonton yang menyimpulkan sendiri. Alur akhir pada film ini dibagi
menjadi beberapa part, berikut penjelasannya.
1) Adegan Pertama
Adegan pertama pada alur akhir ini dimulai dengan gambaran
hamparan hutan dan rawa-rawa. Dan dilanjutkan dengan darius
nenob, agustinus mahuze dan beberapa warga mahuze pergi ke
dalam hutan yang beberapa hari lalu sudah ditancapkan patok dan
papan larangan untuk perusahaan kelapa sawit agar tidak memasuki
hutan tersebut, namun yang ditemukan oleh Darius Nenob beserta
warga lainnya ialah kerusakan dari papan dan patok yang mereka
tancapkan sudah tak tertancap lagi.
71
Pada tanggal 30 juni 2015 delapan hari setelah kesepakatan
dengan PT. ACP, Darius Nenob menemukan patok dan papan
larangan yang sudah ditancap dibongkar oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab. Beberapa warga mengecam hal tersebut dan
mengatakan mereka yang mempunyai ha katas tanah ini “ini tanah
kita punya hak, kalo perlu mati kita mati di tanah ini, karena tanah
ini seperti mama, kita hidup, makan minum dengan tanah ini dan
tanah ini milik kita. Itu hanya orang pendatang, mereka hanya
datang, hanya merusak hanya mencari uang saja6”. Tegas darius
nenob dan beberapa warga lainnya.
Lalu adegan sealanjutnya masih berlatarkan di dalam hutan, kali
ini Darius Nenob dengan warga yang lainnya menemukan pohon
besar yang sudah ditebang dan sedang dipotong-potong dan ada
bebera warga yang mengatakan bahwa aksi para perusak lingkungan
itu ditemani oleh kepolisian pemerintah, “kalo militer yang
menemani sama saja mereka berpihak kepada mereka, itu sama saja
seperti pagar makan tanaman. Militer itu tugasnya mengawasi dan
melindungi rakyat yang ada di tempat bukan datang untuk menjaga
perusahaan atau mengawasi perusahaan7”.
Ada penambahan penjelasan dari warga lain yang memperkuat
argument bahwa militer dan polisi tidak membela mereka “saat itu
datang bersama mereka dua mobil bacaannya security ada mungkin
duabelas orang, trus kemudian ada anggota kepolisian ada satu
termasuk pa halim anggota polisi juga dengan anggota kopasus juga,
mereka menanyakan kepada dorang papan tulisan yang bertuliskan
intimidasi itu siapa yang tulis ? lalu dorang jawab itu marga yang
tulis8” tanggas seorang warga yang pada saat itu bertemu dengan
satuan polisi dan kopasus.
6 Scane dalam film The Mahuze (60:01) 7 Scane dalam film The Mahuze (60:02) 8 Scane dalam film The Mahuze (60:04)
72
Bukan hanya merusak patok namun kepolisian juga tidak
menggubris laporan para warga yang melaporkan PT ACP atas kasus
penyerobotan tanah dan pengrusakan hutan adat yang sudah dibuat
oleh warga pada bulan juli.
Gambar 17. narasi penjelasan yang dibuat ooleh kreatoar film untuk menjelaskan laporan
warga terkait PT ACP (60:11)
Setelah adanya kekecewaan warga kareana patok yang dibuat
terus saja dirusak oleh oknum aparatur negara dan beberapa oknum
lainnya, mereka pun mendatangi hutan suci dan memanggil roh
nenek moyang dan mengubur kepala babi sebagai tanda
persembahan untuk roh nenek moyang dan menjadi patok yang
dipercai jika ada yang merusak patok tersebut akan terkena sial.
2) Adegan kedua
Adegan kedua pada alur terakhir ini menggambarkan keramahan
suku mahuze kepada suku yang lainnya, dan mereka juga
menghormati semua suku yang ada di tanah mereka. Selain
menggambarkan keramahan dalam adegan ini juga memperlihatkan
betapa pentingnya hutan dan pohoon sagu bagi mereke “jadi kami
tidak susah, tidak akan mati dengan makan sagu, padi itu terlalu
lama, kalo hari ini kami tangkur bisa tahan buat enam bulan, kalo
padi tidak, jadi memang kalo hutan ini habis sudah habis semua,
hutan habis kita juga habis9” tangkas Darius Nenob.
9 Scane dalam film The Mahuze (60:10)
73
Gambar 18. Makanan pokok Suku Marind yang sudah ada sejak nenek moyang dating
(60:10)
3) Adegan Ketiga
Adegan ketiga dari alur akhir ini merupakan penutup. Film ini di
tutup dengan adegan yang menggantung. Dimulai dengan adegan
sutradara mewawancarai agus mahuze salah satu orang marind yang
bermarga mahuze. Alasan mereka mempertahankan tanah mereka
adalah untuk anak cucu mereka nanti, mereka takut jika tanah itu
dijual anak dan cucu mereka tidak dapat menikmati kehidupan yang
dijalani seperti orang sebelum mereka dan marga mahuze juga sudah
banyak belajar dari luar, dimana mereka melihat yang mempunyai
lahan justru semakin menderita hidupnya jika tanah mereka di jual.
“kami marga mahuze memikirkan anak cucu kami kelak, jika kami
punya tanah lalu kami jual sekarang nanti anak cucu dorang akan
makan apa, lalu kami sudah banyak menyaksikan setelah mereka
jual lahan bukan makin makmur justru mereka semakin
menderita10”.
