50
a Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN FARMAKOLOGI DEPRESI RESISTEN TERAPI Penulis : Dr. Ni Ketut Putri Ariani SpKJ PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN/SMF PSIKIATRI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2017

Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

a

Tinjauan Pustaka

GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN FARMAKOLOGI

DEPRESI RESISTEN TERAPI

Penulis :

Dr. Ni Ketut Putri Ariani SpKJ

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF PSIKIATRI FK UNUD/RSUP SANGLAH

DENPASAR

2017

Page 2: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

ii

ii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Terminologi Depresi Resisten Terapi ................................................ 11

Tabel 2. Model Tahapan Thase dan Rush ....................................................... 17

Tabel 3. Model Tahapan European ................................................................. 18

Tabel 4. Model Tahapan Massachusetts General Hospital ............................ 20

Tabel 5. Model Tahapan Maudsley ................................................................. 22

Page 3: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

iii

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Aspek penting dari pengobatan antidepresan adalah

waktu dan pola respon ................................................................... 7

Gambar 2. Respon terapi ................................................................................. 8

Gambar 3. Remisi dan Recovery Terapi ......................................................... 9

Gambar 4. Relaps dan Recurrence Terapi ....................................................... 10

Gambar 5. Algoritme Pengobatan Depresi Resisten Terapi ........................... 25

Page 4: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

iv

iv

DAFTAR SINGKATAN

5-HT1A : 5-hydroxytryptamine 1A

5-HT2 : 5-hydroxytryptamine 2

5-HT7 : 5-hydroxytryptamine 7

AMPA : amino 3 hidroksi 5 metil 4 isoksazola asam propionat

BDNF : Brain-Derived Neurotrophic Factor

CRD : chronic refractory depression

TRD : depresi resisten terapi

DSM-5 : Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder, Fifth

Edition

ECT : Electroconvulsive Therapy

EPA : Eicosapentaenoic Acid

ESM : European Staging Model

DHA : Docosahexaenoic Acid

FDA : Food & Drug Administration

GDM : Gangguan Depresi Mayor

HAM-D : Hamilton Depression Rating Scale

ICD-10 : International Classification of Diseases 10th revision

MADRS : Montgomery Asberg Depression Rating Scale

MAOIs : Monoamine oxidase inhibitors

MDD : Major Depressive Disorder

MGH-S : Massachusetts General Hospital - Staging

NICE : National Institute for Health and Clinical Exellence

NMDA : N-methyl-D-aspartat

OFC : Olanzapine Fluoxetine Combination

PPDGJ : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

SAMe : S-adenosyl-metionin

SNRIs : serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors

SSRIs : selective serotonin reuptake inhibitors

Page 5: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

v

v

STAR*D : Sequenced Treatment Alternatives to Relieve Depression

T3 : triiodothyronine

T4 : tiroksin

TCA : Tricyclic Antidepressant

Page 6: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

vi

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

DAFTAR TABEL ................................................................................................... II

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ III

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... IV

DAFTAR ISI ......................................................................................................... VI

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

LATAR BELAKANG................................................................................................. 1

BATASAN PEMBAHASAN ...................................................................................... 2

TUJUAN DAN MANFAAT ....................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3

2.1 DEPRESI ................................................................................................................. 3

2.2 DEPRESI RESISTEN TERAPI ........................................................................ 6

2.3 EPIDEMIOLOGI ................................................................................................ 13

2.4 FAKTOR RESIKO DEPRESI RESISTEN TERAPI ................................ 14

2.5 TAHAPAN DEPRESI RESISTEN TERAPI .............................................. 16

2.6 MANAJEMEN FARMAKOLOGI DEPRESI RESISTEN TERAPI .. 24

2.6.1 STRATEGI MONOTERAPI .................................................................... 25

2.6.2 STRATEGI KOMBINASI ....................................................................... 26

2.6.3 TERAPI PELENGKAP (ADJUVAN TERAPI) ...................................... 27

Page 7: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

vii

vii

2.6.3.1 ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL ........................................................... 28

2.6.3.2 LITHIUM ........................................................................................ 29

2.6.3.3 HORMONE TIROID ....................................................................... 30

2.6.3.4 BUSPIRONE ................................................................................... 31

2.6.3.5 PSIKOSTIMULAN .......................................................................... 32

2.6.3.6 PINDOLOL ..................................................................................... 33

2.6.3.7 GLUTAMATERGIC........................................................................ 34

2.6.3.8 PENGOBATAN KOMPLEMENTER LAINNYA ........................... 35

BAB III RINGKASAN ........................................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40

Page 8: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini. Karena

orang dengan depresi akan mengalami penurunan produktivitas yang akan

berdampak buruk bagi diri sendiri, lingkungan masyarakat dan bangsa. Depresi

adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan disabilitas dan kronisitas yang

signifikan dan membawa pengaruh pada fungsi psikososial.

Di Indonesia (2000) penelitian seberapa banyak penderita depresi, depresi

terselubung dan juga kecemasan (prevalence rates, incidence rates) belum ada.

Namun dari kasus-kasus gangguan jiwa yang tergolong kecemasan dan depresi

semakin bertambah (Hawari, 2013).

Depresi mayor biasanya gangguan yang mempengaruhi 10%-15% populasi

per tahun. Meskipun kemajuan dalam psikofarmakologi depresi mayor dan

penelitian dari berbagai jenis antidepresan yang baru, hanya 60%-70% dari pasien

depresi respon terhadap pengobatan antidepresan. Mereka yang tidak merespon

10%-30% menunjukkan gejala resisten terapi ditambah dengan berbagai penyulit

pada fungsi sosial dan pekerjaan, kemunduran kesehatan fisik, pikiran bunuh diri

dan peningkatan penggunaan pelayanan kesehatan. Pengobatan resisten pada

depresi menggambarkan sebuah dilema bagi penyedia pelayanan kesehatan (Al-

Harbi, 2016).

Page 9: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

2

Depresi resisten terapi merupakan sebuah kondisi umum dengan 50-60%

pasien tidak menunjukkan respon keberhasilan pengobatan antidepresan yang

memuaskan. Keadaan ini merupakan masalah besar dan banyaknya variasi

parameter mengharuskan membuat sebuah definisi yang pasti, tetapi beberapa

usaha telah ditawarkan lebih dari 30 tahun (Pitchot, 2013).

Batasan Pembahasan

Pada tinjauan pustaka ini membahas tentang definisi, penggolongan, faktor

yang mempengaruhi dan manajemen pengobatan depresi resisten terapi yang akan

dilakukan jika terjadi keadaan ini. Pembahasan tentang manajemen depresi resisten

terapi dibatasi hanya pada manajemen terapi farmakologis dan tidak membahas

untuk manajemen non farmakologis.

Tujuan dan Manfaat

Penulisan tinjauan pustaka ini sebagai bahan pertimbangan dalam upaya

penanganan pasien-pasien depresi yang mengalami resistensi terapi saat

pengobatan pada praktek klinis.

Page 10: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEPRESI

Depresi adalah gangguan mental serius yang ditandai dengan penurunan

mood, anhedonia, hilangnya minat terhadap aktivitas sehari-hari dan gejala lainnya,

dan berkaitan erat dengan dampak yang berat termasuk bunuh diri. Depresi

mempengaruhi 15% populasi. Perawatan standart selama 50 tahun fokus pada

neurotransmitter monoamine, termasuk pengobatan selective serotonin reuptake

inhibitors (SSRIs) dan serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs)

(Zarate, et al., 2013).