Dalam adegan terakhir ini sutradara menenjukkan waktu sepekan
sebelum pengambilan gambar untuk film ini diambil, terdapat
beberapa tokoh masyarakat yg turut hadir dalam rapat yang
membahas tentang pro kontra program pemerintah MIFEE tersebut.
Dalam film ini sutradara membuat dengan menggunakan alur maju
10 Scane dalam film The Mahuze (60:13)
74
mundur (flashback), namun dalam film ini movie maker ingin
menunjukkan bahwasanya birokrasi terkait program pemerintah
MIFEE ini sebenarnya belum selesai, namun beberapa pihak sudah
menjalankan program ini seperti yang di alami suku Marind orang
Mahuze.
Gambar 19. Salah satu bentuk aksi penolakan warga dengan menandatangani petisi
(60:13)
2. Pelaku
Dalam film ini sutradara memunculkan beberapa tokoh yang membantu
jalannya cerita. Tak hanya menjadi pemeran utama dalam film ini tokoh-
tokoh itu juga memegang peranan penting di kehidupan nyata serta
termasuk orang-orang yang berpengaruh di masyarakat. Pelaku-pelaku
dalam film ini kemudia akan penulis jabarkan seperti yang dikemukakan
oleh Propp dengan delapan tokohnya. Tokoh-tokoh tersebut yaitu:
a. The Hero
The Hero merupakan tokoh pahlawan yang ditampilkan untuk
selalu benar dan akan selalu ada di setiap film11. Dalam film ini ada
beberapa tokoh yang ditempilkan sebagai The Hero yaitu Darius Nenob
yang merupakan kepala suku Mandobo, dan salah satu suku Marind’
yaitu Agustinus Mahuze. Mereka merupakan sosok penting dalam
menyuarakan penolakan penggunaan lahan oleh PT ACP (Agriprima
Cipta Persada).
11 Eriyanto, Analisis Naratif Dasar-Dasar dan Penerapannya Dalam Analisis Teks Berita
Media, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2013, Hal 72
75
Pertama Darius Nenob, ia ditampilkan sebagai orang yang
sangat menantang PT ACP yang ingin membeli tanah suku Marind
orang Mahuze. Darius selalu menjadi perwakilan orang Mahuze untuk
melakukan audiensi ke PT ACP namun, PT ACP tidak
mengindakahkan apa yang Darius dan para warga katakan. Selain
berperan aktiv dalam menyuarakan aspirasi waga Marind ia juga sangat
menentang penggundulan lahan yang dilakukan oleh PT ACP untuk
menanam kelapa sawit.
Dibeberapa adegan, Darius juga ditampilkan sebagai sosok
yang sederhana, dan ia terlihat sangat menikmati makanan pokok orang
papua yaitu sagu. Darius sangat mengecam PT ACP karena tanah yang
mereka ingin tanami kelapa sawit merupakan tanah ulayat12, dan tanah
dimana makanan pokok mereka tumbuh. Darius juga aktiv dalam
diskusi diskusi yang dilakukan oleh marga untuk membahas terkait
kebijakan yang dilakukan oleh PT ACP.
Agustinus salah satu suku Marind marga Mahuze, ia juga aktiv
dalam menyuarakan perlawanan terhadap PT ACP. Di dalam film ini
agustinus banyak muncul dibeberapa adegan. Agustinus ditampilkan
sebagai seorang yang sederhana dan mempunyai pemikiran yang maju
kedepan, hal ini dibuktikan ketika ia mengatakan bahwa ia harus
menjaga hutan ini untuk anak cucu mereka nanti “tanah disini harus
dipertahankan untuk anak cucu kita kelak, karena jika bukan kita yang
mempertahankannya nanti anak cucu kita akan makan dengan apa,
akan cari kayu dimana, akan berburu dimana”
Selain sederhana ia juga selalu menjadi orang yang selalu
mengambil keputusan, kareana sebagai sekertaris marga jika ketua
tidak ada maka sekertaris yang mengambil alih. Dalam hal ini banyak
yangsudah agustinus putuskan, contohnya seperti keputusan penolakan
12 Tanah ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hokum adat yang
bersangkutan.
76
terhadap PT ACP “jadi hasil rapat kita malam ini tolak investor
manapun”.
b. The Villain
Karakter ini adalah orang atau sosok yang membentuk
komplikasi atau konflik dalam narasi. Situasi yang normal berubah
menjadi tidak normal dan berujung pada terjadinya konflik dengan
hadirnya penjahat.13 Dalam film ini, PT Agriprima Cipta Persada
dimunculkan sebagai musuh dari para warga marga Mahuze. PT
Agriprima Cipta Persada ditampilkan sebagai perusahaan yang arogan
dan tak peduli akan kehidupan warga marga Mahuze dan alam sekitar.
Padahal sumber daya alam tersebut merupakan makanan pokok bagi
marga Mahuze dan marga yang lainnya.
Tak hanya itu PT Agriprima Cipta Persada juga tidak
mengindahkan tradisi yang ada di distrik muting itu sendiri, contohnya
seperti mereka merusak patok yang sudah dibuat oleh para anggota
marga dengan ritual yang sudah dijalankan secara turun menurun.