Kriteria Depresi menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental

Disorder, Fifth Edition (DSM-5), yang menggunakan istilah Major Depressive

Disorder (MDD) atau selanjutnya disebut Gangguan Depresi Mayor (GDM) yaitu

harus memenuhi kriteria :

A. Lima atau lebih dari gejala dibawah ini yang sudah ada bersama-sama

selama 2 minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi dari sebelumnya;

minimal terdapat 1 gejala dari (1) mood yang depresi atau (2) hilangnya

minat.

Catatan : Jangan memasukkan gejala yang merupakan bagian dari

gangguan kondisi medis lainnya.

Page 11: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

4

1. Mood depresi sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukkan

oleh baik laporan subyektif (misalnya perasaan sedih, kosong, tidak

ada harapan) atau observasi orang lain (misalnya terlihat menangis).

(catatan pada anak-anak dan remaja, bisa mood yang iritabel).

2. Secara nyata terdapat penurunan minat atas seluruh rasa senang,

aktifitas harian, hampir setiap hari (yang ditandai oleh perasaan

subyektif atau objektif).

3. Kehilangan atau peningkatan berat badan yang nyata tanpa usaha

khusus (contoh : perubahan 5% atau lebih berat badan dalam 1 bulan

terakhir), atau penurunan dan peningkatan nafsu makan yang hampir

terjadi setiap hari. (catatan : Pada anak-anak, perhatikan kegagalan

mencapai berat badan yang diharapkan).

4. Sulit tidur atau tidur berlebih hampir setiap hari.

5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (teramati oleh

orang lain, bukan semata-mata perasaan gelisah atau perlambatan

yang subyektif).

6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.

7. Perasaan tidak berguna atau rasa bersalah yang mencolok (bisa

bersifat waham) hampir setiap hari (bukan semata-mata menyalahkan

diri atau rasa bersalah karena menderita sakit).

8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau penuh

keragu-raguan hampir setiap hari (baik sebagai hal yang dirasakan

secara subyektif atau teramati oleh orang lain).

Page 12: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

5

9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati), pikiran

berulang tentang ide bunuh diri dengan atau tanpa rencana yang jelas,

atau ada usaha bunuh diri atau rencana bunuh diri yang jelas.

B. Gejala-gejala ini secara klinis nyata menyebabkan distress atau hendaya

dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting kehidupannya.

C. Episodenya tidak terkait dengan efek fisiologis zat atau kondisi medis

lainnya (Sadock, et al., 2015).

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III

episode depresi harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :

Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat) :

- afek depresif

- kehilangan minat dan kegembiraan, dan

- berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktivitas.

Gejala lainnya :

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

b. harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d. pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f. tidur terganggu

g. nafsu makan berkurang

Page 13: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

6

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan

masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan

tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya

dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan

berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang

pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah

satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33,-) (Maslim, 2013).

DEPRESI RESISTEN TERAPI

Definisi depresi resisten terapi yang dapat diterima di seluruh dunia sampai

saat ini tidak ada. Telah diusulkan bahwa kegagalan mencapai remisi dengan uji

dua atau lebih antidepresan yang adekuat untuk mendefinisikan depresi resisten

terapi (S, et al., 2013).

Definisi umum depresi resisten terapi adalah suatu respon yang tidak

adekuat terhadap terapi antidepresan yang adekuat (Yulisha & S, 2016). Istilah

'adekuat', yang digunakan untuk patokan pengobatan antidepresan, sebenarnya

mengacu pada keseluruhan 'kualitas' dari manajemen. Ini mencakup berbagai faktor

tambahan yang mempengaruhi respon pengobatan, termasuk apakah pasien

menerima diagnosis dan membutuhkan perawatan. Faktor-faktor ini penting karena

menentukan kepatuhan pengobatan. Karenanya pengobatan adekuat adalah konsep

yang rumit, tetapi pedoman klinis yang terpenting adalah mempertimbangkan

Page 14: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

7

pemberian antidepresan setidaknya 3 minggu dengan dosis optimal (Yulisha & S,

2016).

Gambar 1. Aspek penting dari pengobatan antidepresan adalah waktu dan pola

respon (Yulisha & S, 2016).

Respon

Respon merupakan suatu konsep penting bagi dokter dan pasien yang dapat

digunakan untuk mendefinisikan “pengurangan gejala klinis yang bermakna yang

mengarah ke pemulihan fungsional”. Dalam sebuah penelitian, respon secara

konvensional adalah penurunan 50% atau lebih gejala dasar, yang diukur dengan

skala penilaian depresi seperti HAM-D atau MADRS. Ini berarti bahwa pasien

yang tidak mencapai penurunan 50% dianggap resistan pengobatan (lihat gambar

1) (Yulisha & S, 2016). Menurut American Psychiatric Association respon

didefinisikan sebagai penurunan 50% dari tingkat keparahan depresi yang diukur

selama ≥ 3 minggu (Gelenberg, et al., 2010).

Page 15: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

8

Gambar 2. Respon terapi (Stahl, 2013).

Remisi dan Recovery

Remisi: Setidaknya dalam waktu 3 minggu tidak terdapat kedua perasaan

sedih dan penurunan minat, dan tidak lebih dari 3 gejala sisa dari episode depresi

mayor. Uji klinis sering menggunakan MADRS ≤ 10 sebagai kriteria remisi.

Recovery adalah suatu periode remisi (≥ 4 bulan) sehingga suatu episode depresi

mayor tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat (Gelenberg, et al., 2010).

Remisi yaitu ketika hasil dari pengobatan depresi menghilangkan semua

gejala utama, hal itu disebut remisi untuk beberapa bulan pertama dan kemudian

recovery jika dapat bertahan selama lebih dari 6 bulan. Remisi dan recovery adalah

tujuan utama ketika merawat pasien dengan depresi (Stahl, 2013).

Page 16: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

9

Gambar 3. Remisi dan Recovery Terapi (Stahl, 2013).

Relaps dan Recurrence

Relaps diartikan munculnya kembali gejala depresi yang signifikan

(kembali ke episode depresi mayor) pada rentan waktu segera setelah remisi.

Recurrence diartikan berulangnya episode depresi mayor setelah periode recovery

(Gelenberg, et al., 2010). Ketika depresi muncul kembali sebelum ada pemulihan

gejala secara sempurna atau beberapa bulan setelah remisi gejala depresi, hal ini

yang disebut relaps. Sedangkan recurrence ketika depresi muncul kembali setelah

pasien sembuh (Stahl, 2013)

Page 17: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

10

Gambar 4. Relaps dan Recurrence Terapi (Stahl, 2013).

Depresi Refraktori

Depresi refraktori mirip dengan depresi resisten terapi, yang biasa ditemui

oleh para profesional kesehatan mental, bahkan dalam konteks pengobatan dengan

antidepresan yang tepat. Depresi refraktori diartikan sebagai tidak adanya respon

terhadap pengobatan, gejala tidak berubah bahkan terjadi perburukan. Sekitar

setengah dari pasien depresi memiliki respon yang tidak adekuat untuk monoterapi,

dan sebanyak 20% mengalami depresi kronis meskipun dengan beberapa intervensi

(Yulisha & S, 2016).

Depresi resisten terapi dapat didefinisikan secara luas sebagai kegagalan

keseluruhan untuk respon pengobatan yang diketahui efektif untuk depresi mayor.

Usulan definisi operasional untuk terminologi pengobatan anti depresi ditunjukkan

pada Tabel 1.

Page 18: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

11

Tabel 1. Terminologi Depresi Resisten Terapi

Berdasarkan gambaran klinis, depresi resisten terapi biasanya merujuk pada

sebuah respon inadekuat pada sedikitnya satu antidepresan dengan dosis dan durasi

yang adekuat. Gambaran ini mungkin termasuk keadaan klinis yang

beranekaragam, dari kegagalan pada satu jenis antidepresan hingga kegagalan

multiple dengan gejala depresi jangka panjang dan persisten meskipun pengobatan

kompleks (Pitchot, 2013).