Selain digambarkan jahat, dalam film ini PT Agriprima Cipta Persada
juga digambarakn perusahaan yang licik. Hal tersebut dikatakan oleh
Gervas salah satu anggota marga, ia mengatakan bahwa PT Agriprima
Cipta Persada melakukan kecurangan dengan membawa beberapa
orang anggota marga yang tidak diketahui oknum anggota tersebut itu
siapa untuk dibawa ke Jakarta dan mendatangani surat pembebasan
lahan milih marga Mahuze.
c. The Donor
The Donor merupakan karakter yang memberikan sesuatu pada
pahlawan, biasa berupa senjata, informasi atau nasihat, kekuatan
supranatural, dimana pertolongan atau pemberian tersebut bisa
membantu pahlawan dalam menyelesaikan masalah pada cerita.14
13 Eriyanto, Analisis Naratif Dasar-Dasar dan Penerapannya Dalam Analisis Teks Berita
Media, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2013, Hal 72 14 Ibid.
77
Dalam hal ini ada dua tokoh yang merupakan tokoh pemuka
agama dan tokoh adat yang ditertuakan yaitu, Nico Rumbayan dan
Max Mahuze. Nico Rumbayan adalah seorang tokoh agama Kristen
yang disegani oleh anggota marga dan selalu dapat memberikan
jawaban pilihan bijak apa yang harus marga lakukan.
Dalam beberapa adegan Nico Rumbayaran digambarkan
sebagai tokoh yang baik, bijaksana, dan taat kepada Tuhan. Nico juga
dapat menjadi mediator antara beberapa marga yang sempat berubatan
lahan marga. Saat itu nico mendamaikan kedua belah pihak marga dan
mengajak mereka untuk berdamai, dan melaksanakan upacara adat.
Max Mahuze merupakan tokoh yang dihormati oleh para
anggota marga Mahuze. Hal ini dibuktikan ketika para anggota marga
pulang dari audiensi dengan PT Agriprima Cipta Persada mereka
melaju ke rumah Max Mahuze untuk mengadakan pertemuan dan
berdiskusi terkait hasil audiensi tersebut, dan max memberikan nasihat
serta memberikan perintah untuk para marga berkumpul dan
mengdakan acara untuk mempererat hubungan antara marga agar tidak
terjadi kesalah pahaman dan melakukan pengunpulan petisi yang
tertuliskan bahwa seluruh anggota marga Mahuze menolak
penggusuran tanah yang akan dilakukan oleh PT Agriprima Cipta
Persada, dan penggusuran hutan adat juga. Pada saat berkumpul Max
memberikan nasihat pada seluruh anggota marga agara tidak merusak
tali persaudaraan antara marga “jangan hanya karena air setitik rusak
susu sebenglana, jangan hanya karena uang beberapa ratus ribu kita
dorang bertikai dengan sesame marga, jangan seperti itu. Itu yang
diinginkan oleh para investor agar kita dorang tidak bersaudara lalu
mereka bias ambil kita punya tanah”.
d. The Dispatcher
The Dispatcher merupakan tokoh yang muncul untuk
memberiksn petunjuk kepada pahlawan.15 Dalam film ini sosok The
15 Eriyanto, Analisis Naratif Dasar-Dasar dan Penerapannya Dalam Analisis Teks Berita
Media, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2013, Hal 72
78
Dispatcher atau seseorang yang muncul untuk memberikan petunjuk
untuk pahlawan tidak ada.
e. The False Hero
The False Hero melrupakan tokoh yang diasumsikan sebagai
pahlawan tapi ternyata bukan.16 Dalam film ini memang tidak
ditunjukkan sosok The False Hero ini namun, dalam beberapa dialog
tersebut nama bapa Halim yang merupakan anggota kepolisian, ia
bukannya membela rakyat dalam melawan PT Agriprima Cipta
Persada justru ia malah merusak beberapa patok yang telah dibuat
oleh para marga Mahuze dan membantu keamanan para pekerja PT
Agriprima Cipta Persada dalam menebang pohon-pohon dihutan.
Selain Bapak Halim ada beberapa marinir juga yang membantu pa
Halim untuk mengawal pengerjaan PT Agriprima Cipta Persada.
f. The Helper
The Helper merupakan karakter yang membantu pahlawan
secara langsung dalam mengalahkan penjahat.17 Dalam film ini ada
seseorang yang selalu ikut Agustinus Mahuze atau Darius Nenob yaitu
Gibze Mahuze. Ia juga turut membantu proses audiensi Darius Nenob
dengan PT Agriprima Cipta Persada, selain itu pada saat berjalannya
rapat marga gibze juga mengatakan bahwa pengkhianat yang
menandatangi hal itu adalah anggota marga juga dan ia mengatakan
bahwa oknum tersebut terbang ke Jakarta untuk menandatangani
pembebasan tanah milik marga mahuze “dorang tau kamu itu beberapa
kali pergi ke kantor PT Agriprima Cipta Persada untuk apa ? kamu jual
setelah itu kamu ingin kemanakan kami kami dorang ini”.
g. The Princess
The Princess merupakan tokoh yang dimunculkan untuk
menjadi pendamping pahlawan.18 Biasanya seorang puteri
membutuhkan pahlawan untuk menjaganya dari kejahatan musuh.
16 Eriyanto, Analisis Naratif Dasar-Dasar dan Penerapannya Dalam Analisis Teks Berita
Media, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2013, Hal 72 17 Ibid. 18 Ibid.
79
Dalam film ini, tidak dimunculkan seorang puteri atau tokoh
pendukung yang berperan layaknya seorang puteri.
h. The Father
The Father merupakan sosok seorang raja dalam sebuah film
yang biasanya mempunyai anak seorang puteri.19 Dalam film ini sosok
The Father atau seseorang yang berperan layaknya seorang raja tidak
dimunculkan.
Pada film ini sutradara menggunakan alur campuran atau yang dikenal
juga dengan nama alur flashback jadi film ini tidak melulu menggunakan alur
yang maju, namun ada beberapa bagian yang mulanya beralur maju lalu
dipertengahan ditarik untuk mundur kembali. Dan juga tidak semua
penokohan dalam teori Vladimir Prop ada dalam film ini, ada beberapa
karakter tokoh seperti the princess dan the father tidak ada dalam film ini.
B. FILM SEBAGAI MEDIUM ADVOKASI KONFLIK
Pada tahap ini penulis melakukan penjelasan dan pembahasan
berdasarkan analisis yang peneliti lakukan sebelumnya. Dalam hal ini ada tiga
bagian yang penulis uraikan yaitu alur film, tokoh film, dan konflik agraria
yang terjadi dalam film tersebut.
1. Alur Film
Seperti yang penulis paparkan sebelumnya, alur film pada film The
Mahuzes dibagi ke dalam tiga alur yaitu alur awal, tengah, dan akhir. Alur
tersebut memiliki adegan masing-masing yang saling berhubungan namun
memiliki muatan dan fungsi yang berbeda. Berikut penjelasannya.
a. Alur Awal
Alur awal merupakan prolog atau pendahuluan yang menuntun
para penonton untuk menyaksikan film sampai selesai. Pada alur awal
ini sang sutradara menyajikan adegan-adegan dengan pemandangan
hutan beserta anak-anak yang disertai dengan data dan fakta terkait
19 Eriyanto, Analisis Naratif Dasar-Dasar dan Penerapannya Dalam Analisis Teks Berita
Media, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2013, Hal 72
80
konflik yang terjadi akibat adanya program pemerintah MIFEE dan
spesifikasi film ini menyugukan konflik yang terjadi antara warga
Mahuze dan PT ACP (Agriprima Cipta Persada).
Seperti halnya berita, alur awal film The Mahuzes bias dikatakan
lead atau teras berita. Lead sendiri merupakan kalimat yang menjadi
bagian terpenting dari sebuah berita sehingga menempati alinea
pertama dalam sebuah berita.20
Dalam alur awal film ini, sutradara menyajikan secara ringkas
fakta dan data mengenai kronologi terjadinya konflik antara warga
Mahuzes dan PT Agriprima Cipta Persada. Jika mengacu pada
penulisan berita, maka lead yang digunakan oleh sang sutradara adalah
summary lead, yaitu lead yang berisi ringkasan singkat tentang inti
dari sebuah kejadian. Lead jenis ini biasa dipakai untuk berita singkat
seperti staright news ataupun flash news. Lead jenis ini juga
menyajikan unsur siapa, apa, di mana, kenapa, kapan, dan bagaimana
secara singkat.21
Seperti halnya berita, agar menarik minat orang untuk
membacanya, maka lead harus dibuat sebaik, dan sebagus mungkin.
Tentu saja bukan sekedar polesan untuk mempercantik tulisan, tapi
harus berdasarkan data dan fakta juga berdasarkan kemampuan
mengolah kata dan kalimat menjadi satu kesatuan sehingga dapat
merangsang orang untuk membacanya.
Dalam hal ini, sutradara terbukti mampu membuat alur awal
(prolog) dalam film The Mahuzes secara menarik. Ia memadukan
potongan dokumentasi metro tv pada tanggal 10 Mei 2015 Presiden RI
Joko Widodo yang sedang berkunjung ke distrik Kurik, Merauke untuk
mulai membuka program MIFEE yang kemudian disisipi dengan data
dan fakta melalui narasi kalimat.
20 Djuraid, N Husnun, Panduan Menulis Berita (Pengalaman Lapangan Seorang
Wartawan) Malang: UMM Press. 2012. Hal. 76 21 Abdul Chaer. Bahasa Jurnalistik. (Jakarta: Rineka Cipta. 2010.) Hal. 43
81
Meski alur awalnya sama dengan lead, film The Mahuzes tetaplah
film dan bukan berita. Karena sebuah novel atau drama atau hamper
semua cerita yang bukan tulisan berita, pada umumnya memulai
ceritanya dengan seting cerita atau latar belakang jalannya cerita,
kemudia berkembang menuju klimaks. Sedangkan berita, tidak
demikian, ia menggunakan struktur yang sebaliknya.22
b. Alur Tengah
Alur tengah merupakan inti atau isi dari sebuah cerita. Pada alur
tengah tentang film The Mahuzes, suttradara lebih menonjolkan
kehidupan orang orang Suku Marind orang Mahuzes khususnya.
Kemudian sutradara juga memunculkan beberapa adegan orang
Mahuzes yang selalu mengadakan rapat untuk mengambil keputusan
yang mufakat untuk melawan PT Agriprima Cipta Persada. Sementara
konflik fisik yang dimunculkan pada alur tengah ini hanya adegan
penanaman patok penolakan warga Mahuzes yang tidak ingin tanah
yang sudah ada sejak dulu diambil alih oleh PT Agriprima Cipta
Persada untuk perkebunan kelapa sawit.