Pseudo-resisten

Berbeda dengan resistensi pengobatan sesungguhnya, "pseudo-resistance"

dapat timbul pada salah satu dari beberapa skenario klinis berikut:

1. Episode depresi "resisten" bila pengobatan baik dosis maupun durasi tidak

adekuat.

Page 19: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

12

2. Episode depresi "resisten" bila setelah terapi yang adekuat dengan buruknya

kepatuhan perlakuan atau ketidakpatuhan.

3. Episode depresi "resisten" bila terapi yang diresepkan dengan dosis tertentu

gagal menghasilkan suatu respon terapi (misalnya, dalam kasus "metabolisme

yang cepat", atau pasien yang juga sedang diberikan induser metabolisme).

4. Episode depresi "resisten" bila setelah perawatan yang tidak pantas dengan

keterangan misdiagnosis (misalnya, ketika episode depresi bipolar didiagnosis

sebagai salah satu unipolar, atau ketika depresi psikotik unipolar didiagnosis

sebagai depresi non-psikotik unipolar) .

5. Kesalahan klasifikasi dari kekambuhan depresi selama pengobatan jangka

panjang dengan agen sebelumnya efektif sebagai resisten terhadap pengobatan

dengan agen yang episode depresi. (Papakostas & Fava, 2010)

Oleh karena itu, langkah-langkah berikut sering dapat membantu dalam

menghadapi depresi resisten terapi:

1. Memastikan kecukupan dosis dan durasi pengobatan antidepresan.

2. Memastikan kepatuhan pengobatan yang memadai.

3. Klarifikasi Diagnostik: mengesampingkan gangguan bipolar, GDM dengan

psikotik, atau kesalahan klasifikasi depresi berulang sebagai resistensi

pengobatan.

4. Tingkat antidepresan dapat diperiksa, khususnya di kalangan pasien pada

tingkat optimal atau lebih tinggi dari antidepresan yang tidak mengalami efek

samping. Meskipun, dengan pengecualian anttidepresan trisiklik, tingkat

Page 20: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

13

antidepresan tidak dapat digunakan untuk memandu pengobatan (Papakostas

& Fava, 2010).

“Kronis” berarti bahwa sindrom depresi telah berlangsung lama, dengan

atau tanpa pengobatan yang telah dicoba. Dalam definisi umum, "resisten

pengobatan" diartikan tidak respon terhadap suatu pengobatan standar, meskipun

pengobatan hanya salah satu pilihan terapi yang tersedia. Depresi disebut resisten

pengobatan jika dua kali percobaan terapi obat, masing-masing pada dosis yang

adekuat dan untuk jangka waktu yang cukup lama, tidak memiliki efek yang

menguntungkan. Definisi resistensi pengobatan yang lebih spesifik sesuai dengan

jumlah usaha pengobatan yang gagal (Bschor, et al., 2014).

“Distimia" menurut ICD-10, adalah bagian dari sindrom depresi yang

berlangsung selama beberapa tahun, dengan tingkat keparahan yang lebih rendah

dibandingkan depresi (termasuk depresi kronis) (Bschor, et al., 2014).

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi depresi secara konsisten sulit diperkirakan karena

keanekaragaman dalam metodologi penelitian, bias recall, sampling dan kriteria

diagnostik (Kessler & Bromet, 2013). Meskipun kesulitan-kesulitan ini, populasi

dari prevalensi depresi menggunakan langkah-langkah yang valid dan terstruktur

memberikan perkiraan beban penyakit. Perkiraan ini menyoroti perbedaan dalam

presentasi budaya depresi dan mencerminkan besarnya masalah bagi penyedia

layanan kesehatan dan pemerintah (Murphy, 2015).

Page 21: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

14

Gangguan depresi mayor (GDM) menyebabkan beban yang berat terhadap

kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Prevalensi depresi resisten terapi berkisar

10-60 %, tergantung pada definisi yang digunakan, dan telah diperkirakan bahwa

sampai 40 % dari biaya tahunan terkait dengan GDM di Amerika Serikat dikaitkan

dengan kasus resisten. Memang, pasien dengan depresi resisten terapi dikenakan

biaya 19 kali lebih tinggi (≈ US $ 28 000) dibandingkan pasien dengan GDM yang

respon pengobatan (≈ US $ 1 455), karena mereka yang diresepkan obat, memiliki

kunjungan rawat jalan lebih banyak, dan dua kali lebih mungkin dirawat di rumah

sakit (Berlim, et al., 2015).

FAKTOR RESIKO DEPRESI RESISTEN TERAPI

Penelitian selama bertahun-tahun telah difokuskan untuk mengidentifikasi

faktor risiko yang terkait dengan depresi resisten terapi. Yang paling dapat

diandalkan antara lain:

Lamanya episode: semakin lama episode depresi, semakin besar atrofi di

daerah otak tertentu (misalnya hippocampus), perubahan kognitif dan perilaku

yang terjadi selama episode depresi mempersulit kembali pada keadaan semula

(Berlim, et al., 2015).

Pengenalan subtipe GDM (mis, melankolis, psikotik, karakteristik atipikal atau

musiman) juga merupakan elemen penting dalam evaluasi depresi resisten

terapi karena dapat merespon secara berbeda untuk terapi yang tersedia

(Berlim, et al., 2015). Depresi resisten terapi yang lebih menonjol pada depresi

bipolar daripada pada mayor depresi (Alessandro & Chiara, 2014).

Page 22: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

15

Kurangnya perbaikan gejala dalam beberapa minggu pertama sejak awal

pengobatan (Berlim, et al., 2015).

Komorbiditas psikiatri : munculnya gangguan kecemasan merupakan salah

satu faktor klinis yang paling kuat terkait dengan depresi resisten terapi. Secara

khusus, serangan panik, fobia sosial dan gangguan obsesif-kompulsif dapat

mengakibatkan hasil yang lebih buruk dan resisten pengobatan (Berlim, et al.,

2015). Gejala cemas dan gangguan kecemasan menjadi prediktor rendahnya

tingkat respon dan remisi, gangguan kepribadian (terutama avoidant dan

borderline) merupakan faktor prognosis negatif (Alessandro & Chiara, 2014).

Usia tua

Memiliki usia kurang dari 18 tahun saat onset penyakit telah dikaitkan

dengan munculnya depresi resisten terapi dikemudian hari, meskipun masih

belum jelas apakah ini hanya mencerminkan episode keparahan atau merupakan

faktor independen yang sebenarnya. Di sisi lain, usia lebih dari 60 tahun telah

dikaitkan dengan fitur yang dapat menyebabkan resisten pengobatan, termasuk

adanya perubahan morfologi otak (misalnya, pembuluh darah), dan kondisi

medis penyerta (Berlim, et al., 2015).

Jenis Kelamin

Dalam hal jenis kelamin, ada sedikit bukti yang mendukung gagasan

bahwa jenis kelamin perempuan adalah faktor risiko untuk depresi resisten

terapi, meskipun beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan,

dibandingkan dengan laki-laki, mungkin kurang responsif terhadap

Page 23: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

16

antidepresan trisiklik dan dapat merespon secara baik untuk SSRI atau MAOIs

(Berlim, et al., 2015).

Sejumlah kondisi yang mungkin penyebab relatif atau "pseudo" depresi

resisten terapi:

o Dosis antidepresan subterapeutik (sekitar 20%)

o Ketidakpatuhan pasien (sekitar 40%)

o Efek samping yang berat (20% sampai 30%)

o Salah diagnosis (10% sampai 15%) (seperti : penyakit tiroid, kekurangan

gizi, sleep apnea, "laten" bipolaritas) (Alessandro & Chiara, 2014)

Akhirnya, pada pasien yang dicurigai depresi resisten terapi, munculnya

penyakit medis umum yang mendasari, terutama dari endokrin (misalnya

hipotiroidisme, sindrom Cushing) harus diteliti dengan seksama. Kondisi lain

yang berpotensi diawasi termasuk gangguan neurologis (baik kortikal dan

subkortikal), karsinoma pankreas, gangguan autoimun (misalnya

rheumatologic), kekurangan vitamin, dan infeksi virus tertentu. Selain itu,

beberapa obat (mis imunosupresan, steroid, dan obat penenang) juga dapat

menyebabkan GDM kronis dan dikaitkan dengan hasil pengobatan

antidepresan yang buruk (Berlim, et al., 2015).

TAHAPAN DEPRESI RESISTEN TERAPI

Beberapa model tahapan telah diajukan, semuanya dimaksudkan untuk

memperjelas konsep dari depresi resisten terapi. Meskipun terdapat tumpang tindih

diantara beberapa model ini, semuanya sebagian besar mempertimbangkan

beratnya parameter kuantitatif dan kualitatif. (Pitchot, 2013).

Page 24: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

17

1. Model Thase and Rush (1997)

Dihadapkan dengan berbagai macam depresi resisten terapi (TRD),

thase & Rush (1997) mengusulkan menerapkan konsep klasifikasi penyakit

yang digunakan dalam onkologi. Titik awal mereka adalah situasi yang paling

umum: kegagalan dari selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) sebagai

pengobatan lini pertama. Pedoman mereka menyarankan serangkaian strategi

berurutan untuk setiap tahap resisten. Rekomendasi ini terutama didasarkan

pada publikasi yang tersedia pada manajemen pengobatan nonresponse SSRI.

Nonresponders antidepresan diklasifikasikan dalam lima tahapan berdasarkan

jumlah dan jenis antidepresan yang telah gagal memberikan respon (Pitchot,

2013).

Tabel 2. Model Tahapan Thase dan Rush (Berlim, et al., 2015)

Tahapan Thase dan Rush merupakan upaya pertama kali untuk

menggambarkan data berbasis bukti strategi pengobatan dan tingkat resistensi

dalam model yang komprehensif (thase & Rush, 1997). Ini merupakan tools

yang mudah digunakan, memberikan gambaran logis dari tingkat resistensi

untuk klinisi. Keterbatasannya adalah dosis dan durasi setiap tahapan tidak

disebutkan dan nonresponse dua antidepresan dari kelas yang berbeda

Page 25: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

18

diasumsikan lebih sulit untuk diobati daripada nonresponse dua antidepresan

dari kelas yang sama. Ini mungkin perlu revisi berdasarkan data yang lebih

baru. Selain itu, model tahapan ini dibatasi oleh hirarki implisit antidepresan

(MAOIs> TCA> SSRI), yang tidak ada bukti yang cukup dalam literatur

(Pitchot, 2013).

2. Model Tahapan European (1999)

Kelompok Studi Resisten Depresi mengembangkan model tahapan

kuantitatif yang tidak mengintegrasikan strategi pengobatan.

Tabel 3. Model Tahapan European (Berlim, et al., 2015)

Tahapan ini membedakan antara nonresponse dan lima tingkat depresi

resisten terapi. Titik awal adalah mengenali episode depresi yang kurang

respon dan mengenali jenis obat yang resisten. Suatu episode depresi yang

tidak respon setelah pengobatan antidepresan monoterapi secara adekuat cukup

untuk disebut resisten. Pasien yang tidak respon terhadap salah satu jenis obat

Page 26: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

19

(misalnya episode depresi resisten SSRI) diklasifikasikan sebagai

nonresponders terapi antidepresan. Hal ini diasumsikan bahwa dosis dan durasi

pengobatan antidepresan telah adekuat. Berikut ini, lima tingkat TRD,

didefinisikan menurut lamanya pengobatan (TRD 1 ke TRD 5). Durasi

pengobatan yang biasa antara 4 dan 8 minggu. TRD 5 hampir 1 tahun

pengobatan dengan setidaknya lima uji coba antidepresan berturut-turut

dengan hasil berbeda, sementara TRD 1, 1 tahun pengobatan dengan satu

percobaan yang gagal. Tahap ini berlaku untuk pengobatan akut dan tidak

mempertimbangkan lamanya jangka waktu resisten pengobatan. Konsep

tambahan adalah chronic refractory depression (CRD), pasien diobati dengan

beberapa antidepresan selama lebih dari 12 bulan dengan respon yang tidak

memuaskan (Pitchot, 2013).

Keuntungan dari Model Staging Eropa (ESM) adalah

kesederhanaannya. Hal ini dapat dengan mudah digunakan dalam penelitian

klinis untuk menentukan tingkat resistensi pasien yang dilibatkan dalam uji

klinis. Namun, mungkin dianggap tidak lengkap karena tidak

mempertimbangkan strategi pengobatan seperti adjuvan terapi, kombinasi atau

ECT. Ini mungkin menyesatkan dalam membedakan antara nonresponse dan

resisten, dengan resistensi yang dilihat sebagai kurangnya respon setelah dua

kegagalan. Nonresponse harus dipertimbangkan tingkat pertama TRD (Pitchot,

2013).

3. Model Tahapan Massachusetts General Hospital (2003)

Page 27: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

20

Tabel 4. Model Tahapan Massachusetts General Hospital (Berlim, et al.,

2015).

Metode tahapan massachusetts general hospital menggunakan

pendekatan kuantitatif, menghasilkan skor terus menerus yang mewakili

tingkat resistensi. Tiga kategori skor diusulkan, mengembangkan jumlah uji

coba dan jenis strategi pengobatan.

Dalam kategori 1, nonresponse untuk masing-masing uji antidepresan

yang adekuat (setidaknya 6 minggu dosis yang adekuat dari antidepresan) uji

antidepresan meningkatkan skor dengan 1 poin. Sementara label dari setiap

tahap menggunakan skor bukan kategori TRD (TRD1 ke TRD5), pendekatan

ini mirip dengan ESM. Tidak ada batasan untuk jumlah percobaan yang gagal.

MGH-S berbeda dalam mempertimbangkan strategi terapi tambahan dan

optimalisasi di tingkat resistensi. ECT juga termasuk dalam model ini.

Dalam kategori 2, skor keseluruhan resistensi meningkat sebesar 0,5

poin tiap percobaan ketika strategi optimalisasi atau terapi tambahan

digunakan: optimalisasi dosis dan durasi, dan terapi tambahan atau kombinasi

setiap percobaan. MHG-S dikembangkan bersama-sama dengan Rumah Sakit

Umum Massachusetts atau Antidepressant Treatment Response Questionnaire,

Page 28: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

21

sebuah alat yang berguna untuk mengumpulkan data yang dapat dipercaya

pada pengobatan sebelumnya.

Dalam kategori 3, skor ini lebih meningkat 3 poin jika ECT diterapkan

(Pitchot, 2013).

MHG-S tidak membuat perbedaan dan tidak ada hierarki berdasarkan

mekanisme kerja antidepresan. Dalam kategori 1, setiap percobaan yang

adekuat dengan antidepresan akan meningkatkan skor. Dalam kategori 2, terapi

tambahan, kombinasi, optimalisasi dosis dan durasi sama-sama bermakna

(Pitchot, 2013).

4. Model Tahapan Maudsley (2009)

Tabel 5. Model Tahapan Maudsley

Page 29: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

22

Sebagian besar model tahapan yang ada bergantung pada respon

pengobatan dan jumlah obat sebagai kriteria utama yang digunakan untuk

menentukan TRD. Sementara kurangnya efikasi suatu antidepresan merupakan

elemen inti dari resisten pengobatan, banyak faktor lain yang berhubungan

dengan episode depresi yang perlu dipertimbangkan .