Secara garis besar, alur tengah film The Mahuzes lebih banyak
menyoroti kehidupan warga Mahuzes. Hal itu ditunjukan dari
banyaknya durasi yang tayang warga Mahuzes yang ditampilkan oleh
sutradara. Selain orang Mahuzes, kehidupan marga lainpun
ditampilkan namun tak sebanyak warga Mahuzes. Sedangkan pihak
yang berlawanan, dalam hal ini PT Agriprima Cipta Persada tidak
ditampilkan sama sekali oleh sutradara. Dalam bentuk adegan maupun
wawancara.
Hal tersebut tentu bertolak belakang dengan prinsip dasar
jurnalistik yaitu cover both side atau berimbang atau
ketidakberpihakan. Seperti yang tercantum dalam Pedoman Perilaku
22 Hikmat Kusumaningkrat & Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori & Praktik.
(Bandung : Ramaja Rosdakarya. 2009). Hal. 126
82
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tahun 2012 BAB
XVIII tentang Prinsip-prinsip Jurnalistik pasal 22 ayat 2 disebutkan:
“Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip
jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk,
tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan
opini pribadi, tidak menonjolkan unsur sadistis, tidak
mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, serta tidak
membuat berita bohong, fitnah, dan cabul.”23
Jika mengacu pada ayat di atas, maka dalam menyajikan isu-isu
kontroversial yang menyangkut kepentingan publik, stasiun penyiaran
harus menyajikan berita, fakta, dan opini secara objektif dan
berimbang. Oleh sebab itu, cover both side merupakan suatu
keharusan, jika tidak maka siaran yang disajikan tersebut akan
kehilangan kredibilitasnya.
Terkait isi film yang lebih menonjolkan keidupan orang Mahuzes
ini sutradara film The Mahuzes Dhandi Laksono menjelaskan sebagai
berikut:
“sebenarnya awal mula ke merauke ini hanya ingin membuat
beberapa scane untuk film Asymetris salah satu film yang kami angkat
isunya terkait kelapa sawit, tapi ketika kami dalami lagi kasus yang
ada di merauke ini kami memutuskan harus dijadikan menjadi satu
film dimana isunya ini adalah terkait program pemerintah yaitu
MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate), dan memang
permasalahan yang mereka hadapi sangat kompleks.”24
Dhandy juga menjelaskan kenapa warga Mahuzes yang menjadi
objek utama atau pemeran utama dalam film ini, menurutnya, marga
Mahuzes adalah salah satu marga dalam suku Marind yang belum
menjual tanahnya kepada pemilik perusahaan sama sekali, sedangkan
23 Buku Pedoman Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tahun
2012. 24 Wawancara Sutradara Film The Mahuzes Dhandi Laksono, 21 Desember 2018
83
banyak marga dalam suku Marind yang sudah menjual tanah mereka
dan penolakan yang mereka lakukan lebih kea rah filosofi dan storis.
“alasan mengapa marga Mahuzes lebih mendalam dibandingkan
marga yang ada di dalam suku Marind yang ada, marga Mahuzes
belum menjual tanah mereka sedikitpun kepada perusahaan
perusahaan yang ingin membeli tanah mereka, ketika para warga
marga lain sudah menjualnya kebeberapa perusahaan. Dan mereka
mempertahankan tanah tersebut dengan alasan untuk menjaga tanah
nenek moyang dan untuk masa depan anak cucu mereka kelak.”25
Terkait gerakan perlawanan terhadap perusahaan kelapa sawit,
menurut Dhandy, gerakan perjuangan marga Mahuze tersebut layak
dimotori atau dipimpin oleh marga Mahuze. Karena meski mereka
tidak sekolah, dan tidak mempunyai profesi lain selain berburu, dan
berkebun, yang mereka lakukan memberikan pesan yang sangat kuat
bahkan tidak bias dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam
system negara.
Selain menceritakan kehidupan marga Mahuze, alur tengah film
The Mahuzes juga menggambarkan perjuangan marga Mahuze.
Beberapa adegan menunjukkan mereka sedang melakukan
demonstrasi, aksi, diskusi, dan advokasi untuk melawan pihak
pengusaha kelapa sawit. Meski tak banyak, adegan perjuangan marga
Mahuze mampu digambarkan oleh sutradara secara impresif terlebih
ditambah dengan wawancara para tokoh marga.
c. Alur Akhir
Alur akhir merupakan bagian penutup dari sebuah cerita. Film The
Mahuzes ditutup dengan beberapa adegan yang menggambarkan hutan
marga Mahuze, makanan pokok yang mereka makan yakni sagu serta
lauk pauk yang didapat dari hasil buruan di distrik Muting yang asri
juga kondisi dibeberapa jalan dan beberapa titik hutan yang terdapat
spanduk, dan patok penolakan pendirian perkebunan kelapa sawit.
25 Wawancara Sutradara Film The Mahuzes Dhandi Laksono, 21 Desember 2018
84
Meski pada alur akhir film The Mahuzes sutradara tidak
memunculkan klimaks atau benang merah seperti film-film pada
umumnya, namun sutradara mampu memberikan jawaban mengapa
marga Mahuze berjuang mempertahankan tanahnya dan menolak
perusahaan kelapa sawit. Yaitu dengan adegan wawancara yang
dilakukan dengan Agustinus Mahuze dan Darius Nenob yang mana
mereka sudah melihat beberapa marga lain yang sudah menjual tanah
mereka dan tidak mendapatkan kemakmuran yang dijanjikan
perusahaan sawit.
Jawaban-jawaban para anggota marga dalam adegan wawancara
tersebut merupakan bukti dari dampak yang telah ditimbulkan
perusahaan sawit terhadap lingkungan mereka juga bukti dari
perlakuan pihak perusahaan kelapa sawit terhadap mereka.