Di luar parameter hasil pengobatan, faktor multidimensi TRD telah

dipertimbangkan dalam mengembangkan model tahapan Maudsley. Tingkat

keparahan dan lamanya depresi masuk dalam model tahapan TRD, sedangkan

Page 30: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

23

jumlah kegagalan pengobatan tetap menjadi parameter kunci dalam tingkat

resistensi.

Tiga set parameter / dimensi yang digambarkan dalam model: durasi,

tingkat keparahan gejala dan kegagalan pengobatan:

1. Durasi ini menyajikan episode yang diklasifikasikan menjadi tiga kategori:

akut (1 tahun atau kurang), subakut (antara 1 dan 2 tahun) dan kronis (lebih

dari 2 tahun). Durasi episode depresi ditentukan terlepas dari riwayat

pengobatan dan diberi skor dari 1 sampai 3.

2. Tingkat keparahan gejala didasarkan pada statistik International

Classification of Diseases 10th revision (ICD-10) klasifikasi sindrom

depresi (ringan, sedang, berat tanpa psikosis dan berat dengan psikosis).

Subsindrom depresi juga termasuk dalam variabel tingkat keparahan

gejala dan diberi skor dari 1 sampai 5.

3. Parameter kegagalan pengobatan, dibagi lima tingkat (dari tingkat 1: 1-2

pengobatan untuk level 5:> 10 pengobatan). Kegagalan pengobatan juga

termasuk penggunaan atau tidak terapi tambahan (skor 0 atau 1) dan

penggunaan ECT atau tidak (skor 0 atau 1). Skor maksimal untuk

kegagalan pengobatan adalah 7.

Skor total TRD seharusnya antara 3 dan 15. Tahapan resistensi dapat

dinyatakan dalam tiga kategori: ringan (skor 3-6), sedang (skor 7-10) dan berat

(skor 11-15) (Pitchot, 2013).

Page 31: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

24

MANAJEMEN FARMAKOLOGI DEPRESI RESISTEN TERAPI

Bagi individu yang tidak respon sepenuhnya terhadap pengobatan, fase

akut pengobatan tidak harus disimpulkan secara dini, respon pengobatan yang

tidak lengkap sering dikaitkan dengan luaran fungsional yang buruk. Jika

setidaknya perbaikan sebagian gejala tidak diamati dalam waktu 4-8 minggu

selama awal pengobatan, diagnosis harus dievaluasi kembali, penilaian efek

samping, dan penilaian faktor psikososial dan penyesuaian rencana

pengobatan. Selain itu juga penting untuk menilai kualitas terapi aliansi dan

kepatuhan terhadap pengobatan. Untuk pasien dengan psikoterapi, faktor

tambahan yang akan dinilai meliputi frekuensi sesi dan apakah pendekatan

khusus psikoterapi secara memadai menangani kebutuhan pasien. Jika obat

yang diresepkan, psikiater harus menentukan faktor farmakokinetik atau

farmakodinamik dalam menyesuaikan dosis obat-obatan. Setelah tambahan 4-

8 minggu pengobatan, jika pasien terus menunjukkan sedikit atau tidak ada

perbaikan dalam gejala, psikiater harus melakukan evaluasi secara menyeluruh

kemungkinan faktor penyebab dan membuat tambahan perubahan dalam

rencana pengobatan (Gelenberg, et al., 2010).

Page 32: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

25

Gambar 5. Algoritme pengobatan depresi resisten terapi (Gelenberg, et al.,

2010).

Strategi Monoterapi

Penggunaan strategi monoterapi pada depresi resisten terapi, meliputi

meningkatkan dosis antidepresan atau penggantian dari satu antidepresan ke

antidepresan yang lain. Beberapa keuntungan monoterapi daripada polifarmasi

telah disarankan. Misalnya, dengan meningkatkan dosis antidepresan atau

penggantian dari satu antidepresan ke antidepresan yang lain, orang akan

menghindari potensi interaksi obat yang melekat dalam penggunaan polifarmasi

(Papakostas & Fava, 2010).

Page 33: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

26

Sebuah pedoman NICE depresi (NICE 2009) merekomendasikan bahwa

pasien yang gagal untuk merespon pengobatan awal SSRI dengan dosis optimal

harus beralih ke SSRI kedua atau obat antidepresan lain yang lebih baru, misalnya

mirtazapine. Secara intuitif, tampaknya bahwa jika pasien tidak merespon salah

satu pendekatan farmakologis tertentu akan masuk akal untuk menggunakan obat

dengan mekanisme yang berbeda untuk pengobatan berikutnya; Namun, bukti

untuk ini masih lemah. Antidepresan trisiklik, amitriptilin dan clomipramine secara

konvensional telah dianggap berguna dalam depresi berat dan dapat

dipertimbangkan untuk pasien yang resisten terhadap monoterapi secara aman

(Philip & Ian, 2015).

Selain itu, strategi monoterapi juga menguntungkan berkaitan dengan

kepatuhan (lebih mudah diingat untuk mengambil satu pil daripada beberapa).

Terakhir, monoterapi juga dapat dikaitkan dengan biaya lebih rendah dari

polifarmasi (Papakostas & Fava, 2010).

Strategi Kombinasi

Strategi kombinasi sering digunakan pada praktek klinis rutin dan mungkin

menawarkan beberapa keuntungan pada manajemen terapi depresi resisten terapi,

seperti : (i) menghindari gejala penghentian dan jadwal titrasi silang; (ii)

antidepresan golongan kedua mungkin lebih efektif dalam kombinasi daripada

monoterapi; dan (iii) kemungkinan untuk menambah efek farmakodinamik

(Carvalho et al., 2014).

Page 34: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

27

Mekanisme kerja mirtazapine dan mianserin hampir sama namun berbeda

jenis antidepresan. Terdapat beberapa keuntungan penting dari kombinasi golongan

ini dengan SNRIs dan SSRIs, yaitu : (i) potensiasi neurotransmisi monoaminergik;

(ii) memperluas cakupan gejala untuk insomnia dan kurangnya nafsu makan; (iii)

mencegah efek samping ganstrointestinal dari SSRIs dan SNRIs (misalnya mual).

Manfaat dari mianserin dalam kombinasi telah diteliti setidaknya dua studi acak

terkontrol. Ferreri dan rekannya (2001) secara acak dari 104 pasien GDM yang

tidak respon terhadap 6 minggu fluoxetine (20mg/hari) diujicoba untuk terapi

selanjutnya : fluoxetine 20mg/hari ditambah mianserin 60mg/hari; fluoxetine

20mg/hari ditambah dengan placebo; atau mianserin 60mg/hari ditambah placebo.

Kombinasi ini lebih efektif daripada fluoxetine dengan placebo pada akhir studi

(Carvalho, et al., 2015).

Terapi Pelengkap (Adjuvan Terapi)

Pengobatan antidepresan dapat dikombinasi dengan antidepresan non-

MAOI lainnya atau jenis selain antidepresan. Penambahan antidepresan non-MAOI

kedua mungkin membantu, terutama bagi pasien yang memiliki respon parsial

dengan antidepresan monoterapi. Salah satu pilihan dengan menambahkan obat

antidepresan non-MAOI kedua dari kelas farmakologis yang berbeda. Pilihan lain

adalah dengan menambahkan adjuvan terapi non antidepresan seperti lithium,

hormon tiroid, antikonvulsan, psikostimulan, atau antipsikotik generasi kedua

(atipikal) (Gelenberg, et al., 2010).