2. Pelaku Film
Pelaku dalam film The Mahuzes dibagi ke dalam delapan bagian
seperti yang sudah penulis paparkan di bab sebelumnya. Dalam
pembagian tersebut penulis menggunakan analisis naratif milik
Vladmir Propp, kemudian pelaku-pelaku dalam film tersebut dibagi
berdasarkan durasi penayangan.
Pelaku utama atau pemeran utama dalam film The Mahuzes
adalah suku Marind marga Mahuze yang menolak menjual tanah
mereka kepada perusahaan kelapa sawit. Dari durasi penayangannya,
marga Mahuze memiliki durasi yang panjang dibandingkan pemeran
lainnya. Selain durasi penayangan yang panjang, penunjukan marga
Mahuze sebagai pemeran utama juga dikarenakan merekalah satu-
satunya marga yang masih mempertahankan tanah peninggalan nenek
moyang mereka, ketika marga lain telah menjual tanah marga mereka
kepada perusahaan-perusahaan yang ingin membeli tanah mereka
terutama perusahaan kelapa sawit.
85
Seperti yang diungkapkan sutradara film The Mahuzes, Dhandy
laksono, alasan mendasar dari penolakan penjualan tanah kepada
pemilik perusahaan kelapa sawit yang dilakukan oleh marga Mahuze
tidak sekedar alasan ekonomi dan lingkungan tapi lebih kea rah filosofi
dan storis.
Atas dasar itulah sutradara menjadikan marga Mahuze pemeran
utama dalam film ini. Menurutnya, marga Mahuze sangat cocok dan
tepat menjadi pelaku utama dalam gerakan penolakan penggusuran
lahan untuk perkebunan kelapa sawit karena mereka tidak terkait
system negara, sedangkan orang-orang yang terikat system tidak akan
bias melawan.26
Sementara itu, dalam film The Mahuzes, pelaku atau tokoh yang
bersebrangan dengan pemeran utama (marga Mahuze) yaitu PT
Agriprima Cipta Persada tidak dimunculkan di semua adegan film
tersebut. Karena berdasarkan penjelasan sutradara, film The Mahuzes
hanya berfokus pada kehidupan dan perjuangan para marga Mahuze
melawan pihak perusahaan yang ingin menjadikan hutan mereka
menjadi perkebunan kelapa sawit.
Selain sosok yang berlawanan dengan pemeran utama tidak
dimunculkan, sosok false hero yakni polisi dan tentara juga tidak
diperlihatkan di dalam adegan, namun melalui hasil wawancara
sutradara dengan warga Mahuze sosok para aparatur negara ini
digambarkan memihak ke PT Agriprima Cipta Persada dengan cerita
warga yang telah merusak patok yang warga dirikan dan beberapa
baliho yang mengungkapkan ketidaksediaan warga untuk menjual
tanah mereka.
Secara keseluruhan, film The Mahuzes hanya memunculkan
sedikit pelaku atau tokoh dalam ceritanya. Diantaranya, Agustinus
Mahuze (anggota marga Mahuze), Darius Nenob (kepala suku
26 Wawancara Sutradara Film The Mahuzes Dhandi Laksono, 21 Desember 2018
86
Mandobo), Nico Rumbayan (tokoh agama), Max Mahuze (tokoh adat
marga Mahuze), para warga marga Mahuze, polisi dan tentara.
3. Konflik Agraria marga Marind Deq dan PT Agriprima Cipta
Persada
Konflik agrarian yang terjadi di Distrik Muting, Merauke, Papua
berawal pada saat Bupati Merauke, John Gluba Gebze pada perayaan
HUT kota Merauke ke 108 tanggal 12 Februari 2010 mengumumkan
rencana kerjasama investasi yang menimbulkan penolakan dari rakyat
papua sendiri. Program yang dicanangkan oleh gubernur saat itu ialah
MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate).
Pemerintah melibatkan 32 investor yang bergerak di bidang
perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan darat, peternakan,
konstruksi, dan industri pengolahan kayu. Di antara investor tersebut
adalah Medco, PT Bangun Tjipta Sarana, Artha Graha, Come-Xindo
Internasional, Digul Agro Lestari, Buana Agro Tama, Wolo Agro
Makmur, dan investor asal Arab Saudi dari Binladen Group yang akan
taruh modal sebesar 4,37 miliar US dollar. Bahkan dikabarkan Raja
Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis akan berkunjung untuk melihat
proyek MIFEE. Para investor tersebut diajak untuk mengelola lahan
seluas 1.282.833 ha yang berdasarkan rekomendasi Badan Penataan
Pemerintah memiliki mimpi bila proyek MIFEE berjalan dengan
baik maka pada tahun 2030, Indonesia akan mempunyai tambahan
cadangan pangan seperti, beras 1,95 juta ton, jagung 2,02 juta ton,
kedelai 167.000 ton, ternak sapi 64.000 ekor, gula 2,5 juta ton, dan
CPO 937.000 ton per tahun. Sedangkan keuntungan yang diperoleh
daerah adalah PDRB per kapita Merauke terdongkrak menjadi 124,2
juta per tahun pada tahun 2030. Devisa negara juga bisa dihemat hingga
Rp. 4,7 triliun melalui pengurangan impor pangan.