Penggunaan polifarmasi untuk depresi resisten terapi memiliki beberapa

keunggulan dibandingkan strategi monoterapi (peningkatan dosis antidepresan atau

Page 35: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

28

penggantian antidepresan). Misalnya, menggabungkan dua golongan dengan

mekanisme yang berbeda (yaitu, serotonergik dan noradrenergik) dapat

mengakibatkan efek farmakologis sinergis (dual atau triple-acting) (Philip & Ian,

2015).

Tabel 6. Beberapa golongan pelengkap yang digunakan pada depresi

resisten terapi (Philip & Ian, 2015).

Antipsikotik Atipikal

Antipsikotik atipikal dapat meningkatkan tingkat respon atau

menurunkan gejala depresi pada pasien yang tidak respon terhadap lebih

dari dua uji coba terapi, bahkan saat gejala psikotik tidak muncul.

Umumnya, dalam praktek klinis, dosis lebih rendah digunakan untuk

antidepresan daripada pengobatan psikosis. Tiga jenis antipsikotik atipikal

yang telah disetujui Food & Drug Administration (FDA) sebagai terapi

tambahan (misalnya, aripiprazole dan quetiapine) atau kombinasi

Page 36: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

29

(kombinasi olanzapine fluoxetine [OFC]) dengan terapi antidepresan.

Misalnya, kombinasi olanzapine dan fluoxetine telah dipelajari secara

ekstensif dan dimulai dengan 6 mg olanzapine dan 25 mg fluoxetine setiap

hari dan dititrasi ke atas ditoleransi sampai dosis maksimal 18 mg

olanzapine dan 75 mg fluoxetine setiap hari. Aripiprazole telah menerima

persetujuan FDA untuk adjuvan antidepresan dan biasanya dimulai pada

2,5-5 mg / hari dan dititrasi ke atas ditoleransi sampai maksimal 15 mg /

hari. Dengan quetiapine, dosis 25 sampai 400 mg / hari telah digunakan.

Dosis adjuvan risperidone hingga 3 mg untuk meningkatkan respon

antidepresan (Gelenberg, et al., 2010).

Efek samping dengan kombinasi ini dapat bervariasi dari berbagai

macam golongan, meliputi sedasi, kelelahan, insomnia, mengantuk

(misalnya quetiapine), mual, hiperprolaktinemia, dislipidemia, disregulasi

glukosa, peningkatan berat badan (yaitu, quetiapine, OFC), dan gejala

ekstrapiramidal termasuk akatisia (misalnya aripiprazole), reaksi distonia,

parkinsonisme, sindrom neuroleptik maligna, dan tardive diskinesia

(Papakostas & Fava, 2010).

Lithium

Lithium yang paling banyak dipelajari diantara terapi adjuvan

lainnya, sebagian besar penelitian adjuvan lithium fokus pada depresi

resisten terapi dan juga mengurangi risiko jangka panjang bunuh diri.

Waktu yang diperlukan adjuvan lithium bekerja optimal sekitar beberapa

hari sampai 6 minggu. Jika efektif dan ditoleransi dengan baik, lithium

Page 37: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

30

harus dilanjutkan setidaknya untuk masa pengobatan akut dan mungkin

setelah fase akut untuk tujuan pencegahan kambuh (Gelenberg, et al.,

2010).

Potensi efek samping selama pengobatan dengan adjuvan lithium

meliputi tremor, mengantuk, sedasi, mual, anoreksia, sakit perut, diare,

poliuria (melalui antagonisme hormon antidiuretik), edema, ruam

(termasuk jerawat dan psoriasis), leukositosis, hipotiroidisme,

hipertiroidisme, ataksia, peningkatan berat badan, insufisiensi ginjal,

perubahan elektrokardiografi, aritmia, kelainan konduksi jantung dan,

dalam kasus yang jarang, perkembangan sindrom nefritik. Penggunaan

lithium awal selama kehamilan juga dikaitkan dengan peningkatan risiko

lahir cacat (Papakostas & Fava, 2010).

Hormon tiroid

Terapi pelengkap tiroid belum dipelajari secara sistematis baik

dengan SSRI atau SNRIs. Sebuah publikasi hanya mencakup laporan

kasus dan serial kasus kecil. Hormon tiroid telah dipublikasikan

manfaatnya sebagai terapi adjuvan pada beberapa penelitian terkontrol

antidepresan trisiklik. Studi lain menunjukkan bahwa adjuvan

triiodothyronine (T3) secara signifikan lebih efektif daripada tiroksin (T4)

dalam mengobati non respon anti depresan trisiklik (Boyer & Bunt, 2001).

Suplemen hormon tiroid dapat meningkatkan efektivitas

pengobatan obat antidepresan, apakah digunakan sebagai terapi pelengkap

atau terapi kombinasi dengan obat antidepresi dari awal terapi. Dosis yang

Page 38: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

31

digunakan untuk tujuan ini adalah 25 mcg / hari triiodothyronine, dapat

ditingkatkan menjadi 50 mcg / hari jika respon tidak memadai setelah

sekitar satu minggu. Durasi pengobatan yang diperlukan belum diteliti

dengan baik (Gelenberg, et al., 2010).

Efek samping penggunaan T3 dikombinasikan dengan

antidepresan antara lain palpitasi, berkeringat, tremor, dan gugup serta

mual, sakit kepala, mengantuk, insomnia, dan mulut kering (Papakostas &

Fava, 2010). Konsultasi kardiologi harus dipertimbangkan sebelum

memulai pasien dengan kelainan jantung pada terapi adjuvan tiroid.

Seperti adjuvan lithium, lamanya waktu terbaik untuk melanjutkan tiroid

dan cara terbaik untuk menghentikan tidak diketahui (Boyer & Bunt,

2001).

Buspirone

Buspirone merupakan golongan ansiolitik yang merupakan agonis

parsial pada reseptor 5-HT1A. Alasan mempelajari efikasi buspirone

sebagai terapi pelengkap depresi resisten terapi bergantung pada

potensinya untuk meningkatkan 5-HT. Meskipun faktanya bahwa

beberapa studi label terbuka mendukung efikasi terapi pelengkap

buspirone pada depresi resisten terapi. Kombinasi Buspirone juga telah

diuji di STAR*D trial dan tidak memberikan keuntungan yang signifikan

secara statistik dibanding kombinasi bupropion (Berlim, et al., 2015).

Page 39: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

32

Buspirone telah digunakan pada terapi pelengkap SSRIs dalam

pengobatan depresi dan juga sebagai pengobatan disfungsi seksual akibat

SSRI (Boyer & Bunt, 2001).

Psikostimulan

Psikostimulan adalah suatu golongan yang memiliki efek

signifikan pada neurotransmisi dopaminergik dan telah diuji sebagai terapi

pelengkap untuk depresi resisten terapi. Methylphenidate dan amfetamin

umumnya diresepkan untuk tujuan ini (Berlim, et al., 2015).

Beberapa studi negatif menunjukkan bahwa methylphenidate

efikasinya tidak dapat dipercaya sebagai tambahan untuk terapi

antidepresan konvensional pada GDM dewasa. Hal ini menunjukkan

bahwa psikostimulan tidak efektif untuk mengobati depresi resisten terapi

telah terjawab, tapi akan lebih bermanfaat untuk gejala sisa, namun tidak

terbatas pada fatique dan sedasi. Selain itu, studi negatif formodafanil pada

GDM memberikan alasan untuk tidak merekomendasikan sebagai

pengobatan depresi resisten terapi (meskipun efikasi terhadap fatique dan

sedasi disarankan). Meskipun studi negatif untuk methylphenidate dan

modafanil, lisdexamfetamine mampu menawarkan perbaikan gejala pada

depresi resisten terapi, efikasi lisdexamfetamine sebagai tambahan untuk

pengobatan escitalopram telah dievaluasi pada GDM dewasa (berusia 18-

55 tahun)(Trivedietal., 2013).

Stoll dan rekannya melaporkan respon cepat methylphenidate

sebagai terapi pelengkap terhadap SSRI yaitu pada dosis 5-20mg tiga kali

Page 40: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

33

sehari. Stimulan sangat membantu dalam mengobati gejala sisa fatique dan

anergia setelah percobaan antidepresan dinyatakan berhasil. Stimulan juga

digunakan untuk menetralkan efek pengobatan terkait disfungsi seksual.

Efek samping signifikan stimulan, termasuk ketergantungan dan

penyalahgunaan jarang terjadi (Boyer & Bunt, 2001).

Pindolol

Pindolol adalah reseptor β-adrenergik antagonis nonselektif yang

juga bertindak sebagai antagonis pada 5-HT1A. Sebuah bukti

menunjukkan bahwa pindolol efektif dalam mempercepat respon terhadap

SSRI (Berlim, et al., 2015).

Beta-blocker pindolol merupakan tambahan lain yang telah

menghasilkan respon yang cepat dalam uji sangat terbatas. Alasan

kombinasi dengan pindolol adalah pindolol memblokir 5HT1A

autoreseptor sehingga dapat mencegah kompensasi down-regulasi dari

fungsi serotonergik yang dipicu oleh peningkatan aktivitas serotonin

sinaptik terkait dengan SSRI. Ada kemungkinan bahwa mekanisme kerja

pindolol dan buspirone hampir sama, meskipun buspirone merupakan

agonis reseptor 5HT1A. Titik kuncinya adalah bahwa buspirone merupakan

agonis relatif lemah dibandingkan dengan ligan endogen. Ini dapat

memperburuk asma dan mengaburkan gejala hipoglikemik. Sebuah gejala

serius 'toksisitas' buspirone dan pindolol adalah memburuknya iritabilitas

pada beberapa pasien dengan SSRI (Boyer & Bunt, 2001).

Page 41: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

34

Glutamatergic

Bukti terbaru berimplikasi disregulasi glutamatergic dalam

patofisiologi gangguan mood. Konsisten dengan temuan ini, serangkaian

laporan klinis telah menunjukkan bahwa glutamat N-methyl-D-aspartat

(NMDA) antagonis reseptor ketamin memiliki efek antidepresan yang

cepat. Dosis subanestetik tunggal ketamin menghasilkan efek antidepresan

yang cepat dan lama pada pasien dengan pengobatan depresi resisten terapi

(TRD) terhadap terapi antidepresan konvensional (S, et al., 2013).

Mekanisme neurobiologis yang mendasari efek antidepresan

ketamine adalah kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami. Studi praklinis

menunjukkan bahwa blokade reseptor NMDA menyebabkan peningkatan

regulasi ekspresi reseptor AMPA dan aktivasi berikutnya dari target

mamalia dari rapamycin (mTOR) cascade intraseluler yang diperlukan

untuk antidepresan ketamin ini. Secara khusus, cepat dan transien

peningkatan regulasi dari otak neuroplastisitas penanda berasal

neurotrophic factor (BDNF) yang terlibat sebagai komponen penting dari

mekanisme antidepresan ketamin. BDNF adalah neurotrophin penting

dalam memfasilitasi dan mendukung populasi neuron tertentu selama

pengembangan dan mediasi plastisitas sinaptik terkait dengan belajar dan

memori (Haile, et al., 2014)

Hipotesis glutamatergic depresi akan menunjukkan bahwa

intervensi langsung (misalnya, ketamin dan riluzole) atau tidak langsung

(misalnya, skopolamin) mengatur fungsi glutamat dapat mengurangi

Page 42: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

35

gejala depresi pada individu dengan GDM. Efek antidepresan ketamin

diduga dimediasi oleh peningkatan pelepasan glutamate presinap dengan

menangkap pengaruh dari peningkatan glutamatergic melalui reseptor

amino 3 hidroksi 5 metil 4 isoksazola asam propionat (AMPA) terhadap

reseptor asam N- Methyl-D-aspartat (NMDAR). Infus dosis tunggal

ketamin (0.5mg / kg) telah ditunjukkan untuk meningkatkan gejala depresi

dalam waktu 1-4 jam pada individu dengan TRD. Selain itu, keinginan

bunuh diri pada TRD juga dilaporkan telah berkurang secara signifikan

dengan infus ketamine (Zarate, et al., 2013).

Pengobatan Komplementer Lainnya

Pada saat ini, terdapat beberapa modalitas yang dapat

direkomendasikan dan memiliki bukti sederhana untuk keberhasilan

antidepresan, antara lain St. John’s wort, S-adenosyl methionine, asam

lemak omega-3 dan folat.

St John Wort adalah tanaman yang banyak digunakan untuk

mengobati gejala depresi. Secara keseluruhan, penelitian St John Wort

menunjukkan manfaat pada gangguan depresi mayor ringan sampai

sedang dibandingkan dengan gejala yang lebih berat. Suatu percobaan

double-blind yang dilakukan pada pasien depresi rawat jalan dengan gejala

ringan sedang dapat disimpulkan bahwa St John Wort dalam dosis 300

mg/hari dan 1.800 mg/hari memiliki efek yang besar dibandingkan

plasebo. St John Wort memiliki khasiat umumnya sebanding dan efek

samping yang lebih sedikit dibandingkan dosis rendah pengobatan TCA

Page 43: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

36

(misalnya, 30-150 mg/hari amitriptyline). Tetapi St John Wort tidak akan

memenuhi persyaratan minimum FDA untuk dinyatakan sebagai

antidepresan yang efektif dan tidak direkomendasikan untuk pengobatan

depresi. Pertimbangan penting lainnya adalah potensi interaksi obat-obat.

St John Wort dapat menginduksi metabolisme obat melalui CYP 3A4,

mengurangi efek obat, termasuk obat-obatan antiretroviral, imunosupresan

(termasuk cyclosporine), antineoplastik, antikoagulan (termasuk

warfarin), kontrasepsi oral, dan terapi penggantian hormon dan penolakan

transplantasi organ telah diamati ketika St John Wort diberikan bersama

dengan siklosporin. Penggunaan gabungan St John Wort dengan MAOIs

merupakan kontraindikasi (Gelenberg, et al., 2010).

S-adenosyl metionin adalah molekul alami yang pada manusia

terkonsentrasi di hati dan otak dan berfungsi sebagai donor metil dalam

sintesis senyawa biologis aktif seperti fosfolipid, katekolamin, dan

neurotransmiter dopamin dan serotonin. Kadar SAMe pada cairan

serebrospinal lebih rendah pada individu dengan gangguan depresi mayor

yang parah, dibandingkan dengan subyek kontrol, dan pengobatan dengan

SAMe meningkatkan SAMe pada cairan serebrospinal dan kadar asam 5-

hidroksiindoleacetic. S-adenosyl metionin tersedia dalam bentuk

parenteral dan oral. Beberapa data mendukung efikasi dan tolerabilitas

SAMe pada pasien dengan gangguan depresi mayor. Seperti St John Wort,

SAMe tidak diatur oleh FDA dan tidak memiliki standarisasi komposisi

dan potensi (Gelenberg, et al., 2010).

Page 44: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

37

Papakostas et al. (2010) telah mengevaluasi dan membandingkan

SAMe (800mg / dua kali sehari) dengan placebo pada pasien rawat jalan

yang memenuhi kriteria DSM-IV untuk GDM yang berusia 18-80. Semua

subjek menunjukkan respon tidak cukup baik untuk dosis awal SSRI atau

SNRI dengan lamanya dosis stabil yang adekuat. Angka respon HAM-D

dan remisi lebih tinggi untuk subjek yang menerima tambahan SAMe

(berturut-turut 36,1% dan 25,8%) dibandingkan tambahan plasebo

(berturut-turut 17,6% dan 11,7%) (Papakostas & Fava, 2010).