Dalam rangka mendukung proyek MIFEE, pemerintah membuat
payung hukum agar proyek tersebut dapat berjalan, produk hukum
87
tersebut di antaranya, Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007
tentang Penanaman Modal, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 tahun
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
Atas Tanah, Peraturan Pemerintah (PP) 26/2008 tentang Rencana Tata
Ruang Nasional (RTRWN), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun
2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
dari penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan di Luar Kegiatan
Kehutanan, Peraturan Pemerintah (PP) No 24/2010 tentang Penggunaan
Kawasan Hutan, Peraturan Pemerintah (PP) No 10/2010 tentang Tata
Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, Inpres No.5
tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi tahun 2008-2009 dan
Raperda Kabupaten Merauke Tahun 2009 Tentang Merauke Integrated
Food and Energy Estate.27
Dengan perlindungan Undang-Undang di atas para pengusaha
merasa mereka sudah berhak atas tanah yang ada di distrik Muting,
namun tidak bagi marga Mahuze. Mereka tetap mempertahankan tanah
ulayat yang memang sudah ada sejak nenek moyang mereka
menemukan tanah papua, dan mereka berfikir untuk keadaan anak dan
cucu mereka ke depannya kelak.
27 Di akses melalui http://binadesa.org/wp-content/uploads/2013/08/MIFEE-Berkah-atau-
Bencana-bagi-Rakyat-Papua.pdf
88
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari analisis yang sudah dilakukan, secara garis besar film The Mahuzes
menceritakan tentang kehidupan suku Marind yang bermarga Mahuze. Film ini
juga menceritakan bagaimana perjungan para warga marga Mahuze dalam
mempertahankan tanah dan menolak pelepasan lahan untuk perkebunan kelapa
sawit di daerah mereka. Selain itu, film The Mahuzes secara persuasif telah
mengajak penontonnya untuk menyadari adanya intimidasi dan paksaan yang
terjadi terhadap para warga Mahuze yang dilakukan PT Agriprima Cipta
Persada maupun pemerintah sekitar.
Secara rinci, film The Mahuzes menunjukan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Alur
Alur atau bisa juga disebut plot film merupakan urutan peristiwa
dalam sebuah film yang sambung menyambung dan saling melengkapi.
Film The Mahuzes memiliki tiga alur yaitu alur awal, tengah, dan akhir.
Alur awal merupakan bagian dari sebuah cerita atau film yang
mengantarkan penonton untuk mengikuti alur-alur berikutnya, atau bisa juga
disebut bagian pendahuluan. Pada alur awal ini, film The Mahuzes
menampilkan data dan fakta juga kronologi terkait permasalahan yang
menjadi dasar dari film ini, yaitu program kerja pemerintah yang
bernamakan MIFEE (Merauke Integrated Food Energy and Estate) dimana
program ini telah membuka banyak peluang bagi para investor asing untuk
datang dan berinvestasi ke Indonesia.
Alur tengah merupakan inti dari sebuah film, alur tengah juga
merupakan rangkaian dari tahapan-tahapan yang membentuk seluruh proses
narasi. Pada bagian ini mulai muncul konflik, yang merupakan
pengembangan dari situasi awal di bagian pendahuluan. Pada alur tengah
ini, film The Mahuzes menampilkan beberapa adegan yang menunjukan
kehidupan warga Mahuze, gerakan perlawanan para warga, demonstrasi dan
89
aksi penolakan warga Mahuze terhadap penanaman kelapa sawit, dan tindak
kekerasan serta intimidasi terhadap warga yang dilakukan PT Agriprima
Cipta Persada dan pemerintah sekitar.
Alur akhir merupakan bagian penutup, pada bagian ini konflik-konflik
yang muncul pada alur tengah diselesaikan atau ditemukan benang merah
masalahnya juga ditemukan jalan keluarnya. Alur akhir film The Mahuzes
menampilkan beberapa adegan yang menunjukan penolakan terhadap
pembangunan perusahaan dan penanaman kelapa sawit yang dilakukan
warga Mahuze dengan memasang patok dan spanduk di perkampungan
mereka. Selain itu, alur akhir film ini juga menampilkan adegan wawancara
yang menjelaskan dampak dari pembangunan kelapa sawit bagi kehidupan
para warga Mahuze. Selain itu di alur akhir ini sutradara menyugukan rapat
para petinggi birokrasi daerah papua yang membicarakan program
pemerintah MIFEE ini, ada beberapa pejabat yang pro dan ada juga yang
kontra, dengan kata lain birokrasi dibeberapa petinggipun sebenarnya
program pemerintah ini masih belum jelas keputusannya.
2. Tokoh
Film The Mahuzes memunculkan beberapa tokoh yang berperan
menghidupkan cerita dalam film. Tokoh-tokoh tersebut adalah Agustinus
Mahuze (pemuka marga Mahuze), Darius Nenob (kepala suku mandobo),
Max Mahuze (pemuka marga Mahuze), Nico Rumbayan (tokoh agama),
warga Mahuze, polisi dan tentara.
Agustinus Mahuze, Darius Nenob, dan Max Mahuze merupakan
tokoh utama dalam film ini. Mereka dimunculkan untuk mewakili warga
Mahuze dalam memperjuangkan tanah dan menolak pendirian perusahaan
kelapa sawit di daerah mereka. Sedangkan tokoh yang berlawanan dengan
para warga yaitu PT Agriprima Cipta Persada tidak dimunculkan pada film
ini.