Kebanyakan penelitian asam lemak omega-3 untuk gangguan

depresi mayor, asam lemak omega-3 yang digunakan dalam penelitian

bervariasi yaitu asam eicosapentaenoic [EPA], docosahexaenoic acid

[DHA], atau kombinasi, dan dosis dan jangka waktu percobaan studi juga

telah bervariasi. Asam lemak omega-3 umumnya direkomendasikan

sebagai terapi tambahan untuk gangguan mood, kesehatan jantung,

individu dengan gangguan kejiwaan mungkin beresiko lebih besar untuk

obesitas dan masalah metabolisme. Dosis 1-9 gram telah dipelajari dalam

gangguan mood, dengan sebagian besar bukti yang mendukung

penggunaan dosis yang lebih rendah. Adjuvan EPA atau kombinasi dari

EPA dan DHA paling efektif. Data lebih lanjut diperlukan untuk

memastikan peran asam lemak omega-3 sebagai monoterapi untuk

gangguan depresi utama (Gelenberg, et al., 2010).

Folat terutama telah dinilai sebagai prediktor respon pengobatan

antidepresan dan sebagai adjuvan terapi. Rendahnya kadar folat dalam

Page 45: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

38

darah dikaitkan dengan kurangnya respon dan lambatnya respon

fluoxetine pada penyakit depresi, dan kadar folat lebih tinggi pada awal

pengobatan terkait dengan respon yang lebih baik untuk antidepresan.

Folat telah dipelajari sebagai adjuvan terapi dibandingkan dengan plasebo

selain fluoxetine, terjadi peningkatan secara signifikan bagi subjek yang

menerima folat, terutama pada pasien perempuan. Secara umum, 0,4-1 mg

folat disarankan untuk wanita usia reproduksi, folat dapat

direkomendasikan sebagai adjuvan terapi untuk depresi dan dapat

menurunkan lahir cacat dalam kasus kehamilan. Data tidak memadai untuk

menyarankan manfaat folat sebagai monoterapi (Gelenberg, et al., 2010).

Efek samping yang umum dilaporkan selama pengobatan MDD

dengan adjuvant folat atau SAMe termasuk insomnia, mual, kecemasan,

dan sakit kepala (Papakostas & Fava, 2010).

Page 46: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

39

BAB III

RINGKASAN

Definisi depresi resisten terapi yang dapat diterima di seluruh dunia sampai

saat ini tidak ada. Telah diusulkan bahwa kegagalan mencapai remisi dengan uji

dua atau lebih antidepresan yang adekuat untuk mendefinisikan depresi resisten

terapi. (S, et al., 2013). Depresi resisten terapi dapat didefinisikan secara luas

sebagai kegagalan keseluruhan untuk respon pengobatan yang diketahui efektif

untuk depresi mayor (Pitchot, 2013).

Terdapat 5 model tahapan telah diajukan, semuanya dimaksudkan untuk

memperjelas konsep dari depresi resisten terapi, yaitu Thase and Rush model,

European Staging Model, Model Tahapan Massachusetts General dan Maudsley

staging model dan (Pitchot, 2013).

Manajemen farmakologis pada depresi resisten terapi meliputi penggantian

antidepresan, kombinasi antridepesan dan penggunaan terapi adjuvan dalam setiap

terapi gangguan depresi mayor.

Page 47: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

40

DAFTAR PUSTAKA

Alessandro, S. & Chiara, F., 2014. Psychiatric Times. [Online]

Available at: http://www.psychiatrictimes.com/special-reports/factors-predispose-patients-

treatment-resistant-depression

[Accessed 30 September 2014].

Al-Harbi, K. S., 2016. Treatment-resistant depression: therapeutic trends, challenges,

and future directions. Patient Preference and Adherence, Issue 6, p. 369–388.

Berlim, M. T., Tovar-Perdomo, S. & Fleck, M. P., 2015. Treatment-resistant major

depressive disorder: current definitions, epidemiology, and assessment. In: A. F. Carvalho &

R. S. McIntyre, eds. Treatment-Resistant Mood Disorders. United Kingdom: Oxford

University Press.

Boyer , W. & Bunt, R., 2001. Selective serotonin reuptake inhibitors and serotonin–

norepinephrine reuptake inhibitors in treatment-resistant depression. In: J. D. Amsterdam, M.

Hornig & A. A. Nierenberg, eds. Treatment-resistant mood disorders. United Kingdom:

Cambridge University Press, pp. 157-252.

Bschor, T., Bauer, M. & Adli, M., 2014. Chronic and Treatment Resistant Depression

Diagnosis and Stepwise Therapy. Deutsches Ärzteblatt International, Volume 111, pp. 766-

776.

Carvalho, A. F., Hyphantis, . T. N. & S , R., 2015. Evidence-based pharmacological

approaches for treatment-resistant major depressive disorder. In: A. F. Carvalho & R. S.

McIntyre, eds. Treatment-Resistant Mood Disorders. New York: Oxford University Press, pp.

71-82.

Page 48: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

41

Elvira, S. D. & Hadisukanto, G., 2013. Buku Ajar Psikiatri. 2 ed. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI.

Gelenberg, A. J. et al., 2010. Treatment of Patients With Major Depressive Disorder.

3rd ed. United States: American Psychiatric Publishing.

Haile, C. N. et al., 2014. Plasma brain derived neurotrophic factor (BDNF) and response

to ketamine in treatment-resistant depression. International Journal of

Neuropsychopharmacology, Issue 17, p. 331–336.

Hawari, D., 2013. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. 2 ed. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI.

Jerald, K. & Rafay, A., n.d. Treatment-Resistant Depression. Hospital Physician Board

Review Manual, 10(1).

Maslim, R., 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-

5. 2 ed. Jakrta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta.

Papakostas, G. I. & Fava, M., 2010. Polypharmacy Strategies for Treatment-Resistant

Depression. In: Pharmacotherapy for depression and treatment-resistant depression.

singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., pp. 165-167.

Philip, C. & Ian, A., 2015. New approaches to treating resistant depression. BJPsych

Advances, 21(5).

Pitchot, D. S. a. W., 2013. Definitions and Predictors of Treatment-resistant

Depression. In: S. K. a. S. Montgomery, ed. Treatment-resistant Depression. USA: A John

Wiley & Sons, Ltd.,, pp. 1-20.

Sadock, B. J., Sadock, V. A. & Ruiz, P., 2015. Synopsis of Psychiatry Behavioral

Sciences / Clinical Psychiatry. 11 ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.

Page 49: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

42

Singh, A. B., Bousmanb, C. A., Ngb, C. & Berk, M., 2014. Antidepressant

pharmacogenetics. Current Opinion in Psychiatri, 27(1).

S, M. R. et al., 2013. Treatment-resistant depression : Definitions, review of the

evidence, and algorithmic approach. Journal Of Affective Disorders, 156(2014), pp. 1-7.

Stahl, S. M., 2013. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 4th ed. New York:

Cambridge University Press.

Yulisha, B. & S, M. G., 2016. Is treatment-resistant depression a useful concept?. Evid

Based Mental Health, 19(1).

Zarate, C. et al., 2013. New paradigms for treatment-resistant depression. AnnalsOf The

New York Academy of Sciences, 1292(1), pp. 21-31.

Page 50: Tinjauan Pustaka GAMBARAN UIMUM DAN MANAJEMEN …

43