90
B. Saran
Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai saran terkait film The
Mahuzes. Sebagai film dokumenter yang mengangkat isu konflik agraria, film
The Mahuzes terlalu memihak ke satu sisi sementara sisi yang berlawanan
tidak dimunculkan sama sekali. Akan lebih baik jika film ini memunculkan
kedua sisi yang berlawanan.
Selain itu ada beberapa saran terkait film ini, yaitu:
1. Porsi cerita pada alur film The Mahuzes terlalu panjang menampilkan
kehidupan para warga Mahuze, sementara konflik antara suku Marind dan
PT Agriprima Cipta Persada yang merupakan isu utama hanya sedikit
dimunculkan. Akan lebih menarik jika film ini memperbanyak adegan
konflik yang terjadi antara warga dan PT Agriprima Cipta Persada
mengingat judul dari film ini adalah The Mahuzes. Selain itu, meski alur
cerita film ini berdasarkan kenyataan.
2. Tokoh dalam film The Mahuzes terlalu didominasi oleh sosok Agustinus
Mahuze dan Darius Nenob. Akan lebih detail dan mendalam jika saja film
ini memunculkan cerita dari tokoh-tokoh lainnya. Apalagi sosok warga
Mahuze lain yang merupakan aktor utama dalam aksi penolakan pendirian
perusahaan kelapa sawit di Merauke. Selain tidak memunculkan tokoh-
tokoh lain, film ini juga tidak memunculkan tokoh atau sosok yang
bersebrangan dengan para warga yaitu pihak dari PT Agriprima Cipta
Persada. Tokoh dari pemerintah yang diharapkan menjadi penengah pada
kasus ini pun tidak dimunculkan.
Sebagai penutup, peneliti menyarankan serta berharap penelitian ini tidak
berhenti sampai disini. Semoga penelitian ini mampu diperdalam dan
dipertajam. Karena masalah agraria bukan hanya masalah warga Mahuze dan
warga Merauke di Papua tetapi juga menjadi masalah bangsa Indonesia.
91
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. 2007. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Ayawaila, Gerzon R. 2008. Dokumenter, Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta: FFTV-IKJ Press.
Branston, Gill and Roy Stafford. 2003. The Media Student’s Book, 3rd ed.
London: Routledge. Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta. Eriyanto. 2013. Analisis Naratif Dasar-Dasar dan Penerapannya Dalam Analisis
Teks Berita Media, Jakarta: Kencana Perdana Media Group. Husnun, Djuraid, N. 2012. Panduan Menulis Berita (Pengalaman Lapangan
Seorang Wartawan). Malang: UMM Press. INKUIRI NASIONAL. 2016. Hak Masyarakat Hukum Adat atas Wilayahnya di
Kawasan Hutan. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Keraf, Gorys. 1994. Argumentasi dan Naratif. Jakarta: Gramedia. KOMNAS HAM. 2016. Konflik Agraria Masyarakat Hukum Adat Atas
Wilayahnya di Kawasan Hutan. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Kovach, Bill. 2001. Sembilan Elemen Jurnalistik. Jakarta: Yayasan Pantau. Kovach, Bill. 2012. Blur. Jakarta: Dewan Pers (dikerjakan bersama Yayasan
Pantau). Kusumaningkrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2009. Jurnalistik Teori &
Praktik. Bandung : Ramaja Rosdakarya. Lazarsfeld, Paul F, and Robert K. Merton. 2000. Media Studies: Mass
Communication, Popular taste and Organized Sosial Action, 2nd ed. New York: NY University Press.
Ola Kleden, Emilianus dan Y.L. Franky. 2011. MIFEE: Tak Terjangkau Angan
Malind. Jakarta: Yayasan PUSAKA.
92
Pratista, Himawan. 2017. Memahami Film. Jakarta: Montase Press. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rivers, William L. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta:
Prenada Media Group. Tamburaka, Apriadi. 2013. Literasi Media: CERDAS BERMEDIA KHLAYAK
MEDIA MASSA. Depok: Raja Grafindo Persada. Vetrov, Dzinga. 2007. Defining Documentery Film. New York: LB Tauris. Awasmifee.org, 2013, An Agribusiness Attack in West Papua: Unravelling the
Merauke Integrated Food and Energy Estate, vol 3, http://awasmifee.potager.org/uploads/2012/03/mifee_en.pdf, diakses 12 Juli 2018
Handewi P.S Rachman. 2016. “Dampak Krisis Pangan – Energi – Finansial
terhadap kinera ketahanan pangan nasional” http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE28-2c.pdf, diakses pada 16 Juli 2018
KPU. 2014. “Visi-Misi Jokowi-JK”
http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf, di akses pada 16 Juli 2018
Mutanza, 2014, Mifee dan Perempuan Adat Malind, Sajogyo Institute, no 2 tahun
2014. http://www.sajogyo-institute.or.id/files/WP%20Sajogyo%2)Institute%20No.%202,%202014.pdf, diakses pada 12 Juli 2018
Nugroho Asrianto, 2018, SEKILAS MERAUKE,
http://merauke.go.id/portal/news/view/7/geografis.html, diakses pada 12 Juli 2018
Sabiq Carbesth dan Syaiful Bahari, 2012, MERAUKE INTEGRATED FOOD AND
ENERGY ESTATE (MIFEE) Berkah atau Bencana Bagi Rakyat Papua? , vol 3,
http://binadesa.org/wp-content/uploads/2013/08/MIFEE-Berkah-atau-Bencana-
bagi-Rakyat-Papua.pdf, diakses pada 12 Juli 2018